Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Diary Davina (Bandung-Jakarta Underground Stories)

Kalo gue punya kawan seperti davin
Uda gue manfaatin duit banyak, kasih sayang kurang.. Mudah banget ini di dekati
Wkwkwk
kenyataannya malah susah loh yg deketin. :rose:
yg maksa banyak. klo maksa maksa terus memperkosa kan itu jahat ke perempuan.
 
Izin baca ya
 




Aku saat ini sedang menemani papa makan di warung pinggir jalan di daerah lembang. Ada pertemuan dengan Pak Baskoro di sini, aku diminta oleh papa untuk ikut. Udara terasa dingin pagi hari ini sekitar 18 derajat dan agak berkabut. Jika hari ini hari minggu mungkin akan ramai oleh anak-anak sunmori. Papa dan Pak Baskoro terlihat berbincang santai tentang burung nurai, hobi memelihara burung yang biasanya bapak bapak jalani yang aku tidak terlalu mengerti, hingga akhirnya Ibu-ibu pemilik warung datang membawa pesanan kami, yaitu teh hangat dan juga indomie soto kuah panas.

Kukira ini hanya sekedar pertemuan biasa, tapi tiba-tiba datang mobil kijang lama menepi lalu keluar dua orang pria muda badannya bagus seperti pria gym mengenakan jaket kulit hitam keduanya. Aku tidak mengerti ada apa ini, padahal kami baru saja makan. “Davina ditemani Pak Baskoro dulu ya, papa harus ke subang bersama kk kk ini,” seru papaku yang baru menyantap mie itu beberapa suap. “Tidak apa-apa?” tegurku khawatir. Papa hanya tersenyum kecil, lalu mencium keningku hangat. “Papa akan kembali.”


Aku yang ditinggal berdua dengan Pak Baskoro, berusaha tetap tenang dan makan saja. Dia lalu mengajakku bicara. Aku sebenarnya takut jika melihat sosoknya yang gendut besar badannya, kumisnya lebat, rambutnya dicepak, agak garang wajahnya. Pak baskoro juga seperti kk kk itu memakai jaket kulit hitam; yang kutebak asli dari garut karena terlihat asli dan mewah. Kk kk itu saja ketika tadi mampir menyebut “Ndan (komandan)” padanya. Itu membuatku agak segan.

“Om punya anak perempuan seperti Davina, umurnya mungkin di bawah Davina sedikit,” ucapnya bercerita padaku. Kujawab, pasti Pak Baskoro sayang banget puterinya ya. Walau wajahnya garang tapi aku bisa melihat dia tersenyum. “Sekarang kondisinya tidak baik dan tinggal di rumah sakit jiwa,” perihnya bercerita, senyum yang kulihat sebelumnya menjadi kesedihan. “Puteri om diperkosa beramai-ramai oleh teman-teman laki-lakinya.”

Pak Baskoro menceritakan tentang kondisi keluarganya padaku. Tentang istrinya dan tentang puterinya satu-satunya itu. Dia bilang, jika papa begitu sayang padaku, om mengerti. Akan tetapi papa mu itu penting untuk kehidupan orang banyak. Jadi dia saat dapat bertemu langsung denganku, meminta maaf sebesar-besarnya. “Sampaikan juga maaf om pada Mama mu Lara.”

Aku kemudian mengirimkan text WA pada papa. Aku bilang aku akan pulang diantar Pak Baskoro, jadi kalau papa selesai tinggal ambil motor beat karburator lama papa tahun 2008 ini karena kutitipkan pada ibu-ibu yang punya warung. Aku sudah mengunci gembok jadi tidak akan mudah untuk dicuri. Pada akhir kalimat kutulis [hati-hati…]. Pak baskoro bertanya apa aku mengirim pesan kepada mama, kujawab tidak. Aku mengirimkan text pada papa agar tidak perlu khawatir padaku karena om yang akan mengantarku pulang. Pak Baskoro bertanya apa aku sudah punya pacar? Ya, aku jawab pacarku anak bandung yang sekarang tinggal dan kerja di jakarta. Dia kontraktor dan lebih sibuk dengan kerjaannya.

Lalu aku mulai memberanikan diri menceritakan tentang diriku dan Ibuku Maya. Aku bilang pada Pak Baskoro aku mencintai ibuku dan sangat merindukannya.

Aku pun pulang di antar Pak Baskoro menaiki Pajero Hitam. Turun dari wilayah lembang menuju kembali ke Kota Bandung. Di dalam perjalanan memandangi jalanan yang kulalui dan rumah-rumah dari kaca pinggir mobil, akhirnya aku memutuskan untuk bicara. Aku bilang aku ingin mampir sebentar om, sambil menyentuh pahanya bergerak menyentuh zipper celana jeansnya. Pak Baskoro mengerti maksud perkataanku.

Kami memesan hotel yang berada di daerah lembang. Ini masih pagi hari dingin dan juga mulai turun hujan. Aku duduk di pinggir ranjang double bed yang kupesan. Tempat tidur putih dengan dua bantal, selimutnya berwarna abu-abu. Warna dasar kamar ini juga putih, diterangi cahaya lampu tidur kuning pada meja kecil, lalu gorden yang menutup jendela kamar ini yang memperlihatkan pemandangan jalanan lembang, berwarna hitam tanpa corak.

Pak Baskoro sedang mandi di kamar mandi, aku sendiri sedang mengirimkan text memberitahukan nomor kamar ini agar cepat datang. Tidak harus menunggu beberapa, pintu kamar ini diketuk dari luar. Aku sendiri membukanya, kulihat Teh Riska sudah hadir di depan pintu kamarku. “Ada apa Davina? Kenapa dengan papa mu?” nadanya bingung dan cemas. “Ini penting untuk Teh Riska juga,” jawabku sambil kutarik masuk tetehku itu.

Kulepaskan rok pendek kulit hitam yang kupakai di pinggangku. Membiarkannya jatuh ke lantai kamar. Tank top putih ketat yang kukenakan kulepas juga. Kini aku bertelanjang dada hanya mengenakan g-string saja di depan Teh Riska. Dia tahu ada orang lain di kamar ini dan sedang berada di kamar mandi karena suara showernya menyala. “Apa ini Davina?” tanyanya padaku. Aku berjalan mendekat lalu memegang bagian bawah kaos putih pendeknya yang memperlihatkan pusar. Kutarik itu ke atas menyembulkan payudara tetehku yang berukuran 32C-Cup. “Ada yang papa sembunyikan dari Teh Riska. Apa yang cuma aku ketahui dan Mama Lara,” kujelaskan tentang hal berbahaya yang papa lakukan. Papa menyembunyikan pekerjaannya itu demi menjaga hati tetehku, yang memang tipenya khawatiran. Kulepaskan kaos putih itu menjatuhkannya ke lantai. Kulepas juga celana jeans biru yang tetehku kenakan, termasuk juga celana dalam berenda warna merah miliknya. “Teh Riska itu istri kedua papa, jadi lebih baik teteh ikut memikul beban yang sama seperti mama,” ya, agar dikenal oleh temen-temen papa. Karena ditinggal tanpa tahu apa-apa, kenapa, itu sangat menyakitkan. Sama seperti saat aku tidak mengerti mengapa Ayah dan Ibuku harus berpisah.


Pak Baskoro yang baru selesai mandi melihat kami berdua yang telanjang di depannya. Dia heran dengan kehadiran Teh Riska di sini, karena dia tidak kenal. “Ini Riska, Istri kedua papa,” seruku menjelaskan sambil tersenyum. “Om kan cerita klo om kecewa dengan istri om dan ingin dilayani oleh istri yang baik.”

Pak Baskoro yang bertubuh besar gendut itu ternyata memiliki banyak rambut di badannya terutama di bagian dadanya, penisnya yng tidak terlalu panjang itu berwarna cokelat gelap seperti warna kulitnya dan lebat bulu kemaluannya. Riska berjongkok di depannya dalam posisi mengangkang lalu tangannya ia lipat di belakang kepalanya; ini adalah posisi collar me dalam bdsm. Rambut Riska yang hitam panjang lurus itu dipuji oleh om Baskoro. Kupakaikan collar hitam pada leher tetehku itu dari belakang, lantas kukecup lehernya membuatnya geli sambil meremas kedua payudaranya lalu memijit putingnya yang cokelat. Kepala kontol yang merah basah itu menyentuh bibir merah teteku. Belum terbuka semua kulupnya, karena kontol omku ternyata tidak disunat. Riska kemudian membuka mulutnya membiarkan kontol gendut itu masuk menyentuh lidah basahnya, masuk menyentuh rongga mulutnya, dan masuk lebih dalam lagi ke dalam kerongkongannya sambil kepalanya dijambak omku yang sedang menikmati.

Kulepaskan g-string hitamku dan kini kami semua sudah telanjang bulat. Aku ikut berlutut dengan kedua kaki didepan omku, lalu kucium buah pelirnya, kujilat, dan kuemet-emut membuat omku keenakkan. Dilepaskan blowjob itu dari tetehku lalu kemudian om memaksaku untuk membuka mulut dan akhirnya kini giliranku memberikan service menggunakan mulut. Selalu mama bilang jangan sampai kena gigi, rasanya sesak karena kontolnya cukup gendut, rasa asin anyir kurasakan di lidahku. Bergantian aku dan Teh Riska memberikan blowjob pada Om Baskoro. Sampai akhirnya kontol itu mulai tegak melengkung basah. Liur kami berdua berceceran di mulut dan pipi.

Teteh ku dipangku menuju ke ranjang dan dibaringkannya. “Pak, pake caps dulu,” serunya pada om baskoro. Tapi Omku itu tidak menggubris mungkin sudah naik birahinya, dia benamkan kepala kontolnya pada vagina bersih tetehku yang tidak memiliki rambut sama sekali. Teh Riska menjerit kecil kesakitan. Dibuka pangkal paha yang menekuk itu lebih lebar seperti sedang membuka durian. Aku tiduran menyamping di samping tetehku lalu mencium bibirnya, memaksanya untuk mengalihkan perhatiannya dari rasa sakit vaginanya yang didesak membuka dan lebih menikmati cumbuan bibirku.

Kuremas-remas payudaraku sendiri sambil memilin putingnya. Jemari tangan kiriku kugunakan memainkan klitorisku dan kadan-kadang dua jarinya kumasukan ke dalam lubang vaginaku. Kulepaskan ciumanku dari tetehku itu, lalu kulahap payudara kanannya kuhisap hisap puting payudaranya yang mulai tegang mengeras. Permainanku itu membuat tetehku melengguh keenakkan. “Masih sempit, Rangga jarang nidurin kamu ya? Istri cantik begini dianggurin aja,” seru nakal om ku.

Suara decakannya terdengar semakin keras, semakin cepat pompaan om ku, kontolnya yang gendut itu sudah bisa masuk dilahap vagina merah tetehku. nafas tetehku tersenggal senggal seperti mau klimaks, “Sshh Jangan di dalem pak,” memelas. “Nanti pake pil aja, hahh hahh” serunya kepedesan. Di keluarkannya di dalam maninya dalam satu kali sodokan keras, itu membuat Teh Riska mengejang kelelahan mengaduh. Ketika masih dalam posisi kontol terbenam menyemprotkan air maninya banyak, tubuh om ku mendekat berusaha untuk mengecup bibir tetehku. Ia langsung memalingkan wajah membiarkan Pak Baskoro mengecup lehernya saja.

Kukecup bibir tetehku itu yang baru saja mencapai klimaksnya. Aku bisa melihat sedikit air mata ditahan di kedua matanya seperti ingin menangis. Kubelai rambut hitamnya itu yang basah oleh keringat persetubuhannya. “Papa tidak perlu tahu teh,” ujarku, “dengan begini biar teteh juga dijaga oleh Pak Baskoro dan anggotanya.” Kulihat kontol besar itu mulai mengecil lepas dari vagina tetehku. Air mani omku yang menyemprot ke rahimnya itu mengalir putih keluar dari lubang vaginanya membasahi sprei ranjang ini.

Om ku duduk di ranjang, menahan tubuhnya dengan kedua tangannya seperti kelelahan. Keringatnya bercucuran membuat tubuhnya mengkilat cokelat gelap. Kubiarkan tetehku yang menangis terisak, lalu aku mendekati omku, lalu menelan kepala kontol yang berlumuran mani itu lantas mengulumnya, menaik-turunkannya ke dalam kerongkonganku sambil sesekali mengocoknya dengan tanganku ini. “Gila.. bener bener gila, seksi banget kalian berdua,” racaunya. Kupegang kulup om ku itu lalu menariknya agar kepala kontolnya yang pink itu terbuka seluruhnya. “Masih mau main sama aku?” tanyaku menggoda.

Aku di posisikan menungging di atas ranjang. Walaupun terdengar ngos-ngosan, om ku masih berusaha mengontrol dirinya untuk bisa main denganku. Di tampar-tamparkannya kontolnya yang besar itu pada bibir kemaluanku mengenai klitorisku yang membuatku merasa kegelian. “Davina analnya lebih terbuka, sering dipake ya?” tanya om ku penasaran, “Iya, aku sama papa sering anal seks sampai orgasme,” jawabku. Kurasakan kepala kontol itu dimasukannya ke dalam vaginaku, rasa perih di selangkanganku membuatku meringis. “Om main di vagina aja ya, ini aja baru kepalanya udah kerasa sempit,” serunya, sambil berusaha memulai mengayunkan pantatnya membuka ruang dinding vaginaku yang sempit agar lebih lebar. Aku meringis, sambil terengah-engah nafasku. Desahan aduh kuucap saat kurasakan setengahnya masuk dan lendirku mulai mengalir membantu itu lebih lancar, “Sshh, aduh om sakit tapi enak geli, sesek banget kontol om.. sshh,” geli nikmat aku dibuatnya. Om tiba-tiba menjambak rambut panjangku, menariknya seperti tali kemudi kuda, “Tahan ya,” ujarnya yang baru kusadari itu adalah tanda ia memompaku dengan cepat seperti kesetanan tanpa memikirkan aku. Ritmenya yang cepat membuatku melayang, seperti fokusku hilang merasakan sentakan sentakan yang makin lama makin nikmat menjalar hingga ke seluruh badanku sampai putingku tegak sensitif, lalu mulutku membuka tersenyum enak, terus terus itu ucapanku dalam hati.

Aku orgasme, keenakan, basah cairan kewanitaanku menetes-netes dalam posisi doggy style ku ini. Om Baskoro juga tidak lama memompa sejak orgasmeku terjadi, akhirnya mau ejakulasi dicabutnya kontolnya itu menyemprotkannya maninya pada pantatku. Tubuhku ambruk tengkurap terengah-engah keenakan. Rasanya geli hangat vaginaku ini. Rasa plong menuju rahimku membuatku ingin merasakan disetubuhi lagi, tapi kulihat om baskoro sudah kelelahan. Di usianya yang sudah 50 lebih itu dia masih bisa bermain dengan dua wanita membuat kami orgasme itu membuatku senang.

Kami bertiga tidur-tiduran kelelahan setelah pergumulan kami. Pak Baskoro tidur di tengah ranjang sedangkan aku disisi kanannya berposisi menyamping agak tinggi, lalu tetehku di sisi kirinya posisi sama sepertiku. Ia mengecup dan menghisap payudara kiriku seperti dedek bayi lalu memalingkan kepalanya ke arah berlawanan menghisap dan menjilati payudara Teh Riska. Kubiarkan dia menjilati menghisap tubuh kami, dan aku sendiri bermasturbasi menggunakan jariku karena masih ingin dipuaskan.

***​

Aku dan tetehku duduk di kafetaria hotel outdoor. Aku memesan salad serta es lemon tea sedangkan Teh Riska memesan kopi robusta hangat dan kentang goreng serta beberapa sosis besar. “Barata saja tidak mau cerita, sepertinya semua keluarga menutupi ini dari teteh,” ujarnya. “Papa sayang teteh ndak mau kepikiran yang lain-lain, karena itu nanti jadi beban pikiran teteh,” jawabku sambil melumat salad. “Tetap saja pada akhirnya teteh ikut keseret kan. Kalau Davina tidak minta teteh ke sini tidak akan mungkin Rangga jujur sama teteh.”

Tetehku memukul tempat rokoknya mengeluarnya satu, rokok mild menthol. Ia lalu menyalakannya menggunakan lighter lalu merokok di depanku. Pusing banyak pikiran aku yakin, sudah teteh punya masalah juga dengan pelanggan di tempatnya LC. Ditawarkannya rokok itu padaku tapi aku menolaknya dengan menggelengkan kepala. “Apa yang Davina mau dari Pak Baskoro? Teteh yakin Davina punya maksud lain selain ngejual tubuh teteh kayak tadi.”

“Gpp teh, teteh terima aja kan memang lagi butuh uang. Papa juga lagi ketrik banyak urusan keuangannya,” jawabku. “Kamu aja yang pake uang dua juta-nya. Teteh bukan pelacur, teteh gak mau.”

“Papa ndak akan pernah tau aku janji. Paling ndak, Pak Baskoro kenal teteh sekarang.”

Padahal bisa cari orang lain, tapi itulah yang dipercaya kayak papa itu sulit. Makanya bagaimanapun klo kondisi darurat harus papa lagi yang turun. Mama udah agak jengkel dengan ini, tapi mau bagaimana lagi. Aku, Mama Lara, dan Teh Riska cuma bisa percaya sama Pak Baskoro. Karena nyawa papa tergantung dari keputusan dia juga. Paling tidak dengan tubuhku dan tubuh Teh Riska, juga Mama, itu membuatnya tidak serampangan memberikan tugas perintah.

Kuminum Es lemon tea dingin yang kupesan saat yang sama HP ku berbunyi. Dering telepon itu kuangkat, kudengar suara Om Barata dari Jakarta menelepon. Menanyakan kabarku seperti biasa, bilang mencintaiku seperti biasa, lalu terakhir info yang dia berikan membuatku diam.

Aku rindu Ibuku Maya…

- Diary 3

no quote
 
Terakhir diubah:
Paling demen nih cerita model diary 2 ini
Andani Citra, Eliza by dian kanon, Lily Panther juga kan gitu satu cerita selesai, satu cerita selesai, cuman lebih panjang aja...
nanti klo emang harus detail banget plotnya, tiap per-Diary-nya aku part1 part2 :hati:
 
Bimabet
Aduh...

Udah baca, ngaceng, coli, crot. Tapi abis itu bingung. Hahaha...

Udah tiga part, ceritanya belum keliat arahnya ke mana, tapi bisa narik orang tuk bolak-balik cek apdek. Keren...
bingung gimana, bukannya tokohnya itu itu aja? :rose:
ini Diary kk, ini share pangalaman seksku jadi arahnya tergantung aku share pengalaman yg mana uhuhu :hati:
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd