Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

FANTASY Dendam Si Kembar Cantik

Bab 9 Bangkitnya si Pertapa Cabul

Sudah 8 tahun Jelita berkeliling tanah Jawa memburu Pertapa Sakti, hingga akhirnya ia temukan di pulau Nusakambangan.

Jelita membutuhkan pusaka batu mutiara yang dimiliki Pertapa Sakti untuk memulihkan tenaga dalam Ganaspati yang hancur terbakar aji patigeni prabu Satria.

Begitu kesaktian Ganaspati kembali pulih, tentu selanjutnya akan mudah bagi Jenggala untuk menaklukkan Jawa Dwipa.

Untuk mendapatkan batu mutiara, terlebih dahulu Jelita harus merayu Pertapa terlebih dahulu.

"Dada Jelita sakiit... bagian uting-nya ini sering terasa gatal, kenapa ya?" Jelita mengusap usap pentil payudara sebelah kanannya yang mencuat keras.

"Kamu.. kamu... sehat saja nduk..." Pertapa gemetaran, baginya payudara Jelita yang menggumpal besar di hadapannya itu baik baik saja.

" Tapi, yang sebelah kanan ini koq rasanya pegel, pengen diremes" Jelita mendekatkan tubuhnya ke Pertapa, dibusungkan dadanya se-montok mungkin ke arah Pertapa.

Pertapa komat kamit menahan rayuan Jelita, sebagai seorang tabit wajib bagi Pertapa untuk mendengarkan terlebih dahulu keluhan pasiennya, apalagi harus Pertapa akui sulit rasanya menghindari untuk menatap buah dada polos Jelita.

"Sini, coba paman pegang dan periksa.." Jelita menarik tangan Pertapa dan menaruhnya di bulatan payudara kanannya.

Nyess...., dengan manja Jelita menuntun telapak tangan Pertapa untuk mencengkeram dan meremes susu kanan Jelita.

Tubuh Pertapa menggeletar saat tangannya meremes dada Jelita, cepat cepat ditariknya tangannya menjauh sebelum terjadi hal hal yang tidak terpuji.

Melihat reaksi Pertapa yang malu malu tahi kucing itu, Jelita makin agresif saja.

Didorongnya pertapa hingga jatuh menelentang di lantai gubuknya, Jelita melompat, pantat semoknya menduduk-i pinggang Pertapa.

"Paman Pertapa Sakti, Ayo periksa tubuh Jelita, tubuh Jelita panas dingin di sini..., di sini.., di sini dan di siniii aaahhh" Jelita mendesah, tangannya bergantian menunjuk ke arah dua pentil susunya, ke arah pusarnya dan terakhir menunjuk ke arah segitiga kemaluannya

Tubuh Jelita meliak liuk erotik di atas badan Pertapa membuat tabit gundul itu ngos-ngosan.

"Kita tidak boleh seperti ini..." Pertapa sekuat tenaga berusaha bangkit.



"Hmmm... ayo periksa dada Jelita dulu!!" Jelita menubrukkan tubuhnya ke arah Pertapa hingga wajah Pertapa berhadap hadapan langsung dengan payudara mengkal Jelita yang bentuknya seindah pepaya bangkok yang matang.

"Ohhh, tidak boleh.." Pertapa memejamkan matanya menghindari pentil susu Jelita yang mencuat imut imut itu.

Jelita merapal ajian kasih merindu-nya hingga pikiran Pertapa menjadi kacau. Sebagian dirinya ingin mengusir Jelita namun nafsu bahwa sadarnya sebagai seorang laki laki menghendaki Jelita untuk berbuat makin tak senonoh saja.



"Ayo periksa dada Jelita, kenapa susu Jelita rasanya pingin di cium dan digigit paman tabit? Oooh kenapa?" Jelita mengunyel unyelkan bongkahan susu montoknya ke wajah Pertapa.

Payudara empyuk itu ditampar tamparkan ke pipi Pertapa yang masih perjaka tong tong itu.

Entah gimana sensasi yang dirasakan Pertapa saat wajahnya dihantam oleh balon kenyal itu..., sakit? atau uenak??

" kita tak boleh begini, ini salah..., lepaskan saya Jelita" sebenarnya mudah saja buat Pertapa menyingkirkan Jelita dari atas tubuhnya namun pengaruh aji kasih merindu dan nikmat ulenan susu Jelita di wajahnya membuat Pertapa tak sampai hati.



Jelita makin liar menggesekkan payudara montoknya ke wajah Pertapa.

Dua gunung kembar itu diunyel unyelkan hingga melumer kepala gundul Pertapa berulang kali makin lama makin erotis saja membuat pertahanan harga diri Pertapa sedikit demi sedikit ambrol.

Gyut..***ut..***ut... Jelita membenamkan wajah Pertapa dalam dalam ke belahan empyuk payudaranya. Perlahan lahan Pertapa tenggelam dalam nafsu birahinya.

Komitmen untuk tetap suci demi menjaga batu mutiara warisan keluarganya berlahan luntur. Jelita koq di lawan..?



"Masa bodoh dengan sumpah sumpah suci-ku, yang penting lahap dulu" setan hitam menguasai nurani Pertapa dan membuat Pertapa lupa karatan.

"Hmmph...cup..cup..." Pertapa dengan ganas membalas kecupan Jelita.

Pertapa melumat bibir mungil Jelita. Disedot dan diisep isep bibir merah merekah itu memuaskan rasa rindu Pertapa akan kenikmatan fana itu.

" kyaaa..." Jelita mendesah manja saat Pertapa balik menindih tubuh sintalnya.

Jelita tersenyum puas berhasil menggoda dan mengalahkan pria paling suci se-tanah Jawa itu. Paramitha yang cantik itu saja tidak bisa menggoda iman Pertapa, namun Jelita dengan lihai berhasil menggoda imin si Pertapa Sakti.



Begitu posisinya menimpa tubuh Jelita, ai gundul cabul itu langsung mencaplok buah dada kiri dan kanan Jelita bergantian.

"Nyammm...nyammm..." dikenyotnya susu empyuk itu silih berganti. Pentil susu Jelita dilahap dan dikunyah hingga lecet.

"Aduhh...aduh, akit...akit, aahhh enak..., iya... gigit pentil Jelita lebih kencang... iiiiihhhh" Jelita mendesah desah keras, tubuhnya menggeliat geliat tak karuan.

Begitu bendungan nafsu Pertapa jebol, efeknya langsungnya terasa gila. Bagai banteng ketaton Pertapa mengobrak obrak tubuh sintal Jelita.

Bret...bret...dalam waktu singkat tubuh kedua insan itu sudah polos telanjang bulat.

Dua manusia berbeda kelamin itu saling tindih, saling gesek dan saling cumbu memuaskan hasrat binatangnya.

Jelita melirik ke selangkangan Pertapa, batang lingga Pertapa sudah keras bagai batu.

Jelita tertawa geli melihat ukuran batang konti Pertapa yang jauh lebih kecil dibandingkan milik Ganaspati yang raksasa kekar.

Benda kecil itu tidak akan memuaskan Jelita, namun Jelita tak peduli, batu mutiara-lah tujuan Jelita kali ini.

Jelita balik menindih Pertapa Sakti, Jelita duduk dengan posisi selangkangannya beradu dengan selangkangan Pertapa.

"Paman Pertapa ayo sembuhkan penyakit Jelita, obati dengan batang konti paman... ayo masukkan ke dalam tubuh Jelita" Jelita menggoyang goyangkan bokongnya berusaha mengepaskan posisi kepala pentol Pertapa dengan liang yoni Jelita.

"Aahhhh....", begitu posisi batang konti Pertapa sudah mantap, Jelita mendorong pinggulnya kuat kuat melesakkan batang 'pisang raja' Pertapa menembus liang tempiknya yang uwud uwud itu.



"Uuunngghhh...."Pertapa melenguh panjanng, matanya merem melek keuenakan saat batang kontinya dijepit tempik peret Jelita.

Batang konti berukuran sedang itu amblas masuk seluruhnya ditelan kemaluan Jelita.

Jelita me-megal megolkan bokong semoknya, memuntir muntir dan memelintir batang konti Pertapa yang terjebak dalam lembah vaginanya.

Sebentar saja dikocok kocok, konti perjaka Pertapa langsung kedut kedut enak.

Crett..., crreettt...., cairan benih Pertapa Sakti menyembur dalam rahim Jelita. Pertapa Sakti menggeletar hebat sampai ke ubun ubun. Kenikmatan yang diraih sungguh enak tiada tara.

"Iya...iya keluarin dalam rahim Jelita, lagi...lagi" bagai kuda binal Jelita terus saya mengaduk aduk tempiknya menyedot peju Pertapa hingga tetes terakhirnya.

Pertapa ambruk kehabisan tenaga, tak di sadari olehnya pusaka warisan turun temurun keluarganya, batu mutiara yang bersemayam dalam tubuhnya ikut terhisap tubuh Jelita melalui persetubuhan itu.

"Iya...iya...Jelita puas..!!" Jelita tersenyum menang, dengan dua pusaka Jawa ditangannya pengaruhnya langsung terasa. Tubuh Jelita langsung terlihat lebih muda dari biasanya.

Pertapa yang mengalami ektase kenikmatan berlebih jatuh tertidur kelelahan.

Setelah itu diam diam Jelita pergi meninggalkan Pertapa Sakti itu.

Begitu terbangun Pertapa Sakti baru menyadari akan hilangnya batu mutiara pusaka keluarga dari dalam tubuhnya.

Pertapa Sakti sungguh menyesal, namun memori akan nikmatnya jepitan tempik Jelita juga selalu membayang bayang dalam benak Pertapa Sakti.

Kini si Pertapa Sakti mendadak berubah menjadi haus seks.

"Jelita...Jelita, dimana kamu?" Pertapa Sakti berteriak teriak di sepanjang pesisir pulau mencari keberadaan Jelita yang menghilang.

Pertapa mencari ke segala penjuru pulau, namun Jelita hilang bagai raib entah kemana.

Saat sedang mencari cari Jelita, Pertapa melihat sebuah kapal berlabuh di dermaga pulau Nusakambangan.

Sepasang suami istri dari kalangan ningrat turun dari kapal itu hendak bertemu dengan Pertapa Sakti.

Begitu dihadapan Pertapa, sepasang suami istri itu langsung berlutut memohon bantuan pada Pertapa.

"Paman Tabib sakti, tolong bantu sembuhkan penyakit di rahim istri saja. sudah bertahun tahun kami menikah dan tak kunjung dikarunia-i anak"

Pertapa memandang istri sang bangsawan, usia-nya kira kira baru menjelang 30 tahun. Diusia suburnya tubuh istri bangsawan berkulit putih bersih itu sedang molek moleknya.

Pertapa Sakti membasahi bibirnya, sebuah rencana jahat nan mesum terbersit dalam pikiran kotornya yang teracuni oleh Jelita.

"Ya, saya akan bantu menghamili istri-mu hee..hee..."

Gunung Mayangkara

Dalam pondok padepokan gunung Mayangkara nampak Anjani sedang berdebat serius dengan pendekar Hina Kelananya gurunya.

"Tidak...tidak boleh, guru melarang-mu untuk turun gunung!"geram Kelana Hina.

"Tapi...,Anjani harus membalaskan dendam ayah Satria. Anjani harus membunuh Ganaspati, Bajing Ireng dan si Jelita kurang ajar itu" Anjani ngotot memohon ijin pada guru-nya untuk turun gunung membalas dendam ayahnya.

"Anjani, dendam kematian ayah-mu juga jadi dendam saya, tapi belum waktunya buat-mu untuk turun gunung"

"Tapi saya sudah menguasai seluruh jurus gembel sakti guru, tidak ada yang perlu guru khawatirkan" sesuai prediksi Kelana Hina dan bibi Wulan, Anjani yang dianugrahi struktur tubuh unik dengan cepat merampungkan seluruh level gembel sakti milik Kelana Hina.

"Tidak ada tapi...tapi-an, meski kanuragan Anjani sudah mumpuni, namun kamu masih kurang pengalaman menghadapi para pendekar hitam" Anjani yang polos tentu bukan lawan sepadan buat para pendekar hitam yang terkenal jahat dan licik di kolong jagad persilatan itu.

"Anjani harus tetap disini, di sini lebih aman buat Anjani" putus Kelana Hina yang sayang dan sudah menganggap Anjani bagai putrinya sendiri itu.

"Dasar guru jahaaat..."Anjani berlari sambil sesengukan keluar dari padepokan Kelana Hina.

"Wulan, cepat susul dan nasihati dia" perintah Kelana Hina pada bibi Wulan yang sudah seperti ibu kandung buat Anjani.

Arya gemblung yang baru menyelesaikan hukuman lari keliling gunung 10 kali masuk dengan wajah bloon karena tidak paham masalah yang diributkan Anjani dan Kelana Hina.

"Gemblung, jaga Anjani. Awasi dia terus sepanjang hari. Jangan sampai dia nekad turun gunung. Kamu tidak mau kan kejadian dengan Tanaka tadi terulang lagi!!' Titah Kelana Hina pada Arya Gemblung.

Ary Gemblung ngeri membayangkan nasib Anjani yang tadi nyaris dinodai Tanaka suka suka.

"Iya guru...Gemblung akan jaga nyawa Anjani dengan nyawa Gemblung".
*****
Di dalam kamarnya Anjani sedang berkeluh kesah di pangkuan bibi Wulan.

Semenjak kejadian tragis di alas Purba, bibi Wulan seakan menjadi sosok pengganti ibu untuk Anjani.

Anjani dengan manja menyadarkan kepalanya di paha bibi Wulan sambil bercerita ngalor ngidul.

"Guru jahat..., Anjani tidak boleh turun gunung" keluh Anjani.

"Hmmm... Anjani sayang, kata kata guru-mu ada benarnya juga. Meski ilmu gembel sakti-mu sudah setara dengan guru-mu, namun dunia persilatan begitu luas Anjani masih harus lebih banyak belajar" Wulan mencoba menasehati Anjani.

"Hmmm... tak sabar rasanya Anjani merobek robek wajah Jelita si pengkhianat itu" Teringat wajah Jelita, Anjani jadi sebel bukan kepalang.

"Hmm, sudah sabar sabar... omong omong hayooo... tadi di danau Anjani lagi ngapain sama si gemblung" Wulan dengan lihai mengubah arah pembicaraan.

"Anjani tidak ada apa apa sama bocah gemblung itu!" Anjani tersipu malu teringat adegan peluk dan gesek gesek dengan Arya tadi.

Anjani dan Arya sudah mencapai usia akil balik-nya, sudah sewajarnya pikir Wulan kalo Anjani di beri sedikit pengantar ilmu seks supaya tidak salah jalan.

"Kalian sudah sama sama dewasa, dan tidak bisa dibohongi juga kalo kalian berdua juga sama sama jatuh cinta" tebak Wulan.

"Iih, jatuh cinta apa-an sih, tak sudi Anjani sama mahluk dekil dan konyol itu" Anjani cemberut membohongi perasaan sebenarnya pada Arya.

"Hiii..hii.., jangan bohong sama bibi" Wulan memencet hidung Anjani.

Anjani tertawa geli, tak bisa membohongi bibi yang sudah seperti ibu-nya itu.

"Boleh deket deket sama Gemblung, tapi hati hati sama "jimat" yang ada dibawah pinggul-nya" Wulan mengingatkan Anjani pada bahaya senjata para pria, ehem ehem 9 menit saja dan para wanita yang akan menanggung akibatnya selama 9 bulan.

Anjani teringat akan konti Tanaka dan Arya yang tadi menjadi keras membesar saat melihat tubuh telanjangnya.

"Ngga Anu bibi, emang kenapa senjata para pria itu bisa membesar seperti itu ya?" Tanya Anjani penasaran

Wulan kemudian dengan gamblang menjelaskan pelajaran perbedaan tubuh wanita dan pria sekaligus mengajari hubungan seksual diantara pria dan wanita.

Penyatuan antara Yoni wanita dan lingga si pria akan menimbulkan sensasi nikmat luar biasa sekaligus menjadi jalan bagi benih sang pria untuk berkembang dalam rahim sang wanita.

"Hiii... maksud bibi kalo pria dan wanita berhubungan nanti batang besar dan keras itu bakal dimasukkan ke anu Anjani ya? Emang muat ya Bibi? anu Anjani kan kecil banget?" Anjani jelas kebingungan, ukuran batang konti Arya yang tadi ia sentuh sungguh besar dan keras, apa mungkin bisa masuk dalam liang tempiknya yang kecil mungil itu.

"Hush..., kamu masi kecil, belum waktu-nya mikirin bersanggama dengan Arya!"goda Wulan.

"Lho koq si Arya lagi, benci Anjani sama si gemblung itu!" Anjani pura pura memalingkan muka, padahal entah kenapa akhir akhir ini tiap dekat dengan Arya, jantung Anjani jadi berdegup makin kencang dan Anjani jadi lebih heppi, jangan jangan ini yang dinamakan cinta.

"Hii..hii..boleh koq pacaran sama Arya, tapi hati hati jangan sampai hamil muda hii...hiii..." Wulan tahu percuma melarang anak anak muda yang sedang meletup letup jiwa mudanya untuk pacaran. Semakin dikekang maka yang muda yang bercinta malah akan semakin berontak.

"Supaya aman sini bibi ajarin cara-nya"

"Hii, bibi Wulan mau ngajarian Anjani apa?" Tanya Anjani ngeri sekaligus penasaran.

Bibi Wulan mengambil sebatang tongkat sepanjang lengan dari balik bantal peraduannya. Anjani ingat betul bentuk tongkat itu mirip betul dengam kemaluan Tanaka tadi pagi.

"Hii jijik..." Anjani melempar jauh jauh replika kelamin pria itu dari dirinya.

"Eehh, nakal koq malah dibuang buang!!" Tongkat itu yang menemani malam malam dingin bibi Wulan selama ini.

Bibi Wulan mengambil tongkat kayu itu dari lantai dan kemudian mulai menceramahi Anjani yang polos itu.

"Konti adalah bagian paling lemah dari tiap pria dan pikiran tiap pria itu kotor. Dalam hidupnya yang ada dipikiran mereka selalu bagaimana caranya supaya bisa bercinta dengan wanita"

Anjani manggut manggut saja.

"Tapi kaum wanita juga lemah, sekali mencicipi batang nikmat itu, kita akan ketagihan lagi, lagi dan lagi..., untuk itu untuk mencegah mereka crot di dalam rahim kita, kita harus membuat mereka klimak terlebih dulu sebelum sempat memasukkan konti mereka ke dalam tempik si wanita"Wulan tak malu malu lagi mengajari Anjani.

"Crot??..., apa itu crot" tanya Anjani dengan wajah polos.

"Crot ya...crot hiii...hiii"jawab Wulan sambil terkikik geli. Anjani ikut tertawa geli mendengarkan pelajaran tentang crot dari bibi Wulan.

"Sebelum membuat crot pria dengan jepitan kelamin-nya, wanita lebih dulu bisa membuat mereka crot dengan ketiak, mulut atau buah dada mereka" jelas Wulan lebih lanjut tentang ilmu crot-nya.

"Dengan ketiak? Ketiak kita kan bau kecut? Gimana bisa?" Anjani reflek mengangkat tangan kanannya dan mencium aroma bau ketiak-nya yang kecut kecut manis khas gadis perawan muda.

"Hmmm, Anjani jangan salah, setiap pria pasti akan tergila gila dengan bau ketiak Anjani yang wangi itu.."

Anjani kembali mengendus kecut ketiaknya, hhee...hee..., sebagai bukti cinta pada dirinya, Anjani berencana memaksa Arya untuk mencium bau ketiaknya nanti.

"Kembali ke crot..!!" Wulan berteriak kencang meminta perhatian penuh Anjani.

"Anjani croott...hii...hii..." jawab Anjani.

"Sekarang Anjani coba kempit dan gesek batang kayu itu dalam ketiak Anjani"

Anjani nurut saja pada perintah bibi Wulan diambilnya konti jadi jadian itu dan dikemudian dikempit dalam ketiak imutnya.

"Gini ya bik? " tanya Anjani.

"Iya, sekarang coba gesek gesekan kayu itu ke ketiak Anjani, bayangkan konti Arya yang Anjani jepit dalam ketiak Anjani, lakukan sambil mendesah desah seksi Anjani" saran bibi Wulan pada Anjani.

Anjani dengan polos mengikuti perintah guru ke-duanya itu. Digesek geseknya batang seukuran kelamin pria itu ke ketiaknya.



"Iiih... iiihhh...iiihhh..." Anjani mendesah keenakan mencoba menikmati rasa geli yang timbul akibat gesekan pada bulatan ketiaknya yang nyempluk itu.

Dukk...!!, saking antusiasnya sikut Anjani malah menghajar dada bibi Wulan.

"Aduhh, dasar anak nakal!!" Wulan mengkibaskan tangannya pura pura hendak menampar Anjani.

"Ampun bibi Wulan, Anjani ga sengaja" Anjani langsung memeluk mohon ampun pada Wulan.

"Hii..hii.. dasar gadis pintar sekarang selanjutnya coba jepit batang itu dengan payudara montok-mu itu" Bibi Wulan tidak mungkin marah pada Anjani kesayangannya itu.

Anjani mengikuti ajaran Wulan dan meletakkan batang kayu lingga jadi jadi-an itu ke sela sela payudara empuk-nya.



"Ya benar seperti itu, sekarang coba pijit batang kayu itu dengan susu-mu Anjani.

Anjani dengan kikuk menekan dan memuntir muntir buah dada-nya dengan kedua lengannya.

"Hmmm...koq rasanya aneh gini bibi Wulan?" Tanya Anjani yang tak merasakan ransangan apapun.

"Bukan gitu cara-nya ndut, coba cengkeram buah dada-mu dengan tapak tanganmu"



Anjani kembali mencoba memijit batang kayu di sela belahan dada-nya, kali ini tangannya mencengkeram kencang bulatan payudara-nya.

"Nnghh... nnghh...." Anjani meremas dan memuntir muntir dua gunung kembarnya memilintir batang kayu yang terjebak disela buah dada-nya.

"Ya..., bagus cocok seperti itu Anjani, konti Arya bakal crot kalo kamu jepit dan pijit seperti itu hiii...hii..." tawa Wulan puas.

"Yeah bibi nakal koq si gemblung itu yang disebut sebut lagi...", Anjani menggelitik pinggang Wulan hingga Wulan tertawa terpingkal.

"Awas ya bibi balas..." Wulan ganti balas menggelitik ketiak Anjani yang sangat sensitif.

"Hii...hiii... geli..geli, bibi nakal..."

Kedua wanita cantik itu bersenda gurau sambil tertawa lepas di peraduan Wulan, melupakan pertengkaran Anjani dan Kelana Hina tadi.

Di atas pohon dekat kamar bibi Wulan, Arya bersin bersin karena hidungnya mendadak gatal.

"Hatchii...hatchi..., koq aneh sepertinya ada yang lagi ngomong jelek tentang diriku ini" Arya terbatuk batuk, konon apabila ada orang yang sedang bergunjing tentang kita, kita akan batuk dan bersin bersin sebagai pertanda.

Arya mengusap hidungnya dan kembali siaga berjaga.

"Anjani, aku akan menjagamu pagi siang dan malam sesuai perintah guru" patuh pada perintah guru-nya sejak saat itu Arya gemblung selalu mengekor ke mana saja Anjani pergi untuk menjaga Anjani.
 
Bab 10 Putri Kembar Cantik

Keputren Jawa Dwipa

Perang perebutan takhta antara Jawa Dwipa dan Jenggala berlangsung bertahun tahun.

Tidak ada-nya Ganaspati dan Bajing Ireng membuat upaya serangan Jenggala untuk menghancurkan benteng kerajaan Jawa Dwipa selalu gagal.

Pendekar Budiman dan para pendekar golongan putih selalu siaga berjaga dan menangkal setiap serangan prajurit Jenggala.

Perang yang berlarut larut itu menimbulkan banyak korban jiwa dan membuat ribuan rakyat jelata mengungsi menyelamatkan diri.

Semenjak perang terjadi suasana keputren Jawa Dwipa yang biasa ceria dan ramai oleh tawa canda para putri dan dayang dayang kini berubah sepi senyap akibat tercekam oleh perang berkepanjangan itu.

Dalam pingitan keputren Jawa Dwipa, putri Sarasvita menjalani hidupnya sedari kecil.

Tidak mau terjadi hal buruk pada Sarasvita setelah kematian Satria dan hilangnya Anjani, membuat permaisuri Paramitha begitu overprotective pada putri kembar-nya itu.

Menginjak usianya yang ke tujuhbelas tahun Svita menjadi seorang gadis berparas cantik beretika luhur.

Bahkan kecantikan Svita jauh melebihi kecantikan permaisuri Paramitha yang tersohor sebagai wanita paling cantik se-tanah Jawa itu.

Pagi itu Svita menghabiskan waktu-nya untuk membersihkan tubuhnya di petirtaan keputren Jawa Dwipa.

upload image direct link

Svita seperti biasanya ditemani oleh Lembayung, dayang cantik seumuran yang sudah melayani Svita sejak kecil.

Lembayung dengan telaten mengalirkan air hangat ke tubuh Svita, sangat pelan pelan dan hati hati takut tubuh mulus putri Svita akan lecet.

"Air-nya terlalu panas atau tidak, putri-ku?" Tanya Lembayung yang sangat menyayangi Svita.

"anget-nya sudah pas kak Lembayung, hii anget enak.." Svita tertawa kecil memamerkan barisan gigi putihnya yang rapi menawan.

Seperti ibunda-nya, Svita dikarunia-i lekuk aurat yang molek sempurna. Tubuh langsing berkulit putih bening itu sempurna dari ujung kaki hingga ujung kepala.



Tubuh Svita langsing dan singset dengan lekuk indah menawan, pinggangnya ramping dengan bentuk buah pantat menonjol.

Sepasang payudara bulat seukuran buah apel menjadi bagian yang paling menarik perhatian dari tubuh Svita.

Gunung kembar yang menggelayut padat di dada Svita itu sungguh lembut, hangat dan empuk dengan ukuran yang pas setangkupan tangan.

Svita mengusap usap buah dadanya perlahan, Lembayung mengucurkan air hangat rata ke sekujur tubuh Svita.

Air hangat itu yang membasahi tubuhnya membuat aliran darah Svita lancar dan membuat tubuh gadis ayu segar.



"Seger...., kak Lembayung habis ini mandi juga ya" tawa Sarasvita dengan wajah imut menggemaskan, beda dengan raut wajah kembarannya Anjani yang judes.

Asyik membasahi tubuhnya, Svita dan Lembayung tidak menyadari satu sosok pria muda yang diam diam memanjat naik ke atas atap kamar pertirta-an tempat Svita mandi.

Pamungkas, putra tunggal pendekar Budiman berusia 20 tahun yang diam diam menyukai Svita dengan kurang ajar mencoba mengintip tubuh telanjang Svita yang sedang mandi itu.

Reputasi ayahnya sebagai pendekar yang dikagumi dan dihormati banyak kalangan membuat Pamungkas tumbuh menjadi pemuda yang manja, egois dan selalu bersenang senang memuaskan nafsu duniawi-nya.

Konon kabarnya pendekar Budiman sudah meminta pada permaisuri Paramitha untuk menjodohkan putra tunggalnya itu dengan putri Sarasvita.

Mengendap endap Pamungkas merangkak mendekati atap tepat di atas posisi Svita.

Pelan pelan supaya tak terpergok, Pamungkas menggeser satu buah genting hingga sedikit berlubang memungkinkan Pamungkas untuk mengintip Svita mandi.

Deggh...!!, jantung Pamungkas langsung berdetak kencang saat dari lubang kecil itu dirinya bisa melihat jelas aurat sempurna Svita dalam keadaan polos telanjang bulat.

Lekak lekuk aurat Svita jauh lebih elok, jauh lebih montok daripada bayangan Pamungkas selama ini. Hampir tiap malam Pamungkas membayangkan menindih dan mencumbui tubuh Svita sebagai bahan penyalur nafsunya.

Tidak puas mengintip dari lubang kecil, Pamungkas mencoba menggeser dan membuka genteng itu lebih lebar.

Krek..., suara geseran genting itu di dengar oleh Lembayung, dayang cantik itu menoleh ke atas dan seketika memergoki pemuda kurang ajar itu sedang mengintip tubuh putri Sarasvita.

"Heei...!!, siapa itu, dasar kurang ajar berani mengintip sang putri" teriak Lembayung.

Teriakan Lembayung membuat Pamungkas kaget bukan kepalang. Pamungkas menjadi gelagapan akibatnya kakinya salah injak dan malah membuat atap tempat Pamungkas berpijak ambrol jatuh ke dalam pertirtaan tempat Svita sedang mandi itu.

Bruukk..., tubuh Pamungkas jatuh ke lantai pertirtaan keputren Jawa Dwipa.

"Kyaa....,laki laki hidung belang..." Svita menjerit ketakutan saat ada pria penyamun tiba tiba jatuh dari langit ketika dirinya sedang telanjang bulat.

Cepat cepat Svita meraih dan melilitkan kain kemben seadanya menutupi tubuh telanjangnya.

"Apa kabar, Svita calon istriku..." Pamungkas berdiri dan dengan wajah mesum tak bersalah malah cengir cengir dan menyapa Svita, mata-nya melirik ke belahan dada Svita yang menyembul karena tak tertutup swmpurna.

"Kurang ajar..." Lembayung spontan melemparkan kendi air hangat ke arah Pamungkas untuk mengusir bocah kurang ajar itu.

Meski ilmunya cetek, tidak se-mandraguna ayahnya yang sakti. Pamungkas dengan enteng menghindari lemparan kendi Lembayung.

"Dayang hina..., rasakan ini!!"

Tek...tek...!, dengan cepat Pamungkas menotok aliran darah di bahu Lembayung hingga Lembayung kaku tak bisa bergerak.

"Pamungkas...! jangan sakiti Lembayung" teriak Svita, tak rela dayang pengasuhnya itu disakiti oleh Pamungkas.

"Amboi..., calon istriku tubuhmu sungguh molek sempurna..., hmmm kakanda sudah tak sabar menikahi dirimu he...he..." tidak ada Lembayung yang menghalangi membuat Pamungkas makin kurang ajar saja.

"Siapa yang sudi menikah dengan dirimu..." bentak Svita.

"Hee..hee... terserah kamu mau bilang apa Svita, namun saat bulan purnama berikutnya kita akan menikah menjadi sepasang suami istri, kamu akan menjadi ratu Jawa Dwipa dan saya akan menjadi raja-nya" kekeh Pamungkas.

Tidak mau reputasinya di dunia persilatan rusak, pendekar Budiman bersikukuh tidak menikahi Paramitha untuk menjadi raja Jawa Dwipa, namun sebagai gantinya pendekar Budiman berencana menjadikan Pamungkas sebagai raja Jawa Dwipa selanjutnya dengan menikahkan dengan Swarasvita.

"Mimpi.., Svita tak mau menikah denganmu" Svita tahu siapa itu Pamungkas yang kerjaan-nya tiap hari hanya madat, main judi, mabuk mabukan dan main wanita.

"Hee... hee..terserah kamu mau bilang apa Svita, cepat atau lambat kamu akan menjadi istriku. Dan karena kamu nanti akhirnya bakal jadi istriku juga sepertinya tidak masalah apabila hari ini biar saya yang lanjut memandikan tubuhmu Svita hee...hee.." mata Pamungkas berkilat kilat cabul.

Mengetahui niat buruk Pamungkas, Lembayung segera berteriak memperingatkan Svita untuk lari.

"Lari Svita...lari ke kamar..., orang ini sudah gila.." jerit Lembayung.

Pamungkas melompat menerkam Svita, namun Svita tak mau pasrah dan menyerah begitu saja. Svita membalikkan tubuhnya menghindari terkaman Pamungkas. Pamungkas menubruk angin kosong namun...

Brett..., tangan Pamungkas masih sempat menyaut kain kemben yang Svita kenakan dan dengan sekali robek Pamungkas melucuti kain kemben yang membungkus aurat Svita hingga tubuh Svita polos telanjang.



"Kyaa...dasar kurang ajar" jerit Svita saat tubuhnya ditelanjangi oleh calon suaminya itu.

"Hoo... buah dada Svita sungguh molek.., hmm... sini Pamungkas kenyot kenyot enak.." Pamungkas melotot menatap payudara membusung di dada Svita.

"Lari Svita...lari..., dayang dayang tolong...tolong ada penyusup!!!" jerit Lembayung panik.

Kesuci-annya terancam Svita tak buang waktu langsung membuka pintu pertirtaan dan lari ke arah kamarnya di lantai dua keputren Jawa Dwipa.

"Jangan lari...istriku hee..hee..." dengan berangasan Pamungkas melompat dan mengejar Svita menggebu gebu.

Dikuasai nafsunya putra pendekar Budiman yang dikenal beretika luhur itu tak sungkan membuat kekacauan di area keputren Jawa Dwipa yang suci.

Bruk..., lagi lagi Pamungkas menyergap ruang kosong saat Svita dengan lincah menghindari sergapan Pamungkas lagi.

"Hee...hee..., Pamungkas suka sama wanita yang bandel, Pamungkas penasaran kalo sudah di atas ranjang apa Svita masih sama bandelnya hee..."

Svita berlari melintasi taman keputren menuju ruang kamar kamar tidurnya.

Beberapa dayang yang berusaha melindungi Svita terpental jatuh di hajar Pamungkas yang bernafsu menangkap Anjani.



Tubuh Svita berkeringat dingin ketakutan, Pamungkas hanya berjarak berapa langkah di belakang siap menangkapnya.

Pamungkas semakin dekat dan Happ...., Pamungkas kembali melompat untuk menerkam.

"Kyaa..." Svita menjerit marah, lagi lagi Svita berhasil meloloskan diri dari terkaman Pamumgkas, namun tangan nakal Pamungkas masih sempat meremas bokong montok Svita.

Svita cepat cepat berlari menapaki anak tangga ke lantai dua keputren Jawa Dwipa.

Pamungkas langsung bangun dari jatuhnya dan kembali mengejar putri cantik itu.

Buah dada montok Svita yang memantul mantul dan pantat semoknya yang bergoyang indah saat berlari ketakutan membuat Pamungkas makin nafsu saja.

"Hee...hee.., kamu tak mungkin lolos cantik..."

Begitu sampai di lantai dua, Svita cepat cepat masuk ke kamarnya. Di tutupnya pintu kamarnya namun sebelum Svita sempat menggerendel kunci kamarnya.

Brak...brak..., Pamungkas menendang pintu kamar Svita berulang kali hingga lawang dari kayu jati berukir itu ahhirnya jebol.



"Hah... hah..." nafas Svita tersengal sengal kelelahan menghindari kejaran Pamungkas.

Posisi Svita kini benar benar terpojok bersembunyi di pingiran kamar Svita.

Dari balik pintu Pamungkas dengan wajah mesum memasuki kamar Svita.

" nang...ning..nang...ning...nang ning... nung...., Pamungkas ganteng sudah..datang... " Pamungkas bersenandung gembira, tingkah polahnya bagaikan orang mabuk tuak berbotol botol.

"Pergi...pergi..., jangan dekati Svita..." jerit Svita ketakutan saat melihat Pamungkas makin mendekat.

"Hee...hee..., Svita cantikku...heee..." Pamungkas merentangkan kedua tangannya siap menangkap dan mengunyel unyel tubuh mungil Svita.

"Kyaa....tolong...tolong....." Jerit Svita.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd