Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG G I W A N G

BAB 4


POV Darsih

Pagi ini aku sudah berdandan rapi dan wangi, ku kenakan pakaian ketat kesukaanku. Tubuhku yang kata orang terbilang montok, membuatku merasa bangga. Sebagai wanita yang menyandang status janda, aku berharap ada pria yang mau meminangku lagi. Aku selalu tersiksa manakala birahi menyerangku. Putingku akan mengeras dan memek ku akan terasa gatal.

Sebagai pelampiasan, aku menggunakan timun yang dibungkus kondom. Walau rasanya tak seperti kontol asli, itu sudah cukup membuatku lepas.

Di depan lemari kaca, aku mendengar emak berteriak dari balik pintu kamarku.

"Sih… Darsih…. Nanti tolong bawakan barang-barang emak. Bapakmu lagi gak enak badan!"

"Ya mak, nanti asih bawakan sekalian berangkat kerja" Kataku.

Emaku tiap pagi jualan serabi di simpang jalan, tempat biasa aku menunggu angkot. Biasanya bapak ku yang akan membawa barang-barang emak, tapi berhubung bapak sakit jadi aku yang menggantikannya. Tak masalah, sudah biasa bagiku.

Kuputar tubuhku berulang kali di depan cermin lemari, aku tersipu melihat penampilanku yang cantik dan menggoda. Tapi mengingat cintaku kandas ditolak bang azka membuatku sedikit minder.

Kenapa ya dengan bang azka. Apa aku kurang cantik? Apa aku kurang bahenol?

Semenjak pertama kali mengenal bang azka di toko ko ahong, aku langsung dibuatnya jatuh cinta. Tubuhnya tinggi hitam manis, wajahnya ganteng dan terlebih lagi yang membuatku suka, tenaganya yang luar biasa. Aku sempat berpikir gila, seberapa perkasanya ya bang azka di ranjang?

Setelah dandan cantik, aku keluar kamar. Dan melihat ayahku tengah berselimut di atas dipan dengan beralaskan kasur tipis.

Aku melangkah ke dapur untuk mengambil barang titipan emak, saat akan keluar dari rumah bapak memanggilku.

"Sih… Kamu gak usah masuk kerja, bapak sakit dan tolong pijati bapak!".

Mendengar permintaan bapak, aku kesal. Tak mungkin aku bolos kerja, ko ahong pasti marah dan akan memotong gajiku. Kalau dipecat bagaimana? Aku akan kerja apa aku nanti?

Kukatakan saja pada bapak, "Nanti asih pijati bapak selepas pulang kerja".

Rupanya bapak marah, terdengar gebrakan dipan yang dipukul saat aku akan menutup pintu.

Cukup jauh aku berjalan menuju persimpangan, kulihat emak sedang duduk dipawon membakar kayu di bawah tenda sederhana miliknya.

Kepalaku terasa pusing, badanku menggigil kedinginan. Kutahan semua itu selama berjalan.

Samar-samar, aku mendengar apa yang dikatakan emak, "Sih… Mukamu pucat sekali, kamu sakit?".

Tubuhku terasa semakin berat, pandanganku seketika menjadi gelap dan aku tak tahu apa yang terjadi selanjutnya.

Aku terbangun dengan sekujur badan yang terasa nyeri, kusadari bahwa aku kini berada di tempat yang biasa bapak ku tertidur. Tak butuh waktu lama, aku menyadari bahwa tubuhku telanjang. Aku panik, apa yang terjadi denganku?

Kupungut pakaian yang tercecer dilantai dan aku mendengar keributan dari luar rumah. Kutengok dari jendela, ternyata ada bapak dan bang azka.

"Pak! Bapak kenapa?" Teriakku melihat bapak sedang membungkuk menahan perutnya.

"Bang Azka! Bang azka sedang apa di sini? Itu bapak aku kenapa?"

Teriakanku seakan tak didengarnya, bang azka justru terlihat mundur dan semakin lari menjauh. Ada rasa kecewa ketika melihat bang azka pergi, padahal awalnya aku merasa senang.

Tak berselang lama, bapak menemuiku. Untung saja aku sudah mengenakan pakaianku kembali.

Bapak berkata, "Sih… kamu kenal dengan anak tadi?"

"Kenal pak, namanya bang azka. Memangnya kenapa pak?" Tanyaku.

"Kurangajar! Kubunuh bajingan itu!!" Bentak bapak.

"Ada sih pak?" Kembali aku bertanya dengan rasa khawatir.

"Bajingan itu sudah memperkosamu, tadi pas bapak pulang beli obat, bapak lihat kamu telanjang dan bajingan itu ada disampingmu. Bajingan itu kabur lewat jendela!".

DEG!

Jantungku seperti ditusuk sembilu, sakit dan teramat sakit.

Bang Azka memperkosaku? Kenapa bang? Kenapa kamu tega melakukan ini? Mataku berembun dan nafasku tersengal, seketika itu juga aku langsung menangis sejadi-jadinya.

*Darsih Pov End.


Empat hari kemudian.

Semua pekerja dikumpulkan dalam satu ruangan oleh Ko ahong. Dia akan membagikan uang gaji untuk bulan ini. Aku merasa senang saat menerima gaji untuk pertama kalinya.

Saat giliran Darsih, ko ahong berkata padanya, "Oe hutang lima ratus ribu dan oe gak masuk selama empat hari. Jadi gaji oe cuman tiga ratus ribu."

Kulihat Darsih menerima gajinya tanpa berkata apa-apa. Protes pun tidak, tapi aku merasakan kesedihan dari raut wajahnya. Ingin rasanya aku memberikan setengah gajiku, tapi mengingat hutangku pada Udin yang harus dibayar, membuatku mengurungkan niat.

Kenapa dengan Darsih? Semenjak masuk kerja lagi, dia tak lagi pernah ceria dan bawel. Lebih banyak diam dan menyendiri. Apa dia menyesal melakukan hubungan gelap dengan bapaknya?

Yang aku bingung adalah tiap kali berpapasan dengannya, tatapannya selalu tajam seolah matanya itu ingin menelanku hidup-hidup. Tapi tidak berlaku dengan temanku yang lain.

Ada yang gak beres nih… apakah Darsih marah karena aku sering menolak cintanya? Tau lah… kenapa aku jadi mikirin dia?

Hingga satu kesempatan akhirnya tiba, aku tak sengaja menabrak Darsih hingga jatuh terduduk saat aku berlari menuju toilet karena kebelet.

Darsih rupanya tak terima, dia berdiri dan langsung menampar pipiku berulang kali. Kedua pipiku sampai terasa panas.

Saat akan menampar untuk kesekian kali, aku menangkap pergelangan tangan kanannya. Tapi tak berhenti disitu, kali ini tangan kirinya hendak menamparku tapi gagal, aku lebih dulu menangkapnya.

Kuperhatikan, wajah Darsih merah padam, seakan memendam amarah yang memuncak.

"Dasar laki-laki bajingan!!" Teriaknya dengan menendang batangku dengan kakinya.

Aku yang merasa mulas, langsung terbungkuk. Menekan-nekan batangku dari balik celana yang terasa nyeri sekali.

Sebelum Darsih pergi, dia mengumpat sambil menamparku sekali lagi, "Itu adalah hadiah buat bajingan sepertimu!!" Lamtas pergi bergitu saja, meninggalkanku seorang diri.

Rasa kebelet kencing di awal telah lenyap, berganti rasa nyeri bercampur ngilu. Aku berjalan ngegang dan tertatih, layaknya orang yang habis di sunat.

Dari balik tembok kulihat adanya pergerakan, dilihat dari ciri-cri tubuhnya sepertinya aku kenal.

"Sialan!"

Aku ke gudang, duduk menyender di atas karung. Tiba-tiba si Udin malah nongol dari balik tumpukan karung dengan tertawa terbahak-bahak. Seakan tingkahnya itu sedang mengejekku.

"Diam lu ah! Kampret!!" Umpatku dengan melempar sandal ke arahnya.

Bukannya menghindar, malah ditangkep tuh sandal. Dikembalikannya ke arahku. Kan namanya bangke. Sial bener dah, aku hari ini.

Udin menghampiriku, "Bego lu! Bukannya minta di cipok malah minta di kepret! Hahaha…."

"Siapa juga yang minta dikepret, tolol lu ah!" Hardikku.

"Ngomong-ngomong… kenapa si Darsih bisa sekejam itu ya? Pan setahu gue, dia kan bucin ama elu!" Kata Udin.

Tak kuhiraukan ucapannya, tapi isi dikepalaku tengah berpikir mengapa Darsih melakukan ini? Akan kucari tahu apa penyebabnya.


---------------------------------------------

Malam harinya, aku terbangun dari tidur. Aku kedubukan merasakan rasa sakit yang teramat mematikan, perutku terasa ditusuk tusuk oleh ratusan jarum.

Aku menangis dengan meringkuk seperti udang. Siapa yang tak kesal coba? Aku yang sedang sekarat begini malah temanku Udin asik tertidur pulas. Kugoyangkan tubuhnya berharap untuk bangun, tapi tak ada reaksi darinya, udah kayak orang mati saja.

Ditengah ketidak berdayaanku, sesosok wanita muncul melayang di hadapnku. Kulitnya kuning langsat, rambutnya tergerai panjang, ada mahkota di kepalanya dan gaun yang dipakaianya seperti wanita mantenan.

Aku tak peduli siapa itu, yang aku pedulikan diriku sendiri. Berharap ada orang lain yang menolongku.
Dengan suara sengau dan bibir bergetar, aku meminta tolong padanya.

Kulihat wanita itu turun dan menginjak lantai. Dia mendekat dan duduk manis di sebelahku, lalu berbisik ditelingaku.

"Jangan khawatir, aku akan menolongmu" ucapnya.

Disentuhnya perutku dengan tangannya, rasa sakit yang menusuk berangsur-angsur mereda. Tak lama, kurasakan rasa sakitnya telah benar-benar menghilang.

"Terimakasih, aku sudah baikan" kataku yang disambut senyuman manis olehnya.

Aku terduduk dengan memandang wajahnya yang tak bosan aku pandangi. Sangit cantik… manis… dan legit.

Kutanya namanya dan wanita itu menjawab tanpa melepas senyumnya yang manis.

"Namaku Putri dan aku adalah pemilik giwang yang kamu pakai saat ini."

Aku terpaku mendengarnya, bengong tak percaya. Hingga putri menyadarkanku.

"Terimakasih ya putri, sudah menolongku" ucapku yang dibalas anggukan darinya.

Aku memanggil namanya saja, karena terlihat sangat muda. Kutaksir seumuran denganku.

"Kamu tahu apa yang terjadi dengan dirimu?" Tanya Putri.

"Mules, kebanyakan sambal saat makan bakso tadi sore, mungkin" Kataku.

Putri tertawa renyah, bahkan deretan giginya yang putih tampak terlihat jelas.

"Ada-ada saja kamu ini. Kamu sakit itu karena disantet!".

DEG!

Aku terkejut, siapa yang telah menyantetku?


*Flashback & POV Manto

Kunikmati segelas kopi panas di sore hari, Darsih yang sepulang kerja langsung menghampiriku.

"Ini foto dan rambut yang bapak minta"

"Bagus Darsih! Malam ini bapak akan membalas rasa sakit hatimu."

"Jangan ada yang menggangu bapak, saat bapak ritual malam nanti!"

Darsih pergi dan terlihat masuk ke dalam kamar.

Tak ada yang berhak atas Darsih, dia itu anakku dan dia adalah milikku sepenuhnya.

Akan kubuat bocah itu sengsara dan mati.

Tepat jam duabelas malam, kulakukan ritual. Kutempelkan foto dan rambut pada sebuah boneka jerami yang telah kubuat sore tadi. Kurapalkan jampi-jampi dan mulai merasakan kontak dengan bocah itu.

"Saatnya kau sengsara bocah! Dan tidak ada yang akan tahu jika kau mati ditanganku. Hahaha…"

Saat asik-asiknya aku menusukan jarum, tiba-tiba muncul sosok yang tak kukenal. Membuatku terkejut hingga melepaskan boneka jerami ditanganku.

"Siapa kamu? Jangan ikut campur!!" Bentakku.

"Cari mati!!" Jawabnya dan langsung membuatku terpental.

Belum juga aku bangkit, dia sudah menyerangku lagi hingga tak berdaya olehnya.

Sebelum aku pingsan, sosok itu berkata, "Jangan sentuh anak itu, jika kau tak ingin mati!"

*Flashback & POV Manto End.


Bersambung….


 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd