Pedjuank
Senpai Semprot
Eh sapa tuhDenger" ada yang baru nglamar anak orang nih
Dapat yang paket komplit lagi
Itu paket komplit maksudnya pigimane, ngelamar anaknya sekaligus emaknya barengan terus dapet bonus pembantunya sekalian ?
Eh sapa tuhDenger" ada yang baru nglamar anak orang nih
Dapat yang paket komplit lagi
kagak di gembok lagi nihLama gak mampir dimari...
Numpang ngopi Kong
kirim mang..!!Ngopi dulu om sambil cari inspirasi.
Kong update kong
Lama gak mampir dimari...
Numpang ngopi Kong
Ngopi dulu om Nthunks.... menunggu deti-detik penampakkan...
Tutt...
"Ya." jawab seseorang dengan pakaian perlente layaknya seorang Boss mafia.
"Paket udah merapat Boss. Tinggal nunggu perintah!" sahut suara dari ujung telepon sana.
"Bagus. Lu tinggal laksanakan aja apa yang diperintahkan sama karyawan bea cukai yang memeriksa cargo ‘ntar. Tenang aja, sebagian dari mereka itu orang orang kita. Lu jangan pasang muka mencurigakan Sewajarnya aja!"
"Baik, Boss!" sahut orang dari ujung telepon sana mengerti dengan instruksi yang di dengarnya barusan.
Klik.
"Hallo. Barang gue udah sampe. Kalian atur agar lolos dari pemeriksaan! Jangan menunggu lama! Kalian musti kirim tuh barang ke tempat gue!" ujarnya memberikan intruksinya pada seseorang di ujung telepon sana.
"Baik Boss Shenchen! Akan kami atur agar lolos dari pemeriksaan rekan sejawat kami. Tapi..?" jawab seseorang yang di telepon di seberang sana. Ternyata lelaki perlente itu adalah Shenchen orang kedua di kelompok Hendrik atau bisa dibilang tangan kanan paling utama Hendrik.
"Apa...? Lu pada ragu. Oke, gue sekarang langsung kirim orang ke sana bawa uangnya tiga ratus juta rupiah ‘cash’!" potong Shenchen saat lwan bicaranya seakan ragu untuk melaksanakan instruksinya.
"Tidak, Boss. Cuma sekarang, anu Boss. Kalo bisa, Boss lebihkan! Saya mesti menutup mulut atasan baru saya ini!" sahut seseorang dari seberang telepon sana memberikan alasannya.
"Hahaha... Brengsek kalian! Setiap minta nambah pasti alasannya untuk menutup mulut atasan baru! Ok, aku kirim lima ratus juta rupiah ‘cash’. Dan kalian ingat, ‘jika gagal, tak hanya karir kalian yang hancur. Tapi hidup, anak bini kalian jadi taruhannya’. Ingat itu!" shencen menyanggupi dengan memasang wajah dingin
"Bbaik, Boss. Tenang aja, pokoknya semua akan beres dan...!!" jawab orang itu mencoba meyakinkan Shenchen tetapi masih ada kata-kata yang menggantung.
Tiba-tiba...
Kliik
“Hallo Bossku..!! Gimana foto yang aku kirim tadi? Apa Bossku mau booking mereka? Mereka itu barang baru! Kasihan lho, mereka lagi butuh uang. Hihihi...” ujar seorang wanita berbicara genit dari ujung telepon sana.
“Hahaha.... Mantap kali! Kamu tau aja, seleraku! Berapa yang aku bayar untuk mereka berdua?”
“Wooow, Bossku. Nggak salah nih! Mahal lho mereka itu!” ujar wanita itukaget bercampur senang dari ujung telepon sana.
“Masalah uang, nggak masalah. Asalkan mereka mau nemenin aku seharian penuh.” Shenchen menjawab santai lewat HP Kentung.
“Yakin nih, Boss! Ntar keteter lho, mereka ini masih muda pasti service-nya oke!” Suara wanita dari ujung telepon sana terdengar centil dan menggoda Shenchen.
“Hahaha… Kamu masih punya obat kuat ‘kan, Yang dulu kamu tawarkan ke aku? Tanya Shenchen pada lawan bicara di ujung telepon sana.
“Iya, masih lah. Aku ‘kan selalu sedia, jikalau ada pelanggan yang membutuhkan itu!” jawab orang itu dari seberang sana.
“Ok. Aku pesan itu! Sekalian, ‘ntar kirimkan mereka ke tempatku!” jawab Shenchen pada lawan bicaranya di telepon.
“Duh, Bossku! Mereka ini bukan gadis sembarangan lho, mereka nggak mau melayani klien kalo di tempat Bossku!! Mereka pengennya melayani Bossku dikost-kostan mereka. Gimana Bossku, mau nggak? Kalo nggak mau, aku tawarin ke yang lainnya nih!”ujar wanita itu sedikit merajuk dengan sedikit mengancam Shenchen untuk menawarkan ke orang lain.
“Di mana itu?” ujar Shenchen bertanya dengan sedikit keraguan di hatinya.
“Tenang aja, Bossku! Aman kok, tempatnya. Di perumahan di perbatasan kota Depok.” Ujar wanita itu mencoba meyakinkan Shenchen yang masih nampak ragu-ragu, lalu wanita itu menyebutkan sebuah perumahan Elite.
“Bentar! Aku tanya dulu!” jawab Shenchen lalu tangannya menutup mikrofon HP-nya dan bertanya pada dua orang di sisinya.
"Kalian tau perumahan **********! Di sana, aman nggak! " Kedua anak buahnya menjawab dengan mengacungkan jempolnya.
“Oke, aku ambil itu! Kirimkan alamatya dan berapa yang musti aku bayar?” tanya shenchen seolah tak sabar ingin memuaskan nafsu birahinya.
“Untuk Bossku. Murah kok, cuma tiga puluh juta rupiah untuk mereka berdua dan aku kasih bonus gratis untuk obat kuatnya.” jawab wanita itu dari ujung telepon sana.
“Baik! Aku transfer sekarang uangnya!” Shenchen menunjuk Kentung dan mengacungkan tiga jari padanya agar membuka laptop mengirim uang pada wanita itu, Kentung yang seolah mengerti lalu membuka laptop melakukan transaksi.
“Makasih Bossku. Kalo dah masuk, aku kirim alamatnya! Dagh... Bossku!” jawab wanita itu lalu menutup teleponnya.
“Hallo, Nit. Ada orderan buat kamu, apa kamu mau ambil?”
“Hallo, Mih. Kebetulan nih, Nita lagi pusing buat bayar semesteran. Nita ambil deh, kalo dia mau dilayani Nita! Oiya, Mih. Kebetulan Nita punya temen nih yang lagi butuh duit buat berobat suaminya. Namanya ‘Risti’ bisa Mamih carikan job buat dia?”
“Hmmm... Coba kamu kirimkan fotonya biar Mamih tawarin!”
“Oke, Mih. Nita kirim deh, fotonya. Ntar kabarin Nita ya, Mih??”
“Oke.”
kliik
“Hallo, Bossku..!! Gimana foto yang aku kirim tadi, apa Bossku mau booking mereka, mereka itu barang baru, kasihan lho mereka lagi butuh uang hihi??” ujar Tuti berbicara genit dengan seseorang.
“Hahaha... Mantap kali, kamu tau aja selera aku!! berapa yang aku bayar untuk mereka berdua??”
“Wooow... Bossku! Nggak salah nih, mahal lho mereka itu!” Tuti mengerlingkan mata pada Juned.
“Masalah uang gak masalah, asalkan mereka mau nemenin aku seharian penuh” jawab orang itu dari ujung sana.
“Yakin nih, Boss! Ntar keteter lho, mereka ini masih muda! Pasti servicenya, oke!!”
“Hahaha… Kamu masih punya obat kuat ‘kan yang dulu kamu tawarkan ke aku? Tanyanya dari ujung telepon sana.
“Iya, masi lah. Aku ‘kan selalu sedia jikalau ada pelanggan yang membutuhkan itu!”
“Ok, aku pesan itu sekalian! Ntar kirimkan itu sekalian dengan mereka ke tempatku!” jawabnya, mendengar itu Bang Juned menyilangkan tangannya dan menggelengkan kepalanya agar jangan mengikuti kemauan dia. Tuti menganguk dan mengerti maksud Bang Juned.
“Duh, Bossku! Mereka ini bukan gadis sembarangan lho, mereka nggak mau melayani klien kalo di tempat Bossku! Mereka pengennya melayani Bossku di kost-an mereka. Gimana Bossku mau nggak, kalo nggak aku tawarin ke yang lainnya nih?” Tuti sedikit merajuk dengan sedikit mengancam.
“Di mana itu?” tanya orang itu sedikit terdengar ragu-ragu.
“Tenang aja, Bossku. Aman kok, tempatnya. Di perumahan di perbatasan kota Depok.” Tuti lalu menyebutkan suatu perumahan Elite.
“Bentar aku tanya dulu!” jawabnya.
Beberapa detik kemudian...
“Oke, aku ambil itu! Kirimkan alamatnya dan berapa yang musti aku bayar?” Orang itu berbicara dengan tegas dari ujung telepon sana.
“Untuk Bossku. Murah kok, coma 30jt untuk mereka berdua dan aku kasih bonus gratis untuk obat kuatnya.” sahut Tuti sambil menoleh pada Juned dan Juned mengacungkan jempolnya pada Tuti.
“Baik, aku transfer uangnya.”
“Makasih Bossku, kalo dah masuk aku kirim alamatnya..! Dag Bossku!” ujar Tuti lalu menutup teleponnya.
“Hallo Nit. Oke, klien Teteh mau ama kalian berdua.”
“Maksud Teteh?”
“Yah dia ingin dilayani ama kalian berdua, apa temen kamu keberatan?”
“Ooo... Bentar Teh, aku tanya Risti dulu?” Beberapa saat terdengar Nita berbicara dengan seseorang di balik telepon.
“Oke, Teh. Dia mau katanya.”
“Baik, kalo gitu sejam lagi kamu datang ke alamat yang Teteh kirim, Teteh mau cerita sesuatu dulu ama kalian berdua! lanjut Tuti menjelaskan pada Nita.
“Cerita apaan?”
“Ntar, Teteh certain di sini!”
“Oke, deh. Kirim alamatnya Teh!”
Lalu Tuti menutup telepon dan lalu mengirimkan alamat rumah Bang Juned.
Siang hari di waktu yang sama di Pelabuhan peti kemas
“Sukri, apa kamu sudah periksa peti kemas itu!” ujar Sastro menunjuk ke suatu peti kemas berukuran kecil sambil menenteng berkas dan stiker bea cukai. Lalu ia memberikan suatu kode lewat gerak badannya.
“Ooh sudah Pak. Isinya hanya boneka Panda. Sudah kami periksa, semua clear Pak. Apa barang itu sudah mau diambil?” sahut Sukri seperti sudah mengerti maksud dari atasannya.
“Oke, kalo gitu! Pasang stiker lolos pemeriksaan dan lakukan lagi pemeriksaan yang lainnya! Aku mau memanggil supir yang akan mengambil peti kemas ini! Oiya, Suk. Itu di mobilku ada bungkusan pisang goreng ambil sama kamu terus kamu bagikan sama yang lainnya dan awas mesti kebagian semua!” ujar Sastro sambil memberikan kunci mobilnya.
“Siap Pak, makasih. Bagian saya mau saya bungkus aja buat anak istri di rumah. Makanya Pak, mesti cepet kawin biar bisa bawa oleh pisang goreng buat dia. Hahaha...” jawab Sukri sambil tertawa meledek status Sastro yang masih melajang. Sukri seolah sudah mengerti yang maksud pisang goreng dari Sastro dan setelah menyerahkan kunci mobilnya lalu Sastro pun pergi ke parkiran truk
Tak lama kemudian sebuah truk mendekati dan mulai mengangkut peti kemas, Saat truk container akan melaju pergi.
“Tunggu bentar, To!” Panggil Sastro pada penumpang di sebelah supir yang ternyata dia adalah Darto anak buah Shencen.
“Iya, Boss. Ada apa?” jawabnya singkat lalu meminta supir truk container di sebelahnya untuk menghentikan mobilnya.
“Bilang ke Boss Shencen, ‘mungkin untuk beberapa bulan ke depan, saya nggak bisa membantu dulu. Sedang gencar-gencarnya pihak Pusat melakukan inspeksi dadakan. jika aman, aku akan kabarin dia’.”ujar Sastro sambil menyerahkan berkas untuk melewati gerbang bea cukai.
“Siap Boss, ntar saya sampaikan ke dia!” jawab Darto sambil mengacungkan jempol lalu menyuruh supir truk container untuk kembali menjalankan mobilnya.
“Pak, ini kunci mobilnya. Makasih, Pak. Ternyata pisang gorengnya kali ini banyak.” ujar Sukri yang muncul di belakang.
“Itu cukup sampe beberapa bulan untuk sementara kita cari aman, Suk!! Ya sudah, aku mau makan siang dulu!” jawab Sastro lalu melangkah ke parkiran dan pergi ke restoran langganannya.
Setelah usai makan siang, Sastro pun kembali menuju mobilnya. Pada saat dirinya akan menyalakan mesin mobilnya, tiba tiba...
Buuuuuggghhh... Sebuah benda tumpul melayang ke arah kepalanya dan membuat Sastro hilang kesadarannya.
Beberapa saat kemudian, Sastro tersadar.
“Uhmmm.. Uhhmmm…!” guman Sastro yang tubuhnya telah terikat dengan mata tertutup dan mulut tersumpal kain dalam tempat yg sesak dan panas dalam bagasi mobilnya.
.
“Tung, gue nyesel kagak minta cewek ke Boss. Masa’ dia enak-enakan sama cewek di dalem, sedangkan gue di sini udah 3 jam cuma ditemenin ama lu!” ujar Dudung mengeluh.
“Lah, lu lagi salah, Dung. Pake bilang,’ tau tempat ini’. Kalo enggak, mungkin kita nggak di sini dan gue bisa ngunjungin anak angkat gue!” jawab Kentung seenaknya.
“Lu tuh emang kagak doyan cewek, dari dulu tugas lu senengnya nyodomi bocah. Hahaha...” ledek Dudung.
“Terserah gue!” acuh Kentung sambil menyalakan rokoknya.
Kreeekkk...
Pintu depan terbuka dan Nita keluar menemui mereka dengan hanya berbalut pakaian dalam membuat Kentung meneguk ludah melihat kemolekan Nita.
“Bang. Kata Boss, ‘maaf, dia mau tidur dulu bentar’! Apa Abang mau Nita dibuatin kopi?” ujar Nita dengan nada genit menggoda.
“Boleh.. Boleh!” jawab Dudung cepat. Matanya tak berkedip menatap tubuh Nita.
“Yaudah, Abang-Abang tungggu dulu! Bentar, Nita mau bikinin kopi dulu! Eh, atau kalian mau masuk?” tawar Nita.
“Boleh.. boleh!” jawab Dudung yang masih melongo menatap Nita.
Peletak..!! Tangan Kentung menampol jidat Dudung.
“Lu mau cari mati, berani godain dia! Udah Neng, bikinin kopi dua!” ketus Kentung. Nita hanya tertawa cekikikan melihat Dudung yang kesakitan lalu kembali masuk ke dalam.
“Tung, kalo lu gak mau cewek jangan halangin gue dong, lagian si boss pasti lagi molor kecapaian. Gue juga pengen dong icip-icip mereka.” kesal Dudung.
“Dah, lu cari lagi aja. Jangan lu usik mainan si Boss, kalo masih pengen hidup!”
Lalu Nita kembali muncul dan sekarang Nita telah memakai pakaian yang sedikit tertutup dan ditemani oleh Risti yang membawa kopi.
“Nih Bang, kopinya!” tawar Risti mempersilahkan.
Srruuupp… Mereka meneguk kopi.
“Nikmatnya kopi yang dibuat gadis cantik ini.” puji Dudung.
“Akh, bisa aja si Abang.” jawab Risti sambil tersenyum menggoda.
“Neng, bisa Abang minta nomor telepon kalian, kalo-kalo Abang butuh kalian bisa dong?” gombal Dudung.
“Bisa Bang, kalo mau… Bentar!!” jawab Nita sambil merogoh sakunya.
“Udah, udah kalian masuk lagi dan temeni si Boss, biar si Dudung gue layanin.” potong Kentung sambil mengusir kedua gadis itu.
“Ogah gue disodomi lu, mending nyodomi si Neng! Hehehe.. Mau ‘kan, Neng?” Dengan tertawa mesum Dudung masih mencoba merayu Nita dan Risti.
“Udah sana, masuk ke dalem! Dan lu, Dung. Habisin tuh kopi, jangan macem-macem!” ujar Kentung sedikit keras mengusir Nita dan Risti. Dan kedua wanita ini kembali masuk dengan cekikikan menertawakan Kentung yang wajahnya terlihat mesum pada mereka.
“Ah, lu mah! Kagak ngerti temen.” gerutu Dudung dongkol.
“Lu boleh maen sama cewek mana yang lu mau. Asal jangan cewek yang lagi dipake Boss Shencen! Dia berbeda ama Boss Hendrik!” ujar Kentung mengingatkan Dudung temannya.
“Iya, iya. Gue ngerti.” sahut Dudung sambil kembali mereka meminum kopi.
Beberapa menit kemudian...
“Dung, lu jaga duluan! Gue mau tidur bentar ya, gue ngantuk!” ujar Kentung yang udah mangut-mangut menahan kantuk, tapi ternyata Dudung telah lebih dahulu tidur. Akhirnya, mereka pun tertidur lelap dan tak sadar kalau ada orang yang mengikat tubuh mereka berdua.
Mira yang sedang asik mengobrol di ruang tamu melihat kedatangan Bang Juned
“Loh bang Kok abang dah pulang??” tanya Mirna
“iya Mir, Tut. Ada Sebelum Abang jemput Nita dan Risti. Abang mau minta tolong satu kali lagi pada kalian!” pinta Bang Juned
“Apaan Bang?” tanya mereka berdua serempak.
“Hehehe... Kalian Abang minta pake pakaian yang sexy kemudian ikut Abang ya!!” kekeh Bang juned sambil berwajah mesum pada kedua wanita yang dia cintai ini.
“Apaan sih, Abang? Kok gitu! Katanya, ‘tubuh molek kami, cuma Abang yang nikmati. Tapi sekarang. Kok, Abang nyuruh. Nggak mau ah, ‘ntar ada yang goda Mirna!” protes Mirna dengan wajah cemberut.
“Ayo dong, Mir! Cuma sekali ini aja, lagian buat mancing doang kok. yah..yah?” rayu Bang Juned.
“Bener nih Abang nyuruhnya cuma sekali ini aja, Tuti dan Mirna pakai pakaian sexy keluar?” tanya Tuti curiga.
“Iya sayang. Cuma kali ini aja, selanjutnya kalian hanya bisa memakai pakaian sexy hanya untuk Abang aja. Itu pun hanya di rumah ini di hadapan Abang.” ujar Bang Juned sambil mencolek pipi Tuti dengan genit.
“Bener nih, Abang. Nggak nyesel, ‘ntar kedua bininya yang cantik ini di godain orang tau rasa!” timpal Mira sambil memelet wajahnya.
“Terus yang jagain anak-anak, siapa Bang?” lanjut Mirna bertanya.
“Nyak ama Babe yang jagain bentar.. Tuh mereka dateng!”jawab Bang Juned sambil menunjuk ke arah halaman rumah.
“Beneran, Mir. Laki kita penuh dengan perencanaan yang matang kita musti hat-h atis ama dia!” ledek Tuti.
“Iya, Teh. Bang Juned suka rencana yang tak terduga. Ayo teh, kita salin pakaian dulu! Abang tunggu sini, ya! Awas kalo ngintip kita berdua, tau rasa ‘ntar!” ajak Mirna sambil menarik tangan Tuti ke kamarnya.
Selama menunggu berdandan Juned mengobrol dengan kedua orang tuanya.
“Beneran lu mau kawin lagi, emang si Mirna mau lu diduain?” tanya Babe-nya Juned.
“Iya, Beh. Lagian ini maunya Mirna Beh. Kalo Juned mah seneng-seneng aja punya bini dua bisa dikelonin kiri kanan kalo lagi tidur. Hehehe...” canda Juned, meskipun Juned seorang berandalan tapi dia tau siapa yang mesti dia hormati sepanjang hidupnya.
“Lu mah yang ada kesenengan dapet bini dua. Otak lu emang mesum nggak jauh sama Engkong lu yang punya bini empat. Pokoknya, Enyak cuma bisa nitip pesen. ‘Lu harus berlaku adil sama mereka. Enyak gak mau kalo anak Enyak cuma bisa nyakitin anak orang. Kalo lu sampe nyakitin mereka Enyak nggak akan maafin lu dunia akherat! Kapan lu ngawinin si Tuti?” timpal Enyaknya Juned.
“Secepatnya, Enyak. Kalo urusan Juned kelar. Pokoknya, Enyak sama Babe musti langsung lamarkan Juned ke orang tuanya Tuti… Nyak, Beh. Makasih udah ngasih restu buat ngawinin si Tuti. Pokoknya Enyak dan Babeh doain Juned bisa nafkahin mereka dan bahagiain mereka!” Juned meminta doa dan restunya pada dua orang tuanya.
“Iya. Enyak sama Babe cuma bisa doain lu” ujar Babe-nya Juned.
“Enyak .. Beh maaf Mirna dandan dulu nih nggak nyambut Enyak Babe.” Mirna muncul dengan menggendong si bungsu diikuti Tuti yang menggandeng kakak anak tertua Juned lalu mereka mencium tangan mertuanya. Enyak dan Babe terperangah melihat penampilan kedua mantunya.
“Apa-apaan lu pade pake-pakean gitu? Apa lu kekurangan duit, sampe nggak bisa beli kain buat baju? Enyak kaga redo liat menantu Nyak, kayak gitu. Malu-maluin aja kamu Juned!” omel Enyak Juned. Mirna dan Tuti hanya terkekeh mendengar omongan ibu mertuanya.
“Enggak, Enyak. Mirna disuruh Juned pake pakaian gini untuk nemenin ke suatu acara, Enyak gak usah khawatir Juned jagain kedua mantu kesayangan Enyak ini.” sahut Juned sambil mencium tangan kedua orang tuanya.
“Hati-hati lu, Ned! Jangan buat masalah!” Babe Juned mengingatkan anaknya.
“iya, Beh. Kakak sama Adek di cini dulu ya, sama Engkong dulu! Ayah mau pergi sama Ibu dan Bunda! Jangan rewel kalian!” Juned mencium kedua putra putrinya.
Beberapa waktu kemudian sebuah container melintas di sebuah jalanan yang sepi, lajunya tertahan oleh sebuah mobil yang mogok menghalagi jalan.
“Bang Darto, lihat noh dua cewek cantik ngehalangin jalan! Keliatannya mereka butuh bantuan.” ujar supir truk menghentikan laju kendaraannya. Lalu Darto turun menemui mereka.
“Hallo cantik, lagi ngapain kalian di sini?” Darto menyapa dengan gaya tebar pesona di hadapan kedua gadis ini.
“Ini, Bang. Bisa bantuin enggak. Mobil aye ban-nya bocor, ane ‘kan, gak bisa gantiin bannya.” ujar wanita itu dengan memamerkan belahan dadanya.
“Bisa, apa sih yang nggak bisa buat Neng!” Darto tersenyum mesum lalu membuka bagasi mobil dan mengeluarkan ban serep, ketika Darto akan melepas ban yang kempis salah seorang dari mereka jongkok di hadapan Darto memperhatikan Darto yang mengganti ban hingga pakaian dalamnya terlihat Darto, Darto hanya meneguk air liurnya menahan nafsunya sesekali lengannya mengusap dahinya yang lainnya.
“Kok, Abang gelisah gitu!” ujar wanita itu yang tiba-tiba muncul di belakangnya.
“Ehhh....Aaaanuu...”
“Pasti kamu ngintip, ya!” bisik wanita itu ke telinga Darto, membuat Darto tersentak malu lalu berdiri menghilangkan kegugupan saat tubuhnya berbalik hendak berbicara pada wanita itu.
Buuuuggghhh.... Sesuatu benda tumpul menghantam kepalanya yang membuat dia jatuh limbung.
Saat sebelum dia kehilangan kesadarannya terdengar seseorang lelaki berbicara.
“Mir, Tut. Sudah kalian pulang! Tunggu aku di rumah, tapi sebelumnya ganti aku risih melihatnya!” Terdengar seorang pria berbicara pada kedua wanita itu.
“Hihihi... Lagian Abang, nyuruh ane- aneh, Yuk akh daahh!” jawab salah satu wanita itu.
“Pot, lu dah di bayar sekarang! Antar gue ke gudang mereka!” Darto mendengar lagi pria itu berbicara pada supir truknya, hingga semuanya hening seiring hilangnya kesadaran Darto.
“Hallo, Ar. Kamu sekarang di kantor?” suara di ujung telepon sana berbicara. Ternyata yang meneleponnya adalah Briptu Eka, sahabatnya semasa pendidikan dulu. Briptu Eka ternyata menggunakan nomor HP Pak Surya, atasannya.
“Iya, Ka. Kenapa?” sahut Briptu Arni setelah mengaktifkan loud-speaker HP-nya agar terdengar oleh Hendrik. Hendrik hanya mengacungkan jari telunjuknya dan sejurus kemudian melambaikan tangannya agar Briptu Arni mendekati dirinya.
“Ar, ini komandan nyuruh kamu bawa beberapa rekan kita untuk ngejaga rumah Beliau! Eh, bentar Ar! Nih, komandan mau bicara!” ujar Briptu Eka berbicara dari ujung telepon sana.
Sambil menunggu suara Surya di seberang. Briptu Arni mendekati Hendrik agar percakapan mereka lebih bisa terdengar olehnya. Saat sudah dekat, tiba-tiba Hendrik menarik tubuhnya agar duduk di atas pangkuannya.
Tangan nakal Hendrik mulai meremas payudara Briptu Arni yang saat itu sedang menunggu telepon dari Sury. Sekilas Briptu Arni mencoba menepis tangan Hendrik dan berusaha meronta agar Hendrik menghentikan aksinya, tapi Hendrik menghardiknya pelan.
"Diam kamu, dan teruslah bicara!” Hendrik setengah mengancam sambil meremas keras payudara Briptu Arni hingga ia meringis kesakitan.
Lalu terdengar suara Surya yang berbicara dari ujung telepon sana. “Ar, kamu di kantor, ya. Tolong, kamu perintahkan beberapa orang untuk jaga rumahku! Untuk surat penugasan, ‘ntar Eka yang buat untuk laporannya! Yang jelas kamu sekarang mesti ke sana, ini darurat! Di situ ada siapa saja??”
Briptu Arni melihat sejenak ke arah Hendrik dan Hendrik membisiki satu nama tanpa suara; Briptu Arni pun mengangguk tanda mengerti.
“Siap, ‘Ndan. Kebetulan di sini, ada Briptu Bakti! Biar dia memerintahkan yang lainnya untuk segera meluncur ke sana!” jawab Briptu Arni. Ia berbohong dengan menyebutkan nama Briptu Bakti sesuai dengan perintah Hendrik. Briptu Arni mulai merasakan tangan Hendrik yang menelusuri tubuhnya dan hinggap pada selangkangannya.
“Bagus. Oh iya, tolong juga perintahkan beberapa petugas untuk patroli ke sekolah putriku sekarang! Aku akan segera menuju ke sekolah putriku. Dia sedang ada dalam masalah!” Surya kembali memberikan perintah pada Briptu Arni.
Seketika Hendrik menghentikan aksinya lalu mendorong tubuh Briptu Arni agar berdiri dari pangkuannya.
“Siap, ‘Ndan. Laksanakan!” sahut Briptu Arni yang juga terkejut melihat reaksi Hendrik.
Kliik.
“Hallo.”
“Ggawat, ’Ndan. Aksi saya ketahuan.” Suara seseorang dari ujung telepon sana terdengar terengah-engah seperti sedang panik.
Hendrik melihat ke layar HP-nya untuk mengetahui siapa yang memberikan laporan. Setelah mengetahui identitas sang penelpon, ia pun berkata, “Bakti, maksud lu apaan?”
“Mmaaf ‘Ndan, saya telah gagal melaksanakan tugas yang komandan berikan. Saat saya akan mengambil beberapa senjata tiba-tiba ada inspeksi perlengkapan senjata ke gudang dan ketika mereka memeriksa surat penugasan mereka mulai mencurigai bahwa itu palsu, saya langsung lari tanpa mereka sadari sekarang saya jadi buronan mereka, ‘Ndan.” ujar Bakti melaporkan aksinya yang hampir tertangkap melalui sambungan telepon.
“Guooooblok..! Apa lu bego, hah? Lu tau ‘kan, jadwal mereka memeriksa gudang senjata. Kenapa lu sampe barengan?” maki Hendrik dengan ekspresi marah.
“Mereka melakukan inspeksi mendadak, ‘Ndan.” jawab Bakti dengan nafas masih terengah-engah lalu melanjutkan bicaranya.“Karir saya sudah tamat, mereka pasti akan mencari saya. Saya mesti apa, Ndan?” Terdengar suara Briptu Bakti melemah dan seperti terdengar sedang ketakutan.
Hendrik hanya terdiam sambil mondar-mandir. Ia nampak sedang memikirkan sesuatu, hingga matanya tertuju pada Briptu Arni yang masih meringkuk sambil menangis. Seulas senyum licik pun menyeringai dari bibirnya.
“Lu di mana sekarang?” tanyanya balik lewat HP-nya.
“Sekarang saya sedang di sekitar jalan S********” sahut Briptu Bakti memberitahu lokasinya berada saat ini.
“Ok. Lu sekarang langsung menuju rumah Surya dan tunggu gue di sana!” Hendrik memerintahkan Briptu Bakti dengan tegas melalui ponselnya.
“Siap, ‘Dan!!” sahut Briptu Bakti mengerti.
Kliik