Bab 13 Gemblung Turun Gunung
Keputren Jawa Dwipa
Merasa dipermalukan oleh permaisuri Paramitha di hadapan patih Mahesa, para punggawa dan dayang dayang Jawa Dwipa, pendekar Budiman balas menyatroni peraduan permaisuri Paramitha di malam hari.
Pendekar Budiman berencana kembali menodai Paramitha untuk membalaskan sakit hati-nya itu.
"Apa apa-in lepaskan Paramitha " Paramitha meronta ronta di atas ranjang kamar-nya.
Kondisi permaisuri kerajaan Jawa Dwipa yang terhormat itu sungguh mengenaskan.
Pendekar Budiman menelanjangi Paramitha dan kemudian mengikat sekujur tubuhnya dengan pita pita berwarna merah.
Kedua tangan Paramitha terikat ke atas atap kamar. Kedua tangan Paramitha terikat pita dengan posisi diangkat di atas kepala memamerkan lekuk ketiak Paramitha yang putih bersih.
Seutas pita lainnya melingkar dan membelit tubuh molek Paramitha. pendekar Budiman sengaja membuat pita itu melingkari kencang buah dada Paramitha hingga payudara kenyel itu kian membusung padat.
Pita yang lain diikat melingkari kemaluan dan belah pantat Paramitha, ikatan itu sungguh membuat Paramitha tidak nyaman karena tiap Paramitha bergerak sedikit saja maka pita yang diikat kencang itu akan menggesek kemaluan dan liang anal Paramitha.
"Hee...hee..., Paramitha kamu sungguh cantik, beruntung sekali aku bisa mendapatkan tubuhmu" pendekar Budiman mempermainkan puting susu Paramitha yang imut itu, sungguh beruntung sudah 8 tahun ini Paramitha menjadi budak seks-nya.
Hampir tiap minggu pendekar Budiman menggunakan tubuh Paramitha untuk memuaskan hasrat nafsu-nya. Tubuh mungil nan sintal itu digenjot-nya tiap minggu tanpa libur.
Ancaman akan hancurnya Jawa Dwipa dan keselamatan Svita membuat Paramitha tak kuasa menolak pelecehan dari pendekar maksiat bertopeng malaikat itu.
"Jika ingin memperkosa Paramitha, lakukan cepat!" Paramitha pasrah saja percuma saja dirinya melawan pendekar sakti itu, ada hal lebih penting dari kesucian tubuhnya yang harus Paramitha prioritaskan.
"Hee...hee..., sabar cuantik...., rupa-nya Paramitha yang cantik ini sudah tidak sabar di-kontol-in ya?"
"Cuih..." Paramitha membuang muka, jijik sekali pada pendekar Budiman yang dulu sangat ia hormati itu.
"Tadi pagi, Paramitha sudah mempermalukan saya dan Pamungkas, jadi malam ini selain meminta maaf pada-ku, Paramitha juga harus meminta maaf pada Pamungkas hee...hee..."
"Dasar gila!, anak tidak berpendidikan itu memang harus dihukum. Apa mau-mu?" Paramitha bergidik ngeri membayangkan rencana jahat Budiman.
Budiman beranjak ke pintu kamar, dibukanya pintu kamar itu dan muncullah Pamungkas dari balik pintu.
"Masuk anak-ku, malam ini ada yang mohon pengampunan dari diri-mu"
"Ayah , ini kamar permaisuri Paramitha, jika malam malam kita ketahuan di sini kita bisa celakaa....wooow, permaisuri Paramitha???" Pamungkas tak mampu menyelesaikan kalimatnya.
Matanya melotot, mulutnya mengangga lebar melihat keadaan permaisuri Paramitha di hadapannya.
Tubuh wanita cantik yang jadi bacol hampir seluruh pria di tanah Jawa itu terhampar telanjang bulat di hadapannya dalam keadaan terikat tak berdaya.
"Ayah... ayah apakan dia?" Pamungkas tak berhenti melirik ke arah belahan dada Paramitha yang menggelayut montok itu.
Pamungkas sering mencuri curi pandang belahan dada Paramitha saat menemani ayahnya di balairung.
"Kemari anak-ku... jangan takut, tubuh indah ini sekarang milik ayah." Budiman membawa Pamungkas mendekati tubuh Paramitha.
"Cuih..., dasar pendekar tidak waras!" Paramitha memalingkan wajahnya, risih saat tubuh telanjang-nya menjadi tontonan ayah dan anak yang sama bejad-nya.
"Kalo sudah jadi milik ayah, apa Pamungkas boleh menyentuhnya? "Pamungkas bocah bejad itu tanpa tendeng aling aling langsung menyatakan niat busuknya.
Meski Paramitha sudah berumur 40 lebih, namun tubuhnya masih jauh lebih montok, padat dan sintal di bandingkan kebanyakan gadis perawan di tanah Jawa.
"Kyaaa...." Paramitha menjerit saat Budiman mencetol kencang pantat nyempluk Paramitha hingga pantat putih mulus itu memar.
"Hee..tentu saja boleh anak-ku malam ini Pamungkas bebas menyentuh tubuh Paramitha sebagai permohonan maaf dari Permaisuri Paramitha karena telah menampar-mu tadi siang." Pendekar Budiman menarik tangan Pamungkas dan menempelkan ke selangkangan Paramitha.
"Dasar biadab..." meski pasrah menjadi boneka seks Budiman, namun Paramitha tetap punya harga diri tidak mau tubuhnya disentuh sembarang pria.
Pamungkas menyentuh gundukan empyuk kemaluan Anjani, dielus elus-nya kuntum tempik permaisuri cantik itu.
"Woo...anget dan empyuk ayah, beda sama lonte lonte yang biasa aku sewa itu" Pamungkas terkekeh, tangan kotornya menguwel uwel tempik Paramitha.
"Aaaakkhh...." Paramitha memekik kesakitan, tubuhnya menggeliat menahan perih saat dengan kurang ajar Pamungkas menusukkan dua jarinya ke dalam tempik Paramitha.
"Wooo, tempik permaisuri Paramitha sempit dan rapet sekali ayah dan aroma-nya... hmmm.... aroma-nya sungguh wangi " Pamungkas mengendus aroma cairan kewanita Paramitha yang belepotan di telunjuk tangannya.
"Hee...hee..., tubuh permaisuri Paramitha memang wangi semua Pamungkas, bahkan kentut-nya pun juga wangi heee...hee..." pendekar Budiman ikut ikut-an mengendus aroma kewanitaan Paramitha.
Ini bapak ternyata sama guuuebleek-nya sama anaknya. (TS gedek gedek kepala saking syebel-nya liat duo bapak anak bejad ini)
"Ayah, pssst... psst... pssst...?" Bisik Pamungkas pada ayahnya.
Pendekar Budima tertawa mendengar permintaan Pamungkas.
"Boleh nak, malam ini tubuh permaisuri Paramitha adalah milikmu? Kamu boleh menyetubuhi-nya sepuas-nya!"
"Benar begitu ayah? Terima kasih ayah... ayah benar benar ayah yang luar biasa" Pamungkas berbinar binar mendengar jawaban ayahnya.
"Apa? Tidak Paramitha tidak mau, bukan begitu perjanjian di antara kita" Paramitha ketakutan saat mengetahui Budiman hendak mengoper tubuh Paramitha ke anaknya.
"Paramitha nurut saja, atau sebagai gantinya biar tubuh Svita yang saya kasih ke Pamungkas sebagai permohonan maaf-mu" ancam pendekar Budiman. Keselamatan Sarasvita selalu menjadi kartu as buat Budiman untuk mengancam Paramitha.
"Jangan... jangan ganggu Svita...biar tubuhku saja yang kalian nikmati." rengkek Paramitha.
"Hoo...hooo, anakku kamu dengar sendiri, permaisuri sendiri yang minta tubuhnya kamu setubuhi, ayo perkosa dia, tumpahkan peju-mu dalam rahimnya hee...hee.."
"Gluk...glukk...siiap ayah..." Pamungkas dengan beringas menubruk tubuh telanjang Paramitha.
"Hmm, tapi hati hati anakku. Jangan gunakan tenaga dalammu saat menyetubuh-i permaisuri cantik ini, jika tidak hati hati kamu bisa membangkitkan ajian Patigeni di dalam tubuhnya"
" hhmm... iya ayah... hmmm..." Pamungkas yang asyik menciumi wajah cantik Paramitha tidak terlalu konsen mendengar wejangan ayahnya.
Dalam tubuh Paramitha selama ini sebenarnya tersimpan energi pasif ajian Patigeni yang ditanam oleh Prabu Satria untuk melindunginya.
Apabila ada energi jahat yang mendekati tubuh Paramitha otomatis ajian Patigeni itu akan aktif.
Paramitha tidak menyadari jika selama ini tubuhnya mengandung energi pasif patigeni, namun pendekar Budiman dengan sekali lihat langsung mengetahui akan energi besar yang tersimpan itu.
Menyadari hal itu, selama ini tiap kali menyetubuhi Paramitha, pendekar Budiman selalu berhati hati dan mematikan sementara tenaga dalam yang ia miliki supaya tak memicu energi patigeni pasif dalam tubuh Paramitha.
Pendekar Budiman duduk dibangku sebelah ranjang Paramitha, minum arak sambil menikmati Pamungkas yang sedang menyenonohi Paramitha.
Pendekar Budiman mengeluarkan jimat panjang dari balik celananya, melihat Pamungkas dan Paramitha membuat gejolak nafsu Budiman meluap, dikocoknya jimat panjang Budiman untuk melampiaskan hasratnya.
Di atas ranjang, Pamungkas yang terpesona oleh aurat indah Paramitha menyentuh dan merabai sekujur tubuh Paramitha dari ujung kepala sampai ujung kaki.
Pamungkas menyentuh bagian dada Paramitha paling lama. Dengan gemes Pamungkas meremes, mencubit, memijit dan mengunyel unyel payudara empyuk itu.
"aaaahhh...., bocah tengik!!"Paramitha menjerit kesakitan saat Pamungkas menggigit puting susu-nya dan kemudian mengenyot-nya dengan kasar.
"Sruuupp...sruupp... hmmm, Pamungkas mimik cucyu... sruupp" Pamungkas melahap hampir separuh bundaran susu Paramitha.
pendekar Budiman di sisi ranjang asyik mengkopyok kontinya sambil membayangkan menyetubuhi tubuh Svita.
Tek...tekk..tekk...Budiman mengadu cepat konti-nya dengan telapak tangan kasarnya.
"Svita.... ooh Svita, sebentar lagi tubuh molek kamu akan jadi milikku juga hee..hee" guman pendekar Budiman.
Pamungkas sudah tidak tahan lagi, buru buru dilepaskan celananya. Batang kelaminnya yang mengeras nampak menggandul gandul di sela selangkangannya.
"Hii..." Paramitha tersenyum mencibir saat sekilas melihat ukuran batang konti Pamungkas yang tidak sebesar dan se-gagah tubuh empu-nya itu.
"Ayah..., ijinkan saya menyetubuhi budak seks-mu ini..." Pamungkas berteriak meminta ijin pada ayahnya.
" nnngfh... yaaa...anakku... nnnghh..." Pendekar Budiman yang sedang asyik mengkocok kocok kontinya menjawab seada-nya.
"Hee..hee, permaisuri-ku malam ini kamu adalah milikku hee..hee .." Pamungkas tertawa nakal, dengan kasar Pamungkas menarik pinggul Paramitha hingga tubuh mungil nan sintal itu menungging.
"Hmm..hmmm.."Pamungkas menggeram berusaha menyodokkan konti kecilnya ke dalam rongga kemaluan Paramitha yang lembut dan sempit itu.
Pamungkas nampak kesulitan mencelupkan ujung konti-nya dalam tempik Paramitha, pantat montok Paramitha yang nyempluk menonjol itu rupa-nya menghalangi batang konti Pamungkas.
Jangannya masuk, menyentuh pintu tempik Paramitha saja konti pendek Pamungkas tidak mampu.
Wah..***wat ini pikir Paramitha, kalo seperti ini terus bisa bisa semalam-an Pamungkas menyundul nyundul pantat-nya tanpa henti.
Paramitha terpaksa menonjolkan pantatnya lebih nungging lagi, dibukanya sedikit kedua pahanya hingga liang tempik Paramitha lebih terkuak lagi.
Sleep..., ujung konti Pamungkas akhirnya tercelup masuk dalam liang surgawi Paramitha. Pamungkas mendorong pinggulnya mencoba memasukkan seluruh batang kontinya dalam tempik Paramitha.
Namun usaha Pamungkas sia sia, pantat montok Paramitha yang berada di antara pinggul Pamungkas dan Paramitha membal saking kenyalnya dan mendorong mundur panggul Pamungkas. Hingga akhirnya hanya ujung konti Pamungkas saja yang nyangkut dalam tempik nikmat Paramitha.
"Ooohh... uenak...uenak..." Pamungkas melenguh keuenak-an, pinggulnya digoyangkan untuk menyetubuhi Paramitha dari belakang dengan gaya anjing kawin.
Pamungkas menggenjot pinggulnya dengan perlahan takut kontinya terlepas dari jepitan ranum kemaluan Paramitha.
" akkk.., aakhh...aakh..." Pamungkas merem melek keuenakan meski ternyata cuman ujung kontinya saja yang membelah tubuh Paramitha itu.
"Bagus...bagus, anakku kau sudah dewasa sekarang...ooohh...oohh.. Svita..Svita..."guman Pendekar Budiman.
Tek..tek... tek.. pendekar Budiman kembali asyik mengkocok pelir-nya tak memperhatikan Pamungkas lagi.
Paramitha tersenyum sinis memandang Pamungkas yang sedang heboh menyetubuhi-nya dari belakang itu. Ujung konti pendek Pamungkas yang menyelip dalam kelaminnya itu hanya menimbulkan rasa geli geli tanggung saja buat Paramitha.
Tuhan sungguh adil, mungkin itu hukuman buat bocah tengik itu, nafsu gede-nya sungguh berbanding terbalik dengan ukuran alat vital-nya.
Ploop..., saking semangatnya batang konti Pamungkas malah terlepas dari tubuh Paramitha.
Tak urung hal itu membuat Paramitha tertawa geli.
"Hii..hii... dasar lemah..." ejek Paramitha sambil tersenyum sinis saat memandang konti Pamungkas.
"Dasar permaisuri murahan!!, rasakan pembalasan-ku ini" ejekan dari Paramitha menyulut amarah Pamungkas.
Wajah Pamungkas merah padam, kata kata Paramitha sungguh melukai perasaannya.
Dengan sekali rengut ditariknya lepas pita yang mengikat tangan Paramitha ke atap.
Tubuh mungil Paramitha diangkat dan kemudian di bantingnya ke atas meja yang ada di dekat peraduan Paramitha.
"Akkhh...." Paramitha mengaduh kesakitan saat punggungnya menghantam meja kayu jati itu.
Tubuhnya yang terikat pita pita erat membuat Paramitha tak bisa lari menyelamatkan diri.
"Lihat ini permaisuri...aaaakkhh!!" Pamungkas menarik nafas dalam dalam dan kemudian merapal ajian gajah olang oleng. Ajian ini Pamungkas pelajari dari seorang tabib cabul di pulau Nusakambangan.
Begitu ajian gajah olang oling di rapal, tenaga dalam raga Pamungkas berkumpul dan terpusat pada selangkangannya.
Wut..wut...wut..., efeknya langsung nyata terlihat, batang konti Pamungkas mendadak membengkak tiga kali lebih panjang dan lebih gendut dari ukuran aslinya.
Ajian gajah olang aling membuat 'belalai' Pamungkas gagah perkasa.
"Binatang... binatang..." Paramitha bergidik ngeri melihat ukuran kelamin Pamungkas sekarang, tempiknya bisa jebol jika dimasuki batang besar itu.
"Kyaaa...." Paramitha menjerit ketakutan saat Pamungkas menarik dan menelentangkan tubuh mungilnya di atas meja.
Breett.... Pamungkas menyingkap kedua kaki Paramitha lebar lebar ke samping hingga lubang kemaluan Paramitha terungkap jelas.
"Rasakan konti super-ku ini hheew... hhhew" Pamungkas dengan kasar menyodokkan konti raksasanya menjebol kesucian Paramitha.
"Jangan... jangan..., aaakkkkhhh....." Paramitha menjerit kesakitan saat batang besar itu merobek dan menyayat memaksa masuk ke dalam liang tempiknya yang sempit.
Jeritan Paramitha terdengar sampai telinga Pendekar Budiman, namun Budiman yang sedang asyik masyuk mengadu konti dengan telapak tangannya tak menggubris.
"Bagus anakku... hajar.. hajar terus... hee... hee..."
Pamungkas mencengkeram paha punel Paramitha kemudian dengan kasar digenjotnya batang konti-nya mengowol owol tempik Paramitha.
Plok..plok.. plok..., pinggul Pamungkas menghantam bokong Paramitha dengan brutal.
Konti besar itu menggerus dinding vagina Paramitha yang bergerinjal, tiap sodokannya melukai permukaan dalam kemaluan Paramitha.
"Aakkh... aakhh... sakit...sakit.., lepaskan Paramitha"
Belum lima menit Pamungkas kehabisan tenaga dalam, cesss.... konti besar Pamungkas menyusut ke ukuran semulanya.
Ploop..., daging kecil itu kembali terlontar keluar dari kemaluan Paramitha.
"Apa...apa tak mungkin..., aaarghh..." Pamungkas kembali menarik nafas panjang. Kali ini seluruh simpanan tenaga dalamnya dikuras demi merapal ulang ajian gajah olang oling-nya.
Paramitha menggulingkan tubuhnya hingga jatuh ke lantai. Kelaminnya terasa lecet dan panas. Batang konti besar yang memperkosanya itu sungguh menyakiti Paramitha.
Paramitha berusaha merangkak keluar menuju pintu kamarnya.
Tap..., namun belum jauh merayap, pergelangan kaki Paramitha di tangkap oleh Pamungkas.
"Jangan lari sayang...., urusan kita belum selesai...hwee...hwee. " Pamungkas dengan konti raksasa-nya sudah kembali.
Pamungkas dengan paksa membalik dan menelentangkan tubuh Paramitha di lantai.
Ditariknya tubuh tak berdaya Paramitha ke arah selangkangannya dan dengan sekali hentak, Pamungkas menjebloskan konti besarnya menghujam masuk dalam kemaluan Paramitha kembali.
"Kyyaaa... sakiiiit....aaaakkh...." Paramitha menggeletar kesakitan saat benda pejal nan besar itu merobek kelaminnya lagi.
Pamungkas dengan kesetanan mengkopyok pinggulnya, batang kontinya bergetar cepat merogol rogol tempik Paramitha.
Tiap kali batang besar itu terbenam, kemaluan Paramitha serasa di cabik hingga berdarah.
Paramitha merasakan suhu tubuh-nya tiba tiba menghangat. Kulit putihnya berlahan merah membara.
"Ooouhh... tempik Paramitha empyuk.., legit...oooh... seret...ooh enak banget" Pamungkas meracau tak karuan tak menyadari perubahan tubuh Paramitha yang sedang di genjotnya itu.
"Sakit...sakit...Akkkh, lepasin Paramitha" Paramitha kepayahan namun tak berdaya untuk lepas dari rongrongan belalai besar yang menteror kelaminnya itu
Konti besar Pamungkas berkedut kedut pertanda pacuan birahi Pamungkas hendak mencapai garis akhirnya.
" oohh... ooh..., saya croot di dalam, saya hamili dirimu permaisuri-ku"Pamungkas memejamkan matanya bersiap memuntahkan benihnya dalam rahim Paramitha.
Menjadi kepuasan sendiri buat Pamungkas apabila bisa menghamili wanita paling cantik se-tanah Jawa itu.
Pamungkas yang sedang dilarut birahi tinggi seakan lupa dengan wejangan ayahnya di awal tadi.
Tenaga dalam asing yang masuk ke aurat Paramitha akan membangkitkan energi pasif ajian patigeni yang selama ini terpendam dalam raga Paramitha.
Pamungkas tak menyadari perubahan tubuh Paramitha yang tiba tiba sekujur tubuhnya tertutup bara api panas, meski sekujur tubuhnya terbalut api namun tubuh Paramitha sendiri terasa sejuk.
Paramitha merasakan energi dalam tubuhnya meluap luap dan terus bertambah.
"Aakkhhh...." Pamungkas berteriak kencang hendak memuntahkan hujan benihnya, namun...
Blaaarrr.....gulungan api bergulung gulung keluar dari rahim Paramitha mendorong dan membakar konti Pamungkas.
"Aaakkkhh...aduh...aduh...." Pamungkas melolong kesakitan saat melihat konti-nya terbakar hebat, bulu bulu kelaminnya hangus kebakaran.
"Ayah...ayah tolong...tolong..." teriak Pamungkas pada ayahnya.
Pendekar Budiman yang sedang melamun jorok tentang Svita segera melompat menyelamatkan Pamungkas.
Dikebaskan tangannya merapal jurus angin sewindu untuk memadamkan api yang membakar selangkangan Pamungkas.
Dilihatnya tubuh Paramitha tergeletak lemah di atas lantai tak berdaya.
"Cilaka..., jangan jangan Pamungkas sudah membangkitkan patigeni dalam tubuh Paramitha" batin Pendekar Budiman.
Budiman cepat cepat menelentangkan dan membuka paha Paramitha, setelah putra-nya kini ganti pendekar Budiman yang ganti hendak memperkosa Paramitha.
Blesh....!!, dengan sekali hentakan kasar pendekar Budiman mencocolkan kontinya dalam rahim Paramitha.
Tidak ada reaksi ajian patigeni dari raga Paramitha, mungkin perkiraan pendekar Budiman di awal tadi salah. Patigeni yang yang muncul membakar Pamungkas tadi hanya kebetulan muncul saja.
"Ooohh..., tempikmu sungguh empyuk dan sempit Paramitha.. ooouhh sungguh menggigyit" Pendekar Budiman merem melek.
Kekenyelan dan jepitan tempik Paramitha masih sama legit-nya seperti 8 tahun lalu saat Budiman memperkosa Paramitha di Taman Asri.
Clap...clap...clap..., Budiman memompa pinggulnya menggenjot Paramitha yang tak sadarkan diri di lantai.
Saat asyik masyuk menyetubuhi Paramitha, pendekar Budiman merasakan kelaminnya kian lama kian panas saja.
Pendekar Budiman membuka matanya dan alangkah terkejutnya saat melihat tubuh Paramitha sudah diselimuti bara api besar yang menyala nyala.
"Pati geni Paramitha sudah aktif..., dasar anak sontoloyo..." pendekar Budiman cepat cepat menarik keluar batang kontinya dari kelamin Paramitha, warna batang kelamin Budiman gosong di sana sini pertanda ajian patigeni telah membakarnya. Telat sedikit saja batang kelamin Budiman bakal hangus terbakar.
"Dasar anak koplaaaakk....!!" Dengan murka digamparnya batok kepala Pamungkas hingga putra-nya jatuh guling guling di tanah.
"Ampun... ampun...ayah" Pamungkas memegangi kepalanya yang benjut dan selangkangannya yang hangus terbakar.
Dengan aktifnya patigeni dalam raga Paramitha, sudah mustahil buat pendekar Budiman untuk menyetubuhi Paramitha lagi.
Ajian patigeni itu bakal aktif melindungi Paramitha tiap ada bahaya yang mengancamnya.
"Aarghhh.... " pendekar Budiman menghantam meja di hadapannya hingga hancur berantakan.
Pelampiasan amarahnya itu tidak membuat gejolak nafsu Budiman mereda. Konti pendekar Budiman berdenyut denyut gatal minta dipuaskan.
Untuk melampiaskan nafsu-nya yang masih kentang tidak mungkin pendekar Budiman menyetubuhi Paramitha lagi. Bukan nikmat tapi celaka yang malah didapat.
"Svita...hhee..., masih ada Svita, tiada ada ibu-nya masih ada putri-nya yang bisa menggantikan heee...heee" diselimuti hawa nafsu bergegas pendekar Budiman melesat ke lantai dua keputren tempat kamar tidur putri Sarasvita berada.
"Ayah tunggu saya..." mengetahui niat bejad ayahnya hendak memperkosa Svita, Pamungkas cepat cepat lari menyusul. Dirinya tak mau ketinggalan mantap mantap dengan Svita.
Brakkk..., dengan sekali tendang pintu kamar Svita jebol berantakan.
"Heii... Svita... dimana kamu...., paman datang mencarimu....hee..hee.." dengan kekeh tawa menakutkan pendekar Budiman memasuki peraduan nyaman Svita.
Kamar itu kosong melompong, tidak ada Svita di dalamnya. Tidak biasanya putri yang halus tutur kata-nya itu berada diluar keputren hingga larut malam.
"Jangan jangan...."pendekar Budiman membuka dan mengobrak abrik lemari pakaian Svita.
Gelagat Paramitha akhir akhir memang mencurigakan. Permaisuri cantik itu sering kali berbincang serius dengan patih Mahesa dan dayang Gayatri.
Pasti ada sesuatu yang tidak beres..., bisik naluri tajam pendekar Budiman.
"Pakaian Svita... pakaian Svita banyak yang hilang, jangan jangan gadis itu melarikan diri? " pendekar Budiman yang diam diam kerap menyatroni kamar Svita, hafal betul barang barang pribadi Svita.
"Aaarggghh.... Pamungkas cepat panggil Kidang Kencana dan Suling Emas, kejar dan tangkap Svita...."
******
Benteng kerajaan Jawa Dwipa
Mandala memacu kereta kudanya dengan kencang, putra patih Mahesa itu mendapat tugas untuk melindungi putri di dalam kereta yang ia bawa itu dengan nyawa-nya.
Para penjaga yang tak mengira putri Svita ada dalam kereta itu, tanpa curiga membuka gerbang dan membiarkan kereta Mandala keluar.
Kereta kuda itu melesat cepat ke arah selatan pulau Jawa.
"Tuan putri..., jangan takut. Lembayung dan Mandala akan selalu setia menjaga tuan putri"Lembayung duduk disamping Svita.
Svita menggenggam erat tangan dayang pengasuhnya itu.
Ini pertama kalinya Svita keluar dari pingitan istana.
Kemarin siang permaisuri Paramitha membongkar seluruh kedok pendekar Budiman, pemimpin pendekar golongan putih yang laknat itu.
Sekarang tanggung jawab kelangsungan masa depan kerajaan Jawa Dwipa ada di pundak Svita.
Svita merogoh medali emas di balik baju-nya.
" Perompak Darah Biru..., Paman Tamtama, kata ibu saya harus menemukan mereka..." desis Svita.
*****
Gunung Mayangkara
Burung pagi bercuit cuit merdu tanda matahari terbit kembali menyapa.
Arya dengan berat mengkerjap kerjap membuka matanya. Pendekar muda itu bangun dalam keadaan telanjang bulat di atas ranjang Anjani.
Jika ketahuan pendekar Kelana Hina atau bibik Wulan, bisa bisa pemuda gemblung itu dikebiri hidup hidup hee...hee..
Persetubuhan panas-nya dengan Anjani malam kemarin masih membayang jelas dalam benak Arya.
Arya memegang kepala-nya yang masih nyut nyut pusing. Anjani mungkin sudah bangun lebih dulu darinya dan pergi ke sungai untuk mandi.
Arya duduk di ranjang Anjani saat matanya terpaku pada surat yang tergeletak di atas meja.
Deg...deg.., jantung Arya langsung berdegup kencang teringat niat-an Anjani untuk turun gunung kemarin malam.
Selama ini Arya selalu membuntut-i dan mengawal sehingga Anjani tidak bisa turun gunung.
Untuk lepas dari pengawalan Arya, Anjani memilih untuk memberikan keperawanannya pada pemuda yang ia cintai itu, hingga Arya terlena.
Begitu Arya pulas tertidur, Anjani mengkecup mesra kening Arya dan meninggalkan surat perpisahan untuk Arya di meja.
Tekad Anjani untuk membalaskan dendam ayahnya sudah bulat. Bajing Ireng, Ganaspati dan terutama Jelita harus mati ditangannya.
Malam itu juga Anjani turun dari gunung Mayangkara untuk memburu Bajing Ireng.
"Anjaniiiii....." Arya berteriak kencang memanggil kekasih hati-nya itu.
Tanpa berpamitan lagi dengan guru-nya, Arya Gemblung menyusul turun gunung untuk mencari Anjani.
Dunia persilatan sebentar lagi akan dibuat gempar oleh kehadiran pemuda gemblung itu.