Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Cinta Yang Tak Biasa

* Update Agak Tebal
***********************

Tepat Tiga Minggu

Hari ini tepat tiga minggu setelah wawancara, pengobatan, sekaligus penelitian yang menjadikan aku dan Fadil sebagai subjek. Dan saat ini aku berdua tengah berada di ruangan dokter dan berhadapan dengannya.

"Saya fikir perkembangan yang baik untuk ibu bahwa suara-suara yang kadang-kadang ibu dengar telah hilang. Saya putuskan untuk selanjutnya ibu meneruskan obat Risperidone untuk setiap hari dikonsumsi." Dokter memberitahu pendapatnya sambil memainkan pulpen di tangan dan sekali-kali membuat catatan pada sebuah buku, mungkin diary.

"Tapi saya sering ngantuk dok." Aku mengutarakan sedikit gangguan yang aku alami selama mengkonsumsi obat yang diberikan dokter.

"Selama tidak berlebihan, itu adalah efek samping yang wajar dari obat risperidone, bu." katanya, dan aku hanya manggut-manggut saja mendengarkan.

"Lalu mengenai Fadil, walaupun menurut ibu menghawatirkan tetapi menurut saya hal ini membuktikan bahwa terapi yang ibu terapkan pada anak ibu terkonfirmasi telah membantu penyembuhan pada kegagalan di otaknya. Artinya penghentian terapi itu dapat me-recreate (membuat lagi) kondisi Fadil seperti terdahulu. Dan dalam melakukan psychoanalisis, proses recreate ini penting untuk dapat memahami dimana kesalahan itu terjadi dan bagaimana menyembuhkannya. Secara keseluruhan, hal ini dapat membantu pasien-pasien lain yang mengalami kejadian serupa, atau penelitian dalam bidang pencegahan serta pengobatan alzheimer."

Entah dokter ini ngomong apa, aku ngga ngerti. Tapi aku manggut-manggut saja sambil mendengarkan.

"Dan sekarang, ibu bisa menceritakan bagaimana terapi yang ibu lakukan sebelumnya hingga Fadil berhasil mengembalikan ingatannya."

Sejenak aku agak ragu untuk bercerita. Kupandang Fadil di sebelahku yang dari tadi memainkan balok-balok kayu berwarna yang disediakan oleh dokter.

"Saya belum siap bercerita, dok." jawabku. Dokter kemudian diam sejenak lalu berkata.

"Ibu tidak perlu takut, karena saya sebagai dokter sudah pasti menjaga seluruh kerahasiaan pasien. Lagipula, ibu sudah berjanji untuk ikut serta dalam penelitian."

Aku menghela nafas, sesaat mempertimbangkan.

"Jadi begini dokter....... pertama berangkat dari rasa sayang saya pada Fadil maka saya...." aku selama sejam menceritakan segala hal yang terjadi. Dokter mendengarkan aku tanpa ekspresi apapun, sepertinya dia menjaga untuk bersikap profesional, tidak menghakimi, dan tidak beropini. Dia membuat banyak catatan, dan seringkali bertanya untuk meminta penjelasan lebih dalam ataupun meminta konfirmasi atas ceritaku.

"Baiklah, untuk berikutnya kita akan memasuki tahap baru dalam penelitian ini. Kita akan me-recreate terapi yang ibu lakukan sebelumnya terhadap Fadil secara bertahap sesuai dengan yang ibu lakukan sebelumnya juga. Kita akan berkomunikasi lebih intens melalui whatsapp di nomor pribadi saya, lalu pertemuan langsung dilakukan setiap minggu pada hari yang sama. Sementara itu untuk kebutuhan data, saya mohon ibu membuat catatan lengkap dan detail untuk setiap terapi yang ibu lakukan terhadap Fadil, dan memberikan laporannya pada saya melalui whatsapp. Kalau ada komputer, ibu buat catatan detail itu pakai aplikasi MS Word lalu rubah menjadi PDF dan kirim melalui whatsapp." dokter panjang lebar memberi petunjuk.

"Saya ngga punya komputer di rumah, dok." jawabku singkat. Dokter lalu diam sejenak, berfikir.

"Kalau begitu, ibu tulis saja di buku catatan lalu foto catatannya dan kirim ke saya." dia memberikan solusi.

"Tidak ada cara lain, dok ? saya.... ngga pinter tulis menulis...." aku mengajukan keberatan. Yang benar saja, aku harus menuliskan segala hal yang kulakukan pada Fadil setiap selesai terapi ?

Dokter kembali terdiam. Cukup lama.

"Ada satu cara yang dapat mempermudah, tetapi mungkin ibu tidak akan suka juga." katanya.

"Apa itu dok ?" Aku penasaran, bagaimana caranya.

"Saya memasang kamera di rumah ibu." jawaban dokter tanpa nada, hanya datar saja.

Kalau hal itu memang bisa meringankan bebanku untuk membuat laporan, kenapa tidak ?

"Iya dok, begitu aja ngga apa-apa." aku setuju.

"Baik, kalau begitu saya pasang kamera besok di rumah bu Sri."


*********

Dokter menepati ucapannya. Siang hari itu dia datang ke kontrakan kami yang sangat sederhana. Agak malu juga dengan kondisi rumah kami yang kecil di gang sempit kumuh. Tapi dia tidak memperlihatkan ekspresi apapun, datar saja air mukanya. Dia memasang dua buah kamera di rumah. Satu di ruang depan, dan satu di kamar. Kontrakan petak kami memang hanya terdiri dari tiga bagian saja seperti layaknya rumah petak.

"Nah mulai besok pagi ibu lepas memory microSD ini, lalu ibu kirim saja menggunakan GoSend. Setelah itu ibu masukkan microSD yang satu lagi ke kamera ini." katanya memberikan petunjuk.

"Eh.... dok.... ngga ada cara yang lebih gampang ?" tanyaku. Aku tidak biasa ngoprek-ngoprek alat elektronik. Aku gaptek.

Tidak disangka, dokter tertawa panjang dan keras. Kayanya bahagia sekali.

"Hahahahahahaha............ Hahahaha......." keras sekali ketawanya. Aku baru kali ini melihat dokter mengekspresikan perasaannya. Biasanya datar saja, tapi kok ini seperti bahagia.

"Ibu Sri ini... lucu sekali. Saya sudah mengajukan berbagai cara untuk mempermudah, tapi kok ibu tidak bisa mengikuti. Saya sudah habis akal harus bagaimana ya ?"

Ih dokter gimana sih, aku kan ibu-ibu hampir 40 tahunan. Kalau gaptek kan wajar aja. Aku berkata dalam hati.

"Cara terakhir untuk mempermudah, tidak ada lagi bu kecuali saya melihatnya langsung. Entah ibu dan Fadil ke rumah saya atau saya yang datang ke rumah ibu lagi."

"Yaudah, dokter aja yang kesini." jawabku.

"Hah ? betul bu ?", dokter malah terperangah.

Aku hanya mengangguk tipis memberikan jawaban.

"Begini saja bu, untuk mempermudah saya dan ibu serta Fadil saya fikir ada baiknya ibu tinggal di salah satu rumah saya yang kosong. Kebetulan tempatnya pas berada di samping rumah tinggal saya. Ibu bisa lebih tenang, lebih nyaman, dan saya lebih mudah melakukan observasi tanpa menyaksikan secara langsung. Saya tetap mengobservasi melalui cctv tetapi ibu tidak perlu mengurus apa-apa lagi."

Akhirnya kami sama-sama sepakat. Untung juga bagiku bahwa aku tidak perlu mengeluarkan uang untuk ngontrak rumah selama beberapa bulan ini.

Saat itu juga kami berkemas. Urusan barang-barang milik kami tidak menjadi masalah karena kami tidak punya banyak barang. Secara prinsip barang kami hanya baju-baju dan hal-hal kecil lain. Segala kasur, ember, karpet, disediakan oleh pemilik kontrakan.

"Dok, bagaimana dengan sekolah Fadil ?" tanyaku.

"Saya akan buatkan surat dokter untuk disampaikan ke sekolah Fadil bahwa selama beberapa waktu Fadil tidak perlu mengikuti pelajaran di sekolah. Lagipula saat ini kondisi psikologis Fadil sedang dalam keadaan centang perenang." Jawab dokter.

"Centang perenang itu apa dok ?"

"Dalam bahasa gaul saat ini : Labil."

Nah aku paham kalau pakai kata yang sederhana.

**********

*** Catatan penulis :
Gaes, untuk cerita selanjutnya kita melihat dari sudut pandang Pak Dokter ya.



POV Dokter


Jam di ruang praktekku sudah menunjukkan pukul 22:00. Aku menghela nafas setelah pasien terakhir meninggalkan ruangan. Lelah sekali hari ini, untung hanya ada dua pasien yang datang ke ruang praktek pribadi yang kubuka di rumah. Aku teringat kalau tepat jam 22:00 malam ini pasien Fadil dan ibunya akan mulai melakukan terapi di rumah milikku yang bersebelahan dengan rumah tempat tinggalku (sekaligus tempat praktek pribadi). Untung dulu aku langsung ngambil dua unit rumah sekaligus.

Sambil bersandar di kursi kerja, kunyalakan layar komputer. Beberapa saat layar monitor menampilkan logo Windows dan kubuka browser Chrome.

"http://192.168.43.22"

Kuketikkan IP address NVR CCTV yang merekam kamr yang ditempati Bu Sri di rumah sebelah.
(NVR = Network Video Recorder)

Tombol ENTER pada keyboard kutekan

Username/password kumasukkan, lalu Enter lagi.

Dan....

Dalam keremangan kamar, CCTV bekerja dalam mode infra-red. Layarku menampilkan gambar hitam-putih.

Bunda Fadil terlihat sedang membuka hijabnya.

Hmm.... rupanya Bunda Fadil terlihat lebih cantik tanpa mengenakan hijab yang selalu dikenakannya. Perawakannya langsing, dan rambut lurus sepunggung itu tampaknya begitu berat berisi dan membuat riak-riak indah saat kepalanya bergoyang.

Titititit......tititit....tititit.....

Ah.... hp-ku bunyi.

"Sayang jangan lupa besok pagi kita harus pergi ke rumah Mbak Retno. Katanya gelang berliannya udah siap diambil."

Tantri, pacarku yang berusia 22 dan masih kuliah itu tidak punya fikiran lain kecuali belanja dan belanja. Aku tak membuka pesannya, hanya sekilas kulihat message-nya pada layar notifikasi di hape.

Tititit.....tititit....tititit....

"Jangan lupa uangnya besok sekalian dibawa"


Uang lagi, uang lagi, uang lagi.

Lama-lama aku muak juga dengan jiwa hedon pacarku.

Tititit....tititit...tititit....

"Met istirahat sayang".


Bodo amat lah.

Kalau bukan karena wajah cantik dan tubuh lencirnya, aku tak akan bertahan pacaran sampai 6 bulan.

Ah, hampir saja terlewatkan. Bunda Fadil ternyata sudah melepas gamisnya yang menjurai panjang. Ini tidak seharusnya dilakukan olehku, maksudku tidak seharusnya aku melihat ini walaupun untuk keperluan penelitian. Tapi aku begitu penasaran, apa benar 'terapi' bu Sri benar-benar dapat menyembuhkan ?

Bunda Fadil menghampiri anaknya yang sedang tidur lelap. Anak remaja itu baru saja tertidur. Ayo Bu, aku ingin lihat manjurnya teknik 'terapi'mu.

Tapi Bunda Fadil hanya duduk di samping anaknya. Lama sekali diam memandang wajahnya.
Ayolah, apa yang ditunggu bu ?

Lima belas menit berlalu, dan Bunda Fadil masih tertegun memandangi wajah anaknya. Apakah ini bagian dari teknik terapi itu ? entahlah.

Aku jadi bosan dan akhirnya malah fokus pada tubuh Bu Sri yang terlihat artistik dalam warna monochrome hitam putih cctv infrared. Ibu ini sudah setengah tua, tetapi tubuhnya masih terlihat ligat tanpa lemak. Tidak kalah dengan Tantri pacarku.

Apa sebenarnya perasaan Bunda Fadil saat ini ?
Apakah dia ragu untuk melakukan terapi dalam pengawasan cctv ?
Akankah dia berubah fikiran ?

Hampir satu jam berlalu Bunda Fadil duduk diam memandangi wajah anaknya. Aku menguap beberapa kali. Tanganku sudah mengambil mouse untuk melakukan shutdown pada komputer karena kupikir Bunda Fadil tidak akan melakukannya malam ini.

Tepat sebelum kulakukah shutdown, tiba-tiba tangan Bu Sri alias Bunda Fadil bergerak. Tangan itu mendarat pada bagian Pelvis Fadil yang mengenakan celana pendek. Aku mengurungkan niat untuk mematikan komputer. Kuperhatikan lagi baik-baik apa yang dilakukan Bunda Fadil.

Ah, ternyata jemarinya naik turun perlahan mengusapi penis dan pandangannya tetap terarah pada wajah anak itu. Perlahan dia menurunkan celana pendek Fadil hingga penisnya yang tegang terbebas dari celana pendek.

Kutekan tombol PTZ pada kontrol CCTV.
PTZ adalah singkatan Pan-Tilt-Zoom. Singkatnya untuk mengatur sudut pandang CCTV berikut perbesarannya. Kuarahkan kamera pada tangan Bu Sri, lalu zoom maksimum.

Teknik yang dilakukannya tidak istimewa. Hanya mengusap dengan ujung jari telunjuk dan jari tengah di sepanjang batang penis. Terkadang jarinya lebih kebawah, mengusapi bagian scrotum. Kenapa dia tidak mengusapi ujung penisnya ? bukankan itu bagian paling sensitif ?

Tidak, tidak.
Bu Sri hanya mengusapi batang penisnya saja dan kadang ke scrotum.
Menarik.

Penis Fadil terlihat makin tegang. Pandangan Bu Sri tetap pada wajah anaknya.
Aku jadi teringat jika Tantri sedang melakukan hand-job padaku, dia Tidak selembut ini melakukannya. Biasanya dia pegang dengan erat lalu mengocok naik turun. Sedangkan Bu Sri memperlakukan penis anak lelakinya itu dengan penuh perasaan.

Apa rasanya kalau diperlakukan dengan teknik Bu Sri ?
Ah sial, kenapa penisku dibawah sana mulai tegang ?

Bu Sri bangkit untuk meloloskan celana dalamnya, dan dia berdiri mengangkangi pelvis Fadil. Diturunkannya tubuhnya perlahan.

Aduh, aku tidak bisa melihat dengan detail karena sekarang tubuh Bu Sri menghalangi pemandangan. Aku hanya bisa melihat bagian punggung hingga pantatnya saja.

Hmmm..... pantat Bu Sri sungguh terlihat berisi walaupun tidak besar.

Tangan kanan Bu Sri terlihat bergerak gerak, pantatnya diam.

Ooh aku tahu, Bu Sri hanya menggosokkan penis Fadil pada labia mayora-nya, atau mungkin pada clitorisnya. Jadi bukan pelvisnya Bu Sri yang turun naik. Begitu ya caranya Bu Sri melakukan terapi. Dia tidak memasukkan penis Fadil ke vaginanya. Jadi mungkin dia merangsang batang penis Fadil dan Scrotum cukup dengan jemari lentiknya, kemudian setelah Fadil terangsang berat dalam mimpinya, barulah dia memberikan 'hadiah utama' berupa bibir vagina hangat yang licin khusus untuk bagian kepala penis yang sudah sangat sensitif itu

Kalau saja CCTV ini ada suaranya, aku penasaran dengan apa yang terdengar disana. Apakah Bu Sri merintih ?

Penisku di dalam celana mulai cenat-cenut membayangkan betapa ngilu-nya kepala penis Fadil ketika digosokkan ujungnya pada permukaan vagina licin Bu Sri yang berlendir. Tetapi remaja itu diam saja tanpa bergerak. Pulas dalam tidurnya.

Tak sadar, tanganku merogoh celana. Ahhh...... gatal.
Nanti rasanya aku harus ketemu Tantri untuk menuntaskan rasa ini.

Bu Sri sekarang terlihat mendongak ke atas, otot kakinya mengencang.

Dia pasti menikmatinya. Itu Pasti.

Dan aku meremas penisku.

Ahhhh...... tambah gatal.

Tangan Bu Sri terlihat makin cepat bergerak, lalu tubuhnya mengejang beberapa detik.

Oh oh.... sepertinya Bu Sri hampir mengalami orgasme.
Cepat sekali, bahkan tidak sampai tiga menit. Apakah Bu Sri begitu terangsang ?

Kepalanya makin mendongak. Mulutnya ternganga. Barangkali dia merintih.

Sesaat kemudian tubuhnya bergetar berkelojotan. Yang menarik, aku melihat juga kaki Fadil mengejang dan menendang-nendang tetapi matanya terpejam dan tak terbangun.

Mereka orgasme bersamaan.

Ah, kenapa aku terangsang ? Bukankah aku hanya ingin melihat proses dan teknik terapi yang dilakukan Bu Sri ?

Nah sekarang Bu Sri bangkit dari jongkoknya pada pelvis Fadil.
Dia mengambil celana dalamnya yang teronggok di samping, untuk kemudian mengelap sesuatu pada perut Fadil, penisnya, scrotumnya.

Dia juga terlihat mengelap perutnya sendiri, bagian dada, lalu mata.

Mata ? waw... Fadil memuncratkan spermanya sampai ke mata Bu Sri.

Bu Sri lalu berbenah menaikkan celana pendek Fadil, dan mengenakan gamis untuk dirinya sendiri.

Jadi begitu tekniknya ? tidak ada yang sulit.

Aku mematikan CCTV dan meraih hape.

"Sayang sudah tidur ? aku ke rumah kamu ya." Kukirimkan whatsapp message pada Tantri.

Centang dua abu-abu.
Terkirim tapi belum dibaca.

Jam menunjukkan pukul 23:11
Mungkin Tantri sudah tidur.

Ah sudahlah..... aku tidur saja walaupun terasa ada sesuatu yang mengganjal di hati dan fikiranku.


**********


"Selamat pagi pak dokter......" Fadil menyapaku waktu aku keluar rumah untuk memanaskan mobil pada pagi hari.

"Hai Fadil, selamat pagi....." kulambaikan tangan pada Fadil yang ada di halaman sebelah.

"Dok, terima kasih sudah ngasih ijin kami tinggal di rumah pak dokter." katanya.

Wah ini menarik.
Fadil kelihatannya segar dan perilakunya normal seperti layaknya remaja. Kemarin dia masih terlihat kekanak-kanakan. Artinya terapi Bunda Fadil semalam berhasil.

"Selamat pagi dok....." suara halus terdengar di belakang Fadil.

"Selamat pagi Bu Sri...." balasku sambil tertegun memperhatikan Bu Sri yang terlihat lebih cantik dan menarik. Gamisnya menutupi seluruh tubuh, tetapi mataku serasa dapat melihat tubuh telanjangnya yang ligat. Mungkin hanya halusinasi otak dan nafsuku yang belum tuntas saja tadi malam.

Tubuh langsing Bu Sri terbayang lagi. Gamis itu tak mampu menghalangi otakku untuk membayangkan.

Ah nanti saja aku mewawancara Bu Sri dan Fadil, sekarang aku harus segera ke rumah Tantri.
Kalau tidak kutuntaskan, bisa-bisa fikiranku jadi kotor kalau memandangi suster Henny.

Mobilku perlahan keluar dari Car Port lalu menderum laju menuju rumah Tantri yang berjarak sekitar 10 menit perjalanan.

Baru saja sampai di depan rumah Tantri, pacarku itu bergegas menghampiri mobil yang menepi.

Klek, dia membuka pintu mobil sebelah kiri.

"Lama banget sih ? nanti telat aku ngambil perhiasan di Mbak Retno. Kamu ngapain aja sih bukannya cepet-cepet. Udah tau mbak Retno itu bla bla bla bla bla bla bla (*&$(&£"$)-($*% " Tantri merepet menyerocos penuh kekesalan.

Blugggg, pintu mobil ditutup dengan bantingan keras.

Menyebalkan sekali punya pacar cantik seksi tapi mulutnya bawel dan judes.
Hasratku langsung hilang, menguap.
Aku tak perduli lagi pada kulit pahanya yang putih mulus dengan rok pendek yang tertarik keatas.

Perempuan sampah, makiku dalam hati.

Tapi tak urung juga kuantar dia ke Mbak Retno walaupun hati dongkol.

Dengan lima gepok uang seratus ribuan, Tantri turun dari mobil tanpa berkata terimakasih.

Dia fikir aku cuman lelaki yang pantas diporotin uangnya saja ?

Dasar perempuan tak berotak, dia hanya mengandalkan tubuh seksi dan wajah cantiknya saja. Kelakuan seperti sampah.
Kusumpahi kau digangbang kuli bangunan ramai-ramai !!!

Aku meninggalkan Tantri yang tadi hanya bilang minta dijemput sore-sore di sebuah mall elit.
Iya nanti aku jemput dia.

Penisku cenut-cenut menagih penuntasan, dan aku harus segera ke rumah sakit untuk menunaikan tugas.

Sial.
Kentang lagi kentang lagi.

Bersambung.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd