Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.
Status
Please reply by conversation.
Sajian yg wow....
Dara jd agen??

Gila....
Keren abis bro....
Love it so much...

Hehe. Makasih udh terus pantengin ya suhu.

wiuuuuuuuh gile mantap huuuu.. penggemar berat dah
Cerita keren nih
Maksih updatenya suhu:beer:
Mulai paham jalan ceritanya ni...:D

Thank you , thank you.... Ditunggu besok malam ya...
Silahkan jika ada saran dan komentar. Nubie terima dengan dada sally, eh ..lapang dada. :beer::Peace:
 
masih mencari dan mencari


Terima kasih untuk updatenya suhu dan ditunggu kelanjutannya suhu

Nyari apaan Om? Sendal yang dititipin dimari hilang yak?:D :Peace:
wah agen doni mokad donk... ketembak dikepala...trus si selly yg lg tertidur tampa pakaian... bakal di apa2in...

ditunggu kelanjutannya suhu
Sallyyyyyyyyyyy ... Ikutan ngapa2in Sally dong. Ajak2 oi :bata:
semngat ya hu.. ceritanya amat bagus kok hehe.. nanti juga pda dateng
Terimakasih suhu. Reader seperti anda yang membuat saya semangat tetap lanjutin. Walaupun jumlah view nih thread n komeng nya kayak langit bumi , euy.:aduh: Buakakakakakak
 
Chapter 5
Hollows in my Heart

Pov 3rd
(Disebuah kamar hotel di negara tetangga.)

Di setiap momen dalam kehidupan, terkadang takdir selalu mempermainkan nasib manusia bagaikan bidak catur. Sering kali sebuah sebuah kebahagiaan tak terduga muncul dari balik kesedihan. Begitu juga, kesedihan berat menampar telak saat kebahagiaan memuncak membuat si pengemban takdir yang sedang terbang dengan hati yang berbunga, terjatuh keras menghantam bumi dengan sekujur perih yang menyayat.

Begitu pula takdir pria itu, saat sepersekian detik muncul rasa takut pada dirinya. Takut kebahagiaan yang baru saja di alaminya pergi seenaknya saja untuk menjatuhkan kembali dirinya menghempas bumi dalam keterpurukan.

' Apakah ini akhir bagiku?
Sial!!!! Tidak, aku sungguh tak mau. Aku tak akan berakhir disini. Tidak. Tidak disaat aku akhirnya bertemu kembali dengannya ' pikirnya dalam hati.

Waktu seakan membeku, ketika jemari telunjuk laki2 itu bergerak dengan sangat pelan, menekan pelatuk pistol yang tekah mengarah kepada Pria bernama Doni.

Dengan semua kegesitan dan reflek yang terlatih sekian tahun lamanya, Doni melakukan segala sesuatu , wujud semangat hidupnya yang tak mau meninggalkan seorang gadis yang akhirnya ditemuinya setelah sekian lama, serta Insting, yang dimiliki semua makhluk hidup saat keselamatannya terancam, terakumulasi dengan adrenalin yang terpacu dan kecepatan tangannya, walau Ia sadar Ia terlambat, namun Ia akan melakukan apapun untuk menyelamatkan dirinya. Yah, insting memang luar biasa dan tak mampu dijelaskan secara alamiah kan?

Secepat mungkin Doni mengulurkan tangan kirinya, mencoba meraih pistol, atau hanya sekedar menutup jalur tembakan dengan telapak tangan kirinya , sambil sedikit menggerakkan lehernya ke kanan.

Namun, sebelum tangan Doni meraihnya, Peluru itu terpental keluar dari pistol.

Pffftttt.....
Thesssssssss....

Panassss. Perih. Terasa sekali semua itu olehnya. Sadar nyawa nya di ujung tanduk, sepersekian detik jika saja Doni tidak memiringkan kepala nya, maka beberapa centi lagi peluru tersebut pasti tadi seharusnya mengenai kepala nya, minimal matanya. Takdir berkata lain seolah memberi kesempatan pada Doni. Saat peluru itu tidak menembus kepala nya, melainkan menyerempet kulit disamping mata, di atas telinganya.

Dengan gerakan cepat, doni menggenggam pergelangan tangan kanan laki2 yang memegang pistol dan memelintirnya, tangan kanan doni menyambar pistol, menekan tombol penahan kotak amunisi dengan jempolnya sehingga kotak itu terjatuh , dan keempat jari lain menggenggam sisi atas pistol meremas dan melepaskan nya dengan menariknya kedepan sehingga bagian mekanisme pistol itu tercerai berai menyisakan tabung di dalamnya dan pegangannya saja. Pitingan tangan kiri Doni yang membuat pergelangan laki2 itu melemah, membuat doni meraih pistol tadi dan menggunakannya untuk menghantam laki2 itu. Namun laki2 itu meresponnya dan menahan tangan Doni, bersamaan dengan sebuah sepakan kaki kiri menghantam rusuk Doni. Sakit dan sesak yang di rasakannya. Namun serangan itu belum berakhir dengan laki2 itu melakukan gerakan kaki kirinya menaiki lutut kanan doni yang tertekuk dan dengan lutut kanan laki2 itu ingin menghantam ulu hati doni, namun Doni sempat menahan dengan tangannya walaupun tak mampu menghentikan momentum tendangan sikut itu dan terdorong kebelakang.

'MuayThai' pikirnya.
Darah mengucur deras dari kepala nya, membasahi telinga dan lehernya. Laki2 tadi kembali menerjang maju dengan cepat. Doni yang masih belum sepenuhnya siap , mendapatkan sepakan keras pada kaki kirinya, kemudian laki2 tadi melompat menggerakkan sikunya hendak menghantam kepala Doni dengan siku. Kaki kiri Doni masih kebas, sehingga sulit Ia gerakkan. Tak mungkin baginya mundur dengan kaki seperti ini. Belum lagi kepala nya masih pusing akibat peluru yang merembes tadi. Doni memutuskan melawan. Memberi serangan telak, karena Ia tak mungkin bisa mundur lagi. Dengan kaki kanan nya yang bisa bergerak, Doni menyepak keras mengarahkan ke rahang bawah laki2 itu.

Drak.

Doni lebih cepat sepersekian detik mengenai rahang nya, namun sikutan itu tetap singgah di pelipisnya, meski tenaga nya berkurang, mengakibatkan Doni roboh. Kepalanya berdenyut. Darah yang mengucur semakin deras saja. Mata nya telah berkunang. Di sudut mata , nampak pria itu juga terjengkang namun masih dapat berusaha bangkit dengan tertatih. Sedangkan Doni tak ada tenaga lagi. Sekujur tubuhnya dingin. Laki2 tadi kini telah berada di belakangnya, mengalungkan tangannya, mengunci leher Doni. Sesak, Doni mulai tak mampu bernafas. Darah yang mengalir banyak dan hantaman sikut tadi masih sangat terasa sehingga Ia tak mampu melakukan perlawanan pada kuncian leher itu.

Kembali Ia mengutuk diri saat itu, apa hari ini memang hari terakhirnya. Mulai jatuh dalam keputus asaan, ketika semakin sulit Doni bernafas akibat kuncian itu semakin keras dan laki2 itu mulai mengambik ancang2 untuk mematahkan lehernya.

Dorrrr

Kuncian itu mengendur. Laki2 tadi roboh kebelakang. Mata nya terbelalak. Darah menyembur dari samping kepala nya yang bolong tertembus peluru.
Sesosok tubuh berlari mendekati Doni dan memeluknya. Terdengar tangisan dari sosok itu. Kemudian tubuhnya di papah ke atas kasur. Sosok tadi melilitkan sesuatu di kepalanya, sebelum kemudian kembali memeluknya dengan tangis. Tak hayal, Doni langsung membalas pelukan itu dan mengucapkan terimakasih, mengecup bibirnya, dan memeluknya kembali.

***


Pov Nathan
"Mas, sudah sadar? "

Suara itu menegurku dan mengelus kening dan rambutku. Aku yang sebenarnya sudah terjaga, namun masih malas untuk bangkit, berpura-tak sadarkan diri ketika Ia datang.

"Ih masak jadi cowo letoy sih, kena tendang cewe malah pingsan" ucapnya meledekku.

"Bangun dong, April bisa tau loh kalau orang pura2 tidur. Iya , tidur, bukan pingsan. Telinga mas udah ga kenapa2 kok, tadi udah April tolong. Hehe, dulu waktu sma ikut ekskul PMR, jadi tau lah pertolongan pertama kayak mana."

"Mas udah sadar dari tadi kan? Sekarang bangun dong. "

Ia terus menggoncang2 tubuhku memaksa ku bangun. Entah kenapa aku tidak merasa risih. Aku yang selama ini selalu menjadi sosok penyendiri yang tak terbuka, merasa tak terganggu olehnya. Bahkan ada niat untuk membuatnya kesal dengan tetap berpura-pura tidur.

"Ihhh, bangun dong. Kan tadi udah April tolongin, sekarang gantian, mas harus balas budi. Bangun gak, kalau gak nanti April cubit ya" ancamnya sambil masih merusuhi ku yang memejamkan mata.

"Ih bener2 dah nih cowo. "

Kemudian sebuah cubitan mampir di pinggangku dan .... Uhhh nyeri.

"Galak banget sih jadi cewe" kata ku setelah membuka mata dan menatapnya, dan tangan kananku mengelus pinggang yang tadi dicubitnya dengan keras.

"Abis, siapa suruh pura2 tidur. Kan tadi udah April tolongin, noh, luka nya udah april obatin, sekarang mesti balas budi ya"

"Apaan? Ga ikhlas nolongin?"

"Idih, situ aja yang letoy, di tendang cewe malah pingsan" balasnya

Memang sih, tendangan tadi keras banget. Juhur, aku ga nyangka sekeras itu. Mungkin karena faktor sol dari sepatu nya yang keras juga, tapi tetap saja aku ga nyangka bakal pingsan seperti itu. Mungkin juga karena faktor aku yang kurang siaga saat itu dan entah faktor lain yang aku tak nengerti sehingga aku bisa selengah itu.

"Jadi, balas budi pake apaan? "

"Temanin pulang ya, dah malem. Tadi siang motor mogok, jadi di tinggalin di bengkel. Trus nyambung naik angkot ke sini. Ga berani telat kerja takut kena marah. Temanin pulang ya"
Mohonnya dengan tatapan yang manja. Matanya lebih seperti memelas, sekilas membesar, seperti kucing yang memohon dengan lucu. Imut banget.

"Ga bisa" kataku.

"Ih kok gitu sih" kata nya, wajah imut tadi pun sekilas berubah menjadi cemberut.

"Gabisa nolak kalau ntu muka melas banget kayak gitu"

Seketika Ia tersenyum. Matanya berbinar. Tepat seperti anak kecil yang kegirangan. Ah, ekspresi itu, entah kenapa sangat kukenal, dan sangat mirip dengannya. Dia mirip sekali dengannya. Sungguh sangat. Hanya saja, satu hal yang membuat ku yakin mereka adalah orang berbeda adalah tahi lalat kecil di leher kirinya.

Ia meraih tanganku, sedangkan aku hanya mengikutinya. Aku baru sadar Ia telah mengganti pakaiannya. Kini April memakai pakaian yang lebih santai karena shift kerjanya telah selesai. Dengan sebuah kaos oblonk berwarna abu-abu dan celana panjang jeans ketat belel berwarna biru dan Sneaker V*ans. Ia tampak modis sekali.

Sesampai nya di parkiran, ia masih saja menarik ku. Kutekan tombol lock di SUV hitam kesayanganku ini, dan tanpa di persilahkan Ia langsung masuk dan duduk di kursi penumpang. Gilak, ni cewe agresif banget ya. Aku pun hanya menggelengkan kepala dan masuk ke mobil dan menyalakan mesin serta pendingin udara. Sebelum menjalankan mobil, aku terdiam dan berfikir sebentar. Bagaimana bisa ni cewe tau mobilku. Apa Ia telah memperhatikanku sejak sebelum aku memasuki Cafe?

"Kenapa mas?" Tanya nya
"Kamu... Tau dari mana mobil ku yang ini?"
"Ehhh... Ituu...kunci mobil mas. Tadi waktu pingsan, mas kan lagi pegang kunci mobil. Trus aku yang pindahin masuk ke dalam saku pas mas tidur. Dari situ aku ya nebak aja mobil nya yang mana"

Aku hanya mangut2 dan tak menjawabnya. Kemudian menjalankan mobil setelah menanyakan arah rumahnya.

"Sudah makan malam?"

Tanyaku memecah keheningan karena sejak tadi Ia tiba2 berubah menjadi gadis yang pendiam. Padahal di cafe tadi ni anak malah ga berhenti nyerocos.

"Belum.. hehe. "

"Mau makan dulu? Kebetulan aku juga laper"
"Mmmm... Terserah aja deh. April juga gak buru2 pulang. Tapi ga ikutan ya. ga laper"

Kriuukk

Hahaha ni anak kenapa sih. Belum 2 detik ngaku ga lapar perutnya malah bunyi. Dia pun langsung memalingkan wajahnya menghadap ke kiri nampun nampak olehku ia menahan malu.

"Kalau mau ketawa ya ketawa aja" ujarnya ketus

"Situ diet ya? Gamau makan malam. Badan udah sekurus itu juga"

Dia tak menjawabnya dan hanya nyengir cengengesan. Kuberhentikan mobil saat ia menunjuk salah satu tempat untuk makan. Bukan tempat mahal, melainkan hanya warung makan di tepi jalan.

"Eh beneran berhenti. Kirain mas nya gamau makan di tempat kayak gini. "

Aku hanya tersenyum saja mendengarnya. Menampik anggapanku dan mencoret kekhawatiran bahwa dia hanya bersikap agresif karena aku cowo yang bermobil. Ternyata , dia bukannya mengajak ke restoran mahal, melainkan ke warung pinggiran. Bahkan kalau diingat lagi, Dia malah memberikan sebungkus rokok kepadaku.

"Bakso yah pak, pedes. Sama teh es nya" katanya kepada bapak yang jualan disitu saat kami sudah duduk di meja makan.

"Saya mi ayam saja pak. Sama kopi susu nya satu"

Saat pesanan datang, Ia bahkan makan lebih lahap dari ku. Aku hanya geleng2 melihatnya. Hingga ketika makanannya habis dan ia telah menenggak es teh akibat kepedesan dan memesan satu lagi. Buset. Ga kembung tuh perut.

Sekilas kulihat Ia sedikit gelisah. Dan semakin gelisah sambil memalingkan pandangannya ke kanan dan kiri, ketika saat itu aku telah selesai makan dan membakar rokok, menikmati setiap nikotin yang terhisap memasuki sistem tubuhku.

"Kenapa Pril?"
"Eh, ga mas" jawabnya dengan gugup.

Kuperhatikan , sesekali ia melirik ke meja. Aku pun tersenyum kecil dan berniat mengerjainya. Kutarik dalam2 hisapan rokok kemudian ku hembuskan asap itu ke arahnya.

"Ihhh rese banget sih. "

"Hahaha abis jadi cewe kok jaim banget"

"Maksudnya?"

"Gini, Aku bisa lihat kamu ga nyaman karena aku ngerokok, dan kesimpulannya hanya ada 2. Situ anti asap rokok, atau malah situ perokok berat. Dan dari sikap yang ditunjukkan sejak tadi, kamu gelisah gitu sejak sudah makan, bukan sejak aku mulai merokok, jadi kesimpulannya, kamu yang no.2. nih ambil aja kali rokoknya. Lagian kan kamu yang beli" Kata ku panjang lebar dan menyodorkan rokok tadi ke arahnya.

Ia hanya tertunduk, sepertinya malu. Entah karena gagal mencoba jaim didepanku, atau karena tertebak dengan mudah sikap nya sejak tadi olehku.

"Ehm, aku tu laper sebenernya mas, dan memang mau makan. Tapi aku ga bisa gak ngerokok kalau sudah selesai makan, makanya tadi nolak bilang gamau makan. Dulu waktu sma aku badung banget, sekarang kalau ngerokok masih sih, tapi ya ga separah dulu. Hehe gagal deh jaim depan mas"

"Haha, biasa aja kali. Nih"

Ketika mengambil dan membakar rokok itu dan menariknya dalam2, tampak Ia semakin tenang, dan aku pun menanyakannya sesuatu karena melihat ia mulai rileks.

"Emang beneran ga pernah pacaran? Ga seagresif ini sama cowo? Tadi ngaku badung"

"Ga mas, beneran. Masih ting-ting ini. Ga pernah pacaran. Ga pernah se agresif ini sama cowo. Aku juga ga ngerti kok bisa ampe kayak gini. Malu juga sebenernya. Kenapa sih kok nanyain itu mulu? Ga percaya? Mau buktinya? Cek aja sendiri.. eh"

Aku menatap nya kaget dan tertawa terbahak-bahak.

"Ih mas rese banget. Abis nanyain itu mulu dari tadi. Dibilang aku juga ga ngerti, entah kenapa dari sejak tadi sore nyaman aja didekat mas. Kayak kita sudah kenal sejak lama. "

"Sama" jawabku singkat.

Kembali aku hanya terdiam. Ia pun menatapku dalam-dalam.

"Ingat dia lagi ya mas? "

"Ia" jawabku sambil mencoba tersenyum.

"Mau cerita?"

Aku menghela nafas dalam. Memejamkan mata sebentar dan memulai cerita.

"Kak, jangan tinggalin putri." Ratap seorang gadis kecil menggenggam tanganku sambil matanya mulai menangis.

"Putri, kamu gak boleh gitu sayang, kak Nathan kan pergi sebentar, nanti kak nathan pasti sering main2 kesini. " Ucap seorang wanita paruh baya yang sedang merangkul bahu putri.

"Dek, adek harus kuat ya, ga boleh cengeng kalau kakak gak ada" kataku kepada gadis yang matanya sudah mulai berair.

"Kak, sejak putri kecil , putri cuma nyamannya sama kakak. Kalau gak ada kakak , putri sama siapa? " Ucap gadis itu. Isakan tangis nya mulai terdengar.

Sepasang orang di belakang ku pun mendekat dan jongkok mendekat ke arah putri. Dek putri, jangan nangis ya, kami bawa kak Nathan nya dulu. Kalau nanti kak nathan mau main ke sini, kami pasti bolehin kok. " Kata wanita itu.

Aku mengangkat tanganku dan mengusap pipi gadis itu yang telah menangis.

"Dek, kak Nathan janji bakal sering main ke sini. 3 hari lagi kak nathan main kesini lagi deh. Kak nathan cuma pergi sebentar. Iya kan....ma?" Tanyaku ke wanita di sampingku yang beberapa saat lalu kuketahui adalah Mama ku. Yang tentu saja masih ada rasa sungkan memanggilnya mama.

Ku alihkan kembali pandangan ku ke Putri. Ia masih menangis.

"Dek, jangan cengeng terus ya, kakak pergi sebentar. Akhirnya kakak menemukan keluarga kakak, kakak mau menyapa mereka semua, sebelum main kesini lagi. Kakak janji 3 hari lagi kakak bakal kesini nemuin putri"

"Kak janji ya? "

"Iya janji. Kamu ga boleh cengeng ya. Dan jangan lupa makan. Terus kamu harus tetap datang masuk sekolah TK. Bentar lagi masuk SD, kalau kamu makin pintar nanti kakak makin sering datang main kesini untuk ngajarin kamu biar kamu makin pinter di sekolah. " kataku lagi.

"Iya kak. " Jawab putri dan langsung memeluk ku.

"Putri sayang kak nathan" ucapnya

Papa dan mama serta ibu Tini pengurus panti pun terharu melihatnya. Aku membalas pelukan gadis kecil ini kemudian mengusap kepala nya.

"Iya, kakak juga sayang sama putri. "

"Kakak harus datang 3 hari lagi ya kak. Kakak ga boleh lupa sama putri. Ingat kan , kakak dulu janji jadi pangerannya putri"

"Iyaaa. Ingat kok put. Kakak pergi dulu ya put. Ingat, jangan cengeng ya. "

"Iya kak. Putri janji ga nangis lagi. "

"Nah gitu dong" kataku dan kemudian tersenyum.

"Kak, jangan lupain putri sampai kapanpun ya kak"

Aku mengangguk dan membalasnya dengan tersenyum. Putri menatap ku sendu, dan membiarkan ku pergi dan berjalan bersama kedua orang tua ku, memasuki mobil dan meninggalkan panti asuhan itu.

Usia ku saat itu sebelas tahun. Aku telah lama tinggal di panti asuhan itu sejak 5 tahun lalu. Menurut penuturan Ibu Tini, aku saat itu adalah korban penculikan, namun berhasil selamat. Kemudian aku tinggal di panti asuhan hingga akhirnya sebulan lalu sepasang orang tua mengaku sebagai orang tua yang selama ini mencariku. Trauma akibat penculikan itu , sempat membuat ku lupa akan mereka. Hingga perlahan aku mulai yakin bahwa mereka memang orang tua ku dulu. Aku pun harus meninggalkan 5 tahun kenangan ku tinggal di panti asuhan. Semua teman-teman yang telah kuanggap sebagai saudaraku sendiri selama ini. Dan tentunya putri. Seorang gadis yang 3 tahun lalu di bawa pulang oleh suami Bu Tini ke panti akibat korban kecelakaan dan tak ada yang mencarinya. Bahkan cedera kepala nya saat itu membuat nya tak mengingat apapun tentang keluarganya. Hanya sebuah kalung dengan nama Putri yang menggantung di lehernya yang membuat kami tau namanya.

Semenjak kondisi nya membaik dan tinggal di panti, putri sangat pendiam dan hampir tak bicara kepada siapapun. Kami mencoba mendekati nya namun ia seperti menutup dirinya untuk orang lain. Hingga semua nya menyerah untuk mendekatinya dan membiarkannya menyendiri tak berbaur bersama kami. Namun tidak bagiku. Entah kenapa, aku tak menyerah saat itu. Bahkan hanya aku yang tak menyerah dan tetap mendekatinya yang selalu termenung dan menyendiri. Hingga sekitar 1 bulan, akhirnya Putri mulai Luluh dan mulai mau membalas ucapanku. Kami semakin dekat, bahkan putri seperti bergantung kepadaku. Tiap malam Ia memintaku menceritakan dongeng sebelum tidur yang kemudian diakuinya ceritanya unik dan tak pernah didengarnya atau dibaca dibuku dongeng pengantar tidur. Memang, aku keturunan campuran dan mamaku bukanlah orang indonesia. Meski samar2 ingatan tentang wajah kedua orang tuaku saat itu, aku masih ingat beberapa dongeng yang Mama ceritakan ketika tidur.

Perlahan2 , putri mulai berubah menjadi ceria, tidak hanya kepadaku bahkan ke semua saudara kami di panti dan Bu Tini. Bahkan Ia menjadi gadis paling enerjik dan paling pecicilan. Ia benar2 berubah 180°. Kami semua pun gembira melihat nya karena putri sangat ceria dan karena tak ada lagi anggota keluarga kami yang murung.

Setelah kejadian di panti itu, kedua orang tua ku membawa ku cukup jauh, mengunjungi kakek dan nenek. Aku tersentuh oleh kasih sayang mereka semua yang selama ini tidak kudapatkan. Namun, aku masih merasa hampa di dalam hati, mungkin karena tak lagi bisa mendengar rengekan manja gadis itu serta gelak tawanya. Menjelang hari ketiga , aku membelikan oleh2 boneka kecil untuk putri, dan aku mengingatkan mama tentang janji ku dengan putri. Mama tersenyum dan mengiyakan. Sebenarnya papa serta kakek nenek membujukku untuk tetap disana dulu. Namun aku tak mengindahkan ajakan itu.

Aku sedikit kesal karena mama bilang, penerbangan pagi tak ada lagi dan hanya penerbangan siang lah yang tersedia. Aku pun mengiyakan dengan perasaan yang mulai gelisah, entah kenapa feeling ku tak nyaman saat itu. Setelah tiba, aku yang hanya pergi berdua dengan mama, langsung mengambil taksi menuju ke panti asuhan.

Aku heran karena panti terasa sepi. Sedangkan seharusnya pukul segitu saudara ku di panti telah pulang dari sekolah, dan telah berada di panti. Pak Joko suami bu Tini yang melihat kedatangan ku, menghampiri dan mengatakan sesuatu ke Mama. Mama terkejut mendengarnya dan memanggil taksi tadi yang belum pergi menjauh. mengajakku pergi setelah pak joko menghampiri ku dan mengatakan bahwa aku harus tabah dan kuat.

Aku tak mengerti dan menatap dengan penuh tanda tanya. Setelah kembali ke taksi, perasaanku semakin tak enak ketika taksi berhenti di sebuah rumah sakit ternama. Kami masuk ke rumah sakit dan menuju ke suatu lorong. Diujung lorong, tampak Bu Tini menangis terisak2, dan memeluk Kak Nita, mantan penghuni panti dan kini telah menikah namun masih sering menjenguk bu Tini ke panti.

Bu Tini melihatku dan langsung berlari memelukku.

"Ada apa bu? Siapa yang sakit?" Tanyaku polos masih tak mengerti, ketika Bu Tini melepaskan pelukannya dan menatapku sambil kedua tangannya di bahuku

"Nat, kamu yang tabah ya nak. " Kata bu Tini.
"Putri ..... Hikss.... Putri ... Kecelakaan nat"sambungnya

Seketika seluruh tubuhku lemas. Aku terduduk di kursi dengan pandangan kosong.

"Putri sedih sejak kamu pergi. Ia masih mau makan dan ia juga tak menangis, karena itu semua janji dia ke kamu. Tapi walaupun putri ga nangis, dia selalu termenung dan terlihat sekali dia terpukul sejak kamu pergi, nak"

"Tapi sejak tadi pagi, dia tidak sedih lagi, dan dia mulai tersenyum karena kamu janji hari ini akan datang dan dia percaya dengan janji kamu"
Kata Bu Tini masih sambil menangis. Begitu juga dengan air mata di pipiku yang langsung tumpah.

"Ketika pulang dari TK dan menyebrang, Putri di tabrak Truk dan sekarat. Ia masih hidup pasca operasi. Namun kata dokter, Ia tidak akan bangun lagi , Nat. Ia mengalami kelumpuhan otak, Ia masih hidup namun ini sama dengan koma yang tak berujung. "

Aku masih terdiam tanpa suara dan menangis. Mengutuk seandainya aku bisa tiba lebih cepat, pasti aku bisa menemuinya dan ini tak akan terjadi.

"Tadi pagi, sikap putri mulai aneh. Ia tak menangis lagi dan ceria karena Ia yakin hari ini kamu datang. Kemudian sebelum pergi, Ia menitipkan surat ke ibu katanya untuk kamu, dan Dia bilang ke Ibu, kalau nanti dia kenapa2 dan ada yang membutuhkan dirinya, dia dengan ikhlas mau membantunya. Ibu gak paham saat itu kalau semua ini pertanda nak."

BuTini menyerahkan sepucuk surat kepadaku. Namun urung untuk ku buka.

"Saat ini ada pasien yang membutuhkan donor jantung, dan jantung putri cocok. dan Ibu rasa ini maksud perkataannya. Putri ga akan bangun lagi nak. Kamu harus tabah. "

Aku tak menjawab. Kaki ku bergerak sendiri. Entah kemana aku berlari. Aku melangkah dengan tatapan kosong dan memaki diriku sendiri. Hingga aku melewati bagian rumah sakit yang penuh keramaian , aku terus melangkah, hingga aku tiba di sebuah pelataran halaman. Aku duduk di kursi panjang berwarna putih dari besi.

Ku lirik sepucuk surat tadi. Selembar kertas, dengan tulisan yang aku kenal itu memang tulisannya putri, betapa tidak, aku lah yang selama ini menemaninya belajar dan mengajarinya menulis.

'Kak Nathan yang putri sayang...
Makasih ya kakak.
Putri tau.
Kakak pasti menepati janji kakak menemui putri hari ini.
Kakak selalu seperti itu.
Kakak tak pernah ingkar janji sama putri.
Kak.
Kalau tidak ada kakak, mungkin putri tak akan pernah tersenyum lagi.
Makasih kak, selalu menghibur dan buat putri tersenyum.
Makasih dah jadi sosok pangeran bagi putri.
Kak ...
Putri sayang kakak.
Kakak harus bahagia ya, kan sekarang kakak sudah bertemu orang tua kakak.
Kakak ingat kan , permintaan terakhir putri 3 hari lalu?
Kakak jangan pernah lupakan putri ya. . .
Karena putri gak akan pernah lupain kakak.
Kak...
Putri mimpi aneh tadi malam kak.
Putri rasa putri ga akan ketemu kakak dalam waktu lama.
Sampai saat itu, ingat janji kakak ya .
Jangan lupakan putri.
Dan janji untuk selalu jadi pangeran putri.
Putri sayang kak Nathan

Oiya kak, putri ngerasa putri harus nolong seseorang hari ini, putri juga enngggak paham bagaimana. Tapi biarkan putri nolong orang itu ya kak.

P.S
Kak, simpan kalung ini ya kak.
Biar kakak selalu ingat dengan putri.

P.S lagi hehe
Putri sayangggggg sama kak Nathan


Aku melirik amplop itu, ada kalung yang selama ini terpasang di lehernya. Aku memindahkan kalung itu ke tangan dan mengenggamnya erat sambik menengadah ke langit, menangis dan berdoa, mengantarkan kepergiannya.

Beberapa saat kemudian , setelah tangis mereda, ku lirik ke kanan, entah sejak kapan ada seorang gadis yang lebih muda sekitar 2 tahun dari ku. Menangis juga di samping ku. Sepertinya Ia salah satu dari rombongan keluarga korban yang memenuhi rumah sakit yang kulihat tadi, karena beberapa hari lalu ada tragedi cukup memilukan dan para korban kini telah berada di Rumah sakit ini. Aku mengusap air mata ku. Aku mengerti tangis nya, itu tangis karena kehilangan orang yang disayangi. Ku raih tas kecil ku, Mengambil boneka yang tak sempat kuberikan buat Putri. Dan entah atas dasar apa, aku bergerak mendekatinya, meletakkan boneka kecil itu di kepalaku hingga aku mencuri perhatiannya.

"Hei, lihat aku. Kamu harus kuat ya, biarkan orang yang pergi, pergi dengan tenang, karena mereka pasti bahagia di sana"kataku sambil masih meletakkan boneka di depan wajahku seolah boneka itu yang berbicara ke padanya. Kata2 itu sebenarnya kuucapkan lebih untuk diri ku sendiri.

Sesaat kusadari tangisannya berhenti dan berubah menjadi isakan.

"Jangan menangis ya, ada aku disini, aku akan menemani kamu selalu" kata ku lagi masih dengan suara yang kuubah sedemikian rupa seperti karakter kartun.

Kudengar ia tertawa kecil. Tangisannya sudah berhenti.

"Hihi lucu" suara nya terdengar merdu.

"Mau? " Kataku sambil menyodorkan boneka itu ke arahnya.
Ia tak menjawab. Hanya mata nya berbinar. Seolah hilang kesedihan yang beberapa saat lalu ada di wajahnya yang belum kering oleh air mata. Sesaat ia mengangguk kecil dan meninggalkan boneka itu untuknya.

"Aku ga pernah punya boneka. Dan ga pernah mau di belikan boneka. Tapi entah kenapa boneka ini imut sekali. " Katanya.

Aku hanya tersenyum.

"Ambil lah. Itu untukmu. Jaga baik2 ya. Karena aku gagal memberikan boneka itu ke orang yang aku sayang"

"Iya. Tentu saja. Makasih udah hibur aku. Padahal tadi kamu juga nangis. "

"Iya, sama2. Dia pasti juga senang karena boneka yang seharusnya kuberikan untuknya , kuberikan ke orang lain yang lebih butuh dihibur dari kesedihannya" kata ku sambil melihat je langit.

"Aku pergi dulu ya" kataku sambil melangkahkan kaki ku mendekati mama yang sejak tadi hanya mengikutiku dan memperhatikanku dari jauh sejak aku meninggalkan Bu Tini di lorong tadi.

Saat aku hanya berjarak Dua langkah, Ia berkata.

"Sekali lagi terimakasih ya, lucu boneka PANDA nya"....

Bersumbang


Kalau ane ikutan pakai degh juga,
Ane kena tuntut ga ya?
:bata::Peace::colok:
 
Terakhir diubah:
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd