GENGSI DONG ! (by : FigurX)
:::::::::::::::::::::: >
Bagian 5 : Penasaran II
Scene 1
-------
POV Dana
"Om Dana....", seorang gadis kecil turun dari mobil Toyota Vios berwarna merah maroon dan berlari ke arahku yang sedang merapikan lapak dagangan. Gadis yang cantik dan imut. Usianya masih sekitar 4-5tahun.
"Lho.. Putri sudah selesai les renangnya?, tumben kok agak siang.. ", kusapa ramah gadis imut yang beranjak salim padaku (mencium tangan). Aku sangat hafal betul pada langgananku yang satu ini. Ia dan ibunya selalu mampir setiap kali selesai berlatih renang di GOR Kertajaya.
"Guru les e(nya) sakit om..", jawab gadis bernama Putri dengan nada girang. Sudah sangat umum bagi penuntut ilmu di negara ini akan berubah menjadi riang jika bertemu dengan kalimat 'guru sakit', 'gurunya rapat', 'kelas ditunda', dan sejenisnya.
"Hai Dan.. Yopo kabare? Sehat ta?", (Hai Dan.. Gimana kabarnya? Sehat kan?) Seorang wanita cantik menyapaku dengan akrab. Dia adalah Dona Arimbi, Bundanya si lucu Putri Arumwaty. Dona adalah seorang wanita berusia 30 tahun. Ia telah bercerai dengan suaminya sejak satu tahun yang lalu. Sejak setahun itu pula Dona mulai aktif berlangganan gorengan buatanku. Entah apa penyebab perceraian Dona. Ia bilang sih karena suaminya adalah seorang pencemburu akut yang selalu mencurigai Dona punya kedekatan dengan pria ini dan itu. Akupun tak tahu pasti kebenaran cerita Dona tersebut.
Setahun berlangganan membuat Dona dan anaknya menjadi akrab denganku. Tak jarang Putri betah berlama-lama dalam gendonganku seolah ia merindukan sosok seorang ayah. Aku dengan senang hati mengajaknya bercanda dan bermain seperti keponakanku sendiri. Donapun seolah sudah seperti kakak bagiku karena saking akrabnya.
Kusambut kedatangan ibu dan anak tersebut dengan antusias mengingat bahwa mereka adalah orang yang kukenal dan dapat menemaniku mengisi kejenuhan di depan dagangan. Keadaan jenuh seperti sore ini memang sangat jarang terjadi karena biasanya Indra maupun Khusna rajin menemaniku berjualan. Tapi sudah dua hari ini kedua makhluk limited edition tersebut tiada menunjukkan batang hidungnya.
"Oh sehat mbak. Eh dungaren kok jek buru ketok. Sibuk ta mbak?", (Oh sehat mbak. Eh tumben baru kelihatan nih. Lagi sibuk ya mbak?) mbak Dona yang telah berdiri di sisi samping dagangan nampak tertawa saat kujawab pertanyaannya.
"Lhoh pikun areke iki koen. Kan jek tas semingguan wingi aku tuku rene!", (Lhoh pelupa nih anak. Kan baru semingguan kemaren aku beli disini!) mbak Dona tertawa renyah.
"Ohh iyo ta?, wadoo sori mbak, saking akehe wong tuku sampek lali hehe", (Ohh iya kah?, waduh maaf mbak, kebanyakan pembeli sampai lupa hehe) aku ikut mentertawakan daya ingatku yang buruk.
"Halah gayamu Dan!, paling koen lagi kesengsem wedokan yo kok sampek ga fokus ngunu!?", (Halah gayamu Dan!, kayaknya kamu lagi naksir cewek ya kok sampai ga fokus gitu!?) tebak Dona yang ternyata memang benar. Haha.. Ada Nada yang menguras habis pikiran dan jiwa..huhuii.
"Yo'opo dhagangane, larishh ta? Hufft..hadoh isih panas tibakno gedangmu Dan!", (Gimana dagangannya, laris ta? Hufft..aduh masih panas ternyata pisangmu Dan!) Dona melanjutkan obrolan sembari mencomot sekaligus menggigit sebuah gorengan yang baru saja kutiriskan dari penggorengan.
"Yo ngene ki mbak.. Umat-umatan. Haha kapokk.. Lha sampean asal nyaplok aja sihh. Yo jelas panas, wong jek buru tak entas teko wajan!", (Ya begini ini mbak.. Pasang surut. Haha rasainn. Kamu sih asal caplok aja. Ya jelas panas, kan baru aja ditiriskan!) Aku terkekeh melihat Dona megap-megap mulutnya karena kepanasan. Bibirnya jadi semakin terlihat sekseh abis.. Haha.
"Hehhe.... Tapi, Aku doyan kok karo gedang panasmu..!", (Hehhe.. Tapi, aku suka kok sama pisang panasmu..!) Dona berseloroh sembari matanya melirik genit ke arah celanaku.
"Wooo.. wong ndramus. Angel ancene musuh rondo teles ngene ki.. Haha.. Ja'it", (Wooo.. dasar ganjen. Emang susah ya kalau berurusan dengan janda muda kayak gini.. Haha.. Mukegile) aku yang pada dasarnya adalah pendiam bisa berubah bocor juga jika bertemu sahabat atau orang yang sudah kukenal baik.
"Eh Dan njaluk tulung, aku gorengno gedang panasmu 30 yo gawe engkok jam 7. Terno nang omah, gawe suguh!", (Eh Dan minta tolong, gorengin pisang panasmu 30 biji buat nanti malam jam 7. Anterin ke rumah sekalian, buat suguhan tamu!) Dona masih dengan mata genitnya lagi-lagi menyebut 'pisang panasmu'. Aku cukup terbiasa berbicara sedikit vulgar dengan Dona. Hanya sebatas obrolan saja tentunya.
"Siapp mbak.. Ojok lali 'piringe' disiapno gae wadah gedangku!", (Siapp mbak.. Jangan lupa 'piringnya' disiapkan buat menampung pisangku!) kubalas dengan vulgar perkataannya. Sudah sering memang Dona memesan delivery gorenganku seperti ini.
-------
Prima kesayanganku sedang berjalan santai membelah keramaian jalan ibukota jawatimur menuju kawasan pantai kenjeran. Tepatnya menuju ke perumahan Pantai Mentari yang ada di sisi timur kenjeran.
Tett.. Tett..
Kutekan dua kali bel rumah yang saat ini tengah kuparkir motor prima di depannya. Rumah berukuran sedang, tipe 54 berwarna biru laut terlihat bersih dan tertata rapi.
"Wahh tepat waktu koen Dan.. Ayo mlebu sik.. Durung ganti klambi iki aku!", (Wahh ontime kamu Dan. Silahkan masuk dulu.. Aku belum ganti baju nih!) Dona muncul dari balik pintu ruang tamu dengan mengenakan pakaian yang sangat tipis transparan. Apakah ia memakai pakaian dalam?, aku tak tahu pasti. Tapi yang pasti, nightdress lingerie yang ia gunakan sungguh sangat terawang menyuguhkan lekukan berikut gundukan yang menggoyahkan jiwa.
"Aku diluk thok kok mbak. Totalnya 30 ribu", (aku bentaran aja kok mbak. Totalnya 30ribu) kucoba mengesampingkan pikiran lain untuk berusaha fokus menyelesaikan pekerjaan dan segera pergi meninggalkan rumah Dona.
"Oh ngunu ta?, yo wes aku ga katik ganti klambi wes cek ga kesuwen. Lungguho diluk, tak jupukno duwik e!. Iku mau koncoku ga sido rene, dadi yo mesisan aku ganti klambi turu ae cek ga ongkep", (Oh gitu kah?, ya udah aku ga jadi ganti baju deh biar ga kelamaan. Duduk aja bentar, aku ambilin uangnya!. Itu tadi temanku ga jadi kesini katanya, makanya aku ganti baju tidur sekalian biar ga gerah) jawab Dona tanggap saat melihatku mulai serba tidak enak berlama-lama melihatnya berpakaian seperti itu.
"Lho lek ga sido yo gak popo tak gowone balik gorengane mbak!, timbang sampean kakehan malah ga kepangan", (Lho kalo emang ga jadi gpp mbak cancel aja gorengannya!, daripada kamu kebanyakan malah ga kemakan) dengan sopan kuarahkan Dona untuk membatalkan pesanannya mengingat daripada sia-sia jika dia pesan.
"Lambemu!, ga pantes rek wong wis diterno adoh-adoh kok tak batalno. Lungguho diluk Dan.", (Ngawur!, ga pantas lah kalau dibatalkan, udah dianter jauh-jauh kok batal. Duduk bentar Dan.) Dona segera berlari ke dalam untuk mengambilkan uang pembayaran pesanan. Dari belakang, terlihat buah pantatnya yang kencang membulat sedang bergoyang ritmik ke kanan dan kiri seiring ayunan langkah kakinya yang sedang berlari kecil.
Aku duduk di kursi sofa ruang tamu sembari membuka notifikasi whatsapp di hpku. Sekian menit kemudian hpku berbunyi lagi menandakan ada pesan whatsapp yang baru masuk. Kubaca, ternyata pesan dari Dona.
"Dan, sori rodok suwe, iki Putri nglilir ngringik njaluk dikeloni. Enteni diluk yo. Mlebu nango pawon, wes tak sediyani sirup jeruk karo piring kosong gae wadah gorengan." (Dan, maaf agak lama, ini Putri kebangun dan merengek minta di temani tidur. Tunggu sebentar ya. Masuk aja ke dapur, sudah kusediakan sirup jeruk dan piring kosong buat tempat gorengan) isi pesan itu kubaca. Aku beranjak ke dapur memenuhi permintaan Dona.