Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Diary Davina (Bandung-Jakarta Underground Stories)







Rumah ini, rumah yang kupijak pertama kali 5 tahun yang lalu. Rumah yang memiliki pagar besar tinggi dari batu bata yang dicat berwarna putih, sedangkan gerbangnya terbuat dari pagar teralis besi berwarna hitam seperti pagar pabrik; kokoh berat dan tinggi juga sekitar 3 meter. Di baliknya terdapat halaman depan seperti taman berbunga tanpa pohon yang jalan setapaknya menuju teras depan suatu rumah bertingkat. Ini adalah rumah Mama Lara, dia yang menjadi ibu kos yang bertanggung jawab terhadap puteri-puteri yang kos di sini.

Lima tahun yang lalu aku menekan bel rumah ini dari luar. Butuh waktu menekan tombol berkali-kali hingga akhirnya aku mendengar suara intercom diijinkan untuk masuk menuju ke teras rumah oleh teteh-teteh kosan. Aku masuk dari gerbang kecil seperti pintu yang tidak terkunci. Berjalan dengan tubuhku yang basah kuyub sambil menggendong tas slendang olah raga yang berisi baju gantiku selama tiga hari. Teras rumah itu tiga tingkat tangga keramik putih sebelum sampai di pintu besar rumah berwarna cokelat terbuat dari kayu jati yang berukiran naga air di daun pintu kiri dan kanannya. Aku yang kehujanan, kedinginan, berdiri sejenak di depan pintu mengatur nafasku juga keberanianku, hingga akhirnya aku ketuk pintu kayu itu.

Pintu itu di buka tidak lama oleh seorang wanita yang mengenakan daster bunga-bunga berwarna ungu berbelahan dada rendah. Wanita ini adalah Mama Lara, istri dari papa. Aku, seorang perawan yang meminta keadilan padanya, dalam takut akan dihina, dilecehkan, atau disakiti fisik oleh sang istri pertama, memberanikan diri untuk meminta cinta yang tidak seharusnya aku sentuh.

***​

Di dalam mobil Toyota Fortuner Putih, aku duduk di depan di sebelah kemudi yang mama pegang setirnya. Ada acara Eksebisi Komunitas itu yang mama bilang padaku, dan aku harus ikut karena aku adalah sub mama, sedangkan mama itu dom aku. Dalam gaya hidup BDSM terdapat ikatan relasi antara dominator dan submissive, atau lebih dikenal hubungan antara aku dan mama ini adalah sebagai Mistress dan Slave.

Mobil ini berjalan dengan kecepatan 40km/perjam melalui Jembatan Pasupati menuju ke arah Gerbang Tol Pasteur, namun berbelok menuju Padalarang melalui jalan Gunung Batu yang sempit. Sepertinya acara yang penting hingga aku harus berdandan mengenakan gaun mini putih ketat lengan panjang yang pada bagian dadanya membuka seperti jendela memperlihatkan belahan dadaku turun hingga pusarku. Di leherku kukenakan collar hitam, rambutku panjang diroll gelombang cokelat-kemerahan. Bibirku terlapis lipstik merah, kuku tangan dan kakiku dikutek merah terang. Tubuhku putihku tanpa dibalut daleman bra dan tanpa g-string. Kakiku juga akan sakit karena harus mengenakan sepatu hak stilleto cukup lama.

“Davina lelah? Atau AC mobilnya terlalu dingin?” tegur mama padaku.

“Heemh enggak”, jawabku tidak sambil melirik mama ku. Mama Lara cantik, ia keturunan sunda kulitnya putih terawat. Bibirnya merah merekah, rambutnya itu cokelat kehitaman panjang melebihi punggung, ada sedikit warna blonde seperti ombre di beberapa ruas rambutnya yang dibentuk bergelombang dengan potongan belah tengah lurus. Lipstiknya merah, menggunakan eyeliner hitam disekitar matanya membentuk tegas, eye shadownya agak gelap tapi tidak begitu hitam. Mama pada lehernya terpasang choker, lalu pakaiannya kemeja putih berlengan panjang tanpa saku di depan dadanya. Dia buka tiga kancing depannya itu sehingga belahan dadanya yang besar itu 36D terlihat tanpa bra, lalu roknya ia memakai rok dari bahan kulit hitam yang memiliki panjang melebihi lutut. Di baliknya dikenakan membalut kulit indah pinggang pahanya yakni pantyhose hitam transparan. Mama seharusnya mengenakan sepatu hak tinggi sepertiku tapi saat menjalankan mobil dia lepas menggantinya dengan sandal.

Berbeda dengan anggapan khalayak awam, bahwa seorang dominator harus berpakaian khas BDSM yang terlihat ketat sexy bahkan bertelanjang dada topless, atau bahkan bugil dan hanya memakai sepatu kulit tinggi yang melebihi lutut serta mengenakan sarung tangan kulit hitam melebihi siku. Kenyataannya tidak harus selalu seperti itu, mama itu termasuk Mistress yang elegan, walaupun pernah mengenakan pakaian dominatrix seperti umumnya tapi itu hanya terjadi saat “scene”, yaitu sebutan untuk keadaan melakukan praktek BDSM. Untuk acara seperti ini mama terlihat kasual dan cantik walaupun masih bisa terasa aura dominatrixnya dari bahasa tubuh dan rok kulit yang mama kenakan.

Tempatnya di sebuah rumah daerah pinggiran Bandung Barat. Banyak mobil yang terparkir di sana yang menjaganya memakai rompi kulit terlihat seperti anggota M.C. yang kukenal logonya. Aku turun dari mobil duluan, agak takut melihat sosok penjaga itu karena badannya besar kumisnya baplang serta mengenakan kacamata hitam. Kepalanya botak kulitnya cokelat tua. Kudengar suara mama menutup pintu mobil, menguncinya dengan kunci mobil lalu berjalan telah mengenakan sepatu hak stilleto hitam sepertiku. Mama memakai kacamata mataharinya yang berlensa kotak besar berlensa gelap sambil berjalan, “Nyonya Lara Dewi,” tegur penjaga itu pada mama ku. “Sudah dimulai?” tukasnya. Aku baru menyadari mama membawa collar di tangan kirinya seperti untuk anjing yang memiliki tali rantai panjang untuk dipegang pemiliknya. “Silahkan Nyonya Lara,” jawabnya mempersilahkan kami memasuki rumah setelah mengantar kami dari lokasi mobil.

Mama melepaskan collar yang kupakai, menggantinya dengan collar anjing dengan tali rantai yang dia pegang. Di detik aku mengenakannya aku tidak lagi memanggilnya mama. Ia adalah Mistress aku dan aku adalah Slave yang akan menuruti apapun yang mistress mau. Mama menuntunku berjalan sambil memegang rantai itu, aku berjalan di belakangnya beberapa langkah.

Tempatnya ramai, kulihat sekitar 20an orang di dalam ruangan saling berbicara ditemani pasangannya. Makanan, jus dan salad ada di bagian pinggir ruangan. Tidak ada musik, tidak gaduh. Ruangan dengan ubin kayu ini dibagian tengahnya kosong jadi para tamu bisa berdiri dan berbicara di sana. ada beberapa sofa putih diletakkan menempel di dinding ruangan di pinggir, beberapa master duduk di sana, sedangkan subnya berjongkok di lantai. Mereka berbicara juga memiliki manner. Kulihat dom pria beberapa mengenakan jas sambil ditemani disampingnya subnya wanita yang mengenakan collar telanjang. Ya, hanya aku yang berdandan kasual elegan walaupun nakal dengan gaun mini, disini para submissive telanjang umumnya mengenakan collar, namun ada juga yang memakai blindfold serta ballgag pada mulutnya merangkat ditarik tali rantai dari collarnya oleh sang master. Eksebisi BDSM pertama yang kuikuti, aku diriku ini merasa salah tempat.

Mistresku duduk di salah satu sofa, sedangkan aku diperintahkannya tetap berdiri, ia melepaskan kacamata hitamnya. Para sub lain melihatku yang masih mengenakan pakaian gaun mini tidak bertelanjang seperti mereka. Aku tidak disuruh untuk jongkok, tidak juga disuruh untuk duduk. Mistress hanya menarik rantai aku agar ada di dekatnya. Mistress Lara tidak bicara dengan siapapun hanya mengamati sekitarnya hingga seorang tante dominatrix menghampiri kami. Dia mengenakan topi Nazi, badannya terikat strap kulit harness, kakinya mengenakan boots setinggi melebihi lutut. Kedua tangannya dibalut sarung tangan panjang melebihi siku terbuat dari latex yang mengkilat.


Sepertinya ia teman lama mama. Tante itu duduk di sofa sebelah mama, lalu mama memanggilnya Siska. Mereka bercumbu berciuman saling berkecup di depanku. Tangan kiri mama meremas payudaranya yang bulat tidak terlalu besar lalu kemudian dicubitnya gemas. “Gerah?” Tante Siska menegurku yang melihat mereka berdua bercumbu, “Bajunya dilepas aja biar sama kayak yang lain, body kamu putih enak buat dinikmatin pasti,” sambungnya memerintahku. Aku hanya diam walaupun aku merasakan rasa terancam dan tekanan dari matanya yang menyuruhku untuk patuh.

Aku tetap berdiri diam hanya menundukkan kepala. Kurasakan rasa terintimidasi itu mengusik psikologiku dan mistress ku diam tidak melakukan apapun. Tiba-tiba salah satu dom pria memegang kedua payudaraku yang terbungkus gaun, meremas-remasnya. Aku bisa merasakan remasan itu karena tidak kukenakan bra, dia berusaha meremas sambil menarik ke pinggir gaunku sehhingga payudaraku yang putih itu menyembul keluar. Aku diam dan menahan itu. Lalu, ketika jemarinya mulai nakal dan berusaha menyentuh vaginaku. Mistressku bersuara dengan nada yang cukup tinggi, “Lepasin tangan elo dari slave gue!”

Tindakan itu membuat kami jadi pusat perhatian di dalam ruangan. “Ra, lu tahu, kalau kita di sini bakalan pesta seks kan?” tegur Tante Siska mengusik amarahnya mistress ku.

“Gue datang ke sini cuma buat hadir dan melihat. Bukan buat itu,” ketus mistressku.

“Loe mau pulang? Ini circle loe, ini temen-temen loe, Ra.”

“Gue enggak ikut! Lu enggak nyebutin acara ini bakalan jadi acara apa,” tegas mistressku sambil berdiri.

Beberapa dom cowok kenalan mistressku berusaha nenangin, tapi itu tidak berhasil. Mistres menarikku untuk mengikutinya keluar. Tante Siska masih berusaha merayu mistress ku hingga sampai ke daun pintu depan itu semua dibuang mistress tidak peduli, akhirnya kami berdua keluar dari rumah itu berjalan menuju mobil kami lagi.

Kami dihadang oleh penjaga dari anggota M.C. tapi kemudian dipersilahkan lewat untuk kembali memasuki mobil. Aku tetap mengikuti tanpa bertanya, aku hanya melihat mistressku gusar. “Selalu seperti itu dalam pertemuan.. selalu,” geramnya di hadapanku. Aku yang duduk di sebelah mama di kursi kemudi merasakan getaran pada tas yang kupegang. Mama menjalankan mobilnya untuk pergi dari sini sedangkan aku yang masih mengenakan collar anjing dengan tali rantai, melihat Ayahku berwin menelepon. Suara getaran itu terdengar oleh mama melirikku. “Angkat saja,” ketusnya memerintahkanku.

Aku angkat telepon dari ayahku walaupun mata ini sudah berkaca-kaca dan badan ini masih merasakan dicabuli oleh orang yang tidak kuinginkan. Aku tetap berusaha biasa saja dan ceria menerima telepon dari Ayahku Berwin hingga sambungan dari singapura itu terputus.

“Jangan bilang apapun ke papa mu,” seru mama pelan padaku.

Aku tidak menjawab hanya mengangguk.

“Davina, sayang mama kan?” tanya, mistress ku, kujawab iya. “Maafin mama bawa kamu ke tempat kayak tadi, kamu lupain aja anggap tidak pernah terjadi.”

“Apa submissive harus patuh diam saja menjadi bahan seks para dom lain yang bukan mistressnya?” kuberanikan diri bertanya.

“Tidak, selama masih ada mama dom kamu, mama tidak akan biarin siapapun nyetubuhin tubuh kamu di acara BDSM kayak gitu,” aku diam mendengar itu, melirik kaca di sampingku memandangi pemandangan luar sana yang kutahu kami kembali menuju Kota Bandung.

Mistress ku menghentikan mobilnya sebentar di pinggir jalan. Dia kemudian melepaskan collar yang kukenakan di leher. “Sekarang kamu anak mama,udah jangan nangis,” senyumnya, “Apa! Ndak, aku ndak nangis!” jawabku agak tinggi. Mama ku tertawa geli, melihatku berani marah saat tidak lagi mengenakan collar. “Yaudah kita makan dulu yuk, ke Pizza Hut,” seru mama ku. “Pake pakaian kayak gini?” heranku mendengar itu. “Pake aja itu jaket parasit biru di belakang. Gak apa-apa klo ngasih sedikit paha putih buat orang.”

Rewel lah aku, idih gitu giliran aku aja yang ndak enaknya. Kami jadi akhirnya makan pizza di tempat, untungnya saat itu kosong tidak banyak pelanggan yang makan bersama kami, karena hujan juga. Aku nyaman sama mama, seneng juga sih. Walaupun tidak ada pembelaan langsung dari mulutnya, tapi aku tahu Mama Lara berusaha melindungiku. Lalu kulihat dalam tawa kami berdua berbicara, WA mama berbunyi. Mama membacanya, “Dari papa mu,” katanya.

Ya, Papa Rangga mengkhawatirkan kami. Tapi kami berdua tidak langsung pulang ke rumah.

Aku dan Mama check-in di salah satu hotel di dekat stadion sepak bola di Kota Bandung. Sepertinya mama sedang naik birahi, sehingga begitu kami berdua memasuki kamar hotel, dia menarikku paksa mencumbu bibirku lalu menjatuhkanku ke ranjang. Mama Lara menindih tubuhku, kami berdua masih berpakaian lengkap. Tidak terburu-buru melakukan seks, seperti saling memandang membangun suasana serta chemistry lalu kemudian berciuman hangat hanya kecupan-kecupan di bibir. Aku yang rebahan mulai bergairah, kedua tanganku berusaha membuka kancing baju mama untuk melepaskannya. Mama juga membantu dnegan melepas kait rok kulitnya lalu membuangnya jatuh di lantai.

“Davina seneng banget liat mama bugil ya?” godanya padaku. Mama Lara kini sudah telanjang dada hanya mengenakan pantyhose hitam saja yang membalut kedua kakinya hingga sepinggang. Tubuh mama sintal, putih, payudara mama kecokelatan, ukuran payudaranya 36D-Cup. Mama menarik paksa lepas ke atas gaun mini putihku yang langsung memperlihatkan tubuh putih ramping berdarah keturunan milikku dengan payudara 34D-Cup berputing agak kepink-pink-an. Dia remas dadaku itu lalu mendekatkan bibirnya ketelingaku, “Kalo mau tubuh mama, coba Davina perkosa mama.”

Aku bangkit dari posisiku membalikkan keadaan yang menindih mama yang kini telentang di ranjang. Nafasku memburu ketika aku berposisi menjadi top sekarang dan mama itu bottom aku (berbeda terbalik saat BDSM). Kucium mama dengan hangat sambil meremas kedua payudaranya yang besar. Kubuka mulutku, kumasukan lidahku agar mama menghisapnya. Ketika kulepaskan percumbuan bibir itu, kami berdua menatap sendu, “Papa jahat ya? Nyakitin mama terus,” kataku pelan. Tangan kanan mama membelai rambutku yang panjang kecokelatan itu yang menjulur bebas mengenai dada kanannya, ia menyibaknya hingga memperlihatkan telinga kiriku yang memakai anting emas putih yang ia berikan. “Kalo kamu sayang mama, kamu perkosa mama sekarang,” serunya sambil jemari tangan kananku mulai bergerilya dari pusarnya turun menuju gerbang vaginanya yang tertutupi pantyhose, “Mama capek selalu bersikap tegar, mama ingin sebentar diayomi. Dilindungi bukan melindungi.”

Kurobek pantyhose itu menggunakan kedua tanganku, lalu kemudian memasukan dua jariku ke dalam vagina mama. Kumaju-mundurkan pelan kuaduk-aduk yang lama-kelamaan kurasakan sensasi basah dan lebih basah. Kujilati puting kecokelatan mama, dengan lidah kugerakkan memutar lalu kemudian kuhisap dan menariknya keras sampai lepas sehingga puting mama menjadi tegak-tegang menantang. Kulakukan hal yang sama pada payudara kirinya, mama hanya bisa mendesah dan tubuhnya menggeliat seperti cacing kepanasan. Kuganti posisiku 69 di mana kepalaku berada di depan vagina mama, sedangkan kepala mama berada di bawah vaginaku. Kami saling menjilati, menggelitiki klitoris, dan menghisap-hisap bibir labia manora menelan cairan kewanitaan yang mulai mengalir karena pergumulan ini.

Aku yang menjadi Top malah kewalahan dengan teknik cunnilingus mama dan keluar duluan orgasme. Aku berusaha memberikan rasa klimaks pada mama dengan mempermainkan klitorisnya menggunakan lidahku serta memaju-mundurkan kedua jariku ke dalam vagina mama dengan tempo cepat. Mama mendapatkan orgasmenya walaupun harus agak lama kupermainkan.

Kami berdua bercumbu di atas ranjang aku menindihnya dalam ciuman mesra, kedua payudara kami yang besar saling menempel menekan, kugerakkan tubuhku maju mundur agak tubuh peluh kami saling bergesekan. Kucium lehernya, mama menggelinjang, cara yang sama yang papa sering lakukan padaku. Kedua tangan mama meremas bongkahan pantatku, tak kuduga jemari tengah tangan kirinya ia masukan ke dalam lubang analku, itu memberikan sensasi yang luar biasa untukku. Aku yang menindih di atas tubuh mama merasakan gairahku meledak-ledak, dipermainkan analnya begitu juga vaginaku yang basah mengalir terus cairan kewanitaanku.

Mama yang sudah banyak berkeringat, nafasnya sudah memburu tidak teratur, membuka mulutnya. Aku kemudian mengumpulkan air ludahku lalu membiarkan itu menetes jatuh ke mulut mama. Kami lantas berciuman memainkan air ludah itu bersama di dalam mulut. Lidah kami saling mencari rongga untuk mengisi, saling bersentuhan, dan saling menghisap.

Lesbian kami berdua berakhir dengan kebahagiaan yang kurasakan. Aku dipeluk menyamping dikelonin mama, tubuh kami berdua basah dengan keringat seperti habis berolah raga berat. Hanya bisa diam ketika mama bercerita ingin punya anak perempuan. Sayangnya mama tidak bisa. Kenakalannya waktu muda berimbas tidak bisa memberikan papa keturunan. Itu yang membuatnya menerimaku di rumahnya 5 tahun yang lalu ketika hujan, bukannya mengusirku karena memaksa mencari bertemu papa.

Mama tidak mencelakaiku yang diam-diam menjadi simpanan papa saat papa dan mama masih belum menikah. Saat kalian berdua menjalani hubungan terpisah LDR.

Mama mencium keningku dengan hangat, membelai rambutku, dan menempatkan kepalaku menekannya di antara payudaranya yang besar.

“Davina jangan tinggalin mama. Mama janji akan jadi sosok ibu yang lebih baik dari ibumu Maya.”

- Diary 2

no quote
 
Terakhir diubah:
Aduuh ... Tanteee ... Ini apdate ceritanya gila iihh ... Aku mbacanya ampe ngences sumpah ... Mulustrasinya exotis banget .. Ughh..
Aku bingung tantee ... Aku kl nonton Lesbi & BDSM suka bingung .. Ngaceng .. deg2an .. Tp agak ngeri .. merinding tp sangeee .... 🤣🤣🤣
 
Baru part satu aja dah bikin merinding dan berdebar. Lanjutin suhu, lebih menarik dramanya daripada SS nya

iya lebih kentel drama ya? sebisa mungkin adegan seks tiap posting ada sih. :rose:

Pilotnya baguuuus, gak sabar nunggu update-nya

makasih, udah update tuh. :rose:

Keren banget sis.. Seksual dan romantisme nya mantul...

Pengen juga punya mistress seperti mama lara... 😍😍😍

mama yg ngajarin ke aku klo bdsm itu bukan hanya tentang siksa menyiksa tapi juga romantisme dalam disiplin :hati:

Terus sapa yaa yang dapat prewi
Lanjutkan suhu, masa sama dildo sih
Hehehe

ada deeeh. nanti mungkin kuceritain di Diary keberapa.

Aduuh ... Tanteee ... Ini apdate ceritanya gila iihh ... Aku mbacanya ampe ngences sumpah ... Mulustrasinya exotis banget .. Ughh..
Aku bingung tantee ... Aku kl nonton Lesbi & BDSM suka bingung .. Ngaceng .. deg2an .. Tp agak ngeri .. merinding tp sangeee .... 🤣🤣🤣

merinding tapi sange ya artinya seneng dong. suka dipecut pecut ya :rose:
exotis yg dominatrix topless bukan? atau yg elegan miss lara

Mulustrasi yang laen mana :)

mulustrasi yg mana? :rose:

Skip²nya kurang nyambung deh
Ngga ngalir gitu ke ceritanya
Tunggu part agak bayakan aja deh

Makasih sudah di update ya sista

karena formatnya ini Diary, satu cerita selesai mirip curhat Dear Diary gitu,
klo makin bertele tele adegan seksnya yang malah dipotong huhu.
ini awalnya adegan lesbiannya mau aku skip biar yg baca fokus ke lifestyle bdsm tanpa seks. :hati:

------------

makasih juga buat yg lain yg udah mampir komen ya :rose:
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd