Bab 9 Bangkitnya si Pertapa Cabul
Sudah 8 tahun Jelita berkeliling tanah Jawa memburu Pertapa Sakti, hingga akhirnya ia temukan di pulau Nusakambangan.
Jelita membutuhkan pusaka batu mutiara yang dimiliki Pertapa Sakti untuk memulihkan tenaga dalam Ganaspati yang hancur terbakar aji patigeni prabu Satria.
Begitu kesaktian Ganaspati kembali pulih, tentu selanjutnya akan mudah bagi Jenggala untuk menaklukkan Jawa Dwipa.
Untuk mendapatkan batu mutiara, terlebih dahulu Jelita harus merayu Pertapa terlebih dahulu.
"Dada Jelita sakiit... bagian uting-nya ini sering terasa gatal, kenapa ya?" Jelita mengusap usap pentil payudara sebelah kanannya yang mencuat keras.
"Kamu.. kamu... sehat saja nduk..." Pertapa gemetaran, baginya payudara Jelita yang menggumpal besar di hadapannya itu baik baik saja.
" Tapi, yang sebelah kanan ini koq rasanya pegel, pengen diremes" Jelita mendekatkan tubuhnya ke Pertapa, dibusungkan dadanya se-montok mungkin ke arah Pertapa.
Pertapa komat kamit menahan rayuan Jelita, sebagai seorang tabit wajib bagi Pertapa untuk mendengarkan terlebih dahulu keluhan pasiennya, apalagi harus Pertapa akui sulit rasanya menghindari untuk menatap buah dada polos Jelita.
"Sini, coba paman pegang dan periksa.." Jelita menarik tangan Pertapa dan menaruhnya di bulatan payudara kanannya.
Nyess...., dengan manja Jelita menuntun telapak tangan Pertapa untuk mencengkeram dan meremes susu kanan Jelita.
Tubuh Pertapa menggeletar saat tangannya meremes dada Jelita, cepat cepat ditariknya tangannya menjauh sebelum terjadi hal hal yang tidak terpuji.
Melihat reaksi Pertapa yang malu malu tahi kucing itu, Jelita makin agresif saja.
Didorongnya pertapa hingga jatuh menelentang di lantai gubuknya, Jelita melompat, pantat semoknya menduduk-i pinggang Pertapa.
"Paman Pertapa Sakti, Ayo periksa tubuh Jelita, tubuh Jelita panas dingin di sini..., di sini.., di sini dan di siniii aaahhh" Jelita mendesah, tangannya bergantian menunjuk ke arah dua pentil susunya, ke arah pusarnya dan terakhir menunjuk ke arah segitiga kemaluannya
Tubuh Jelita meliak liuk erotik di atas badan Pertapa membuat tabit gundul itu ngos-ngosan.
"Kita tidak boleh seperti ini..." Pertapa sekuat tenaga berusaha bangkit.
"Hmmm... ayo periksa dada Jelita dulu!!" Jelita menubrukkan tubuhnya ke arah Pertapa hingga wajah Pertapa berhadap hadapan langsung dengan payudara mengkal Jelita yang bentuknya seindah pepaya bangkok yang matang.
"Ohhh, tidak boleh.." Pertapa memejamkan matanya menghindari pentil susu Jelita yang mencuat imut imut itu.
Jelita merapal ajian kasih merindu-nya hingga pikiran Pertapa menjadi kacau. Sebagian dirinya ingin mengusir Jelita namun nafsu bahwa sadarnya sebagai seorang laki laki menghendaki Jelita untuk berbuat makin tak senonoh saja.
"Ayo periksa dada Jelita, kenapa susu Jelita rasanya pingin di cium dan digigit paman tabit? Oooh kenapa?" Jelita mengunyel unyelkan bongkahan susu montoknya ke wajah Pertapa.
Payudara empyuk itu ditampar tamparkan ke pipi Pertapa yang masih perjaka tong tong itu.
Entah gimana sensasi yang dirasakan Pertapa saat wajahnya dihantam oleh balon kenyal itu..., sakit? atau uenak??
" kita tak boleh begini, ini salah..., lepaskan saya Jelita" sebenarnya mudah saja buat Pertapa menyingkirkan Jelita dari atas tubuhnya namun pengaruh aji kasih merindu dan nikmat ulenan susu Jelita di wajahnya membuat Pertapa tak sampai hati.
Jelita makin liar menggesekkan payudara montoknya ke wajah Pertapa.
Dua gunung kembar itu diunyel unyelkan hingga melumer kepala gundul Pertapa berulang kali makin lama makin erotis saja membuat pertahanan harga diri Pertapa sedikit demi sedikit ambrol.
Gyut..***ut..***ut... Jelita membenamkan wajah Pertapa dalam dalam ke belahan empyuk payudaranya. Perlahan lahan Pertapa tenggelam dalam nafsu birahinya.
Komitmen untuk tetap suci demi menjaga batu mutiara warisan keluarganya berlahan luntur. Jelita koq di lawan..?
"Masa bodoh dengan sumpah sumpah suci-ku, yang penting lahap dulu" setan hitam menguasai nurani Pertapa dan membuat Pertapa lupa karatan.
"Hmmph...cup..cup..." Pertapa dengan ganas membalas kecupan Jelita.
Pertapa melumat bibir mungil Jelita. Disedot dan diisep isep bibir merah merekah itu memuaskan rasa rindu Pertapa akan kenikmatan fana itu.
" kyaaa..." Jelita mendesah manja saat Pertapa balik menindih tubuh sintalnya.
Jelita tersenyum puas berhasil menggoda dan mengalahkan pria paling suci se-tanah Jawa itu. Paramitha yang cantik itu saja tidak bisa menggoda iman Pertapa, namun Jelita dengan lihai berhasil menggoda imin si Pertapa Sakti.
Begitu posisinya menimpa tubuh Jelita, ai gundul cabul itu langsung mencaplok buah dada kiri dan kanan Jelita bergantian.
"Nyammm...nyammm..." dikenyotnya susu empyuk itu silih berganti. Pentil susu Jelita dilahap dan dikunyah hingga lecet.
"Aduhh...aduh, akit...akit, aahhh enak..., iya... gigit pentil Jelita lebih kencang... iiiiihhhh" Jelita mendesah desah keras, tubuhnya menggeliat geliat tak karuan.
Begitu bendungan nafsu Pertapa jebol, efeknya langsungnya terasa gila. Bagai banteng ketaton Pertapa mengobrak obrak tubuh sintal Jelita.
Bret...bret...dalam waktu singkat tubuh kedua insan itu sudah polos telanjang bulat.
Dua manusia berbeda kelamin itu saling tindih, saling gesek dan saling cumbu memuaskan hasrat binatangnya.
Jelita melirik ke selangkangan Pertapa, batang lingga Pertapa sudah keras bagai batu.
Jelita tertawa geli melihat ukuran batang konti Pertapa yang jauh lebih kecil dibandingkan milik Ganaspati yang raksasa kekar.
Benda kecil itu tidak akan memuaskan Jelita, namun Jelita tak peduli, batu mutiara-lah tujuan Jelita kali ini.
Jelita balik menindih Pertapa Sakti, Jelita duduk dengan posisi selangkangannya beradu dengan selangkangan Pertapa.
"Paman Pertapa ayo sembuhkan penyakit Jelita, obati dengan batang konti paman... ayo masukkan ke dalam tubuh Jelita" Jelita menggoyang goyangkan bokongnya berusaha mengepaskan posisi kepala pentol Pertapa dengan liang yoni Jelita.
"Aahhhh....", begitu posisi batang konti Pertapa sudah mantap, Jelita mendorong pinggulnya kuat kuat melesakkan batang 'pisang raja' Pertapa menembus liang tempiknya yang uwud uwud itu.
"Uuunngghhh...."Pertapa melenguh panjanng, matanya merem melek keuenakan saat batang kontinya dijepit tempik peret Jelita.
Batang konti berukuran sedang itu amblas masuk seluruhnya ditelan kemaluan Jelita.
Jelita me-megal megolkan bokong semoknya, memuntir muntir dan memelintir batang konti Pertapa yang terjebak dalam lembah vaginanya.
Sebentar saja dikocok kocok, konti perjaka Pertapa langsung kedut kedut enak.
Crett..., crreettt...., cairan benih Pertapa Sakti menyembur dalam rahim Jelita. Pertapa Sakti menggeletar hebat sampai ke ubun ubun. Kenikmatan yang diraih sungguh enak tiada tara.
"Iya...iya keluarin dalam rahim Jelita, lagi...lagi" bagai kuda binal Jelita terus saya mengaduk aduk tempiknya menyedot peju Pertapa hingga tetes terakhirnya.
Pertapa ambruk kehabisan tenaga, tak di sadari olehnya pusaka warisan turun temurun keluarganya, batu mutiara yang bersemayam dalam tubuhnya ikut terhisap tubuh Jelita melalui persetubuhan itu.
"Iya...iya...Jelita puas..!!" Jelita tersenyum menang, dengan dua pusaka Jawa ditangannya pengaruhnya langsung terasa. Tubuh Jelita langsung terlihat lebih muda dari biasanya.
Pertapa yang mengalami ektase kenikmatan berlebih jatuh tertidur kelelahan.
Setelah itu diam diam Jelita pergi meninggalkan Pertapa Sakti itu.
Begitu terbangun Pertapa Sakti baru menyadari akan hilangnya batu mutiara pusaka keluarga dari dalam tubuhnya.
Pertapa Sakti sungguh menyesal, namun memori akan nikmatnya jepitan tempik Jelita juga selalu membayang bayang dalam benak Pertapa Sakti.
Kini si Pertapa Sakti mendadak berubah menjadi haus seks.
"Jelita...Jelita, dimana kamu?" Pertapa Sakti berteriak teriak di sepanjang pesisir pulau mencari keberadaan Jelita yang menghilang.
Pertapa mencari ke segala penjuru pulau, namun Jelita hilang bagai raib entah kemana.
Saat sedang mencari cari Jelita, Pertapa melihat sebuah kapal berlabuh di dermaga pulau Nusakambangan.
Sepasang suami istri dari kalangan ningrat turun dari kapal itu hendak bertemu dengan Pertapa Sakti.
Begitu dihadapan Pertapa, sepasang suami istri itu langsung berlutut memohon bantuan pada Pertapa.
"Paman Tabib sakti, tolong bantu sembuhkan penyakit di rahim istri saja. sudah bertahun tahun kami menikah dan tak kunjung dikarunia-i anak"
Pertapa memandang istri sang bangsawan, usia-nya kira kira baru menjelang 30 tahun. Diusia suburnya tubuh istri bangsawan berkulit putih bersih itu sedang molek moleknya.
Pertapa Sakti membasahi bibirnya, sebuah rencana jahat nan mesum terbersit dalam pikiran kotornya yang teracuni oleh Jelita.
"Ya, saya akan bantu menghamili istri-mu hee..hee..."
Gunung Mayangkara
Dalam pondok padepokan gunung Mayangkara nampak Anjani sedang berdebat serius dengan pendekar Hina Kelananya gurunya.
"Tidak...tidak boleh, guru melarang-mu untuk turun gunung!"geram Kelana Hina.
"Tapi...,Anjani harus membalaskan dendam ayah Satria. Anjani harus membunuh Ganaspati, Bajing Ireng dan si Jelita kurang ajar itu" Anjani ngotot memohon ijin pada guru-nya untuk turun gunung membalas dendam ayahnya.
"Anjani, dendam kematian ayah-mu juga jadi dendam saya, tapi belum waktunya buat-mu untuk turun gunung"
"Tapi saya sudah menguasai seluruh jurus gembel sakti guru, tidak ada yang perlu guru khawatirkan" sesuai prediksi Kelana Hina dan bibi Wulan, Anjani yang dianugrahi struktur tubuh unik dengan cepat merampungkan seluruh level gembel sakti milik Kelana Hina.
"Tidak ada tapi...tapi-an, meski kanuragan Anjani sudah mumpuni, namun kamu masih kurang pengalaman menghadapi para pendekar hitam" Anjani yang polos tentu bukan lawan sepadan buat para pendekar hitam yang terkenal jahat dan licik di kolong jagad persilatan itu.
"Anjani harus tetap disini, di sini lebih aman buat Anjani" putus Kelana Hina yang sayang dan sudah menganggap Anjani bagai putrinya sendiri itu.
"Dasar guru jahaaat..."Anjani berlari sambil sesengukan keluar dari padepokan Kelana Hina.
"Wulan, cepat susul dan nasihati dia" perintah Kelana Hina pada bibi Wulan yang sudah seperti ibu kandung buat Anjani.
Arya gemblung yang baru menyelesaikan hukuman lari keliling gunung 10 kali masuk dengan wajah bloon karena tidak paham masalah yang diributkan Anjani dan Kelana Hina.
"Gemblung, jaga Anjani. Awasi dia terus sepanjang hari. Jangan sampai dia nekad turun gunung. Kamu tidak mau kan kejadian dengan Tanaka tadi terulang lagi!!' Titah Kelana Hina pada Arya Gemblung.
Ary Gemblung ngeri membayangkan nasib Anjani yang tadi nyaris dinodai Tanaka suka suka.
"Iya guru...Gemblung akan jaga nyawa Anjani dengan nyawa Gemblung".
*****
Di dalam kamarnya Anjani sedang berkeluh kesah di pangkuan bibi Wulan.
Semenjak kejadian tragis di alas Purba, bibi Wulan seakan menjadi sosok pengganti ibu untuk Anjani.
Anjani dengan manja menyadarkan kepalanya di paha bibi Wulan sambil bercerita ngalor ngidul.
"Guru jahat..., Anjani tidak boleh turun gunung" keluh Anjani.
"Hmmm... Anjani sayang, kata kata guru-mu ada benarnya juga. Meski ilmu gembel sakti-mu sudah setara dengan guru-mu, namun dunia persilatan begitu luas Anjani masih harus lebih banyak belajar" Wulan mencoba menasehati Anjani.
"Hmmm... tak sabar rasanya Anjani merobek robek wajah Jelita si pengkhianat itu" Teringat wajah Jelita, Anjani jadi sebel bukan kepalang.
"Hmm, sudah sabar sabar... omong omong hayooo... tadi di danau Anjani lagi ngapain sama si gemblung" Wulan dengan lihai mengubah arah pembicaraan.
"Anjani tidak ada apa apa sama bocah gemblung itu!" Anjani tersipu malu teringat adegan peluk dan gesek gesek dengan Arya tadi.
Anjani dan Arya sudah mencapai usia akil balik-nya, sudah sewajarnya pikir Wulan kalo Anjani di beri sedikit pengantar ilmu seks supaya tidak salah jalan.
"Kalian sudah sama sama dewasa, dan tidak bisa dibohongi juga kalo kalian berdua juga sama sama jatuh cinta" tebak Wulan.
"Iih, jatuh cinta apa-an sih, tak sudi Anjani sama mahluk dekil dan konyol itu" Anjani cemberut membohongi perasaan sebenarnya pada Arya.
"Hiii..hii.., jangan bohong sama bibi" Wulan memencet hidung Anjani.
Anjani tertawa geli, tak bisa membohongi bibi yang sudah seperti ibu-nya itu.
"Boleh deket deket sama Gemblung, tapi hati hati sama "jimat" yang ada dibawah pinggul-nya" Wulan mengingatkan Anjani pada bahaya senjata para pria, ehem ehem 9 menit saja dan para wanita yang akan menanggung akibatnya selama 9 bulan.
Anjani teringat akan konti Tanaka dan Arya yang tadi menjadi keras membesar saat melihat tubuh telanjangnya.
"Ngga Anu bibi, emang kenapa senjata para pria itu bisa membesar seperti itu ya?" Tanya Anjani penasaran
Wulan kemudian dengan gamblang menjelaskan pelajaran perbedaan tubuh wanita dan pria sekaligus mengajari hubungan seksual diantara pria dan wanita.
Penyatuan antara Yoni wanita dan lingga si pria akan menimbulkan sensasi nikmat luar biasa sekaligus menjadi jalan bagi benih sang pria untuk berkembang dalam rahim sang wanita.
"Hiii... maksud bibi kalo pria dan wanita berhubungan nanti batang besar dan keras itu bakal dimasukkan ke anu Anjani ya? Emang muat ya Bibi? anu Anjani kan kecil banget?" Anjani jelas kebingungan, ukuran batang konti Arya yang tadi ia sentuh sungguh besar dan keras, apa mungkin bisa masuk dalam liang tempiknya yang kecil mungil itu.
"Hush..., kamu masi kecil, belum waktu-nya mikirin bersanggama dengan Arya!"goda Wulan.
"Lho koq si Arya lagi, benci Anjani sama si gemblung itu!" Anjani pura pura memalingkan muka, padahal entah kenapa akhir akhir ini tiap dekat dengan Arya, jantung Anjani jadi berdegup makin kencang dan Anjani jadi lebih heppi, jangan jangan ini yang dinamakan cinta.
"Hii..hii..boleh koq pacaran sama Arya, tapi hati hati jangan sampai hamil muda hii...hiii..." Wulan tahu percuma melarang anak anak muda yang sedang meletup letup jiwa mudanya untuk pacaran. Semakin dikekang maka yang muda yang bercinta malah akan semakin berontak.
"Supaya aman sini bibi ajarin cara-nya"
"Hii, bibi Wulan mau ngajarian Anjani apa?" Tanya Anjani ngeri sekaligus penasaran.
Bibi Wulan mengambil sebatang tongkat sepanjang lengan dari balik bantal peraduannya. Anjani ingat betul bentuk tongkat itu mirip betul dengam kemaluan Tanaka tadi pagi.
"Hii jijik..." Anjani melempar jauh jauh replika kelamin pria itu dari dirinya.
"Eehh, nakal koq malah dibuang buang!!" Tongkat itu yang menemani malam malam dingin bibi Wulan selama ini.
Bibi Wulan mengambil tongkat kayu itu dari lantai dan kemudian mulai menceramahi Anjani yang polos itu.
"Konti adalah bagian paling lemah dari tiap pria dan pikiran tiap pria itu kotor. Dalam hidupnya yang ada dipikiran mereka selalu bagaimana caranya supaya bisa bercinta dengan wanita"
Anjani manggut manggut saja.
"Tapi kaum wanita juga lemah, sekali mencicipi batang nikmat itu, kita akan ketagihan lagi, lagi dan lagi..., untuk itu untuk mencegah mereka crot di dalam rahim kita, kita harus membuat mereka klimak terlebih dulu sebelum sempat memasukkan konti mereka ke dalam tempik si wanita"Wulan tak malu malu lagi mengajari Anjani.
"Crot??..., apa itu crot" tanya Anjani dengan wajah polos.
"Crot ya...crot hiii...hiii"jawab Wulan sambil terkikik geli. Anjani ikut tertawa geli mendengarkan pelajaran tentang crot dari bibi Wulan.
"Sebelum membuat crot pria dengan jepitan kelamin-nya, wanita lebih dulu bisa membuat mereka crot dengan ketiak, mulut atau buah dada mereka" jelas Wulan lebih lanjut tentang ilmu crot-nya.
"Dengan ketiak? Ketiak kita kan bau kecut? Gimana bisa?" Anjani reflek mengangkat tangan kanannya dan mencium aroma bau ketiak-nya yang kecut kecut manis khas gadis perawan muda.
"Hmmm, Anjani jangan salah, setiap pria pasti akan tergila gila dengan bau ketiak Anjani yang wangi itu.."
Anjani kembali mengendus kecut ketiaknya, hhee...hee..., sebagai bukti cinta pada dirinya, Anjani berencana memaksa Arya untuk mencium bau ketiaknya nanti.
"Kembali ke crot..!!" Wulan berteriak kencang meminta perhatian penuh Anjani.
"Anjani croott...hii...hii..." jawab Anjani.
"Sekarang Anjani coba kempit dan gesek batang kayu itu dalam ketiak Anjani"
Anjani nurut saja pada perintah bibi Wulan diambilnya konti jadi jadian itu dan dikemudian dikempit dalam ketiak imutnya.
"Gini ya bik? " tanya Anjani.
"Iya, sekarang coba gesek gesekan kayu itu ke ketiak Anjani, bayangkan konti Arya yang Anjani jepit dalam ketiak Anjani, lakukan sambil mendesah desah seksi Anjani" saran bibi Wulan pada Anjani.
Anjani dengan polos mengikuti perintah guru ke-duanya itu. Digesek geseknya batang seukuran kelamin pria itu ke ketiaknya.
"Iiih... iiihhh...iiihhh..." Anjani mendesah keenakan mencoba menikmati rasa geli yang timbul akibat gesekan pada bulatan ketiaknya yang nyempluk itu.
Dukk...!!, saking antusiasnya sikut Anjani malah menghajar dada bibi Wulan.
"Aduhh, dasar anak nakal!!" Wulan mengkibaskan tangannya pura pura hendak menampar Anjani.
"Ampun bibi Wulan, Anjani ga sengaja" Anjani langsung memeluk mohon ampun pada Wulan.
"Hii..hii.. dasar gadis pintar sekarang selanjutnya coba jepit batang itu dengan payudara montok-mu itu" Bibi Wulan tidak mungkin marah pada Anjani kesayangannya itu.
Anjani mengikuti ajaran Wulan dan meletakkan batang kayu lingga jadi jadi-an itu ke sela sela payudara empuk-nya.
"Ya benar seperti itu, sekarang coba pijit batang kayu itu dengan susu-mu Anjani.
Anjani dengan kikuk menekan dan memuntir muntir buah dada-nya dengan kedua lengannya.
"Hmmm...koq rasanya aneh gini bibi Wulan?" Tanya Anjani yang tak merasakan ransangan apapun.
"Bukan gitu cara-nya ndut, coba cengkeram buah dada-mu dengan tapak tanganmu"
Anjani kembali mencoba memijit batang kayu di sela belahan dada-nya, kali ini tangannya mencengkeram kencang bulatan payudara-nya.
"Nnghh... nnghh...." Anjani meremas dan memuntir muntir dua gunung kembarnya memilintir batang kayu yang terjebak disela buah dada-nya.
"Ya..., bagus cocok seperti itu Anjani, konti Arya bakal crot kalo kamu jepit dan pijit seperti itu hiii...hii..." tawa Wulan puas.
"Yeah bibi nakal koq si gemblung itu yang disebut sebut lagi...", Anjani menggelitik pinggang Wulan hingga Wulan tertawa terpingkal.
"Awas ya bibi balas..." Wulan ganti balas menggelitik ketiak Anjani yang sangat sensitif.
"Hii...hiii... geli..geli, bibi nakal..."
Kedua wanita cantik itu bersenda gurau sambil tertawa lepas di peraduan Wulan, melupakan pertengkaran Anjani dan Kelana Hina tadi.
Di atas pohon dekat kamar bibi Wulan, Arya bersin bersin karena hidungnya mendadak gatal.
"Hatchii...hatchi..., koq aneh sepertinya ada yang lagi ngomong jelek tentang diriku ini" Arya terbatuk batuk, konon apabila ada orang yang sedang bergunjing tentang kita, kita akan batuk dan bersin bersin sebagai pertanda.
Arya mengusap hidungnya dan kembali siaga berjaga.
"Anjani, aku akan menjagamu pagi siang dan malam sesuai perintah guru" patuh pada perintah guru-nya sejak saat itu Arya gemblung selalu mengekor ke mana saja Anjani pergi untuk menjaga Anjani.