Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Hitam, Putih, dan Abu - Abu

Earmuffs

Semprot Baru
Daftar
25 Oct 2017
Post
30
Like diterima
9
Bimabet
Pembuka

Selamat pagi / siang / sore / malam semuanya.

Cerita ini sangat minim adegan "panas". Jadi, jikalau saja ada yang tidak berkenan, anda sekalian dapat memilih untuk membaca cerita lain yang tersedia di forum ini.

Dan karena cerita ini mengandung beberapa topik yang mungkin bersifat "sensitif", dimohon dengan sangat kepada semua pembaca agar dapat menerima cerita ini dengan pikiran yang terbuka. Terima kasih.

  1. Bab 1
  2. Bab 2
 
Terakhir diubah:
Tentang Hitam, Putih, dan Abu - Abu

Hitam, putih, dan abu - abu. Itulah tiga jenis warna yang mungkin paling sering berhubungan dengan hidup. Ketiga warna itu mempunyai artinya masing - masing:

Kekelaman. Seringkali diibaratkan dengan warna hitam.
Kebahagiaan. Seringkali diibaratkan dengan warna putih.
Kebimbangan. Seringkali diibaratkan dengan warna abu - abu.

Dan kisah ini hanya berusaha untuk menangkap secuil esensi itu. Esensi dari kehidupan.
 
#1

Kelopak mata Andi terbuka. Ia melihat sekumpulan kapas awan putih tengah mengambang dengan riang di sana, di antara warna biru langit yang begitu cerah. Dikucaknya kedua kelopak matanya berulang kali. Sudah berapa lama aku tertidur ? Ia tidak tahu. Yang jelas, sekarang ia sedang menumpangi sebuah burung besi, dan seingatnya, tepat sesudah para pramugari memperagakan petunjuk keselamatan, ia langsung terhubung ke dalam dunia mimpi.

Ia memutuskan untuk menengok ke arah jam tangan yang melekat di pergelangan tangan kanannya. Tepat pukul 4 petang. Ia lantas mengambil secarik kertas boarding pass yang berada di dalam saku celananya dan membacanya. Menurut boarding pass tersebut, pesawat yang ditumpanginya berangkat pada pukul 14.30. Itu berarti, dirinya sudah tertidur selama 1 jam lebih 30 menit.

Matanya kembali tertuju pada keadaan angkasa melalui kaca jendela pesawat. Ia mendapati beberapa gumpalan awan cummolonimbus gelap beserta petir sudah menunggu pesawat di depan. Ia menebak, dalam kurun waktu kurang dari lima menit, pesawat itu akan terkena imbas dari turbulensi, atau 'goyang dombret udara', istilah yang diciptakannya sendiri, merujuk pada salah satu goyangan ternama yang dimiliki oleh seorang diva dangdut. Ia pun mulai memperhatikan baik - baik jam tangannya dan mengawasi jarum panjang yang akan bergerak.

Benar saja. Setalah tiga menit berlalu, pesawat mulai berguncang pelan. Kaca jendela pesawat yang sebelumnya menampilkan warna biru cerah, kini berganti memperlihatkan warna kelabu. Pekatnya warna kelabu itu membuat jarak pandang menjadi sangat tipis. Bahkan, sayap pesawat pun sudah tak dapat lagi terlihat oleh Andi.

Saat pesawat mengalami turbulensi yang lebih keras, ia menyadari adanya sedikit keganjilan. Rasio kecepatan getaran kursi yang didudukinya jauh lebih besar jika dibandingkan dengan rasio kecepatan getaran yang menimpa badan pesawat.

Ditengah kebingungannya, ia memalingkan wajahnya ke sebelah kanan dan mendapati kehadiran sesosok perempuan yang duduk tepat di sebelahnya. Warna kulitnya putih. Bentuk wajahnya oblong. Matanya naik dan memancarkan aura yang sangat hangat, seperti kain selimut yang melindungi diri dari hawa dingin. Rambutnya pendek sebahu, berponi samping, serta berwarna hitam legam. Alisnya tak terlalu tipis juga tak terlalu tebal. Bibirnya yang tipis dan padat mungkin sudah menjadi incaran beberapa kaum adam untuk segera dirasa. Perempuan yang sangat cantik. Namun sayangnya, itu semua diiringi dengan gerak - geriknya yang bak orang tersetrum listrik dalam sebuah skit komedi slapstick. Sekujur badannya terus - menerus gemetar, seolah dilanda ketakutan yang amat sangat hebat.

Dan Andi akhirnya berhasil menemukan penyebab mengapa kursinya bisa berguncang begitu hebat. Tangan sang perempuan yang gemetar rupanya memegang sandaran tangan kursi Andi.

"Kenapa mbak?" tanya Andi. Mata perempuan itu mengerling ke arahnya. Dia seperti sedang berupaya untuk menyingkirkan segala gemetar yang mendera tubuhnya dan berusaha untuk tersenyum.

"Oh, enggak kok, mas. Hehehehe." Tawanya sedikit dipaksakan. Terlihat sekali dia sangat tidak nyaman.

"Baru pertama kali naik pesawat?" selidik Andi.

"Gak kok, sudah sering," jawab perempuan itu. "Tapi saya agak trauma sama cuaca kayak begini kalau naik pesawat."

"Oh..." Andi menganggukan kepalanya.

Ting!!!

Suara pengumuman dari pramugari yang terdengar sengau memberitahukan penumpang bahwa pesawat itu tengah memasuki area dengan keadaan cuaca yang kurang baik. Dia mempersilahkan para penumpang untuk kembali ke tempat duduknya masing - masing dan mengenakan sabuk pengaman.

Sementara pramugari menyampaikan pengumuman, perempuan di sebelah Andi terlihat menggumamkan sesuatu, entah apa. Langit di kaca jendela sudah semakin gelap dan pesawat terasa kian bergetar dan terombang - ambing diayunkan cuaca dengan luar biasa. Perempuan di sebelah Andi menutup matanya dengan cemas. Tak hentinya dia gemetar.

Andi merasa iba kepada perempuan itu. Tangan sang perempuan yang erat memegang senderan kursi pun dipegangnya lembut secara perlahan. Mata sang perempuan lantas terbelalak, agak terkejut ketika menyadari tangan Andi memegang tangannya.

"Tenang saja, mbak... Ada saya kok di sini," ucap Andi mencoba menjinakkan tensi ketegangan yang mulai membuncah menerkam sang perempuan. Ia tidak peduli bahwa gesturnya saat ini lebih mirip dengan para penjahat psikopat dalam film - film yang akan memutilasi korbannya.

Sang perempuan kemudian melihat ke arahnya dan mencoba untuk tersenyum. Tetapi Andi tahu, itu adalah sebuah senyum keterpaksaan.

"Anggap saja lagi main rollercoaster. Cuman, satu tiket harganya 1 juta. Dengan durasi yang lebih lama," tambah Andi. "Cobain deh. Hi..."

Pesawat tiba - tiba mengalami penurunan ketinggian jelajah secara drastis. Para penumpang di dalam pesawat tersebut pun serempak berteriak.

Tetapi Andi tak kuasa menahan tawa di kursinya, sebab ia merasakan perasaan geli yang luar biasa di perutnya. Kantung kemihnya seolah - olah terasa penuh dalam seketika. Perempuan yang ada di sebelah Andi memandangnya dengan tatapan aneh. Mungkin perempuan tersebut menganggapnya gila.

"Rollercoaster sih rollercoaster, mas. Cuman kalau jatuh khan nyawa taruhannya?" Sang perempuan mulai tersenyum. Akhirnya, dia bisa sedikit lepas dari kecemasannya.

"Kalau belum waktunya, buat apa takut?" balas Andi menimpali dengan senyum. Sang perempuan juga membalas senyum Andi, manis sekali. Andi merasa seperti pernah melihatnya sebelumnya, namun tidak tahu kapan.

Pesawat tersebut mengalami turbulensi selama kurang lebih 15 menit. Waktu yang dirasa cukup lama bagi para penumpang. Namun dalam dunia penerbangan, itu sudah menjadi hal yang lumrah.

Juga bagi orang yang tak takut mati seperti Andi.

Saat cuaca memperlihatkan warna kuning keemasan di jendela, bahu perempuan yang ada di sebelah Andi yang sedari tadi mengeras, akhirnya mulai mengendur. Pesawat akhirnya berhasil melewati serangkaian cuaca buruk yang ada. Seorang pramugari lantas memberikan pengumuman bahwa pesawat tersebut akan segera bersedia untuk melakukan approaching di bandara tujuan.

Sang perempuan yang ada di sebelah Andi menghembuskan nafas dengan cukup kencang hingga terdengar ke telinga Andi. Menyadari hal itu, dia pun menatap Andi dan tersenyum.

Setelah menurunkan ketinggiannya secara perlahan, pesawat akhirnya mendarat dengan sempurna di bandara tujuan dengan kota yang bagi Andi telah memuat segudang emosi itu. Nestapa, nelangsa...segala macam perasaan tumpah ruah di sana. Mendaratnya pesawat ini juga menandakan bahwa waktu liburannya telah berakhir, dan itu berarti ia harus sudah bersiap untuk kembali ke rutinitasnya semula: mengenakan kemeja rapih dan celana panjang hitam untuk bekerja dari hari Senin hingga Jumat, mulai dari jam 8 pagi hingga jam 4 sore, serta membiarkan malam menemaninya pulang bekerja hingga larut tertidur. Membosankan? Memang. Namun, itulah kehidupannya. Mungkin belum waktunya bagi ia untuk merasakan hidup yang didambakannya.

Pesawat sudah terparkir sempurna. Garbarata perlahan mendekat ke pintu depan pesawat sebelah kiri. Para penumpang sudah beranjak dari kursinya dan membuka kabin bagasi atas pesawat dengan tak sabaran. Ukuran pesawat yang tak terlalu besar membuat lorong kabin terasa sumpek dipenuhi penumpang yang berjejalan. Perempuan yang ada di sebelah Andi juga ikut mengambil koper di kabin bagasi atas dan ambil bagian dalam kesumpekan yang ada. Andi masih setia untuk duduk manis di kursinya, memandangi itu semua dengan santai. Ia tak mau ambil pusing. Toh, ia sedang tak diburu waktu.

Pintu pesawat akhirnya dibuka dan orang - orang mulai berhamburan keluar meninggalkan pesawat. Karena pintu pesawat hanya dibuka di bagian depan saja, para penumpang yang duduk di bagian belakang terpaksa harus menunggu sedikit lebih lama untuk bisa keluar dari pesawat. Andi tak mengapa.

3 menit berlalu. Lorong kabin sudah lengang dan perempuan yang duduk di sebelah Andi selama penerbangan mulai berjalan. Sekonyong - konyong timbul keinginan dalam benak Andi untuk menanyakan nama perempuan cantik itu.

Tapi terlambat sudah. Perempuan itu sudah pergi menghilang ditelan garbarata, meninggalkan Andi yang masih duduk termenung sendirian di kursi penumpang.
 
Terakhir diubah:
Pertamax
Kayaknya menarik nih ...
Ijin perkir Gan ..
 
Wow cerita baru... Semoga TSnya tetap sehat dan semangat menulis smp tuntas...
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd