Diary Seorang Istri
Part 75 - Final Bagian Kedua
Semalaman Maya tak bisa tidur, entah karena begitu gugup akan bertemu Adam setelah sekian lama, atau mungkin karena dia merasa ragu untuk datang, ucapan tajam Anissa mengiang terus ditelinganya, fakta bahwa Anissa mengandung anak dari inseminasi dirinya dan suaminya, membuat Maya lemah tak berdaya, kata kata itu bagaikan ancaman bom nuklir yang membuat Maya tak bisa lagi menolak untuk bertemu dengan Adam.
Namun disisi lain Maya juga tak bisa memungkiri kalau tujuan Anissa itu benar, dia harus menyelesaikan urusannya dengan Mas Adam, mereka tak pernah bercerai secara resmi, bahkan sampai sekarang status Maya masih istri Adam yang sah, dan ini saatnya, sekarang adalah saat yang tepat untuk menyelesaikan semua.
Maya mematut dirinya di depan cermin, gamis batik seragam sekolah TK tempatnya bekerja sungguh serasi dipakai oleh Maya, batik berwarna maron dipadu dengan hijab warna peach menambah kesan anggun dan cantik Maya, sungguh tak ada niat Maya untuk kembali memikat Adam, bahkan keputusan apa akan bercerai atau mengabulkan keinginan Nissa untuk kembali berkumpul dengan Adam, sama sekali belum ada di benaknya.
Maya naik ke motornya, motor yang sepanjang keberadaannya disini selalu menemani dalam aktifitasnya, rombongan guru akan berkumpul terlebih dahulu disekolah, lalu dari sana mereka akan naik kendaraan yang telah disediakan panitia peresmian perusahaan, sekitar 10 menit perjalanan dari rumah Maya ke sekolah, terlihat beberapa guru telah datang, Maya tersenyum menyapa rekan rekan kerjanya, setelah memarkirkan motornya ditempat biasa Maya kemudian masuk ke ruangan guru, Bu Dini terlihat sumringah menyambut kedatangan Maya, sejak Bu Dini mengetahui kalau Maya adalah istri dari direktur PT Serayu, sikap Bu Dini pada Maya berubah drastis, keramahannya dirasakan Maya terlalu berlebihan, seolah seperti sedang mencari muka. Dan lucunya Maya bahkan tak tahu kalau Bu Dini telah mengetahui statusnya sebagai istri Adam.
“Duh Bu Maya cantik sekali, gamisnya sungguh serasi banget,” Ucap Bu Dini memuji penampilan Maya, memang apa yang dikatakan Bu Dini adalah kenyataan, Maya sangat menonjol diantara guru-guru perempuan yang sudah hadir.
“Ahh Ibu bisa aja..omong-omong kita berangkat jam berapa bu.” Tanya Maya.
“Segera kita berangkat bu, Bapak dan Ibu sekalian, mohon perhatiannya, silahkan menuju kendaraan yang telah disediakan, sekarang sudah hampir jam 10 pagi, jangan lupa harap kunci kendaraan masing-masing, ayo mari kita berangkat.” Ujar Bu Dini.
Bu Dini menggandeng lengan Maya sambil berjalan menuju kendaraan, tak henti-hentinya Bu Dini memuji penampilan Maya.
***
Maya memasuki ruang aula perusahaan yang sangat luas, terlihat banyak meja-meja berbentuk bundar, diatas meja ada tulisan nama sesuai undangan, posisi para guru ditempatkan di meja tengah, hanya ada sekitar 7 orang guru yang diundang sebagai perwakilan, sambil berbincang dengan rekan-rekannya sesama guru, Maya memperhatikan sekeliling ruangan yang begitu megah, aula serbaguna perusahaan telah disulap begitu mewah bagai ballroom pesta perkawinan, untuk kepentingan acara peresmian sekaligus juga ulang tahun perusahaan.
Adam serta pemilik Serayu Capital sepakat untuk meresmikan perusahaan baru ini tepat di ulang tahun perusahaan sebelumnya, Adam sendiri juga tak terlalu banyak melakukan perombakan di sisi pegawai, hanya beberapa posisi yang vital yang berubah, Adam menempatkan orang-orang kepercayaannya di posisi itu, sampai sejauh ini Maya sama sekali tak tahu kalau Adam adalah Direktur perusahaan Serayu ini.
Maya melihat Bu Dini tengah berbincang dengan seorang perempuan yang terlihat begitu anggun dan cantik, Bu Dini terlihat menengok kemudian tangannya menunjuk pada Maya, dan Maya sedikit terkejut saat mengetahui lawan bicara Bu Dini adalah Anissa.
Anissa tersenyum kearah Maya, lalu bersama Bu Dini, Anissa melangkah mendekati Maya, “Selamat datang Mbak Maya, sungguh senang sekali mbak Maya akhirnya bisa datang.” Ucap Anissa.
“Lho Anissa..kamu…” ucapan Maya terhenti saat seorang perempuan menghampiri Anissa dan membisikkan sesuatu.
“Maaf ya mbak Maya, saya harus mengurus sesuatu dulu…tinggal dulu ya…” Anissa kemudian pergi bersama perempuan itu.
Maya melihat ke arah Bu Dini dengan pandangan bertanya, Bu Dini hanya mengangguk dan tersenyum tanpa bicara sepatah katapun, di panggung sepertinya acara akan segera dimulai, tak lama terlihat pembawa acara telah berada di panggung, Maya mengenal pembawa acara tersebut, dia adalah pelawak idola Maya, komedian itu dikenal dengan kata-kata mutiaranya yag lucu. “Wah pakai Mc terkenal, kayaknya hebat juga nih perusahaan.” Gumam Maya.
Maya mendengar bisik-bisik dari rekan-rekannya sesama guru yang membicarakan pembawa acara, rupanya pembawa acara tersebut adalah pembawa acara idola mereka, Maya tersenyum simpul mendengar sapaan pembawa acara yang terdengar menggelitik, Acara terus berlangsung dengan meriah, beberapa artis terkenal rupanya diundang sebagai pengisi acara, ada artis cantik yang terkenal dengan perannya sebagai istri pak Habibie di Film, ada pula penyanyi pria yang tengah naik daun, penyanyi itu terkenal dengan suara tingginya.
Maya terlihat sumringah saat melihat beberapa bocah kecil yang rupanya adalah anak-anak dari karyawan perusahaan tengah mengisi acara, anak-anak itu terlihat begitu menggemaskan, dan salah satu anak-anak itu adalah josie, Maya dan seluruh tamu undangan tak henti tersenyum melihat tingkah anak-anak yang lucu dalam bernyanyi, senyum Maya tiba-tiba terhenti saat melihat sekilas sosok Anissa masuk dengan seorang pria, posisi duduk Maya yang jauh membuat Maya tak begitu jelas melihat sosok pria yang baru tiba itu. Namun Hati Maya mulai berdegup keras, “Apa jangan-jangan….” Gumamnya dalam hati.
Setelah pengisi acara selesai, pembawa acara kembali ke panggung, dan kali ini sepertinya akan menuju puncak acara, pembawa acara menyebutkan sebuah nama seseorang yang membuat Maya seperti tercekat dan tak mampu bernapas, nama Adam di sebut oleh pembawa acara, terlihat sosok pria atletis berdiri dari duduknya, dan memberi hormat pada tamu VVIP yang hadir, walau sosok itu cukup jauh namun Maya tak akan pernah lupa dengan sosok itu, penglihatan Maya mulai kabur akibat genangan air mata yang menghalangi visualnya, hati maya berdegup kencang, Maya merasa sulit untuk bernapas, tepuk tangan bergema riuh menyambut kedatangan Adam di panggung.
Karena posisinya yang jauh, Maya tak begitu jelas melihat wajah pria yang begitu dirindukannya, namun suara Adam telah masuk ketelinganya dan menghantam telak sisi kerinduannya dan akhirnya meledakkan gemuruh napas yang tercekat dalam relung sukmanya, air mata berguguran dari kelopak matanya yang indah, Maya termangu dalam isak tangis tertahan saat melihat wajah Adam begitu jelas dalam layar raksasa yang ada diruangan itu, kerinduan hebat melebur menjadi butiran bening yang semakin deras membanjiri pipi halusnya, rekan-rekan Maya terlihat begitu antusias mendengar pidato Adam, mereka tak menyadari kalau sosok didekatnya tengah tersengal-sengal dengan isak tangis yang mencoba ditahannya sekuat tenaga.
Maya tak tahan lagi dia segera menghambur menuju Toilet, bergegas Maya masuk ke ruangan yang kosong, dia duduk sambil menundukkan wajahnya, sedu sedan tangisnya terdengar sayup, tiba-tiba Maya merasakan perutnya sangat sakit, seperti ada sesuatu yang memuntir perutnya dengan dahsyat, Maya meringis menahan sakit yang begitu hebat, tangis kerinduannya kini berubah menjadi tangisan rasa sakit yang tak tertahankan, Maya merintih dalam ketakberdayaan, tiba-tiba terdengar ketukan di pintu toilet, suara perempuan terdengar, Maya mengenali suara itu, suara Ratih…
Maya mencoba beranjak berdiri dengan perlahan, rasa sakit diperutnya sungguh luar biasa, Maya tak kuasa berdiri dia hanya mampu merangkak mendekati pintu, dan mencoba menggapai gagang pintu, dengan susah payah dan napas terengah-engah Maya akhirnya dapat membuka pintu, Ratih sungguh terkejut melihat sosok Maya disana, “May…..kok lu ada disini..” Ujar Ratih yang bingung dengan keberadaan Maya.
Maya menggapai tangan Ratih, wajahnya pucat, Ratih bergegas memeluk Maya di pangkuannya, “Rat…antar gue ke rumah sakit ya..plisss..” Ucap Maya lirih dan terbata-bata.
“Lu kenapa May…ya ampunnn darah…May…may….” Ratih histeris saat melihat genangan darah yang mengalir perlahan di bawah duduk Maya.
***
Tepuk tangan bergemuruh saat Adam membuka selubung nama perusahaan baru, terpampang nama Serayu Tambang di layar raksasa, seluruh tamu yang hadir memberikan applaus sambil berdiri, Anissa juga ikut berdiri dan memandang Adam dengan tatapan penuh kekaguman, Adam juga menatap istrinya sambil mengedipkan mata, Anissa tersenyum sambil memberikan jempol, pandangan Nissa kemudian beralih ke belakang ke tempat para rombongan guru, karena banyaknya orang yang berdiri, Anissa tak bisa melihat posisi rombongan guru, Anissa kemudian memperhatikan kalau suaminya tengah menerima ucapan selamat dari beberapa tamu VVIP, Anissa kemudian menyelinap menuju meja rombongan guru, dia ingin menemui Maya.
“Selamat ya Bu..” Bu Dini menjulurkan tangan menjabat tangan Anissa untuk memberikan selamat, Anissa menjabat tangan Bu Dini sambil bercipika cipiki, “Makasih ya Bu..” ujar Anissa, guru-guru lain juga ikut memberikan selamat pada Anissa.
“Lho mbak Maya mana bu?” Tanya Anissa.
Bu Dini celingukan tak menyadari kalau Maya tak berada disana, “Lho…tadi ada disini…ada yang tau kemana mbak Maya?” Tanya Bu Dini pada para guru, sama seperti Bu Dini, para guru juga bingung dan sama sekali tak menyadari kalau Maya tak ada di antara mereka.
Saat mereka celingukan dan mencari keberadaan Maya, seorang perempuan yang rupanya asisten Anissa menghampiri dan membisikkan sesuatu pada Anissa, “Maaf ya bu, saya harus kembali, coba tolong cari mbak Maya ya..” Anissa kemudian berlalu kembali ke mejanya.
“Duh Mbak Maya kemana ya…apa dia sudah pulang? Ibu dan bapak benar gak tahu kapan mbak Maya pergi?” Tanya Bu Dini kebingungan, para guru-guru semuanya menggeleng, Bu Dini kemudian mencoba menghubungi Maya melalui hpnya, namun hanya terdengar suara operator yang memberitahu kalau ponsel Maya tak aktif.
“Seingat saya tadi kayaknya mbak Maya ke toilet bu saat pak Adam tengah berpidato, tapi setelah itu saya gak tahu lagi..” ucap seorang guru.
“Gak ada pak, tadi saya udah cari di toilet gak ada siapa-siapa.” Ujar guru yang lain.
“Duh kemana ya mbak Maya.” Bu Dini benar-benar kebingungan.
“Maaf bu, kok istri Pak Adam kenal ama Bu Maya ya? Kayaknya tadi beliau ingin mencari Bu Maya.” Tanya seorang guru, Bu Dini melihat ke arah rekannya itu, “Mbak Maya mantan istrinya pak Adam..” ujar Bu Dini. Mendengar ucapan Bu Dini itu, para guru tak bisa menyembunyikan keterkejutannya, mereka sungguh surprise dengan kenyataan itu, mereka terlihat saling berbisik satu sama lain.
“Sudah jangan bergosip..” Ucap Bu Dini, tiba-tiba telponnya berbunyi, “Nomor siapa ini.” Bu Dini tak mengenali nomor yang menghubunginya, namun dia tetap menjawab panggilan itu, “Hallo.” Sapa Bu Dini.
“Maaf bu, saya Ratih, orang tua jossie, ini nomor Bu Dini kan?” Ucap Ratih melalui telpon.
“Ya saya Dini, ohh Jessie, ya ada apa bu?” Tanya Bu Dini.
“Saya dapat nomor ibu dari Resty, ini bu, saya lagi di rumah sakit, duh saya bingung ini..” Ucap Ratih terdengar panik.
“Ada apa Bu? Apa ada sesuatu dengan Jessie?” Tanya Bu Dini.
“Bukan bu, bukan Jessie, tapi ini Bu Maya..” Jawab Ratih.
“Apa? Bu Maya? Ada apa Bu?” Bu dini mulai terlihat panik, guru-guru disekitar situ termangu menantikan kabar yang terjadi.
“Ini bu, tadi di toilet saya menemukan Bu Maya merintih kesakitan lalu saya lihat dari selangkangan beliau mengalir darah banyak, lalu saya dan suami secepatnya membawa Ibu Maya ke rumah sakit, tapi duhh,,gimana ya bu, saya bingung….ibu bisa segera kesini kan?” ucap Ratih dengan nada bingung dan panik.
“Bagaimana kondisi Bu Maya bu?” Tanya Bu Dini terbata-bata.
“Kondisi Bu Maya sekarang stabil, tapi aduh,,saya bingung mau ngomongnya…lebih baik ibu segera ke Rumah sakit, saya soalnya gak punya telpon kerabatnya, sebentar bu, saya dipanggil dokter, nanti saya sharelok rumah sakitnya.” Ucap Ratih menyudahi pembicaraannya.
Bu Dini terlihat pucat pasi memegang hpnya, “ada apa bu dengan Bu Maya?” Tanya salah seoarang guru.
“Bu Maya ada dirumah sakit, sebentar..” Bu Dini kemudian bergegas mencari Anissa.
Anissa terlihat sibuk mendampingi Adam menerima ucapan selamat dari beberapa tamu penting, Bu Dini sungguh sungkan untuk mendekati Anissa, saat dilihatnya asisten Anissa berada di dekatnya, Bu Dini segera menghampirinya, pada asisten Anissa Bu dini menyampaikan kalau Maya tengah berada dirumah sakit, dan Bu Dini meminta asisten Anissa untuk memberitahukan kabar tersebut kepada bosnya, Asisten Anissa sungguh terkejut juga mendengar kabar itu, dia tahu siapa Maya yang dibicarakan oleh Bu Dini, Asisten itu bergegas menghampiri Anissa dan membisikkan kabar tersebut, Anissa terlihat terkejut dan memandang Bu Dini, Anissa tak lama terlihat bergegas menuju ke tempat Bu Dini berdiri.
“Ada apa bu? Apa yang terjadi.” Tanya Anissa bingung, wajahnya terlihat cemas.
“Saya juga gak terlalu jelas, namun tadi ada orang tua murid yang mengabarkan kalau Bu Maya pendarahan dan sekarang di rumah sakit.” Ujar Bu Dini.
Anissa terlihat terkejut dan segera menyadari apa yang terjadi, dia ingat dulu Maya pernah mengalami pendarahan juga, “Apa jangan-jangan…” Anissa segera bergegas menuju Adam.
Bu Dini melihat perempuan cantik itu membisikkan sesuatu pada suaminya, dan wajah Adam terlihat terkejut, namun sepertinya bos serayu itu malah bingung dan terdiam, Bu Dini melihat Anissa menarik tangan suaminya untuk meninggalkan tempat tersebut, terlihat Adam sepertinya berbincang sejenak pada tamu-tamu VVIP, lalu mengikuti istrinya setengah berlari.
“Ayo bu kita segera ke rumah sakit.” Ujar Anissa panik, Bu Dini menganggukan kepala memberi hormat pada Adam. “Ayo bu, kita harus cepat..” Ujar Anissa sedikit kesal, “Ya bu…” Bu Dini, Anissa dan Adam bergegas menuju pintu keluar.
***
“Bu Dini..” Ujar Ratih setengah berteriak saat melihat bu Dini celingukan mencari keberadaan Maya. Bu Dini, Anissa dan Adam segera menuju Ratih, Anissa melihat nama ruangan yang berada di belakang Ratih,
Kamar Operasi…
Anissa menengok kearah Adam, dilihatnya raut wajah tegang mengelayut di wajahnya, sinar mata pria itu terlihat sedikit redup karena menahan tangis, Anissa melihat dengan jelas betapa khawatirnya Adam dengan kondisi Maya, apalagi saat ini Maya tengah berada didalam kamar Operasi, jangankan Adam, Anissa pun cukup terkejut dengan apa yang terjadi.
“Ada apa ini Bu? Kenapa dengan Bu Maya..?” Tanya Bu Dini dengan nada cemas.
“Duh saya bingung juga ngejelasinnya bu.” Ucap Ratih sambil menggigit kukunya, tak lama terlihat seorang Pria menghampiri mereka, pria itu adalah suami Ratih, melihat bosnya datang, suami ratih segera membungkuk memberi salam, “ada bapak disini? Ada apa ya pak.” Tanya Rohman suami Ratih agak bingung.
Adam menyambut jabatan tangan karyawannya itu, walau Adam tak kenal dengan karyawan tersebut. “Saya suami Maya pak!” Ucap Adam, mendengar kata-kata itu Ratih dan Rohman saling berpandangan, Ratih memang tak kenal dengan suami Maya, sejak lulus kuliah Ratih langsung menikah dan pindah ke Balikpapan, Maya memang mengundangnya saat pesta pernikahan dulu, namun karena kesibukannya dan juga saat itu Ratih tengah hamil tua, maka Ratih tidak bisa menghadiri undangan pernikahan Maya.
Mendengar suaminya memperkenalkan diri sebagai suami Maya, ada sedikit rasa nyeri di relung hati Anissa, dia hanya memejamkan mata menenangkan hatinya, “Ada apa dengan istri saya pak? Tolong ceritakan dengan lengkap.” Suara Adam agak sedikit tercekat, begitu khawatirnya dirinya dengan kondisi Maya.
“Soal itu yang tahu adalah istri saya pak,” ucap Rohman yang memberikan kode pada istrinya untuk bercerita, Ratih mengangguk dan melihat kearah Anissa, walau dirinya bingung dengan apa yang terjadi, namun untuk saat ini Ratih tak ingin bertanya apapun dan menyimpan kebingungannya dalam hati. Ratih bercerita dengan lengkap saat dia menemukan Maya di dalam toilet dengan kondisi memprihatinkan, Ratih juga bercerita kalau saat itu Maya memintanya untuk mengantar secepatnya ke rumah sakit, Ratih sempat bingung saat dokter meminta sebuah surat pernyataan, karena rupanya Maya mengalami pendarahan hebat, dan dokter memutuskan untuk melakukan operasi secepatnya demi menyelamatkan nyawa Maya, dan rupanya Rohman berhasil meyakinkan dokter untuk segera melakukan operasi.
Adam sedikit limbung mendengar kondisi Maya, ”Pendarahan?? Operasi untuk menyelamatkan nyawa?? Ada apa dengan Maya..” Adam agak lunglai dan segera di tangkap oleh Anissa dibantu Rohman.
Adam duduk di kursi ruang tunggu sambil menutup wajahnya, “Sabar ya mas, mbak Maya pasti baik-baik saja, Mas jangan khawatir ya, kita berdoa saja mas..” Anissa memeluk tangan Adam yang terkepal.
Adam hanya diam tak merespon, pikirannya sedang kalut saat ini, semua kebenciannya pada Maya melarut dalam rasa khawatir, dia merasa sangat bersalah pada Maya, fakta bahwa Maya mengalami pendarahan membuatnya terkejut, kenapa Maya pendarahan, apa sebenarnya yang terjadi, apa Maya selama ini menderita, semua pikiran itu berkecamuk dalam benak Adam, air mata Adam mengalir perlahan, Anissa yang mencoba menjaga wibawa Adam di depan anak buahnya segera mengajak Adam untuk menjauh. Anissa terus menggamit dan menenangkan suaminya, dia tahu bagaimana sedihnya Adam saat ini.
Hampir 5 jam, Anissa dan Adam menunggu di depan ruang operasi, Bu Dini serta suami istri Ratih dan Rohman telah pulang, Anissa yang meminta mereka pulang, asisten Adam dan Anissa juga telah tiba di rumah sakit, namun mereka juga diminta menunggu di hotel, Anissa berpesan pada asistennya untuk tak menyebarkan berita ini pada siapapun.
Melihat lamanya proses operasi Maya, membuat Adam bertambah khawatir, dia tahu kalau ini pasti operasi yang besar dan sangat beresiko, namun Adam sama sekali tak tahu penyakit yang diderita Maya hingga membuatnya harus dioperasi selama ini.
Anissa yang sudah menduga kalau operasi Maya berhubungan dengan kehamilan palsunya dulu, memutuskan tak ingin memberitahukan apa yang diketahuinya pada Adam, dia tak ingin membuat Adam menjadi lebih emosional daripada saat ini, bahkan Adam sendiri malah tidak tahu kalau Maya hamil saat itu.
Tepat sekitar 6 jam proses operasi Maya telah selesai, Dua orang pria paruh baya yang rupanya dokter yang melakukan operasi keluar dari ruangan, Adam dan Anissa bergegas menghampiri kedua pria tersebut.
“Bapak siapa?” Tanya Dokter.
“Saya suami Pasien Dok.” Jawab Adam.
“Ohh, Alhamdulillah pasien sudah selesai di operasi, kini dalam kondisi yang stabil pak, nanti penjelasan menyusul ya, kami harus membuat laporan dan berganti pakaian, sebentar lagi pasien akan di bawa keruang perawatan sementara, nanti kita bicara lagi ya..” Ucap dokter sambil tersenyum, Adam mengangguk dan memperhatikan rombongan dokter yang meninggalkan tempat operasi.
Tak lama terlihat para perawat membawa Maya dengan ranjang dorong, tubuh Maya diselimuti kain rumah sakit, di hidungnya terpasang oksigen, sedangkan sebuah selang masuk ke dalam mulutnya, Anissa bergegas menghampiri dan mengikuti perawat, Adam hanya diam terpekur melihat Maya, air matanya kembali menetes deras. Anissa berhenti sejenak menunggu suaminya, “Mas..ayo…” ujar Anissa, Adam menyeka air matanya dan mengikuti langkah para perawat.
***
“Ibu Maya baru saja selesai melakukan operasi pengangkatan rahim, mohon maaf kami terpaksa melakukan ini tanpa persetujuan Bapak selaku suami, karena memang keadaan memaksa, dan bapak sedang tak berada ditempat, kami berjuang melawan waktu saat itu, pendarahan Bu Maya sangat hebat dan itu cukup mengancam nyawanya, jalan satu-satunya adalah operasi pengangkatan rahim.” Dokter Hendra menjelaskan panjang lebar dengan berbagai istilah yang tak dipahami Adam.
“Kenapa bisa terjadi seperti itu dok?” Tanya Adam.
“Apakah bapak tak mengetahui kondisi Bu Maya selama ini?” Dokter Hendra balas bertanya dengan nada heran.
“Kami telah berpisah selama setahun setengah dok.” Jawab Adam merasa bersalah.
“Sepertinya dulu Bu Maya mengalami hamil anggur, namun setelah itu mungkin beliau tak rutin melakukan kontrol, ternyata dari hamil anggur itu muncul sebuah tumor di belakang rahim Bu Maya, tumor itu tumbuh signifikan dan melukai rahim Bu Maya, hal itu yang menimbulkan pendarahan hebat.”
“Tumor? Hamil anggur?” Pertanyaan itu hanya berseliweran di benak Adam, di satu sisi dia merasa bingung dengan kondisi Maya, di sisi lain Adam juga mengutuk dirinya sendiri yang tak tahu menahu kondisi sebenarnya dari Maya.
“Tenang saja pak Adam, kami juga telah berhasil mengangkat tumor tersebut, dan kami telah mengirimkan ke Rumah sakit provinsi untuk dilakukan Biopsi, mudah-mudahan bukan kanker pak, saya khawatir kalau itu kanker, maka ada kemungkinan sudah menyebar ke tempat lain, tapi mungkin saja tidak, kita harus melakukan pemeriksaan lebih lengkap lagi.” Lanjut Dokter Hendra.
“Apakah Maya baik-baik saja dok, maksud saya apakah…dokter pasti paham maksud saya.” Tanya Adam dengan suara parau.
“Ya saya paham ke khawatiran bapak, kita harus tunggu hasil biopsi pak, yang bisa kita lakukan hanyalah berdoa supaya hal terburuk tak terjadi.” Ujar Dokter Hendra mencoba menenangkan Adam.
“Baiklah pak, terima kasih atas penjelasannya.” Adam kemudian berdiri dan mengulurkan tangan pada Dokter Hendra, Adam kemudian keluar ruangan Dokter dengan langkah gontai, Anissa menyambut suaminya, dan segera menggamit lengan suaminya itu, “ada apa mas, dokter bilang apa..?” Tanya Anissa.
Adam duduk didepan ruangan dokter, ditatapnya Anissa dengan pandangan sayu, kesedihan sungguh teramat jelas di guratan wajah Adam, selama menjadi istri Adam, Anissa tak pernah melihat wajah Adam seperti itu. Adam meremas jemari istrinya dan mengulangi ucapan dokter Hendra padanya tadi.
“Ya Allah…” Anissa terpekur sedih mendengar nasib yang dialami Maya, dipeluknya suaminya dengan erat, dan emosi Adam tak sanggup lagi ditahannya, Adam tersedu sedu di pelukan Anissa, perempuan cantik itu ikut menangis sambil menepuk pelan punggung suaminya, “Sabar ya mas, kita berdoa saja semoga semua akan baik-baik saja.”
Beberapa lama Adam menangis di pelukan Anissa, kini Adam mulai bisa menguasai dirinya, di pegangnya wajah Anissa, sorot matanya lembut menatap istrinya itu, “Makasih ya Nis sudah menjadi istri yang baik..”
Anissa mengenggam tangan Adam, “ aku akan selalu ada buat kamu sayang..” ujar Anissa pelan.
“Oh ya, tadi aku udah urus kamar untuk mbak Maya mas, dan Mbak Maya juga sudah dipindahkan, mas temui mbak Maya ya..” Ujar Anissa lembut.
“Kamu ikut ya.” Pinta Adam.
Anissa menggeleng, “Mas saja yang temui Mbak Maya, kalau ada aku nanti mas gak akan leluasa, selain itu aku juga perempuan biasa mas..paham kan, yuk aku antar ke tempat Mbak Maya.” Ujar Nissa.
“Nis..” ucap Adam.
Nissa dengan tatapan manjanya menatap suaminya, tanpa bicara dia hanya mengangguk seolah berkata kalau dia tak masalah dengan semua ini, Nisa menarik tangan Adam, membuat pria ini mau tak mau mengikuti langkah istrinya, Adam sendiri merasa tak nyaman dengan situasi ini, dalam hatinya dia ingin meluapkan semua kerinduannya pada Maya, namun disisi lain dia juga harus menjaga perasaan Nissa.
Tak berapa lama keduanya tiba di kamar perawatan Maya, Nissa membukakan pintu untuk Adam, “Mas temani mbak Maya ya..” Ujar Nissa tersenyum, Adam hanya menatap Nissa, “Gak apa mas, aku paham kok, aku gak marah…beneran..” Lanjut Nissa berusaha meyakinkan Adam, perlahan Nissa melepaskan genggaman tangan Adam, “Mas aku sebaiknya balik dulu ke hotel urus semuanya, pasti para tamu kebingungan dengan kepergian mas Adam tiba-tiba, biar aku yang mengurus semua ya…mas temani dulu mbak Maya, dia butuh kehadiran mas saat ini..” Nissa mengecup punggung tangan suaminya, “aku balik dulu ya mas…assalamualaikum..” Nissa berlalu meninggalkan Adam, air matanya yang sejak tadi ditahannya kini merembes deras membasahi pipinya, tak dihiraukan panggilan suaminya, Nissa berlalu dengan cepat, “Ya Allah kenapa begitu sakit rasanya….” Gumam Nissa sambil melangkah dengan cepat, dia tak ingin menengok kembali, karena dia takut keserakahannya akan membuatnya menjadi perempuan jahat.
Adam masuk kedalam ruang perawatan Maya, Adam melihat sosok wanita yang selama ini dirindukannya terbaring tak berdaya, Maya masih terpengaruh obat bius dan seperti tertidur lelap, Adam mendekati Maya dan duduk disampingnya, digenggamnya tangan Maya, diusapnya lembut kening Maya, air mata Adam merembes kembali melihat penderitaan Maya, semua kebenciannya pada perempuan ini seolah lenyap tak berbekas, kenangan indah yang pernah mereka miliki terputar kembali di benak Adam, Maya yang polos, Maya yang penakut, Maya yang selalu manja membuat Adam senyum-senyum dalam tangisannya, Adam menundukkan wajahnya sambil terus menggenggam tangan Maya, tanpa disadarinya Adam kemudian tertidur di samping Maya.
***
Maya membuka matanya perlahan, sinar lampu yang temaram sedikit menyilaukan matanya, pandangan matanya sedikit kabur, namun perlahan semuanya jelas, Maya kebingungan dengan keberadaan dirinya, dia sedikit menengok dan melihat seseorang tertidur duduk disampingnya, Maya belum menyadari sosok yang berada disampingnya, Maya berusaha menarik tangannya yang sedang digenggam Adam, agak sedikit susah payah Maya menarik tangannya membuat adam terjaga, Adam terkejut dan sesaat merasa bingung, namun dia ingat kini sedang berada di kamar perawatan Maya, “Yank……” suara lirih yang dirindukannya terdengar lembut menyapa telinganya, Adam menengok ke arah suara itu, Maya tengah menatapnya, “Yank….” Suara Maya terdengar lagi, ingin rasanya Adam meminta Maya memanggilnya lagi dengan panggilan itu, namun Adam hanya menatap Maya tanpa suara, kedua insan yang saling merindukan itu saling menatap, air mata keduanya mengalir deras dalam tatapan mereka, bibir Adam bergetar hebat, emosinya memuncak saat itu, digenggamnya kembali tangan Maya dan diciuminya tangan itu sambil menangis tersedu-sedu, Maya juga terdengar menangis hebat, dibiarkan pria yang dirindukannya itu memeluk tangannya dengan erat, Maya merasakan tangannya basah oleh air mata Adam, keduanya larut dalam rasa haru yang memuncak akibat kerinduan yang begitu hebat antara satu sama lain…..
****
Bersambung