Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Diary Seorang Istri

Cuss hu. Update lah.

Minta kisah si Anti cantik hu. Gimana tuh nasibnya. Pasti Anti jauh lebih cantik dari Nisa atau Maya 😄😄
 
Diary Seorang Istri
Part 75 - Final (Bagian Pertama)


Sesaat Sebelumnya Ketika Adam Tidur​


“Bu ini skedul Pak Adam selama di Balik papan.” Ujar Rahmah sambil menyerahkan secarik kertas pada Anissa, Rahmah adalah sekretaris Adam yang menggantikan Anissa. Setiap skedul Adam harus mendapat persetujuan Anissa, karena memang Adam yang meminta seperti itu.

Anissa kemudian memeriksa Jadwal Adam cukup padat selama di Balikpapan, Acara peresmian kantor baru masih lusa, besok pagi Adam di jadwalkan akan bertemu dengan para Muspida setempat, lalu siangnya akan memberikan kuliah umum di sebuah universitas di Balikpapan ini, dan malamnya dijadwalkan makan malam dengan anggota Kadin di daerah ini.

Anissa melihat ada skedul yang cukup menarik perhatiannya, setelah peresmian kantor baru, Adam dijadwalkan akan mengunjungi sekolah yang berada di naungan yayasan perusahaan, termasuk sekolah tempat Maya bekerja, “Mbak Rahmah kunjungan ke sekolah-sekolah ini termasuk ke TK mutiara Insan kan?” Tanya Anissa.

“Sebentar..” Rahmah kemudian memeriksa catatan yang dimilikinya, “Sepertinya ya bu, apa ada masalah bu?” Tanya Rahmah.

“Gak ada masalah, bukankah wakil para guru-guru akan menghadiri peresmian perusahaan juga? Apa mbak Rahmah punya catatan nama-nama guru yang akan hadir mewakili?” Jawab Anissa sambil bertanya balik.

Rahmah sedikit merasa heran kenapa istri bosnya ini meminta catatan nama-nama guru, namun keheranannya hanya disimpan di hati, Rahmah kemudian memeriksa kembali kertas-kertas yang berada ditangannya, “Ini bu, nama-namanya.” Rahmah memberikan daftar nama-nama guru yang akan menghadiri upacara peresmian.

Anissa tersenyum melihat ada nama Maya di deretan daftar guru yang akan datang di acara peresmian, “Oh ya bu, ini juga daftar tamu VIP yang akan menghadiri acara peresmian, dan kehadiran mereka sudah dikonfirmasi, silahkan di cek bu.” Rahmah memberikan daftar yang dimaksud pada Anissa.

Anissa menerima dan memeriksa daftar tamu yang akan datang menghadiri, ada jajaran Muspida, ada pengusaha, dan ada juga dari kalangan kampus, Anissa tidak terlalu tertarik dengan nama-nama disana, baginya satu nama penting telah diketahui akan hadir itu sudah cukup.

“Oh ya mbak, ini jadwal pulang ke Surabaya kan satu hari setelah peresmian, saya minta tolong sore setelah peresmian, jadwal bapak di kosongkan ya, tau kan maksudnya, soalnya jadwalnya padat banget, saya pingin jalan-jalan sebelum pulang.” Ujar Anissa.

“Ohh gitu ya bu, ya saya mengerti bu.” Ujar Rahmah.

“Terima kasih ya Mbak Rahmah.” Ucap Anissa.

“Sama-sama bu, kalau gitu saya permisi dulu, salam buat bapak.” Ujar Rahmah.

“Ya mbak, bapak lagi tidur kayaknya capek banget.” Balas Anissa sambil mengantar Rahmah meninggalkan ruang tamu kamar suite yang ditempatinya.



***​

Keesokan harinya, Adam menghadiri beberapa pertemuan sesuai jadwal yang telah disusun, Anissa tak ikut mendampingi Adam, Anissa mengatur pertemuan dengan Maya di sebuah Mal di kota ini, Maya sendiri tak keberatan dengan undangan Anissa itu, ada sesuatu di diri Anissa yang membuat Maya merasa nyaman, sepulang dari TK tempatnya mengajar, Maya kemudian menuju Mal yang dimaksud.

Maya tersenyum saat melihat lambaian tangan Nissa, dia bergegas menghampiri perempuan muda yang terlihat cantik dan modis walau dengan pakaian yang sederhana. “Dah lama Nis.” Tanya Maya.

Anissa menggeleng, “Gak kok Mbak, aku baru aja datang, mbak Maya baru pulang ngajar?” Jawab Anissa.

“Hooh…dih kamu cantik banget sih Nis.” Ucap Maya.

“Ihh apaan sih mbak, malahan Mbak yang cantik banget gitu…hmmm mbak maya gak ingin nanya tentang mas Adam.” Tanya Anissa.

Wajah Maya sedikit berubah, “Aku pingin banget Nis tau kabar mas Adam, tapi aku gak….” Ucap Maya dalam Hati.

“Mas Adam sudah datang Mbak, dia datang kemarin langsung dari Amerika, maksudku setelah mendarat di Jakarta dia langsung terbang ke Balikpapan.” Lanjut Anissa sambil memperhatikan respon dari Maya.

Maya berusaha tak memperlihatkan antusiasnya dengan berita tentang pria yang dirindukannya itu, walau hatinya terus berdesir saat nama Adam disebut.

“Aku sudah bicara soal mbak Maya, maksudku..aku sudah memberitahu mas Adam kalau aku telah menemukan mbak Maya.” Ujar Anissa.

“Hug..hug…” Maya yang tengah minum tersedak mendengar ucapan Anissa itu.

“Maaf Mbak.” Nissa mengambil tissue di meja dan menyerahkan pada perempuan didepannya itu.

“Nis…setelah kita bertemu sore itu, malamnya aku sudah memantapkan hati untuk ikhlas menerimamu sebagai penggantiku Nis, sungguh…aku terlalu banyak berdosa pada mas Adam, kesalahanku padanya teramat besar untuk bisa di maafkan, jujur aja aku gak punya keberanian untuk bertemu mas Adam.” Ujar Maya dengan tatapan sendu.

“Mbak, seperti yang saya ucapkan waktu itu, di rahim saya ini sedang tumbuh seorang janin yang kelak akan lahir sebagai bagian dari Mas Adam dan Mbak Maya, lihatlah saya mbak, saya ikhlas mengandung anak kalian, apa tak ada rasa terima kasih dari mbak Maya? Pengorbanan apalagi yang lebih besar dari ini..” Ucap Anissa dengan nada tegas.

Maya tertegun mendengar ucapan Anissa, baru disadarinya kalau perempuan muda yang sedang duduk didepannya ini telah melakukan effort yang luar biasa untuk menunjukkan rasa cintanya pada Adam.

“Apa Mbak Maya gak ingin mengakui anak ini nanti? Apa anak ini gak berarti bagi mbak? Coba jawab saya, jika mbak Maya merasa anak ini tak ada artinya buat mbak, maka mungkin mbak Maya tak perlu menemui mas Adam, bahkan mungkin ini adalah saat terakhir mbak Maya bertemu saya, dan saya janji tak akan mengizinkan mbak Maya untuk bertemu dengan anak ini sampai kapanpun nanti..apa Mbak maya tak keberatan dengan itu?”

Maya semakin tertegun dengan ucapan tajam perempuan muda ini, sedangkan Nissa merasa dia harus mempush Maya dengan cara seperti ini, “Nis…” ucap Maya lirih.

“Mbak, sudahlah jangan berkata mbak telah bersalah begitu besar terhadap mas adam bla..bla..sudah basi mbak! Kalau mbak merasa bersalah, temui mas Adam, minta maaf padanya langsung, sampai kapan semua ini mbak simpan, lalu apakah ini adil buat kita semua? Mas Adam sama sekali tak pernah menjelekkan mbak Maya sedikitpun, tapi saya tahu betapa sakit hatinya menerima semua, Mbak Maya punya hutang maaf padanya, dan bukankah di Agama kita hutang itu harus diselesaikan?” Anissa terus menekan Maya.

Maya akhirnya tak bisa lagi menahan perasaannya, hatinya meledak keras, Maya menelungkupkan wajahnya di meja, senggukannya mulai terdengar sayup.

“Mbak Maafkan saya kalau ucapan saya membuat mbak Maya tersinggung, namun saya ingin semuanya kita selesaikan tuntas disini, jika memang mbak Maya telah merelakan Mas Adam, maka pisahlah baik-baik, namun …hmmm mungkin mbak Maya tak percaya, saya ingin sekali mbak Maya pulang dengan kita, mari kita besarkan anak ini, janin di kandungan ini adalah anak Mbak Maya, dia butuh kasih sayang ibunya itu pasti…plis ya mbak..” Suara Anissa yang tadi terdengar tegang, mulai agak sedikit melunak.

Maya menegakkan wajahnya, terlihat kedua kelopak matanya sembab dan memerah, ditatapnya perempuan muda dihadapannya ini, Maya menggapai jemari Anissa, diremasnya jemari Anissa dengan erat, “Maafkan aku Nis, ucapan kamu gak salah, aku memang pengecut yang lari dari kesalahan, mungkin ini adalah jalan yang harus aku tempuh, kamu benar, kita harus menyelesaikan semua ini, baiklah aku akan menemui mas Adam, tapi apapun yang terjadi nanti, plis berjanjilah padaku, silaturahmi kita gak akan putus ya..”

Anissa tersenyum dan membalas remasan jemari Maya dengan hangat, “Ya mbak, saya janji..” Kedua wanita cantik itu saling tersenyum, tatapan mereka memancarkan perasaan hati masing-masing.

***

“Penampilan kamu cantik banget malam ini, liat aja para tamu khususnya ibu-ibu pada iri ama kamu hahaha..” Ujar Adam saat di mobil dalam perjalan pulang ke hotel usai acara makan malam dengan Anggota Kadin.

“Mungkin mereka iri bukan karena penampilan aku mas, jangan-jangan mereka iri karena siapa suami aku.” Jawab Anissa.

“Hmm bisa aja kamu.” Ujar Adam sambil menjawil mesra hidung istrinya.

“Ya coba siapa yang gak iri, punya suami tampan, baik hati, direktur lagi hihihi.” Balas Anissa sambil tangannya meremas paha dalam suaminya dengan lembut, mata Anissa menatap suaminya dengan tatapan manja.

Adam sedikit berdebar bertatapan dengan Nissa, gairahnya tiba-tiba muncul, ingin rasanya melumat bibir ranum dan basah istri cantiknya itu, namun dia sadar kalau saat ini mereka sedang di mobil, Adam mendekatkan wajahnya ke telinga Anissa, “Awas kamu ya, nanti harus tanggung akibatnya..” Bisik Adam lirih, Nissa hanya memonyongkan bibirnya sambil tersenyum genit.

Benar saja sesampainya di kamar, baru saja Nissa menutup pintu, Adam tiba-tiba telah berada di dekatnya, Anissa tentu saja terkejut dan berteriak tertahan, Adam merapatkan tubuhnya hingga membuat tubuh Nissa terhimpit antara pintu dan tubuh suaminya, “Duh mas, ngapain sih..upp.” Nissa tak bisa melanjutkan ucapannya karena tiba-tiba bibir indahnya telah di sosor oleh bibir Adam, Anissa hanya pasrah dan mencoba membalas lumatan suaminya, “Mas…aku ganti pakaian dulu bentar..” namun ucapan Anissa sepertinya tak terdengar oleh Adam yang tengah dirasuki gairah.

“Aghhh, mas….” Anissa terengah engah saat Adam melepaskan bibirnya, liur keduanya menjejak di sekitar bibir indah anissa, “horni banget sihhh…hihihi aduhhhhhh..” Nisa berteriak manja saat tiba-tiba Adam membopongnya menuju kamar tidur, Adam meletakkan tubuh Anissa dengan perlahan di atas tempat tidur, Mata Adam terlihat menyala-nyala dengan api gairah, kembali dilumatnya bibir indah Anissa, dan kali ini Anissa dengan penuh gairah pula membalas lumatan suaminya, suara kecipak ludah terdengar membahana di kamar tersebut, puas dengan saling melumat, Adam kemudian berdiri dan membuka kemejanya, Anissa juga bangkit dan berdiri menarik hijabnya, rambut panjang Nissa tergerai indah, Anissa membelakangi Adam dan meminta suaminya membuka resleting gamisnya, dengan perlahan Adam menurunkan resleting gamis Anissa, saat dilihatnya tengkuk mulus bersih istrinya, Adam segera memajukan bibirnya dan mengecup pelan tengkuk dan leher Anissa, daerah itu merupakan daerah sensitif Anissa, tak ayal jilatan dan lumatan Adam di tengkuknya membuat Anissa melenguh.

Kini gamis yang dipakai Anissa telah tanggal, hanya bra dan cd yang masih melekat di tubuh indah perempuan cantik itu, Adam merengkuh tubuh Anissa yang membelakanginya, mulutnya mengecup dan menghisap leher jenjang Nissa, tangan Adam meremas lembut kedua buah payudara Nissa yang semakin membesar seiring kehamilannya.

Napas keduanya semakin memburu akibat adrenalin yang memacu hasrat dan syahwat, Adam mencoba membuka pengait bra yang dikenakan Anissa, tak butuh lama bra tersebut telah lepas, Adam memandangi punggung mulus Anissa dengan penuh gairah dijilatinya pundak Anissa, Lidah Adam terus menyusuri punggung putih dan mulus istrinya, tubuh Anissa terasa harum dan lembut, kulitnya putih mulus tak tercela, Anissa melenguh antara geli dan nikmat saat lidah suaminya begitu liar menjejakkan liur di punggung mulusnya.

Adam membalikkan tubuh Istrinya hingga kini posisi mereka saling berhadapan, Adam kembali melumat bibir indah Anissa, keduanya saling melumat kembali dengan penuh gairah, tangan Adam begitu nakal meremas bongkahan montok pantat Anissa, Adam mendorong Anissa hingga terlentang diatas kasur, Adam menatap Anissa yang tengah menatapnya sambil menggigit bibirnya, pose Anissa seolah sengaja untuk menantang syahwat suaminya.

Adam membuka sabuk celananya lalu dengan cepat membuka celananya hingga hanya menyisakan celana dalam, terlihat batang kemaluan Adam telah menggeliat dan bangun dari tidurnya, Anissa menatap gundukan dibalik celana dalam suaminya dengan penuh hasrat, dengan senyum genit dan tatapan manja Anissa menggerakkan telunjuknya memanggil Adam agar segera mendekat.

Adam segera melompat dan menindih tubuh Anissa, saat menyadari kalau istrinya sedang hamil, Adam melonggarkan pelukannya, mereka kemudian terlibat kembali dalam lumatan yang membara, puas melumat, lidah Adam kemudian menyusuri leher jenjang Anissa hingga kemudian sampailah pada bongkahan payudara montok Anissa, Adam melihat aerolla Anissa mulai melebar dan sedikit gelap karena pengaruh hormon kehamilannya yang semakin membesar.

Adam melumat putting Anissa yang mulai membesar dan runcing, Adam bagaikan bayi besar yang tengah kehausan air susu ibunya, dengan penuh napsu Adam terus menjilati dan menghisap putting susu Anissa, jemari Anissa dengan lembut mengusap rambut suaminya, Lidah Adam terus menyusuri kulit halus lembut Anissa, begitu indah memang lekuk tubuh Anissa, walau saat ini perutnya mulai membuncit, namun tak sedikitpun mengurangi keindahan lekukan tubuhnya, lidah dan bibir Adam semakin jauh melewati perut istrinya itu, kini lidah dan bibirnya mulai menyusuri kaki jenjang Nissa, diangkatnya sebelah kaki Nissa, dihirupnya dengan syahwat yang semakin menggelora, Anissa hanya bisa melenguh merespon setiap rangsangan yang dilakukan suaminya.

Kini saatnya permainan utama, kedua insan berbeda jenis yang sedang dimabuk gairah telah terbakar oleh syahwat, Adam kembali melumat bibir indah Anissa, perempuan muda itu tak mau kalah, diapun membalas lumatan suaminya dengan penuh gairah, Anissa merangkulkan sepasang lengannya di leher Adam, Anissa sedikit terkejut ketika satu-satunya kain yang masih menutup tubuhnya telah tanggal dengan cepat, Dan Anissa menggigit bibirnya seraya memejamkan mata saat kemaluan suaminya mulai mencoba masuk perlahan, sentuhan kepala kemaluan Adam terasa hangat di ujung vaginanya, Anissa menatap sayu pada suaminya, jelas sekali gairah syahwatnya mulai memuncak, ini adalah bentuk penyatuan cinta yang sejati antara suami dan istri, Anissa terlihat begitu menginginkan penyatuan dirinya dengan suami yang sangat dicintainya, tak ada rasa nikmat yang lebih indah bagi pasangan suami istri selain saat-saat intim seperti ini, saatnya cinta menyatu dan melebur dalam gairah yang halal dan di ridhoi sang Kuasa, Anissa menatap suaminya, dan Adam juga menatap istrinya, tubuh keduanya saling menyatu dalam dekapan, Adam mengayunkan kemaluannya memompa lembut vagina istrinya, Anissa terengah-engah dalam kenikmatan, dipeluknya tubuh Adam dengan erat seolah tak ingin kenikmatan yang dirasakannya lepas.

Menit demi menit berlalu, sepasang suami istri yang saling mencintai tengah bergumul saling memberikan nafkah batin masing-masing, lampu kamar yang temaram menemani pergumulan mereka, dan kemudian tibalah saat puncak keduanya tiba, Adam mengeram perlahan dan menghentakkan pantatnya berkali-kali, lepas sudah jutaan benihnya dalam rahim istrinya, Anissa yang juga telah mencapai puncak terengah-engah mengatur napasnya, keduanya saling berpelukan, bibir mereka saling berciuman, “I love You…” Bisik Adam lirih sambil mencium kening istrinya yang cantik, “I love you more….” Balas Anissa sambil tersenyum, diusapnya rambut suaminya yang basah oleh keringat, Anissa merebahkan kepalanya di dada suaminya yang tengah memeluk dirinya erat, keduanya memejamkan mata dalam kepuasan…

***

Bersambung
 
Bimabet
Diary Seorang Istri
Part 75 - Final Bagian Kedua



Semalaman Maya tak bisa tidur, entah karena begitu gugup akan bertemu Adam setelah sekian lama, atau mungkin karena dia merasa ragu untuk datang, ucapan tajam Anissa mengiang terus ditelinganya, fakta bahwa Anissa mengandung anak dari inseminasi dirinya dan suaminya, membuat Maya lemah tak berdaya, kata kata itu bagaikan ancaman bom nuklir yang membuat Maya tak bisa lagi menolak untuk bertemu dengan Adam.

Namun disisi lain Maya juga tak bisa memungkiri kalau tujuan Anissa itu benar, dia harus menyelesaikan urusannya dengan Mas Adam, mereka tak pernah bercerai secara resmi, bahkan sampai sekarang status Maya masih istri Adam yang sah, dan ini saatnya, sekarang adalah saat yang tepat untuk menyelesaikan semua.

Maya mematut dirinya di depan cermin, gamis batik seragam sekolah TK tempatnya bekerja sungguh serasi dipakai oleh Maya, batik berwarna maron dipadu dengan hijab warna peach menambah kesan anggun dan cantik Maya, sungguh tak ada niat Maya untuk kembali memikat Adam, bahkan keputusan apa akan bercerai atau mengabulkan keinginan Nissa untuk kembali berkumpul dengan Adam, sama sekali belum ada di benaknya.

Maya naik ke motornya, motor yang sepanjang keberadaannya disini selalu menemani dalam aktifitasnya, rombongan guru akan berkumpul terlebih dahulu disekolah, lalu dari sana mereka akan naik kendaraan yang telah disediakan panitia peresmian perusahaan, sekitar 10 menit perjalanan dari rumah Maya ke sekolah, terlihat beberapa guru telah datang, Maya tersenyum menyapa rekan rekan kerjanya, setelah memarkirkan motornya ditempat biasa Maya kemudian masuk ke ruangan guru, Bu Dini terlihat sumringah menyambut kedatangan Maya, sejak Bu Dini mengetahui kalau Maya adalah istri dari direktur PT Serayu, sikap Bu Dini pada Maya berubah drastis, keramahannya dirasakan Maya terlalu berlebihan, seolah seperti sedang mencari muka. Dan lucunya Maya bahkan tak tahu kalau Bu Dini telah mengetahui statusnya sebagai istri Adam.

“Duh Bu Maya cantik sekali, gamisnya sungguh serasi banget,” Ucap Bu Dini memuji penampilan Maya, memang apa yang dikatakan Bu Dini adalah kenyataan, Maya sangat menonjol diantara guru-guru perempuan yang sudah hadir.

“Ahh Ibu bisa aja..omong-omong kita berangkat jam berapa bu.” Tanya Maya.

“Segera kita berangkat bu, Bapak dan Ibu sekalian, mohon perhatiannya, silahkan menuju kendaraan yang telah disediakan, sekarang sudah hampir jam 10 pagi, jangan lupa harap kunci kendaraan masing-masing, ayo mari kita berangkat.” Ujar Bu Dini.

Bu Dini menggandeng lengan Maya sambil berjalan menuju kendaraan, tak henti-hentinya Bu Dini memuji penampilan Maya.

***

Maya memasuki ruang aula perusahaan yang sangat luas, terlihat banyak meja-meja berbentuk bundar, diatas meja ada tulisan nama sesuai undangan, posisi para guru ditempatkan di meja tengah, hanya ada sekitar 7 orang guru yang diundang sebagai perwakilan, sambil berbincang dengan rekan-rekannya sesama guru, Maya memperhatikan sekeliling ruangan yang begitu megah, aula serbaguna perusahaan telah disulap begitu mewah bagai ballroom pesta perkawinan, untuk kepentingan acara peresmian sekaligus juga ulang tahun perusahaan.

Adam serta pemilik Serayu Capital sepakat untuk meresmikan perusahaan baru ini tepat di ulang tahun perusahaan sebelumnya, Adam sendiri juga tak terlalu banyak melakukan perombakan di sisi pegawai, hanya beberapa posisi yang vital yang berubah, Adam menempatkan orang-orang kepercayaannya di posisi itu, sampai sejauh ini Maya sama sekali tak tahu kalau Adam adalah Direktur perusahaan Serayu ini.

Maya melihat Bu Dini tengah berbincang dengan seorang perempuan yang terlihat begitu anggun dan cantik, Bu Dini terlihat menengok kemudian tangannya menunjuk pada Maya, dan Maya sedikit terkejut saat mengetahui lawan bicara Bu Dini adalah Anissa.

Anissa tersenyum kearah Maya, lalu bersama Bu Dini, Anissa melangkah mendekati Maya, “Selamat datang Mbak Maya, sungguh senang sekali mbak Maya akhirnya bisa datang.” Ucap Anissa.

“Lho Anissa..kamu…” ucapan Maya terhenti saat seorang perempuan menghampiri Anissa dan membisikkan sesuatu.

“Maaf ya mbak Maya, saya harus mengurus sesuatu dulu…tinggal dulu ya…” Anissa kemudian pergi bersama perempuan itu.

Maya melihat ke arah Bu Dini dengan pandangan bertanya, Bu Dini hanya mengangguk dan tersenyum tanpa bicara sepatah katapun, di panggung sepertinya acara akan segera dimulai, tak lama terlihat pembawa acara telah berada di panggung, Maya mengenal pembawa acara tersebut, dia adalah pelawak idola Maya, komedian itu dikenal dengan kata-kata mutiaranya yag lucu. “Wah pakai Mc terkenal, kayaknya hebat juga nih perusahaan.” Gumam Maya.

Maya mendengar bisik-bisik dari rekan-rekannya sesama guru yang membicarakan pembawa acara, rupanya pembawa acara tersebut adalah pembawa acara idola mereka, Maya tersenyum simpul mendengar sapaan pembawa acara yang terdengar menggelitik, Acara terus berlangsung dengan meriah, beberapa artis terkenal rupanya diundang sebagai pengisi acara, ada artis cantik yang terkenal dengan perannya sebagai istri pak Habibie di Film, ada pula penyanyi pria yang tengah naik daun, penyanyi itu terkenal dengan suara tingginya.

Maya terlihat sumringah saat melihat beberapa bocah kecil yang rupanya adalah anak-anak dari karyawan perusahaan tengah mengisi acara, anak-anak itu terlihat begitu menggemaskan, dan salah satu anak-anak itu adalah josie, Maya dan seluruh tamu undangan tak henti tersenyum melihat tingkah anak-anak yang lucu dalam bernyanyi, senyum Maya tiba-tiba terhenti saat melihat sekilas sosok Anissa masuk dengan seorang pria, posisi duduk Maya yang jauh membuat Maya tak begitu jelas melihat sosok pria yang baru tiba itu. Namun Hati Maya mulai berdegup keras, “Apa jangan-jangan….” Gumamnya dalam hati.

Setelah pengisi acara selesai, pembawa acara kembali ke panggung, dan kali ini sepertinya akan menuju puncak acara, pembawa acara menyebutkan sebuah nama seseorang yang membuat Maya seperti tercekat dan tak mampu bernapas, nama Adam di sebut oleh pembawa acara, terlihat sosok pria atletis berdiri dari duduknya, dan memberi hormat pada tamu VVIP yang hadir, walau sosok itu cukup jauh namun Maya tak akan pernah lupa dengan sosok itu, penglihatan Maya mulai kabur akibat genangan air mata yang menghalangi visualnya, hati maya berdegup kencang, Maya merasa sulit untuk bernapas, tepuk tangan bergema riuh menyambut kedatangan Adam di panggung.

Karena posisinya yang jauh, Maya tak begitu jelas melihat wajah pria yang begitu dirindukannya, namun suara Adam telah masuk ketelinganya dan menghantam telak sisi kerinduannya dan akhirnya meledakkan gemuruh napas yang tercekat dalam relung sukmanya, air mata berguguran dari kelopak matanya yang indah, Maya termangu dalam isak tangis tertahan saat melihat wajah Adam begitu jelas dalam layar raksasa yang ada diruangan itu, kerinduan hebat melebur menjadi butiran bening yang semakin deras membanjiri pipi halusnya, rekan-rekan Maya terlihat begitu antusias mendengar pidato Adam, mereka tak menyadari kalau sosok didekatnya tengah tersengal-sengal dengan isak tangis yang mencoba ditahannya sekuat tenaga.

Maya tak tahan lagi dia segera menghambur menuju Toilet, bergegas Maya masuk ke ruangan yang kosong, dia duduk sambil menundukkan wajahnya, sedu sedan tangisnya terdengar sayup, tiba-tiba Maya merasakan perutnya sangat sakit, seperti ada sesuatu yang memuntir perutnya dengan dahsyat, Maya meringis menahan sakit yang begitu hebat, tangis kerinduannya kini berubah menjadi tangisan rasa sakit yang tak tertahankan, Maya merintih dalam ketakberdayaan, tiba-tiba terdengar ketukan di pintu toilet, suara perempuan terdengar, Maya mengenali suara itu, suara Ratih…

Maya mencoba beranjak berdiri dengan perlahan, rasa sakit diperutnya sungguh luar biasa, Maya tak kuasa berdiri dia hanya mampu merangkak mendekati pintu, dan mencoba menggapai gagang pintu, dengan susah payah dan napas terengah-engah Maya akhirnya dapat membuka pintu, Ratih sungguh terkejut melihat sosok Maya disana, “May…..kok lu ada disini..” Ujar Ratih yang bingung dengan keberadaan Maya.

Maya menggapai tangan Ratih, wajahnya pucat, Ratih bergegas memeluk Maya di pangkuannya, “Rat…antar gue ke rumah sakit ya..plisss..” Ucap Maya lirih dan terbata-bata.

“Lu kenapa May…ya ampunnn darah…May…may….” Ratih histeris saat melihat genangan darah yang mengalir perlahan di bawah duduk Maya.

***

Tepuk tangan bergemuruh saat Adam membuka selubung nama perusahaan baru, terpampang nama Serayu Tambang di layar raksasa, seluruh tamu yang hadir memberikan applaus sambil berdiri, Anissa juga ikut berdiri dan memandang Adam dengan tatapan penuh kekaguman, Adam juga menatap istrinya sambil mengedipkan mata, Anissa tersenyum sambil memberikan jempol, pandangan Nissa kemudian beralih ke belakang ke tempat para rombongan guru, karena banyaknya orang yang berdiri, Anissa tak bisa melihat posisi rombongan guru, Anissa kemudian memperhatikan kalau suaminya tengah menerima ucapan selamat dari beberapa tamu VVIP, Anissa kemudian menyelinap menuju meja rombongan guru, dia ingin menemui Maya.

“Selamat ya Bu..” Bu Dini menjulurkan tangan menjabat tangan Anissa untuk memberikan selamat, Anissa menjabat tangan Bu Dini sambil bercipika cipiki, “Makasih ya Bu..” ujar Anissa, guru-guru lain juga ikut memberikan selamat pada Anissa.

“Lho mbak Maya mana bu?” Tanya Anissa.

Bu Dini celingukan tak menyadari kalau Maya tak berada disana, “Lho…tadi ada disini…ada yang tau kemana mbak Maya?” Tanya Bu Dini pada para guru, sama seperti Bu Dini, para guru juga bingung dan sama sekali tak menyadari kalau Maya tak ada di antara mereka.

Saat mereka celingukan dan mencari keberadaan Maya, seorang perempuan yang rupanya asisten Anissa menghampiri dan membisikkan sesuatu pada Anissa, “Maaf ya bu, saya harus kembali, coba tolong cari mbak Maya ya..” Anissa kemudian berlalu kembali ke mejanya.

“Duh Mbak Maya kemana ya…apa dia sudah pulang? Ibu dan bapak benar gak tahu kapan mbak Maya pergi?” Tanya Bu Dini kebingungan, para guru-guru semuanya menggeleng, Bu Dini kemudian mencoba menghubungi Maya melalui hpnya, namun hanya terdengar suara operator yang memberitahu kalau ponsel Maya tak aktif.

“Seingat saya tadi kayaknya mbak Maya ke toilet bu saat pak Adam tengah berpidato, tapi setelah itu saya gak tahu lagi..” ucap seorang guru.

“Gak ada pak, tadi saya udah cari di toilet gak ada siapa-siapa.” Ujar guru yang lain.

“Duh kemana ya mbak Maya.” Bu Dini benar-benar kebingungan.

“Maaf bu, kok istri Pak Adam kenal ama Bu Maya ya? Kayaknya tadi beliau ingin mencari Bu Maya.” Tanya seorang guru, Bu Dini melihat ke arah rekannya itu, “Mbak Maya mantan istrinya pak Adam..” ujar Bu Dini. Mendengar ucapan Bu Dini itu, para guru tak bisa menyembunyikan keterkejutannya, mereka sungguh surprise dengan kenyataan itu, mereka terlihat saling berbisik satu sama lain.

“Sudah jangan bergosip..” Ucap Bu Dini, tiba-tiba telponnya berbunyi, “Nomor siapa ini.” Bu Dini tak mengenali nomor yang menghubunginya, namun dia tetap menjawab panggilan itu, “Hallo.” Sapa Bu Dini.

“Maaf bu, saya Ratih, orang tua jossie, ini nomor Bu Dini kan?” Ucap Ratih melalui telpon.

“Ya saya Dini, ohh Jessie, ya ada apa bu?” Tanya Bu Dini.

“Saya dapat nomor ibu dari Resty, ini bu, saya lagi di rumah sakit, duh saya bingung ini..” Ucap Ratih terdengar panik.

“Ada apa Bu? Apa ada sesuatu dengan Jessie?” Tanya Bu Dini.

“Bukan bu, bukan Jessie, tapi ini Bu Maya..” Jawab Ratih.

“Apa? Bu Maya? Ada apa Bu?” Bu dini mulai terlihat panik, guru-guru disekitar situ termangu menantikan kabar yang terjadi.

“Ini bu, tadi di toilet saya menemukan Bu Maya merintih kesakitan lalu saya lihat dari selangkangan beliau mengalir darah banyak, lalu saya dan suami secepatnya membawa Ibu Maya ke rumah sakit, tapi duhh,,gimana ya bu, saya bingung….ibu bisa segera kesini kan?” ucap Ratih dengan nada bingung dan panik.

“Bagaimana kondisi Bu Maya bu?” Tanya Bu Dini terbata-bata.

“Kondisi Bu Maya sekarang stabil, tapi aduh,,saya bingung mau ngomongnya…lebih baik ibu segera ke Rumah sakit, saya soalnya gak punya telpon kerabatnya, sebentar bu, saya dipanggil dokter, nanti saya sharelok rumah sakitnya.” Ucap Ratih menyudahi pembicaraannya.

Bu Dini terlihat pucat pasi memegang hpnya, “ada apa bu dengan Bu Maya?” Tanya salah seoarang guru.

“Bu Maya ada dirumah sakit, sebentar..” Bu Dini kemudian bergegas mencari Anissa.

Anissa terlihat sibuk mendampingi Adam menerima ucapan selamat dari beberapa tamu penting, Bu Dini sungguh sungkan untuk mendekati Anissa, saat dilihatnya asisten Anissa berada di dekatnya, Bu Dini segera menghampirinya, pada asisten Anissa Bu dini menyampaikan kalau Maya tengah berada dirumah sakit, dan Bu Dini meminta asisten Anissa untuk memberitahukan kabar tersebut kepada bosnya, Asisten Anissa sungguh terkejut juga mendengar kabar itu, dia tahu siapa Maya yang dibicarakan oleh Bu Dini, Asisten itu bergegas menghampiri Anissa dan membisikkan kabar tersebut, Anissa terlihat terkejut dan memandang Bu Dini, Anissa tak lama terlihat bergegas menuju ke tempat Bu Dini berdiri.

“Ada apa bu? Apa yang terjadi.” Tanya Anissa bingung, wajahnya terlihat cemas.

“Saya juga gak terlalu jelas, namun tadi ada orang tua murid yang mengabarkan kalau Bu Maya pendarahan dan sekarang di rumah sakit.” Ujar Bu Dini.

Anissa terlihat terkejut dan segera menyadari apa yang terjadi, dia ingat dulu Maya pernah mengalami pendarahan juga, “Apa jangan-jangan…” Anissa segera bergegas menuju Adam.

Bu Dini melihat perempuan cantik itu membisikkan sesuatu pada suaminya, dan wajah Adam terlihat terkejut, namun sepertinya bos serayu itu malah bingung dan terdiam, Bu Dini melihat Anissa menarik tangan suaminya untuk meninggalkan tempat tersebut, terlihat Adam sepertinya berbincang sejenak pada tamu-tamu VVIP, lalu mengikuti istrinya setengah berlari.

“Ayo bu kita segera ke rumah sakit.” Ujar Anissa panik, Bu Dini menganggukan kepala memberi hormat pada Adam. “Ayo bu, kita harus cepat..” Ujar Anissa sedikit kesal, “Ya bu…” Bu Dini, Anissa dan Adam bergegas menuju pintu keluar.

***

“Bu Dini..” Ujar Ratih setengah berteriak saat melihat bu Dini celingukan mencari keberadaan Maya. Bu Dini, Anissa dan Adam segera menuju Ratih, Anissa melihat nama ruangan yang berada di belakang Ratih, Kamar Operasi…

Anissa menengok kearah Adam, dilihatnya raut wajah tegang mengelayut di wajahnya, sinar mata pria itu terlihat sedikit redup karena menahan tangis, Anissa melihat dengan jelas betapa khawatirnya Adam dengan kondisi Maya, apalagi saat ini Maya tengah berada didalam kamar Operasi, jangankan Adam, Anissa pun cukup terkejut dengan apa yang terjadi.

“Ada apa ini Bu? Kenapa dengan Bu Maya..?” Tanya Bu Dini dengan nada cemas.

“Duh saya bingung juga ngejelasinnya bu.” Ucap Ratih sambil menggigit kukunya, tak lama terlihat seorang Pria menghampiri mereka, pria itu adalah suami Ratih, melihat bosnya datang, suami ratih segera membungkuk memberi salam, “ada bapak disini? Ada apa ya pak.” Tanya Rohman suami Ratih agak bingung.

Adam menyambut jabatan tangan karyawannya itu, walau Adam tak kenal dengan karyawan tersebut. “Saya suami Maya pak!” Ucap Adam, mendengar kata-kata itu Ratih dan Rohman saling berpandangan, Ratih memang tak kenal dengan suami Maya, sejak lulus kuliah Ratih langsung menikah dan pindah ke Balikpapan, Maya memang mengundangnya saat pesta pernikahan dulu, namun karena kesibukannya dan juga saat itu Ratih tengah hamil tua, maka Ratih tidak bisa menghadiri undangan pernikahan Maya.

Mendengar suaminya memperkenalkan diri sebagai suami Maya, ada sedikit rasa nyeri di relung hati Anissa, dia hanya memejamkan mata menenangkan hatinya, “Ada apa dengan istri saya pak? Tolong ceritakan dengan lengkap.” Suara Adam agak sedikit tercekat, begitu khawatirnya dirinya dengan kondisi Maya.

“Soal itu yang tahu adalah istri saya pak,” ucap Rohman yang memberikan kode pada istrinya untuk bercerita, Ratih mengangguk dan melihat kearah Anissa, walau dirinya bingung dengan apa yang terjadi, namun untuk saat ini Ratih tak ingin bertanya apapun dan menyimpan kebingungannya dalam hati. Ratih bercerita dengan lengkap saat dia menemukan Maya di dalam toilet dengan kondisi memprihatinkan, Ratih juga bercerita kalau saat itu Maya memintanya untuk mengantar secepatnya ke rumah sakit, Ratih sempat bingung saat dokter meminta sebuah surat pernyataan, karena rupanya Maya mengalami pendarahan hebat, dan dokter memutuskan untuk melakukan operasi secepatnya demi menyelamatkan nyawa Maya, dan rupanya Rohman berhasil meyakinkan dokter untuk segera melakukan operasi.

Adam sedikit limbung mendengar kondisi Maya, ”Pendarahan?? Operasi untuk menyelamatkan nyawa?? Ada apa dengan Maya..” Adam agak lunglai dan segera di tangkap oleh Anissa dibantu Rohman.

Adam duduk di kursi ruang tunggu sambil menutup wajahnya, “Sabar ya mas, mbak Maya pasti baik-baik saja, Mas jangan khawatir ya, kita berdoa saja mas..” Anissa memeluk tangan Adam yang terkepal.

Adam hanya diam tak merespon, pikirannya sedang kalut saat ini, semua kebenciannya pada Maya melarut dalam rasa khawatir, dia merasa sangat bersalah pada Maya, fakta bahwa Maya mengalami pendarahan membuatnya terkejut, kenapa Maya pendarahan, apa sebenarnya yang terjadi, apa Maya selama ini menderita, semua pikiran itu berkecamuk dalam benak Adam, air mata Adam mengalir perlahan, Anissa yang mencoba menjaga wibawa Adam di depan anak buahnya segera mengajak Adam untuk menjauh. Anissa terus menggamit dan menenangkan suaminya, dia tahu bagaimana sedihnya Adam saat ini.

Hampir 5 jam, Anissa dan Adam menunggu di depan ruang operasi, Bu Dini serta suami istri Ratih dan Rohman telah pulang, Anissa yang meminta mereka pulang, asisten Adam dan Anissa juga telah tiba di rumah sakit, namun mereka juga diminta menunggu di hotel, Anissa berpesan pada asistennya untuk tak menyebarkan berita ini pada siapapun.

Melihat lamanya proses operasi Maya, membuat Adam bertambah khawatir, dia tahu kalau ini pasti operasi yang besar dan sangat beresiko, namun Adam sama sekali tak tahu penyakit yang diderita Maya hingga membuatnya harus dioperasi selama ini.

Anissa yang sudah menduga kalau operasi Maya berhubungan dengan kehamilan palsunya dulu, memutuskan tak ingin memberitahukan apa yang diketahuinya pada Adam, dia tak ingin membuat Adam menjadi lebih emosional daripada saat ini, bahkan Adam sendiri malah tidak tahu kalau Maya hamil saat itu.

Tepat sekitar 6 jam proses operasi Maya telah selesai, Dua orang pria paruh baya yang rupanya dokter yang melakukan operasi keluar dari ruangan, Adam dan Anissa bergegas menghampiri kedua pria tersebut.

“Bapak siapa?” Tanya Dokter.

“Saya suami Pasien Dok.” Jawab Adam.

“Ohh, Alhamdulillah pasien sudah selesai di operasi, kini dalam kondisi yang stabil pak, nanti penjelasan menyusul ya, kami harus membuat laporan dan berganti pakaian, sebentar lagi pasien akan di bawa keruang perawatan sementara, nanti kita bicara lagi ya..” Ucap dokter sambil tersenyum, Adam mengangguk dan memperhatikan rombongan dokter yang meninggalkan tempat operasi.

Tak lama terlihat para perawat membawa Maya dengan ranjang dorong, tubuh Maya diselimuti kain rumah sakit, di hidungnya terpasang oksigen, sedangkan sebuah selang masuk ke dalam mulutnya, Anissa bergegas menghampiri dan mengikuti perawat, Adam hanya diam terpekur melihat Maya, air matanya kembali menetes deras. Anissa berhenti sejenak menunggu suaminya, “Mas..ayo…” ujar Anissa, Adam menyeka air matanya dan mengikuti langkah para perawat.

***

“Ibu Maya baru saja selesai melakukan operasi pengangkatan rahim, mohon maaf kami terpaksa melakukan ini tanpa persetujuan Bapak selaku suami, karena memang keadaan memaksa, dan bapak sedang tak berada ditempat, kami berjuang melawan waktu saat itu, pendarahan Bu Maya sangat hebat dan itu cukup mengancam nyawanya, jalan satu-satunya adalah operasi pengangkatan rahim.” Dokter Hendra menjelaskan panjang lebar dengan berbagai istilah yang tak dipahami Adam.

“Kenapa bisa terjadi seperti itu dok?” Tanya Adam.

“Apakah bapak tak mengetahui kondisi Bu Maya selama ini?” Dokter Hendra balas bertanya dengan nada heran.

“Kami telah berpisah selama setahun setengah dok.” Jawab Adam merasa bersalah.

“Sepertinya dulu Bu Maya mengalami hamil anggur, namun setelah itu mungkin beliau tak rutin melakukan kontrol, ternyata dari hamil anggur itu muncul sebuah tumor di belakang rahim Bu Maya, tumor itu tumbuh signifikan dan melukai rahim Bu Maya, hal itu yang menimbulkan pendarahan hebat.”

“Tumor? Hamil anggur?” Pertanyaan itu hanya berseliweran di benak Adam, di satu sisi dia merasa bingung dengan kondisi Maya, di sisi lain Adam juga mengutuk dirinya sendiri yang tak tahu menahu kondisi sebenarnya dari Maya.

“Tenang saja pak Adam, kami juga telah berhasil mengangkat tumor tersebut, dan kami telah mengirimkan ke Rumah sakit provinsi untuk dilakukan Biopsi, mudah-mudahan bukan kanker pak, saya khawatir kalau itu kanker, maka ada kemungkinan sudah menyebar ke tempat lain, tapi mungkin saja tidak, kita harus melakukan pemeriksaan lebih lengkap lagi.” Lanjut Dokter Hendra.

“Apakah Maya baik-baik saja dok, maksud saya apakah…dokter pasti paham maksud saya.” Tanya Adam dengan suara parau.

“Ya saya paham ke khawatiran bapak, kita harus tunggu hasil biopsi pak, yang bisa kita lakukan hanyalah berdoa supaya hal terburuk tak terjadi.” Ujar Dokter Hendra mencoba menenangkan Adam.

“Baiklah pak, terima kasih atas penjelasannya.” Adam kemudian berdiri dan mengulurkan tangan pada Dokter Hendra, Adam kemudian keluar ruangan Dokter dengan langkah gontai, Anissa menyambut suaminya, dan segera menggamit lengan suaminya itu, “ada apa mas, dokter bilang apa..?” Tanya Anissa.

Adam duduk didepan ruangan dokter, ditatapnya Anissa dengan pandangan sayu, kesedihan sungguh teramat jelas di guratan wajah Adam, selama menjadi istri Adam, Anissa tak pernah melihat wajah Adam seperti itu. Adam meremas jemari istrinya dan mengulangi ucapan dokter Hendra padanya tadi.

“Ya Allah…” Anissa terpekur sedih mendengar nasib yang dialami Maya, dipeluknya suaminya dengan erat, dan emosi Adam tak sanggup lagi ditahannya, Adam tersedu sedu di pelukan Anissa, perempuan cantik itu ikut menangis sambil menepuk pelan punggung suaminya, “Sabar ya mas, kita berdoa saja semoga semua akan baik-baik saja.”

Beberapa lama Adam menangis di pelukan Anissa, kini Adam mulai bisa menguasai dirinya, di pegangnya wajah Anissa, sorot matanya lembut menatap istrinya itu, “Makasih ya Nis sudah menjadi istri yang baik..”

Anissa mengenggam tangan Adam, “ aku akan selalu ada buat kamu sayang..” ujar Anissa pelan.

“Oh ya, tadi aku udah urus kamar untuk mbak Maya mas, dan Mbak Maya juga sudah dipindahkan, mas temui mbak Maya ya..” Ujar Anissa lembut.

“Kamu ikut ya.” Pinta Adam.

Anissa menggeleng, “Mas saja yang temui Mbak Maya, kalau ada aku nanti mas gak akan leluasa, selain itu aku juga perempuan biasa mas..paham kan, yuk aku antar ke tempat Mbak Maya.” Ujar Nissa.

“Nis..” ucap Adam.

Nissa dengan tatapan manjanya menatap suaminya, tanpa bicara dia hanya mengangguk seolah berkata kalau dia tak masalah dengan semua ini, Nisa menarik tangan Adam, membuat pria ini mau tak mau mengikuti langkah istrinya, Adam sendiri merasa tak nyaman dengan situasi ini, dalam hatinya dia ingin meluapkan semua kerinduannya pada Maya, namun disisi lain dia juga harus menjaga perasaan Nissa.

Tak berapa lama keduanya tiba di kamar perawatan Maya, Nissa membukakan pintu untuk Adam, “Mas temani mbak Maya ya..” Ujar Nissa tersenyum, Adam hanya menatap Nissa, “Gak apa mas, aku paham kok, aku gak marah…beneran..” Lanjut Nissa berusaha meyakinkan Adam, perlahan Nissa melepaskan genggaman tangan Adam, “Mas aku sebaiknya balik dulu ke hotel urus semuanya, pasti para tamu kebingungan dengan kepergian mas Adam tiba-tiba, biar aku yang mengurus semua ya…mas temani dulu mbak Maya, dia butuh kehadiran mas saat ini..” Nissa mengecup punggung tangan suaminya, “aku balik dulu ya mas…assalamualaikum..” Nissa berlalu meninggalkan Adam, air matanya yang sejak tadi ditahannya kini merembes deras membasahi pipinya, tak dihiraukan panggilan suaminya, Nissa berlalu dengan cepat, “Ya Allah kenapa begitu sakit rasanya….” Gumam Nissa sambil melangkah dengan cepat, dia tak ingin menengok kembali, karena dia takut keserakahannya akan membuatnya menjadi perempuan jahat.

Adam masuk kedalam ruang perawatan Maya, Adam melihat sosok wanita yang selama ini dirindukannya terbaring tak berdaya, Maya masih terpengaruh obat bius dan seperti tertidur lelap, Adam mendekati Maya dan duduk disampingnya, digenggamnya tangan Maya, diusapnya lembut kening Maya, air mata Adam merembes kembali melihat penderitaan Maya, semua kebenciannya pada perempuan ini seolah lenyap tak berbekas, kenangan indah yang pernah mereka miliki terputar kembali di benak Adam, Maya yang polos, Maya yang penakut, Maya yang selalu manja membuat Adam senyum-senyum dalam tangisannya, Adam menundukkan wajahnya sambil terus menggenggam tangan Maya, tanpa disadarinya Adam kemudian tertidur di samping Maya.

***

Maya membuka matanya perlahan, sinar lampu yang temaram sedikit menyilaukan matanya, pandangan matanya sedikit kabur, namun perlahan semuanya jelas, Maya kebingungan dengan keberadaan dirinya, dia sedikit menengok dan melihat seseorang tertidur duduk disampingnya, Maya belum menyadari sosok yang berada disampingnya, Maya berusaha menarik tangannya yang sedang digenggam Adam, agak sedikit susah payah Maya menarik tangannya membuat adam terjaga, Adam terkejut dan sesaat merasa bingung, namun dia ingat kini sedang berada di kamar perawatan Maya, “Yank……” suara lirih yang dirindukannya terdengar lembut menyapa telinganya, Adam menengok ke arah suara itu, Maya tengah menatapnya, “Yank….” Suara Maya terdengar lagi, ingin rasanya Adam meminta Maya memanggilnya lagi dengan panggilan itu, namun Adam hanya menatap Maya tanpa suara, kedua insan yang saling merindukan itu saling menatap, air mata keduanya mengalir deras dalam tatapan mereka, bibir Adam bergetar hebat, emosinya memuncak saat itu, digenggamnya kembali tangan Maya dan diciuminya tangan itu sambil menangis tersedu-sedu, Maya juga terdengar menangis hebat, dibiarkan pria yang dirindukannya itu memeluk tangannya dengan erat, Maya merasakan tangannya basah oleh air mata Adam, keduanya larut dalam rasa haru yang memuncak akibat kerinduan yang begitu hebat antara satu sama lain…..

****

Bersambung
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd