Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT GENGSI DONG !!! (By : FigurX)

Hajar dihajar pake hajar jahanam :pandajahat: dona lebih hot dibandingkan nada. Janda muda penyuka PISANG PANAS! :pandaketawa:
 
Josss.. Guyonan ne asli suroboyo.. Ga bosen mocone.. Suwon cak figurX.. Top ancene peno...

seeeph. suwuns cak. sering2 mampir & tinggalkan jejak yo..
 
Hajar dihajar pake hajar jahanam :pandajahat: dona lebih hot dibandingkan nada. Janda muda penyuka PISANG PANAS! :pandaketawa:

Wahh ente blom tau betapa eksotisnya nada sih.. tunggu aja dia nongol lg
 
Wah makin penasaran sama si Dono

Upp Dana ni. Apakah tingginya ya huu yg bikin eksotis

heheee
 
Panjang euiy apdetnya

Tambahin lagi hu
 
Eksotis berarti....

eks = mantan
sot = pendek
tis = betis

eksotis berarti.... pernah punya mantan yang betisnya pendek. heheh
 
Wah makin penasaran sama si Dono

Upp Dana ni. Apakah tingginya ya huu yg bikin eksotis

heheee

tinggi? siapa yang tinggi? ga ada yang tinggi tuh..
 
Panjang euiy apdetnya

Tambahin lagi hu

bentar om, ane masih k.o nehh. badan demam meriang belina
. sabar yee
 
GENGSI DONG ! (by : FigurX)







:::::::::::::::::::::: >


Bagian 5 : Penasaran II

Scene 2

-------

POV Nada








"Hai.. ", sebuah pesan singkat aplikasi whatsapp muncul dilayar hpku. Menunggu agak lama akhirnya kukirim balasan pesan.

"Hai pagi.. ", jawabku tanpa panjang lebar.

Ganggu ga nih?", orang diseberang sana melanjutkan pesan chat sebelumnya.

Aku tertegun sejenak sebelum membalas chat terakhir yang terkirim. Timbul pertentangan dalam dada. Jika ini kulanjutkan maka hal yang kukhawatirkan selama ini akan benar-benar terjadi. Namun jika aku tak melanjutkannya, maka satu kesempatan terbaik untuk mendapatkan kasih tambatan hati dari pemuda yang baru-baru ini kukagumi akan sirna. Aku bimbang menghadapi kenyataan yang membelenggu. Aku bingung pada pola pikir orang tua ku yang merasa berderajat tinggi serta masih terbawa mengakomodir cara berpikir kompeni.

"Ehmm..hanya sedikit kesibukan di kantor", akhirnya aku memilih untuk membalas pesan tersebut. Toh hanya sekedar teman tak akan membawa masalah serius. Lagipula belum tentu juga dia berjodoh denganku.

"Nada, aku pingin ngobrol sithik karo awakmu. Ada waktu ga?", (Nada, aku ingin ngobrol dikit sama kamu. Ada waktu?) aku berpikir keras untuk menjawab pertanyaan ini, pertanyaan dari seorang bernama Dana yang beberapa waktu ini mengusik kesendirianku. Kebimbangan kembali hadir menggerogoti mekar jiwaku yg mulai tumbuh bersemi melakukan gerak nasti ikuti lirih nurani.

"Engkok awan pas jam istirahat kantor yopo mas?", (Nanti siang pas jam istirahat kantor gimana mas?) nekad kuterjang ganjalan hati. Aku tak mampu berpikir lebih jauh lagi. Ohh apa yang terjadi terjadilah. Yang kutahu hanyalah mengikuti kata hati.

"Yo wes, nyuwun alamat kantor e engkok tak susul, golek maksi nang njobo ae yo", (Ok, minta alamat kantornya nanti kujemput, cari makan siang diluar aja ya) dag dig duk balasan Dana kubaca. Sebuah kesan pertama, dan aku belum tahu nanti akan berlanjut seperti apa.

Kulanjutkan pekerjaanku membuat bahan meeting yang sedianya akan kami gunakan esok hari. Kebetulan kami mendapat order besar untuk mendesign serta mengisi seluruh keperluan interior sebuah kantor cabang yang baru dibuka. Kantor tersebut berpusat di ibukota Jakarta yang kemudian memerlukan kantor cabang untuk mencover cakupan pasar di wilayah Indonesia timur. Tepatlah kiranya jika memilih kota Surabaya sebagai lokasi cabang selain karena Surabaya adalah ibukota propinsi juga merupakan barometer bagi industri maupun distribusi wilayah timur Indonesia. Perusahaan tersebut cukup terkenal di Jakarta sebagai salah satu perusahaan yang berkembang pesat pada kwartal ketiga tahun ini. Perusahaan bernama PT. Tiga Mandiri Perkasa yang dinahkodai tiga anak bangsa bertalenta dan jenius yaitu Mr. Al, Mr. L, dan Mr. Nos mampu menanjak naik dikancah persaingan nasional. Keberhasilan Rapi Design memperoleh kepercayaan besar untuk menggarap seluruh interior PT. 3MP tidak terlepas dari rekomendasi Pak Hasan. Beliau merupakan paman dari Hajar yang bekerja di kantor pusatnya Mr. Al.

Setelah melakukan percakapan singkat dengan Dana via chatting, aku menjadi berubah lebih diam dan kurang konsentrasi. Beberapa kali Hajar mengajak berdiskusi tentang persiapan design hanya kutanggapi dengan jawaban ngelantur yang alhasil menumbuhkan tanda tanya dalam benak Hajar.





"Koen lapo Nad kok aneh ngunu?, ga biasane koyok ngene", (kamu kenapa Nad kok aneh gitu?, ga kayak biasanya deh) kening Hajar berkerut menyaksikan perubahan aneh pada diriku.

"Ah biasa ae. Perasaanmu paling sing ga biasaa..", (Ah biasa aja tuh. Perasaanmu mungkin yang tak biasaa..) aku menampik kecurigaan Hajar untuk menyembunyikan apa yang sebenarnya kupikirkan.
 
Terakhir diubah:
"Aku wes taunan dadi koncomu Non, aku apal bendinanmu", (Aku sudah bertahun-tahun jadi temanmu Neng, aku sangat hafal tabiatmu) Hajar masih juga tak mau meluruhkan penasaran yang ia rasakan.

"Mbelgedes!, guayamu sok dekat sok kenal.. Kemeruh.", (Omong kosong!, gayamu sok dekat sok kenal.. Sotoy) satu jitakanku pelan mendarat di tempurung kepala Hajar.


-------

Tak ada awan bergulung di atas sana. Hamparan permadani biru langit terpampang bersih tanpa coretan remang mega. Dominasi terik matahari laksana singa mengaum gagah berwibawa bertengger di kanvas Maha luas.

Jarum jam baru saja meninggalkan posisi tegak berhimpitan. Aku menutup laptop putih diatas meja kerja dan beranjak membuka notifikasi whatsapp yang muncul.

"Aku nang ngarep rodok ngulon sithik, goncengan ae yo. Aku nggowo helm loro", (Aku sudah didepan agak ke barat sedikit, boncengan aja ya. Sudah kubawakan helm) Dana mengirim pesan dan langsung kujawab singkat mengiyakan.

"Hai.. Naik sini!", Dana menyapa ramah mempersilahkan aku naik di boncengan motor prima nya. Aku tak mampu menjawab sepatah katapun saking gugupnya. Hanya gerakanku yang muncul terlihat salting. Sedikit senyumanku semoga bisa menggantikan kalimat yang seharusnya kuucapkan.

"Maem nang ndi iki?, (Makan dimana ini?) Dana sedikit berteriak melawan gemuruh angin yang menerpa wajah kami saat motor mulai melaju di perjalanan meninggalkan jalan Veteran tempat dimana aku menyewa ruko untuk bekerja.

"Sakkarep..", (terserah) kujawab singkat karena aku tak tahu harus menjawab apalagi.

Dana berinisiatif membelokkan motornya menikung ke arah kiri saat bertemu dengan perempatan Siola. Sepanjang perjalanan aku hanya diam membisu. Lidahku begitu kelu, otakku berasa buntu, tak ada ide obrolan apapun yang muncul di benak.

Dana mengurangi kecepatan motornya saat melintasi kantor Ibu Risma, Walikota Surabaya kemudian berbelok ke arah kiri. Beberapa saat kemudian motor berhenti tepat di tikungan samping kantor Satpol PP. Oh rupanya Dana mengajakku untuk makan di Mie Pangsit Kotamadya yang terkenal itu. Saking terkenalnya sampai-sampai Brian 'Bray'nya Clothink, Mr. Nos-nya 3MP, hingga penulis legendaris Gadies pernah mampir dan makan ditempat ini.

Nasib beruntung sedang berpihak pada kami. Lapak pangsit yang biasanya penuh sesak oleh para pegawai pemkot yang istirahat, terlihat agak lengang. Kemungkinan ada rapat atau sejenisnya yang membuat mereka tak bisa menikmati jam istirahat sebagaimana biasanya.

Dana memilih kursi terjauh dan terpojok untuk lebih mendapatkan privasi. Mie pangsit dengan extra baso plus es jeruk menjadi pilihan siang itu.

"Sehat Nada?", Dana membuka pembicaraan untuk mencairkan suasana yang masih terlihat kaku.

"Lumayan hemm", aku memilih jawaban yang paling sesuai sembari kuiringi dengan sebuah senyuman semanis mungkin. Maksud hatiku juga ingin mengakrabkan diri, namun tak tahu apa yang harus kulakukan.

"Ehmm.. Nada. Sepurane kapan hari lek nggae awakmu nesu", (Ehmm.. Nada. Maaf kejadian waktu itu jika membuatmu tersinggung) aku sedikit terkejut dengan kalimat dari Dana tersebut. Namun cepat kututupi. Karena jujur, aku tak pernah merasa marah sedikitpun terkait kejadian yang dibahas oleh Dana.

"Iyo mas, aku ngerti lek sampean mesti ga enak kabeh karo aku. Tapi aku ga nesu kok. Cuman yo mungkin rodok kaget ae. Isin rek ditontok wong akeh!", (Iya mas, aku memahami jika kamu merasa serba salah. Tapi aku ga marah kok. Hanya kaget saja. Malu dilihat orang banyak!) aku berusaha menjelaskan sebisa mungkin agar Dana tidak terlalu merasa bersalah.

"Tapi aku isih oleh dadi koncomu kan?, Isih oleh pedekate dan ngejer awakmu kan?", (Tapi aku masih boleh jadi temanmu kan?, masih diperbolehkan untuk PDKT dan mengejar kamu kan?) Dana mengernyitkan kening menandakan ia sedang serius berbicara.

"Lek konco yo jelas oleh mas. Khusus ngejer aku, ehmm.. Cobaen ae. Berusahalah lebih keras. Ancen saiki aku durung isok, tapi aku isok berubah tergantung yopo usahae pean ngrebut atiku", (Kalau pertemanan ya tentu saja boleh. Khusus ngejar aku., ehmm.. Coba aja. Berusahalah lebih keras. Memang saat ini aku belum bisa, tapi aku bisa berubah tergantung gimana usahamu merebut hatiku) Cara tanggap yang lugas dan tanpa basa-basi sudah menjadi Kebiasaanku saat bekerja maupun beraktifitas lainnya, tak terkecuali saat menyikapi pertanyaan Dana.
 
Kami melanjutkan dengan obrolan ringan seputar pekerjaan Dana, keluarga dan sahabat sembari menikmati mie yang baru saja dihidangkan. Jauh dalam lubuk hatiku semakin tumbuh rasa simpatik setelah tahu aktifitas keseharian seorang Chef tak terkenal bernama Dana. Dan juga perjuangannya untuk kesejahteraan keluarga.

"Ehmm.. Dadi ide, promosi, kreasi, dekorasi, sampek eksekusi sampean garap dewe kabeh?. Gendeng koen. Opo ga njlimet mas?. Uakeh berarti ilmune pean", (Ehmm.. Jadi ide, promosi, kreasi, dekorasi, sampai pada eksekusi kamu kerjakan sendiri semua?. Luas biasaa. Apa ga rumit mas?. Banyak ya berarti pengalamanmu) aku terbelalak heran pada cerita Dana yang baru kudengar. Talenta yang memukau. Creator, Marketing, Salesmanship, Negosiator, Decition Maker, Designer, Chef, wooow segudang talenta yang terkumpul dalam satu kepala. Dan itu dimiliki oleh seorang yang hanya tamat SMA, mengagumkan.

"Yo sering ngewangi dolor & konco dadi nular ilmune hehe", (Ya sering bantu saudara & teman jadi nular ilmunya) jawaban Dana yang diluar perkiraanku. Aku berpikir mungkin ia sering ikut seminar dan pelatihan, tapi ternyata tidak.

"Tak pikir sampean melok seminar-seminar ngunu mas. Wah berarti daya serap pean dhuwur lho mas", (aku kira kamu ikut seminar-seminar gitu mas. Wah berarti kemampuan pemahaman kamu tinggi mas) aku terbengong menatap sosok pria brilian di depanku. Aku beranggapan bahwa muatan kuliah yang selama ini kudapat adalah jalan terbaik untuk mampu terjun dikancah persaingan pekerjaan. Namun sekarang aku paham, kemauan positif yang keras dan ketelatenan memahami praktek lapangan merupakan jalan lain untuk mematangkan diri.

"Wahh lek melok seminar yo isok jebol bandar e non. Duwik sak ipet ga ngatasi gae melok-melok koyok ngunu iku", (Wahh kalau ikut seminar ya bisa bangkrut neng. Uang sedikit ga akan cukup buat ikut yang begituan) aku langsung tersenyum mendengar jawaban konyol Dana. Tanpa sadar mie santapan telah ludes kami hajar sembari mengobrol. Rasa sejuk dalam dada ini mendapati keakraban kami yang mulai terjalin.

"Na, aku oleh request ga?", (Na, aku boleh request ga?) kudengar Dana berucap saat kami sedang menuju parkiran motor.

"Apa mas?", tanyaku penasaran.

"Perjuangan babak 1, aku request awakmu ga mbalik kantor awan iki yo. Pliss.. Tak ajak kluyuran hehe", (Perjuangan babak 1, aku request kamu tidak balik kantor siang ini ya. Pliss.. Kuajak nglayap hehe) melihat wajah Dana yang memelas dengan kedua tangan memohon tertelangkup di depan wajah seperti orang semedi membuat aku tak mampu untuk menolak permintaan Perjuangan pertamanya. Aku jawab dengan anggukan berikut senyuman khas yang konon dikatakan manis oleh teman-teman hehe.

"Halo say, mintol.. Aku ono keperluan ndadak, dadi ga isok balik kantor awan iki. Tulung ringkesno laptopku sekalian gowoen mulih mobilku yo. Kontake nang laci mejoku..", (Halo say, minta tolong.. Aku ada keperluan mendadak, jadi ga bisa balik kantor siang ini. Tolong kemasi laptop sekalian bawa pulang juga mobilku ya. Kunci mobil ada si laci mejaku..) segera kuhubungi Hajar di kantor untuk mengabarkan.

"Ehmm...lek aku ga gelem yopo hayoo??!", (Ehmm...kalo aku ga mau gimana hayoo??!) bukannya mengiyakan, Hajar malah balik ngerjain aku dengan sok jual mahal. Ihh rese' ni barbie bawel. Pingin njitak aja tuh kepala barbie rasanya.

"Tak potong gaji koen nduk!", (Kupotong gaji kau bocah!) akhirnya dengan dongkol kumanfaatkan tangan absolut untuk menekan Hajar si bawel.

"Haha.. Nesu.. Nesuuu.. Koyok asuu haha.. Sabar dong. Iya iya, tentu akan kulaksanakan semua titah permaisuri!", (Haha.. Marah niye, kayak guk guk haha. Sabar dong. Iya iya, tentu akan kulaksanakan semua titah permaisuri!) banyolan Hajar bikin aku sewot. Kurang ajar tuh anak, hihhh!.

"Ga lucuu. Yo wis suwun!", (Ga lucu tau. Ya udah makasih!) masih dengan nada sewot hendak kuputus sambungan telepon, namun Hajar menghentikan niatku.

"Ehh sik sik ojok ditutup. Titip pesen aja, ati-ati lek goncengan. Nyabuk yo cek ga lugur haha", (Ehh bentar jangan ditutup dulu. Nitip pesan aja, hati-hati kalau boncengan. Pegangan yang erat biar ga jatuh haha) Hajar tertawa ngakak, sontak pipiku menyemu merah. Kok dia bisa tahu ya?

"Aku nontok rek teko jendelo lantai loro. Weeh pantesan ae dijak ngobrol malah nglamun..ternyataa dienteni arjuno ne hahaha", (Aku lihat lho dari jendela lantai dua. Weeh pantas aja diajsk ngobrol kok ga fokus..ternyataa lagi ditunggu arjuna nya hahaha) Hajar melanjutkan kalimatnya, akupun jadi kaget karena tak tahu kalau ada orang yang ngintipin. Uhh.. Untung saja Hajar yang lihat. Nah kalau keluarga yang lihat? Bisa habis riwayatku.

"Ngguyuo terus!. Tak balsem lambemu kapok koen. Awas yo sampek bocor, tak kebuli koen engkuk!. Yo wis ngunu sik.", (Ketawa aja terus!. Aku kasih balsem mulut baru tahu rasa kamu. Awas ya sampai ketahuan orang lain, aku bikin nasi kebuli kau nanti!. Ya udah gitu aja dulu.) aku semprot si Hajar tukang usil. Segera kututup sambungan telepon saat kulihat Dana sudah nangkring diatas motornya.

"Sido nang ndi iki non?", (Jadi kemana nih kita neng?) Dana memasangkan helm ke kepalaku. So sweet deh hehe. Dasar sok perhatian! Hehe.

"Lho.. Yo terserah pejuang dong. Tapi kalau boleh usul, jangan di keramaian seperti mall dan semacamnya yahh", Jawabanku langsung dibalas anggukan oleh Dana. Semenit kemudian motor Dana sudah melaju lincah diantara padat nya kendaraan yg mengalir kearah grand city dan sekitarnya.

Siang hingga sore kami habiskan dengan berjalan-jalan santai di kebun bibit Surabaya. Ya memang tempat tersebut adalah tempat yang tergolong kurang menarik dan ga keren. Tapi aku lebih setuju saat Dana mengajakku kesana. Ditempat yang jarang disukai maka disitulah pandangan orang akan tersamarkan. Ini lebih pada alasan pribadiku yang masih berasa ngeri jika kepergok keluarga saat jalan bersama Dana.

Ditempat itu kami saling bercanda, bercerita, saling mengenal satu sama lain. Sejenak terlepaslah semua beban pikiran, penat pekerjaan. Ditepian kolam ikan koki kami duduk bersama. Menatap kedamaian kehidupan air. Ikan-ikan berenang kesana kemari dengan bebasnya. Hidup yang tanpa beban, tak pun jua mereka pedulikan dengan siapa akan berpasangan, begitu pula rizki makanan selalu saja datang saat lapar menjelang.

Kuakui, perjuangan pertama Dana dengan memilih kebun bibit sebagai lokasi pendekatan persuasif sangatlah tepat. Hatiku terasa tenang dan tentram saat menyatu bersama alam. Perhatian Dana sepanjang siang hingga sore juga begitu besar. Tak ada ucapan cinta, tak ada paksaan cumbu, ia biarkan semua mengalir tulus mengisi jiwaku. Teduh hati Dana tergambar bagai pualam.


-------


Bulir imaji masa depan,
Bagai terlukis jelas,
Mengalir di pelupuk mata,
Meresap hingga ke jiwa.

Namun gundah tak jua sirna,
Rasa takut melekat memaksa,
Hanya demi kasta,
Koyak moyak hati merana.

Duh Pengeran kang Moho Wicaksono,
Paring pitutuh dumateng kawulo,
Paring pitulung awratipun lelakon,
Kocap kacarito sageto dados bungahing sukmo.

Kupasrahkan jalanku,
Upayaku mengiringi-Mu,

Bait kisah yang baru terukir,
Semoga menjadi awal yang berseri,
Menuju hari-hari indah esok hari,
Imaji menjadi realiti.

(by : nada)


-------


Go to next story..
Bagian 6
Langsung update nih,
Serbuu..!
 
GENGSI DONG ! (by : FigurX)







:::::::::::::::::::::: >


Bagian 6 : Penasaran III

Scene 1

-------

POV Dana








Aku merasa menyesal dengan kejadian semalam. Sesuatu yang tak seharusnya kulakukan. Apalagi aku masih dalam upaya mendekati pujaan hati bernama Nada. Penyesalanku semakin dalam terasa tatkala kuingat kembali perjuanganku untuk meraih perhatian Nada di acara kafe kala itu.

Meski kuakui bahwa Dona juga memiliki kecantikan dan daya tarik seksual yang luar biasa, namun rasa kasih tak bisa dipaksakan. Hatiku terlanjur tertaut pada dara yang telah berenang jauh di dalam genangan sukmaku. Dan lagi, bukannya aku tak peduli pada keberadaan janda yang memerlukan pendamping. Aku lebih peduli pada diri ini yang mana secara naluri fitrah pasti ingin mendapatkan pendamping yang single, bukan wanita berstatus mantan istri.

Dalam penyesalan ini terbesit rasa benci, kesal, dan muak atas tipu daya Dona dalam memperlakukan aku. Ini sebuah cara yang sadis untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. Sungguh aku baru mengerti, ia tak sebaik dugaanku. Pandangan mata kadang bisa tersilapkan oleh teknik komunikasi verbal maupun non verbal.

Hari ini aku sudah memastikan untuk libur berjualan. Selain sudah terlambat untuk berbelanja karena ketiduran di rumah Dona, aku juga masih enggan kalau-kalau Dona muncul kembali menemuiku di lapak dagangan.

Untuk menebus kesalahan tadi malam, aku berniat menghubungi Nada untuk melanjutkan kisah cinta yang terhenti sejenak. Rasa bersalahku semakin menguatkan tekad untuk segera berinteraksi dengan Nada.

"Hai.. ", sebuah pesan singkat aplikasi whatsapp terkirim dari hpku. Menunggu agak lama akhirnya kuterima balasan pesan.

"Hai pagi.. ", jawab orang diseberang sana tanpa panjang lebar.

Ganggu ga nih?", kulanjutkan pesan chat sebelumnya.

Aku menunggu agak lama untuk balasan chat yang ini. Berbagai pikiran berkecamuk mereka-reka tentang apakah gerangan yang membuat ia tak segera membalas chat dariku.

"Ehmm..hanya sedikit kesibukan di kantor", akhirnya aku menerima balasan pesan tersebut. Plass..hilang sudah kekhawatiranku yang berpikir macam-macam.

"Nada, aku pingin ngobrol sithik karo awakmu. Ada waktu ga?", (Nada, aku ingin ngobrol dikit sama kamu. Ada waktu?) aku mencoba peruntungan dengan mengajak Nada bertemu muka. Yapp..tepat sekali, orang yang sedang chatting bersamaku adalah Nada. Nada sang pujaan hati.
 
"Engkok awan pas jam istirahat kantor yopo mas?", (Nanti siang pas jam istirahat kantor gimana mas?) senyum tersembul di roman muka saat kubaca balasan Nada yang sangat menyenangkan.

"Yo wes, nyuwun alamat kantor e engkok tak susul, golek maksi nang njobo ae yo", (Ok, minta alamat kantornya nanti kujemput, cari makan siang diluar aja ya) dag dig duk kutulis balasan untuk Nada. Duh Gusti..semoga semua berjalan lancar tanpa terkendala.

Kuberlonjak girang bukan kepalang saat mengakhiri chat dengan Nada. Dengan semangat'45 beranjak kucuci si Prima kesayanganku agar bersih kinclong karena akan membawa muatan spesial nanti siang..Yiiihaaa.

Kupilih baju dan celana yang bersih di lemari pakaian. Momen istimewa harus dilakukan dengan cara yang istimewa. Sembari memilih baju, kuatur strategi jitu tentang akan kemana berikut plan ABC untuk mengantisipasi jika terjadi perubahan kondisi atau semisalnya.

Berbagai pilihan kata dan kalimat kulatih dengan mematut diri di depan cermin kamar. Hanya untuk memastikan, aku dalam kondisi persiapan yang benar-benar prima se-prima motorku tersayang yang bernama prima.


-------


Tak ada awan bergulung di atas sana. Hamparan permadani biru langit terpampang bersih tanpa coretan remang mega. Dominasi terik matahari laksana singa mengaum gagah berwibawa bertengger di kanvas Maha luas.

Jarum jam baru saja meninggalkan posisi tegak berhimpitan. Aku telah sampai di depan kantor Rapi Design, kupilih tempat berteduh di bawah pohon sebelah barat kantor tersebut.

"Aku nang ngarep rodok ngulon sithik, goncengan ae yo. Aku nggowo helm loro", (Aku sudah didepan agak ke barat sedikit, boncengan aja ya. Sudah kubawakan helm) kukirim pesan kepada Dana dan dengan cepat langsung diiyakan olehnya.

"Hai.. Naik sini!", kulihat Nada muncul dari balik pintu kantor yang berbentuk ruko tiga lantai dan kusapa ramah mempersilahkan Nada naik di boncengan motor primaku. Nada nampak kikuk dan salah tingkah. Kubuang pandangan ke arah lain agar ia tak merasa semakin grogi.

"Maem nang ndi iki?, (Makan dimana ini?) aku sedikit berteriak melawan gemuruh angin yang menerpa wajah kami saat motor mulai melaju di perjalanan meninggalkan jalan Veteran Surabaya.

"Sakkarep..", (terserah) Nada menjawab dengan pendek dan lugas.

Aku berinisiatif membelokkan motor menikung ke arah kiri saat bertemu dengan perempatan Siola. Sepanjang perjalanan kuamati Nada hanya diam membisu. Mungkin dia sedang tegang, atau bisa jadi dia sedang sariawan heheh.

Kukurangi kecepatan motor saat melintasi kantor Ibu Risma, Walikota Surabaya kemudian berbelok ke arah kiri. Beberapa saat kemudian motor kuhentikan tepat di tikungan samping kantor Satpol PP. Aku berinisiatif mengajaknya untuk makan di Mie Pangsit Kotamadya. Sebuah tempat yang mudah diingat. Yang akan memberikan kenangan kuat pada lembaran memorinya.

Nasib beruntung sedang berpihak pada kami. Lapak pangsit yang biasanya penuh sesak oleh para pegawai pemkot yang istirahat, terlihat agak lengang. Kemungkinan ada rapat atau sejenisnya yang membuat mereka tak bisa menikmati jam istirahat sebagaimana biasanya.

Aku memilih kursi terjauh dan terpojok. Bukan niatan ingin mojok, namun aku lebih suka ketenangan. Sedikit menjauh dari keramaian dan lalu lalang pembeli maupun mas pelayan akan terasa lebih nyaman.

"Sehat Nada?", kubuka pembicaraan untuk mencairkan suasana yang masih terlihat kaku.

"Lumayan hemm", kurasakan ia berusaha memilih kata yang tepat agar tak merusak usaha pencairan yang sedang kubangun. Makcesss..terasa sejuk jiwa ini tatkala kulihat Nada melemparkan senyum mautnya. Senyum manis khas ala Nada yang bikin aku mabuk kepayang.
 
"Ehmm.. Nada. Sepurane kapan hari lek nggae awakmu nesu", (Ehmm.. Nada. Maaf kejadian waktu itu jika membuatmu tersinggung) kuberanikan diri membahas kejadian tempo hari di kafe Kasino yang mungkin menjadi biang keladi menjauhnya Nada dariku.

"Iyo mas, aku ngerti lek sampean mesti ga enak kabeh karo aku. Tapi aku ga nesu kok. Cuman yo mungkin rodok kaget ae. Isin rek ditontok wong akeh!", (Iya mas, aku memahami jika kamu merasa serba salah. Tapi aku ga marah kok. Hanya kaget saja. Malu dilihat orang banyak!) syukurlah ternyata Nada tak tersinggung. Aku menjadi tenang dibuatnya.

"Tapi aku isih oleh dadi koncomu kan?, Isih oleh pedekate dan ngejer awakmu kan?", (Tapi aku masih boleh jadi temanmu kan?, masih diperbolehkan untuk PDKT dan mengejar kamu kan?) kukernyitkan kening lebih serius berbicara.

"Lek konco yo jelas oleh mas. Khusus ngejer aku, ehmm.. Cobaen ae. Berusahalah lebih keras. Ancen saiki aku durung isok, tapi aku isok berubah tergantung yopo usahae pean ngrebut atiku", (Kalau pertemanan ya tentu saja boleh. Khusus ngejar aku., ehmm.. Coba aja. Berusahalah lebih keras. Memang saat ini aku belum bisa, tapi aku bisa berubah tergantung gimana usahamu merebut hatiku) Cara tanggap yang lugas dan tanpa basa-basi dari Nada. Oh kusuka cara dia menyikapinya. Ini membawa kesan bahwa ia bukan gadis yang senang neko-neko. Apa adanya.

Kami melanjutkan dengan obrolan ringan seputar pekerjaanku, keluarga dan sahabat sembari menikmati mie yang baru saja dihidangkan. Aku tak menyangka hubungan akan cepat membaik seperti ini. Duhh Gusti.. Panjenengan memang satu-satunya Sang Maha Pemberi Pertolongan.

"Ehmm.. Dadi ide, promosi, kreasi, dekorasi, sampek eksekusi sampean garap dewe kabeh?. Gendeng koen. Opo ga njlimet mas?. Uakeh berarti ilmune pean", (Ehmm.. Jadi ide, promosi, kreasi, dekorasi, sampai pada eksekusi kamu kerjakan sendiri semua?. Luas biasaa. Apa ga rumit mas?. Banyak ya berarti pengalamanmu) Nada terbelalak heran pada cerita yang baru kupaparkan. Sepertinya ia terpukau. Tapi aku tak ingin besar kepala dan takabur. Semua orang memiliki daya upaya dan kelebihan masing-masing.

"Yo sering ngewangi dolor & konco dadi nular ilmune hehe", (Ya sering bantu saudara & teman jadi nular ilmunya) jawabanku apa adanya.

"Tak pikir sampean melok seminar-seminar ngunu mas. Wah berarti daya serap pean dhuwur lho mas", (aku kira kamu ikut seminar-seminar gitu mas. Wah berarti kemampuan pemahaman kamu tinggi mas) Nada kembali terbengong menatapku. Dan aku lebih terbengong lagi menatap dara cantik didepanku yang sedang menatap wajah ini. Betapa indah binar matanya, hidungnya, lekuk rahangnya, bibirnya, gerai rambutnya.... Oww ow gadisku. (hehe jadi inget judul cerita karangan Gadies di LKTCP perdana).

"Wahh lek melok seminar yo isok jebol bandar e non. Duwik sak ipet ga ngatasi gae melok-melok koyok ngunu iku", (Wahh kalau ikut seminar ya bisa bangkrut neng. Uang sedikit ga akan cukup buat ikut yang begituan) dengan mbanyol kuungkapkan keterbatasanku dalam dana. Tanpa sadar mie santapan telah ludes kami hajar sembari mengobrol. Lembaran baru telah tertulis, harapku semoga indah hari-hariku bersamanya.

"Na, aku oleh request ga?", (Na, aku boleh request ga?) kubisikkan pelan sebuah permintaan saat kami sedang menuju parkiran motor.

"Apa mas?", tanya Nada antusias.

"Perjuangan babak 1, aku request awakmu ga mbalik kantor awan iki yo. Pliss.. Tak ajak kluyuran hehe", (Perjuangan babak 1, aku request kamu tidak balik kantor siang ini ya. Pliss.. Kuajak nglayap hehe) kedua tangan memohon kutelangkupkan di depan wajah seperti orang semedi demi membuat Nada meloloskan permintaanku. Ia menjawab dengan anggukan berikut senyuman khasnya yang swearr.. Muanisss poll.

Kulihat Nada beranjak menjauh untuk menelepon seseorang. Mungkin dia menghubungi Hajar untuk minta handle pekerjaan atau apalah itu namanya aku tak terlalu paham. Yang pasti aku sudah sangat senang saat planning berjalan dengan baik. Kunyalakan sebatang rokok filter ketika sepertinya Nada masih sibuk mengobrol ditelepon cukup lama. Sambil duduk manis diatas motor manis menunggu dara manis, lagi-lagi kuatur strategi jitu untuk melumatkan hati Nada menggunakan serangkaian tehnik apik dan mengesankan.

"Sido nang ndi iki non?", (Jadi kemana nih kita neng?) strategi pertama ku jalankan dengan memasangkan helm ke kepala Nada. Jelas akan memberikan kesan berbeda buat si dia Hehe.

"Lho.. Yo terserah pejuang dong. Tapi kalau boleh usul, jangan di keramaian seperti mall dan semacamnya yahh", Jawaban Nada dan langsung kubalas dengan anggukan. Semenit kemudian motor manisku sudah melaju lincah diantara padat nya kendaraan yg mengalir kearah grand city dan sekitarnya.

Siang hingga sore kami habiskan dengan berjalan-jalan santai di kebun bibit Surabaya. Ya memang tempat tersebut adalah tempat yang tergolong kurang menarik dan ga keren. Tapi strategi jituku harus tetap berjalan. Mendekatkan Nada ke alam akan mempermudah untuk menyentuh hatinya.

Strategi berikutnya berjalan. Kuajak Nada cantik untuk duduk sejenak bersinggah di dekat kolam ikan. Ditepian kolam ikan koki kami duduk bersama. Menatap kedamaian kehidupan air. Ikan-ikan berenang kesana kemari dengan bebasnya. Hati bersih Nada akan dapat membaca ketenangan dunia air. Kupastikan lagi bahwa hatinya akan semakin terhanyut. Terhanyut bersama daun-daun yang berguguran kemudian terdorong kesana-kemari oleh kecipak ikan-ikan yang riang berenang tanpa rasa letih.

Kuberikan seikat perhatian dan setumpuk rasa nyaman kepada bidadari di sampingku. Tak ada lagi keraguan yang menghalau jiwa. Keyakinan yang tinggi kutambatkan dipuncak menara hati. Aku yakin perjalanan indah ini tak akan berhenti sampai disini. Aku yakin bidadari ini yang akan menemaniku hingga tua nanti. Semoga Sang Maha Kuasa Mendengar lirih hati ini.


-------


Masih akan berlanjut..
Part 6 Scene 2,
Cumming Su'un
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd