Scene 2
Takeru Yamamoto
Ayumi Nakata
Asuka Kirishima
“Asuka?” Tanyaku.
“Ya, ini aku, Takeru.” Kata Asuka.
Nafsu membunuh yang hebat ini, datangnya dari Asuka, tidak salah lagi.
“Asuka, sedang apa kamu disini?” Tanyaku.
“Jawab pertanyaanku.” Kata Asuka.
Uh, ini bukan Asuka yang biasanya. Asuka yang biasanya begitu lembut. Akan tetapi, sekarang ia begitu garang, layaknya seorang pembunuh.
“Asuka... aku...” Kataku.
“Oke, biar kubantu kamu berbicara. Kamu adalah atasan dari anak kecil disampingmu itu. Dengan kata lain, kamu adalah pemimpin besar Hikari. Betul?” Tanya Kirishima-san.
Eh? Mengapa ia bisa menghubungkan antara Ayumi dan Hikari? Keberadaan Hikari itu seharusnya tidak diketahui oleh masyarakat.
“Asuka... Darimana kamu tahu tentang Hikari?” Tanyaku.
Aku melihat Asuka menutup matanya sambil menghela napas.
“Aku datang kesini hendak mencari petunjuk tentang Hikari, untuk membalaskan apa yang sudah kalian lakukan pada tiga orang kepercayaanku.” Kata Asuka.
“Tiga orang kepercayaanmu?” Tanyaku.
“Jirou Nakata, Houzuki Anegawa, dan Sasuke Sarutobi.” Kata Kirishima-san.
Mendengar hal itu, aku langsung kagetnya bukan main. Tiga orang itu adalah...
kurayami no mikami dari Yami. Tiga orang kepercayaan... apakah artinya Asuka adalah...
“Asuka... kamu...” Kataku.
“Ya, Takeru. Aku adalah pemimpin besar dari Yami.” Kata Asuka.
Mendengar hal itu, aku merasa ada sebuah petir yang menyambar dalam pikiranku. Asuka... Asuka yang selama ini merupakan istri yang sangat kucintai, ternyata adalah salah satu orang yang paling berpengaruh dalam dunia bawah. Bukan hanya itu, dia adalah pemimpin besar dari Yami, yang merupakan musuhku.
Aku langsung terbenam dalam ingatan dan kenanganku. Asuka, wanita begitu cantik yang membuatku jatuh cinta hanya dalam beberapa kali pandang saja. Wanita yang sangat baik, anggun, dan juga begitu perhatian. Ternyata, dibalik semua itu, dia adalah orang yang jauh lebih besar dari itu, yaitu pimpinan Yami sendiri. Jadi, apakah ini berarti selama sepuluh tahun lebih aku telah dibohongi.
“Aku paling benci polisi! Mereka hanya mencari-cari kesalahan orang lain saja, tetapi dalamnya sangat penuh dengan politik dan kebobrokan!” Kata-kata Asuka sepuluh tahun lalu terngiang-ngiang dalam pikiranku.
Ya, dulu begitu aku mendengar perkataan itu, hatiku langsung hancur. Waktu itu, aku sudah menjabat sebagai petinggi Hikari. Aku merasa tidak memiliki harapan untuk mendapatkan cintanya. Kata-kata Asuka waktu itu begitu serius dan kuat. Aku sempat merasa patah hati sewaktu itu.
“
Takeru-san, moshi anata ga otoko nara, anata ha nani ga atte mo anata no ai no tame ni ikudeshou. (Takeru-san, jika bapak adalah pria, bapak akan terus berjuang untuk cintamu.)” Kata Kagura.
“
Hai, kanojo ha totemo kirei desu. Watashi ga anata de areba watashi ha sore wo okonaimasu. (Iya, dia itu cantik sekali. Aku akan melakukannya jika aku jadi dirimu.)” Kata Matsuyama.
“
Ai... Do no youna hironritekina mono. (Cinta.... Hal yang sangat tidak logis.)” Kata Ayumi.
Ya, perkataan mereka waktu itulah yang membuatku akhirnya semakin yakin untuk menggapai cinta Asuka. Sampai-sampai akhirnya aku dan mereka bertiga ke Bali untuk belajar Bahasa Indonesia secara intensif. Ya, semua kulakukan untuk Asuka. Akhirnya, Asuka pun menerima cintaku, dan keluarga Asuka begitu hangat menerimaku. Dan akhirnya, aku dan Asuka menikah. Saat itu, aku merasa itu adalah saat paling bahagia dalam hidupku. Dan, sekarang, semua yang kulakukan di masa lalu itu sampai pada titik ini? Titik dimana aku merasa betul-betul dibohongi.
“Aku sangat tidak suka pada orang jahat. Mereka berbuat seenaknya sendiri tanpa mempedulikan kepentingan orang lain. Karena mereka, banyak orang menderita.” Kataku pada waktu itu.
Ah? Aku ingat pernah mengatakan hal seperti itu dihadapan Asuka dan keluarganya. Mungkinkah, itu yang membuat Asuka juga harus berbohong? Asuka terpaksa berbohong juga untuk menjaga perasaanku, sama seperti aku terpaksa berbohong pada Asuka untuk menjaga perasaannya.
“
Kirishima-san, anata ha- (Kirishima-san, anda-)” Tiba-tiba suara Ayumi membuyarkan perasaanku.
Takeru, ini kenyataan. Hadapilah dengan jantan. Baiklah.
“Ayumi.” Kataku.
“Takeru-san?” Jawab Ayumi.
“Jadi, sejak dua bulan lalu, kamu mengetahui identitasnya sebagai pemimpin Yami?” Tanyaku.
Ayumi tampak kebingungan untuk menjawabku. Heh, pertanyaan retorikal yang sebetulnya tidak perlu kuucapkan.
“Takeru, tidak perlu membawa-bawa anak kecil itu dalam masalah ini.” Kata Asuka.
Iya, betul. Ayumi tidak perlu diseret kedalam permasalahanku dengan Asuka. Heh, aku senang, Asuka. Ternyata kedewasaanmu tetap ada walaupun kamu adalah seorang pemimpin besar Yami.
“Ah. Begitu ya? Daritadi, aku berharap bahwa ini hanya mimpi buruk belaka. Tapi, memang sepertinya bukan ya.” Kataku.
“Ya, begitu juga diriku, Takeru. Hadapilah, ini kenyataan... kenyataan yang sangat pahit bagiku.” Kata Asuka.
Ya, tentunya kenyataan yang pahit juga bagiku. Aku tidak pernah sekalipun membayangkan istriku sendiri adalah seorang pemimpin Yami atau Kage. Akan tetapi, inilah kenyataan yang sebenarnya.
“Asuka...” Kataku.
“Sudah cukup, Takeru. Tutup mulutmu mulai dari sekarang, aku pun juga akan melakukan hal yang sama. Mulai sekarang, biarlah mata pedang senjata kita yang berbicara.” Kata Asuka sambil menyiapkan naginata miliknya.
Oke, jadi kamu akhirnya mengambil keputusan yang sangat sulit... atau tidak... ya Asuka?
“Baiklah. Aku setuju.” Kataku sambil juga menyiapkan senjata kesayanganku, yaitu dua pedang berukuran sedang milikku.
“Takeru-san... Kirishima-san... Tunggu, ini bisa dibicarakan dulu.” Kata Ayumi.
“Ah, jadi kamu bisa berbicara Bahasa Indonesia ya, anak kecil? Tidak heran, pasti Takeru yang mengajarkanmu. Terima kasih, anak kecil. Tapi jangan ikut campur dalam ini. Ini adalah urusanku dengan atasanmu.” Kata Asuka.
“Benar apa yang dia katakan, Ayumi. Minggirlah dari situ. Ini urusanku dengannya.” Kataku.
“Takeru-san, Kirishima-san. Haruskah berakhir seperti ini?” Tanya Ayumi.
“Aku tidak bicara dua kali, anak kecil.” Kata Kirishima-san.
“Minggirlah, Ayumi... selama kamu masih ingin hidup.” Kataku.
Maaf, Ayumi, tetapi kupikir kamu tidak mengerti apa yang sedang kuhadapi ini. Kalau harus membunuhnya, biarlah aku yang melakukannya. Aku yang memulai semua ini, aku juga yang akan mengakhirinya. Ayumi pun segera minggir dari hadapanku. Sementara, aku memusatkan pikiranku akan pertarungan yang akan datang ini.
Baiklah, inilah saatnya aku maju! Aku pun berlari dengan cepat kearah Asuka. Ternyata, Asuka pun melakukan hal yang sama, yaitu mulai berlari kearahku. Kami maju pada saat yang bersamaan. Aku melancarkan sabetan pedang dengan tangan kananku. Asuka pun melakukan hal yang sama dengan naginata-nya. TRAAANGG... Ukh, luar biasa, Asuka. Tebasan yang begitu hebat dan kuat. Walaupun kamu adalah musuhku, tapi kemampuanmu harus kuakui.
Kami sama-sama terjebak dalam adu kekuatan. Sepertinya, tenaga kami sama kuatnya. Akan tetapi, kemudian Asuka melonggarkan kekuatan pedangnya, sehingga aku kehilangan keseimbangan. Aku melihat Asuka hendak melancarkan tendangan ke dadaku. Aku tidak bisa menghindarinya. Baiklah, kumanfaatkan saja. Aku menerima tendangan kaki kirinya ke dadaku. Ukh, tendangan yang begitu kuat, lebih kuat dari tendangan milik Kagura. Akan tetapi, maaf Asuka, ini tidak cukup untuk menjatuhkanku. Aku segera menghempaskan badanku kebelakang dengan memanfaatkan tendangannya, sehingga mengurangi gaya yang disebabkan oleh tendangannya. Kemudian, aku memutar tubuhku, dan kemudian melancarkan tebasan pedang kearahnya. Asuka pun melompat kebelakng untuk menghindarinya. Hebat, sense bertarungnya sangat tajam. Tebasan pedangku hanya menggores lengannya.
Kemudian, aku kembali maju dan melancarkan beberapa serangan kepada Asuka. Asuka pun menahan semua seranganku dan juga balik menyerang. Kami terlibat adu tebas senjata yang sangat intens. Aku harus fokus pada pertarungan ini. Sedikit saja lengah, berarti mati. Lawanku adalah pemimpin besar Yami, aku tidak boleh lengah sama sekali. Dari tadi, pedangku ini hanya beradu dengan mata pedang naginata miliknya. Begitu juga dengan dirinya. Kami belum berhasil mendaratkan serangan yang berarti.
Ini gawat, jika semakin lama diteruskan, akan banyak orang datang kesini. Kalau begini, bisa-bisa keberadaan Hikari dan Yami terekspos. Cih, tampaknya harus segera kuakhiri dengan serangan cepat andalan milikku. Serangan ini memakan banyak tenaga, karena memusatkan tenaga ki di salah satu tanganku, dan kemudian membuat semacam ledakan tenaga ki sehingga membuat syaraf-syaraf di tanganku bergerak sendiri akibat ledakan tenaga ki itu, sehingga menghasilkan suatu gerakan yang sangat cepat. Pengalaman-pengalamanku, tidak ada yang berhasil selamat dari serangan ini. Kurasa, harusnya Asuka pun tidak bisa menahannya.
Aku segera melompat kebelakang untuk menjaga jarak dengannya. Baiklah, pertama, pusatkan seluruh tenaga ki milikku di lengan kananku. Kemudian, aku langsung maju dengan cepat. Hmmm, Asuka tetap diam di tempatnya, sepertinya ia hendak melakukan serangan balasan. Kita lihat, Asuka, apakah kamu bisa menahan seranganku ini? Saat Asuka sudah berada dalam jangkauan seranganku, aku segera melancarkan aksiku. Aku segera melancarkan serangan cepatku. Ya, harusnya kena!
“Takeru, aku cinta kamu.” Kata-kata Asuka terbayang dalam pikiranku.
“Oiii... Takeruuu....” Kata-kata Asuka kembali terbayang dalam pikiranku.
Aku pun menatap matanya.
“Takeru. Jaga dirimu.” Kata-kata Asuka kembali lagi terbayang dalam pikiranku.
Siallll! Aku segera menghentikan serangan cepatku itu. Ah, syukurlah tepat waktu. Aku bisa menghentikan serangan cepatku sebelum pedangku membelah perut Asuka. Sial, aku tetap tidak bisa membunuhnya, dia adalah istri yang sangat kucintai. Aku tidak tega melukainya. Siall!!! Haah, sudahlah. Aku tidak menyesal melakukan ini. Ya, bunuhlah aku, Asuka. Aku tidak keberatan jika kamu yang melakukannya. Aku merasakan naginata Asuka yang meluncur begitu cepat ke leherku. Akan tetapi, tebasan yang begitu cepat itu pun berhenti. Aku merasakan mata pedang naginata milik Asuka begitu dekat dengan leherku.
“Kenapa berhenti?” Suara Asuka.
“Tahukah kamu? Aku sudah memutuskan untuk menumpas Yami, apapun yang terjadi. Aku sudah memutuskan untuk membunuh pemimpin besar Yami ketika aku pernah berhadapan dengannya. Dan aku masih berpendapat demikian sampai sekaarang.” Kataku.
“Lalu?” Tanya Asuka.
“Lain halnya, istriku. Mana mungkin aku bisa membunuhmu. Aku cinta padamu, sampai-sampai aku tidak tega membunuhmu.” Kataku.
“Bodoh.” Kata Asuka.
Kemudian, aku merasakan Asuka mengangkat naginata-nya ke udara, kemudian melancarkan tebasan kembali ke leherku. Ya, bodoh. Itulah diriku. Aku memang bodoh. Sudah jelas istriku sendiri ini adalah musuhku, tetapi aku tidak bisa membunuhnya karena aku begitu mencintainya. Ya, tidak-apa-apa. Biarlah kamu yang membunuhku, Asuka. Aku ikhlas kalau harus mati di tanganmu.
Aku tidak merasakan apapun, hanya merasa lega yang begitu luar biasa. Asuka memang hebat, dia berhasil membunuhku tanpa membuatku merasa sakit. Sekarang dimanakah aku? Apakah aku sudah di Surga? Atau Neraka? Aku perlahan-lahan membuka mataku. Eh? Asuka masih berdiri didepanku. Ada apa ini?
“Dan disinilah aku berpikir bahwa aku akan membunuh siapapun yang berani melukai anak-anak kesayanganku. Tapi, ternyata aku begini lemah. Aku pun tidak sanggup membunuhmu. Sialan! Rasa cinta ini menghalangi tubuhku!” Kata Asuka.
Ah, Asuka... Kemudian, aku melihat Asuka membanting naginatanya ke tanah. Aku pun juga meletakkan senjataku di tanah. Seperti inikah pertarungan kami harus berakhir? Tidak ada satupun yang berhasil membunuh satu sama lain. Cinta. Memang hal yang aneh. Selalu saja menghalangi akal sehat.
“Takeru-san.” Suara Ayumi kembali membuyarkan lamunanku.
Aku melihat Ayumi sudah basah kuyup. Aku tidak menyangka ternyata selama aku hanyut dalam lamunanku, hujan turun begitu derasnya.
“Kagura dan Matsuyama... Dokter bilang bahwa mereka telah melewati masa kritis mereka.” Kata Ayumi.
Oh, begitu ya? Syukurlah. Akan tetapi, entah kenapa berita ini tidak membuatku senang. Fakta bahwa Asuka adalah seorang pemimpin besar dari Yami betul-betul membuat hatiku hancur berkeping-keping. Dengan susah payah, aku pun berusaha berdiri.
“Asuka.” Kataku.
“
Daijoubu. Iku yo, Takeru. (Aku tidak apa-apa. Pergilah, Takeru.)” Kata Asuka masih dalam kondisi memunggungiku.
Asuka... Sebetulnya, aku tidak ingin meninggalkannya sendirian. Akan tetapi, entah kenapa aku berpikir bahwa keberadaanku disini hanyalah membuatnya lebih sakit, karena aku pun mengalami demikian. Maka, aku mengelus pundaknya, kemudian pergi meninggalkan tempat itu.
“Ayumi, maaf...” Aku belum selesai bicara.
“Tidak apa-apa, Takeru-san. Biar aku yang menyetir.” Kata Ayumi.
Kemudian, kami sama-sama menuju rumah sakit untuk melihat kondisi Kagura dan Matsuyama. Hujan turun dengan begitu derasnya.
Kami sampai di rumah sakit dalam waktu beberapa belas menit saja. Kemudian, aku dan Ayumi langsung menuju kamar tempat Kagura dan Matsuyama dirawat. Sesampainya di ruang perawatan intensif itu, kami bertemu dengan dokter yang merawat mereka.
“
Karera no joutai ha antei shi hajimeta. (Kondisi mereka sudah mulai stabil.)” Kata dokter.
“
Hai. Arigatou. (Baik. Terima kasih.)” Kataku.
BERSAMBUNG KE EPISODE-6