Diary Seorang Istri
Part 46 - Maya Semakin Binal
“Nah seperti itu kira-kira pak, pihak perusahaan telah menyiapkan akomodasi untuk Anissa dan juga saya, kami berada di kamar terpisah pak heheh.” Adam menjelaskan panjang lebar tentang masalah dinas luar Anissa.
“Ohh gitu toh pak, sebenarnya soal penginapan saya sama sekali tak khawatir, Cuma tadinya saya pikir daripada nginap di hotel eman-eman uangnya, lebih baik Nissa nginap di rumah saja.” Respon Bapak Anissa
“Ohh jadi bapak mengira aku bayar hotel pakai uang sendiri toh pak.” Tanya Anissa sambil tersenyum, Bapaknya hanya menanggapi dengan tawaan lepas.
“Maklum nduk, bapak kan orang kampung…waduh, saya jadi merepotkan pak Adam ini, jauh-jauh untuk menjelaskan, mohon di maklumi pak.” Ujar Bapak Nissa.
“Tak apa pak, saya paham kekhawatiran bapak, lah gak repot toh pak, tinggal duduk di mobil minta supir antar kesini, sekalian saya juga silaturahmi.” Ucap Adam yang mulai merasa nyaman dengan suasana kehangatan keluarga ini.
“Kalau Nissa nginap disini, saya kuatir besok Nissa bisa terlambat menyiapkan materi untuk rapat dengan bos, mungkin besok kalau urusan rapat telah selesai, Nissa saya antar ke sini, biar besok malam Nisa tidur di rumah untuk melepas kangen, nanti minggu siang kita jemput untuk langsung balik Jakarta, gimana pak.” Tanya Adam.
“Saya manut aja pak, kalaupun gak bisa tidur di rumah kami ndak apa-apa, lah wong Nissa sedang tugas kok, bukan plesiran, saya percayakan pada Pak Adam saja gimana baiknya.” Jawab Bapak Anissa.
“Duh piye toh pak malah asik ngobrol, pasti pak Adam sudah lapar ya kan pak? bapak malah ajak ngobrol terus..” ucap ibu Anissa setengah protes pada suaminya.
“Ohh gak apa bu. Ini sudah ada teh hangat.” Sahut Adam tersenyum ramah.
“Itu ibunya Anissa sudah buatkan Mie godok spesial, kami gak tau kalau Pak Adam akan datang, makanya yang ada cuma Mie godok, ya paling tidak untuk pengganjal lapar dulu, nanti di hotel bisa pesan makanan lagi, sudah disiapkan toh bu?”
“Sudah pak, itu di meja makan.” Jawab Ibu Nissa.
“Waduh gak usah repot-repot bu, malah jadi ngerepotin.” Ucap Adam merasa tak enak.
“Ndak repot toh pak, mari pak, makanan sudah siap disantap, dingin-dingin begini emang enak nyantap mie godok, monggo pak.” Ujar Bapak Anissa.
Adam mengikuti lelaki tua itu menuju meja makan, bapak Anissa juga mengajak pak Waluyo untuk turun, namun supir itu menolak halus karena dia baru saja makan.
Anissa membantu ibunya menyiapkan hidangan di meja makan, dalam hati Nissa sangat bahagia, “Andai aku bisa menyiapkan hidangan untuk pak Adam seperti ini setiap hari, betapa bahagianya aku.” Uar Nissa dalam hati sambil tersenyum memandang punggung lelaki tampan atasannya itu, di sudut lain sepasang mata teduh memperhatikan sikap Anissa, pemilik mata teduh itu menyadari kalau putrinya memiliki perasaan pada bosnya ini, sudah saatnya memang, putri kecilnya telah beranjak dewasa, dan kini bunga cinta mulai bermekaran di hatinya, perempuan paruh baya itu hanya bisa berdoa agar putrinya tidak kebablasan karena biar bagaimanapun pria itu telah memiliki istri.
Anissa dan ibunya ikut bergabung bersama Bapak dan Adam menyantap makanan yang terhidang, suasana di meja makan terasa hangat, bapak Anissa terlihat begitu bangga dengan putri semata wayangnya, pria paruh baya itu bercerita dengan semangat tentang putrinya itu, terkadang Nissa merasa malu dihadapan Atasan dan sekaligus pujaan hatinya itu.
Sementara itu Di luar, pak Waluyo tengah memperhatikan gerak gerik dari tiga orang yang sedang mengintip suasana kebersamaan di dalam, “Itu kan si madesu tadi, rupanya mereka mengajak temannya balik lagi, mau ngapain mereka memperhatikan rumah Mbak Nissa, apa mereka maling? Tapi rasanya tidak.” Waluyo menoleh ke arah pandangan ketiga orang itu, ketiga orang itu terlihat sangat serius memerhatikan suasana dalam rumah, dan tak menyadari keberadaan pak Waluyo di dalam mobil.
***
“Ihh mass, kalau ketahuan suamiku tadi bisa berabe tau.” Maya melotot jenaka kepada Anto.
Anto hanya tersenyum lebar menanggapi omelan Maya, “Lagian dek Maya baru digituin udah mendesah kaya gitu, tapi aku emang sengaja kok dek tadi, abis aku kesel liat kamu panggil Yank..Yank..” Anto pura-pura merajuk.
“Duh..mas cemburu ya? Cie…ya abis aku musti gimana sayang…………jangan marah ya…” ucap Maya dengan nada bersalah, digenggamnya jemari besar Anto.
Anto menoleh dan mencubit kecil pipi ranum Maya, “Gak sayang… aku gak marah..Cuma cemburu aja, boleh kan mas cemburu..?”
“Ya..boleh..tapi kan sekarang aku sama mas, ya kan, eh ya..bentar aku pesan hotel dulu ya sayang..” Maya mengambil hpnya yang sedang di charge, lalu membuka aplikasi pemesanan hotel, tak lama voucher hotel selama dua hari telah masuk ke akunnya.
“Sudah aku pesan mas, untuk dua hari, aku pesan kamar paling bagus deh pokoknya..” Maya melirik ke arah Anto, yang dilirik balas melirik.
“Duh kayak bulan madu ya sayang…eh baju kamu kancingin lagi dek, nanti dilihat orang, bukan apa-apa mas gak rela aja diliat ama orang, yang berhak liat Cuma mas aja ya kan..” Ujar Anto.
Maya tersenyum manja, sambil mengancingkan blusnya Maya menggoda Anto lagi. “ Mas yakin dah cukup nenennya?”
Anto melihat ke arah Maya, dan Maya hanya cekikan saat Anto menggelitik perutnya. Anto terpancing gemas dengan sikap Maya, segera direnguhnya tubuh Maya ke pelukannya, diciuminya mulut Maya dengan buas, Maya membalas dengan tak kalah buasnya, lumatan kedua Insan itu sungguh panas, sorot lampu mobil didepan menyadarkan mereka, segera mereka melepaskan diri sambil bertatapan penuh gairah, dada Maya baik turun, gairahnya sudah sedemikian tinggi akibat ciuman tadi.
“Simpan untuk ntar ya dek..” Ujar Anto.
“Siapa takut..” Balas Maya menatap Anto tajam.
“Punya siapa memek ini.” Tangan Anto dengan kurang ajar mencengkram selangkangan Maya.
“Punya mas sayang..” Maya berkata lirih, sungguh terdengar erotis, sepertinya Maya tak mau kalah menggoda birahi pejantannya.
“Bukan punya suami kamu yang cupu itu kan, yang crot sebentar hahahaha, doyan ama perek murahan…” Anto mengumpat Adam.
Maya merasa jengah mendengar ucapan Anto tersebut, biar bagaimanapun, masih ada rasa cinta dan respect terhadap suami yang masih terikat pernikahan dengannya.
“Ahh gak usah ngomongin itu ya..adek gak mau..” Maya terlihat tak senang.
Anto menyadari kekeliruannya, dan Anto tak ingin suasana hati mangsanya ini berubah dingin,
“Duh salah ngomong gue, bisa-bisa gak jadi ngasih duit seratus juta nih cewek.”
“Maafin mas ya dek, mas janji gak akan mngungkit atau ngomong seperti itu lagi..pliss maafin mas ya..” Anto mencoba untuk mencairkan suasana, Maya melihat ke arah Anto, dan kembali tersenyum.
“Nah gitu dong..duh senyum kamu ini yang paling mas kangen loh..” Rayu Anto.
“Masa? Cuman senyum aja nih..” Pancing Maya yang mulai mencair.
“Senyum kamu, kulit putih mulus kamu yang bikin mas kangen untuk jilatin, memek kamu yang harum yang bikin mas kangen buat jilatin ehmm..mau tau lagi..?” Ujar Anto.
“Ihhh mas cabul ah….” Maya merasa sedikit bergairah mendengar ucapan Anto tadi.
“Tapi adek suka kan..” Ujar Anto sambil melirik.
“Ihh…trus apa lagi yang bikin mas kangen..” Tanya Maya yang sepertinya ingin mendengar terus ucapan cabul dari mulut pria bertato itu.
“Yang paling mas kangen, rintihan dan lenguhan dek Maya saat mas setubuhi dek maya, teriakan dek maya saat mendapat klimaks, duhh kontol mas jadi tegang dek..” Anto sengaja memegang gundukan celananya, Maya tanpa ragu memegang gundukan itu.
“Ihhh aku juga kangen ama ini mas…ahh ssssssss..” Maya dengan gemas mengelus-elus gundukan yang bertambah besar itu.
“Mau liat sayang?” Tanya Anto.
“Mauuuuuu.” Jawab Maya.
Anto melirik sekeliling parkiran rumah makan, sudah terlihat sepi, Anto mengangkat sedikit pantatnya, membuka kancing celananya lalu mengeluarkan kontol besarnya yang telah tegak, Maya memperhatikan kontol itu dengan penuh birahi, Maya menunduk dan mulai menghisap dalam-dalam kontol besar itu.
Anto memejamkan mata meresapi kenikmatan yang teramat sangat di kontolnya, rasa birahi yang terkekang membuat hisapan Maya seperti anak kecil yang histeris menghisap lolipop kesukaannya, Maya mulai terampil memainkan lidahnya menggelitik lubang kencing Kontol besar itu, Anto sendiri sebenarnya tak menyangka kalau Maya begitu berani menurutinya, awalnya Anto pikir Maya akan menolak karena merasa tak nyaman takut ketahuan, tapi rupanya perempuan ini sangat nekat, Anto sadar perempuan ini sungguh terikat dengan belenggu hasrat birahi yang telah dia tebarkan, perempuan ini telah menjadi budak bagi hasratnya sendiri.
Perempuan yang terhormat dengan hijab penutup aurat, kini tanpa malu tengah menghisap batang kelamin pria yang bukan suaminya, apalagi semua itu dilakukannya di area publik, sungguh rasanya tak ada takut atau malu yang tersisa dari perempuan ini, dahaganya atas birahi membuatnya melupakan semua rasa malu, martabat serta kehangatan cinta suaminya, kini perempuan ini malah sukarela menjadi pemuas sekaligus budak napsu bagi sang pejantan, yang perlahan mulai menggeroti setiap aspek pribadinya termasuk materi.
***
“Sudah hampir jam sembilan pak, kami pamit dulu ya, besok saya akan antar Nissa kesini pak setelah urusan rapat beres.” Ujar Adam berpamitan.
“Ya pak, besok aja ya aku nginep di rumah, soalnya takut gak keburu nyiapin materi rapat, gak apa kan pak.” Nisa menggenggam tangan bapaknya.
Bapak Nissa menepuk punggung tangan putrinya, “Ya nduk..sudah kamu balik hotel istirahat, tapi ibumu katanya mau ikut, mau ngerasain hotel jerene, mboten nopo-nopo toh nduk?” Tanya Bapak Nissa.
Nissa melemparkan pandangan pada Adam, “Gak apa pak, ya mumpung ada hotel, bisa sekalian nemenin Nisa juga, bapak ikut sekalian aja..” Ucap Adam.
“Lah saya malah masuk angin kalo tidur di AC pak, wong ndeso pak..tidur di kasur sping bred malah gak iso tidur pak..” Sahut Bapak Anissa.
“Spring bed pak..” Anissa mengoreksi ucapan bapaknya sambil tersenyum geli.
“Yo itu apa lah namanya mbuh..loh pundi iki ibumu, mau tidur ae pake repot-repot dandan…bu…iki loh pak Adam sudah siap-siap berangkat.” Panggil bapak Anissa.
“Yo pak, ibu pergi dulu yo pak, jo lali periksa kompor sebelum tidur pak.” Ibu Anissa berpamitan pada suaminya.
Anissa mencium tangan ayahnya, Adam juga bersalaman dengan bapak, mereka kemudian menuju ke mobil, Waluyo dengan sigap membukakan pintu untuk mereka, Adam memberikan kesempatan kepada para perempuan untuk naik terlebih dahulu, namun rupanya Ibu Anissa meminta duduk didepan.
“Lho penak duduk di belakang bu, lebih nyaman..” Ucap Pak Waluyo, Adam juga mengangguk setuju.
“Ibu kalau naik mobil suka mabuk pak, makanya sering minta duduk didepan, sugesti beliau kalau duduk di depan bisa mencegah mabuk.” Anissa menjelaskan.
Pak waluyo akhirnya membiarkan Ibu Anissa duduk di depan, lalu Adam kemudian masuk ke mobil dan duduk di samping Nissa.
“Jangan lupa abis sholat subuh, langsung kerjakan persiapan materi rapat ya Nis, skedul rapat nanti jam 9 pagi.” Ucap Adam, Nisa mengangguk.
“Oh ya, Pak Waluyo besok sudah standby di depan hotel sebelum jam tersebut ya, pasti pak Waluyo bisa memperkirakan waktu tempuh hotel ke kantor pusat.” Ucap Adam pada Waluyo.
“Siap pak, saya sudah dikasih sekedul oleh sekretaris pak Edwin, besok jam 7 pagi saya sudah standby di hotel pak.” Ujar pak Waluyo.
“Oke terima kasih pak.” Adam mengangguk mendengar penjelasan pak Waluyo, dia sungguh kagum dengan sikap profesional staf bos Edwin, semua terukur dan terencana dengan baik.
***
Bersambung