Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Diary Seorang Istri

User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Diary Seorang Istri
Part 46 - Berkunjung Ke Rumah Anissa


“Para penumpang yang terhormat, sebentar lagi kita akan segera mendarat di bandara Juanda Surabaya, waktu setempat menunjukkan pukul 18.00, sebelum turun dari pesawat pastikan agar barang-barang yang anda bawa tidak ada yang tertinggal, ikuti petunjuk para crew pesawat, dan terima kasih sudah menggunakan jasa kami, selamat malam dan sampai jumpa lagi.”

Suara pemberitahuan dari Kapten pilot menggema di kabin, beberapa penumpang mulai bersiap mengambil barang-barang yang di simpan di kantong kursi, Adam mencabut charger hpnya dan menyimpannya dalam tas, Adam melihat Anissa rupanya tengah tertidur lelap sambil menyenderkan kepalanya di kaca jendela, Adam mengguncang lembut bahu Anissa dan tak lama Anissa terjaga dan sedikit tersipu saat melihat wajah bosnya yang begitu dekat, menyadari posisinya yang tertidur pulas, Nissa segera merubah posisinya dengan gugup, “Duh mudah-mudahan gak ngiler ya, aduhh malu banget kalau sampai ketahuan pak Adam.” Ucap Nissa dalam hati sambil memperbaiki wajah dan hijabnya.

Dua orang pramugari berjalan memeriksa posisi kursi penumpang, sesekali pramugari meminta penumpang untuk menegakkan sandaran kursi, para pramugari dengan seksam memeriksa dan memastikan seluruh penumpang telah menggunakan sabuk pengaman dengan benar, “Mohon maaf pak, tolong penutup kacanya dibuka, terima kasih..” Ujar pramugari berwajah cantik kepada penumpang yang tepat berada di depan Adam.

Pesawat mendarat sempurna di landasan pacu Bandara internasional Juanda Surabaya dan tak lama kemudian pesawat telah berhenti sempurna, para awak kabin meminta para penumpang untuk tertib saat meninggalkan pesawat, Adam dan Nissa masih duduk di kursinya menunggu antrian para penumpang yang keluar pesawat.

“Pak kalau saya nginap di rumah aja boleh gak ya?” Tanya Anissa saat dirinya dan Adam berjalan menuju pintu keluar.

“Loh kenapa? Kan udah dipesankan hotel nis, lagian nanti rapatnya kan pagi, apa kamu bisa datang tepat waktu?” Jawab Adam.

“Semalam bapak saya bilang katanya nanti nginap di rumah saja, untuk urusan kantor bapak bilang siap untuk mengantar.” Ujar Anissa pelan

Adam menoleh kepada gadis cantik di sampingnya ini, senyum tersungging di bibirnya, “sepertinya saya paham kenapa bapak kamu nyuruh seperti itu.”

Anissa menoleh tanpa bersuara, Adam terkekeh, “mungkin bapak kamu pikir kamu nanti sekamar Ama saya, apa jangan-jangan bapak kamu jemput ya?” tanya Adam, Anissa hanya mengangguk pelan.

“biar nanti saya akan bicara Ama bapak ya, sebentar Nis, saya Maghrib dulu.” Lanjut Adam sambil berjalan menuju ke musholla yang tersedia di bandara tersebut.

Anissa menunggu duduk di kursi yang telah disediakan, lima belas menit kemudian, Adam muncul sambil menjinjing sepatu dan duduk di dekat Anissa, Adam meletakkan hpnya di bangku, rupanya Adam tengah menghubungi seseorang, sambil menunggu telponnya tersambung, Adam mengenakan sepatunya, Anissa sekilas sempat melihat nama orang yang dihubungi Adam, entah kenapa hatinya merasa sedikit kesal melihat nama yang tertera disana.

“Pak saya ke toilet dulu ya.” Ucap Anissa, Adam hanya mengangguk sambil terus mengenakan sepatunya.

Di tempat lain, di dalam mobil, Maya dan Anto saling berpandangan penuh arti, Tatapan Maya sungguh terlihat penuh gairah, begitupun juga dengan Anto.

Pria penuh tatto itu menggenggam lembut jemari lentik wanita cantik yang bersandar manja di bahunya.

Hp Maya yang sedang di charge terlihat terang, Maya mengambil hpnya, pangilan dari suaminya, maya menoleh kepada Anto seolah meminta izin pria itu untuk menjawab panggilan tersebut, Anto hanya tersenyum mengangguk.

Maya kemudia mengangkat telpon dari suaminya, posisinya masih sama bersandar di bahu Anto, Maya sama sekali tak ingin merubah posisinya, padahal yang menelpon adalah suami syahnya, seolah Maya tak merasa bersalah dengan sikapnya saat ini.

Sambil mendengar Maya berbincang dengan suaminya, Anto terus membelai jemari halus dan lentik Maya, bahkan siempunya jari tak merasa keberatan bahkan membiarkan dan tersenyum saat pria itu mengecup dan sedikit menjilat jarinya.

Maya terus berbincang dengan suaminya Adam, Anto sedikit tersenyum saat Maya berkata kalau saat ini dia sedang ada dirumah dan hendak tidur karena lelah, timbul pikiran iseng Anto untuk mengerjai Maya, telunjuk Anto merayap pelan di dada Maya, seketika Maya melotot manja pada pria bertato itu.

Namun Anto malah mengisap jempol memberi kode kalau dia hendak menghisap puting Maya, tentu saja Maya menggeleng sambil menunjuk ke hpnya. Namun Anto sama sekali tak peduli, perlahan Anto mulai membuka kancing blus Maya, Empat buah kancing Maya telah terbuka, sepasang gundukan putih menyembul di sisi tengah bra yang digunakan Maya.

Anto menundukkan kepalanya menghirup aroma belahan payudara Maya, rambut Anto sedikit menyulitkan Maya Untuk melayani pembicaraan telponnya.

Maya sedikit menggeser posisi duduknya menjadi rebah, Maya membiarkan kepalan tangan Anto meraup sebelah payudaranya hingga keluar memperlihatkan puting yang runcing pertanda Maya juga terangsang dengan perlakuan Anto.

Anto dengan buas sengaja menghisap dalam-dalam puting indah wanita cantik itu, Maya tanpa sadar melenguh dengan perlakuan Anto.

“Ehh aku tadi abis makan yank..makan gorengan juga, jadi agak gatel tenggorakanku.” Maya meringis menahan kepala Anto.

“Ya eghh ya yank..ammm, udah minum kok obat...nih malah agak ngantukgghh eghhh, yank...perutku mules banaaagett hmmm aku ke belakang dulu ya..” Maya dengan susah payah berusaha mengontrol birahinya yang terpancing oleh hisapan Anto di putingnya.

Namun dengan berakhirnya telpon tersebut, aksi Anto juga berhenti, wajahnya menyeringai tanpa puas telah berhasil membuat wanita di sampingnya ini Menjadi miliknya seutuhnya.

Maya merengut kesal dan memandang Anto yang tiba-tiba berhenti, Anto membelai pipi Maya, “nanti kita lanjutin di hotel sayang, tuh gak enak nanti ketauan orang kita digrebek.”

Maya duduk tegak kembali, di kancingi lagi blusnya yang telah tersingkap, Maya juga memperbaiki jilbabnya yang sedikit berantakan.

“Yuk mas..kita segera berangkat..” ujar Maya kembali merebahkan kepalanya di bahu Anto.

***

Adam memandang Hpnya dengan mengeryitkan kening, “kenapa setiap menelpon pasti suara Maya terdengar aneh, dan pasti bilang mau pup terus, ada apa dengan Maya ya.” Ucap Adam dalam hati. Hpnya kembali berdering, sebuah nomor asing memanggilnya, Adam menerima panggilan itu, rupanya anak buah Edwin yang ditugaskan menjemput telah menunggu di pintu keluar Bandara

Sepasang mata jelita memandang Adam dengan pandangan iba, mata milik sang jelita Anissa terlihat tak senang dengan ekspresi bosnya, Anissa sudah menduga kalau sang istri bos mungkin sedang asyik berduaan dengan selingkuhannya, sungguh Anissa tak rela pria baik hati di hadapannya ini diperlakukan seperti itu, betapa hatinya ingin menceritakan semua yang dilihatnya malam itu, namun Anissa juga tak ingin gegabah, andai dia bercerita pasti akan terungkap juga ke kepoannya membuntuti bosnya itu, lalu apa setelah itu? Apakah pria pujaan hatinya akan berterima kasih padanya, atau malah menjadi jijik padanya karena begitu berani ingin tahu apa yang dilakukan bosnya itu.

Anissa mengangguk saat melihat Adam memanggilnya, Anissa berjalan mendekati bosnya itu. “Nis jemputan kita udah datang, ayah kamu jadi jemput?” Tanya Adam.

“Kayaknya gak jadi pak, beliau bilang motornya agak ngadat, maklum motor tua pak.” Jawab Anissa.

“Ohh gitu ya sudah kita ke rumah kamu dulu ya, sekalian saya mau ketemu bapak dan ibumu, biar orang tuamu gak salah paham.” Ujar Adam

Anissa hanya diam tak tahu harus berkata apa, sekilas pendengarannya mencoba sengaja salah paham kalau pria tampan di hadapannya ini akan menemui kedua orang tuanya untuk melamar, hampir saja Nissa senyum-senyum sendiri, Semakin kuat kekagumannya terhadap sikap dan etika dari atasannya ini, pria ini sangat menghargai tata Krama, sebenarnya Adam tak perlu untuk berpamitan atau menjelaskan apapun kepada orang tua Anissa, karena memang ini adalah kepentingan pekerjaan, dan sebagai karyawan perusahaan, tentu Anissa harus mengikuti apa yang ditugaskan oleh perusahaan. Namun Adam merasa harus memberikan penjelasan kepada orang tua Anissa, Adam tak ingin orang tua Anissa salah paham dengan dirinya.

“Sepertinya mas itu yang menjemput kita Nis.” Adam menunjuk pada seseorang yang memegang karton dengan tulisan nama perusahaan Adam.

“Pak Adam ya, saya Waluyo pak, ditugaskan oleh pak Edwin untuk mengantar bapak selama di Surabaya.” Ujar Waluyo saat Adam menyapanya.

“Ohh gitu pak, oh ya pak sebelum ke hotel, bisa antar kami ke tempat lain dahulu...eghhh, dimana Nis?” Adam menoleh kepada Anissa.

Nissa mengatakan suatu tempat pada pak Waluyo, supir tersebut manggut manggut dan tersenyum ramah, “nggeh pak, saya tahu tempat itu, Monggo mobilnya disana.”


***


“Disana pak, yang ada warung angkringan.” Anissa menunjuk pada sebuah tempat, terlihat seorang lelaki setengah baya tengah berdiri menunggu mereka.

“Itu bapak saya pak.” Ujar Nissa kepada Adam.

Adam hanya menganggukkan kepala, tak lama mobil telah berhenti di depan rumah yang ditunjuk Nissa, Bapak tua itu dengan sumringah membuka pintu mobil lalu memeluk putrinya dengan penuh suka cita.

Anissa mencium tangan bapaknya, dan memperkenalkan Adam kepada bapaknya itu.

“Monggo-monggo pak, masuk dulu..” ujar bapak Nissa.

Adam menjabat tangan lelaki tua itu, dan ikut masuk ke dalam, di dalam rumah, seorang perempuan setengah baya dengan haru memeluk Anissa, tampak jelas raut kerinduan di wajah kedua orang tua itu melihat putri semata wayangnya datang, meski Nissa baru meninggalkan rumah selama tiga bulan, namun rasanya bagi mereka sudah bertahun-tahun.

Adam merasakan kehangatan kasih sayang di keluarga ini, Adam menyadari kalau kesantunan dan tata Krama yang dimiliki oleh Nissa adalah buah didikan orang tuanya.

Adam meminta pak Waluyo untuk ikut masuk, namun pak Waluyo menolak karena merasa tak enak, pak Waluyo bersedia untuk menunggu di luar.

Diluar rumah, dua orang pengendara motor berhenti dan menatap orang-orang yang sedang berbincang hangat di dalam rumah Nissa. “Jo..liat tuh, koyokne itu calon Nissa, Pantesan bapake Anissa menolak pinangan bos Teguh, lah calone koyo ngono..kaya dan guanteng..” ujar salah seorang diantara mereka.

“Iya juga Yo..kita kasih tahu bos Teguh Man.” Balas orang yang dipanggil Jo itu.

Kedua pengendara itu meninggalkan rumah Anissa, saat melewati mobil pak Waluyo, kedua orang itu memperhatikan benar model mobil itu, pak Waluyo yang berada di dalam mobil hanya melihat dengan awas kedua orang itu. “dasar pemuda madesu..” umpat pak Waluyo pada mereka.

***

Bersambung
 
Diary Seorang Istri
Part 46 - Maya Semakin Binal



“Nah seperti itu kira-kira pak, pihak perusahaan telah menyiapkan akomodasi untuk Anissa dan juga saya, kami berada di kamar terpisah pak heheh.” Adam menjelaskan panjang lebar tentang masalah dinas luar Anissa.

“Ohh gitu toh pak, sebenarnya soal penginapan saya sama sekali tak khawatir, Cuma tadinya saya pikir daripada nginap di hotel eman-eman uangnya, lebih baik Nissa nginap di rumah saja.” Respon Bapak Anissa

“Ohh jadi bapak mengira aku bayar hotel pakai uang sendiri toh pak.” Tanya Anissa sambil tersenyum, Bapaknya hanya menanggapi dengan tawaan lepas.

“Maklum nduk, bapak kan orang kampung…waduh, saya jadi merepotkan pak Adam ini, jauh-jauh untuk menjelaskan, mohon di maklumi pak.” Ujar Bapak Nissa.

“Tak apa pak, saya paham kekhawatiran bapak, lah gak repot toh pak, tinggal duduk di mobil minta supir antar kesini, sekalian saya juga silaturahmi.” Ucap Adam yang mulai merasa nyaman dengan suasana kehangatan keluarga ini.

“Kalau Nissa nginap disini, saya kuatir besok Nissa bisa terlambat menyiapkan materi untuk rapat dengan bos, mungkin besok kalau urusan rapat telah selesai, Nissa saya antar ke sini, biar besok malam Nisa tidur di rumah untuk melepas kangen, nanti minggu siang kita jemput untuk langsung balik Jakarta, gimana pak.” Tanya Adam.

“Saya manut aja pak, kalaupun gak bisa tidur di rumah kami ndak apa-apa, lah wong Nissa sedang tugas kok, bukan plesiran, saya percayakan pada Pak Adam saja gimana baiknya.” Jawab Bapak Anissa.

“Duh piye toh pak malah asik ngobrol, pasti pak Adam sudah lapar ya kan pak? bapak malah ajak ngobrol terus..” ucap ibu Anissa setengah protes pada suaminya.

“Ohh gak apa bu. Ini sudah ada teh hangat.” Sahut Adam tersenyum ramah.

“Itu ibunya Anissa sudah buatkan Mie godok spesial, kami gak tau kalau Pak Adam akan datang, makanya yang ada cuma Mie godok, ya paling tidak untuk pengganjal lapar dulu, nanti di hotel bisa pesan makanan lagi, sudah disiapkan toh bu?”

“Sudah pak, itu di meja makan.” Jawab Ibu Nissa.

“Waduh gak usah repot-repot bu, malah jadi ngerepotin.” Ucap Adam merasa tak enak.

“Ndak repot toh pak, mari pak, makanan sudah siap disantap, dingin-dingin begini emang enak nyantap mie godok, monggo pak.” Ujar Bapak Anissa.

Adam mengikuti lelaki tua itu menuju meja makan, bapak Anissa juga mengajak pak Waluyo untuk turun, namun supir itu menolak halus karena dia baru saja makan.

Anissa membantu ibunya menyiapkan hidangan di meja makan, dalam hati Nissa sangat bahagia, “Andai aku bisa menyiapkan hidangan untuk pak Adam seperti ini setiap hari, betapa bahagianya aku.” Uar Nissa dalam hati sambil tersenyum memandang punggung lelaki tampan atasannya itu, di sudut lain sepasang mata teduh memperhatikan sikap Anissa, pemilik mata teduh itu menyadari kalau putrinya memiliki perasaan pada bosnya ini, sudah saatnya memang, putri kecilnya telah beranjak dewasa, dan kini bunga cinta mulai bermekaran di hatinya, perempuan paruh baya itu hanya bisa berdoa agar putrinya tidak kebablasan karena biar bagaimanapun pria itu telah memiliki istri.

Anissa dan ibunya ikut bergabung bersama Bapak dan Adam menyantap makanan yang terhidang, suasana di meja makan terasa hangat, bapak Anissa terlihat begitu bangga dengan putri semata wayangnya, pria paruh baya itu bercerita dengan semangat tentang putrinya itu, terkadang Nissa merasa malu dihadapan Atasan dan sekaligus pujaan hatinya itu.

Sementara itu Di luar, pak Waluyo tengah memperhatikan gerak gerik dari tiga orang yang sedang mengintip suasana kebersamaan di dalam, “Itu kan si madesu tadi, rupanya mereka mengajak temannya balik lagi, mau ngapain mereka memperhatikan rumah Mbak Nissa, apa mereka maling? Tapi rasanya tidak.” Waluyo menoleh ke arah pandangan ketiga orang itu, ketiga orang itu terlihat sangat serius memerhatikan suasana dalam rumah, dan tak menyadari keberadaan pak Waluyo di dalam mobil.

***​

“Ihh mass, kalau ketahuan suamiku tadi bisa berabe tau.” Maya melotot jenaka kepada Anto.

Anto hanya tersenyum lebar menanggapi omelan Maya, “Lagian dek Maya baru digituin udah mendesah kaya gitu, tapi aku emang sengaja kok dek tadi, abis aku kesel liat kamu panggil Yank..Yank..” Anto pura-pura merajuk.

“Duh..mas cemburu ya? Cie…ya abis aku musti gimana sayang…………jangan marah ya…” ucap Maya dengan nada bersalah, digenggamnya jemari besar Anto.

Anto menoleh dan mencubit kecil pipi ranum Maya, “Gak sayang… aku gak marah..Cuma cemburu aja, boleh kan mas cemburu..?”

“Ya..boleh..tapi kan sekarang aku sama mas, ya kan, eh ya..bentar aku pesan hotel dulu ya sayang..” Maya mengambil hpnya yang sedang di charge, lalu membuka aplikasi pemesanan hotel, tak lama voucher hotel selama dua hari telah masuk ke akunnya.

“Sudah aku pesan mas, untuk dua hari, aku pesan kamar paling bagus deh pokoknya..” Maya melirik ke arah Anto, yang dilirik balas melirik.

“Duh kayak bulan madu ya sayang…eh baju kamu kancingin lagi dek, nanti dilihat orang, bukan apa-apa mas gak rela aja diliat ama orang, yang berhak liat Cuma mas aja ya kan..” Ujar Anto.

Maya tersenyum manja, sambil mengancingkan blusnya Maya menggoda Anto lagi. “ Mas yakin dah cukup nenennya?”

Anto melihat ke arah Maya, dan Maya hanya cekikan saat Anto menggelitik perutnya. Anto terpancing gemas dengan sikap Maya, segera direnguhnya tubuh Maya ke pelukannya, diciuminya mulut Maya dengan buas, Maya membalas dengan tak kalah buasnya, lumatan kedua Insan itu sungguh panas, sorot lampu mobil didepan menyadarkan mereka, segera mereka melepaskan diri sambil bertatapan penuh gairah, dada Maya baik turun, gairahnya sudah sedemikian tinggi akibat ciuman tadi.

“Simpan untuk ntar ya dek..” Ujar Anto.

“Siapa takut..” Balas Maya menatap Anto tajam.

“Punya siapa memek ini.” Tangan Anto dengan kurang ajar mencengkram selangkangan Maya.

“Punya mas sayang..” Maya berkata lirih, sungguh terdengar erotis, sepertinya Maya tak mau kalah menggoda birahi pejantannya.

“Bukan punya suami kamu yang cupu itu kan, yang crot sebentar hahahaha, doyan ama perek murahan…” Anto mengumpat Adam.

Maya merasa jengah mendengar ucapan Anto tersebut, biar bagaimanapun, masih ada rasa cinta dan respect terhadap suami yang masih terikat pernikahan dengannya.

“Ahh gak usah ngomongin itu ya..adek gak mau..” Maya terlihat tak senang.

Anto menyadari kekeliruannya, dan Anto tak ingin suasana hati mangsanya ini berubah dingin, “Duh salah ngomong gue, bisa-bisa gak jadi ngasih duit seratus juta nih cewek.”

“Maafin mas ya dek, mas janji gak akan mngungkit atau ngomong seperti itu lagi..pliss maafin mas ya..” Anto mencoba untuk mencairkan suasana, Maya melihat ke arah Anto, dan kembali tersenyum.

“Nah gitu dong..duh senyum kamu ini yang paling mas kangen loh..” Rayu Anto.

“Masa? Cuman senyum aja nih..” Pancing Maya yang mulai mencair.

“Senyum kamu, kulit putih mulus kamu yang bikin mas kangen untuk jilatin, memek kamu yang harum yang bikin mas kangen buat jilatin ehmm..mau tau lagi..?” Ujar Anto.

“Ihhh mas cabul ah….” Maya merasa sedikit bergairah mendengar ucapan Anto tadi.

“Tapi adek suka kan..” Ujar Anto sambil melirik.

“Ihh…trus apa lagi yang bikin mas kangen..” Tanya Maya yang sepertinya ingin mendengar terus ucapan cabul dari mulut pria bertato itu.

“Yang paling mas kangen, rintihan dan lenguhan dek Maya saat mas setubuhi dek maya, teriakan dek maya saat mendapat klimaks, duhh kontol mas jadi tegang dek..” Anto sengaja memegang gundukan celananya, Maya tanpa ragu memegang gundukan itu.

“Ihhh aku juga kangen ama ini mas…ahh ssssssss..” Maya dengan gemas mengelus-elus gundukan yang bertambah besar itu.

“Mau liat sayang?” Tanya Anto.

“Mauuuuuu.” Jawab Maya.

Anto melirik sekeliling parkiran rumah makan, sudah terlihat sepi, Anto mengangkat sedikit pantatnya, membuka kancing celananya lalu mengeluarkan kontol besarnya yang telah tegak, Maya memperhatikan kontol itu dengan penuh birahi, Maya menunduk dan mulai menghisap dalam-dalam kontol besar itu.

Anto memejamkan mata meresapi kenikmatan yang teramat sangat di kontolnya, rasa birahi yang terkekang membuat hisapan Maya seperti anak kecil yang histeris menghisap lolipop kesukaannya, Maya mulai terampil memainkan lidahnya menggelitik lubang kencing Kontol besar itu, Anto sendiri sebenarnya tak menyangka kalau Maya begitu berani menurutinya, awalnya Anto pikir Maya akan menolak karena merasa tak nyaman takut ketahuan, tapi rupanya perempuan ini sangat nekat, Anto sadar perempuan ini sungguh terikat dengan belenggu hasrat birahi yang telah dia tebarkan, perempuan ini telah menjadi budak bagi hasratnya sendiri.

Perempuan yang terhormat dengan hijab penutup aurat, kini tanpa malu tengah menghisap batang kelamin pria yang bukan suaminya, apalagi semua itu dilakukannya di area publik, sungguh rasanya tak ada takut atau malu yang tersisa dari perempuan ini, dahaganya atas birahi membuatnya melupakan semua rasa malu, martabat serta kehangatan cinta suaminya, kini perempuan ini malah sukarela menjadi pemuas sekaligus budak napsu bagi sang pejantan, yang perlahan mulai menggeroti setiap aspek pribadinya termasuk materi.

***​

“Sudah hampir jam sembilan pak, kami pamit dulu ya, besok saya akan antar Nissa kesini pak setelah urusan rapat beres.” Ujar Adam berpamitan.

“Ya pak, besok aja ya aku nginep di rumah, soalnya takut gak keburu nyiapin materi rapat, gak apa kan pak.” Nisa menggenggam tangan bapaknya.

Bapak Nissa menepuk punggung tangan putrinya, “Ya nduk..sudah kamu balik hotel istirahat, tapi ibumu katanya mau ikut, mau ngerasain hotel jerene, mboten nopo-nopo toh nduk?” Tanya Bapak Nissa.

Nissa melemparkan pandangan pada Adam, “Gak apa pak, ya mumpung ada hotel, bisa sekalian nemenin Nisa juga, bapak ikut sekalian aja..” Ucap Adam.

“Lah saya malah masuk angin kalo tidur di AC pak, wong ndeso pak..tidur di kasur sping bred malah gak iso tidur pak..” Sahut Bapak Anissa.

“Spring bed pak..” Anissa mengoreksi ucapan bapaknya sambil tersenyum geli.

“Yo itu apa lah namanya mbuh..loh pundi iki ibumu, mau tidur ae pake repot-repot dandan…bu…iki loh pak Adam sudah siap-siap berangkat.” Panggil bapak Anissa.

“Yo pak, ibu pergi dulu yo pak, jo lali periksa kompor sebelum tidur pak.” Ibu Anissa berpamitan pada suaminya.

Anissa mencium tangan ayahnya, Adam juga bersalaman dengan bapak, mereka kemudian menuju ke mobil, Waluyo dengan sigap membukakan pintu untuk mereka, Adam memberikan kesempatan kepada para perempuan untuk naik terlebih dahulu, namun rupanya Ibu Anissa meminta duduk didepan.

“Lho penak duduk di belakang bu, lebih nyaman..” Ucap Pak Waluyo, Adam juga mengangguk setuju.

“Ibu kalau naik mobil suka mabuk pak, makanya sering minta duduk didepan, sugesti beliau kalau duduk di depan bisa mencegah mabuk.” Anissa menjelaskan.

Pak waluyo akhirnya membiarkan Ibu Anissa duduk di depan, lalu Adam kemudian masuk ke mobil dan duduk di samping Nissa.

“Jangan lupa abis sholat subuh, langsung kerjakan persiapan materi rapat ya Nis, skedul rapat nanti jam 9 pagi.” Ucap Adam, Nisa mengangguk.

“Oh ya, Pak Waluyo besok sudah standby di depan hotel sebelum jam tersebut ya, pasti pak Waluyo bisa memperkirakan waktu tempuh hotel ke kantor pusat.” Ucap Adam pada Waluyo.

“Siap pak, saya sudah dikasih sekedul oleh sekretaris pak Edwin, besok jam 7 pagi saya sudah standby di hotel pak.” Ujar pak Waluyo.

“Oke terima kasih pak.” Adam mengangguk mendengar penjelasan pak Waluyo, dia sungguh kagum dengan sikap profesional staf bos Edwin, semua terukur dan terencana dengan baik.

***

Bersambung
 
sudah rilis bab 50-51 di prem, thanks untuk atensi dan apresiasinya, sampai jumpa di update akan datang
 
Diary Seorang Istri
Part 46 - Maya Semakin Binal



“Nah seperti itu kira-kira pak, pihak perusahaan telah menyiapkan akomodasi untuk Anissa dan juga saya, kami berada di kamar terpisah pak heheh.” Adam menjelaskan panjang lebar tentang masalah dinas luar Anissa.

“Ohh gitu toh pak, sebenarnya soal penginapan saya sama sekali tak khawatir, Cuma tadinya saya pikir daripada nginap di hotel eman-eman uangnya, lebih baik Nissa nginap di rumah saja.” Respon Bapak Anissa

“Ohh jadi bapak mengira aku bayar hotel pakai uang sendiri toh pak.” Tanya Anissa sambil tersenyum, Bapaknya hanya menanggapi dengan tawaan lepas.

“Maklum nduk, bapak kan orang kampung…waduh, saya jadi merepotkan pak Adam ini, jauh-jauh untuk menjelaskan, mohon di maklumi pak.” Ujar Bapak Nissa.

“Tak apa pak, saya paham kekhawatiran bapak, lah gak repot toh pak, tinggal duduk di mobil minta supir antar kesini, sekalian saya juga silaturahmi.” Ucap Adam yang mulai merasa nyaman dengan suasana kehangatan keluarga ini.

“Kalau Nissa nginap disini, saya kuatir besok Nissa bisa terlambat menyiapkan materi untuk rapat dengan bos, mungkin besok kalau urusan rapat telah selesai, Nissa saya antar ke sini, biar besok malam Nisa tidur di rumah untuk melepas kangen, nanti minggu siang kita jemput untuk langsung balik Jakarta, gimana pak.” Tanya Adam.

“Saya manut aja pak, kalaupun gak bisa tidur di rumah kami ndak apa-apa, lah wong Nissa sedang tugas kok, bukan plesiran, saya percayakan pada Pak Adam saja gimana baiknya.” Jawab Bapak Anissa.

“Duh piye toh pak malah asik ngobrol, pasti pak Adam sudah lapar ya kan pak? bapak malah ajak ngobrol terus..” ucap ibu Anissa setengah protes pada suaminya.

“Ohh gak apa bu. Ini sudah ada teh hangat.” Sahut Adam tersenyum ramah.

“Itu ibunya Anissa sudah buatkan Mie godok spesial, kami gak tau kalau Pak Adam akan datang, makanya yang ada cuma Mie godok, ya paling tidak untuk pengganjal lapar dulu, nanti di hotel bisa pesan makanan lagi, sudah disiapkan toh bu?”

“Sudah pak, itu di meja makan.” Jawab Ibu Nissa.

“Waduh gak usah repot-repot bu, malah jadi ngerepotin.” Ucap Adam merasa tak enak.

“Ndak repot toh pak, mari pak, makanan sudah siap disantap, dingin-dingin begini emang enak nyantap mie godok, monggo pak.” Ujar Bapak Anissa.

Adam mengikuti lelaki tua itu menuju meja makan, bapak Anissa juga mengajak pak Waluyo untuk turun, namun supir itu menolak halus karena dia baru saja makan.

Anissa membantu ibunya menyiapkan hidangan di meja makan, dalam hati Nissa sangat bahagia, “Andai aku bisa menyiapkan hidangan untuk pak Adam seperti ini setiap hari, betapa bahagianya aku.” Uar Nissa dalam hati sambil tersenyum memandang punggung lelaki tampan atasannya itu, di sudut lain sepasang mata teduh memperhatikan sikap Anissa, pemilik mata teduh itu menyadari kalau putrinya memiliki perasaan pada bosnya ini, sudah saatnya memang, putri kecilnya telah beranjak dewasa, dan kini bunga cinta mulai bermekaran di hatinya, perempuan paruh baya itu hanya bisa berdoa agar putrinya tidak kebablasan karena biar bagaimanapun pria itu telah memiliki istri.

Anissa dan ibunya ikut bergabung bersama Bapak dan Adam menyantap makanan yang terhidang, suasana di meja makan terasa hangat, bapak Anissa terlihat begitu bangga dengan putri semata wayangnya, pria paruh baya itu bercerita dengan semangat tentang putrinya itu, terkadang Nissa merasa malu dihadapan Atasan dan sekaligus pujaan hatinya itu.

Sementara itu Di luar, pak Waluyo tengah memperhatikan gerak gerik dari tiga orang yang sedang mengintip suasana kebersamaan di dalam, “Itu kan si madesu tadi, rupanya mereka mengajak temannya balik lagi, mau ngapain mereka memperhatikan rumah Mbak Nissa, apa mereka maling? Tapi rasanya tidak.” Waluyo menoleh ke arah pandangan ketiga orang itu, ketiga orang itu terlihat sangat serius memerhatikan suasana dalam rumah, dan tak menyadari keberadaan pak Waluyo di dalam mobil.

***​

“Ihh mass, kalau ketahuan suamiku tadi bisa berabe tau.” Maya melotot jenaka kepada Anto.

Anto hanya tersenyum lebar menanggapi omelan Maya, “Lagian dek Maya baru digituin udah mendesah kaya gitu, tapi aku emang sengaja kok dek tadi, abis aku kesel liat kamu panggil Yank..Yank..” Anto pura-pura merajuk.

“Duh..mas cemburu ya? Cie…ya abis aku musti gimana sayang…………jangan marah ya…” ucap Maya dengan nada bersalah, digenggamnya jemari besar Anto.

Anto menoleh dan mencubit kecil pipi ranum Maya, “Gak sayang… aku gak marah..Cuma cemburu aja, boleh kan mas cemburu..?”

“Ya..boleh..tapi kan sekarang aku sama mas, ya kan, eh ya..bentar aku pesan hotel dulu ya sayang..” Maya mengambil hpnya yang sedang di charge, lalu membuka aplikasi pemesanan hotel, tak lama voucher hotel selama dua hari telah masuk ke akunnya.

“Sudah aku pesan mas, untuk dua hari, aku pesan kamar paling bagus deh pokoknya..” Maya melirik ke arah Anto, yang dilirik balas melirik.

“Duh kayak bulan madu ya sayang…eh baju kamu kancingin lagi dek, nanti dilihat orang, bukan apa-apa mas gak rela aja diliat ama orang, yang berhak liat Cuma mas aja ya kan..” Ujar Anto.

Maya tersenyum manja, sambil mengancingkan blusnya Maya menggoda Anto lagi. “ Mas yakin dah cukup nenennya?”

Anto melihat ke arah Maya, dan Maya hanya cekikan saat Anto menggelitik perutnya. Anto terpancing gemas dengan sikap Maya, segera direnguhnya tubuh Maya ke pelukannya, diciuminya mulut Maya dengan buas, Maya membalas dengan tak kalah buasnya, lumatan kedua Insan itu sungguh panas, sorot lampu mobil didepan menyadarkan mereka, segera mereka melepaskan diri sambil bertatapan penuh gairah, dada Maya baik turun, gairahnya sudah sedemikian tinggi akibat ciuman tadi.

“Simpan untuk ntar ya dek..” Ujar Anto.

“Siapa takut..” Balas Maya menatap Anto tajam.

“Punya siapa memek ini.” Tangan Anto dengan kurang ajar mencengkram selangkangan Maya.

“Punya mas sayang..” Maya berkata lirih, sungguh terdengar erotis, sepertinya Maya tak mau kalah menggoda birahi pejantannya.

“Bukan punya suami kamu yang cupu itu kan, yang crot sebentar hahahaha, doyan ama perek murahan…” Anto mengumpat Adam.

Maya merasa jengah mendengar ucapan Anto tersebut, biar bagaimanapun, masih ada rasa cinta dan respect terhadap suami yang masih terikat pernikahan dengannya.

“Ahh gak usah ngomongin itu ya..adek gak mau..” Maya terlihat tak senang.

Anto menyadari kekeliruannya, dan Anto tak ingin suasana hati mangsanya ini berubah dingin, “Duh salah ngomong gue, bisa-bisa gak jadi ngasih duit seratus juta nih cewek.”

“Maafin mas ya dek, mas janji gak akan mngungkit atau ngomong seperti itu lagi..pliss maafin mas ya..” Anto mencoba untuk mencairkan suasana, Maya melihat ke arah Anto, dan kembali tersenyum.

“Nah gitu dong..duh senyum kamu ini yang paling mas kangen loh..” Rayu Anto.

“Masa? Cuman senyum aja nih..” Pancing Maya yang mulai mencair.

“Senyum kamu, kulit putih mulus kamu yang bikin mas kangen untuk jilatin, memek kamu yang harum yang bikin mas kangen buat jilatin ehmm..mau tau lagi..?” Ujar Anto.

“Ihhh mas cabul ah….” Maya merasa sedikit bergairah mendengar ucapan Anto tadi.

“Tapi adek suka kan..” Ujar Anto sambil melirik.

“Ihh…trus apa lagi yang bikin mas kangen..” Tanya Maya yang sepertinya ingin mendengar terus ucapan cabul dari mulut pria bertato itu.

“Yang paling mas kangen, rintihan dan lenguhan dek Maya saat mas setubuhi dek maya, teriakan dek maya saat mendapat klimaks, duhh kontol mas jadi tegang dek..” Anto sengaja memegang gundukan celananya, Maya tanpa ragu memegang gundukan itu.

“Ihhh aku juga kangen ama ini mas…ahh ssssssss..” Maya dengan gemas mengelus-elus gundukan yang bertambah besar itu.

“Mau liat sayang?” Tanya Anto.

“Mauuuuuu.” Jawab Maya.

Anto melirik sekeliling parkiran rumah makan, sudah terlihat sepi, Anto mengangkat sedikit pantatnya, membuka kancing celananya lalu mengeluarkan kontol besarnya yang telah tegak, Maya memperhatikan kontol itu dengan penuh birahi, Maya menunduk dan mulai menghisap dalam-dalam kontol besar itu.

Anto memejamkan mata meresapi kenikmatan yang teramat sangat di kontolnya, rasa birahi yang terkekang membuat hisapan Maya seperti anak kecil yang histeris menghisap lolipop kesukaannya, Maya mulai terampil memainkan lidahnya menggelitik lubang kencing Kontol besar itu, Anto sendiri sebenarnya tak menyangka kalau Maya begitu berani menurutinya, awalnya Anto pikir Maya akan menolak karena merasa tak nyaman takut ketahuan, tapi rupanya perempuan ini sangat nekat, Anto sadar perempuan ini sungguh terikat dengan belenggu hasrat birahi yang telah dia tebarkan, perempuan ini telah menjadi budak bagi hasratnya sendiri.

Perempuan yang terhormat dengan hijab penutup aurat, kini tanpa malu tengah menghisap batang kelamin pria yang bukan suaminya, apalagi semua itu dilakukannya di area publik, sungguh rasanya tak ada takut atau malu yang tersisa dari perempuan ini, dahaganya atas birahi membuatnya melupakan semua rasa malu, martabat serta kehangatan cinta suaminya, kini perempuan ini malah sukarela menjadi pemuas sekaligus budak napsu bagi sang pejantan, yang perlahan mulai menggeroti setiap aspek pribadinya termasuk materi.

***​

“Sudah hampir jam sembilan pak, kami pamit dulu ya, besok saya akan antar Nissa kesini pak setelah urusan rapat beres.” Ujar Adam berpamitan.

“Ya pak, besok aja ya aku nginep di rumah, soalnya takut gak keburu nyiapin materi rapat, gak apa kan pak.” Nisa menggenggam tangan bapaknya.

Bapak Nissa menepuk punggung tangan putrinya, “Ya nduk..sudah kamu balik hotel istirahat, tapi ibumu katanya mau ikut, mau ngerasain hotel jerene, mboten nopo-nopo toh nduk?” Tanya Bapak Nissa.

Nissa melemparkan pandangan pada Adam, “Gak apa pak, ya mumpung ada hotel, bisa sekalian nemenin Nisa juga, bapak ikut sekalian aja..” Ucap Adam.

“Lah saya malah masuk angin kalo tidur di AC pak, wong ndeso pak..tidur di kasur sping bred malah gak iso tidur pak..” Sahut Bapak Anissa.

“Spring bed pak..” Anissa mengoreksi ucapan bapaknya sambil tersenyum geli.

“Yo itu apa lah namanya mbuh..loh pundi iki ibumu, mau tidur ae pake repot-repot dandan…bu…iki loh pak Adam sudah siap-siap berangkat.” Panggil bapak Anissa.

“Yo pak, ibu pergi dulu yo pak, jo lali periksa kompor sebelum tidur pak.” Ibu Anissa berpamitan pada suaminya.

Anissa mencium tangan ayahnya, Adam juga bersalaman dengan bapak, mereka kemudian menuju ke mobil, Waluyo dengan sigap membukakan pintu untuk mereka, Adam memberikan kesempatan kepada para perempuan untuk naik terlebih dahulu, namun rupanya Ibu Anissa meminta duduk didepan.

“Lho penak duduk di belakang bu, lebih nyaman..” Ucap Pak Waluyo, Adam juga mengangguk setuju.

“Ibu kalau naik mobil suka mabuk pak, makanya sering minta duduk didepan, sugesti beliau kalau duduk di depan bisa mencegah mabuk.” Anissa menjelaskan.

Pak waluyo akhirnya membiarkan Ibu Anissa duduk di depan, lalu Adam kemudian masuk ke mobil dan duduk di samping Nissa.

“Jangan lupa abis sholat subuh, langsung kerjakan persiapan materi rapat ya Nis, skedul rapat nanti jam 9 pagi.” Ucap Adam, Nisa mengangguk.

“Oh ya, Pak Waluyo besok sudah standby di depan hotel sebelum jam tersebut ya, pasti pak Waluyo bisa memperkirakan waktu tempuh hotel ke kantor pusat.” Ucap Adam pada Waluyo.

“Siap pak, saya sudah dikasih sekedul oleh sekretaris pak Edwin, besok jam 7 pagi saya sudah standby di hotel pak.” Ujar pak Waluyo.

“Oke terima kasih pak.” Adam mengangguk mendengar penjelasan pak Waluyo, dia sungguh kagum dengan sikap profesional staf bos Edwin, semua terukur dan terencana dengan baik.

***

Bersambung
Terima kasih updatenya suhu.. d tunggu kelanjutannya...smkin penasaran sama petualangan Maya.... smga anto segera kena batu nya
 
wah maya semakin ganas....kasihan bener adam..*** tega...adam harus balas dendam...makasih suhu update nya...smoga cepat diupdate lagi...sdh pingin lihat maya menyesal..kayanya maya dijadiin barang dagangan ma anto nich lama lama
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd