--- 03 ---
ORANG ASING
"Bapak tahu dimana letak tepatnya?", tanya Aco melihat ada secercah harapan tentang bagaimana burungnya hilang.
"Ya tahu. Bila Mas Aco berkenang sekarang saya antar!"
"Oke Pak. Saya persiapan dulu ya. Tunggu 5 menit!", Aco bergegas berganti pakaian. Diambilnya jaket hitam dan jelana jeans yang tersampir di kursi ruang tengah rumahnya.
"Aku berangkat dulu ya, Sayang. Nanti dilanjut lagi ya. Maaf nanggung hehehe..", usil Aco kepada Tuti ketika permainan yang memanas tadi terpaksa ditunda.
"Iya. Cium dulu dong!", pinta Tuti menyambut kepergian Aco yang sebentar itu. Dengan cepat bibir Aco mendarat dan melumat bibir kecil mungil milik Tuti dengan basah. Tangannya meraba payudara Tuti yang kencang dan tegang.
"Udah jangan lama-lama udah ditungguin.", cegah Tuti mengingatkan Aco karena Pak Beni sudah menunggunya di luar rumah.
"Iyaaa iyaaa. Udah sana kamu mandi dulu biar nanti waktu aku pulang kamunya udah wangi. Ini bau kecut nih!"
"Sialaaaan kamu yaaa!", teriak Tuti.
Roda dua melaju dengan cepat, menyusuri malam yang begitu dingin.
Desa Gondowoso memang terletak di lembah yang cukup tinggi, sehingga udara di malam hari lebih sejuk dari tempat biasanya. Jaket Aco membuat malam itu lebih hangat seperti pelukan Tuti yang ingin lekas dijemputnya setelah pencarian mendadak ini.
"Dapat berita darimana Pak?", tanya Aco membuka obrolan sembari menunggu tiba di lokasi kejadian.
"Tadi dari tetangga yang balik dari Gondowoso! Spontan saya kebetulan lewat rumah Mas, sekalian mampir!"
"Kejadiannya jam berapa emangnya?"
"Belum tahu. Nanti juga tahu sendiri."
Trennnggg trengggg trennnngg
Tengg tenggg
Motor terus melaju menembus malam, menuju Gondowoso menempuh 45 menit perjalanan. Di pertengahan itu samar-samar Aco melihat perempuan berbaju merah ketika dia mendapatkan
blowjob ternikmat sebelum kejadian yang membuat burungnya terbang.
"Pak berhenti Pak!", spontan Aco menepuk pundak Pak Beni.
"Apa apa?"
Aco memandang sekeliling tempatnya dia melihat bayangan samar perempuan itu. Semakin dia mencari ternyata tidak menemukan. Kernyit dahi dia menyelidik, entah apakah penglihatannya barusan nyata atau tidak.
"Ada apa sih Mas?", tanya Pak Beni kembali.
"Ngga ada apa-apa Pak. Ngga jadi."
"Yaudah lanjut yuk. Keburu malam nanti sampai Gondowoso."
Rumah kejadian seorang pemuda yang burungnya hilang tersebut masing begitu ramai dipenuhi penduduk kampung. Pak Beni memarkirkan motornya di sudut seberang rumah. Aco memandangi rumah dan hendak masuk kedalam namun dicegah oleh Pak Beni,
"Nanti dulu aja. Tunggu sepi baru bisa leluasa tanya si korban. Sabar saja!", ujar Pak Beni.
Rokok menyala di sela-sela jari kedua orang yang menunggu waktu yang tepat untuk menyelidiki kejadian musibah di tempat lain tersebut. Asap demi asap menyembul di sela-sela malam tragis itu.
"Jadi nggabisa ngaceng dong ya Mas?", tanya Pak Beni penasaran.
"Mau ngaceng gimana.. barangnya aja ga ada Pak! Hahaha!"
"Wah gila masih bisa dibuat bahan becandaan!"
"Ya mau gimana lagi Pak! Udah pasrah!"
"Hahahaha!", tawa Pak Beni mengikuti kepasrahan Aco yang dikemas dengan canda tersebut. Dia berusaha mencairkan suasana karena takut rasa penasaran tersebut mengusik kondisi Aco.
"Itu pacar Mas. Siapa namanya?"
"Tuti, Pak! Kenapa?"
"Iya.. Mbak Tuti itu baru balik ya?"
"Iya Pak baru aja sebelum Pak Beni datang ke rumah tadi."
"Oooh~ Kasian dong ya. Baru balik eh kontol idaman dia hilang dicuri orang!"
"Hahaha! Ngga dicuri Pak. Ngumpet aja itu mah!"
"Terus ngga ada yang muasin si Mbak dong ya, Mas?"
"Bisa diatur itu Pak. Kan masih ada tangan. Hahahah!"
"Iya kan masih ada kontol lain juga sih ya Mas?"
"Heh ngawur aja ini Pak Beni. Emang mau ikut muasin Tuti?"
"Ya saya sih kalau diundang ya datang. Hahahaha!"
Dibalik pembicaraan itu terbersit pikiran Aco untuk memuaskan pacarnya itu dengan burung orang lain. Pikiran yang ngawur di tengah kejadian yang menimpanya hari itu. Satu jam berselang, rumah korban mulai sepi. Satu per satu orang meninggalkan korban yang entah siapa namanya berteriak-teriak histeris. Aco menerawang seperti mengingat bagaimana dia terkejut bercampur marah menghadapi tragedi yang serupa di pagi tadi.
"Yuk masuk Pak. Sudah sepi!", ajak Aco lekas masuk ke dalam rumah.
Korban yang diketahui namanya sebagai Jiwo itu lemas terkapar diatas ranjang. Matanya menerawang plafon kamar. Bibirnya begitu pucat dikarenakan trauma yang masih terasa.
"Permisi, Mas. Kami berdua dari Kalenan, desa sebelah.", sungkan Aco memasuki rumah milik korban yang masih begitu pucat wajahnya.
"Iya Mas silakan duduk. Saya masih agak pusing jadi maklum masih begitu lemas badan saya."
"Iya Mas Jiwo. Saya pun mengalaminya juga tadi pagi. Persis seperti kejadian Mas Jiwo."
"Hah? Apa maksudnya?"
"Iya.. burung saya juga hilang."
"Hah? Benar?"
"Ini buktinya.", jawab Aco sembari berdiri dari kursinya dan lekas membuka resleting dan menurunkan celananya. Tampak lapisan kulit yang datar tidak ada benjolan sedikit barang sedikitpun termasuk rambut kemaluan yang hilang entah kemana.
"Wah gila! Ternyata bukan hanya saya!", ujar Jiwo dengan keheranan.
"Kapan kejadiannya?", tanya Aco menyelidik Jiwo dengan serius.
"Jadi begini Mas. Saya waktu itu baru pulang dari kantor dan hendak mandi sore. Ketika saya lepas dan buka perlahan pakaian saya di dalam kamar mandi, tiba-tiba itu juga saya sudah kehilangan burung saya."
"Jadi tadi sore berarti ya?"
"Betul, Mas. Kalau Mas kapan?"
"Saya tadi pagi, saat bangun tidur. Ada pesan seperti ini juga Mas?", ujar Aco sembari menyuguhkan ponselnya, menunjukkan foto surat yang dia terima tadi pagi seperti sebuah pesan misterius.
"Lah sama dong! Ini saya juga dapat. Cuman tidak lewat surat, melainkan dari SMS yang masuk di handphone saya. Bentar ya saya ambilkan handphone saya.", Jiwo mengambil handphonenya di atas meja samping ranjang dan menyerahkan kepada Aco. Disitu tertulis kalimat yang sama,
"Nyamuk Mati Gatal Tak Lepas."
--- BERSAMBUNG ---
SEBELUMNYA: 02 - SI GADIS MERAH