*BASED ON TRUE STORY*
Cerita ini dibuat berdasarkan kisah nyata yang dialami TS dan WFnya.
Setting dalam cerita ini memposisikan TS sebagai orang pertama tunggal untuk membuat jalan cerita menjadi lebih menarik dan mudah diimajinasikan.
Beberapa nama dan lokasi dibuat berbeda dengan tujuan menjaga kerahasiaan identitas TS dan WF.
Pembaca sangat dianjurkan untuk mempersiapkan pelumas agar prosesi haphap berjalan lebih nyaman.
PART VI - Sweet(domasochist) Revenge (Chapter 2 - End of Part VI)
Chapter sebelumnya:
Rey mulai curiga dengan perubahan sikap Natalie yang seperti menyembunyikan sesuatu. Benar saja, Rey memergokinya dibawa oleh seorang pria misterius ke sebuah losmen. Dengan penuh emosi, Rey pun memutuskan untuk membalas perlakuan Natalie..
"Bahkan minuman favoritku saja terasa begitu pahit", sesakku dalam dada.
Aku kemudian meluncur menuju kost, bersiap menunggu kedatangan Natalie.
"Hai, sayang. Aku udah pulaaang", sapa Natalie saat ia masuk kamar, sembari mengecup keningku yang sebenarnya hanya pura-pura tertidur.
"Eh, kamu udah pulang, yank?", tanyaku basa-basi sambil bangkit dari posisi tidurku.
"Oya, itu di atas meja ada surat buat kamu. Aku mau mandi dulu ya", ujarku sambil menunjuk amplop coklat yang telah kusiapkan, lalu masuk ke kamar mandi. Kukunci pintu kamar mandi. Kubasahi seluruh tubuhku dengan air hangat, sambil sesekali menyeka air mataku. Ia berhasil membuatku menangis kali ini.
Usai mandi, aku melihat Natalie berada dalam posisi duduk berlutut, menangis sesenggukan sambil menutupi wajahnya.
"Aku mohon, maafin aku. Aku minta ampun sama kamu", ujarnya sambil menangis.
"Udah, kamu ngga perlu nangis lagi. Sekarang kamu bebas ngelakuin apa aja sama laki-laki itu. Aku ngga akan ganggu hidup kamu lagi", kataku sambil memindahkan tas yang sejak tadi sudah kusiapkan.
Tas itu berisi semua baju dan perlengkapanku. Aku memutuskan untuk kembali ke rumah orangtuaku.
"Aku mohon, jangan pergi. Aku udah ngga punya siapa-siapa lagi", Natalie memohon sambil terus memegangi kakiku, mencegahku keluar dari kamar itu.
"KALO KAMU EMANG NGGA PUNYA SIAPA-SIAPA SELAIN AKU, OM-OM TADI ITU SIAPAMU?!", bentakku padanya.
Aku tidak lagi dapat mengontrol emosiku. Kami berdua pun berdebat hebat, sampai pada akhirnya Natalie tidak lagi bisa berkata-kata mematahkan argumenku.
"Please, Rey. Aku mohon. Aku bakal lakuin apapun. APAPUN. Asal kamu ngga pergi dari aku", kata Natalie mengiba.
Kujambak rambutnya, kubuka handuk yang membalut pinggangku, lalu kuarahkan penisku ke mulutnya yang terbuka, mungkin reaksi kesakitan akibat jambakanku.
"Mmhh.. Mmmhh.. Nngghhh.. Mmhh.. Nnnnggggghhhhh..", ia mendesah panjang ketika kupaksakan penisku masuk hingga titik paling dalam di rongga mulutnya.
"Uhhukk.. Uhhuuk.. Nnghh.. Ampun, yank.. Uhhukk..", ujar Natalie terbatuk-batuk saat kulepaskan penisku dari mulutnya.
"Dasar pelacur! Lu kira segampang itu minta maaf sama gw?! Lu ngga tau gimana sakitnya hati gw!", bentakku sambil menampar wajahnya.
Kulihat ia hanya menangis, tanpa berusaha melawanku sama sekali. Entah kenapa, gairahku justru makin bangkit melihat hal ini.
"Aaahh.. Sakiiiittt! Ampun, yank.. Mmpphhh.. Mmmhh..", jeritnya waktu kujambak lagi rambutnya dan kubawa naik ke kasur.
Badannya terebah dalam posisi miring. Lagi-lagi kusodokkan batang kemaluanku ke dalam bibir mungilnya, membuatnya megap-megap kesulitan bernafas di tengah air mata yang terurai di pipinya.
"Sakit?! Apa yang kamu tau soal rasa sakit?! Aku akan buat kamu ngerasain sakit yang sesungguhnya! Oughhh..", ujarku sambil mendesah.
Seluruh batang kemaluanku merasakan sensasi aneh yang menakjubkan. Erangan tangis Natalie menyebabkan rasa geli dan ngilu yang luar biasa pada penisku. Sambil sesekali mendesah, ia mencoba melepaskan tanganku dari rambutnya.
"Mmhh.. Mmppphhh.. Uhhukk.. Uhhuk.. Sayang, jangan.. Aakkhh.. Sakiiit..", jerit Natalie saat kucekik lehernya sambil kupompa mulutnya dengan batang penisku.
"Ughhh.. Dibayar berapa kamu sama dia, hah?! Makan tuh duit! Dasar lonte!", makiku sambil menampar pipinya hingga memerah. Di satu sisi, aku diliputi emosi yang luar biasa. Namun di sisi lain, aku sedikit menikmati ekspresi Natalie yang tersiksa oleh perlakuanku.
Setelah puas menyiksa mulut Natalie dengan kontolku, aku pun mengambil dasiku di dalam lemari, dan mengikat kedua tangannya di belakang tubuhnya. Kuraih gunting yang ada di atas meja, lalu kugunting kemeja yang menutupi tubuhnya, tak ketinggalan juga bra hitam yang ia kenakan. Kusingkap dan kutarik secara kasar hingga robek pakaiannya yang telah kugunting tadi, kemudian kulumat payudaranya dengan buas.
"Aawwhhh.. Ummhhh.. Ampun, Rey! Aaaaaawwwhhh! Nngghhh..", teriak Natalie mengiringi gigitan kerasku pada puting susunya.
Aku memang menggigit toketnya cukup keras, bahkan hingga sedikit meninggalkan bekas luka.
"Aaahh.. Tolong jangan siksa aku lagi, Rey.. Huuu..", katanya sambil tersedu.
"Jangan siksa?! Tadi kamu bilang aku boleh ngelakuin apa aja! Dasar cewek murahan!", bentakku sambil memelorotkan rok Natalie, dan merobek celana dalamnya.
"Aawwh! Aawwhhh! Aahh! Mmhh.. Tolong.. Nngghh.. Rey.. Eerrrgghh!", rintih Natalie, sambil merapatkan giginya kuat-kuat saat kukocok vaginanya dengan keras.
Sesekali tubunya mengejang, dan ia balikkan wajahnya ke bantal agar teriakannya tak terdengar.
"Cewek bangsat! Rasain nih!", kataku seraya membalikkan tubuhnya, kurapatkan kedua kakinya, dan dalam posisinya yang tertelungkup dengan kedua tangan terikat dasi itu, kuarahkan penisku menusuk vaginanya dari belakang.
"Aaaaarrrggghhh.. Nngghh.. Nngghh.. Aahhh.. Mmhh.. Stop! Awwhh..", jerit Natalie saat kulesakkan batang kemaluanku.
Posisi kakinya yang rapat menjepit vaginanya dengan sempurna, hingga kurasakan nikmatnya memek Natalie seolah terasa seperti bersenggama dengan gadis perawan.
"Oughhhss.. Gimana rasanya kontol om-om, hah?! Puas kamu sama dia?!", tanyaku menghina.
"Aawhh.. Aahh.. Ngga, yank.. Ampunnnhh.. Mmhh.. Nngghh..", desah Natalie sambil menjerit kecil.
"Udah berapa kali main sama dia?!", tanyaku lagi sambil terus menyodok-nyodok memeknya.
"Uuhh.. Nngghh.. Tigaa.. Mmhh.. Tiga kali..", jawabnya.
"Hm?! Tiga kali?! Keenakan banget ya jadi pereknya om-om, sampe main tiga kali?!", lagi-lagi aku membentaknya.
Aku benar-benar merasa kesal mendengar pengakuannya ini.
"Nnghhh.. Ngga, Rey.. Jangann.. Mmhh.. Jangan salah pahamm.. Awwhh.. Aahh.. Akuuhh, mmhh.. Cuma perlu duitnyahh.. Nngghh.. Ajahh..", ujarnya sambil terus menahan tangis dan hujaman penisku dalam liang senggamanya.
Kutarik pinggulnya hingga ia berada dalam posisi nungging, lalu kupompa memeknya secara cepat dengan posisi doggy-style. Wajahnya terbenam di bantal, karena tangannya masih dalam kondisi terikat, sehingga tidak mampu menopang tubuhnya.
"Oughh.. Aku pengen banget bunuh kamu!", kataku sambil menyodok memeknya dengan makin cepat dan kasar.
Birahiku malah semakin tinggi, saat membayangkan vagina Natalie yang basah ini beberapa saat yang lalu dimasuki batang kemaluan om-om.
"Huuu.. Ampun, Rey.. Ummhh.. Aawhh..", ujarnya berurai air mata, membasahi bantal yang menutupi wajahnya.
"Nngghhh.. Akuu.. Mmhh.. Ngga kuat lagiihh.. Aaaaaaaaarrrrrgghhhhhhh!", katanya sambil menggeleng-gelengkan kepala. Sepertinya ia baru saja mengalami orgasme.
"Kenapa?! Memek lu gatel ya?! Sini gw garukin!", kataku sambil melingkarkan tanganku dan merogoh bibir vagina Natalie dari depan. Kukocok permukaan memeknya sambil terus kuhujamkan penisku ke dalamnya.
"Hnnnggghhh.. Aahh! Aahh! Aawwwhhh.. No, Rey! Ughhhh.. Please..", rintih Natalie sambil memundur-mundurkan pinggulnya.
Maksudnya agar aku memperlambat ritmeku, malah membuat batang pelirku justru menusuk titik terdalam liang kewanitaannya.
"Apa?! Lu minta gw berenti, sementara om-om tadi lu ladenin sesuai permintaan?!", tanyaku bermaksud melecehkannya.
"Huuu.. Ahh.. Aahhh.. Awwhh.. A..ampuun, Rey..", tangisnya makin menjadi.
"Aawwhh.. Akuuu.. Nngghh.. Ngga tahann.. Aahhh.. Lagiii.. Aaaaaaarrrrggghhhhh! Aku.. Nnggghhh.. Keluarrr..", jerit Natalie bersamaan dengan melemasnya tubuh mungil itu.
"Tadi berapa kali lu dibikin klimaks sama om-om bangsat itu?! Hah?!", aku menghardiknya sambil membalikkan tubuhnya dalam posisi menyamping ke kiri.
Kutekuk kaki kanan Natalie, sementara kaki kanannya tetap dalam posisi lurus. Lalu dengan posisi menggunting kusodok memeknya dari atas.
"Aaawwwhh.. Hm-mh.. Cuma.. Mmhh.. Sekaliiihh.. Nngghhh..", ujarnya lirih sambil sedikit mengangguk.
Aku bukannya hanya merasakan emosi mendengar hal ini, tapi justru birahiku juga semakin menggelora.
"Aahh.. Awwhh.. Mmhh.. Aahh.. Ahh..", jerit Natalie saat kutampar bongkahan pantatnya dengan keras, hingga meninggalkan bekas berwarna merah di kulit putihnya yang mulus itu.
Kubayangkan bagaimana Natalie mengalami orgasme bersama pria brengsek tadi. Kubayangkan bagaimana wajah innocent Natalie ketika tubuhnya mengejang di hadapan pria tadi. Kubayangkan ekspresi dari gadis manis yang kucintai ini waktu vaginanya dipenuhi dan disodok batang penis pria tadi. Sungguh, aku baru menyadari bahwa aku benar-benar jatuh cinta pada Natalie. Ia mampu membuatku bergairah, bahkan di saat ia berkhianat dan menikmati kontol pria lain.
"Enak ya, dientot om-om?!", tanyaku lagi dengan kata-kata kasar.
"Hm-mh.. Aahh.. Oughhh.. Tapi.. Aahh.. Hati akuuhhh.. Aawhh.. Nnghhh.. Cuma, mmhhhh.. Buat kamuu, Reyyy.. Aahh..", jawabnya sambil mendesah bercampur sesenggukan.
"Dasar cewek brengsekkk.. Aaaaaaarrrrrggghhhhhh!", tak dapat kutahan lagi aliran spermaku yang kurasakan akan segera menyembur dari penisku.
Dengan cepat kulepaskan batang kemaluanku dari memek Natalie, kujambak rambutnya dengan kasar, lalu kumasukkan penisku yang kugenggam erat dengan tanganku ke dalam mulutnya. Begitu penisku menyesaki rongga mulutnya, kulepaskan genggamanku yang langsung diikuti dengan aliran deras spermaku meluncur ke dalam mulut mungil itu.
"Mmppphhhhh.. Uhhhuuukkk.. Uuhhuuukkk.. Huuu..", Natalie terbatuk-batuk sambil menangis. Saking kupaksakan ia menelan seluruh spermaku yang muncrat hingga membuatnya tersedak, sebagian sperma itu sampai keluar melalui hidungnya.
Kubiarkan Natalie dalam kondisi seperti itu, lalu kutinggalkan ia dengan membawa barang-barangku. Dengan kondisi fisik yang lemah karena telah kusakiti itu, dia tidak akan sanggup menahanku untuk pergi darinya.
Meski itu ternyata hanya sanggup kulakukan selama beberapa jam saja..
TO BE CONTINUED..