*Catatan : Update Tipis dulu
Pusing 7 Keliling
(POV Dokter)
Tutitatitutitut.....
Tutitatitutitut.....
Nomor tak dikenal
Tutitatitutitut.....
Tutitatitutitut.....
Siapa Sih ?
"Halo... dengan siapa ini ?" Aku penasaran
"Dok, cicilan Mercy nya tolong dibayar." Suara di sebrang telepon langsung membuat aku nyesss.
"Pak, saya minta waktu dulu seminggu." Aku mencoba membujuk
"Kalau siang ini ngga kau bayar, sore ini juga saya ambil mercy nya." Suara berkarakter serak dan keras itu mengancam.
"Gini pak..... saya transfer dulu buat bapak pribadi 1jt, asal cicilannya boleh dibayar minggu depan." Sekarang aku menyuap.
"Satu setengah juta." Tawarnya.
"Ok pak, saya minta nomor rekeningnya ya."
Haduh, uang untuk cicilan mobil kemarin dipakai Tantri katanya beli Iphone baru karena yg lama rusak.
Aku baru saja selesai transfer 'uang suap' ke debt collector agar bisa mendapatkan waktu tambahan seminggu untuk membayar, ketika telepon berbunyi lagi.
Tutitatitutitut.......
Nomor tak dikenal lagi.
Nggak sabaran banget sih ini debt collector leasing mobil.
"Sabar sebentar kenapa pak..." Aku langsung mendamprat.
"Selamat pagi.... pak saya dari Bank ABC mau mengingatkan saja bahwa cicilan rumahnya jatuh tempo kemarin. Agar dapat dibayar hari ini pak."
Oh Tuhan...... aku pusing.
Tititit....tititit.....tititit....
Kalian juga bisa menebak, kalau suara titititit itu pasti Tantri pacarku yang pasti minta uang lagi.
"Sayang, Lusa kita jadi kan ngejemput tas Hermes di mbak Mirna ?"
Pacaran belum setahun, tapi rasanya aku hampir bangkrut dibuatnya. Aku ingin memutuskan saja perempuan toksik itu.
"Nanti aku ke tempat praktekmu ya... kita main dokter-dokteran dan suster-susteran...." Ah dasar, kalau lagi ada maunya aja dia baik-baikin aku.
Aku muak.
This is it.
"Tri.... maaf. Kufikir lebih baik kita putus." balasku dalam whatsap message.
"Hah ??? yg bener lu... gada hjn gada angin tiba2 putusin." Tantri meradang.
Memang tidak ada hujan dan tidak ada angin sih, tapi setahun ini aku seperti terkena badai terus menerus.
Tantri miscall berkali-kali tapi tak kuangkat.
Serentetan kata-kata kasar berikut penghuni kebun binatang berulangkali muncul di whatsapp message-ku.
*********
Malam itu Bu Sri menghadap aku di ruang praktek pribadiku. Dia mengenakan gamis panjang berbahan halus dengan warna peach.
"Saya tidak bisa, dok." Begitu jawaban singkat Bunda Fadil saat aku mengutarakan niatku untuk mengobati Pak Jaya Wardhana. Aku meminta agar Bunda Fadil bersedia membantu melakukan terapi pada bapak tua itu. Siapa tahu berhasil.
"Tapi Bu Sri kan sudah sepakat akan membantu penelitian saya." Aku mencoba mengingatkan Bu Sri, tapi tatapanku malah ke arah jendela ruang praktek yang menuju keluar. Aku
"Dok, menurut saya.... apa yang diminta pak dokter sekarang sudah diluar dari lingkup penelitian yang dulu kita sepakati. Saya hanya bersedia bercerita dan menunjukkan cara terapi yang saya lakukan hanya kepada anak saya, bukan kepada orang lain." Bunda Fadil menjawab dengan tegas.
Bunda Fadil ini kalau semakin kesal ternyata semakin cantik. Wajahnya yang bening menjadi bersemu kemerahan karena emosi. Aku memandang tubuh Bunda Fadil yang mengenakan gamis, lalu menelanjangi dia dalam otakku.
"Tapi Bu Sri sudah tinggal di rumah saya loh, dan saya sudah memberikan biaya untuk 6 bulan padahal sekarang baru 3 bulan dan penelitian saya sudah hampir selesai." Aku terus mendesaknya. Tidak bisa kubujuk, ya kucoba menekannya.
"Bukan salah saya kalau penelitian dokter berjalan lancar dan cepat. Justru hal itu karena saya yang bekerjasama dengan totalitas." Jawaban Bu Sri membuat aku kehabisan akal.
Emh... Bu Sri.... dia tidak tahu kalau aku sudah merabai bagian dalam selangkangannya. Aku jadi teringat lagi betapa halus dan empuknya bagian itu. Aku berhasrat lagi. Penisku tiba-tiba tegang.
"Baiklah. Oh iya Bu, nanti malam bisakah ibu melakukan terapi penuh pada Fadil ?" Aku ingin melihatnya lagi. Bukan untuk keperluan penelitian, tetapi untuk memenuhi hasratku saja.
"Maaf dok, kok sepertinya pak dokter plin-plan. Waktu itu pak dokter melarang saya melakukannya secara penuh karena berbahaya buat saya dan Fadil. Pak dokter bilang untuk tetap melakukan terapi saat Fadil tidur. Tapi kenapa sekarang berubah ?" Bunda Fadil menatapku tajam.
Sial... fikirku.
Bunda Fadil ternyata cerdas.
Aroma feromon yang menguar dari tubuh Bu Sri terasa begitu nyaman namun membuat hasratku meningkat.
Aduh Bu Sri... kamu tidak muda lagi tapi kenapa aura seksualmu begitu kuat ?
Ada sedikit rasa penyesalan bahwa waktu itu tidak kusetubuhi saja Bu Sri yang sedang pingsan.
Rasanya hidupku sedang kacau.
Hutangku tak terbayar.
Tantri ngomel-ngomel dan meminta 'uang PHK' alias putus hubungan kekasih sebesar 1 milyar.
Bu Sri tidak mau melakukan terapi pada orang lain.
Dan beberapa hari lagi pasien berusia 70 tahun itu akan datang untuk perawatan. Kalau aku tidak menemukan cara untuk menterapi pasien itu, uang 300 juta itu tak akan kudapatkan.
Otakku pening, tak kutemukan sebuah solusi.
Tolong beri aku saran.
Bersambung.