Bagian 32 - Kejatuhan Sang Bintang
B : Antares Eka Bagas Saputra
A : Muhammad Rigel Saputra (Ayah)
I : Eridani Ayu Wardani (Ibu)
Sawah timur desa, jam 09:17
Hari ini adalah hari dimana bagas memanen tanaman padi miliknya. Padi yang dia urus sendiri. Dengan modal sendiri. Ini adalah musim ketiga bagas sebagai petani. Ayahnya sudah sepenuhnya menyerahkan tanggung jawab ke bagas. Meski kadang Rigel masih memberi nasehat dan saran untuk bagas.
Bagas nampak lesu. Padi hasil mengurus sendiri. Banyak yang terserang hama potong leher. Perasaannya kwatir akan hasil yang dia dapat, modal yang besar, pengeluaran untuk obat² padi, biaya kuli sawah, dan pengeluaran² lain sudah melebihi anggaran yang dia perkirakan.
I : Sabar nak. *sambil mengelus punggung bagas.
B : iya bu.
I : kamu gak boleh menyerah.
B : tapi bu. Bagas sudah banyak modal yang keluar.
I : uang bisa dicari. Nanti ibu bantu modalin kamu lagi.
B : huffft. Obat² padi sudah habis 9juta bu. Belum yang lain.
I : gpp.
B : apalagi bagas hanya bisa mandorin kuli sawah. Bagas gak bisa mengerjakan sendiri.
I : ya wajarlah gas. Tanah sawah seluas ini pasti butuh kuli sawah.
B : bisa bangkrut ini bu.
I : hussss. Gak boleh ngomong gitu.
B : *bagas diam saja. Dia menunduk menyesali padinya.
I : jangan bicara gitu gas. Kalau hari ini hasilnya kurang. Musim panen depan pasti hasilnya bagus *eridani memberi semangat.
Jam. 13.15
A : sudah selesai gas panennya. *Rigel baru datang.
B : sudah yah. Cuma dapat 2 ton. *bagas lemas.
A : yah gpp. Ini bisa jadi pengalaman berharga.
B : tapi bagas rugi banyak yah.
A : sabar.
B : modal saja gak balik kalau hasilnya kayak gini. *bergetar bagas ucapan bagas.
I : nak jangan gitu. Musim depan pasti baik hasilnya.
B : *bagas berdiri meninggalkan ibu dan ayahnya tanpa pamit.
Bagas berjalan kearah motornya. Wajahnya lesu, pucat.
Dia ambil kunci motor dan berusaha menaiki motornya.
BRUKKKKKKK.
Bagas terjatuh dijalan. Darah keluar dari hidungnya.
I : Bagassssss. *teriak ibunya.
Eridani berlari menghampiri bagas. Dia peluk anaknya. Tangannya berusaha menyeka darah yang keluar dari hidung bagas.
I : Nak kamu kenapa. Huaaaa. *tangis eridani
A : Gas. Bangun nak. *Rigel berusaha menepuk pipi bagas untuk menyadarkannya.
I : huaaaa huaaa. Bagas. *semakin keras tangis eridani
A : kita bawa ke rumah sakit bu.
*Rigel berlari mengambil mobil pajero nya.
A : bantu bu. *perintah rigel untuk membopong bagas.
I : Nak..... huauau bangun.
.
.
.
.
.
.
Rumah sakit, jam 21.43
Bagas mulai tersadar. Kepalanya berat, pusing masih dirasa. Badannya lemas tak mampu untuk sekedar duduk. Dia rasakan tangannya kaku akibat jarum infus yang menusuk.
B : aku dimana ? Badanku berat sekali. Batin bagas.
Dia menoleh kesamping. Tempat eridani duduk dan tertidur.
B : bu.... *panggil bagas
I : bagas. *eridani terbangun dan menghampiri anaknya.
I : syukurlah nak kamu sudah siuman.
B : apa maksud ibu ?
I : kamu tadi siang pingsan disawah nak. Sekarang kamu dirumah sakit.
B : bagas mau pulang. *mencoba bangun. Namun tubuhnya terasa berat.
I : tidur dulu nak. Kamu belum pulih.
B : ayah mana bu?
I : pulang nak. Besok mau panen sawah tulakan kulon. Tadi dia nungguin kamu siuman, tapi setelah dokter memberi penjelasan kondisi badanmu. Dia pamit pulang duluan.
B : Bu boleh bagas minum.
Eridani mengambil minum, dia berjalan membelakangi bagas. Celana kulotnya begitu mulus, menampilkan belahan pantatnya. Kiri kanan, bergoyang seirama. Namun kontol bagas tak mampu berdiri. Tetap tidur tak mau ngaceng. Sakitnya lebih terasa dadipada nafsunya.
I : ini nak.
B : *bagas hanya mencoba minum sedikit. Lidahnya terasa pait.
B : makasih bu. Bagas kenapa bu ?
I : dokter bilang kamu kecapekan. *eridani diam. Dia elus² rambut anaknya. Begitu sayang dia pada anak semata wayangnya.
B : uhmmm. *bagas mengingat kejadian sebelum dia pingsan.
Tanahnya yang 1 hektar hanya dapat 2 ton gabah. Artinya musim ini dia hanya dapat hasil panen. 10jutaan..... hasil yang sangat rendah. Tak pernah terpikir olehnya akan panen seperti ini. Dulu dkira jadi petani pasti dapat hasil panen. Melimpah....
B : Tak pantas aku menjadi petani. *batin bagas.
I : nak tidurlah. Ibu juga mau istirahat.
B : baik bu.
Rumah sakit, keesokan hari jam 06:01.
Bagas mulai terjaga kembali. Ditatapnya eridani masih tertidur dikursi tunggu pasien.
B : hoaaaaammmmm. *bagas mulai merasa enakan.
B : bu. *panggil bagas.
I : *eridani terbangun. Matanya merah. Khas mata kurang tidur.
I : eh sudah bangun nak
B : iya bu. *sambil mencoba duduk.
I : gimana badanmu nak ?
B : sepertinya sudah tak apa bu. Mungkin tinggal pemulihan saja.
I : syukur nak. *eridani meneteskan air mata.
B : ibu kenapa ?
I : tidak nak. Ibu senang kamu sudah baikan. Ibu kwatir banget sama kamu. *eridani memeluk bagas. Susunya menempel dilengan bagas.
B : *jangan ngaceng cok. Batin bagas ke kontolnya. Wkwkwkwk
B : bagas sudah sembuh bu
I : iya nak. Kemarin kamu pingsan dan mimisan.
B : mimisan bu?
I : iya. *eridani melepas pelukannya.
B : bagas mau pulang bu.
I : nanti sore ada dokter kontrol kamu nak. Kalau boleh pulang kita ya pulang. Sambil nunggu ayah kesini nanti.
B : ayah dimana ?
I : belum kesini nak. Hari ini panen.
B : ohhh... sawah ayah sukses ya bu seprrtinya.
I : yah. Dia kan senior gas. Pengalaman lebih banyak ayahmu.
B : iyah bu. Bagas sepertinya gagal bu jadi petani.
I : jangan mikir itu dulu gas.
B : tetap saja bu. Kerugaian bagas banyak.
I : dokter bilang salah satu faktor kecapekan mu ya dari pikiran mu sendiri.
B : eh bu. Ibu kasih kabar ke sapta gak. Soal kondisi ku.
I : belum nak. Apa kamu mau ibu kasih tau si sapta ?
B : jangan bu. *bagas menunduk
I : kenapa nak ?
B : bagas gak mau dia kepikiran repot² kesini. Biar dia jalanin usahanya bu. Jangan ganggu.
I : lho kok gitu ? *sepertinya memang kamu sedang banyak pikiran ya gas. Batin eridani
B : bagas malu. Bagas gagal panen ini.
I : gpp nak. Nikmati prosesnya.
Musim depan pasti sukses panenmu.
B : bagas nyerah saja bu. Mau cari pekerjaan lain.
I : apaaa ?
B : bagas mau merantau saja bu.
I : TAK BOLEH.
B : *bagas menunduk kembali.
I : kalau kamu saat ini batal jadi petani. Lebih baik kamu kuliah.
B : tapi bu, bagas tak mau.
I : tak boleh nak. *eridani memegang tangan bagas.
B : bagas mau ke jakarta saja.
I : gak boleh nak. Ibu tak ada teman dirumah. *eridani mulai memelas
B : kan ada bapak bu.
I : hiks hiks hiks *eridani mulai menangis
B : bagas kayaknya gak sanggup jadi petani bu. Tapi bagas juga gak mau kuliah.
I : terserah kamu. Tinggalin saja ibu sendiri. *marah eridani.
B : apa ibu tidak mau izinin bagas ?
I : tidak akan. Terserah kamu.
B : tapi bagas gak sanggup jadi petani
B : KAMU LAKI ATAU BUKAN ?
masalah gini saja sudah nyerah. *teriak eridani.
I : Kalau kamu mau pergi, silahkan saja. Jangan izin sama ibu. Tapi ingat, kamu sendiri yang minta sawah itu kan. Ayah dukung kamu penuh. Kamu nya malah nyerah. Lembek banget kamu jadi cowok.
B : tapi bu ?
I : kamu manut ibu atau manut egomu. Terserah kamu. Ibu kecewa sama kamu. Dasar manjaaaa.
Eridani keluar kamar rawat bagas. Entah kemana dia meninggalkan bagas.
B : maafin bagas bu. Bagas harus gimana ? Bagas gagal. *Batin bagas.
Skip 1 jam kemudian eridani kembali kekamar rawat bagas.
Bagas masih terduduk. Dia pandangi ibunya dengan tatapan memelas.
B : maafin bagas bu.
I : ibu sudah maafin bagas. *jawab datar eridani
B : jadi ibu sudah tak marah kan ?
I : ibu maafin kamu. Tapi ibu gak bolehin kamu merantau.
B : *bagas diam
I : terserah kamu kerja atau tidak, kuliah atau tidak. Yang penting kamu dirumah. Jadi pengangguran sekalian.
B : iya bu.
I : hufffft. Kamu itu kenapa bodoh banget sih. Udah dibantu ayah. Dibantu ibu. Gagal panen saja udah nyerah.
Mana semangat kamu sebelum lulus sekolah. Kamu bilang mau disawah kan. Gitu saja nyerah.
B : bagas harus gimana bu.
I : kamu masih punya keluarga yang membantu mu. Diluar banyak yang sudah tak punya orang tua. Tak punya modal. Mereka tetap kerja. Kamuuuuuu ?
B : Maaf bu. *bagas mulai mengerti
I : terserah kamu.
B : bu bantu bagas ya.
I : apa ibu kurang bantu kamu. Apa kamu lupa, kalau ibu sudah janji kalau kamu sukses jadi petani, atas usahamu sendiri. Atas modalmu sendiri. Ibu akan menuruti apa saja permintaanmu. Apa kurang ibu menyemangati mu ?
B : iya bu. Bagas tau.
I : tapi kamu lupa akan janjimu kan. Jika selama 3 tahun kamu belum sukses. Kamu harus turuti permintaan ibu. KAMU HARUS KULIAH.
B : maaf bu. Bagas lupa janji bagas.
I : ya silahkan saja. Kalau tidak mau jadi petani. Kamu kuliah segera !
Bagas terdiam. Menunduk kembali. Tatapannya kosong memandang selimut kamar.
B : *benar kata ibu. Aku sudah janji. Mana mungkin aku dusta sama ibu. Tapi ini berat sekali, jika aku harus kuliah.....
Arrrrrgghhhhh. *batin bagas.
B : jika bagas kuliah. Sebaiknya dimana bu ?
I : kamu pengennya dimana ?
B : gak pengen sih bu. Hehehehe *canda bagas.
I : ya kalau gitu kesawah.
B : baik bu.
I : sebenarnya ibu dulu janji karena sudah tau. Kamu tak akan sukses garap sawah. Makanya ibu mau janji
B : heh....
I : tapi melihat kamu serius saat masa tanam pertama dulu. Ibu berharap kamu sukses nak. Itu yang baik untukmu, dan keluarga mu nanti.
B : makasih bu. Sudah percaya bagas.
I : iya, tapi ingat janjimu. Kalau gagal, kamu kuliah.
B : iya. Bagas akan turuti ibu. Bagas akan coba lagi garap sawah. Ibu dan ayah bantu bagas ya.
I : iyahhh
Eridani berjalan ke kursi. Kembali nampak bongkahan pantatnya. Bagas mencoba memalingkan pandangannya ke tembok.
B : *stop cok. Jangan ngaceng. Batin bagas.
Bersambung