Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Holiday Challenge After Story (Fanmade)

Holiday Challenge After Story 4 : Riri, Berkembang Biak Dengan Veteran

Part 01 of 06



Riri Telat Ganti Pakaian


"non Riri ! ayo, non, nanti telat !", teriak Malih dari luar rumah.
"iya, Pak. bentar !!". Tak lama kemudian, Riri keluar dari dalam rumah dengan menggigit roti di mulutnya.
"mm mm", ucap Riri tak jelas karena terhalang roti.
"apa, non ?".
"ayo, Pak".
Riri masuk ke dalam mobil setelah menghabiskan rotinya. Dasar Riri, tak pernah berubah sifatnya yang bodo amat.
Kuliahnya mulai jam setengah 9, tapi dia baru berangkat jam 8 lewat 15 menit. Padahal Malih sudah sering memarahinya supaya jadi orang yang tepat waktu. Riri pun biasanya hanya tersenyum dan memeletkan lidah kalau sedang diomeli Malih.
Tapi, Riri senang kalau diomeli Malih. Dia merasa mendapat perhatian seorang ayah dari nasihat-nasihat Malih, perhatian yang sudah sangat jarang didapatkan Riri dari ayah kandungnya yang lebih memilih tinggal bersama ibu tirinya di luar negeri.
Sebagai seorang anak yang bisa dibilang kurang kasih sayang, tentu Riri selalu mencari gara-gara dengan Malih. Entah itu bangun siang, berangkat ke kampus telat, berpakaian asal-asalan, dan lainnya.

Malih tahu betul kalau majikannya itu selalu mencari perhatiannya. Dia tidak pernah marah ke Riri, paling hanya sekedar menjewer saja, itu pun cuma untuk bercanda saja.
2 orang yang sama-sama kesepian seperti Riri & Malih menimbulkan hubungan yang kompleks. Tidak pernah lagi Riri merasa Malih adalah supirnya, begitu juga sebaliknya.
Riri menganggap Malih sebagai figur ayah & juga kakak yang suka mengayominya. Malih sendiri menganggap Riri seperti anak & juga adiknya yang harus selalu diperhatikan dan dinasehati.
Tapi ketika sudah bermesraan, Malih & Riri tak ubahnya seperti Romeo & Juliet. Mereka bercumbu, bermesraan, berhubungan intim dengan begitu bergairah & bergelora.
Perbedaan umur mereka yang terpaut lebih dari 30 tahun sama sekali tak berarti bagi mereka ketika bercinta. Malih begitu mengagumi tubuh Riri, gadis muda nan cantik.
Sementara bagi Riri, dari percintaannya dengan Malih, dia bisa merasakan kenyamanan & kehangatan, dan yang paling penting, dia mendapatkan kasih sayang dan tak merasa kesepian lagi.

Di dalam mobil, Riri bermanja-manjaan dengan Malih. Dia kadang menggelayut di leher Malih, kadang hanya menyenderkan kepalanya ke bahu Malih sambil chatting dengan hpnya.
Kalau sedang berhenti di lampu merah, biasanya Malih iseng menggelitiki Riri sampai gadis cantik itu ngomel tapi dengan nada yang manja.
Malih tahu betul, di titik mana Riri bisa merasa sangat geli. Tidak sulit bagi Malih yang sudah 'menjelajah' tubuh Riri berkali-kali.
"hihihihi..udaah aah, Pak. udaah. ampuuun. Paaakhh", Riri cekikikan sambil mengeluh manja.
"hayo. siapa suruh non Riri bandel kalau di bilangin...", ucap Malih sambil terus mengkelitiki Riri.
"iyaa, Pak. hihihihi. ampuuun".
Mungkin kalau teman Riri selain Lina, Moniq, dan Intan melihatnya sekarang tidak akan percaya.
Di kampus Riri kelihatan masa bodoh, dan jarang tersenyum apalagi tertawa. Dia cenderung judes & dingin, terutama ke teman-temannya yang pria.

Tapi, lihat Riri bersama Malih sekarang, dia kelihatan begitu periang dan manja.
"ampun nggak ?".
"iya, Pak. ampuun. niih Riri bales !!".
Riri pun mencubit perut Malih sambil mencibirkan mulutnya seperti orang yang sedang merungut. Tapi, setelah itu, Riri malah mendekatkan bibirnya ke bibir Malih dan mereka pun bercumbu.
"emmm mmm ccpphhh...".
Mereka berdua saling bertatapan. Tiba-tiba Riri menyudahi ciumannya.
"lampu ijo tuh, Pak".
"oh iya..".
Begitulah cara mereka bercanda mesra setiap harinya. Keduanya sudah benar-benar merasa klop & nyaman satu sama lain. Tak lama, sampai juga di kampus Riri.
"Riri kuliah dulu ya, Pak...". Riri cipika cipiki Malih lalu mengecup bibir supirnya itu.
"iya, non. belajar yang bener ya. jangan godain dosen...", celetuk Malih.
"Riri nggak godain kok. malah digodain dosen...", canda Riri.
Malih segera keluar areal kampus usai memastikan kekasihnya berjalan masuk ke dalam gedung kampusnya. Malih pulang ke rumah, Mbok Ratih sedang menyapu teras.
"Mbok. lagi nyapu ?".
"iya, Lih. abis nganter non Riri ?".
"iya, biasa non Riri kesiangan".

"non Riri mah emang susah banget kalau bangun pagi dari dulu. gimana kalau punya suami nanti ?".
"iya, Mbok. bingung juga gimana bilang ke non Riri".
"iya, susah dibilanginnya".
"yaudah, Mbok. saya mau istirahat dulu".
"iya, Lih...".
Malih masuk ke dalam. Sebenarnya Mbok Ratih sudah tahu hubungan Riri dengan Malih yang bukan hanya sekedar majikan & supir melainkan sepasang kekasih.
Mbok Ratih pernah tak sengaja melihat lewat jendela kamar, Riri sedang duduk di pangkuan Malih tanpa mengenakan apapun dan pria tua itu sedang asik menyusu padanya.
Mbok Ratih benar-benar bingung kenapa majikannya yang cantik & masih muda itu mau berhubungan badan dengan lelaki tua seperti Malih. Malah Riri kelihatan melayani nafsu Malih dengan sama bergairahnya.
Mbok Ratih tak mau ikut campur. Percuma saja kan ?. Dia hanya pembantu, bukan siapa-siapanya Riri.
Salah-salah, dia malah bisa dipecat Riri, pikir Mbok Ratih. Jadi, dia tak bicara apa-apa meski pertanyaan besar di hatinya itu tak pernah terjawab sampai sekarang.

Malih tidur-tiduran di ranjang empuk. Ranjang yang jadi 'medan pertempuran'nya bersama Riri hampir setiap malam.
Sambil terlentang, dia memandangi langit-langit kamar sebelum memandang ke arah foto yang ada di meja sebelah tempat tidur. Fotonya bersama Riri yang kelihatan mesra sekali.
Di foto itu, Malih sedang menyosor Riri sementara Riri mengambil foto selfie. Malih memandangi foto itu sambil tiduran. Kehidupannya yang sekarang benar-benar seperti mimpi.
Dulu, untuk sekali makan dengan tahu tempe saja susah sekali. Sekarang, dia bisa makan 3x sehari, lauknya bisa ayam, daging, atau telur.
Makanan seperti pizza, pasta, spagheti, steak, burger, dan lain-lain sekarang sering masuk ke dalam tenggorokan Malih. Makanan yang bahkan tak pernah dikenalnya karena tak pernah mencicipinya satu kali pun.
Tapi, yang paling drastis tentu asmaranya. Sama sekali tak pernah ia bayangkan kalau akan mempunyai kekasih yang masih muda dan begitu cantik.
Sepeninggal istrinya tentu Malih pasrah dengan hidupnya yang sendiri sampai ia meninggal juga.




Malih Nyosor Riri





Tapi, tak disangka, nasib berkata lain, ia dipertemukan dengan Riri. Well, pertama kali saat diajak Riri makan bubur waktu itu, Malih merasa aneh & janggal.
Dia terbiasa dianggap hina dan dipandang menjijikkan oleh sebagian besar orang, terkecuali yang satu profesi dengannya.
Tapi kenapa tiba-tiba, ada wanita muda yang cantik mengajaknya mengobrol dan bahkan mentraktir makan ?.
Dan semenjak kejadian itu, hidupnya pun berubah 180 derajat, baik jasmani & rohani. Tak hanya kebutuhannya akan sandang, pangan, dan papan yang terpenuhi, kebutuhan jiwanya sebagai laki-laki pun terpenuhi.
Meski umurnya memang sudah tua, tak urung membuat nafsu Malih akan tubuh seorang wanita menjadi hilang. Untung sekali memang si Malih.
Kini, dia bisa melampiaskan nafsunya ke seorang bidadari cantik yaitu Riri. Malih bisa mencumbu, meniduri, dan menggumuli Riri kapanpun yang ia mau karena dara belia itu dengan senang hati melayani nafsunya.

Hubungannya dengan Riri benar-benar impian bagi semua laki-laki. Tak hanya berlandaskan nafsu semata, tapi juga melibatkan cinta sehingga tak ada rasa bosan bagi mereka berdua untuk memadu kasih.
Riri selalu mencium Malih setiap hari, dara cantik itu begitu menyayangi Malih, dia tak mau kehilangan si pria tua yang sekarang menemani hari-harinya.
Kalau ada waktu luang, biasanya Riri bilang ke Mbok Ratih agar tak usah datang karena dia ingin menunjukkan ke Malih kalau dia juga bisa memasak & beres-beres layaknya seorang istri yang baik.
Selain itu, Riri juga memberikan variasi dalam bercinta agar mereka tidak bosan. Variasi berupa skenario dan cosplay.
Kadang, Riri berperan sebagai seorang istri yang mempunyai affair dengan pembantunya. Kadang Riri jadi wanita karir yang diperkosa tetangganya.
Kadang Riri jadi mahasiswi yang harus melayani sang dosen untuk mendapatkan nilai bagus.
Dan kadang Riri jadi suster yang harus memberikan 'perawatan' ekstra ke pasiennya agar cepat sembuh. Masih banyak skenario lainnya.




Kostum Maid Riri




Riri suka sekali membuat naskah & adegan bercinta. Tentu pemeran pria utamanya adalah Malih.
Pastinya, Malih juga sangat senang bercumbu dengan Riri memakai skenario karena jadi lebih 'berbumbu'.
Untuk menunjang skenario, di lemari Riri, banyak kostum seperti seragam SMA, seragam suster, seragam pramugari, seragam pembantu, pokoknya segala kostum seksi yang biasanya hanya ada di film porno, semuanya ada di lemari Riri.
Selain itu, Riri juga mengkoleksi lingerie & kimono-kimono yang sexy & transparan. Biasa ia gunakan untuk menggoda nafsu Malih. Malih senyum-senyum sendiri, hidupnya yang sekarang benar-benar berwarna, semua karena Riri.
Bisa makan enak tiap hari, pakaian juga bagus, dan rumah sudah sangat nyaman, ditambah lagi bisa tidur bersama bidadari cantik tiap hari.
Tak terasa, Malih malah mengantuk dan tertidur. Tadi malam, Malih & Riri bercinta sampai jam 2 malam, tentu saja Riri tadi kesiangan & Malih juga masih mengantuk.
Semua karena mereka terlalu asik berhubungan badan.

"hooaamm...".
"kenapa lo, Ri ?", tanya Dewi.
"masih ngantuk gue", gumam Riri seraya mengucek matanya.
"emang tadi malem ngapain lo ? ngeronda ? hahaha".
"enak aja lo, emangnya lo..".
Dalam hati, Riri merasa geli sendiri. Iya, ngeronda, dirondain sama Pak Malih, jawab Riri dalam hati.
"Ri, nonton yuk ntar sama gue, Ratna, n' Wulan..".
"ah, mm. ntar gue ada acara, Wi. sori ya..".
"acara apa ?".
"adaa deeh. mau tau aja lo ah".
"pasti lo mau jalan ya sama cowok lo ?".
"yee, none of your business, you know", ejek Riri.
"ah, nggak asik lo...woo".
Tentu Riri tak bisa ikut, dia sudah ada janji. Dia ingin menonton film baru di bioskop bersama Malih.
"biarin aja, terserah gue kali".
Sementara itu, di tempat parkir, Malih tengah menunggu Riri pulang karena memang sudah sore hari.
"Pak, nunggu juga ya, Pak?", sapa seorang bapak berpakaian rapih.
"iya. Bapak nunggu juga?".
"iya, Pak. saya disuruh jemput anak majikan...".
"oh, sama, saya juga".
"lho? saya kira Bapak ini lagi jemput cucunya ?".
"nggak, Pak. saya juga supir....".

"oh...maaf, Pak. saya nggak enak kalau dipanggil bapak soalnya kan Bapak lebih tua. Panggil aja saya Budi, Pak..".
"oh, iya, nama saya Malih...".
"maaf nih, Pak. saya mau nanya, maaf kalau lancang...".
"oh iya nggak apa-apa. mau tanya apa?".
"apa mata Bapak masih kuat buat nyetir Pak?".
"oh masih, Dek Budi. Mata saya masih terang".
"kok bisa ya, Pak? saya aja, mata saya agak susah ngeliat kalo nyetir malem. rahasianya apa, Pak?".
"saya juga kurang tau. saya nggak pake apa-apa...".
"ooh. Apa Bapak sering olahraga?".
"mm...lumayan sering seminggu 2 kali...".
Malih sempat geli sendiri. Kalau meranjang bersama Riri dihitung olahraga berarti kan dia berolahraga setiap hari.
"olahraga apa, Pak?".
"ya cuma jalan ngelilingin taman deket rumah majikan saya aja setiap pagi, Dek...".
"ah masa bisa pengaruh ke mata sih, Pak?".
"ya saya kurang tau juga, mungkin bisa karena kan mata jadi segar...".
"oh saya tau maksud, Bapak. hehehe...", celetuk Budi menyeringai kecil.

"Pak, ayo pulang...".
"eh non, udah selesai?".
"udah, Pak. anterin aku pulang ya, tapi nanti anterin aku ke tempat biasa...".
"iya, non. beres ! ayo, non !", Budi membukakan pintu mobil.
"mari, Pak...", izin si gadis muda seraya tersenyum.
Alangkah manisnya senyuman gadis itu. Postur tubuhnya kecil, wajahnya cantik, gerakan & gaya bicaranya sungguh anggun nan elegan.
Pas sekali dengan penggambaran seorang bidadari atau putri raja yang sering ada di dalam dongeng. Nampak jelas kalau dia gadis baik-baik dan berasal dari keluarga yang kaya.
"oh, iya, silahkan non...".
"kok Bapak manggil saya non? nama saya Diana, Pak...panggil aja Dian atau Di".
"saya Malih, no...eh maaf, neng Diana".
Malih menyambut uluran tangan Diana. Sungguh kulit yang putih mulus sama seperti kulit Riri. Telapak tangannya juga sama dengan Riri, halus seperti sutra.
"mari, Pak Malih. saya pulang duluan...".
"iya, neng".
"mari, Pak...", izin Budi.
"iya, Dek Budi. hati-hati...". Malih memandangi mobil sedan mewah itu.




Diana




"hayyo ! lagi ngeliatin apa ?", tiba-tiba Riri muncul dari belakang dan mengejutkan Malih.
"aduh si non, untung Bapak nggak jantungan...", ujar Malih sambil mengelus dada.
"hehe...abis Pak Malih bengong aja ngeliatin mobil itu. emang kenapa sih, Pak?".
"nggak itu tadi Bapak kenalan...".
"sama siapa? sama cewek yaa?!", tanya Riri langsung mencubit pinggang Malih.
"aduu duh ! bukan, non bukan...", jawab Malih meringis kesakitan.
"itu tadi supir juga, non..".
"awas ya kalau Bapak macem-macem. Riri sentil itunya...", ancam Riri agak nakal.
"nggak kok, nona cantik...", jawab Malih yang kemudian mencubit kecil pipi halus kekasihnya itu.
"ih bisa aja Pak Malih ngerayunya...".
Lucu sekali kalau melihat mereka sedang berduaan. Riri yang terkenal tomboy dan cuek jadi begitu manja & feminim di dekat Malih.
Dia suka sekali bermanja-manja dengan Malih, supir tercintanya itu. Mereka berdua seperti anak ABG yang sedang kasmaran berat. Mereka tidak pernah saling marah satu sama lain.

Mungkin karena sudah terbiasa jadi orang yang dihina dan sendirian bertahun-tahun, Malih tak pernah memarahi Riri. Paling sering dia hanya menasihati saja.
Kalau nasihatnya dibantah Riri dengan nada tinggi itu berarti Riri sedang pra-menstruasi atau benar-benar lagi bad mood.
Biasanya kalau sudah begitu, Malih diam saja dan membiarkan Riri sendirian. Entah beberapa jam kemudian atau keesokan harinya, Riri langsung memeluk Malih dan meminta maaf.
Permintaan maaf Riri tentu make-up sex. Tapi, bukan hanya sekedar sex.
Untuk meminta maaf, Riri akan menjadikan Malih sebagai raja sehari. Dia akan memakai baju yang 'provokatif' selama meminta maaf.
Entah memakai kostum pelayan, suster, pramugari, dokter, guru, dan lainnya seperti yang ada di film porno atau bahkan dia tak mengenakan pakaian sama sekali. Selama seharian, Riri akan menjadi pelayan Malih.
Kalau Malih lapar atau haus, Riri akan mengambilkannya lalu menggunakan tubuhnya sebagai nampan untuk makanan dan mulutnya sebagai sedotan untuk minuman Malih.

Kalau Malih ingin buang air kecil, Riri dengan sigap mengambil botol untuk menampungnya lalu mengambil air dan membersihkan 'cacing' kesayangannya itu dengan telaten.
Kalau masalah BAB, Riri akan membawa Malih ke kamar mandi, menunggu di sebelahnya sampai selesai lalu membersihkan apa saja yang harus dibersihkan.
Untuk mandi, tentu Riri me-mandi kucing-kan Malih sebelum benar-benar memandikan dengan menggunakan tubuhnya untuk membersihkan badan Malih.
Dan pasti, untuk masalah tidur, Riri sangat sigap meninabobokan dan membuat supir tuanya itu nyaman dengan kehangatan dan keharuman tubuhnya sampai pagi.
Awalnya, Malih selalu bilang kalau itu tak perlu karena ia maklum dengan Riri yang memang masih muda.
Namun, Riri bersikeras, dia beralasan itu semua sebagai latihan kalau dia benar-benar jadi istrinya. Yah, Malih tak bisa apa-apa.
Riri memang berkemauan keras dan alasannya itu juga membuat Malih jadi senang. Akhirnya Malih membiarkannya, toh dia juga jadi enak karena dilayani Riri secara full seperti raja & selirnya.




Riri Berganti Baju di Mobil




“ayo, Pak. jadi kan kita nonton?".
"nonton apa sih, non?".
"ya nonton film baru. ayo, Pak".
"iya non, ayuk..". Mobil pun menuju bioskop favorit mereka.
"eh non, ngapain?". Malih kaget melihat Riri yang tiba-tiba membuka pakaiannya.
"ganti baju, Pak...".
"kenapa ganti baju di mobil? kan bisa nyari tempat buat ganti baju dulu".
"ah kelamaan, Pak. ntar dapet filmnya yang malem".
"ya tapi kan ntar keliatan ama orang?".
"nggak lah, Pak. kan mobil Riri pake kaca film. palingan yang bisa ngeliat cuma Pak Malih".
"emang non Riri nggak malu?".
Malih khawatir pacarnya itu jadi ikut-ikutan ketiga teman dekatnya.
"kalau sama Pak Malih, Riri nggak malu lah kan Pak Malih udah ngeliat semuanya...", pungkas Riri tersenyum nakal.
"hehe...ya tapi kan non...".
"tapi apa...?", goda Riri dengan suara sensual.
"bukannya Pak Malih suka kalau Riri nggak pake baju? hayoo ngaku?".
"ini buktinya nih...ngaku aja Pak...", tambah Riri sambil menunjuk ke bekas cupangan Malih di permukaan payudara kanannya.
"terus ? kalo Bapak emang suka kenapa ?", Malih langsung menyergap dan mencumbui leher Riri karena gemas dengan mahasiswi penggodanya ini.
"hihihihihi...udaaah, Paakhh...geliiii....", desah manja Riri yang kegelian diciumi Malih di lehernya.
"siapa suruh non Riri bikin Bapak gemes...".
Malih semakin beringas menciumi majikannya yang cantik itu. Tentu Riri sama sekali tak melawan, dia merasakan geli sensual. Lidah Malih menggelitik Riri secara sensual. Gairahnya semakin menghangat.
"mmhh...udah Pak, geliiiihhh...", desah Riri mulai menghangat.
Malih tak mengindahkannya, dia ingin menghukum nonanya yang manja itu. Habislah leher Riri diciumi Malih. Sang supir tua menurunkan bra yang dikenakan Riri dan langsung mencaplok kantung susu yang terbungkus di dalamnya.
Untungnya memang lampu merah yang menghadang mobil mereka cukup lama jadi Malih bisa berlama-lama mengempeng pada Riri. Kedua puting Riri dikenyot-kenyot Malih dan digilas dengan lidahnya.

"hmmm....uuummm...terus, Paakhh....disituuhhh....", desah Riri erotis. Seketika, Riri langsung tertawa cekikikan lagi, kegelian, ketiaknya dijilati Malih.
"aahh udaah Paakkhh, jangan di situuhh...ampuunnhhh".
"apa, non? ampun?".
"nggak, siapa yang ngomong?", jawab Riri culas.
"oh okeh kalo gitu...".
"eehhh...iyaahh Pakkhh !! ampuunnhh !! hihihihi ! ampun ampuun !!", Riri langsung kewalahan menahan serbuan lidah Malih pada ketiaknya.
"nah gitu, baru Bapak ampunin. hehehe...". Riri cuma memeletkan lidahnya.
"itu, Pak. udah lampo ijo...".
"oh iyaa...".
"non nggak di lap dulu? kan ketek sama susu non basah?".
"nggak papa, Pak. basahnya gara-gara ilernya Bapak ini...", jawab Riri menunjukkan bahwa dia senang kalau tubuhnya basah karena liur Malih.
Dia menaikkan brassierenya lagi untuk menutupi kedua daging kembarnya yang merupakan favorit Malih.
Dia mengenakan pakaiannya yang lebih feminim, blue dress yang elegan. Semenjak pacaran dengan Malih, Riri jadi lebih suka membeli pakaian-pakaian yang feminim.

Dia ingin nampak cantik nan anggun di depan Malih kalau mau jalan berdua ke suatu tempat.
Malih memandangi Riri, sungguh cantik makhluk indah yang satu ini.
"non emang cantik banget", puji Malih yang begitu kagum dengan kecantikan majikannya.
"makasih, Pak...", jawab Riri tersenyum manis.
Riri pun melanjutkan dandannya, ia membedaki wajahnya tipis, membalurkan lipgloss merah muda ke bibir tipisnya.
Mereka berdua keluar ketika mobilnya sudah terparkir di tempat yang seharusnya.
"tok tok tok tok...", bunyi high heels yang dipakai Riri. Tentu agar selaras dengan pakaiannya.
Awalnya Riri tak bisa berjalan dengan high heels karena memang dia tak pernah menggunakan sepatu hak tinggi, tapi diam-diam dia belajar sendiri dan akhirnya bisa berjalan dengan high heels.
"ting !", pintu lift terbuka.
Ada 2 pasang muda-mudi yang agak sedikit kaget melihat seorang gadis muda yang begitu cantik dengan pakaiannya yang sangat bagus menggandeng seorang pria tua yang biasa-biasa.
"itu kakek enak banget, gandengan ama cewek cakep begitu".

"non denger nggak?".
"denger. terus kenapa emang?".
"non nggak apa-apa? diomongin begitu?".
"Bapak nggak apa-apa?".
"kalo Bapak sih nggak apa-apa. Bapak udah biasa dihina dulu...".
"yaudah klo gitu, Riri juga nggak apa-apa", jawab Riri dihiasi senyumannya yang menawan.
Mereka tak bisa mengobrol lebih lanjut karena ada orang yang masuk ke dalam lift. Di dalam hati kecil Malih, ada duri kecil yang menganggunya.
Untuknya, dia sudah kebal karena biasa dicaci maki, tapi Riri ? Dia anak orang kaya, terpandang dan pasti biasa disanjung. Apakah ia sanggup mendengar semua gunjingan orang-orang karena kelihatan mesra dengannya?.
"yah, dapetnya yang jam 3.15 Pak"
"masih agak lama, sekarang baru jam 2".
"iya. yaudah kalo gitu, kita makan dulu yuk, Pak...".
"boleh...".
Mereka berkeliling di dalam mencari makanan. Mereka berdua jadi pusat perhatian karena Riri tak pernah melepas tangan Malih.
Mungkin ada yang berpikir kalau Malih adalah mantan pejabat yang kaya dan Riri adalah simpanannya.

Mungkin ada juga yang berpikir, Riri terkena pelet si pria lansia itu.
Tapi, mungkin saja ada yang berpikir Malih adalah kakek Riri sehingga tak heran kalau kelihatan begitu dekat.
"nah Bapak mau mesen apa? Riri lagi pengen steak nih...".
"gado-gado atau karedok aja gitu, non. nggak ada?".
"ada sih, cuma kalo di mal-mal mah mahalnya doang, bumbunya hambar udah gitu dikit lagi. jadi sekalian aja makan yang enak, Pak...", saran Riri.
"mm..apa dong, non?".
"yaudah, samain aja kayak Riri. steak juga. biar makin gemuk. hehehe".
"iya, deh, non. boleh...".
Kalau dilihat-lihat, badan Malih memang gemukan. Bagaimana tidak ? Dia selalu makan enak sejak berhubungan dengan Riri.
"non, ini gimana makannya?".
"ih, si Bapak mah. kan udah Riri ajarin waktu itu. gini nih, tusuk dulu dagingnya, baru dipotong pake piso. Garpu di tangan kiri, piso di tangan kanan. gini, Pak. liatin yaa".
"nih, Pak.. aaaa". Malih mengunyah potongan daging dari suapan Riri.
"udah bisa kan?".
"okeh, non...".

Mereka pun menikmati waktu makan mereka. Tawa & senyum Riri tanda bahwa dia memang menikmati kebersamaannya dengan Malih.
Orang-orang di sekitar mereka kadang memperhatikan mereka. Cowok-cowok muda yang ada di situ iri sekali melihat seorang gadis muda yang begitu cantik menyuapi kakek tua dengan mesra dan kelihatan begitu manja & riang.
Anjrit, enak banget tuh kakek-kakek, coba gue, pikiran kebanyakan cowok di areal makan itu. Setelah makan & akhirnya menonton film, mereka pun pulang ke rumah yang sudah bersih dibereskan Mbok Ratih.
Malih beristirahat di depan tv yang ada di ruang tengah sementara Riri masuk kamar. Pria tua itu senyum-senyum sendiri mengingat hari ini hari yang manis bersama nonanya yang cantik.
Dia merasa jadi ABG lagi. Alangkah berubah hidupnya di umurnya yang sudah lanjut ini.
"Pak....", panggil Riri, suaranya begitu halus dan manja.
"iya, non?".
"temenin Riri mandi yuk", ajak Riri yang sudah mengenakan bathrobe. Malih langsung sumringah.
"ayo non !", jawab Malih semangat.




Undangan Riri ke Malih Dengan Bathrobe



Mereka pun berlari kecil menuju kamar mandi bagai 2 orang anak-anak yang sedang main lari-larian. Di depan pintu kamar mandi, Riri melepaskan bathrobenya.
Tubuh elok nan mulus Riri jadi pemandangan yang begitu segar untuk mata Malih.
Tangan Malih langsung mencengkram bongkahan pantat Riri yang kencang & kenyal. Sang gadis muda pun membantu pejantan tuanya melepaskan pakaian.
Begitu selesai, Riri langsung menggandeng Malih masuk ke dalam kamar mandi. Mereka masuk ke dalam shower. Di bawah kucuran air hangat dari shower, mereka bercumbu begitu mesra & bergairah.
Sungguh intens dan keduanya sangat agresif, saling melumat bibir dan saling membelitkan lidah satu sama lain. Benar-benar seperti tak ada hari lain bagi mereka, bercumbu dengan begitu memburu.
Air liur mereka mungkin sudah menyatu bagai sungai kecil. Dengan tubuh sintal nan mulus itu dalam pelukannya, tentu tangan Malih langsung bergrilya menggerayanginya dengan leluasa, tanpa ada penolakan sedikit pun.

Akhirnya mereka pun bercinta di bawah pancuran air dengan gairah yang meletup-letup bagai sepasang ABG yang baru saja menemukan betapa asiknya saling menggesekkan organ intim satu sama lain.
"non, main belakang yaa?", tanya Malih dengan nafas yang agak terengah-engah.
Riri menengok ke belakang, dia menggigit bibir bawahnya dan mengangguk cepat. Wajah Riri benar-benar menggambarkan kalau dia memang ingin disodomi pejantan tuanya.
Tentu rectum atau liang anus Riri sangat bisa menerima penis Malih. Kemaluan dan anus Riri tentu sudah beradaptasi dengan bentuk kejantanan Malih, baik panjang maupun lebarnya.
Lihat betapa pasnya ketika tongkat Malih sudah terkubur sepenuhnya di dalam anus Riri. Tak mungkin kalau tak pas, sudah puluhan kali burung Malih bersangkar di dalam tubuh Riri.
Burung yang merupakan kebanggaan dan harga diri Malih serta burung kesayangan Riri. Tak terasa waktu cepat berlalu.
Mengintimi nonanya yang cantik ini memang membuatnya lupa waktu. Mereka berdua larut dalam kenikmatan tiada tara.

Hanya ada mereka berdua jadi tentu mereka tak perlu buru-buru dan bisa menikmati waktu intim nan sensual mereka selama & senikmat mungkin, tak akan ada yang mengganggu keasyikan mereka. Riri & Malih pun beristirahat dengan berendam berdua di bathtub.
Ya, Riri memang menambahkan bathtub di kamar mandinya sejak Malih pindah ke rumahnya karena menurut Riri, berendam berdua di bathtub adalah cara yang begitu romantis juga sensual di saat bersamaan.
Setidaknya cara itulah yang ia ingat ketika mandi bersama dengan kakek tirinya sewaktu masih SMP dulu. Mereka beristirahat setelah 2 ronde bercinta di shower.
Dan 2 kali pula Malih berejakulasi di dalam rahim Riri karena nonanya itu yang sendiri menyuruh Malih untuk 'menanami' rahimnya dengan benih-benih cinta.
"anget Pak rasanya...", lirih Riri mengelus-elus perutnya.
"semoga kali ini berhasil ya, Pak...", harap Riri yang sudah lama menginginkan keturunan dari Malih.
"non..apa non Riri yakin?".
"yakin apa?".
"yakin punya anak dari Bapak?".




Malih Bermesraan Dengan Riri di Bathtub



Tiba-tiba Riri berbalik badan dan memandang mata Malih, dia meletakkan jari telunjuknya di mulut Malih.
"udah Riri bilang, Riri yakin dan siap 100 persen untuk ngandung anak Bapak...".
"tapi kuliah non?".
"itu gampang, Pak. Riri bisa cuti dulu nanti...".
"tapi, sayang non. non kan semester akhir?".
"yaudah gini aja. kalo Riri hamil sebelum skripsi, Riri ambil cuti. kalo nggak, Riri selesain dulu skripsi, baru deh, kita bikin Malih junior....", jawab Riri agak nakal dan mengecup mesra bibir Malih.
"terima kasih, non..", ucap Malih, matanya terlihat berkaca-kaca.
"terima kasih buat apa, Pak?".
"udah buat hidup Bapak jadi berubah....".
"sama-sama, Pak. Terima kasih juga udah nemenin Riri setiap hari jadi Riri nggak kesepian..cupphh...", Riri mengecup mesra bibir Malih lagi.
Dia berbalik badan lagi, ingin menyenderkan punggungnya ke Malih.
"oh iya, Pak. Bapak pernah bilang kan sering bosen kalau Riri lagi kuliah?".
"iya, non. kalo non Riri kuliah, palingan Bapak nonton tv aja, ngobrolnya paling sama Mbok Ratih. kenapa emangnya, non?".

"gini, gimana kalo Riri modalin Bapak buka bengkel gitu? gimana, Pak?".
"tapi kan kalo gitu, nanti Bapak susah ketemu non Ririnya?".
"oh iya, Pak. bener juga yaa? terus gimana dong, Pak?".
"ya nggak gimana-gimana, non. Bapak bosennya kalo non Riri kuliah, kalo udah ketemu non Riri lagi kan ilang bosennya hehehe...", sanjung Malih.
"iyalah, soalnya Pak Malih bisa ngisengin Riri kayak gini kan?", sindir Riri tentang tangan Malih yang sudah menggenggam dan meremas-remas payudaranya.
"hehe...tau aja non", Malih pun mengguncang-guncang payudara Riri seperti sedang mengocok minuman.
"demen banget Pak megang-megang toket Riri?".
"hehehe...biarin kenapa non? Bapak kan nggak punya...lagian toket non Riri empuk banget bikin gemes jadinya. hehehe. non Riri juga suka kan dipegang-pegang toketnya sama Bapak?", goda Malih seraya memencet-mencet kedua puting Riri.
"ahh Bapak, pake diomongin...", gerutu Riri manja.
"jadi boleh kan Bapak pegang-pegang?".
"he emh...Bapak kan emang boleh megang badan Riri kapan aja...hehehe...".

Sebuah pernyataan jelas dari mulut Riri kalau dia memberikan hak akses penuh tubuhnya kepada supirnya yang sudah uzur itu.
Malih semakin asik sendiri memainkan kedua susu calon istrinya yang masih belia itu. Sementara Riri tentu menikmati gerayangan tangan Malih.
"non, kalo Bapak pegang-pegang. kayaknya toket non Riri makin gede aja ya?".
"emang iya? kayaknya nggak deh, Pak?".
"iya, non. makin gede kok, kan Bapak merhatiin toketnya non tiap hari hehehe...".
"kalo emang makin gede. berarti kan gara-gara Bapak".
"kok gara-gara Bapak?".
"kan tiap hari Bapak maenin toket Riri. terus Bapak kan nggak bisa tidur kalo nggak sambil ngeremesin toket Riri. hayo, ngaku?!", tunjuk Riri ke wajah Malih setelah balik badan.
"hehe..iya, non. Bapak ngaku deh, tapi kan makin gede makin bagus non?".
"huh, dasar cowok sama aja. demen sama toket gede...", Riri mencubit perut Malih.
"nih rasaiin !". Riri membekap wajah Malih dengan kedua susunya.

Lalu Riri langsung keluar dari bathtub dan mengambil handuk.
"kejar Riri kalo bisa ! weee !", ledek Riri dengan gaya meledek anak kecil.
"awas yaa !".
Malih keluar dari bathtub, mencabut penyumbat bathtub, dan mengeringkan badannya dulu sebelum keluar kamar mandi untuk menguber si gadis cantik.
"hei kamu ! ayo sini kalo berani !", tantang Riri yang berdiri mengangkang di atas tempat tidur dengan jari telunjuknya.
"awas ya non !".
Malih & Riri pun bermain gulat ala 'smackdown' meski tidak sekasar acara itu. Begitulah salah satu cara mereka ketika foreplay, bercanda dulu sebelum mulai berhubungan badan agar lebih meningkatkan gairah mereka.
Malih tahu betul kalau gadisnya ini sedang dalam masa ovulasi atau masa subur. Biasanya hitungan masa subur Riri dimulai kira-kira 12 sampai 14 hari setelah hari pertama ia haid.
Setidaknya itu yang Malih tahu dari penjelasan istrinya yang telah mangkat. Malih tak usah menghitung kapan masa subur Riri. Dia tinggal melihat tingkah laku nonanya yang cantik itu.




Riri Menyiapkan ‘Mainan’ Untuk Malih



Kalau dia kelihatan manja dan bertingkah nakal nan sensual, biasanya dia lagi 'kepengen' berat. Dan biasanya kalau sudah begitu, dia sengaja mondar-mandir di depan Malih dengan mengenakan gaun tidur atau lingerie yang 'provokatif', transparan atau sangat minim.
Setelah bermain gulat, Riri pun kelelahan, dan terlentang pasrah di kasur dengan handuk yang sedikit menutupi tubuhnya seperti sudah siap untuk diterkam Malih.
Pagi menjelang, mereka berdua masih tertidur seperti bayi. Lelah habis bersenggama 7 ronde secara total tadi malam.
Jutaan sel sperma Malih yang telah menggenang di rahim Riri semenjak tadi malam kini sudah mengering dan mengerak di 'terowongan' gadis cantik itu.
Entahlah, apakah ada sel sperma Malih yang berhasil menembus dan membuahi sel telur Riri atau tidak. Malih membuka mata duluan, dia hati-hati mengangkat tangan Riri yang sedang merangkulnya.
Dia menyelimuti tubuh Riri yang tak tertutup apapun kemudian keluar kamar setelah mengenakan kaos oblong dan sarungnya.
Kalau pagi hari, ia memang lebih suka mengenakan sarung untuk meng'adem'kan senjatanya karena sudah dipakai bertempur semalaman. Malih duduk di depan tv dengan kopi yang baru saja ia buat.

Sambil menyeruput kopi dan menonton tv, Malih berpikir. Dia kan memang sudah tua, mana mungkin bisa menghamili gadis muda seperti Riri?.
Sudah begitu, sebelum bertemu Riri, dia tidak pernah menggunakan 'pedang' tumpulnya itu untuk memuaskan seorang wanita. Pasti lah spermanya tidak subur lagi.
Padahal ia & Riri ingin sekali bisa mendapatkan buah hati mereka. Tapi, bagaimana mungkin?, Malih geleng-geleng kepala.
Tak lama kemudian, Riri keluar dari kamar. Dia tak mengenakan pakaian alias telanjang bulat.
"ih, Pak Malih nggak bangunin Riri", omel Riri.
"eh non Riri udah bangun? maaf non, abisnya non Riri pules banget tidurnya".
"hehehe..iya sih. maaf yaa, Pak. Bapak jadinya bikin kopi sendiri deh".
"ah nggak apa-apa, non".
"yaudah, Pak. Riri mau nyapu dulu aja deh...".
"pake baju dulu, non...".
"nggak ah, Pak. tanggung, ntar kotor. ntar aja abis mandi...".
"yee, si non bandel banget di bilangin...".
"biarin, kan cuma ada Bapak ini sekarang..", kilah Riri.

Tiba-tiba Riri berjongkok dan masuk ke dalam sarung Malih.
"eh non mau ngapain?".
"mainin burung Bapak...hihihi", canda nakal Riri.
Malih hanya kaget saja, tentu dia tak akan menolak karena dia juga sering tiba-tiba seperti itu kalau Riri sedang mengenakan rok.
Dia mengelus-elus tonjolan di sarungnya yang merupakan kepala Riri. Kecupan-kecupan lembut diberikan sang dara cantik ke sekujur kemaluan Malih yang sudah setengah 'bangun'.
Setiap senti kantung zakarnya pun dikecup mesra oleh Riri sebelum mulai.
"mmmm....mmmm...cccpphhh", berulang-ulang Riri mengemut-emut biji kembar Malih.
Lidah Riri pun tak henti-hentinya membelai kantong 'telur' supir tuanya itu.
"ooohh...enaak noonnh.....", badan Malih gemetar keenakan, matanya merem-melek karena Riri memang benar-benar lihai soal mengkaraoke penisnya.
Jejaka tua itu bisa meresapi sensasi basah nikmat dari lidah Riri yang terus melata di alat kelaminnya. Sungguh surga dunia bagi pria tua seperti Malih.
Pagi-pagi sudah di oral gadis muda nan cantik.

Malih tak dapat melihat apa yang dilakukan nonanya itu di dalam sarungnya, tapi yang pasti, rasanya sungguh nikmat. Pangkal pahanya dijilati, kantung zakarnya berasa dihisap-hisap, dan batangnya dikulum terus menerus.
Nikmatnya tak dapat dilukiskan dengan kata-kata, apalagi saat lubang pipisnya dicolok-colok oleh Riri dengan lidahnya. Riri menciumi, menjilati, dan mengemut-emut perkakas tua namun masih sakti itu.
Malih tak perlu bertanya langsung, dia tahu kalau bidadari bugil yang sedang ada di dalam sarungnya itu benar-benar suka & begitu menggandrungi kemaluannya. Terasa jelas dari kuluman dan jilatannya yang begitu telaten.
"oohhh, enaak nooonhhh !!", erang Malih. Dia membuka sarungnya dan melongok ke bawah.
Ternyata, bidadarinya tengah meng'urut' batang penisnya dengan mulut yang mengatup rapat.
"cckk ckck cckk", bunyi dari mulut Riri yang naik turun di batang penis Malih yang sudah berlumuran air liur.
"uuuhh", desah Malih seraya bergetar karena merasa geli-geli ngilu tapi enak saat 'topi' bajanya diemut-emut dan dienyam oleh nona mudanya itu.




Riri Mengenyam Penuh Penghayatan



Si dara cantik bisa merasakan 'meriam' pejantan tuanya itu sudah berdenyut-denyut, pertanda akan meledak.
Langsung lah ia mempercepat kocokannya dan lidahnya terus membelai bagian 'kuncup' penis kekasihnya yang uzur.
"eegghh uugghhh nooonnhhhh !!! OOOKKHHHH !!!!".
"croootthhh ! ccrrtthhh !! ccrrttt".
Malih mengatur nafasnya, agak ngilu karena Riri masih saja mengulum alat kelaminnya. Tak lama, Riri mengeluarkan kepalanya dari dalam sarung.
Nampak wajahnya berlumuran cairan putih yang kental. Senyum tersungging di wajah Riri setelah meratakan air mani Malih ke seluruh permukaan wajahnya.
Sudah biasa ia melakukan facial dengan sperma Malih, malah setiap hari.
Dia melakukan itu bukan untuk tujuan tertentu, Riri hanya suka wajahnya berlumuran lahar putih pasangannya.
Tanpa Riri sadari, sperma Malih membuat kulit wajahnya jadi lebih halus & mulus seperti efek dari obat perawatan kulit wajah yang mahal.

Hasilnya sama, bedanya obat-obat itu harganya mahal, sedangkan air mani Malih gratis dan 'berlimpah'.
Mungkin kandungan protein yang memang ada di sperma yang membuatnya cukup bagus untuk kulit wajah.
"Bapak mau dibuatin sarapan?".
"udah, non. kopi aja juga udah mantep. hehehe...".
"oh yaudah, kalo gitu. Riri mau beres-beres dulu...".
"lho? non nggak cuci muka dulu?".
"nggak ah, Pak. Riri suka, lengket-lengket gimana gitu. hehehe...", canda Riri sedikit nakal.
Ya, ini hari minggu, Riri sengaja tidak memanggil Mbok Ratih. Ia ingin berlatih jadi istri Malih nanti, membersihkan rumah, merawat & melayani Malih secara jasmani dan rohani.
Selain itu, dia jadi bisa leluasa bermesraan dan berbuat hal-hal yang sensual & nakal bersama Malih. Riri mondar-mandir membersihkan seluruh ruangan rumahnya tanpa pakaian.
Itu jadi pemandangan erotis tersendiri bagi Malih, melihat pacarnya yang masih muda dan begitu cantik itu mondar-mandir membersihkan rumah dengan bertelanjang ria.

Kalau Riri sedang di dekatnya, Malih biasanya iseng dengan menepuk pantatnya. Riri cuma tertawa kecil sambil menggoyang-goyangkan pantatnya.
Kelihatan mesra sekali mereka. Terbesit di otak Malih yang takut Riri akan jadi eksibisionis seperti 3 temannya. Namun, setelah dipikir-pikir, Riri cuma mau berbugil ria di rumah kalau cuma berdua dengannya saja.
Lagipula, pemandangan Riri mondar-mandir tak berpakaian sungguh menyegarkan mata bagi Malih jadi si jejaka tua membiarkannya. Tak hanya menyapu, Riri juga mengepel dan membersihkan langit-langit dengan kemoceng.
Bagian teras, Malih yang membersihkannya, dia tak mengizinkan Riri keluar dengan tak berbusana seperti itu. Hampir semuanya dibereskan Riri, tubuhnya berkemilauan karena keringat yang bercucuran keluar sementara sperma Malih yang menyelubungi wajah cantik Riri sudah mengering dan menjadi kerak. Lengket dan rasanya seperti sedang mengenakan masker.
"glek...gleek...", Riri menenggak minuman dingin yang baru dibuatnya.
 
Terakhir diubah:
Holiday Challenge After Story 4 : Riri, Berkembang Biak Dengan Veteran

Part 02 of 06

"capek ya non?", tanya Malih memeluk tubuh Riri yang bermandikan keringat dari belakang. Tangannya melingkar di pinggang Riri.
"iya, Pak. fuuh ! capek juga, tapi badan Riri jadi seger".
"iya non, kan beres-beres rumah bisa sekalian olah raga juga...".
"iya, bener tuh, Pak...", Riri balik badan.
"nah sekarang kan Riri mau mandi. Bapak mau mandi juga nggak?", goda nakal Riri seraya menuntun tangan Malih ke pantatnya.
"pasti mau, non. hehehe...".
Riri tersenyum manis, lalu dia membuka lilitan sarung Malih dan masuk ke dalamnya.
"cuuupphhh ccppphhh", mereka bercumbu sebelum akhirnya menuju kamar mandi.
Usai menyegarkan tubuh sambil bermesraan di kamar mandi, mereka berdua pun keluar dan berpakaian.
Kaos dan celana pendek sepaha membungkus tubuh indah Riri. Pakaian santai yang biasa ia kenakan di dalam rumah.
"Pak, Riri mau ngerjain tugas dulu yaa".
"oke, non. kalo gitu Bapak nyuci mobil dulu...".
Baik Riri atau Malih mengerjakan pekerjaan mereka masing-masing. Tugas Riri memang menumpuk, makanya ia harus mengerjakannya.




Pakaian Rumah Riri



Siang menjelang sore Riri pun selesai mengerjakan tugasnya.
"Pak, makan di luar yuk. laper banget nih...".
"ayo, non...".
Mereka langsung berangkat menuju tempat makan kesukaan mereka setelah keduanya berganti pakaian.
Riri & Malih makan berdua, beberapa kali mereka diperhatikan oleh orang sekitar, mungkin karena Riri yang kelihatan genit sekali ke Malih dan ditambah pakaian Riri yang cukup menggoda mata lelaki.
"bentar, Pak. Riri mau ke belakang dulu yaa...".
"iya, non...". Selagi Malih menunggu Riri, tiba-tiba ada yang mendekatinya.
"eh, Malih ?!".
"lho, Darsono ?!".
"apa kabar lo ?!".
"baek. lo ??".
"baek juga gue. udah lama nggak ada kabar lo. kemane aja lo ?".
"yah, gue emang ada urusan sih...".
"oh, sombong lo ! yang laen aja masih sering telpon-telpon, ngumpul-ngumpul. cuma lo aja yang nggak ada kabar abis lulus SMP. baru sekarang keliatan batang idung lo, Lih !".
"sori dah. Emang nggak bisa ngasih kabar gue. nggak memungkinkan pokoknya..".

"ah, payah emang lo dari dulu. huahahaha !!".
Darsono adalah teman SMP Malih. Kalau di film-film ABG zaman sekarang, Darsono adalah tipe anak kaya yang sombong & punya anak buah.
Sedangkan Malih memang dari dulu sederhana dan terima saja. Bisa dibilang, dulu Malih adalah pesuruh Darso. Dia bagian disuruh-suruh untuk beli makanan atau minuman.
Saat SMP, Malih senang-senang saja disuruh Darso untuk beli makanan atau minuman karena biasanya juga ditraktir sekalian.
Keuntungan bagi Malih yang diberi uang jajan yang hanya cukup untuk beli minuman 1x saja. Meskipun begitu, rasanya Malih enggan bilang ke Darso kalau selama ini dia jadi tukang sampah.
"terus lo ngapain di sini?".
"ya, gue abis makan, So...".
"wuih, banyak duit lo sekarang, Lih ?! HAHAHA !! BAGUS ! BAGUS !".
"oh iya, Lih. mane bini lo?".
"udah lama meninggal, So...".
"iya, sama, gue juga. senasib ternyata gue sama lo...terus lo nggak nyari bini lagi?".
"nggak..", jawab Malih singkat.
Sebenarnya, sudah ada calon istri, masih muda dan cantiknya seperti bidadari, namun Malih tak ingin mengumbarnya.

"kalo gue sih lagi nyari lagi. kagak enak sendirian, Lih. HAHAHA !!".
"siapa? Si Dahlia? mantan lo dulu?".
"ah kagak mau gue yang seumuran. udah pada peyot semua. gue nyarinya yang daun muda. biar gue awet muda. HAK HAK HAK HAK !!!!", tertawa Darso yang seakan meledek Malih kalau dia bisa mudah cari gadis muda karena punya uang berlimpah.
Dalam hati, sempat juga Malih mengejek Darso. Nggak tau aje lo, tiap hari gue nidurin mahasiswi cakep n' kaya, nggak perlu pake uang banyak, begitulah ejekan Malih dalam hati yang seakan merasa menang dari Darso.
"Lih, nih alamat gue. dateng lo hari minggu depan, kita ngobrol-ngobrol nostalgia di rumah gue...".
"kita berdua doang?".
"nggak, sama si Waskito n' Ginanjar...".
"si Adang nggak di undang?".
"udah koid dia".
"ha? yang bener lo?".
"iye, beneran gue. baru 3 bulan yang lalu".
"oh. nggak tau gue. terus yang laen? Tuti? Kamal? Irma?".
"ah ribet, nggak tau gue alamat yang laen. udeh kite-kite aja kayak dulu. ok?".

"ok deh. gue mah ayo aja...".
"sip dah. jangan lupa lo ye, minggu depan. sore aje datengnya tapi".
"Ok, So !".
"sip. gue balik ye, gue ada urusan. YOK !".
"YOK !".
"oh iye, ngomong-ngomong, makin jelek aja lo, Lih. HAHAHA !!".
Malih cuma tersenyum. Tak lama Darso pergi, Riri kembali dari kamar mandi.
"itu tadi siapa, Pak?".
"itu tadi Darso. temen SMP Bapak dulu".
"wah, asik donk, Pak. ketemu temen lama...".
"asik nggak asik sih, non...".
"lho? kenapa emangnya?".
Malih pun curhat kepada Riri tentang masa SMPnya dulu. Bagai seorang istri yang tak terima suaminya dihina, Riri jadi merasa kesal dengan yang namanya Darso ini.
"kok Bapak mau aja disuruh-suruh si Darso itu?", ucap Riri dengan nada agak kesal.
"ya abis gimana lagi, non. Bapak dulu kan sering dijajanin sama dia...".
Datang sebuah ide untuk membalas Darso di pikiran Riri. Lihat saja, nanti Darso yang akan kalah, pernyataan Riri dalam hatinya.
"oh iya, Pak. Riri kan udah bikin janji sama dokter Rizal".
"mau check up lagi, non?".

"iya, Pak. siapa tau aja berhasil...", senyum Riri menghias wajah cantiknya.
Dokter Rizal adalah dokter kandungan kenalan Riri.
Sebenarnya, bukan kenalan Riri langsung, dia kenal karena pernah diajak temannya mengantar ibunya pergi ke dokter kandungan.
Setiap sebulan sekali sejak 4 bulan lalu, Riri selalu mengunjungi dokter Rizal untuk memeriksa apakah Malih berhasil menghamilinya atau tidak. Jadi, dia sudah cukup akrab dengan dokter Rizal.
"iya, non. mudah-mudahan ya, non...".
"ayo, Pak. keburu dokter Rizalnya pulang...".
"ayo, non...". Mereka sampai di tempat praktek dr. Rizal yang cukup besar.
"ayo, Pak. masuk".
"nggak non, Bapak nunggu di sini aja...".
"ah, Bapak maaah. ayoo dong, masa Riri sendiri terus konsultasinya...", rayu Riri.
"nggak, non. Bapak di sini aja...".
"yaudah...", jawab Riri agak bt, dengan wajahnya yang merungut, dia masuk ke dalam.
Bukannya tidak mau menemani Riri untuk konsultasi soal kehamilan, Malih merasa tidak enak saja.

Tidak enak dan kasihan kalau sampai ada orang lain yang tahu kalau gadis muda secantik Riri ingin dihamili oleh lelaki tua sepertinya. Malih memikirkan harga diri Riri di mata orang lain.
"misi, dok".
"eh kamu Riri. ayo masuk...".
"iya..".
"apa kabar?".
"baik, Dok. seger selalu. hehe...", jawab Riri ceria.
"gimana? mau check-up kayak biasa?".
"iya, Dok".
"sendiri lagi? kok suaminya nggak pernah dampingin?".
"kemaren-kemaren suami saya sibuk, Dok".
"berarti sekarang ada?".
"ada sih, Dok. tapi dia lagi sibuk nelpon", jawab Riri bohong.
"oh ya sudah. nggak apa-apa. kalo gitu kita langsung saja...".
Sang doktor pun memeriksa keadaan Riri terutama perutnya, memang tak ada tanda-tanda kehamilan sama sekali.
Untuk kesekian kalinya, Riri belum bisa memberikan keturunan untuk supir tercintanya yang sudah uzur itu.
"ya memang kamu belum hamil, Riri".
"iya, Dok. padahal saya sama suami saya udah berharap banget...".
"apa kamu udah ikuti saran saya? berhubungan intim saat kamu masa subur?".

"sudah, Dok".
"berapa kali?".
"mm...", Riri menunduk. Dia agak malu.
"kamu malu ya?", goda dr. Rizal. Riri mengangguk.
"ayo, jawab saja, Riri. nggak apa-apa".
"ngg...seharian, Dok".
"owh. wah, jadi selama 3-4 hari, kamu sama suami kamu seharian berhubungan badan?".
"iya, Dok..", wajah Riri jadi merah padam, malu.
"wah, hebat juga suami kamu ya...".
"kalau selain saran saya, kamu juga sex dengan suami kamu?".
"iya, Dok..".
"berapa hari sekali?".
"mm...".
"tiap hari, Dok". Wajah Riri benar-benar merah.
"waw, sepertinya kamu sama suami kamu benar-benar ingin punya anak ya?", tanya dr. Rizal, sedikit menggoda Riri. Sang mahasiswi cantik pun tersenyum malu mendengarnya.
"kegiatan seksnya rutin, dan rahim kamu juga sehat & subur, tidak menunjukkan adanya gejala kemandulan. Mungkin masalahnya di suami kamu. Suami kamu tidak ejakulasi dini kan?".
"tidak, Dok. Suami saya normal...".
Lebih dari normal sebenarnya, canda Riri sendiri dalam hatinya.
"hmm. dengan intensitas sex seperti yang kamu bilang, harusnya kamu sudah bisa bikin kesebelasan sendiri", papar dr. Rizal sedikit bercanda.

"ah, Dokter bisa aja...", jawab Riri malu-malu.
"kalau begitu mungkin masalahnya ada di sperma suami kamu".
"maksudnya, Dok?".
"ya bisa saja kualitas sperma suami kamu buruk jadi tidak bisa membuahi sel telur kamu".
"buruk karena apa, Dok?".
"bisa buruk karena makannya kurang mengandung gizi, kurang olahraga, atau bisa juga faktor usia".
Deg ! Riri langsung tersambar petir.
"terus bagaimana mengatasinya, Dok?".
"sebelumnya, saya harus periksa sampel sperma suami kamu".
"oh begitu, Dok. kalau sekarang aja, gimana?".
"oh iya, bagus. tapi harus masih fresh yaa...".
"iyaa, Dok. Biar saya ke suami ke saya dulu...".
"oh iya. ini, tampung di sini...".
"iya, Dok. sebentar....".
Beberapa saat kemudian, Riri kembali dengan tabung kecil yang diberikan dr. Rizal yang kini sudah penuh dengan cairan putih nan kental.
"ini, Dok". Sang dokter mengambil tabung itu sambil memperhatikan ada cairan putih di sudut mulut Riri.

"kamu bantu suami kamu ya?".
"ha? apa, Dok?".
"itu di bibir kamu ada putih-putih".
"oh...", Riri tersenyum malu seraya menyeka sudut bibirnya.
"kamu sama suami kamu kayaknya bener-bener jatuh cinta ya?", tanya dr. Rizal.
"iya, Dok. hehe".
"memang sudah berapa lama menikahnya?".
"mm. baru 7 bulanan, Dok".
"owh, pantas. sedang hot-hotnya kalau begitu...", tak heran kalau Riri sangat gemar bercinta dengan suaminya, pikir dr. Rizal.
"oke kalau begitu, kamu balik lagi ke sini 2 - 3 hari, Ri. biar saya analisis dulu sampelnya. nanti baru saya kasih tahu hasil dan solusinya".
"ok, Dok. terima kasih banyak..".
"iya, sama-sama. oh iya, Ri !".
"kenapa, Dok?".
"kalau bisa, suaminya juga ikut ya. biar saya enak ngasih sarannya".
"oh iya, Dok. nanti saya bilangin. Terima kasih banyak, Dok".
"iya, sama-sama".
Sebenarnya dr. Rizal cuma ingin melihat wajah laki-laki yang sungguh beruntung bisa mempersunting gadis muda yang begitu atraktif dan menarik seperti Riri.

Rizal juga lelaki normal, dia mengakui kalau Riri adalah seorang perempuan yang sangat cantik, bahkan dia yang sudah berkeluarga pun sempat tertarik dengan Riri. Namun, dia harus profesional.
Lagipula, pasiennya yang cantik itu juga sudah bersuami. Tak mungkin dia merusak hubungan orang lain. Tapi, rasa penasarannya tak bisa terbendung. Ia ingin melihat suami Riri.
Pastilah tampan & perkasa karena bisa membuat dara jelita seperti Riri klepek-klepek dan mampu mengajak Riri meranjang setiap harinya.
3 hari kemudian, Riri datang kembali setelah dapat sms dari dr. Rizal.
"bagaimana, Dok. hasilnya?".
"suami kamu mana?".
"ada, Dok. tadi ke kamar mandi. memangnya kenapa, Dok?".
"coba tolong panggil dulu. saya ingin membicarakan sesuatu".
"oh iya, sebentar Dok...". Riri masuk kembali ke ruangan bersama Malih.
"silahkan duduk", suruh dr. Rizal yang sedang mencatat.
"siang, Dok".
"owh, siang Pak". Rizal menjabat tangan Malih.
"ini Bapak....".
"nama saya Malih, Dok".
"saya Rizal. Bapak ini baik ya, sampai sempet-sempetin dampingin anak sama mantunya konsultasi".

"kalau boleh saya bertanya. Mantu Bapak dimana ya?".
"bukan, Dok. Ini bukan ayah saya, tapi suami saya...". Mata Rizal mungkin hampir terbelalak keluar.
"oh, ternyata Bapak suaminya Riri...". S
Sungguh kaget bukan kepalang. Tak disangka, tebakannya jauh meleset.
"iya, Dok. benar, saya suaminya no...Riri", hampir Malih keceplosan.
"oh. Anda benar-benar beruntung mempunyai istri secantik Riri....".
"iya, Dok. terima kasih...".
Rizal dapat menekan rasa terkejutnya dalam-dalam. Air mukanya sudah kembali datar. Dia tersenyum dan bersikap biasa saja seperti sudah biasa menemukan pasangan gadis muda dan kakek-kakek seperti Riri & Malih.
Padahal dalam pikirannya, dr. Rizal membayangkan tangan hitam dan keriput Malih menggerayangi tubuh mulus Riri tiap hari.
Entah kenapa, dr. Rizal merasa iri & cemburu kepada Malih. Tubuh mulus nan ranum Riri bisa digeluti oleh pria tua seperti Malih setiap.
Aih, hoki benar ini pria uzur, umpat Rizal dalam hatinya.

Bagaimana ceritanya bisa jadi suami istri?, pertanyaan besar dalam hati dr. Rizal.
Mau bertanya, tapi itu urusan pribadi mereka. Tak disadarinya, senjatanya bangun sendiri karena khayalannya tentang tubuh Riri yang ranum digumuli Malih yang sudah uzur, keriput, dan bau tanah.
"jadi begini, Pak Malih. setelah saya analisis sperma Bapak, ternyata memang kualitas sperma Bapak Malih tergolong buruk...".
"buruk karena apa, Dok?".
"menurut hasil analisis dan pendapat saya pribadi, kemungkinan besar disebabkan karena faktor usia...".
"oh begitu ya, Dok?".
"iya, Pak. Bisa dibilang, Bapak Malih ini sudah lewat usia produktif dan tidak prima lagi. jadi, kualitas sperma Bapak ikut menurun. Seberapa sering pun Bapak berejakulasi di dalam rahim Riri, sperma Bapak tidak akan kuat untuk menembus dinding sel telur Riri...", papar dr. Rizal.
"jadi, saya sama Riri tidak bisa punya anak, Dok?".
"tidak, Pak. Bapak Malih hanya punya sperma kualitas buruk, bukan mandul. jadi masih ada kemungkinan untuk mempunyai anak".

"bener, Dok. jadi kami masih mungkin punya anak, Dok?", tanya Riri antusias.
"oh, iya, tentu. asalkan Bapak Malih memperbaiki kualitas spermanya dulu..".
"bagaimana caranya, Dok?".
"nanti saya beri resep obat khusus".
"terima kasih banyak, Dok...".
"dan nanti saya akan beri juga daftar makanan dan minuman yang bisa membuat Pak Malih lebih subur...".
"oh iya, Dok. terima kasih, Dok. terima kasih...".
Riri & Malih pun pulang ke rumah dengan secercah harapan. Daftar makanan, minuman, dan saran dari dr. Rizal, Riri pajang di kamar.
Dia membantu Malih untuk memperbaiki kualitas spermanya agar pria tua itu nanti bisa membuatnya hamil sehingga ia dapat membuktikan cintanya kepada supir tercintanya dengan cara memberikan keturunan untuknya.
"non beneran mau nemenin Bapak ke rumah Darso besok?".
"iya, Pak. emangnya kenapa? nggak boleh ya?".
"ya boleh aja sih, non. tapi nanti kalau ditanya, non Riri siapanya Bapak?".
"yaudah, jawab aja kalau Riri itu istrinya Bapak".
"tapi, non...".
"tapi, kenapa? Bapak malu ngakuin Riri istri Bapak?".

"mana mungkin, non. nggak ada laki-laki yang malu ngakuin punya istri cantik kayak non Riri...", rayuan gombal Malih takut Riri marah.
"lha? terus kenapa?".
"justru Bapak takut non Riri yang malu ngakuin Bapak jadi suami...".
Riri mengalungkan tangannya di leher Malih dan merangkulnya.
"Riri nggak pernah malu, ngakuin Pak Malih jadi suaminya Riri...", jelas Riri sebelum mengecup mesra bibir Malih.
"jadi...besok Riri boleh ikut kan?".
"iya, non. terima kasih banget...". Riri tersenyum manis.
"oh iya, Pak. kita coba bikin Malih jr. lagi yuk?", wajah Riri kembali ceria namun binal untuk menggoda Malih.
"ayo, non !". M
Mereka berdua pun bergelut lagi malam itu sampai benar-benar lelah dan tertidur. Esok siangnya, Riri & Malih bersiap-siap untuk pergi.
"non Riri yakin mau pake baju itu? apa nggak yang laen aja?".




Dress Pilihan Riri



"emangnya kenapa, Pak?".
"nggak. soalnya bagian dada non Riri kebuka banget".
"ah udah, Pak. nggak apa-apa".
"tapi, non...".
"kenapa? Pak Malih nggak rela kalau yang lain bisa ngeliat dada Riri?".
"iyalah, non...", jawab Malih agak kesal.
"jangan marah dulu, Pak. Riri sengaja pake baju begini buat bales si Pak Darsono itu...".
"bales gimana emang?".
"nanti Riri ceritain di jalan sekalian".
"oh, oke non. kalau gitu kita jalan sekarang yuk".
Berpatokan pada alamat yang diberikan Darsono, akhirnya Malih menemukan rumah kawan lamanya itu, mungkin lebih tepat, mantan 'bos'nya. Sedan silver itu berhenti di depan gerbang yang cukup besar. Ada satpam yang mendekat.
"selamat siang, Pak".
"siang, Pak. Bapak ada keperluan apa ya?".
"apa ini rumah Bapak Darsono Subarja?".
"betul. kalau boleh tahu, Bapak ini siapa?".
"saya Malih, kawan SMPnya Darsono. saya diundang ke rumahnya..".
"ouh, Bapak Malih? silahkan, Pak. sudah ditunggu".
"terima kasih". Sang satpam langsung terkejut saat Riri keluar dari mobil.

Sungguh wanita yang cantik dengan gaun yang anggun nan seksi. Pandangan si satpam tak dapat beralih dari makhluk indah itu.
Entah sadar atau tidak, tonjolan perlahan mencuat di celana sang satpam karena terus memperhatikan kedua buah payudara Riri yang agak terekspos dari model gaunnya yang seksi itu. Mereka berdua masuk ke dalam rumah, sudah ada pembantu yang menunggu.
"Bapak Malih ya?".
"iya, benar. Bapak Darsononya dimana ya?".
"silahkan, Pak. beliau ada di ruang tengah...".
"oh, terima kasih...".
"So...".
"eh lo Lih. dateng juga akhirnya lo ! gue tungguin juga...".
"tau lo Lih, kita tungguin juga".
"eh, udah dateng juga lo To. udah dateng juga Njar...".
Malih bersalaman dengan teman-teman lamanya.
"eh, itu siapa? cucu lo ya? cakep banget, Lih", bisik Darsono bertanya.
"cucu lo jadi bini gue aja Lih, gimana?", ujar Darsono yang 'ngiler' melihat wajah cantik serta 'paket susu' Riri yang mengintip dari belahan gaun seksinya tersebut.

"Riri, sini. kenalin ini, Pak Darsono".
"sore, Pak Darsono. kenalkan, nama saya Riri...", sapa Riri tersenyum manis dan menyalami tangan Darsono.
"nah kalau yang ini namanya Waskito sama Ginanjar".
"Waskito...".
"Riri..".
"saya Ginanjar".
"Riri...".
Memang usia mereka sudah menginjak lanjut usia semua namun mereka laki-laki normal, mereka tetap terkesima dengan kecantikan & tubuh mulus Riri.
"wah, kamu cantik sekali. apa benar kamu cucunya Malih? nggak bisa dipercaya...". Riri & Malih pun bertatapan.
"bukan, So. gue nggak punya anak, jadi nggak mungkin gue punya cucu".
"lho? jadi nona cantik ini siapa?", Darsono bersemangat setelah tahu Riri bukan cucu Malih, itu artinya dia akan semakin mudah menggaet Riri.
"suster perawat lo ya?".
"oh bukan juga, ini...".
"saya istrinya, Pak...".
Jeger !, bagaikan gluduk yang menyambar ketiga pria tua itu.
"maaf, kamu bilang apa tadi?", Darsono masih belum percaya.
"saya istrinya...".
Bukk ! Bagaikan ada seseorang yang memukul perutnya dengan kencang, Darsono langsung merasa kalah telak oleh Malih.

Dia yang waktu itu menyombongkan diri tentang betapa mudahnya mendekati gadis muda kalau punya uang banyak merasa dikalahkan oleh Malih yang sederhana.
"beneran Lih?".
"iya, Riri ini istri gue".
"wah, hoki banget lo, Lih".
"ini bini muda lo?".
"ini istri kedua gue...".
"iya, bini muda lo kan?".
"bukan, istri kedua gue. istri gue yang pertama udah lama meninggal. nah ini istri gue yang kedua...".
"gila, hoki banget lo".
Waskito & Ginanjar geleng-geleng, tak percaya kalau kawan lama mereka begitu beruntung bisa memiliki istri yang masih muda dan sangat cantik.
"Pak, makanannya sudah siap...".
"ya sudah, ya sudah, kita lanjutin di meja makan...", ujar Darsono menghentikan sementara pembicaraan yang agak membuatnya kesal ini.
Kesal karena iri dengan Malih yang bisa merangkul Riri.
"jadi, gimana kamu bisa ketemu sama Malih?", tanya Darsono.
"mm, waktu itu saya mau ke kampus, mobil saya mogok di jalan. udah jalannya sepi, pulsa saya juga abis jadi saya nggak bisa nelpon mobil derek".

"terus?".
"ya saya bingung harus gimana. untung Pak Malih kebetulan lewat n' bisa benerin".
"terus udah gitu doang?".
"ya karena udah nolong saya. ya saya tawarin untuk nganter Pak Malih. kebetulan arahnya sama. selanjutnya rahasia..", papar Riri sedikit tersenyum nakal.
"lah, nak Riri ini ceritanya setengah-setengah. bikin kita penasaran", gerutu Ginanjar yang penasaran dengan apa yang dimaksud dengan rahasia, pasti ada 'cerita' lebih, pikirnya mesum.
"ya kan terserah saya, Pak...".
"terus, lo gimana nafkahin istri, Li?", tanya Darsono seperti ingin memojokkan Malih.
"Pak Malih punya bengkel, Pak. makanya dia bisa benerin mobil saya...".
"oh. hebat juga lo, Lih ! bisa punya bengkel. di daerah mane?".
"daerah Pramuka, So".
"woh, boleh donk kapan-kapan gue servis mobil di bengkel lo?".
"boleh, silahkan aja, So...".
"sip deh. oh iya, kalo soal nafkah bathin? ya kan kita udah ngerti semua. Malih kan udah tua kayak kita, nah nak Riri masih muda".

"apa malam pertamanya lancar?".
"mmm....itu juga rahasia..", jawab Riri menunduk dan tersipu malu.
Sikap Riri yang malu-malu langsung membuat khayalan ketiga bujang tua itu melanglang buana. Langsung terbayang di pikiran mereka saat gadis semulus Riri dijamah kakek tua seperti Malih.
"wah, untung banget lo, Lih. bisa ketemu sama nak Riri ini...", ujar Darsono berusaha menyembunyikan rasa irinya.
"iya, gue bener-bener beruntung bisa ketemu sama kamu, Ri...".
Malih memandang Riri dengan mata berkaca-kaca karena dia benar-benar terharu. Dia memang sangat bersyukur, sejak bertemu Riri, hidupnya menanjak drastis.
Tak heran ia selalu berterima kasih kepada Riri yang telah mengubah hari-hari tuanya yang dulu serba kekurangan dan kesepian kini jadi serba kecukupan dan penuh kehangatan & kasih sayang.
Riri pun tersenyum manis dan membelai pipi Malih seakan mengatakan hal yang sama juga namun tanpa berucap. Mereka pun mengobrol meski Darsono masih merasa ngiri dengan Malih.

"permisi, Pak. toiletnya dimana ya?".
"oh itu di bawah tangga".
"oh. kalo gitu saya permisi ke belakang dulu...".
"eh, gila lu Lih. kok lo bisa dapet bini bening kayak gitu?", tanya Waskito setelah Riri meninggalkan meja makan dan pergi ke wc.
"lo maen pelet?".
"enak aja. gue nggak maen begituan...".
"lah terus? kakek-kakek bangkotan kayak lo mana bisa dapet bini masih muda kayak gitu kalo gak maen pelet?".
"yah, dibilangin. gue mah anti maen begituan".
"oh, apa lo banyak duit sekarang? jadinya dia nempel ama lo?".
"nggak, duit gue pas-pasan".
"bukannya tadi katanya lo buka bengkel?".
"yah, cuma bengkel biasa doang. nggak dapet duit banyak".
"terus? kenapa bisa?".
"ya, istri gue ngerasa cocok aja ama gue. katanya kayak ketemu temen lama. gue juga sendiri bingung".
"terus, Lih. di depan mobil siapa?".
"ya mobil Riri".
"ha?! itu kan mobil yang lumayan mahal? berarti Riri itu anak orang kaya donk?".
"iya, bisa dibilang begitu".
"gila ! beneran hoki banget lo, Lih ! ajarin caranya ke kita biar bisa ngegaet ABG kayak lo, Lih?".

"atau gini aje, Lih. gue minjem bini lo semingguu aja Lih. gue udah lama nggak pernah ngerasain hangat tubuh perempuan sejak istri gue meninggal".
"kalo gue 3 hari aja Lih. biar bisa ngelepas hajat gue nih. abis cere dari istri gue 2 tahun lalu, belum pernah lagi nih gue begituan...".
"sialan lo ! emangnya bini gue jablay dipinjem-pinjem !", jawab Malih sedikit marah.
"ah pelit lo !".
Waskito & Ginanjar memang sohib sekali dengan Malih. Jadi, mereka tak pikir-pikir dulu untuk bicara seenaknya seperti itu.
"tapi, Malih. emang lo udah berapa lama nikahnya?", tanya Darsono.
"baru 7 bulan, So".
"wah. masih anget-angetnya tuh. apalagi bini lo masih muda. pasti seneng ngasih jatah ke lo. ye kan? ye kan?".
"iya".
"pas bulan madu, lo kemana?".
"gue sama istri gue ke Bali".
"wah asik tuh...". Mereka berhenti mengobrol karena Riri sudah kembali. Tidak enak rasanya.
"pada ngobrolin apa nih?".
"ah nggak, nak Riri. lagi nostalgia aja".
"oh..jadi jadi, gimana awal Bapak-bapak ketemu pas SMP?".

Mereka semua bernostalgia tentang masa-masa SMP mereka. Setiap kali ada kesempatan, Waskito, Ginanjar, dan Darsono mencuri pandang ke arah belahan payudara Riri yang terekspos.
Cukup menyegarkan mata ketiga lelaki uzur nan mesum yang sudah lama tak melihat keindahan tubuh dari seorang gadis.
Tertawa renyah & memberikan timpal balik omongan mereka dengan antusias membuat Riri semakin disukai kawan-kawan tua dari supirnya.
Malih juga merasa senang, Riri kelihatan bisa beradaptasi dengan kawan-kawannya tanpa canggung sedikit pun. Nampaknya memang bidadari cantik ini benar-benar berjodoh dengannya.
Seorang gadis muda yang mempesona mengobrol dengan empat lelaki lansia tanpa ada rasa jengah dirasakannya adalah suatu hal yang jarang dilihat di zaman modern ini karena para remaja perempuan masa kini lebih gemar menghabiskan waktu untuk berbelanja di mall, berfoya-foya, atau hang out dengan teman-temannya di tempat-tempat yang mereka bilang gaul seperti kafe, night club, restoran, dan lain-lain dibandingkan meluangkan waktu dengan orang tua mereka.

Darsono benar-benar gemas dan ingin sekali menggenggam kedua buah payudara Riri yang kelihatan begitu mengkal nan besar itu.
Tapi, dia harus menahan keinginannya. Reputasinya sebagai pemilik lisensi franchise ternama bisa hancur karena menggerayangi dada seorang perempuan muda. Matahari telah terbenam, Riri memutuskan untuk pulang.
"Pak Ginanjar, Pak Waskito. Kami mau pulang dulu yaa".
"kenapa buru-buru, nak Riri?".
"besok saya ada kuliah pagi".
"ha? jadi nak Riri masih kuliah?".
"iya, Pak. saya masih mahasiswi".
"tingkat berapa?".
"tingkat akhir, Pak...".
"wah, berarti lagi tugas akhir?".
"iya, Pak. tapi nanti, belum dimulai..".
"oh begitu, yang rajin ya, nak Riri. biar cepet dapet gelar sarjananya..".
"mudah-mudahan, Pak. terima kasih doanya...".
Ketiga teman Malih semakin iri saja dengan keberuntungan teman mereka yang sederhana itu. Ibaratnya, di umur 22 tahun, Riri adalah buah yang sedikit lagi matang.

Tubuh gadis umur 20an adalah idaman para lelaki yang sudah berumur di atas 40an karena di umur 20an, tubuh seorang gadis sebentar lagi akan 'matang', tapi juga masih 'ranum' karena masih akan membentuk lekukan tubuh yang lebih indah lagi sehingga tak dapat disangkal tubuh gadis umur 20an sedang hangat-hangatnya dan sedang empuk-empuknya untuk dinikmati para pria 40 tahunan.
"eh Lih, lo sekarang tinggal di mana?", tanya Darsono yang mengantar sampai dekat mobil Riri.
"di komplek..".
"kartu nama lo deh, gue udah susah inget alamat...".
"oh yaudah, ini...".
"okeh sip deh. kapan-kapan gue maen ke rumah lo".
"iya, So. gue balik dulu".
"eh, beneran tuh bini lu?", tanya Darsono masih tak percaya.
"bener, emang lo nggak percaya? kan tadi istri gue sendiri yang bilang".
"iya sih, tapi gue nggak yakin. abisnya lo kan biasa-biasa aja, kok lo bisa dapet istri cantik, masih muda, kaya lagi?".
"nggak tau juga. mungkin gue lagi hoki aja", ledek Malih yang akhirnya bisa merasa menang dari Darsono.

"bagi-bagi hoki lo ke gue. gue juga pengen punya bini masih muda kayak bini lo. kan enak tiap hari, mata jadi seger".
"ya gimane donk, gue aja hoki bisa ketemu istri gue...".
"kan bini lo masih kuliah tuh, kali aja ada temennya yang mau juga jadi istri kakek-kakek kaya", ujar Darsono tetap merasa kaya.
"hm, iye deh. ntar kalo ada, langsung gue kenalin...".
"awas lo ! jangan lupa !".
"iye, So. masih demen ngancem aje lo".
Akhirnya, Malih & Riri pun pulang ke rumah. Di perjalanan pulang, Riri ketawa-ketiwi dari kejadian di rumah Darsono.
Dia sudah biasa dipandangi lelaki jadi dia sadar betul kalau tadi, Waskito, Ginanjar, dan Darsono selalu curi-curi pandang terutama ke daerah kemasan susunya.
Malih kelihatannya biasa saja tapi memang rasanya puas sekali, merasa menang atas Darsono yang sombong itu.
Hari pun berlanjut seperti biasa, pagi sampai sore, Riri jadi mahasiswi normal yang cantik dan banyak disukai oleh kawan-kawan prianya di kampus namun galak kalau ada yang merayunya.
Tapi saat pulang kuliah, dia berubah jadi istri yang sungguh manja & sensual untuk pria uzur favoritnya.

Buah hati yang mereka nantikan tak kunjung tiba. Entah apa yang salah, padahal sudah mengikuti semua petunjuk dr. Rizal.
"dok, kenapa saya dan suami belum berhasil juga untuk punya anak?".
"hmm. suami kamu sudah mengikuti semua yang saya bilang?".
"sudah, Dok. suami saya sudah mengikuti semua saran Dokter...".
"hmm...mungkin bisa saja karena sperma suami kamu terlalu encer".
"terlalu encer? kenapa bisa begitu, Dok?".
"kamu bilang, kamu sama suami kamu sex setiap hari?".
"iya, Dok".
"nah, itu penyebabnya. terlalu sering dikeluarkan, sperma suami kamu jadi encer. kandungan sel sperma & proteinnya juga jadi terlalu sedikit untuk membuahi kamu".
"oh begitu ya, Dok? lalu, gimana solusinya?".
"ya setidaknya, kalian jangan berhubungan badan dulu untuk 1 bulan. apa kamu sanggup?".
"saya rasa, saya sanggup, Dok. tapi apa itu artinya, saya hanya boleh diintimi suami saya sebulan sekali, Dok?", tanya Riri malu-malu.

"oh tidak, Riri. 1 bulan itu supaya testis suami kamu bisa istirahat dulu jadi bisa produksi banyak sperma yang kental. untuk selanjutnya, ya kalian bisa meranjang lagi. yah setidaknya dalam jangka waktu 3 hari sekali".
"oh. begitu, Dok. saya mengerti. oke, terima kasih penjelasannya. kalau begitu, saya pulang dulu, Dok".
"oh iya, Riri. kalau ada apa-apa, jangan malu, datang lagi konsultasi dengan saya".
"baik, Dok. saya permisi dulu...".
"oh, sebentar !".
"iya, Dok?".
"saya mau bertanya. kamu bilang, kamu dan suami kamu hubungan badan setiap hari?".
"iya, Dok. memangnya kenapa lagi, Dok?".
"apa suami kamu minum obat kuat setiap mau berhubungan intim?".
"oh tidak, Dok. dia nggak pernah minum obat kuat", ungkap Riri agak malu-malu.
"oh, bagus !. berarti memang suami kamu itu masih gagah ya? ya sudah, saya cuma mau bilang. suami kamu jangan dibolehin minum obat kuat. takut ada efek samping, kan suami kamu, maaf, sudah agak tua".
"oh, iya, Dok. saya nanti bilang ke suami saya. kalau begitu, saya permisi dulu".

Riri pun keluar dari ruangan dr. Rizal. Dia menuju ke wc ingin buang air kecil.
"eh. kamu Riri kan?", sapa seseorang ketika Riri keluar dari wc.
"iyaa. lo....?", Riri ragu-ragu, dia agak pangling. Kenal wajahnya, tapi lupa namanya.
"aku Diana".
"oh iyaa ! Diana !!". Mereka berdua langsung berpelukan.
"jahat kamu, Ri. masa lupa sama aku", gerutu Diana.
"sori deh sori Di. habis kan udah lama nggak ketemu lo. terakhir kan pas SMP kelas 1".
"iyaa yaa. udah lama banget. berarti udah sekitar 8 tahunan ya?".
"iya, makanya gue lupa muka lo. hehe...".
"dasar kamu, Ri..".
Diana & Riri adalah sahabat sejak SD. Mereka berdua tak terpisahkan seperti kakak adik. Karena saat SD, Riri memang sudah tomboy, mereka jadi seperti 2 sisi koin.
Diana seorang gadis kecil yang feminim, anggun, dan ramah. Sedangkan Riri lebih bersifat tomboy & galak. Keduanya memang pintar dan cantik, tapi teman-temannya lebih menyukai Diana yang lemah lembut.




Diana




Biarpun waktu itu masih SD, sudah banyak yang naksir Diana. Namun Riri lah yang melindungi Diana kalau ada teman-temannya yang berusaha mendekatinya.
Riri jadi bodyguard sekaligus figur kakak bagi Diana yang memang anak semata wayang. Diam-diam Diana menyukai Riri. Suka karena kagum akan keberanian & spontanitas Riri sebab ia sendiri orangnya tertutup dan pemalu.
Saking mengagumi Riri, Diana sampai merengek ke orang tuanya agar bisa satu sekolah dengan Riri. Di SMP, persahabatan mereka berlanjut. Dimana ada Riri, ada Diana, begitu pula sebaliknya.
Bocah-bocah lelaki yang puber sebelum waktunya sering berfantasi berpacaran dengan 2 bidadari kecil itu sekaligus. Tapi kegalakan Riri membuat mereka mengurungkan niat untuk mendekati sepasang bidadari tersebut.
Bagi para bocah lelaki yang tak mau menyerah, biasanya mereka mendekati Diana karena lebih ramah sehingga mudah didekati.
Untung ada Riri yang menjauhkan Diana yang agak lugu itu dari bocah-bocah lelaki yang mulai 'cabul'. Begitu kentalnya persahabatan mereka sampai mereka berdua tak jarang mandi & tidur bersama.

Namun, Diana harus meninggalkan Riri saat akan naik ke kelas 2 SMP karena keluarganya pindah ke luar negeri. Riri jadi sangat kesepian semenjak itu dan mungkin itu alasannya kenapa Riri menjalin 'hubungan' dengan kakek tirinya.
"ya ampun, Ri. kamu jadi cantik banget. kamu manjangin rambut?".
"iya, Di. sekarang gue suka rambut panjang".
"udah aku bilang kan, kamu pasti tambah cantik kalau rambut kamu panjang".
"ah bisa aja lo, Di. oh iya, lagi apa lo di sini?".
"aku abis nganter file papa aku yang ketinggalan".
"oh, dimana bokap lo? udah lama nggak ketemu nih...".
"papa aku udah meninggal, Ri. sekarang aku tinggal sama papa tiri aku".
"ha? kenapa?".
"papa aku punya penyakit jantung".
"maaf, Di. gue bener-bener nggak tau. pasti lo sedih banget. kita udah ketemu lagi, jadi gue jamin lo nggak bakal kesepian lagi".
Riri memeluk erat sahabat lamanya itu. Diana pun tersenyum senang, si guardian angelnya kembali ke dalam kehidupannya.

"terus kamu lagi apa di sini?".
"oh, gue tadi abis konsultasi".
"konsultasi sama dr. Rizal ?".
"iya, kok lo tau ?".
"dia papa tiri aku".
"oh, papa tiri lo itu dr. Rizal?".
"iya, tapi kenapa konsultasi sama papa aku ? papa aku kan dokter kandungan ? apa kamu hamil, Ri ?".
"gue nggak hamil, Di. tapi gue konsultasi supaya hamil".
"owh, berarti kamu udah nikah ya, Ri ? sama siapa ? kenapa nggak ngundang aku ?".
"mm, gimana kalo kita sekalian aja yuk Di. udah lama nih nggak jalan bareng".
"iya. ide bagus tuh Ri ! ayuuk ayuuk ! tapi nanti kamu cerita ya ?".
"iya, Di. lo bawa mobil ?".
"nggak, Ri. Tadi aku ke sini naik taksi".
"oh bagus kalo gitu, kita naik mobil gue aja".
Mereka berdua pergi untuk menghabiskan waktu bersama. Sepasang bidadari cantik itu akhirnya bisa bertemu lagi. Mereka kelihatan senang sekali bisa bertemu lagi.
Keduanya tertawa dengan renyah saat bersenda gurau. Asik membicarakan pengalaman mereka masing-masing. Mereka berdua memang benar-benar soulmate, begitu akrab seperti kakak beradik kandung.

Mereka berdua sama-sama kaget karena kuliah di kampus yang sama tapi tak pernah bertemu.
Memang, Diana baru masuk ke universitas tersebut di tingkat 4 karena dia pindah dari universitasnya yang dulu. Diana kaget ketika Riri mulai bercerita kehidupan pribadinya.
Dia tak percaya kalau sahabat baiknya itu menjalin hubungan yang serius bahkan intim dengan kakek tirinya sendiri. Diana merasa bersalah karena mungkin kepergiannya mempunyai andil besar dalam hubungan taboo tersebut.
Namun, Riri bilang kalau dia tak pernah menyesali saat dia diperawani oleh kakek tirinya sendiri karena dia memang menyayanginya. Diana tahu betul kalau temannya itu berkemauan keras dan nekat, tapi dia tak menyangka kalau Riri akan senekat itu.
Namun, Diana malah serius sekali mendengarkan cerita Riri. Mulai dari cerita Riri yang menyelinap ke kamar kakeknya setiap malam hanya untuk bermesraan dengan kakeknya sampai mandi bersama tiap pagi sebelum berangkat sekolah.

Riri pun bercerita kalau orang tuanya tidak ada di rumah, dia lebih suka telanjang di depan kakek tirinya.
Dikarenakan kakek tirinya sering memuji betapa cantik wajahnya dan betapa mulus tubuhnya, membuat Riri merasa sangat dipuja, jadinya ia gemar memamerkan tubuh mudanya ke kakek tirinya itu.
Kalau sudah gemas, kakek tiri Riri langsung mendekap cucunya itu dan menggelitiki tubuh telanjang sang cucu sampai Riri minta ampun kegelian.
Tapi, Riri & kakeknya hanya sekedar bercumbu dengan lidah dan saling meraba tubuh. Tidak pernah sekali pun, 'burung' kakek tiri Riri masuk ke dalam tubuh belia sang cucu. Dia merasa tidak tega.
Namun, akhirnya kegiatan seksual itu terjadi juga, setelah kedua orang tua Riri yang sama sekali tidak curiga membolehkan Riri tidur di kamar kakeknya karena Riri selalu memaksa.
Malam pertama Riri dilakukan bersama kakek tirinya di rumahnya sendiri, dan orang tuanya sedang ada di rumah. Kedua orang tua Riri yang sedang bersantai di lantai bawah sama sekali tak kepikiran kalau anak kesayangan mereka sedang bersenggama dengan sang kakek di lantai atas.

Sampai sekarang pun, ayah Riri tetap tidak tahu kalau alat kelamin sang kakek lah yang pertama kali 'mengunjungi' kemaluan sang anak tercinta serta air mani yang pertama kali mengisi & berenang-renang di rahim anaknya adalah milik sang ayah tiri dari istrinya yang kini sudah meninggal.
Bersama sang kakek tirinya lah, Riri mengeksplorasi surga duniawi dari kemaluan belianya dengan batang kejantanan veteran milik kakek tirinya.
Mulai dari oral seks, vaginal seks, anal seks, posisi sex 69, doggy style, wot, wheelchair, standing still, missionary, dan lain-lain ia pelajari bersama kakek tirinya.
Dan tentu, 'mandi kucing', ia ciptakan bersama sang kakek tirinya.
Lebih kaget lagi Diana saat mendengar Riri yang seranjang dengan supirnya sendiri, Malih. Pria tua yang waktu itu ia sapa di parkiran kampus. Tak terbayangkan kalau sahabat baiknya yang cantik ini bermesraan di ranjang dengan pria yang sudah begitu tua.

Riri baru tahu kalau Diana pernah bertemu dengan Malih di parkiran kampus.
Riri pun jadi semakin semangat menceritakan kekasih tuanya itu. Dia bercerita bagaimana bisa bertemu dengan Malih, kenapa bisa jatuh cinta dengannya, dan kehidupannya sekarang pada Diana.
"non Riri kemana sih? jam segini belum pulang", ujar Malih khawatir dengan nona mudanya yang belum pulang dan tak memberi kabar padahal sudah jam 10 malam.
Ditelepon pun tak bisa karena handphone Riri mati. Malih jadi tak enak melakukan apapun. Tak lama cahaya lampu terlihat di depan rumah.
Malih langsung bergegas keluar rumah. Dia memperhatikan Riri keluar dari mobil. Melihat wajah Malih yang agak asam, Riri tersenyum merajuk.
"non Riri dari mana?", tanya Malih dengan nada agak tinggi.
"hehehe...maaf, Pak. tadi Riri ketemu temen SMP. udah lama nggak ketemu, jadinya kangen banget. maaaf, Paak.....", jawab Riri begitu manja untuk merayu Malih agar tidak marah.
"terus hpnya dimatiin juga?".
"hp Riri lowbat, Pak. jadinya Riri matiin deh. maaf, Pak. udah yaa, jangan marah", bujuk Riri menaruh tangannya di dada Malih.

"ya udah, non Riri masuk dulu".
"emang non Riri dari mana?", tanya Malih ketika Riri sudah duduk di sofa, mengistirahatkan tubuh eloknya itu.
"Riri abis ketemu temen SMP Riri, Diana. Bapak pernah ketemu kan?".
"iya, tapi non Riri kemana aja? sampai malam gini?", Malih tidak terpengaruh dengan Riri yang mencoba mengalihkan pembicaraan.
"ya namanya juga ketemu temen lama, Pak. kita ngobrol sampe lupa waktu".
"Bapak khawatir aja sama non. jangan diulangin ya", tak tega juga Malih mengomeli nona mudanya yang cantik itu.
"makasih, Pak". Riri tersenyum dan memeluk Malih dengan mesra.
"oh iya, Pak. Riri mau ngeliatin sesuatu...".
"apa, non?".
Tiba-tiba sang bidadari membuka kancing blouse putihnya satu per satu. Dia menghadap ke belakang dan melepaskan kaitan 'pembungkus' payudaranya.
"ini, Pak. bagus nggak?". Riri membusungkan payudaranya ke depan, dia mempertontonkan sesuatu yang baru di buntalan daging kembarnya.




Riri Memamerkan Sesuatu di Payudaranya



"non bikin tato di situ?".
"iya, Pak. gimana? bagus kan?".
"tapi kok, tatonya nama Bapak?".
Tato bertuliskan 'Malih' menghiasi payudara kanan Riri, sedangkan di payudara kirinya tercetak 'Setiawan', membuat Malih agak heran tapi juga senang.
"iya, Pak. ini tato permanen soalnya Riri pengen Bapak tahu kalau payudara Riri itu cuma buat Bapak", jawab Riri sangat manja. Jawaban yang sungguh menyenangkan hati pria tua seperti Malih.
"berarti non Riri dipegang-pegang sama tukang tato?".
"tenang, Pak. Riri bikin tato di kenalan Riri, cewek kok...".
"Bapak nggak tau harus bilang apa. non Riri sampai ngelakuin ini...", Malih kelihatan begitu terharu.
Gadis muda nan cantik yang ada di depannya sekarang memang benar-benar mencintainya.
"masih ada yang lain kok, Pak...". Riri melorotkan celananya beserta celana dalamnya juga. Kini, ia bugil sepenuhnya di depan calon suaminya itu. Riri membelakangi Malih lagi.
"ini satu lagi, Pak...". Mahasiswi cantik itu memamerkan satu tatonya lagi di bongkahan pantatnya.




Tato Riri Lainnya




Tato permanen yang bertuliskan 'milik Malih Setiawan'. Sebuah tato kecil yang benar-benar menunjukkan kalau tubuh indahnya milik sang supir tua yang dicintainya.
"ya ampun, non. beneran nggak apa-apa, tato kayak gitu? kan tatonya permanen, susah diilangin", ujar Malih seraya berjongkok dan mengelus-elus tato di pantat montok sang pacar yang masih belia.
"emang nggak ada niat untuk diilangin kok. hehehe..".
"makasih banyak non. Bapak nggak tau harus gimana. non terlalu baik sama Bapak. ucapan terima kasih rasanya nggak cukup".
"Riri cinta Bapak. jadi Bapak nggak perlu merasa nggak enak. Riri seneng bisa bikin Bapak bahagia", ungkap Riri sebelum merangkul dan mencium mesra supirnya itu.
"terima kasih banyak, non", air mata merembes keluar dari sudut mata keriput Malih.
Riri kemudian bersender pada Malih dan melingkarkan kedua tangan Malih yang keriput ke perutnya yang rata nan mulus. Pemandangan yang sungguh erotis ketika ada seorang gadis muda nan cantik yang bugil dipeluk dari belakang oleh pria tua yang masih berbaju lengkap.

Momen sunyi yang mesra sangat dinikmati oleh keduanya.
"oh iya, Pak. tadi Riri ketemu dr. Rizal lagi".
"oh iya, terus gimana, non?".
"dr. Rizal bilang, kita nggak boleh senggama dulu selama 1 bulan. soalnya kemungkinan karena kita sering nge sex, sperma Bapak jadi encer dan nggak ada nutrisinya".
"oh begitu ya, non? berarti Bapak nggak boleh nyentuh non Riri selama sebulan?".
"kalo nyentuh boleh-boleh aja kok, Pak. Riri nggak keberatan. hehehe", canda nakal Riri.
"yang nggak boleh tuh Bapak orgasme".
"oh begitu ya, non? Bapak coba deh. tapi kalo begini doang, boleh kan?". Malih langsung mengunyeng-unyeng kedua susu Riri dengan gemas.
"mmmmhhh...Bapak, kalo ini mah, Riri bolehin banget. hehehe....".
"kalo gitu, non. selama sebulan, non Riri sekalian aja ngerjain tugas akhirnya?".
"iya, Pak. Riri juga mikir gitu. jadi pas udah selesai sebulan, skripsi Riri juga mudah-mudahan udah selesai. kan abis itu Riri bisa siap 100%".
"siap buat apa, non?".
"buat jadi ibu dari anak kita nanti".

Malih tersenyum senang mendengarnya. Dia merangkul tubuh telanjang kemudian mengecup bibir gadis cantik yang benar-benar mencintainya itu dengan mesra.
"non, tapi mulainya besok aja ya?".
Riri mengulum bibir bawahnya dan mengangguk. Malih segera 'mengangkut' tubuh elok sang pujaan hati yang sudah tak tertutup apapun ke dalam kamar untuk bersenggama sepuas-puasnya sebelum mulai berpuasa sementara besok, demi mendapatkan buah hati yang dinanti-nanti.
Malam itu untuk kesekian kalinya, 'bayonet' tumpul sang pria lansia kembali merojoki liang senggama si dara cantik yang masih belia, memberikan kepuasan batin yang maksimal bagi keduanya yang bercinta penuh gairah & begitu liar dibandingkan malam-malam sebelumnya.
Sesuai persetujuan yang telah disepakati keduanya, mereka tak melakukan semua hal yang biasanya mereka lakukan seperti berciuman, berpelukan, ataupun bermanja-manjaan.
Akhirnya jalinan mereka jadi supir-majikan sebenarnya.




Persenggamaan Gadis Muda & Lelaki Uzur Sebelum ‘Cuti’ 1 Bulan



Riri serius kuliah dan cepat mengumpulkan materi skripsinya. Malih sendiri, tanpa sepengatahuan Riri, menjalani pengobatan tradisional untuk mengembalikan kesuburannya.
Ikrar telah diucapkan, keduanya menetapkan hati untuk tidak mengingkarinya. Sudah 2 minggu berlalu, mereka mulai merasa hampa. Seperti ada yang kurang dan keduanya tahu apa itu.
Riri tak pernah berpakaian seksi atau bertingkah sensual di depan Malih seperti biasanya. Puasa sex ini memang untuk kebaikan Malih jadi dia harus mendukungnya sebaik mungkin karena kondisi rahim dia sendiri sebenarnya sudah sangat siap menerima sumbangan sperma.
Namun, sepasang manusia beda generasi tersebut tak bisa membohongi diri sendiri. Setiap kali memandang wajah satu sama lain, tubuh mereka bergetar dan menghangat secara bertahap seakan ingin ditempel satu sama lain.
Mungkin itu efek dari seringnya mereka bergumul. Makin lama, Riri makin tidak tahan, dia jadi merasa jengah & tak nyaman melakukan apapun, dia memutuskan untuk membeli dildo.

Dildo yang disamakan panjang & diameternya dengan alat kelamin Malih. Sangat mudah bagi Riri yang sudah biasa memandangi, mengocok, menciumi, dan menjilati batang kokoh Malih, untuk mengetahui bentuk, panjang, dan diameternya.
Dan untuk tak mengganggu konsentrasi Malih, Riri memberanikan diri untuk tak melakukan masturbasi di rumah melainkan wc umum termasuk wc di kampusnya.
Dengan semangat, Riri mengerjakan skripsinya secepat mungkin. Dia rajin mencari referensi ke sana kemari & langsung menemui dosen pembimbingnya dimanapun dosennya berada jika menemui masalah pada skripsinya.
Bunyi siulan bersenandung nada kopi dangdut terdengar dari luar. Datangnya dari mulut Malih yang sedang mencuci mobil di sabtu pagi yang cerah. Riri bilang kepadanya kalau ingin istirahat dulu, tak mau ke kampus, mengikuti nasihat Malih.
Lelaki tua itu tak mau gadis cantiknya jatuh sakit karena terlalu fokus pada skripsinya agar bisa menyelesaikannya dengan cepat. Sudah agak siang, tapi Riri belum keluar kamar juga, Malih jadi khawatir.




Riri Selimutan



"tok tok tok ! non ! udah siang ini, ayo bangun !", teriak Malih dari luar kamar Riri. Tak ada jawaban dari dalam.
"aduh si non ! bangun ! matahari udah tinggi ! non Riri !". Tak ada jawaban juga, Malih membuka pintu. Malih membuka pintu, dia melihat Riri sedang berselimut.
"ada apa, Pak?", wajah Riri nampak pucat dan begitu lesu.
"non Riri sakit ya?".
"Iya nih, Pak. Riri rasanya lemess banget".
"coba sini". Malih menempelkan tangannya di kening Riri.
"Wah, non, panas banget badannya. Bapak anter ke dokter ya?".
"Nggak usah, Pak. Paling ini cuma demam biasa. Istirahat sebentar juga sembuh, Pak".
"Ya tapi kan supaya lebih aman, kita ke dokter aja ya non".
"Iya, tapi nanti aja ya, Pak. Riri masih lemess banget", keluh Riri pelan.
"Oh iya non, nanti sore kita ke dokternya. Sekarang Bapak kompres pake air dingin dulu ya?".
"Iya, Pak. Maaf ngerepotin".
"nggak ngerepotin lah Non. emang tugas Bapak ngerawat non", jawab Malih lembut membuat Riri tersenyum kecil meski dengan wajahnya yang lesu. Tak lama Malih kembali dengan membawa sebaskom air dingin dan handuk kecil.
 
Terakhir diubah:
Holiday Challenge After Story 4 : Riri, Berkembang Biak Dengan Veteran

Part 03 of 06

Dia basahkan handuk kecil itu dan memerasnya kemudian ia letakkan perlahan di kening Riri lalu menutupi badan Riri dengan selimut.
"Non, acnya matiin aja yaa". Riri mengangguk lemah.
"Oh iya, non Riri udah makan?".
"Nggak, Pak. Riri nggak laper".
"Jangan gitu non. Orang sakit harus makan, kalau nggak, nanti tambah parah".
"Tapi Riri nggak nafsu makan".
"Ya tapi harus makan, non. Sesuap juga nggak apa-apa. Biar ada isinya dikit. Ya non? Mau ya makan, non?".
"Iya deh, Pak".
"Nah gitu, non. Bapak cari bubur dulu yaa". Tak beberapa lama, Malih kembali dengan membawa semangkuk bubur.
"Maaf lama, non. Tukang buburnya tadi udah sampe ujung kompleks".
"Nggak apa-apa, Pak", jawab Riri tersenyum.
"Ayo, non. Makan dulu".
Malih membantu Riri untuk bangun dari tempat tidur dan bersender pada sandaran tempat tidurnya yang besar itu dengan diganjal bantal.
"Ayo, non. Aaaa".
Riri membuka mulut untuk melahap bubur yang dibeli Malih.
Hanya 5x suap, Riri merasa sudah kenyang dan tidak bernafsu lagi makan.
"ayo non, sesuap lagi".
"nggak, Pak. Riri udah kenyang", tolak Riri seraya menjauhkan mulutnya dari sendok yang disodorkan Malih.
"Jangan gitu non. Ayo sesuap lagi deh, bener deh, janji deh. Ayo non. Aaaa".
"Nggak mau", tolak Riri manja.
"Ayo nih, pesawatnya mau lewat. Ngiung ngiung".
"Emangnya Riri anak kecil".
"Oh yaudah, kalo gitu. Ini keretanya mau lewat. Gujes gujes gujes".
"Iih, itu mah sama aja".
Riri tertawa kecil dengan wajah lesunya, tapi setelah itu dia membuka mulutnya.

Malih senang sekali melihat Riri yang tertawa meski sakit. Dia berhasil menghiburnya agar tidak terlalu lemas.
Pria itu memang benar-benar mencintai si dara belia, bukan karena Riri masih muda, tubuhnya yang mulus, wajahnya yang cantik, dan hartanya yang cukup berlimpah, tapi karena Riri menemaninya di hari tua sehingga penuh kehangatan dan tidak kesepian lagi.
"non, kenapa? kok nangiis? Bapak ada salah kata ya? Maaf, non".
"eemmm", Riri menggelengkan kepala seraya menyeka air matanya.
"Bukan, Pak. Riri cuma keinget dulu pas masih kecil. Riri masih sering disuapin sama ibu kandung Riri, ayah Riri juga sambil ngajak Riri main supaya mau makan terus. Sama caranya kayak Bapak sekarang nyuapin Riri".
"Riri bener-bener kangen saat-saat itu, andai bisa balik lagi ke sana".
Malih tak dapat berkata apa-apa, dia hanya bisa tersenyum dan mengelus-elus punggung Riri. Tetesan air mata semakin banyak menetes dari mata Riri.
Ungkapan hati yang memilukan dari seorang gadis yang sangat cantik & kaya.
Bagi gadis lain, mungkin kehidupan Riri seperti putri di dalam dongeng, tapi mereka tidak tahu bahwa ada jiwa yang sangat kesepian di dalamnya.

Tiba-tiba Riri memeluk erat Malih dan menangis. Malih yang kebingungan menaruh mangkuk di meja, dan balas memeluk Riri.
"udah udah, non. jangan sedih lagi".
"makasih, Pak. udah nemenin hari-hari Riri. Riri jadi nggak ngerasa sendiri lagi sejak kenal sama Pak Malih".
"Bapak juga, terima kasiih banget sama non Riri yang baik banget sama Bapak".
Mereka saling mendekap satu sama lain dengan begitu erat. Malih biarkan Riri menangis di pundaknya.
Sepasang kekasih yang mempunyai beda usia sangat jauh ini memang sering mengungkapkan satu sama lain tentang betapa bersyukurnya mereka telah bertemu dan saling mengisi hari-hari dengan kehangatan dan kasih sayang.
Hanya orang-orang seperti Riri dan Malih yang tahu perasaan orang yang sudah lama merasakan sepi dan sendiri dan tiba-tiba bertemu dengan orang yang cocok, sungguh tak bisa diungkapkan betapa senangnya. Akhirnya Riri sanggup menghabiskan buburnya seperti anak kecil manja yang sedang disuapi ayahnya.
Meski sakit, nampak jelas di wajah Riri kalau dia begitu senang. Sore menjelang, Malih pun mengantarkan Riri ke tempat praktek dokter langganan Riri.
"Tadi berapa biayanya, Pak?".
"Udah non, udah Bapak bayar".
"Pake uang Bapak?".
"Iya, udah, non nggak usah pikirin".
"Tapi kan, Pak..".
"Udah, non, kan gaji Bapak dari non, masa pas non butuh, Bapak nggak ngasih".
"Makasih banyak ya, Pak".
Begitu pulang, Malih langsung membopoh Riri ke kamar dan langsung meminumkan obat dari dokter pada Riri.
Lelaki tua itu begitu sigap merawat nona mudanya, dia selalu ada di sampingnya meski Riri sedang tertidur. Riri tersenyum lepas melihat Malih tetap menunggunya di samping tempat tidur sampai malam.

Riri membelai lembut kepala Malih, dia semakin cinta kepada pria tua itu yang dengan setia tetap menungguinya di kamarnya sampai ikut tertidur.
Jelas kalau laki-laki uzur ini sangat mengkhawatirkannya, menyayanginya dengan tulus, bukan hanya mencintai kecantikan wajah dan keelokan tubuhnya.
Riri semakin yakin kalau Malih ini adalah jodohnya. Selisih usia yang begitu jauh sampai 2x lipat terasa tak ada artinya.
Riri ingin sekali menghabiskan hari-hari bersamanya, memberikan kehangatan pada Malih dengan tubuh belianya, menjadi orang pertama yang mengucapkan selamat pagi, dan menyediakan rahimnya untuk keturunan-keturunan Malih nantinya.

Berapapun anak yang diinginkan Malih, Riri akan selalu siap menyediakan 'sarana' yang diperlukan pria tua itu.
"eh, non Riri udah bangun?".
"iya, Pak", jawab Riri tersenyum manis.
"maaf, non. Bapak ketiduran".
"nggak apa-apa, Pak. Riri malah mau minta maaf, udah ngerepotin Bapak".
"ya ampun si non. nggak apa-apa lah. oh iya, non Riri pasti laper. Bapak buatin bubur instan ya".
"iya, Pak. makasih".
Pacarnya yang sudah renta itu memang sopan. Padahal sudah sangat sering mereka bergumul dan saling menjamah tubuh satu sama lain, tapi dia masih menganggap Riri sebagai majikannya.
"Bapak mau kemana?", tanya Riri yang sudah selesai makan.
"mau ke kamar, biar nggak ganggu non istirahat".
"temenin Riri di sini, Pak".
"non Riri nggak keganggu?".
Riri menggelengkan kepala sembari tersenyum. Gadis cantik itu pun tidur dengan memeluk manja sang supir tua.
Malih serasa seperti sedang mengeloni anaknya sendiri. Aroma harum alami tubuh Riri pun mulai membangkitkan 'bagian' laki-laki Malih.

"mm..Bapak on ya?", tanya Riri lembut.
"iya, non. hehe. maaf, non. wangi non Riri emang selalu bikin Bapak jadi nafsu".
"sabar ya, Pak. Nanti kalau skripsi Riri udah selesai. Itunya Bapak, nggak akan Riri bolehin kemana-mana", ancam Riri begitu nakal padahal ia sedang sakit & sudah agak ngelindur.
"yaudah, non. non Riri tidur aja sekarang, itu urusan nanti...".
Malih mengelus-elus rambut Riri. Malam itu penuh kehangatan & sangat romantis antara seorang dara belia yang cantik dengan pria tua yang agak kurus & sudah keriput.
Keesokan harinya, Riri sudah baikan, manjur sekali obat dari dokter. Setidaknya, panas Riri sudah agak menurun meski dia masih merasa sedikit meriang.
"non, ukur dulu suhu badannya".
"mau ditaro dimana, Pak?".
"di ketiak, non aja".
"oh kirain di pantat Riri".
"emang kenapa, non?".
"ya takut aja, nanti Bapak ganti pake termometer yang lain", canda Riri sedikit nakal.
"si non, lagi sakit, masih suka becanda yang begitu juga", ucap Malih sembari mencubit pipi Riri.
Riri pun membuka 3 kancing piyamanya dan menampilkan sebelah payudaranya kepada Malih.
"gleekk !". Malih meneguk ludahnya.
Meski sudah puluhan kali ia memandangi 'buah' mengkal itu, tapi dia tetap gemas dan ingin mencaploknya apalagi karena sudah berhari-hari tak menyusu pada nona mudanya yang cantik itu. Jadi tanpa permisi, Malih langsung mengenyot payudara kiri Riri.
"iih, Pak Malih maen kenyot aja", eluh Riri manja yang mulai merasa 'gelisah' atau geli-geli basah pada puting kirinya.
"hehe..udah lama nggak ngempengin susunya non. jadi gemes deh", jawab Malih enteng sebelum menjepitkan termometer di ketiak Riri.




Suhu Riri Diukur



"wuu. bisa aja".
"sambil nunggu termometernya, Pak Malih boleh ya ngempeng susu non Riri lagi? hehe", canda Malih mesum.
"udah gede, masih ngempeng", balas Riri dengan canda juga.
"boleh ya, non?".
"iya, iya, Pak. masa nggak boleh. tapi Riri tiduran aja ya. masih lemes".
"oh iya, non. makasii, non".
"inget, jangan sampe ngelanggar aturan dokter lho, Pak".
"beres, non".

Jadilah Malih mengempeng pada kedua puting nonanya yang terlentang pasrah untuk memberikan keleluasaan baginya untuk bermain-main dengan buntalan daging kembar yang bulat nan empuk itu.
Suara desahan lembut & tawa kecil Riri memenuhi kamar. Dia membelai kepala Malih, persis seperti ibu yang sedang membiarkan balitanya bermain-main dengan payudaranya.
Tapi, sesekali Riri memukul pelan kepala Malih sambil tertawa kecil saat kedua putingnya dikunyah pelan oleh supirnya yang sudah lansia itu. Momen yang begitu romantis nan 'menggelitik' bagi keduanya.
Namun, Malih agak sedikit frustasi, dia masih di dalam masa puasanya untuk menggumuli nonanya yang cantik & seksi. Kalau saja sedang tidak ada larangan, sudah ia tunggangi tubuh indah milik dara belia ini berkali-kali.
Memang harus sabar karena tujuan utamanya harus didahulukan yakni menghamili si bidadari manjanya dan untuk mencapainya, dia harus merehabilitasi dulu kantung pelirnya yang sebenarnya sudah melewati masa produksinya itu agar bisa memproduksi sperma yang kental & kuat untuk menembus sel telur Riri.

3 hari penuh Malih merawat gadis mudanya itu hingga kembali sehat.
Dan begitu sehat, Riri langsung tancap gas mengerjakan skripsinya seperti orang yang dikejar deadline, mengumpulkan data kesana kemari, menemui dosen pembimbingnya sesegera mungkin setelah ia membenarkan bab-babnya yang salah.
Dosennya pun sampai geleng-geleng tapi senang dengan Riri yang sangat rajin dan nampak begitu bersemangat mengerjakan skripsinya. Seandainya sang dosen tahu penyebab Riri begitu bersemangat.
Motivasi mahasiswi cantik itu tak lain karena sudah tak sabar ingin dihamili oleh supirnya yang sudah uzur. Siapapun tak akan menyangka gadis secantik Riri mempunyai motivasi seperti itu.
Akhirnya Riri bisa menyelesaikan tugasnya, meski memang molor dari targetnya. Target awal 1 bulan, tapi Riri baru bisa menyelesaikannya dalam satu setengah bulan. Tadinya, mereka langsung ingin melakukannya, tapi ditunda lagi sampai Riri sidang.
Sebenarnya keduanya sudah begitu rindu bermesraan seperti biasanya. Tapi yang lebih penting diutamakan terlebih dulu. Hari sidang Riri pun tiba, Malih tentu mengantarkan nona cantiknya ke tempat sidang skripsinya. Malih antara merasa tenang dan cemas menunggu Riri.
Dia tahu kalau nonanya itu pasti bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan karena dia memang mengerjakannya sendiri, tapi si bidadari cantik memang agak tempramen kalau dibantah atau berdebat. Cukup lama juga Malih menunggu, dari pagi sampai menjelang sore.
Dan akhirnya, dia melihat Riri keluar dari gedung bersama teman-temannya. Wajahnya terlihat sumringah dan senang. Dia nampak ceria sekali dan beberapa teman-temannya nampak ada yang habis menangis bahagia.
Malih tersenyum, kini pujaan hatinya sudah menyelesaikan pendidikannya sampai sarjana dengan usaha sendiri. Memang hebat gadis belia yang sering seranjang dengannya ini. Riri masuk ke dalam mobil.

“gimana, non? non Riri lulus kan?". Tanpa menjawab, Riri langsung memeluk Malih.
"Riri lulus, Pak", dengan suara yang agak parau. Sepertinya dia menangis terharu.
"non Riri emang hebat, Bapak bangga banget sama non Riri..", balas Malih memeluk nona mudanya itu dan membelai rambutnya.
"ini semua berkat Pak Malih..".
"kok karena Bapak? kan non Riri ngerjain sendiri, Bapak nggak bantu apa-apa".
"Pak Malih selalu kasih semangat ke Riri dan selalu ada kalau Riri lagi butuh temen".
"ya kalau itu sih emang Bapak yang suka, deket-deket sama non Riri. hehehe", canda Malih sedikit merayu untuk membuat Riri tersenyum.
"Riri juga suka deket-deket Bapak", jawab Riri manja dan mencubit lengan Malih.
"jadi kita pulang sekarang nih non?".
"kita makan dulu, Pak. Riri laper nih".
"oke, non !".
Pulang makan, mereka berdua pulang ke rumah. Melihat Riri yang sudah seharian beraktifitas, Malih pun menyuruh nona mudanya yang cantik itu istirahat meski sebenarnya ia sudah gatal ingin menggerayangi tubuh mulus Riri.
Bagaimana tidak ? dua bulan lebih, ia tak dapat menikmati hangat dan harumnya tubuh Riri, jadi wajar kalau Malih ingin merasakannya lagi, namun dia tidak enak, toh statusnya cuma supir.
Ya, dia cuma bisa menunggu 'undangan' resmi dari Riri. Malih tidur di kamarnya sendiri karena tidak mau mengganggu Riri. Pagi menjelang, Malih keluar kamar melihat Riri sudah bangun dan sedang menyiapkan sarapan, masih mengenakan piyama.
"eh non Riri udah bangun?".
"iya dong, Pak", jawab Riri begitu riang.
Wajahnya nampak cerah dan ceria seperti orang yang baru saja diangkat beban hidupnya.
"ayo, Pak. dimakan nasi gorengnya, udah Riri buatin. spesial pake telor".
"makasih banget, non".
"oh iya, tadi malem Bapak tidur dimana? kok nggak tidur bareng Riri?", tanya Riri begitu lepas seakan-akan Malih sudah benar-benar jadi suaminya.
"anu, non. Bapak ngeliat non Riri capek banget kayaknya, tidurnya pules banget. jadi daripada non keganggu, ya Bapak tidur di kamar Bapak".
"ooh, iya sih, Pak, tadi malem emang capek banget. makasih ya, Pak".
"iya, non. sama-sama". Mereka pun melanjutkan sarapan bersama.
"oh iya, non. kalo sidang itu langsung diumumin ya lulus atau nggaknya?".
"ya tergantung kampusnya juga sih, Pak. ada yang langsung hari itu, tapi ada juga yang nunggu sebulan dulu".
"oh gitu ya, non. terus wisudanya kapan, non?".
"wah kalo itu sih masih lama, Pak. katanya sih dua bulan lagi lah, Pak".
"kok lama banget, non?".
"ya kan kampus nunggu mahasiswa yang lain udah sidang semua, jadi biar sekalian gitu, wisudanya".
"oh gitu".
"oh iya, Pak, jadi keinget, bentar, Pak". Tak lama, Riri kembali dari kamarnya.
"ini, Pak", ucap Riri riang menunjukkan 2 lembar tiket pesawat.
"apa ini, non?".
"tiket pesawat, Pak".
"tiket pesawat buat siapa, non?".
"ya buat kita berdua lah, Pak".
"ha? kemana, non?".
"kita bulan madu ke Bali", bisik Riri menggoda.
"bulan madu, non?", tanya Malih nampak senang mendengarnya.

"iya, Pak. kita bulan madu. Riri udah nyelesain sarjana Riri. Sesuai janji, tugas Riri selanjutnya, punya anak dari Bapak", jawab Riri.
Sebuah jawaban yang aneh sekaligus membangkitkan gairah, karena seorang gadis muda yang begitu cantik seperti Riri, dengan sadar dan tanpa paksaan sedikitpun memberikan pernyataan bahwa ia ingin dihamili dan mengandung anak dari seorang pria yang sudah lanjut usia dan tergolong uzur seperti Malih.
"yang bener, non?".
"iya, Pak. kan Riri udah janji, kalau Riri udah selesai, kita bakal bikin Malih junior sebanyak-banyaknya", goda Riri sungguh nakal.
Mendengar hal itu, 'tongkat' Malih langsung mencuat seketika di celananya.
"emang berangkatnya kapan, non?".
"dua hari lagi, Pak".
"terus berapa hari, non?".
"1 bulan, Pak. tanggal 15 bulan depan baru kita pulang".
"yang bener, non? wah asik dong, non".
"iya dong, Pak. biar puas bulan madunya", pungkas Riri manja seraya duduk di pangkuan Malih.
"emm, kalau gitu, sekarang boleh nggak kalau Bapak..nngg...".
Riri tentu langsung tanggap apa yang diinginkan Malih, apalagi tangan keriput Malih mulai mengelus-elus pahanya.
"sabar ya, Pak", jawab Riri sembari tersenyum manis.
"Riri mau semuanya ini spesial. Riri pengen ngerasain bulan madu sama Pak Malih. Riri mau punya kenangan anak pertama kita nanti, seakan-akan kita baru malam pertama pas bulan madu itu".
"oh iya, non. Bapak juga mau seperti itu".
"terima kasih ya, Pak. Riri janji, sampai di sana, Riri pasrah diapain aja sama Pak Malih", tukas Riri sungguh nakal dan menggoda, sebelum mengecup bibir Malih dengan mesra.
"kalo gitu, abis ini kita belanja-belanja yuk, Pak. buat di sana nanti, besok baru kita packing".
"ayo, non. siap".
Hari yang tertera pada tiket itu pun tiba, Riri & Malih sudah menyiapkan semuanya untuk bulan madu mereka.
Bulan madu antara seorang dara cantik yang masih belia dengan seorang jejaka tua yang sudah keriput dan agak kurus.
Bagi kebanyakan orang, mungkin enggan membayangkannya, tapi bagi sebagian orang, membayangkan tubuh putih mulus seorang gadis muda yang cantik seperti Riri digerayangi dan dijamah seorang kakek renta seperti Malih sungguh memberi fantasi liar yang tiada batasnya yang mungkin mampu membangkitkan nafsu tersendiri setinggi-tingginya.

"ah !! sampe jugaa !", Riri menghempaskan badannya ke ranjangnya yang besar.
Mereka tak perlu menginap di penginapan atau hotel mewah untuk berbulan madu. Dengan sisa uang jajannya yang dari dulu ditabung olehnya semenjak lulus SMP, Riri bisa membeli sebuah rumah di dekat pinggir pantai Bali saat dia semester 5 lalu.
Tak terlalu mewah jika dibandingkan rumah utamanya di Jakarta, tapi cukup besar juga untuk ukuran rumah yang berada dekat dari pinggir pantai. Malih menaruh semua barang bawaan mereka di dekat lemari.
"Ini rumah siapa, non ?".
"Rumah Riri, Pak. waktu itu beli pas masih awal semester 5, soalnya dari pas SMP, Riri pengen ngerasain tinggal di rumah deket pantai. Yaudah, Riri kumpulin uang sampe akhirnya kebeli deh rumah ini".
"Wah, berarti ini rumah non Riri sendiri dong ? Hebat, non Riri bisa nabung buat beli rumah sendiri".
"Ah, apa sih Pak. kan uangnya juga masih dari orang tua Riri".
"Ya tetep aja, non. Non Riri hebat bisa nabung buat beli rumah sendiri".
"Ah udah ah, Pak. Bisa aja nih. Mending kita keluarin baju-baju kita, Pak. Biar sekalian capek".
"Okeh, non".
Sementara Malih mengeluarkan semuanya dari koper & tas yang mereka bawa seperti peralatan mandi, pakaian, charger hp, dan lain-lain, Riri membereskan kamar tidur serta menyapu & mengepel semua ruangan karena memang sudah lumayan lama tak ditempati sehingga cukup berdebu.
Selang tak beberapa lama, Malih keluar dengan membawa sesuatu.
"Non. Ini punya non Riri?". Riri mengulum bibir sendiri dan terlihat malu-malu.
"Iya, Pak hehe. Itu punya Riri".
"Baru ya, non?".
"Iya, Pak. Tadinya buat surprise ke Bapak. Hehehehe".

"jadi penasaran kalau udah dipake", singgung Malih tentang lingerie baru nona mudanya itu.
"Pak Malih mau liat? bentar yaa, Pak", ucap Riri seraya mengambil lingerienya dan tersipu malu.
Riri masuk ke dalam kamar sementara Malih duduk di sofa, menunggu dengan setengah sabar, dia sudah bisa membayangkan akan semakin mengunggah hawa nafsu melihat nonanya yang cantik jelita mengenakan lingerie seksi tersebut.
Begitu Riri keluar, Malih menghela nafas, meneguk ludahnya.
"gimana, Pak?", Riri bertanya dengan malu-malu, pipinya agak merona.
Sang nona cantik merasa agak malu namun merasa sensual di waktu yang bersamaan, mempertontokan keelokan tubuhnya yang bisa dibilang hanya sedikit tertutupi oleh lingerie yang dikenakannya pada seorang pria lanjut usia yang memandanginya seakan mau memakannya.
Mata Malih seperti mendelik keluar menatap nona mudanya yang begitu sexy dengan lingerie baru itu.
Batang kebanggan Malih pun bereaksi dengan cepat, sudah mengeras bagai tongkat besi yang siap digunakan untuk 'memukul' makhluk seksi yang ada di depannya.
Tanpa perlu pikir panjang, Malih segera menyergap si gadis muda cantik yang ada di depannya.
"aaaah, Pak Malih..geeliiiihhh...", lirih Riri manja menerima ciuman-ciuman Malih yang bertubi-tubi di lehernya.
Tangan Malih mulai bergrilya, menggenggam buntalan empuk milik Riri yang tertutup hanya bagian 'pucuk'nya saja.




Lingerie Baru Riri



"cccphh ccphh", si lelaki tua berkali-kali mencupangi leher nona mudanya hingga mendesah manja.
Wajah cantiknya, mulusnya, hangatnya, aroma harum tubuh serta lirihan pelan nan manja Riri menguasai semua panca indera Malih karena nafsu si lelaki renta ini sudah mendidih hingga ke ubun-ubun. Pastilah bukan salah Malih.
Lelaki dewasa normal manapun, baik muda, paruh-baya, atau tua sekalipun pasti akan sangat bernafsu jika di depannya ada seorang gadis belia yang cantik dan sexy dengan lingerie yang sangat 'provokatif' dan begitu 'mengundang' .
Namun, seketika Riri menghentikan tangan Malih yang mulai merayap turun ke daerah V miliknya.
"Pak..beres-beresnya belum selesai".
"Tapi, non..Bapak udah nggak tahan", pinta Malih agak memohon pada nonanya yang cantik agar boleh melampiaskan nafsu padanya.
"kita baru aja sampe, Pak. Beres-beres aja belum selesai. Riri masih agak capek..", sebenarnya Riri juga sudah gregetan ingin memasukkan benda tumpul yang sudah menyundul-nyundul di bawah sana, tapi gadis muda itu harus tegas.
Dengan sangat kecewa, Malih harus menahan nafsunya.
"Maafin Riri, Pak. Bukannya Riri nolak atau gimana. Kita baru sampe dan belum istirahat. Riri nggak mau kita asal begituan aja karena ini bulan madu kita".
"Iya, non Riri. Bapak ngerti, ya sudah kalau begitu, kita lanjutin beberesnya".
"Sipp, Pak. Makasih yaa udah ngertiin Riri..", ujar Riri diselingi kecupan mesra pada bibir Malih.
"Besok, Riri bakal pelintir itunya Bapak seharian sampe habis nggak bersisa", bisik Riri nakal.

Malih tersenyum sambil mencubit kecil pantat Riri dari belakang.
"Yaudah yuk, Pak. Kita lanjutin beres-beresnya".
"Tapi non, nggak pake baju dulu?", Malih mengingatkan kalau Riri belum mengenakan pakaian, hanya lingerie seksi yang tentu tidak menutupi semua lekukan tubuh indahnya.
"Nggak apa-apa, gini aja. Bapak suka kan?".
Malih mengangguk dan senyuman kecil tergambar di wajahnya. Mereka pun lanjut membereskan rumah yang agak lama tidak ditempati itu.
Cukup repot juga membersihkan rumah hanya berdua, tapi untungnya furnitur dan segala peralatan dapur atau elektronik masih lengkap dan menyala.
Namun Malih tentu semangat-semangat saja, sembari bersih-bersih, ia dapat 'penyejuk' sekaligus 'penambah' stamina, yakni nona mudanya yang berlalu lalang dengan mengenakan lingerienya yang begitu memancing hawa nafsu.
Setelah akhirnya beres dan rapi, mereka pun beristirahat. Di depan tv, Malih bersantai dengan kepalanya berada di atas kedua paha mulus Riri.
Sesekali Malih memalingkan wajahnya dari tv ke surga dunia milik nona mudanya. Dari jarak sedekat itu, tentu aroma wangi daerah kewanitaan Riri yang khas sangat tajam menusuk hidung Malih. Membuat birahi si supir tua jadi mendidih.
"Pak, kita jalan-jalan di pantai yuk, pas banget nih, deket-deket sunset", usaha Riri mengalihkan perhatian Malih karena ia sendiri sudah mulai merasa 'gerah'.
"Sunset ? Apa itu non ?".
"Hihihi, bapak nggak tau ya? Itu lho, Pak. Matahari terbenam".
"Oooh, matahari terbenam, kalo itu sih Bapak tau. Abis non pake nyebutnya sunset segala".
"Ya kan emang itu yang populer, Pak".
"Bapak mana ngarti, non".
"Oh iya, Pak. Hehehee, maaf, Pak. Mau nggak nih Pak? Mumpung deket pantai. Di Jakarta kan susah liat sunset eh matahari terbenam".
"Boleh, non. Bapak seumur-umur, belum pernah ngeliat matahari terbenam".
"Pernah kali, Pak. Tapi nggak sadar".
"Iya mungkin".
"Yaudah, ayuk, Pak. Kita jalan sekarang".
"Eh, tunggu Non, masa non Riri mau keluar pake pakean kayak gini".
"Oh iyaa, hihihi. Lupa, Pak".
"Ayo ganti dulu, kalo pakean begitu, nanti non Riri diperkosa orang lagi".
"Tapi kalo diperkosa sama Bapak, Riri malah minta lagi kayaknya", godaan nakal si gadis cantik ke pria tua.
"Eh, jangan mancing-mancing ya, non", Malih membalasnya dengan cubitan kecil pada bongkahan pantat kenyal Riri.
"Hihi, ayuk Pak. Temenin Riri mandi n' ganti baju".
"Ok".
Di dalam kamar mandi, Riri sengaja menggoda Malih lagi. Ia cekikikan senang melihat Malih menahan nafsu sebisa mungkin agar tidak mengintiminya.
Memang dasarnya Riri orang yang iseng, apalagi kalau soal menggoda Malih. Ia memang senang sekali memancing-mancing gelora nafsu kekasih tuanya itu dengan tubuhnya yang seksi nan mulus.
Malih hanya bisa membalas 'pancingan' majikannya itu dengan cubitan & tamparan gemas pada pantat Riri serta memencet kedua puting susu Riri kalau sudah benar-benar gemas.

Riri membayangkan pasti besok daerah V-nya tidak akan selamat karena 'pembalasan dendam' Malih. Riri dengan nyaman dan tanpa canggung berganti-ganti pakaian di depan Malih, sebentar ia memakai baju, sebentar ia telanjang bulat di depan Malih.
Tadinya Riri mau mengenakan bikini untuk pergi ke pantai atau sekedar hotpants dan kaos tanpa lengan, tapi Malih melarangnya. Riri tersenyum, memang tidak salah ia memilih calon suami.
Meski ia tidak kaya, tidak tampan, dan sudah tua bahkan lebih cocok untuk jadi kakeknya, tapi Riri merasa Malih benar-benar jodohnya yang tidak ingin melihatnya disakiti, merasa sedih atau kesepian, dan mengekspos bagian tubuh di tempat umum.
Rasanya tubuh mulusnya pun belum cukup untuk membalas kasih sayang, perhatian, dan kebaikan si pria renta itu. Tiba-tiba Riri menciumnya mesra setelah mengenakan pakaian yang dirasa Malih cukup sopan.
Mereka berjalan-jalan di pantai, menikmati pergantian waktu dari sore menuju malam hari di pantai yang memang terkenal di Bali akan keindahannya saat matahari terbenam. Beberapa orang memperhatikan mereka berdua yang kelihatan sungguh mesra dan intim.
Mungkin ada yang hanya mengira kalau mereka berdua adalah cucu dan kakeknya, dan mungkin ada yang berpikiran sinis dan jijik melihat gadis muda nan cantik seperti Riri yang bermanja-manjaan ke pria tua seperti Malih karena berpikir Riri adalah wanita simpanan atau wanita 'nakal' yang sedang bersama teman kencan, seorang pria tua yang kaya.
Mereka pun bermesraan di pantai, Riri begitu manja ke Malih. Malih pun begitu mesra ke Riri, karena ini Bali, tak ada yang mengenal mereka berdua dan juga karena ini bulan madu mereka, Malih tidak merasa tidak enak lagi terhadap Riri yang nota bene adalah majikannya.
Sekarang dia sudah menganggap Riri benar-benar istrinya yang bisa diajak bermesraan dan bermanja-manjaan. Sungguh sore yang romantis bagi mereka berdua, menikmati pemandangan indah dari matahari terbenam sambil makan dan minum minuman yang mereka pesan berduaan saja.
Dan si Riri sebagai gadis cantik yang masih muda tak malu-malu apalagi jijik untuk mencumbu Malih duluan.
Mereka pun menutup sore romantis mereka dengan ciuman hangat yang membuat mereka larut dengan kemesraan mereka sendiri seakan tiada orang lain di pantai itu, hanya mereka berdua saja.

Hari itu, hari permulaan bulan madu mereka ditutup dengan begitu indah dan hangat yang dirasakan mereka berdua. Seorang gadis muda yang kaya dan begitu cantik menjalin cinta tanpa syarat dengan seorang pria tua renta yang awalnya kurang beruntung dalam hal ekonomi, sungguh tiada satu pun yang akan menyangkanya.
Malam itu, mereka tidur saling memeluk satu sama lain, mereka terlihat damai dan bahagia. Keesokan hari, saat Malih baru terbangun, Riri sudah tidak ada di atas tempat tidur.
Oh, mungkin sudah duluan, terus lagi siapin sarapan, pikir Malih sambil berharap. Malih keluar kamar dan tak kunjung menemukan Riri kecuali secarik kertas di depan tudung saji yang berisi, "Pak, Riri udah siapin sarapan.
Maaf Riri ada urusan sebentar, nanti sore baru pulang, maaf bgt. Love, Riri". Ah, gagal lagi bisa melampiaskan hajat kawinnya ke nona nya yang cantik itu, pikir Malih kecewa karena dia sudah berencana untuk 'menyekap' bidadari cantiknya itu di dalam kamar dan menginjeksikan benih-benihnya yang tidak dikeluarkan 2 bulan lebih ke dalam rahim Riri sebanyak-banyaknya.
Ya udahlah, mau apa lagi, Malih pasrah dan melanjutkan dengan sarapan. Pria tua tersebut membuang waktu dengan membereskan rumah bulan madunya lebih lanjut, dia juga sedikit menghias kamarnya agar terlihat lebih nyaman dan menggairahkan nanti karena rencanya nanti malam, mau tidak mau si non cantik akan ia intimi sampai isi dari kantung zakarnya habis disemprot ke dalam liang vagina si non cantik.
Sebenarnya, Malih tidak perlu obat kuat untuk menjaga 'fungsionalitas' barangnya tapi dia membelinya untuk 'balas dendam' ke nona nya. Tentu saat Malih membelinya, penjaga tokonya bertanya.

"Bapak, bukan orang sini ya?", tanya sang penjaga toko dengan logat khas Balinya.
"Oh iya, Bu, saya bukan orang sini. Saya dari Jakarta, saya lagi main ke rumah anak saya".
"Oh, pantas, lalu Bapak beli obat kuat ini untuk apa?", tak heran kalau sang penjaga toko bertanya demikian mengingat penampilan Malih yang sudah demikian renta.
"Oh ini, untuk anak saya, Bu. Dia malu beli sendiri".
"Oooh, saya kira untuk Bapak".
"Ya nggak lah, Bu. Buat apa saya beli ini, sudah tua".
"Makanya saya tadi bingung. Oh ya, anak Bapak laki-laki atau perempuan?".
"Laki-laki, Bu. Dia dulu kecelakaan, akibatnya jadi kurang staminanya saat dengan istrinya", jawab Malih lebih lanjut untuk mempersingkat waktu dengan jawaban yang telah disusunnya saat berangkat dari rumah tadi.
"Oh, begitu. Kalau begitu, sebentar Pak", sang penjaga toko masuk dan membawa kembali dengan bungkusan plastik hitam.
"Obat itu kurang kuat. Ini, obat kuat yang lebih manjur, Pak".
"Yang benar, Bu?".
"Iya, Pak. Ini rahasia turun temurun di keluarga saya".
"Wah, terima kasih, Bu. Berapa harganya?".
"Oh, nggak usah, Pak. Anggap ini hadiah untuk anak Bapak".
"Terima kasih banyak, Bu. Kalau begitu saya permisi dulu".

Sudah tak sabar, Malih ingin mencoba obat kuat pemberian penjaga toko tadi, tapi harus ditunda karena sang 'target operasi' belum pulang, jadi Malih lanjut menghias suasana rumah seromantis sekaligus seerotis mungkin.
Sampai sore, Riri tak ada kabar, hpnya tidak bisa dihubungi sama sekali. Malih merasa sangat cemas, takutnya terjadi apa-apa pada nonanya.
Sesaat dia sudah bertekad untuk memutar-mutar mencari nonanya dengan motor sewaan, handphonenya berbunyi.
"Halo, Pak".
"Halo, non Riri. Non kemana aja sih, pergi dari pagi sampai jam segini, hpnya mati juga lagi".
"Maaf, Pak. Riri lupa kalo hp Riri low bat", jawab Riri dengan nada memelas seperti anak kecil yang sedang dimarahi.
"Memangnya non ada urusan apa sih?".
"Ada urusan sedikit, Pak, sama temen lama di Bali, maafin Riri, Pak".
Malih menghela nafas, menghilangkan kekesalannya karena tidak enak juga memarahi Riri yang notabene adalah majikannya, ditambah Riri lah yang telah mengangkat nasibnya dan sekaligus memberikan kesempatan padanya agar bisa melampiaskan nafsu alami laki-lakinya setiap hari.
"Yaudah, non, gak apa-apa, sekarang Non lagi dimana?".
"Di restoran yang waktu itu kita lewatin pas dari bandara. Bapak inget nggak jalannya?".
"Oh iya, non, Bapak inget, non mau dijemput?".
"Iya, Pak, Riri lupa jalan pulangnya".
"Oh, iya, non, non Riri tunggu di sana ya".
"Makasiiiih ya, Pak. Nanti Riri kasih hadiah spesial buat Pak Malih sayang", bujuk Riri mesra.
Akhirnya Malih berangkat ke restoran yang dimaksud Riri. Karena Riri tidak kelihatan, Malih menelpon Riri dan ternyata Riri sudah pulang diantar temannya itu.
Malih tidak kesal, tidak apa, yang penting nonanya sudah pulang ke rumah dengan selamat karena dengan wajah dan kemulusan tubuh nona mudanya itu pasti dengan mudah 'mengundang' para pemerkosa.

Malih pun kembali ke rumah, ketika dia membuka pintu dan menyalakan lampu.
"TARAAA !! HAPPY BIRTHDAY, Pak Malih. Happy birthday, happy birthday. Happy birthday, Pak Malih", nyanyian Riri begitu riangnya sembari menyodorkan kue tart kecil dengan beberapa lilin di atasnya. Malih terdiam mematung, tidak berkata a, b, atau lainnya.
"Tiup lilinnya, tiup lilinnya sekarang juga, sekaraaang juuuugaaaa, sekarang juuugaaaaa", lanjut Riri bernyanyi.
Terlihat bulir-bulir air mata mulai merembes keluar dari pinggir matanya yang sudah agak cekung karena sudah tua.
"Ayooo dong, Pak, ditiup lilinnya".
Dengan dua kali hembusan, Malih memadamkan api di lilin-lilin kecil pada kue itu.
"Make a wish, Pak".
"Apaan tuh, non?".
"Ih, si Bapak, buat permohonan, doa, doa".
"Ooh". Malih menutup mata dan ketika selesai mengusapkan tangannya ke wajahnya.
"Yeeeey", teriak Riri untuk menghebohkan suasana karena mereka cuma berdua saja.
"Kok malah keliatan sedih, Pak?".
"nnggak..apa-apa, non", elak Malih berbohong.
"Hmmm, kan Bapak harusnya seneng...", Riri menggerutu manja.
"Seneng, Non, Bapak cuma terharu aja, nggak nyangka Non Riri tau ulang tahun Bapak. Bapak sendiri aja nggak inget".
"Tau dong, Pak. Masa Riri nggak tau ulang taun pacar sendiri, eh..suami sendiri hihihi", jawab Riri tanpa ragu-ragu mengucapkannya.
Kata yang mungkin tidak disangka orang lain akan keluar dari mulut seorang gadis muda yang begitu cantik seperti Riri, tanpa ada paksaan, mengakui kalau Malih, seorang kakek yang sudah keriput sebagai suaminya.
Bukan karena harta atau kekuasaan, murni hanya cinta sepasang lelaki & perempuan yang didasari rasa nyaman ketika berduaan. Yang membedakan Riri-Malih dari pasutri lainnya tentu saja perbedaan umur yang sangat jauh. Lebih jauh dari pasutri lainnya.
Di umur Riri yang 20an tentu rahimnya sedang dalam keadaan yang benar-benar optimal untuk digunakan. Di luar sana, gadis seumuran mungkin sudah menikah dengan lelaki yang umurnya hanya berbeda 2-6 tahun, maksimal 10 tahun.
Sedangkan Riri, dia malah diintimi dan rahimnya 'digunakan' oleh lelaki yang berumur 3x lipat darinya bahkan lebih. Tiada yang akan menyangka kalau bidadari seperti Riri akan senang hati memberikan tubuhnya yang memang sintal & mulus untuk digrayangi seorang kakek tua renta seperti Malih.

"Kalo gitu, potong dong, Pak kuenya".
"Oke, mana pisaunya". Riri meletakkan kue di atas meja dan memberikan pisau ke Malih.
Dengan khidmat, Malih memotong kuenya dan memberikannya ke Riri.
"Ehhmmm, enaak, Pak", tukas Riri setelah melahap cheese cake yang memang favoritnya. Mereka bergantian saling menyuapi satu sama lain sampai potongan kue itu habis.
"Bapak mau lagi ?".
"Boleh, non, enak banget kuenya. Apa, non tadi namanya?".
"Cheese cake, Pak", jawab Riri seraya memotong kue lagi untuk Malih.
"Chis kek? Yang pas lagi foto ya, Non?".
"Ah jayus ah, Pak", ledek Riri. Gadis cantik itu mengambilkan kue lagi untuk kekasih tuanya.
"Nah sekarang, hadiah berikutnya".
Mulai terdengar alunan musik yang lembut namun terdengar seksi mengiringi gerakan tubuh Riri. Dia menari dengan gerakan-gerakan perlahan nan sensual.
Meski wajah Riri agak memerah, dia meliuk-liukkan tubuh indahnya di depan Malih dengan begitu anggun.
Malih pun tak berkedip menonton striptease live show dari bidadarinya sembari terus memakan kuenya tanpa melihat kue. Cheese cake yang lezat itu terasa hambar begitu saja di mulut Malih. Otaknya terlalu fokus pada 'acara' menarik yang ada di depan matanya.
Sudah cukup lama ia berpacaran dan bercinta dengan seorang bidadari yang kini sedang menari di depannya, bernama Riri, tapi baru kesempatan ini, mata tuanya dapat melihat nonanya menari sensual di hadapannya.
Keadaan semakin memanas ketika tinggal tanktop dan mini hotpants yang menempel pada tubuh mulus Riri. Meski awalnya, masih merasa malu karena baru pertama kali melakukan striptease, Riri mulai percaya diri karena melihat Malih yang benar-benar menikmati suguhan tariannya.
Dia tersenyum nakal seraya maju ke arah Malih dengan gaya berjalan yang sungguh sensual. Dia menarik tangan Malih ke pinggulnya, mengangkat sedikit tanktopnya. Begitu perut putih mulus Riri nampak, Malih segera menciumi dan menjilatinya seperti makanan lezat saja.
Riri tersenyum dan sedikit melenguh pelan. Dia merasa begitu dipuja dan diinginkan oleh lelaki tua yang nantinya akan jadi ayah bagi anak-anaknya ini.
Itulah yang membuat Riri selalu ingin bercinta dengan pacar lansianya itu. Dia seakan ketagihan menyediakan tubuhnya yang mulus dan seksi sebagai tempat pelampiasan nafsu bagi si supir tua.




Tarian Semangat Riri



Tak mau kehilangan ritme tariannya terlalu lama, Riri mulai mundur perlahan, menjauhkan perut mulusnya dari sosoran bibir tua Malih.
Dia lanjutkan tarian erotisnya dengan gerakan perlahan, mulai menarik tanktopnya ke atas. Satu-satunya potongan pakaian yang memisahkan buntalan payudaranya yang putih mulus nan sekal itu dengan pandangan mata kekasih lansianya.
Begitu tanktopnya terangkat, payudara Riri berguncang naik-turun dengan indahnya. Dia melempar tanktopnya ke Malih yang langsung mengendus-endus wangi tubuh Riri yang masih tertinggal di sana.
Si gadis muda terus berlanjut melakukan tarian erotisnya dengan payudara yang terbuka bebas dan bergerak ke kanan dan ke kiri mengikuti gerakan tubuhnya.
Suatu pemandangan yang semakin membuat tangan Malih 'gatal' ingin mencengkram dan meremas-remasnya karena sepasang daging kenyal itu memang mainan tangannya sehari-hari.
Tanpa sadar, Malih mulai berkeringat, hawa malam tidak begitu pengap tapi tontonannya ini yang bikin ngap-ngapan.
Batang keperkasaannya mungkin sudah sekeras besi pedang para ksatria jaman dahulu yang bisa menembus jubah besi musuhnya.
"Riri ada surprise yang lain, Pak. Liat yaa", jelas Riri seraya mulai menurunkan hotpants mininya ke bawah. Bidadari itu pun menunduk, membuat buntalan daging di dadanya menggantung dengan menggoda.
Riri menutupi daerah sensitifnya dengan tangan kanannya dan melempar hotpantsnya ke Malih lagi. Dan sama seperti sebelumnya, Malih menciumi hotpants yang dikenakan Riri. Menghirup sedalam-dalamnya aroma daerah kewanitaan yang harum dan khas itu. Dengan menghirup aromanya saja, Malih sudah bisa membayangkan 'tempik' bidadarinya yang begitu lembut nan hangat akan membelai 'junior'nya dengan penuh kasih sayang semalaman penuh.
Ternyata Riri sudah membelakangi Malih, dan cukup terkejut lah si jejaka tua itu melihat bagian belakang dari tubuh kekasih mudanya, khususnya di daerah pinggang & pantat sebab ia melihat ada namanya di sana. Malih di bongkahan pantat kiri, Setiadi di bongkahan pantat kanan. Malih Setiadi, itu nama panjangnya. Dan ada tulisan 'Milik' di pinggang Riri. Kalau dibaca sekaligus seperti biasa jadi Milik Malih Setiadi.
"Non, kok? Ada nama Bapak?".
"Iya, Pak, tadi Riri bikin tato", ujar Riri seraya berjalan mundur untuk memperlihatkan tato barunya ke Malih.
Tatonya memang tidak terlalu besar tapi cukup jelas kalau tulisannya adalah Milik Malih Setiadi dari jarak beberapa meter.
"Gimana, Pak? Bagus nggak? Ini tato permanen".
"Hah? Permanen? Aduh, non. Kenapa nama Bapak yang di tato?".
"Kenapa? Bapak nggak suka Riri tatoan ya?", tanya Riri agak takut Malih tidak suka dengan badannya yang bertato.
"Nggak sih, Non. Tapi kenapa harus nama Bapak? Emangnya Non nggak apa-apa?".
"Nggak apa-apa, Pak. Emang Riri mau nato nama Bapak di badan Riri, supaya cowok lain tau kalo badan Riri cuma punya Pak Malih jadinya mereka nggak berani macem-macem".
"Ya ampun, non...", pria tua itu entah harus senang, bangga, atau apa.
"Hehe...satu lagi, Pak".
Riri membalik badan, dan memperlihatkan tatonya yang satu lagi yakni berupa tanda tangan Malih berukuran agak kecil tepat di atas belahan vaginanya.
Dan karena tidak ada rambut kemaluan, tanda tangan Malih itu dapat terlihat jelas.

"Ini tanda tangan, Bapak?".
"Aww, pelan-pelan, Pak. Masih perih", pekik Riri.
"Ini permanen juga". Riri mengangguk sambil tersenyum.
"Tapi gimana caranya?".
"Ada deh".
"Bener-bener si non Riri ini. Kalau bikin tato kan, bisa gambar yang lain yang lebih bagus".
"Tapi Riri cuma pengen tato nama Bapak di badan Riri, nggak boleh ?".
"Yaa nggak, Non. Bapak ngerasa nggak pantes aja, Non Riri sampe bikin tato nama Bapak di badan non".
"Pantes lah, Pak. Ini bukti Riri bener-bener sayang sama Pak Malih", kecup Riri di kening Malih.
Dengan 2 tato itu, Riri jelas sekali ingin menunjukkan kepada dunia kalau tubuhnya yang sintal nan mulus itu adalah 'properti' Malih Setiadi, seorang tukang sampah tua yang kini sudah jadi suaminya dan nanti akan menjadi ayah dari anak-anaknya kelak.
"Ini, gimana sih Non bikinnya?", tanya Malih mengusap-usap tato tanda tangannya yang terletak di atas daerah sensitif Riri.
"Riri scan ktp Bapak abis itu minta di buat tato deh..".
"Sebentar, Non. Berarti kalo buat tato disini, yang buat tato ngeliat anunya non dong ?", Malih baru menyadarinya.
"Tenang, Pak. Tenang. Riri bikin tatonya sama cewek kok, Pak".
"Ada juga, Non? Cewek yang bisa bikin tato?".
"Ah, disini mah banyak, Pak".
"Oh..tapi ada yang kurang, Non? Sidik jari Bapak belum ada", canda Malih.
"Yee. Sidik jari Pak Malih ada dimana-mana kalii. Nih contohnya", Riri menunjuk ke belakang dimana tangan Malih sedang asik meremas-remas bongkahan pantat nonanya itu.
"Oh iyaa juga. Hehehehe", tawa mesum Malih.
"Apalagi di sini nih", Riri menunjuk buntalan daging kembarnya.
"Habis, non Riri seksi banget, nggak tahan, tiap hari rasanya pengen grepe-grepe non terus...hehehehe".
Malih mulai cabul. Puluhan kali berhubungan intim tentu menghilangkan canggung di antara mereka berdua, apalagi sekarang sedang bulan madu, cuma mereka berdua sehingga Malih tak perlu berpikir dua kali untuk berbuat cabul dan mesum ke bidadarinya ini.




Celah Riri



Dengan penuh pengertian, Riri mulai sedikit mereganggakan kedua kakinya, dan memajukan celah kenikmatannya itu ke wajah keriput Malih. Disambut Malih dengan memajukan juga wajahnya. Dalam waktu kurang dari satu detik, wajah keriput itu sudah terbenam di selangkangan hangat milik Riri.
Tercium semerbak aroma kewanitaan yang begitu harum nan khas. Home sweet home, ucapan yang menggambarkan Malih saat ini, dia merasa seperti sudah pulang ke 'rumah'nya, hangat dan nyaman.
Pria itu sangat sering beristirahat dan menyandarkan kepalanya ke paha Riri dan setiap dia menyandarkan kepalanya, Riri selalu 'membebaskan' daerah pribadinya.
Aroma vagina Riri pun sudah jadi candu, pengharum ruangan, sekaligus aromatherapy yang begitu menenangkan dan memabukkan bagi Malih.
Tiada satu hari bagi pria tua itu tanpa menghirup aroma vagina majikannya yang cantik jelita itu sebelum masa puasa bercinta dilakukan.
Riri pun tersenyum, merasa begitu diinginkan oleh si pria lansia ini. Dia merasa Malih tak hanya asal ingin mementungi rahimnya saja tapi seperti sedang diajak ke surga langit ke tujuh bersama-sama.
Bunyi tarikan nafas yang dalam pun terdengar berkali-kali, tanda kalau Malih sedang menghirup aroma vagina Riri sedalam-dalamnya dan sepuas-puasnya.
Kedua insan yang umurnya begitu terpaut jauh itu tentu sama-sama sudah tak sabar ingin menyatukan ragawi mereka sehingga bisa mendapatkan kenikmatan surgawi bersama-sama.
Tapi harus dilakukan dengan perlahan-lahan agar waktu yang digunakan benar-benar 'berharga'. Lagipula ini percobaan pertama mereka untuk mempunyai buah hati setelah masa 'penyuburan' kembali benih-benih Malih.

Riri duduk di pangkuan Malih. Mereka mulai saling mencumbu. Benar-benar erotis & sensual melihat seorang gadis muda nan cantik yang sudah bugil tengah bercumbu menggebu-gebu dengan seorang pria tua yang masih memakai pakaian lengkap.
Lidah mereka saling bermain tanpa henti, saling balas membelit dan memagut satu sama lain. Ketika lidah Malih terjulur keluar, Riri langsung menyedotnya hingga air liur di lidah Malih kering. Lidah Riri pun bergerak-gerak menyikati gigi kuning Malih tanpa henti.
Benar-benar ciuman yang sangat bernafsu dari Riri, agak terbalik sepertinya karena si gadis cantik lah yang kelihatan begitu bernafsu mencumbu si pria tua.
Sementara, Malih terdiam pasrah dicumbui dengan sangat liar oleh pengantinnya yang masih muda dan sangat cantik itu. Tentu, tangannya terus bergrilya menjalari tubuh mulus bidadarinya.
"Pak, bukaa bajunya...", bisik Riri dengan suara setengah parau yang menandakan dia sudah terangsang berat.
Riri membantu Malih melepaskan celananya, dan dalam sekejap dua insan yang umurnya sangat berbeda jauh itu pun telah bugil. Mereka berpelukan dan kembali bercumbu penuh gairah, tangan mereka pun sudah berada di alat kelamin satu sama lain.
Riri sudah mulai mengocok batang dan meremas-remas zakar Malih, dan Malih juga sudah mulai mengobel-ngobel kemaluan istrinya yang cantik jelita itu. Riri perlahan mendorong Malih maju sambil tetap bermain lidah dengan pejantan tuanya itu hingga Malih kembali duduk di sofa.
Si gadis cantik membungkukkan tubuhnya dan mendekatkan bibir tipisnya pada kejantanan Malih. Diciuminya berkali-kali mulai dari pucuk penisnya, sekeliling kepalanya yang pink, sekujur batang yang berurat dan agak keriput, serta kantung menyan milik Malih yang juga keriput. Ciuman-ciuman mesra Riri benar-benar membangkitkan gairah abg tua Malih.




Riri & Malih Mulai Menaikkan Tempo



Riri kelihatan senang sekali menciumi tongkat sodok milih suaminya yang sudah renta itu. Dia menarik kaki Malih sehingga Malih setengah selonjoran di sofa itu, kantung menyan miliknya kini tak di atas sofa lagi tapi menggantung di depan pinggiran sofa.
Sang bidadari kini sudah berjongkok di depan Malih. Lidah Riri mulai menggelitik kemaluan sang pejantan tua terutama zakarnya. Kantung kemih tersebut dijilati dan diemut-emut dengan begitu seksama oleh Riri.
Malih tinggal duduk santai menikmati sapuan lidah sang nona cantik pada batang kejantanannya. Kalau soal memanjakan alat kelamin memang nona mudanya ini juaranya.
Teringat saat melihat Lina kelojotan dan menggeliat ke sana kemari saat vaginanya sedang digragoti Riri. Tentu itu jadi bukti kalau nona mudanya yang kini telah jadi istrinya ini memang sangat ahli dalam memainkan lidah.
Layaknya es krim batangan, lidah Riri menjelajah dengan penuh seksama. Di tengah-tengah rasa enak sedang dikulum nona mudanya, tiba-tiba si cantik berhenti dan langsung berdiri kemudian meninggalkan Malih.
Seperti orang bego, Malih terdiam melongo. Ada apa ini ? Apa tadi gue ada yang salah ?, pikir Malih. Ketika mau bangun dari sofa, tiba-tiba Riri berteriak.
"Tunggu dulu sebentar, Pak. Pak Malih duduk aja dulu di situ".
Riri kembali, tapi kini ia memakai push-up bra & celana dalam putih. Malih sedikit kecewa, vagina indah & payudara Riri yang bulat nan mengkal itu kembali tertutup, padahal sudah bagus ia bugil tadi.
"Kenapa pakai bh sama celana dalam lagi non ?".
"Ssshhh...", Riri hanya menyuruh Malih diam seraya menuju saklar lampu.
Dia mematikannya dan membuat suasana jadi gelap gulita. Tapi, lingerie yang dikenakan Riri mengeluarkan cahaya hijau alias glow in the dark lingerie.
"Woooohh, kok bisa nyala, non ?", teriak Malih heboh & takjub.
"Udah, bapak nikmatin shadow dancing Riri".
Si bidadari cantik penyuka pria tua bernama Malih itu pun mulai menari & meliuk-liukkan tubuhnya dengan erotis. Ini benar-benar menggelitik birahi keduanya sampai akhirnya tarian sesi kedua itu ditutup dengan Riri melepaskan lingerienya lagi.
 
Terakhir diubah:
Holiday Challenge After Story 4 : Riri, Berkembang Biak Dengan Veteran

Part 04 of 06

Riri mendekati Malih dan membisikkan sesuatu dengan nada suara yang sangat membangkitkan nafsu pria.
"Pokoknya, ini", Riri langsung memegang kejantanan Malih meski dalam kegelapan seolah dia memang sudah tahu benar posisi tongkat pengaduk vaginanya yang paling ia favoritkan itu.
"Nggak akan bisa istirahat malam ini", tantang Riri begitu nakal.
"Siapa takut, justru non yang pasti besoknya harus jalan ngangkang", Malih mengancam balik.
"Oke, siapa takut. Riri tunggu di kamar".
Sementara Riri berjalan masuk ke dalam kamar, Malih mengambil dan meminum obat kuat yang dibelinya.
Biar si dara muda nan cantik alias nona mudanya itu tahu rasa sudah mempermainkan nafsunya sampai setinggi ini, pikir Malih agak kejam. Bakal gue uwek-uwek rahim dan pantat non Riri. Terus gue cekokin peju sampe dia kenyang, pikir Malih begitu mesum karena nafsu sudah mendidih sampai ubun-ubun ingin mengisi tubuh Riri dengan air maninya sebanyak-banyaknya agar bisa cepat hamil.
Dibukanya pintu kamar, satu-satunya benda yang menghalanginya dengan bidadari seksi miliknya. Kamar juga gelap gulita, tapi dengan bantuan sinar rembulan, dia bisa melihat ada sosok perempuan yang berbaring di atas ranjang.
Tanpa pikir panjang lagi dan juga karena pengaruh obat kuat, Malih segera melompat dan menomplok sosok perempuan yang ada di ranjang. Dan dari posisinya, dia tahu kalau yang ditomploknya sedang dalam posisi tidur tengkurap.
"Nah, baru tau rasa kan non. Sekarang non nggak bisa kemana-mana lagi kalau udah Pak Malih giniin", bisik Malih yang sudah 'mengkekep' sosok gadis itu.
Tanpa ampun, Malih mencumbui tengkuk leher si gadis. Membuat si gadis muda mendesah pelan dan sesekali cekikikan karena kegelian.
Pria bangkotan itu pun sengaja melakukan 'dry hump' pada pantat kenyal si gadis yang tanpa perlindungan itu karena memang sepertinya dia memang sudah telanjang bulat.
Pentungan Malih yang sudah mengeras seperti kayu namun masih terbungkus celana terus ditekan-tekan pemiliknya ke pantat montok yang ada di bawahnya.
"Pak Malih main nomplok aja. Emangnya itu siapa ?". Malih mendengar perkataan itu bukan dari sosok yang sedang ditindihnya, melainkan dari belakangnya.

Spontan, Malih langsung menengok ke belakang, terlihat siluet / bayangan dari seseorang yang berdiri di sana.
"Si..siapa lo ?", tanya Malih bingung dan agak takut. Tanpa menjawab, bayangan itu bergerak ke arah pintu dan menekal saklar lampu.
"Cklak".
Cahaya lampu langsung menerangi kamar. Sekarang jadi terlihat jelas. Bayangan yang menyalakan lampu itu ternyata Riri dengan tubuh mulusnya yang tidak tertutup apapun.
Kalau yang di sana adalah Riri, lalu yang tengah di tindihnya ini siapa ?, tanya Malih dalam hati.
Saat gadis yang bertubuh putih mulus juga ini menengok ke belakang, barulah Malih mengenalinya.
"Pak...", sapa gadis cantik itu seraya tersenyum dengan wajah yang agak merah padam, mungkin karena sudah mulai terangsang oleh cumbuan-cumbuan Malih tadi.
"Neng Diana ?", betapa kagetnya Malih, dia langsung loncat dari atas tubuh Diana. Diana juga sudah telanjang bulat, tanpa ada sehelai benang pun menutupi tubuh putih mulusnya.
"Maaf, maaf neng Diana". Malih kelihatan begitu panik & takut, tapi tonjolan di celananya tetap besar, mungkin karena efek obat kuat yang tadi ia minum.
"Maaf non..bapak bener-bener nggak tau kalo tadi bukan non Riri ?".
"Kenapa panik gitu, Pak ?", tanya Riri naik ke atas ranjang dan tidur menyamping dekat Diana.
Mata lelaki mana yang tidak nanar melihat pemandangan dua orang gadis cantik saling berpelukan di atas tempat tidur, dan keduanya sama sekali tidak mengenakan apapun.
Dalam ketelanjangan mereka, Riri & Diana berpelukkan seakan saling ingin menutupi tubuh mereka satu sama lain.
Tapi tubuh mereka yang begitu putih mulus dan terlihat berkilauan karena cahaya benar-benar membuat pemandangan yang sangat menggairahkan bagi lelaki manapun, sudah begitu, dua-duanya amat cantik seperti bidadari.




Duo Mulus



"Bapak udah kenal kan ini siapa ?", tanya Riri menggoda. Malih tak bisa berkata-kata, dia hanya bisa mengangguk sebisanya.
"Ini adalah hadiah ulang tahun sebenarnya dari Riri buat Bapak".
"....taa..tapi, non".
"Emang bener kan Di ? Kamu itu hadiahnya Pak Malih kan ?".
"Iii..yaaa...", jawab Diana pelan dengan malu-malu.
Tubuh Diana lebih mungil dari Riri, namun kemulusan kulit dan 'paket'nya tak kalah dari Riri. Wajahnya pun begitu cantik lugu.
Ditambah sikapnya yang malu-malu, benar-benar menggemaskan dan tentu akan 'menggelitik' nafsu lelaki manapun yang melihatnya jika pas keadaan seperti saat ini.
"Ayo, Pak. Sini...", ajak Riri ke Malih, bergabung bersama dua bidadari muda nan cantik yang sudah tak mengenakan apa-apa lagi di tempat tidur sehingga nampak seperti surga saja.
Tapi Malih masih terdiam, entah seakan tidak percaya pemandangan 'surga' yang ada di depannya atau takut kalau Riri sedang mengetesnya.
"Iih, kok diem aja sih Pak, ayo dong sini. Masa nggak mau deket-deket kita", goda Riri begitu agresif. Akhirnya Riri menarik Malih dan membuat Malih tidur telentang di ranjang.
"We're gonna make the most unforgetable birthday party for you, my old lover", bisik Riri di telinga Malih, nadanya benar-benar sensual dan bergairah.
Usai berbisik seperti itu, Riri segera mencium bibir Malih. Seakan sudah jadi respon alami, Malih pun membalas pagutan Riri meski masih bingung harus bagaimana dengan semuanya ini.
"Cccpphh, ccpph cccpphhh", bunyi decitan bibir mereka yang saling balas hisap dan pagut pun terdengar pelan.
Diana memandangi temannya itu begitu bergairah mencumbu seorang pria yang sudah begitu renta tanpa ada rasa enggan sedikitpun, sepertinya memang bukan main-main. Riri nampak memanggil Diana.
Diana pun mendekat. Seperti sudah mengerti, Diana langsung menggantikan bibir Riri untuk memagut mulut Malih. Kedua bidadari itu seperti bergantian dan bergiliran mencumbu Malih.
Mereka nampak tak segan dan begitu agresif menempelkan bibir tipis nan mungil mereka pada mulut kering Malih dan melumatnya habis-habisan. Mungkin kalau Riri sudah tidak heran, tapi ini Diana yang malah kelihatan lebih ganas mencumbui Malih, bahkan kadang nampak tidak mau bergantian dengan Riri.
Meski memang sudah sering berlama-lama bercumbu dengan nona cantiknya, tapi Malih kewalahan juga dicumbu bergantian oleh dua orang gadis muda yang sama-sama cantik luar biasa. Nafasnya mulai tersengal-sengal.
"Cuuuppphhhh..", kecupan terakhir dari Diana seraya menarik bibirnya perlahan dari mulut Malih.
Diana memutarkan lidahnya di sekitar mulutnya, dia kelihatan menikmati sisa air liur Malih di sekitar mulut mungilnya. Riri pun tersenyum lebar.
Dan tentulah, mulut Malih benar-benar basah oleh liur kedua dara cantik itu. Diana menarik tangan Malih menuju selangkangannya. Dia memaju-mundurkan pinggulnya dan menggosok-gosokkan alat kelaminnya dengan telapak tangan Malih.
"mmmmm", lirih merdu Diana. Dengan insting pejantannya, Malih mulai memasukkan jari telunjuknya dan mengoreng-ngorek kemaluan Diana.
"mmm..aaahhhmmmm", Diana mulai diam dan menikmati vaginanya yang sedang dikobel oleh suami Riri yang sudah berumur itu.

Tak mau kalah, Riri juga menarik jari Malih dan memasukkannya sendiri ke dalam liang senggamanya. Pikiran Malih pun sudah tak memikirkan kecanggungannya dengan Diana lagi, nafsu sudah mengambil alih akalnya.
Yang ada di pikiran Malih sekarang adalah di depannya ada dua gadis belia yang begitu cantik dan sama sekali tidak mengenakan apapun, dan mereka sama sekali tak menolak saat Malih mulai mengobel-ngobel vagina mereka.
Desahan-desahan nikmat yang pelan namun 'merdu' dari Riri & Diana mulai mewarnai sunyinya kamar mereka. Kedua dara belia itu kelihatan begitu keenakan oleh jari-jari Malih yang bergerak nakal mengorek-ngorek liang kemaluan mereka.
Seperti sudah direncanakan, tangan Riri & Diana sama-sama menyelinap masuk ke dalam celana Malih. 'Belalai kekar' milik Malih pun langsung mendapat perhatian khusus oleh dua bidadari tersebut.
Tangan mereka yang halus mulai menjamahi selangkangan si kakek tua. Dielus-elus & dipijat lembut, tongkat berurat milik Malih itu. Jantung Diana berdebar-debar, berdebar karena dia hampir tak percaya, benda hangat yang sedang dielus-elus olehnya.
Begitu keras & kokoh bagai batang kayu jati, Diana sama sekali tak menduga kalau alat kelamin yang keras bagai kayu ini adalah milik kakek tua seperti Malih.
Diana pun memandangi Riri, pandangannya seakan berkata, "ini serius punya Pak Malih ?". Riri pun menjawab dengan sedikit isyarat gerakan kepala yang bisa diartikan Riri berbicara, "I told you".
"Mmm...terussshh, Pak....satu lagiiiiihhhh....", desah Diana.
Malih tahu apa yang dimaksud, dia pun langsung menambahkan satu jarinya untuk 'menggali' kewanitaan dua bidadari bugil ini.
"Aaah..aahhh...uummmhh..hhhmmmpphhhh", baik Diana atau Riri pun menggelinjang keenakan.
Seiring bertambahnya nafsu mereka, tangan mereka berdua juga kian semangat memainkan alat kelamin si lelaki tua itu.
"PAAAAAKKKHHHH !!!!!", erang Diana sebelum mengejang hebat melepaskan orgasmenya.
Namun, memang latihan membuat kuat. Buktinya Diana lah yang sampai duluan di puncak kenikmatannya, sedangkan Riri yang sudah biasa dikobel oleh Malih masih bisa mempertahankan rasa nikmatnya untuk dilepaskan beberapa lama lagi.

Namun cuma beberapa detik saja sebelum Riri sudah tak kuat lagi dan melepaskan kenikmatannya dengan satu dorongan kuat dari dalam tubuhnya.
Kedua gadis cantik yang masih belia itu kalah oleh kobelan tangan seorang pria tua bernama Malih, benar-benar perkasa dia.
Dan bagi Malih sendiri, sekarang tentu seperti berada di surga, dengan dua bidadari yang sangat cantik menemaninya. Bisa menggauli gadis muda nan cantik seperti Riri setiap hari saja serasa seperti hidup di negeri dongeng, sekarang malah ditambah Diana yang sama cantiknya dan sama mulusnya. Hidupnya serasa sebagai raja.
Riri dan Diana mendekatkan wajah mereka, wajah cantik mereka kini di kawasan 'tugu daging' milik Malih. Mereka berdua tak segan menjilati tonjolan pada celana Malih hingga celana pendek Malih lepek dengan liur mereka.
Riri menarik celana Malih ke bawah, seakan ingin menunjukkan pada sahabatnya itu, benda tumpul kepunyaan Malih yang selama ini mengisi relung tubuhnya.
Ekpresi Diana seperti orang yang takjub namun sekaligus tidak percaya. Matanya nampak tak berdelik dari senjata Malih yang sudah mengacung tinggi.
Riri kembali menuntun tangan Diana untuk mengenggam batang keperkasaan Malih dan mengocoknya pelan. Sementara Riri menyibukkan dirinya sendiri dengan mencumbu Malih penuh gairah.
Tangan kanannya mulai meremas-remas kantung zakar Malih dengan lembut. Jadilah selangkangan Malih di belai-belai oleh dua tangan yang lembut milik dua dara berparas bidadari cantik itu.
Kadang tangan Riri dan Diana pun berpusat pada satu titik yang sama, sama-sama berbagi batang kejantanan Malih untuk dikocok, dan kadang berbagi kantung kemih Malih untuk dipijat gemas oleh mereka berdua.
Ukuran, tebal, dan kerasnya penis Malih benar-benar membuat jantung Diana berdegup kencang sampai sekarang. Seperti seorang yang nampak menginginkan sesuatu, dan yang diinginkannya sudah ada di depan mata, namun belum tahu kapan didapatkannya.
Diana mengikuti Riri, tidur menyamping di sebelah Malih dan juga mulai mencumbui si pria 'expired' yang sungguh sangat beruntung itu.
Bila ada yang melihat, pasti lah akan menyangka bahwa ada seorang kakek yang sedang diperkosa dua gadis muda bugil yang begitu cantik dan putih mulus.
Meskipun bukan benar-benar di 'perkosa', namun Malih nampak begitu pasrah dimanipulasi dua mahasiswi cantik yang sudah bugil ini.
‘Senjata perang'nya di 'obrak-abrik' oleh tangan halus Riri dan Diana. Sementara dia diberi 'bantuan pernapasan buatan mulut ke mulut' oleh keduanya secara bergantian.
Memang sangat kelihatan kalau pria tua itu sedang di'perkosa' oleh dua mahasiswi berparas layaknya bidadari tersebut.




Malih Dimanjakan 2 Bidadari



Dengan dibantu permaisuri pertamanya, Malih kini sudah ikut bugil bersama kedua permaisurinya itu. Dilepaskan bajunya, sifat binatang Malih seperti terbebaskan, dia langsung 'berontak' dari belenggu pelukan Riri dan Diana.
Dia menghadap Riri dan mengkekep Riri bagai guling dan mulai menciumi serta menjilati wajah cantik Riri. Hanya lirihan dan cekikan manja keluar dari mulut mungil Riri.
Tentu dia pun membuka mulutnya agar kekasih tuanya itu bisa mengobok-obok rongga dalam mulutnya dengan menggunakan lidah. Dengan beringas, tangan keriputnya meremasi dua daging buntal milik majikannya itu.
Dipilin-pilin dan dicubit gemas kedua 'pucuk' payudara Riri sampai sesekali Riri memekik manja pelan pada Malih. Sementara si bidadari satu lagi, sedang asik menggerayangi selangkangan si pejantan tua yang penuh keberuntungan itu dengan tangannya yang halus dan lembut. Puas menyerbu 'istri pertama', Malih langsung balik badan dan menyerbu 'istri kedua'.
Secara teknis sih, Malih memang baru saja kenal dengan Diana. Tapi jika sudah dalam sama-sama bugil begini, Malih tidak dapat berpikir lagi. Yang ada di pikirannya sudah dikuasai nafsu melihat gadis muda yang begitu cantik luar biasa seperti Diana, tidur di sebelahnya dalam keadaan tak berbusana sedikitpun.
Lelaki normal manapun pasti akan melakukan seperti yang dilakukan Malih saat ini. Dia melumat habis-habisan bibir tipis nan lembut Diana.
Si dara cantik itu pun kelihatan gelagapan menerima cumbuan-cumbuan penuh nafsu dari Malih, namun dia langsung beradaptasi dan mulai bisa mengimbangi lumatan bibir Malih.
Akhirnya dua insan beda generasi ini pun, yang harusnya lebih cocok jadi kakek - cucu, saling berpagutan bibir dan mentatutkan lidah satu sama lain dengan penuh gairah dan hasrat nafsunya.

"mmmm....ccccpphhhh...aaahhhmmmm....mmmhhhhh", bunyi cumbuan-cumbuan 'basah' antara Malih dan Diana.
Riri sama sekali tidak nampak cemburu atau iri, dia malah menciumi dan menjilati belakang telinga kiri dan kanan Malih serta tengkuk lehernya untuk semakin merangsang hawa nafsu si pejantan tua itu.
Si kakek tua kesayangan Riri ini memang harus dalam keadaan nafsu tingkat tinggi, dikarenakan dia harus melayani atau lebih tepatnya 'dilayani' oleh dua orang mahasiswi berparas bidadari yang nampak sudah sangat terangsang berat ingin disenggamai olehnya.
Malih mulai perannya sebagai 'bayi tua', kuncup payudara Diana yang kiri dan kananpun menjadi 'empengan'nya. Kedua buah dada Diana memang tidak sebesar milik Riri namun kelihatan begitu menggoda dan menggiurkan.
Permukaan kulit payudaranya yang mulus dihias dengan kedua puting berwarna pink agak pucat, benar-benar membuat 'paket' kembar Diana amat kelihatan menggiurkan bagi laki-laki manapun.
Tak heran mengapa Malih kelihatan sangat gemas menyusu pada Diana. Meski ada 'barang baru', si kakek beruntung itu tak serta merta melupakan gadis cantik yang merupakan pasangan hatinya.
Dia kembali menghadap Riri dan tanpa basa-basi, langsung melumat kedua payudara Riri bergantian hingga membuat mahasiswi cantik itu keblingsatan menahan nikmat sekaligus geli.
Tiba-tiba Riri mendorong pelan Malih hingga dia kembali tidur terlentang. Wajah Malih digencet oleh 2 pasang payudara, tentu itu milik Diana dan Riri.
Mereka berdua kompak 'menjejali' Malih dengan 'paket susu' mereka. Kakek tua itu pun nampak tersenyum bahagia, serasa wajahnya sedang dipijat dengan 4 buntalan daging kembar yang sangat empuk.
Belum lagi aroma tubuh Diana dan Riri yang begitu harum, membuat Malih merasa rileks sekaligus semakin terangsang. Mereka berdua bangun dan bertumpu pada lutut mereka.
Riri dan Diana mulai bercumbu mesra, tangan mereka berdua mulai merabai tubuh mereka satu sama lain.
"Mmmmhhhh....mmmccccpphhhh....ccccuuuuphhhhhh", desahan-desahan manja dan nakal bersahut-sahutan keluar dari bibir indah kedua dara cantik itu seraya semakin intens mereka saling mencumbu.
Sambil tetap tiduran, Malih mendapatkan tontonan ciuman lesbian antara dua mahasiswi cantik dengan gratis.
Ternyata Malih masih bisa berpikir juga dalam keadaan seperti ini. Dia pikir kalau antara Diana dan Riri nampak punya hubungan spesial, tidak hanya semata-mata cuma teman saja.
Dilihat dari cara berciuman mereka yang sama sekali tidak kelihatan canggung, dan nampak sudah sangat terbiasa melakukannya.
Pasti ada hubungan spesial di antara dua mahasiswi yang cantiknya mengalahkan bidadari ini.




Riri & Diana Berciuman Penuh Kelembutan



Sambil menonton, adegan lesbian kiss live show, Malih pun mendapat 'angin' yang segar nan sejuk. Angin yang beraromakan melati yang tak lain adalah aroma khas dari daerah intim gadis yang sering disatroninya yakni Riri dan juga angin beraromakan vanilla, sumbernya dari liang kewanitaan si bidadari barunya, yakni Diana.
Oh sungguh, wangi yang sangat menenangkan jiwa namun memancing hawa nafsu. Sudah harum, daerah intim keduanya nampak sangat terawat, tidak ada perbedaan warna kulit dan juga tidak ada sedikitpun rambut kemaluan di daerah 'segitiga' baik milik Riri dan Diana. Riri memang jelas jarang mengenakan celana dalam untuk mempermudah Malih jika ingin 'inspeksi' onderdil kewanitaannya secara tiba-tiba.
Dan untuk perawatan, jangan ditanya lagi, Riri sampai melakukan vaginal spa untuk membersihkan dan memberikan aroma alami di daerah kewanitannya itu. Tapi kalau Diana ? Apa dia juga melakukan hal yang sama ?, pikir Malih. Di 'eler'i' vagina, Malih pun tak tahan lagi. Dia menarik vagina Riri untuk didekatkan wajahnya.
"Aaaaaahhhhmmmmmm.......", lirih Riri nakal.
"Hhmmmhhhhh...Pak Maliiihhh....maiiinn jilaaatt aja niiih", protes Riri manakal
Malih tidak menjawab, dia sudah sibuk mengoreki kemaluan Riri menggunakan lidahnya itu. Riri tersenyum dan memegangi kepala Malih sehingga kepala Malih kembali terngadah ke atas.
Dia langsung mengangkangi wajah Malih, dan bruuk !!. Dia menduduki wajah Malih untuk memberikan daerah intimnya disantap kekasih tuanya itu dengan beringas.
"Aaahhhh !!!! Uuummmhhhh !!!! Yeeeeeessssshhhhhhh !!!!!!! Terrruusssshh Paaakkhhhh !!!!".
Riri langsung menggeliat tak karuan seraya meracau lepas penuh kenikmatan, sangat terpancar dari eskpresi wajahnya. Diana hanya bisa memperhatikan ekspresi wajah sahabatnya itu, nampak tengah merasakan nikmat yang luar biasa dari serbuan lidah Malih di 'bawah sana'.
Dengan mata yang sayu-sayu, Riri memanggil Diana. Begitu Diana sudah dekat, Riri langsung memagut bibirnya, Diana tentu tidak menolak dan membalas pagutan Riri. Di atas mata Malih kini, ada 2 vagina gadis-gadis muda yang mampu membuat lelaki manapun akan menjadi sekuat gajah dan seperkasa singa jika melihatnya.
Belom lagi aroma wangi khas yang bercampur jadi satu dari kedua kemaluan para gadis di hidung tua Malih. Tubuh Riri menggelinjang naik turun dan berkedut-kedut merasakan nikmat luar biasa dari kobelan lidah dan jari Malih di bagian bawah tubuhnya itu.
"Uuummmmhhhhh !!!!! Aaaaakkkkkkhhhhhh !!!!!", erang Riri melepaskan gelombang kenikmatannya. Kemaluannya pun mulai mengucurkan 'santan'nya yang langsung ditadangi Malih dengan mulutnya hingga tak bersisa.
Malih meneguk 'kuah' vagina Riri sampai habis, segarrr rasanya. Sudah cukup lama, ia tidak meneguk mata air Riri yang gurih dan terasa manis itu. Mengobati dahaganya akan kemaluan Riri yang sudah berminggu-minggu lebih tak ia cicipi.
"Hhhmmmm....hhhhhh", Riri nampak kelihatan mengatur nafasnya.
Diana bisa melihat jelas ekspresi 'lega' telah melepaskan orgasmenya di atas wajah Malih. Apa Pak Malih benar-benar selihai itu ?, pikir Diana dalam hati. Riri tersenyum ke arah Diana, perlahan dia mundur ke belakang setelah Malih selesai 'mengkokop' cairan cintanya seraya menarik tangan Diana. Gadis berwajah cantik imut itu pun maju perlahan dengan bertumpu pada kedua lututnya.

Sepertinya Riri ingin 'menggiring' Diana beserta kemaluannya ke atas wajah Malih yang sudah basah terguyur cairan vagina Riri.
"Maa...maaf, Pak", ujar Diana pelan sambil menengok ke belakang bawah.
"Iyaa, neng", jawab Malih di bawah sana, wajahnya tidak terlihat karena tertutupi bagian bawah tubuh Diana.
Mahasiswi cantik yang anggun itu merasa sangat aneh dan tidak nyaman karena terbebani dengan perasaan kurang ajar mengangkangi kepala seorang pria yang sangat tua. Di keluarganya, tentu ia diajari sopan santun, tata krama kepada yang lebih tua, bertutur kata dengan lemah lembut, tidak kurang ajar ke orang yang lebih tua.
Maka dari itu, Diana merasa sangat tidak sopan telah mengangkangi bahkan seperti sedang memantati pria yang umurnya sangat jauh dengannya. Harusnya Diana tak usah berpikiran seperti itu karena yang dikangkanginya saja sama sekali tidak keberatan, malah sangat senang dan nampak sudah tidak sabar ingin mengobrak-abrik daerah intim Diana yang sungguh menggoda itu dengan menggunakan lidahnya.
Tak terlalu jauh beda dengan daerah segitiga bidadari miliknya yakni Riri. Sama-sama dirawat dengan sangat baik dan rajin.
Tidak ada bulu menghiasi gundukan indah itu, bekas atau tanda-tanda bulu pun tak ada. Mulus dan sangat haruum. Belum lagi warna sekitar 'celah nikmat' itu, sama seperti kulitnya, nampak bahwa area itu jarang sekali atau mungkin bahkan belum pernah disentuh.
"Aaahhh....", tubuh Diana terasa seperti tersengat listrik seketika saat lidah Malih mulai me'noel' daerah sensitifnya.
Riri yakin kalau lidah Malih sudah mulai bergoyang nakal di bawah selangkangan Diana. Lirihan pelan, ekspresi wajah, dan tubuh yang menggeliat kesana kemari menandakan kalau bidadari anggun itu sedang merasakan nikmat pada kemaluannya.
Soal menyantap vagina gadis muda, Malih tentu sudah sangat berpengalaman. Setiap hari, dia menggeragoti selangkangan bidadarinya, Riri, justru aneh kalau dia tidak jadi ahli 'bermain lidah' di daerah itu.
"Mmmmhhhh....teruussshhhh, Paaaakkkhhhh....iyaaaaa....di situuhhhh...hhhhh", lirih Diana begitu lepas.
Yang semula, dia agak ragu mengangkangi Malih tapi gadis cantik itu malah kini menekan-menekankan vaginanya ke wajah Malih tanpa ampun. Tentu si pria tua sama sekali tak keberatan, 'ketiban' selangkangan gadis cantik yang begitu harum dan terawat.




Diana ‘Permisi’ Membekap Wajah Malih
Sudah merasa 'gatal' juga, Riri pun menyiapkan dirinya di atas kejantanan Malih. Dia baringkan penis Malih yang sudah mengacung tegak itu sehingga vaginanya meniban penis Malih. Gadis cantik itu mulai menggesek-gesekkan kemaluannya dengan batang Malih.
"Mmmmm.......", desah Riri merasakan nikmat dari gesekan antara bibir vaginanya dengan tekstur batang kejantanan Malih yang keras dan agak berurat.
Di depan wajahnya, ada vagina terawat nan harum milik Diana, sedangkan alat kejantanannya sedang 'digunakan' Riri untuk masturbasi, benar-benar serasa di surga.
"PaaaaaaaakkhhhhHHHH !!!!", erang Diana melepaskan puncak kenikmatannya dan mulai mengucurkan 'air nikmat'nya ke wajah Malih.
Jadilah wajah keriput Malih diguyur 'kuah vagina' untuk kedua kalinya. Kuyuplah wajahnya. Tapi tidak-tidak apa, disiram dengan 'sari vagina' dari 2 gadis muda yang begitu cantik dan terawat, pria mana yang akan keberatan?.
"Hhhhh....hhh".
Diana pun mengatur nafasnya dan menjauhkan kemaluannya dari wajah Malih.
Takut di 'serbu' lagi oleh pria tua itu. Riri tersenyum melihat Diana, dan dia langsung menurunkan badannya, seketika itu juga ia mulai menjilati wajah Malih yang baru saja 'diguyur' oleh kemaluan temannya itu.
Lidah Malih pun dijulurkan keluar sehingga mereka berdua bisa mempertontonkan cumbuan lidah yang begitu bergairah ke Diana.
Si gadis cantik itu sungguh tak percaya kalau teman lamanya itu begitu agresif terhadap pria uzur seperti Malih. Padahal bedanya seperti langit dan bumi. Yang satu masih muda, begitu cantik, putih mulus, sementara pasangannya sudah tua, keriput, dan kulit agak hitam.
Sudah tak perlu bukti lagi, Diana yakin 100% kalau Riri & Malih adalah sepasang kekasih yang beda generasi yang mencintai dan bergairah satu sama lain tanpa ada sesuatu yang lain, murni hanya cinta dan sayang dua insan yang sangat berbeda.
Akhirnya Diana mengerti alasan Riri ingin mengandung anak Malih. Tak heran teman lamanya itu ingin sekali bahkan bersemangat ingin agar pria uzur yang sedang dicumbuinya untuk menanam 'saham' di dalam tubuhnya.
Itu sebenarnya hanya alasan sederhana dari seorang wanita yang beranjak dewasa ke pria yang dicintainya. Hanya untuk memberikan bukti ke pasangannya kalau tubuhnya memang hanya untuk pasangannya, dan rahimnya sudah diperuntukkan dan diperkhususkan untuk mengandung anak-anak dari pria yang dicintainya.
"Pak...Riri masukkin yah sekarang", bisik Riri nakal. Malih hanya mengangguk.
"Eeemmmmmm.......".
Riri menutup matanya seraya mulai menggunakan vaginanya untuk 'melahap' batang perkasa Malih. Diana bisa melihat kalau Riri sungguh meresapi setiap mili dari kejantanan Malih yang semakin memasuki liang kewanitannya lebih dalam.
"Enaaakk, Nooon.....", ujar Malih.
"Iyaaaa, Pakhhh.....hhhhmmmmmm".
Terdengar aneh, namun terdengar seksi juga di saat yang bersamaan karena baik si pria uzur ataupun si gadis muda sama-sama bersuara seperti untuk konfirmasi kalau kedua alat kelamin mereka sudah saling terkait dan 'mengunci' satu sama lain.
Si gadis muda nan cantik Riri nampaknya memang diciptakan untuk Malih. Alat kelaminnya begitu pas dan cocok untuk 'menyarungkan' penis Malih. Begitu pula sebaliknya, meski beda hampir 3 generasi, namun sepertinya Malih memang untuk Riri, batang kejantanannya begitu pas saat 'mencolok' dan mengisi relung kosong di celah surga Riri.

Panjang dan diameternya sungguh cocok dengan rongga kemaluan Riri. Tak heran kalau kedua insan ini begitu ketagihan bersenggama satu sama lain. Akhirnya Riri merasa rasa 'gatal'nya terobati. Penantian lamanya akan 'kunci' milik Malih kini hilang.
Alat kelaminnya sungguh sudah lama menantikan 'kunjungan' batang kejantanan Malih. Diana memperhatikan dengan seksama bagaimana kedua insan yang mungkin beda 3 generasi itu nampak begitu bernafsu satu sama lain.
Riri pun terlihat begitu bernafsu mencumbui jejaka tuanya itu seraya mulai menggerakkan pinggulnya perlahan untuk 'mengurut' batang penis Malih yang 'terperangkap' di dalam liang rahimnya.
"Heeemmmhhhhh", Riri melirih pelan meresapi goyangan penis Malih di dalam rongga vaginanya sesuai dengan gerakan pinggulnya.
Ekspresi wajah Riri benar-benar nampak bahwa dia begitu menikmati penis Malih yg mengait vaginanya. Goyangannya pun begitu perlahan namun mantap.
Sambil merasakan nikmatnya goyangan perlahan Riri, Malih tersenyum lepas seraya memainkan kedua buah 'kemasan susu' milik gadis cantik itu.
Pria tua itu pun berpikir bahwa Riri adalah bidadari yang memang diciptakan untuk menemaninya di sisa-sisa harinya sebelum ia meninggal dunia. Dia tahu kalau dia sudah sangat renta dan mungkin hanya tinggal menunggu 'panggilan' saja untuk kembali ke alam satu lagi, namun Malih tidak menyangka, di sisa kehidupannya yang sendirian dan merana, datanglah seorang gadis muda yang begitu cantik dan tanpa disangka, gadis muda ini sangat mencintainya baik secara lahir maupun batin.
Tak akan ada yang mengira keberuntungan Malih akan seperti sekarang, bahkan dia sendiri pun sangat tak menyangka hal ini. Saking asyiknya mengagumi betapa cantik bidadari pelipur laranya, Malih sampai lupa kalau ada satu lagi gadis muda yang cantik dan sudah telanjang pula sedang menontoni mereka berdua.
"Non Riri....mmmmhhhh....teruuss saayaaang.....malam ini, Bapak bakal hamilin, non Riri....", desah Malih larut dalam nafsu.
"Iyaa, Paakh...Riri ingin punya anak dari Bapak", lirih Riri.
Diana agak kaget mendengarnya. Memang sih teman kecilnya itu sudah curhat kalau dia ingin sekali punya anak dari Pak Malih.
Tapi, Diana tak menyangka kalau Riri benar-benar serius akan hal itu. Ini bukan tentang membicarakan pria seumuran. Yang sedang 'digoyang' Riri adalah seorang pria lansia yang mungkin masih lebih 20 tahun dari total usia Diana dan Riri.
Bagaimana bisa ? Apa yang dipikirkan temannya itu ?, pikir Diana.
Namun sekali lagi dia melihat wajah Riri yang begitu menikmatinya, sama sekali tak terlihat ada unsur paksaan. Diana tak tahu kalau temannya itu sudah yakin 100% dan tekat bulad kalau sel telurnya untuk sel sperma Malih dan kandungannya hanya untuk keturunan dari Malih saja. Saat sedang bengong, Diana tiba-tiba ditarik Riri mendekat.
"Di..hhh...ayoo keroyookhhh.....", bisik Riri seraya tersenyum nakal.
Malih baru ingat kalau ada Diana, dia jadi agak malu berkata tentang punya anak tadi. Muka Diana agak memerah, sedikit malu, mengganggu sepasang insan yang sama-sama sangat bernafsu. Namun gadis mungil yang anggun itu ingin merasakan lagi sensasi 'itu'.

“Maaf yaaa, Pak", izin Diana sebelum mengangkangi wajah keriput Malih untuk kedua kalinya. Semerbak wangi kemaluan Diana memenuhi hidung Malih. Benar-benar wangi yang segar.
"Aaaaaaaahhhhhmmmmhhhhhh.............", tubuh Diana langsung bergetar hebat dan sedikit berpegangan kepada Riri karena Malih langsung dengan sigap melakukan 'serbuan' membabi buta ke daerah intim Diana menggunakan lidahnya.
Diana langsung menggelinjang penuh nikmat, dia merasakan kilikan lidah Malih begitu tepat mengenai dan memancing rasa nikmatnya hingga maksimal. Tubuh renta yang sudah keriput itu kini ada di bawah 'tindihan' dua dara muda yang begitu cantik.
Mungkin inilah yang namanya surga, pikir Malih dalam hati. Kehidupan macam apa ini, tak pernah terbayangkan sama sekali oleh Malih saat muda dulu kalau tuanya dia akan sangat beruntung seperti ini. Sudah kejantanannya sedang di 'gilas' oleh mahasiswi cantik dan mulus, dia juga seraya bisa menggeragoti alat kelamin mahasiswi lainnya yang tak kalah cantiknya.
Terlalu indah untuk jadi kenyataan, tapi ini memang benar-benar terjadi untuk Malih yang sudah lansia saat ini. Riri tersenyum di sela-sela kenikmatannya bergoyang di atas penis Malih karena melihat wajah Diana yang kelihatan merasa begitu nikmat. Kalau soal jilat menjilat vagina, memang Pak Malih jagoannya, klaim Riri dalam hati.
"Aaahhhh, Paaakkhhh.....mmmmhhhh......teeruuusssshhh....", lirih Diana yang merasa terbang ke ruang kenikmatan dari kilikan lidah Malih di bagian bawah tubuhnya.
"Mmmhhhh....ccccppphhhh....mmmppphhhhh".
Kedua gadis cantik itu pun tak bisa mendesah atau melirih karena mereka berdua kini tengah bercumbu dengan mesra dan hangat.
Dua dara muda nan cantik yang sudah bugil asik bermain lidah dan saling mencumbu di atas seorang pria tua yang lebih cocok menjadi kakek mereka ketimbang 'partner' dalam pelampiasan nafsu seksual.
Tak perlu duit banyak atau kekuasan tinggi seperti pria-pria tua lainnya, Malih yang sebenarnya hanyalah tukang sampah bisa merasakan betapa hangat, sensual, dan nikmatnya tubuh seorang gadis muda yang begitu cantik.
Tidak, bukan hanya seorang, dua gadis muda, bahkan tiga gadis muda sekaligus pernah melayaninya dalam satu kali kesempatan.
Memang bagai sudah di surga kehidupan Malih yang sekarang. Sambil bercumbu, kedua tangan Riri & Diana saling berpegangan.
Riri jadi tahu saat Diana sudah akan mencapai puncak kenikmatannya, dia mencengkram tangan Riri lebih kuat dan sedikit bergetar.
"Uuuummmmhhh..... OOOOHHHHHH !!!!!!", erang Diana lepas seraya menekan vaginanya ke bawah.
Riri tak tahu keadaan Malih di bawah sana, tapi yang pasti, wajah pria tua yang ia cintai itu 'terguyur' dengan cairan kewanitaan Diana. Riri hanya bisa mendengar bunyi seruputan dari bawah sana.
"Heemmmhhhh...".
Diana nampak masih mengatur nafasnya dan masih sedikit menggelinjang, mungkin karena Malih sedang mengais sisa 'sari' vagina Diana.
Si mahasiswi cantik nan anggun itu pun 'mengangkat' kemaluannya dari wajah Malih. Dia tersenyum puas dan agak malu-malu, membisikkan ucapan terima kasih pada pria tua itu.

Riri melihat wajah Malih yang agak basah karena 'diguyur' Diana, dia sedikit tertawa kecil seraya terus bergoyang di atas penis Malih. Sebenarnya, yang membuat Riri tertawa kecil karena dia melihat Diana & Malih yang kelihatan mesra sampai-sampai Diana mengucapkan terima kasih karena telah memberikan kenikmatan padanya.
Padahal kan, yang tengah berbulan madu, Pak Malih dengannya. Anehnya, Riri sama sekali tak merasa cemburu, dia malah senang melihat Diana dan Pak Malih terlihat romantis.
Usai tersenyum sebagai balasan atas ucapan terima kasih Diana, Malih pun berganti fokus ke bidadari cantiknya yang sedang asik bergoyang di atas penisnya.
Malih memegangi pinggang Riri. Sungguh tubuh yang begitu indah, putih mulus tiada cacat. Malih langsung menggerakkan pinggulnya ke atas dan ke bawah berulang kali.
"Aaaahhhhh.......aaahhhhh....", Riri pun tersenyum nakal merasakan calon ayah dari anak-anaknya nanti ini mulai aktif bersenggama dengannya.
Dia pun menuntun kedua tangan Malih untuk menampung kedua buah payudaranya. Tentu tangan Malih langsung aktif meremas-remas kedua gumpalan daging kembar yang sudah biasa ia remas-remas, cubit-cubit, dan gerayangi setiap harinya itu.
Ia pilin lembut 'kuncup' susu Riri sampai pemiliknya pun menggelinjang merasa nikmat dan mengeluarkan desahan pelan.
Suhu ac yang memang di setting sejuk tidak berpengaruh, tubuh Riri dan Malih mulai bercucuran keringat seiring semakin cepat gesekan antara kelamin mereka yang menyebabkan suhu tubuh mereka semakin meningkat karena terbakar api birahi.
Selang beberapa menit, Riri pun merundukkan badannya sehingga kini ia bisa berciuman dengan Malih dan lelakinya yang kini lebih aktif memberikan sentakan-sentakan pada kemaluan si gadis cantik.
Diana, sekali lagi, menjadi penonton yang penasaran memperhatikan mengapa dua insan yang beda generasi itu sangat bernafsu sekali bersenggama. Padahal sama sekali bertolak belakang, baik background, usia, maupun warna kulit, tapi kelihatannya keduanya nampak begitu serasi dan sudah saling menyatu sama lain.
Saking penasarannya, Diana bergerak memutari ranjang. Dia memperhatikan hujaman-hujaman penis Malih yang terus menusuk ke atas, ke dalam vagina Riri. Benar-benar tusukan yang bertenaga, dan ada ritme yang teratur.




Riri Rodeo Di Atas Malih



Tubuh Diana menghangat menyaksikan pemandangan itu, selangkangannya yang memang sudah basah karena liur Malih itu mulai terasa gatal di dalam.
Jantungnya berdegup kencang seolah menanti sesuatu dan sangat mengharapkannya. Tanpa sadar, tangannya pun mulai merambat ke bawah, menyentuh daerah intimnya sendiri.
"Hmmmmm........", lirih Diana lembut.
Sementara Malih dan Riri juga sedang semakin memacu kecepatan gesekan alat kelamin mereka satu sama lain karena nampaknya sedikit lagi mereka akan mencapai puncak kenikmatannya satu sama lain.
"Nooooonnnhhh !!!!! OOOOKKKHHH !!!!", keduanya saling mengeratkan pelukannya, dan Malih melakukan hentakan sekuat-kuatnya untuk memasukkan penisnya lebih ke dalam rahim Riri.
"Paaaaaakkkhhhhh !!!!".
Keduanya mencapai puncak orgasme bersamaan. Malih dan Riri begitu puas. Setelah beberapa bulan tidak saling 'mengadu' alat kelamin mereka, akhirnya kini terlampiaskan kembali.
Sambil mengatur nafasnya, Riri pun tersenyum bahagia, rahimnya terasa hangat, hangat karena dibanjiri sperma Malih yang terasa begitu banyak.
"Paak....I love youu", bisik Riri lembut di telinga Malih.
"Bapak jugaa...hhh...noonh", balas Malih.
Meski Malih tidak mengerti bahasa Inggris, tapi setidaknya dia tahu kata Riri barusan karena sering dengar.
Sambil beristirahat di atas badan Malih, Riri pun membayangkan sel sperma Malih kini sedang berenang dan berusaha untuk membuahi sel telurnya. Hal yang paling diharapkan Riri.
"Pak....semoga malam ini, Pak Malih sukses bikin Riri hamil...", bisiknya nakal.
"Iyaa...hh..Nonnh....semogaa".
"Eeehmmmm....uuummmhhhh......", lirihan Diana yang keliatan mencengkram erat pinggir ranjang dan tubuhnya keliatan berkedut-kedut.
Sepertinya dia baru orgasme dari masturbasinya. Riri pun tersenyum melihat Diana masturbasi karena melihatnya bersenggama dengan Malih. Tapi, Riri merasakan ada yang aneh.
"Pak Malih....pakai obat kuat ya ?". Malih tersenyum malu.
"Biasanya nggak perlu pakai ?".
"Soalnya biar Bapak kuat nge-gas pol non Riri semaleman....hehehehe....supaya mastiin...".
"Mastiin apa?".
"Bapak sukses ngehamilin non Riri".
"Bisa aja, Pak Malih", ujar Riri sebelum mencium mesra pria tua yang bakal jadi ayah dari anak-anaknya ini.
"Kalau gitu, karena Pak Malih udah curang...Riri bakal ngasih hukuman".
"Hukuman apa, non?".
Riri hanya tersenyum, dia sedikit melirih saat mengeluarkan penis Malih yang masih kaku dan keras itu dari dalam vaginanya. Terlihat lelehan sperma sedikit merembes keluar dari kemaluan Riri, mengalir di paha kirinya.
Riri turun dari ranjang, mendekati Diana. Penasaran, Malih pun mengangkat bagian atas badannya. Dia melihat Riri sedang membisikkan sesuatu ke Diana.
Diana pun sedikit tersenyum malu-malu, wajahnya agak memerah, lalu kemudian, dia mengangguk pelan seperti mengiyakan sesuatu.
"Mau apa non Riri sama neng Diana ?". Riri hanya tersenyum.
Tanpa menjawab, Diana tidur terlentang di depan Malih, menekuk kedua kakinya dan melebarkan kedua pahanya. Lalu Riri tidur menelungkup di atas Diana, dan membelakangi Malih. Dia merundukkan badannya.
"Ayo, Pak. Kita berdua siap, Pak Malih boleh pakai yang mana aja", tawaran Riri sangat nakal.
Kedua gadis cantik itu bertumpukan dan menawarkan lubang-lubang mereka untuk ditusuk seorang pria tua seperti Malih, layaknya pangeran dengan kedua selirnya.
Tanpa ba bi bu, Malih pun langsung menyerbu dan menggilir kedua bidadari itu karena memang sudah di'tawarkan' oleh si empunya tubuh.
Threesome yang terjadi antara dua mahasiswi cantik dengan seorang pria lanjut usia itu pun berlangsung semalaman. Segala posisi yang mungkin, mereka lakukan.
Ketiga lubang Riri pun digenjot oleh Malih, sementara lubang anus Diana tidak disentuh Malih karena takut tidak terbiasa, tapi untuk Riri, tiada ampun, ujar Malih dalam hati.

Obat kuat membuat Malih begitu gagah menyaingi stamina dua gadis cantik itu, malah Diana dan Riri yang kewalahan melayani nafsu Malih.
Nampaknya efek obat itu, meledakkan nafsu pria di awal, lalu mengeraskan batang penis selama beberapa jam, namun tetap bisa mengendalikan nafsu dan pikiran selama beberapa jam itu karena Malih tidak lupa, meski sedang asik menggenjot kemaluan Diana, saat akan orgasme, Malih langsung memindahkan penisnya ke dalam kemaluan Riri dan membuang isinya di sana.
Rahim Riri jadi tempat pembuangan sperma Malih malam itu. Ya karena memang sudah jadi misi mereka agar Riri bisa hamil oleh Malih.
Riri pun sampai mengganjal pantatnya dengan bantal agar sperma Malih yang sudah menggenang di dalam rahimnya tidak meleleh keluar dari sela-sela bibir kemaluannya. Malam itu, Malih merasa seperti sudah di surga, kenikmatan dan kehangatan tubuh dua orang gadis muda yang begitu cantik memang tiada tara.
Jikalau dia dicabut nyawanya malam itu pun, Malih tidak merasa keberatan. Lemas, tidak berasa apa-apa lagi, akhirnya Malih pun menyudahi genjotannya dengan sentakan terakhir dan membuang sperma terakhirnya ke dalam rahim Riri. Daerah intim Riri sudah belepotan sperma Malih, sudah 'luber' dengan sperma Malih.
Riri tersenyum lepas, antara bahagia dan begitu terpuaskan, sementara Diana sudah tidur terlentang, begitu kelelahan karena terlalu puas. Malih tidur terlentang. Riri pun memanjat perlahan ke atas untuk tidur di samping Malih. Diana pun mendekat ke Malih.
"Hhhh....hhhh", ketiganya mengatur nafas mereka yang tersengal-sengal.
Dua dara muda dan satu orang pria tua itu sama sekali tidak tahu sudah jam berapa dan sudah berapa jam mereka melakukan persenggamaan, yang mereka rasakan hanya rasa lega, puas, dan lemas tiada tara.
"Non...Riri...neng....hhh....Diana.....terima kasih banyak....untuk malam ini......", Malih merasa berkewajiban untuk mengucap terima kasih kepada dua gadis muda nan cantik itu untuk malam yang begitu indah bagi seorang pria tua sepertinya.
"Sama-sama, Pakhh....", jawab Diana.

"Bapak emang hebaathhh....", balasan Riri.
Kedua gadis muda itu pun sudah tak sanggup lagi menahan matanya yang sudah berat, mereka akhirnya tertidur sambil memeluk erat badan keriput pria tua yang habis menikmati tubuh mereka itu. Malih tersenyum, sungguh hidupnya telah berubah drastis.
Dari kecil, remaja, bapak-bapak, bahkan sampai tua, hidupnya penuh kesengsaraan, caci maki, dan kesedihan. Hanya karena istrinya lah waktu itu, ia sanggup menjalani hidup meski dalam kesusahan. Dan saat istrinya meninggal, hidupnya terasa hampa.
Sendiri, sepi menjalani hidup susah sebatang kara. Sering terbesit di pikirannya untuk menyusul istrinya. Namun, saat sudah merasa putus asa, datanglah seorang gadis muda yang sungguh cantik yang sekarang sedang ada di pelukannya dalam keadaan bugil, yakni Riri.
Tak disangka pertemuannya dengan mahasiswi yang dulu berambut bondol ini akan merubah hidupnya 180 derajat. Dari pria tua pengangkut sampah menjadi supir namun bukan sembarang supir, tapi supir 'arjuna' dimana dia bisa bersenggama dengan nonanya yang masih muda itu sesuka hatinya, bahkan nonanya itu ingin sekali dihamili olehnya.
Oh sungguh sangat bersukur Malih untuk hidupnya yang sekarang. Bahkan dia juga bisa menikmati tubuh gadis muda lainnya seperti Lina, Intan dan Moniq, dan sekarang Diana, gadis yang kelihatan begitu cantik, anggun, sekaligus polos namun tadi dia sama liarnya seperti Riri.
Malih sama sekali tidak keberatan kalau saat ini juga, dia sudah tidak bisa bernafas lagi, yang penting, di penghujung usianya, dia sudah merasakan momen terindah dalam hidupnya dan tentu satu ulang tahun yang tiada terlupakan sampai akhir hayatnya.
Malih pun menutup matanya. Putih, semuanya nampak putih. Badan Malih terasa ringan sekali, nafasnya terasa begitu enteng. Apa benar-benar aku sudah mati, pikir Malih.
Tidak apa lah, terima kasih, pencipta, pikir Malih sudah berserah. Namun, kenapa di dunia lain juga tercium bau masakan lezat, barulah Malih benar-benar tersadar kalau dia belum meninggal dunia. Masih ada, berselimut di atas ranjang.
Aku belum mati ?, tanya Malih kebingungan karena nyawanya belum terkumpul benar. Malih sedikit bersyukur karena belum dipanggil pencipta meski sebenarnya dia sudah berserah diri. Dia pun membuka matanya lebar-lebar dan bangun dari ranjang.
Saat membuka selimut, dia pun memperhatikan penisnya sendiri. Penis keriputnya yang tak disangka olehnya akan sering merasakan betapa hangat dan sempitnya liang kewanitaan gadis-gadis muda berwajah cantik pula.
Dia pun berjalan menuju kamar mandi. Memang matanya sudah terbuka lebar tapi masih mengambang pikirannya saat berjalan ke kamar mandi. Mungkin efek lemas habis menggempur dua gadis muda sekaligus semalaman.
"Ah...", Diana spontan menutupi kedua payudara dan daerah intimnya saat Malih masuk tiba-tiba.
"Ma...maaf, neng. Bapak nggak tau..."
Bukan salah Malih juga karena memang pintunya tidak terkunci. Diana bingung, untuk orang yang sudah menggerayangi tubuhnya, kenapa Malih masih meminta maaf ?.
"Pak....", Diana menahan Malih keluar dengan memegang tangannya.




Diana Meminta Malih Menemaninya Mandi



"Mau nemenin aku mandi, Pak ?".
Malih menahan ludah melihat kemulusan tubuh Diana. Meski memang tadi malam, dia sudah merasakan betapa nikmatnya tubuh gadis cantik itu, namun tetap saja, birahinya kembali terpancing mendengar ajakan mandi bersama oleh Diana.
"Nggak apa-apa, neng ?".
Diana pun mengangguk malu-malu. Karena sudah sama-sama bugil, Diana pun menarik perlahan Malih ke bawah shower yang sudah menyala.
Diana ingin beraksi lebih nakal namun dia masih merasa malu, jadinya dia malah menggemaskan sekaligus membuat nafsu Malih di waktu yang bersamaan. Di bawah pancuran air, tubuh kedua insan itu saling menempel.
Mereka berciuman penuh nafsu sampai Diana melingkarkan kaki kirinya ke pinggang Malih. Malih pun menjilati Diana dari wajah hingga pahanya, tak ada yang terlewat, dia sudah sering 'memandikan' seorang gadis cantik, jadi sudah tak canggung lagi untuk menaikkan nafsu seorang gadis cantik lainnya di kamar mandi.
"Paak.....aku mau nyoba lewat belakang....", bisik Diana.
"Bener, Neng??".
Diana menggigit bibir bawahnya dan mengangguk. Si gadis cantik itu pun menghadap ke tembok dan menyodorkan pantatnya ke Malih.
"Pelan-pelan, Pak.", pinta Diana.
"Ii....ya, neng".
Malih pun menyiapkan 'rudal'nya untuk di depan pintu masuk lubang anus Diana. Tubuh Diana mengejang, dan menjadi kaku saat liang anusnya terasa mulai dipaksa melebar oleh penis Malih.
"Eenngghhh.....", Diana menahan rasa ngilu luar biasa.
"Maaf, neng".
Malih berhenti memaksakan penisnya masuk ke dalam anus Diana.
"Nggak...apa...apa....Pak...sebentar....hhhh".
Diana pun sedikit menyesuaikan keadaan dengan 1/4 bagian penis Malih yang sudah ada di dalam rongga anusnya.
"Lagi, Pak", pinta Diana.
Akhirnya proses tarik-ulur otot rectum Diana pun membuahkan hasil, kejantanan Malih sepenuhnya terbenam di antara bongkahan pantat yang mulus dan sekal itu.
Malih menahan desahannya, penisnya seperti disedot masuk dan dicengkram kuat oleh otot rectum Diana. Luar biasa sensasinya.
"Neng...baru kali ini ya?".
"Ii..iya, Pak....".
Ternyata benar, lubang pantat Diana masih perawan, ini artinya Malih yang memerawani liang anus gadis cantik ini.
"Maaf, neng".
"Nggak apa-apa, Pak...".
"Pak...hmmm....aku siaap....hhh", ujar Diana selang beberapa menit yang sudah menyiapkan mental dan fisik untuk mulai digenjot lewat lubang anusnya.
Mereka pun mulai perlahan, anal seks yang pertama kali dilakukan Diana. Dia melakukannya dengan seorang pria lanjut usia, dan pria lanjut usia itu pun adalah suami sahabat lamanya. Sungguh sensasi yang aneh.

Anal seks yang begitu lembut dan begitu nyaman, menghilangkan semua ketakutan Diana yang merasa anal seks itu begitu menakutkan dan akan membuat begitu sakit ternyata tidak, meski memang terasa ngilu awalnya, namun lama kelamaan Diana merasa nikmatnya tiada tara hingga akhirnya Malih melepaskan orgasmenya setelah Diana dan menumpahkan air maninya ke atas pantat Diana yang langsung tersiram oleh air. Keduanya pun berpagutan kembali setelah selesai.
"Terima kasih, Pak”.
Senyum manis Diana menambah kekaguman Malih akan kecantikan si gadis muda ini.
Diana sendiri merasa berterima kasih ke Malih sudah memberikan pengalaman luar biasa dan menyenangkan, menghilangkan pikiran negatifnya tentang disetubuhi seorang pria yang akan menyakitkan dan hanya akan memuaskan pihak pria.
"Ayo, Pak. Kita keluar", ajak Diana.
"Duluan saja, neng. Bapak mau ke wc dulu".
Diana pun tersenyum dan meninggalkan Malih.
"Duuh, bagus yaa, baru ditinggal bentar, udah godain suami orang", terdengar suara Riri dari balik pintu.
"Hehehe, maaf, Ri. Aku...".
"Huu, dasar lo, Di...sini lo gue unyeng-unyeng".
Malih mendengarkan, sudah pasti Riri tidak serius, mungkin hanya ingin mengerjai temannya saja. Namun, Riri tadi bilang, "godain suami".
Berarti saya udah jadi suami Riri ?, tanya Malih dalam hati. Tak usah dijelaskan, Riri juga sudah sering mengaku ke orang-orang tanpa malu kalau Malih adalah suaminya.
Cuma Malih baru mendengar saja Riri berkata seperti itu di depan orang. Malih keluar kamar mandi, nampak Riri sedang membereskan tempat tidur yang awut-awutan bekas tadi malam.
"Eh Pak Malih, baru habis mandi ya, Pak?".
"Iya, non. Non Riri udah mandi ?".
"Udah dari kapan tau. Pak Malih sama Diana aja yang bangunnya siang. Kayak kebooo", canda Riri.
"Maaf, non..hehehehe".
Malih membuka lemari pakaian.
"Pak Malih mau pakai baju yang mana ?".
"Ini, non, biar Bapak ambil sendiri aja".
"Heeeh, kan biasanya juga Riri gantiin pakaian Pak Malih".
"Tapi, non...".
"Udaah deh, Riri kan udah jadi istrinya Pak Malih".
Malih langsung diam, antara bahagia terharu dengan rasa tak enak.
"Non nggak apa-apa bilang ke orang kalau Bapak itu suami, Non ?".
"Lho ? Emang kenapa ?".
"Nggak, Bapak sudah tua begini, sudah jadi kakek-kakek, sedangkan non, masih muda, cantik banget juga....".
"Ah, si Pak Malih. Kayaknya udah sering kita bahas deh...udah ah, jangan ngerusak mood Riri".
"Ii...iya, Non...".
Riri membuka lilitan handuk Malih, mengeringkan tubuh lansia yang sudah keriput itu dengan handuk, apalagi bagian selangkangannya, dia begitu telaten mengeringkannya.
"Iih, Pak Malih, padahal Riri cuma ngelapin sama liatin aja, mulai bereaksi", canda Riri mesum.
"Maaf, non. Kalau deket-deket non Riri. Bapak nggak bisa tahan....hehehehe...".
"Pak Malih mesumm.....", balas Riri sebelum menjulurkan lidah untuk meledek pria tua kecintaannya itu.
"Yaa non Riri cantik banget sih".
Mereka berdua nampak seperti sepasang pengantin baru yang nafsunya sedang menggebu-gebu, tidak canggung lagi bercanda nakal satu sama lain.
"Bisa aja, Pak Malih", ujar Riri dan sedikit menyentil 'onderdil' Malih.
"Adu duh, sakit, non".
"Hehehehe, maaf Pak. Gemes. Riri siap kok kapan aja buat Pak Malih, tapi sekarang makan dulu ya..laperrr....".
"Okee, non".
"Oh iya, tadi non Riri omelin neng Diana ?", Malih membuka kembali obrolan sambil dipakaikan celana oleh Riri.
"Oh iya, tadi Pak Malih main gila ya sama Diana di kamar mandi ?".
"A...aa...itu, non", entah kenapa Malih jadi gagap padahal kan jelas-jelas tadi malam Riri tidak keberatan berbagi 'suami' dengan Diana.
"Iih, Pak Malih kenapa jadi gagap begitu ? Suka beneran yaa sama Diana ?".
"Ah..ahm...ng...nggak, non".
"Hayoo, ngakuuu.....", goda Riri.
"Nnggg....".
"Yee si Bapak, Riri cuma godain aja kok. Tadi cuma ngerjain Diana aja, eh Bapak juga bisa Riri kerjain ternyata hehehehe....".
"Ah si non...".
"Awas aja kalau sampe suka beneran, Riri pelintir nih punyanya Pak Malih".
"Eenggak lah, non....".
"Awas yaa !!!".
"Iya, non. Tapi boleh tanya, non?".
"Tanya apa, Pak?".
"Neng Diana sama non Riri udah lama ya temenan ?".
"Udah lama, Pak. Dari SMP, kenapa, Pak ?".
"Nggak, kayaknya deket banget".
"Jadi gini, Pak ceritanya...".
 
Holiday Challenge After Story 4 : Riri, Berkembang Biak Dengan Veteran

Part 05 of 06



Si Cantik nan Mungil Diana


Terkuak lah siapa Diana ini. Dia teman SMP Riri. Sudah kenal dan jadi teman dekat sejak kelas 1 SMP. Diana ini bisa disebut The Princess SMP tersebut, sedangkan Riri adalah The Bodyguard.
Banyak yang berniat mendekati Diana tapi karena ada Riri, banyak teman cowok yang mengurungkan niatnya. Riri waktu itu juga terlihat cantik namun karena sifatnya yang tidak takut jadi terkesan tomboi dan galak.
Riri juga curhat kalau sampai sekarang pun, tidak ada teman SMPnya yang tahu kalau sebenarnya Diana itu lesbi. Ya, Diana sendiri yang mengakuinya dengan menyatakan cinta ke Riri.
Yap, Riri adalah cinta pertama Diana. Riri yang waktu itu bingung karena dia sudah di 'wanitakan' oleh kakek tirinya dan menjadi perempuan normal, dia bingung karena terasa aneh baginya berhubungan dengan sesama wanita.
Namun Riri merasa Diana adalah seorang gadis yang polos. Dia takut jika bukan dirinya, Diana akan dimanfaatkan oleh cowok-cowok tak berperasaan. Jadi mau tak mau, dia mengiyakan menjadi pacar dengan syarat, tidak ada yang tahu mengenai hal itu.
Jadilah mereka berpacaran, dari kelas 2 sampai lulus SMP. Dan selama itu pula, Diana selalu ingin di dekat Riri. Bahkan saking cintanya dengan Riri, Diana pun memohon Riri untuk mengambil keperawanannya.
Bagaimana mungkin seorang perempuan mengambil keperawanan perempuan lainnya, pikir Riri waktu itu. Tak di sangka, Diana mengambil mainan sex milik ibunya berupa dildo dengan bentuk ikat pinggang. Secara teknis, akhirnya, bisa dibilang Riri yang merenggut keperawanan Diana.
Tapi Diana merasa begitu senang sekali. Di lain pihak, Riri merasa bersalah sekali, sudah merusak masa depan Diana. Padahal maksudnya tidak sampai sejauh ini, dia hanya ingin melindungi Diana yang polos dari lelaki kurang ajar di luar sana.
Riri seakan tak berkuasa untuk menolak permintaan Diana untuk melakukan lesbian sex. Sungguh perilaku yang menyimpang untuk dua gadis muda seperti mereka waktu itu. Namun nasib berkata lain, saat Riri tenggelam dalam kesedihan karena kakek tirinya meninggal, Diana harus pindah ke luar kota karena pekerjaan ayahnya.
Diana menelpon berulang kali ke Riri, namun tak dianggap karena Riri sedang berkabung. Saat Riri sudah melanjutkan hidup dan menelpon Diana, ternyata sahabatnya itu sudah berganti nomor dan loss contact lah mereka berdua.

Dengan terpisahnya dia dengan Diana, Riri merasa khawatir dengan sahabatnya itu. Namun akhirnya Riri bisa melanjutkan hidup, dan bertemu si hiperaktif Lina.
Namun tak disangka, saat semester 6 lalu, Diana pindah kembali ke tempat asal dan pas sekali masuk ke universitas yang sama dengan Riri.
Singkat cerita, dia bertemu dengan Diana saat sendirian di kantin karena sudah berpisah dengan Lina, Intan, dan Moniq. Awalnya Diana pangling karena Riri lebih feminim dibandingkan SMP dulu, namun tentu dia tidak bisa melupakan cinta pertamanya. Mereka berdua mengobrol banyak hal.
Sampai akhirnya Diana jujur kalau tidak punya pacar sampai saat itu karena selalu teringat Riri. Riri pun menasihati Diana agar tidak terjebak di masa lalu, dan itu adalah perilaku tidak benar.
Tapi ya mungkin karena trauma pernah melihat ibunya dipukuli oleh ayah tirinya yang pertama, Diana jadi takut dengan lelaki.
Ibu Diana harus menikah 3x. Suami pertamanya atau ayah kandung Diana meninggal di usia muda karena penyakit bawaan, suaminya yang kedua lah yang kasar, Diana hampir dipukul saat itu tapi untungnya ada Omnya yang menghalangi.
Dan ayah tirinya yang kedua yang cukup normal, menyayanginya dari SMP sampai kuliah, dan pada semester 5 kemarin, meninggal karena penyakit jantung.
Diana jadi tambah berpikir, semua lelaki yang pernah di keluarganya akan meninggal, mungkin itu alasannya mengapa dia jadi lesbi dan tak mau jadi normal.
Saat Riri menjelaskan kalau dia sudah normal, Diana pun menangis. Merasa tidak enak, Riri pun akhirnya mengiyakan untuk melanjutkan hubungan masa lalu itu.
Itulah Riri, keras di luar meski sebenarnya penyayang di dalam. Hubungan intim antara sesama perempuan.
Ya, jadi selama beberapa bulan 'puasa' berhubungan dengan Malih, sebenarnya selain masturbasi, Riri melampiaskan nafsunya bersama Diana. Diana tentu senang bisa mendapatkan cinta pertamanya lagi.
Saat mendengar Riri akan 'bulan madu' ke Bali, Diana meminta untuk ikut. Otak Riri pun langsung bekerja. Ya mungkin agak mesum tapi mungkin bisa mengubah Diana menjadi 'normal'.
Riri membolehkan Diana ikut asal dia harus menuruti semua perintahnya, awalnya ragu tapi Diana mengiyakan asal dia bisa dekat dengan Riri.
Rencana Riri yaitu membiarkan Diana disetubuhi Malih karena dia tahu pria tua kesayangannya itu akan bersikap lembut dan romantis sehingga akan menghilangkan baik efek trauma ataupun efek paranoid Diana terhadap lelaki.
"Jadi gitu, Pak...".
"Wah, ternyata rumit juga".
"Iya, Pak. Jadi kalau emang beneran, Pak Malih suka sama Diana, nggak apa-apa, Pak. Asalkan Diana sembuh dan Riri masih boleh deket-deket sama Pak Malih. Bagi Riri, itu udah cukup kok...".
Riri seperti Diana saat ini, yang penting berada di dekat orang yang dicintai. Bulir air mata merembes keluar dari pinggiran mata gadis cantik itu. Malih merangkul bidadarinya itu.
"Nggak mungkin, non. Cuma non Riri satu-satunya bagi Bapak. Non Riri jangan ngomong kayak gitu lagi....".
"Makasih, Pak"
"Nggak, Bapak yang makasih. Di sisa umur Bapak, non Riri dateng ke kehidupan Bapak. Terang seperti cahaya bintang. Tadinya Bapak udah berpikir untuk menyusul istri Bapak. Tapi tiba-tiba non Riri datang dan merubah kehidupan Bapak. Bapak yang harusnya mengucapkan terima kasih".
Malih juga merasakan hal yang sama, dianggap supir pun tak apa, yang penting bisa di dekat bidadari penyelamat hidupnya ini sudah cukup.
Makanya dia sering merasa tidak enak kalau Riri bilang kalau mereka berdua adalah suami istri, takut menjelekkan kredit Riri sebagai gadis yang masih muda dan begitu cantik.
Mereka berdua pun berpelukan dan berciuman mesra sambil tak bisa menahan tetesan air mata mereka masing-masing.
Keduanya punya latar belakang dan kisah masing-masing, sehingga hubungan mereka bukan hanya berdasarkan hubungan badan dan nafsu semata, tapi juga ikatan batin antara kesepian, kesedihan, dan keputus asaan.

"Riiii !!!! Makanannya udah siaaap".
"Iya, Di...bentaaarr !!! Yaudah yuk, Pak. Kita makan dulu", Riri menyeka air matanya dan air mata Malih.
"Yuuk, non".
"Ayo Ri, Pak. Udah siap makanannya", sambut Diana.
"Waaah, ini siapa yang masak?".
"Bagian goreng-gorengan, Riri. Kalau bagian sayur menyayur dan sambel, nih neng satu ini jagonya", ucap Riri menunjuk Diana.
"Neng Diana bisa masak juga?".
"Iya, Pak", jawab Diana tersipu malu.
"Ayoo makaan !!!".
Mereka bertiga duduk dan mulai menyantap makanan yang sudah tersedia.
"Neng Diana udah lama kenal ya sama non Riri ?", Malih membuka pembicaraan.
"Iya, Pak. Kita dulu satu SMP, tapi aku pindah ke luar kota pas udah lulus. Eh ternyata, aku pindah lagi, balik, satu kampus sama Riri. Pas udah 1 semesteran baru aku ketemu lagi sama Riri".
"Ooh, seneng dong bisa ketemu lagi".
"Iyaa, seneng bangeet", ujar Diana kelihatan senang.
"Oh iya, si Andi, yang penggemar setia lo dulu masih sering sms gue sampe gue udah kelas 1 SMA".
"Ah yang bener, kamu, Ri ?".
"Iya, nanyain mulu kabar lo. Padahal gue udah bilang, lo udah ganti nomor jadinya gue gak tau lagi kabar lo".
"Ih si Andi, itu cuma alesan kali, Ri. Sebenernya mau deketin kamu", goda Diana.
"Ogaah deeh".
Mereka pun mulai bercerita masa lalu, meski Malih tak mengerti apa yang dibicarakannya karena memang tidak tahu, tapi dia bisa menangkap kalau Diana ini benar-benar bunga sekolah.
Dari cerita Riri, bahkan sampai ada dua guru laki-laki yang menitipkan salam ke Riri untuk Diana.
Mereka berdua mengobrol dan tertawa cekikikan seolah tak terjadi apa-apa, padahal tadi malam mereka habis bercinta penuh nafsu dengan pria tua yang sedang sarapan bersama mereka.
Malih pun ikut cekikikan saat Diana menunjukkan foto mereka berdua saat masih SMP yang ada di hpnya. Riri benar-benar kelihatan tomboi dan agak sangar.
"Kalau sekarang, cantikan aku apa Riri, Pak?".
Pertanyaan yang cukup menjebak. Keduanya sama cantiknya tapi sifat pemalu Diana membuatnya lebih menggemaskan.
Namun, ini kesempatan emas untuk menggombali dua gadis cantik sekaligus, pikir Malih. Kapan lagi bisa ngegombalin dua dara cantik.
"Neng Diana cantik, bikin gemes. Tapi non Riri nggak ada duanya....", gombal Malih.
"Duuh duuh ciiee yang lagi kasmaran...", goda Diana.
"Kenapa ? Lo nggak seneng ?", jawab Riri sambil menjewer kuping Diana.
"Adu duuh, ampuun Ri".
Malih pun tertawa kecil melihat dua dara belia itu bertingkah seperti anak kecil.
"Yaudah, mendingan, bantuin gue cuci piring".
"Iya iya, tapi lepas duluu, sakiit tauuuk !!".
"Hehehehe, sori, udah lama nggak jewer lo, Di".
"Udah, non. Biar Bapak aja yang cuci piring".
"Eiits, yang cewek-cewek di sini siapa? Udah kita aja, Pak".
"Iya, Pak. Tenang aja".
Malih pun langsung diam karena setiap mau bantu mengangkat piring, Riri langsung ngomel dan memukul tangannya. Malih benar-benar diperlakukan seperti raja oleh dua permaisuri cantik itu.
Malih bingung mau melakukan apa, jadi dia menonton tv. Tak sengaja, saat Malih ingin ke kamar mandi. Malih mendengar Riri dan Diana sedang mengobrol.
"Gimana, Di ?".
"Eemmhh....".
"Iya, Ri....kamu bener, ternyata nggak serem kayak yang aku duga".
"Iya kan ? Pak Malih emang paling bisa kalo soal lembut".
"He emh, Ri. Tapi...punya...Pak Malih.....".
"Kenapa ? Gede ya ?".
"Ii..yaa....".
"Hihihi, tapi nggak kenapa-kenapa kan lo ? Waktu itu kan juga pernah pakai mainan yang gedenya sama pas sebulan yang lalu".
"Iyaa, tapi...aku ngilu juga, Ri".
"hmmm, mungkin belum terbiasa. Kalo gue kan udah di cantolin sama barang Pak Malih setiap hari".
"Bukan itu, Ri....aku ngilu di belakang....".
"Ha ?! Jangan-jangan lo......".
"Iya, aku nyoba 'main belakang' tadi di kamar mandi sama Pak Malih.....".
"Ya ampun, Di. Lo kenapa jadi extreme begitu ? Soalnya kalo baru pertama kali, terus segede punyanya Pak Malih bisa bikin ngilu berhari-hari looh....".

"Habis tadi malem, kamu keliatannya enak banget pas main belakang sama Pak Malih".
"Yaa kalau gue kan udah biasa....terus ngilunya parah banget ?".
"Nggak sih, soalnya Pak Malih bener-bener pelan-pelan banget dan nunggu aku minta dulu baru dia mulai gerak".
"Huft, sukur deh...lo ada aja-aja, Di".
Mereka berdua mengobrol saru tanpa canggung sedikit pun.
Malih yang mendengarkan jadi agak bangga mendengar kedua gadis cantik itu membicarakan kegagahan, kelembutan, dan keperkasaannya tadi malam. Malih pun berlalu ke kamar mandi dan kembali ke ruang tengah untuk menonton tv.
"Udah selesai, non. Cuci piringnya ?".
"Udah, Pak".
Tiba-tiba Riri berdiri di depan Malih dan menghalangi tv.
"Pak Malih mau nonton tv atau ......".
Riri melonggarkan kedua tali dasternya sehingga dasternya itu langsung meluncur ke bawah.
Ternyata Riri tidak mengenakan apa-apa lagi selain daster yang sudah ada di lantai itu. Malih pun meneguk ludah melihat kemulusan dan keindahan tubuh Riri.
Memang sudah sering ia lihat tapi pria mana yang tidak meneguk ludah melihat gadis secantik Riri bugil di hadapannya.
"Mau nonton kita dangdutan ???".
Tiba-tiba Diana keluar dari dapur dengan menyetel musik dangdut dan sama, sudah tidak mengenakan sehelai benang pun.
Mata Malih seperti ingin meloncat keluar melihat Diana dan Riri mulai berjoget dangdut dalam keadaan bugil sepenuhnya. Nafasnya mulai memburu, nafsunya tentu meningkat tajam. Malih pun mengambil remote dan mematikan tv.
Riri pun tersenyum, mana mungkin seorang pria mau menonton tv sementara ada dua orang gadis cantik yang sudah bugil menari di depannya. Dengan kompak, Riri dan Diana menarik Malih bangun dari sofa untuk ikut berjoget.
Jadilah Malih berdangdut ria dengan dua mahasiswi cantik yang sudah bugil itu. 'Dangdut porno' itu pun berujung pada threesome kembali. Atau mungkin lebih tepatnya, Malih kembali digumuli dan digilir oleh dua bidadari itu, mendulang kenikmatan dari 'tongkat' veteran pria uzur yang sudah keriput itu.
Begitulah Malih melewati hari-harinya seperti di surga. Kedua bidadari itu begitu menempel dengannya, dan hanya dia, satu-satunya pria di rumah itu sehingga dia bisa merasakan nikmatnya tubuh mulus Diana dan Riri kapanpun ia mau.
Saat jalan-jalan di pantai pun, Malih mengundang banyak perhatian karena dia berjalan dengan merangkul dua orang gadis cantik yang begitu putih mulus.
Apalagi Diana dan Riri mengenakan bikini jika ke pantai, memperlihatkan kemulusan dan keindahan tubuh mereka. Hari-hari surga, Malih menyebutnya.
Akhirnya, mereka pun kembali setelah merasa puas berbulan madu bertiga. Tak lama setelah pulang, seminggu kemudian, Riri merasa tidak enak badan, selalu merasa mual. Diana jadi sering ke rumah Riri untuk menjenguk temannya.

"Bagaimana, Dok? Hasilnya ?", tanya Riri.
"Selamat, Riri. Kamu positif hamil". Riri langsung sumringah.
"Selamat ya, anak pertama ya?".
"Iya, Dok. Akhirnya".
"Memangnya kamu sudah lama menikah? Bukannya kamu masih muda sekali?".
"Nggak sih, Dok. Tapi saya sama suami saya udah nggak sabar ingin punya anak".
"Oh, kalau begitu selamat ya. Mana suami kamu? Pasti seneng banget...".
"Sebentar, Dok. Saya suruh ke sini dulu". Riri pun sms Malih.
"Wah, pasti kamu ama suami kamu bakal jadi pasangan muda yang bahagia yaa".
"Aah...ii..ya, Dok". Mendengar kata muda, Riri jadi agak bingung menjawabnya.
"Ckleek....".
"Wah, selamat, Pak. Anak bapak positif hamil", sambut dokter kandungan menyalami Malih.
"Bukan, Pak. Ini...suami saya....".
"...........". Si dokter langsung terdiam.
"Iya, Pak. Saya....suaminya....". Bingung harus berbicara apa, sang dokter menunjukkan raut wajah keheranan.
"Oh maaf, maaf, kalau begitu, silahkan duduk, Pak".
Si dokter harus tetap profesional, dia menjelaskan hal-hal yang perlu diketahui meski perasaan bingung luar biasa berputar di otaknya.
Kenapa gadis muda yang sangat cantik seperti Riri ini bisa bersuamikan seorang kakek-kakek seperti Malih, padahal dari cara omongannya, Riri adalah gadis cerdas dan tidak mudah dibohongi.
Tapi mereka berdua kelihatan begitu mesra dan menyayangi satu sama lain. Si dokter juga merasa bukan urusannya, yang penting pasangan ini kelihatan bahagia dan sangat menantikan kehadiran buah hati mereka karena yang paling penting adalah mereka benar-benar menginginkan seorang anak.
"Pak....akhirnya Riri hamil !!!", ujar Riri begitu senangnya ketika sampai di rumah dan memeluk Malih.
"Iyaa, non", balas peluk Malih.
Tak disangka tak diduga, di penghujung usianya, Malih malah menghamili seorang gadis muda yang begitu cantik seperti Riri ini.
Dengan dibantu batang kejantanannya yang juga sudah 'berumur', Malih mampu dan berhasil menginjeksikan sel-sel gennya ke dalam tubuh nona mudanya itu lewat rahim sehingga akhirnya sel telur si nona muda berhasil disusupi oleh sperma 'berpengalaman' milik Malih.
"Mulai sekarang, Pak Malih nggak boleh manggil Riri pake non lagi yaaa....".
"Iyaa, no....ehh....aduuh, Bapak jadi kegok...manggilnya gimana dong?".
"Yaa Riri ajaa....atau romantisan dikit, Pak".
"Hmmm....".
"Papa Mama aja yuk, Pak ??".
"Boleeh, no....eh Mah".
"Hehehe, iyaa Paah".
Mereka pun bercumbu dengan mesranya, tentu tangan Malih sambil menggerayangi tubuh istrinya itu.
Tubuh indah nan putih mulus yang akan menjadi penghangatnya di kala dingin dan 'tempat bermain'nya untuk melampiaskan nafsu.
Riri tersenyum nakal, suaminya yang sudah berumur ini memang sungguh pandai dalam melucuti pakaiannya. Lihat saja, gadis muda itu kini sudah tak mengenakan apa-apa lagi untuk membalut tubuh mulus dan sekalnya itu.
Malih pun 'menggiring' Riri ke atas ranjang. Pasangan berbahagia itu bermesraan dengan asiknya di atas ranjang dengan Riri sudah dalam keadaan bugil. Riri memang suka sekali berbugil ria jika berduaan dengan Malih.
Baginya, tubuhnya adalah 'properti' milik Malih jadi ia tak mau ada yang ditutupi sekaligus dia merasa sungguh seksi jika tak mengenakan sehelai benang pun di depan mata kekasihnya yang sudah lansia itu sementara kekasihnya itu masih berpakaian lengkap.
Meski si istri cantik sudah dalam keadaan bugil, Malih tak serta merta langsung menggumulinya. Mereka berpelukan erat sambil mengobrol tentang anak mereka, namanya, sekolahnya, dan segala macamnya.
Sambil ngobrol, Malih pun bermain-main dengan bongkahan pantat Riri yang memang kenyal itu sampai akhirnya si kakek tua sudah tak tahan lagi dan mulai mengintimi si bidadari cantik itu.




Riri Sudah Bugil



Sebelum lebih jauh lagi, ada yang mengganjal di hati Riri. Dia pun memutuskan untuk mengobrol empat mata dengan Mbok Ratih, pembantunya.
Riri bingung, saat dia memaparkan kalau dia dan Malih adalah sepasang kekasih dan kemarin liburan bersama di Bali untuk bulan madu, wajah Mbok Ratih terlihat datar, biasa saja. Tentu alangkah terkejutnya Riri saat Mbok Ratih bilang kalau sebenarnya dia sudah mengetahui semuanya.
Dia menceritakan kejadian tak sengaja waktu ia melihat Malih sedang mengenyot payudara Riri bergantian lewat jendela kamar yang lupa ditutup. Wajah Riri jadi agak memerah.
Mbok Ratih pun jujur ke Riri kalau memang meskipun bingung, tapi ia tak mau mencampuri urusan pribadi majikannya itu karena ia sudah kerasan dan tetap ingin terus bekerja pada Riri.
Si gadis muda itu pun tanpa sadar meneteskan air mata dan memeluk Mbok Ratih.
"Kenapa Mbok bilang begitu? Nggak mungkin, saya mecat Mbok Ratih. Mbok Ratih selama ini udah nemenin saya. Sudah saya anggep keluarga sendiri", ujar Riri dengan suara parau.
"Iyaa, non. Saya cuma takut aja non Riri marah kalau saya bilang jujur".
"Nggak, Mbok. Saya nggak bakal marah. Saya cuma bingung aja jelasinnya gimana ke Mbok".
"Yaudah, non. Udah, jangan nangis lagi yaa". Mbok Ratih menyeka air mata Riri.
"Iyaa, Mbok. Makasih yaa. Saya lega sekarang udah jujur ke Mbok".
"Iya, saya juga, non".
Mbok Ratih sebenarnya memperhatikan majikannya ini. Sebelum Malih datang, majikannya ini lebih banyak cemberut dan asal-asalan saja dari cara berpakaian, makan, ataupun berbicara.
Tapi sejak Malih datang, Riri jadi lebih periang, hangat, dan feminim. Mbok Ratih jadi turut senang melihat majikannya berubah karena dia menganggap Riri sudah seperti anaknya sendiri.
Riri pun jadi terbuka dan curhat tentang semuanya, kapan dia bertemu Malih dan kenapa dia suka pada kakek tua itu sampai tentang kebingungannya memberi tahu ayah dan ibu tirinya.
Mendengar cerita majikannya, Mbok Ratih jadi berpikir juga kalau memang Riri dan Malih diciptakan untuk menjadi pasangan meski umurnya terpaut jauh.
Kisah asmara yang romantis seperti di film, dengan mengabaikan fakta bahwa Malih dulunya adalah tukang sampah. Mbok Ratih juga memberikan saran ke Riri untuk memberi tahu ke orang tuanya.
Riri sendiri mengaku kalau dia belum siap untuk mengabari kedua orang tuanya kalau dia sudah hamil dengan benih dari seorang kakek-kakek seperti Malih. Takutnya ayahnya marah dan malah menuntut Malih.
"Jadi, ini isinya anaknya Malih ya?", ujar Mbok Ratih mengusap-usap perut Riri untuk mengalihkan pembicaraan karena nampaknya Riri sudah enggan berbicara lagi mengenai orang tuanya.
"Iya, Mbok. Bayinya Pak Malih".
"Eeh iya, maaf non".
"Kenapa, Mbok?".
"Tadi saya manggil Malih".
"Lho? Emang kenapa?".
"Ya harusnya saya manggilnya Bapak Malih. Kan sudah jadi suaminya, non".
"Ah si Mbok. Nggak usah gitu juga..biasa aja manggilnya. Manggil saya juga sebenernya nggak usah pake non".
"Kalau non...nggak berani, kayaknya nggak pantes kalo saya manggil nama non langsung. Kan saya pembantu".
"Ih si mbok, udah saya bilang tadi".
"Tetep aja, non. Nggak enak".
"Yaudah, terserah Mbok ajaa".
"Nggak nyangka saya, ternyata Pak Malih masih bisa bikin non Riri hamil....", ucap Mbok Ratih.
"Iyaa, Mbok. Tapi emang kita udah lama sih ingin punya bayi. Akhirnya kesampaian juga".
Mbok Ratih pun jadi berpikir mesum, membayangkan saat pria 'expired' nan keriput seperti Malih menggerayangi tubuh majikannya yang masih muda, cantik, dan putih mulus itu setiap harinya. Bener-bener ketiban duren ama pohon-pohonnya tuh Malih, pikir Mbok Ratih.

Akhirnya mereka pun mulai 'girl's talk' mereka. Mbok Ratih berbagi pengalaman saat dia hamil dan cara untuk tetap memanjakan suami saat sedang hamil. Tentu Riri menyimak betul saran-saran Mbok Ratih. Dia ingin tetap melayani suaminya yang sudah renta itu dengan sepenuh hati dan seluruh tubuhnya tanpa terkecuali meski sedang mengandung.
Malamnya, Riri pun bercerita ke Malih kalau Mbok Ratih sudah tahu semuanya. Malih sempat kaget tapi ya mau bagaimana lagi. Pasti lama kelamaan, dia juga akan tahu.
Sempat beberapa hari, antara Mbok Ratih dan Malih jadi bingung saat bertegur sapa. Biasanya Mbok Ratih memanggil Malih dengan namanya langsung sekarang memakai Bapak.
Malih pun akhirnya mengajak bicara Mbok Ratih juga dan menjelaskan kalau keadaan tidak berubah meski sekarang dia menjadi suami Riri.
Akhirnya Riri, Malih, dan Mbok Ratih pun jadi seperti keluarga meski dengan komposisi yang aneh. Mbok Ratih berperan sebagai ibu, Riri sebagai si anak, sedangkan Malih berperan sebagai ayah namun double dengan perannya sebagai suami dari Riri.
Setiap hari, Mbok Ratih melihat Riri dan Malih begitu mesra dan romantis. Keduanya seperti tak mau jauh satu sama lain. Mbok Ratih turut merasa senang juga. Yaah, meski memang seharusnya Malih lebih cocok untuk menjadi kakek majikannya dibandingkan jadi si empunya janin di dalam rahim majikannya itu. Tapi mau dikata apa lagi.
Si gadis muda malah kelihatan senang telah diinjeksi oleh si kakek tua sampai mengandung anaknya. Hari ke hari tentu perut Riri semakin membesar. Riri pun mengambil cuti kuliahnya selama 1 tahun agar tidak merepotkan dan membuatnya kecapekan.
Dia jadi juga punya waktu lebih luang bersama suami tercintanya. Setiap berjalan di luar rumah, pasti banyak mata memandangi mereka.
Bagaimana tidak, gadis muda nan cantik seperti Riri kelihatan begitu menempel dan mesra dengan seorang kakek tua seperti Malih, sudah begitu dalam keadaan hamil.
Mungkin yang berpikiran positif akan mengira Malih adalah kakek dari Riri yang sedang mengantar cucunya berbelanja. Tapi pasti lebih banyak yang berpikir negatif kalau Malih memperdaya atau 'membeli' tubuh si gadis cantik sampai hamil dengan kekayaannya dan berpikir kalau Malih punya banyak uang. Padahal sebaliknya.
Hubungan Riri dan Malih benar-benar murni cinta satu sama lain, tak ada unsur paksaan atau materi di dalamnya. Malih sendiri tak pernah berpikir tentang kekayaan Riri.
Yang penting dia bisa bersama bidadari cantiknya yang telah mengubah hidupnya secara drastis luar biasa itu.
Beberapa kali, Diana pun menjenguk sahabatnya yang semakin tua usia kandungannya. Riri pun tiba-tiba punya ide.
Dia tahu kalau perutnya semakin membesar dan tak memungkinkan untuk melakukan 'macam-macam' dengan suaminya seperti biasa.




Perut Riri Makin Membesar



"Pah...hp Mama ketinggalan di kamar kayaknya".
"Oh iya, sebentar Papa ambilin...".
Sekarang mereka sudah tak canggung lagi memanggil satu sama lain dengan sebutan Papa Mama meski di depan orang lain karena sudah terbiasa.
"Naruhnya tadi dimana ?".
"Kayaknya di atas meja deket kasur, Pah".
"Iya, Ma. Sebentar ya".
"Ckkllk".
"Ma, tadi naruh hpnya dimana? Nggak ada", teriak Malih yang mendengar suara pintu kamar terbuka.
Karena posisi ranjang memang agak ke dalam jadi dia tidak tahu siapa yang datang.
"Ma....dimana ?", tanya Malih lagi karena tidak dijawab.
Tapi dia langsung terdiam dan membuka matanya lebar-lebar. Dara cantik jelita nan anggun yang mungil mendekatinya dalam keadaan bugil.
Dia menutupi pangkal paha dan kedua payudaranya dengan dua tangannya sambil terus berjalan mendekat dengan malu-malu.
"Ne...neng Diaanaa...kenapa ?".
"Ini, Pak", ujar Diana malu-malu menyerahkan hp ke Malih. Terlihat "Riri sayang memanggil".
"Halo, Pah...".
"Mah, ini kenapa neng Diana telanjang ?", tanya Malih keheranan.
Sedangkan Diana menunduk malu-malu dan wajahnya memerah.

"Ssshhhh....anggap ini kado dari Mama. Mama minta maaf soalnya Papa udah ngerawat Mama terus tapi Mama lagi nggak bisa menjalankan tugas sebagai istri. Jadi Mama minta Diana untuk gantiin Mama untuk malam ini".
"Tapi, Ma...nggak harus gitu...Papah nggak apa-apa".
"Sssshhh....udaah, Mama tau kok, udah berapa bulan, kita nggak hubungan. Jadi malam ini, Papa bisa ngelampiasin ke Diana".
"Tapi neng Diana nya ?".
"Dia malah suka dan nggak keberatan".
Malih menatap Diana yang kembali malu-malu.
"So, enjoy her like you enjoy me", ucap Riri begitu nakal sebelum menutup telepon.
"Neng Diana....".
"Aku....aku yang nemenin Pak Malih tidur....malam ini.....", ujar Diana menggigit bibir bawahnya, dia merasa malu sekaligus nakal di saat yang bersamaan.
"Ah, se...sebentar neng...aaahhhmmm".
Riri tertawa kecil mendengar suara itu. Harusnya Malih yang lebih ganas menggumuli Diana karena sudah 2 bulan tidak melampiaskan nafsu seksualnya tapi sepertinya keadaannya sebaliknya, malah Diana yang 'memperkosa' Malih.
Riri pun meninggalkan mereka berdua, suaminya dan sahabatnya yang sudah bugil dalam satu kamar untuk saling melepaskan nafsu satu sama lain semalaman tanpa ada rasa cemburu.
Beruntung benar Malih, sudah punya istri yang masih muda, cantik, kaya, dan juga 'pengertian' sampai-sampai dia memperbolehkannya untuk meniduri teman baiknya hanya karena mereka tidak bisa berhubungan intim dalam masa hamil istrinya.
Ditambah teman istrinya itu sepenuh hati untuk memberikan tubuhnya yang putih mulus, tanpa merasa dipaksa sama sekali.
Riri merasa ada 'hutang' ke suaminya itu karena tidak bisa menjadi pelampiasan nafsu suaminya yang sudah tua renta itu jadi dia meminta Diana untuk menjadi teman tidur Malih untuk malam itu, Riri juga berpikir bagus untuk 'kesembuhan' dari Diana agar mulai menyukai lawan jenis.
Tapi tentu Riri menghindari Mbok Ratih agar tidak tahu hal ini. Hari demi hari pun terlewati dengan indahnya. Meski sudah berumur tingkat lanjut, Malih benar-benar sigap menjaga dan merawat istrinya yang masih muda dan sangat cantik itu.
Akhirnya, hari yang ditunggu pun tiba. Saat sedang bersantai di rumah, Riri merasa mules luar biasa.
"Pah...Mbook...!!!!", teriak Riri. Keduanya yang dipanggil pun bergegas.
"Paah...mobilnyaa !!!".
"Iyaa", Malih pun bergegas keluar.
"Wah, udah pecah air ketubannya, non".
"Iyaaa, Mbook...aduuuh !!!! Sakiiiittt !!!!", teriak Riri seraya mencengkram tangan Mbok Ratih.
"Tariik nafas, Non....huuftt", Mbok Ratih menunjukkan.
Riri pun mengikutinya sambil menahan rasa perih yang teramat sangat.
"Ayoo, Mah. Mobilnya udah siap".
Mbok Ratih membobopoh Riri masuk ke dalam mobil. Malih segera memacu mobil menuju rumah sakit, meski memang lebih cepat dari biasanya, tapi dia tetap berhati-hati menyupir.

"Suster. Tolong...ini mau melahirkan", ucap Malih panik.
"Tenang, Pak. Kami siap".
Perawat laki-laki datang dengan kasur dorong. Mereka pun memindahkan Riri dan membawanya ke ruang persalinan.
Tentu Malih menemani di sampingnya dengan berpegangan tangan dengan istrinya itu.
"Mohon maaf, Pak. Biar kami yang melanjutkan dari sini.
Bapak silahkan menunggu di luar ruangan", ujar suster dengan dinginnya.
"Oh. Baik, suster".
Malih menunggu dengan cemas. Duduk jadi tidak nyaman, jalan ke sana kemari dengan perasaan cemas dan khawatir.
Tak heran kalau Malih begitu cemas. Meski memang umurnya sudah begitu uzur, namun ini pertama kalinya dia punya anak.
"Permisi, Pak. Anak Bapak manggil suaminya untuk menemani di dalam ? Kalau boleh tau, mantu Bapak kemana ya ?", tanya sang suster yang keluar dari ruang persalinan.
"Oh. Saya suaminya, suster".
Sang suster langsung terdiam. Tak bisa berkata-kata.
"Bapak suaminya?", tanya suster memastikan.
"Iya, saya suaminya".
"O..oh kalau begitu, mari, Pak. Nyonya Riri sudah menunggu".
Tentu saja, suster sempat ragu. Orang lain pun pasti akan ragu saat ada seorang pria lansia mengaku suami dari seorang gadis muda yang sangat cantik.
"HHHHEEEMMMHHHH !!!!! HHHEENNNFFFFHH !!!!".
"Sekarang tarik nafas, nyonya Riri".
"Hhhhh....hhhh".
"Nyonya Riri, ini suaminya sudah masuk ruangan".
"Paahh....", panggil Riri terengah-engah seraya menjulurkan tangannya.
Malih langsung menggenggam tangan Riri dan berdiri di sampingnya.
"Mah...Papa disini ngedampingin Mamah".
Dua suster yang berada di dalam ruangan pun saling melirik. Mereka seakan berkomunikasi dengan matanya, ada yang tidak wajar dengan pasangan ini.
Yang satu adalah seorang gadis muda yang begitu cantik, sedangkan pasangannya seorang kakek-kakek yang sudah keriput.
Dokter tak bergeming, dia tidak mengurusi hal itu, satu tujuannya untuk saat ini, membantu proses persalinan dan menghantarkan seorang jiwa baru ke dunia ini.
Riri tersenyum seraya terus menahan sakit dan mengatur nafas untuk mengurangi rasa sakitnya.
"Ayo, Bu Riri. Sudah kontraksi lagi. Dorong lagi".
"HHHEEEMMMGGGGHHH".
Riri mencengkram kencang tangan Malih bahkan sepertinya kukunya sampai menancap di tangan Malih. Peluh keringat bercucuran di wajah Riri.
Malih melap keringat dari wajah Riri saat dia sedang mengatur nafas. Jantung Malih berdegup kencang luar biasa mendegar teriakan Riri kalau sedang 'mendorong'. Nampaknya rasa sakitnya benar-benar luar biasa.
Bidadari cantiknya itu kini tengah berjuang sekuat tenaga, pertarungan nyawa, demi mengantarkan hasil buah cinta mereka ke dunia.
Bayi yang sudah mereka tunggu-tunggu sejak mereka mulai memadu kasih berdua. Bayi hasil dari 'senapan veteran' milik Malih dengan rahim muda milik Riri.
Momen penuh kecemasan dan khawatir Malih rasakan selama mendampingi Riri. Tanpa sadar dia juga berkeringat bahkan berkeringat dingin.
Tapi, akhirnya, sebuah proses melahirkan bayi pertama yang cukup menyakitkan namun luar biasa bagi Riri terlewati sudah.
Teriakan Riri tergantikan dengan tangisan lugu seorang bayi suci yang baru saja datang ke dunia ini.
"Selamat, Ibu Riri. Anaknya perempuan. Selamat !", ujar Dokter.
"Anaknya perempuan, Ibu Riri. Lihat cantik sekali seperti ibunya. Bapak Malih, selamat ya, Pak".
"Terima kasih, Dok".
Wajah Malih benar-benar sumringah luar biasa bahagia. Anaknya bersama Riri kini benar-benar ada.
"Ini, Bu".
Dokter tidak langsung menggunting tali pusar dan membersihkan sang bayi.
Dia menaruh perlahan bayinya di atas perut Riri untuk mempererat hubungan antara sang ibu dengan bayinya yang baru lahir.
"Pah...anak kita....", ujar Riri yang nampak begitu lelah namun kelihatan bahagia dan puas.
"Iya, Mah....cantik sekali kayak Mamanya".
"Papah....". Riri tersenyum.
Dokter pun membersihkan si bayi dan melanjutkan proses selanjutnya. Selama Riri masih beristirahat di rumah sakit, Malih pun menjenguk anaknya di ruangan terpisah 3x sehari, tidak, mungkin 5x sehari.
Dia begitu bahagia, tidak menyangka, akan benar-benar punya anak bersama istri cantiknya di usianya yang sudah uzur saat ini.
Tentu selama Riri di rumah sakit, Diana pun datang menjenguk, bahkan Mbok Ratih juga. Ya karena memang Riri tidak cerita ke lainnya, tidak ada teman kampusnya yang tahu, bahkan Lina, Moniq, dan Intan pun tidak tahu, sampai kedua orang tua Riri pun tidak tahu.
Diana kelihatan gemas sekali melihat bayi Riri. Nampak seperti dia ingin punya juga. Riri dan Malih pun selalu menjenguk bayi mereka ketika bayi mereka sudah boleh didatangi langsung.
Mengesampingkan umur mereka yang begitu jauh, mereka nampak begitu mesra dan harmonis, sekarang dilengkapi dengan kehadiran buah hati yang semakin mempererat cinta mereka.
Sempat suster bergosip tentang Malih yang mungkin memakai santet, ancaman, atau duit, dan segala macamnya sehingga gadis muda nan cantik seperti Riri sampai hamil dan melahirkan anak darinya.

Dokter pun menegur keras para suster yang membantu persalinan. "Itu adalah urusan pribadi mereka, kita tidak boleh mencampurinya. Lagian, apa kalian tidak lihat mereka?
Baru kali ini saya melihat pasangan suami istri yang bener-bener harmonis dan tidak mau jauh satu sama lain meski hanya beberapa jam saja.
Bukankah itu sudah cukup bagi si bayi untuk mendapatkan orang tua yang begitu menyayangi?", wejangan sang Dokter pun membuat para suster agak malu sendiri. Dunia ini memang sudah gila.
Ada bapak memperkosa anak kandungnya bahkan sampai hamil, anak memutilasi orang tua kandungnya hanya karena sekedar kesal, dan bahkan ada ibu yang berhubungan intim dengan anak laki-laki kandungnya setiap hari.
Dunia sudah parah, jadi di mata sang Dokter, pasangan beda generasi ini malah kelihatan lebih "normal" dibandingkan keadaan di luar sana.
Apalagi mereka berdua kelihatan sekali sudah lama menantikan kehadiran sang buah hati. Bagi Dokter yang sering menerima permintaan ****** itu pun sudah cukup menjadi alasan sekaligus penyemangatnya bahwa masih ada yang namanya 'cinta' di dunia ini, bukan hanya sekedar nafsu belaka.
Hari-hari bahagia pun dilewati Malih dan Riri sampai akhirnya Riri diperbolehkan pulang. Datanglah sang anak ke rumahnya.
Anaknya diberi nama Mariana Septiani Kusumadewi. Nama indah yang sudah disepakati mereka berdua.
Mbok Ratih tentu membantu Riri merawat bayinya karena dia sudah berpengalaman. Mbok Ratih nampak begitu menyayangi Ana, entah kenapa dia merasa menjadi nenek dari Ana padahal dia bukan siapa-siapa Riri.
Namun tentu Riri menyadarinya dan bilang kalau Mbok Ratih sudah dianggap seperti ibunya jadi tak apa-apa kalau dia menganggap Ana sebagai cucunya.
Kini rumah Riri pun menjadi ramai, ramai karena suara tangisan bayinya. Rumah yang sudah lama sepi sunyi karena hanya ada Riri dan Mbok Ratih kini menjadi merasa 'hidup' kembali semenjak kedatangan Malih dan lahirnya Ana, bagi Riri.
Keluarga, arti kata itu kembali dia rasakan, bedanya, sekarang ini adalah keluarganya. Perannya bukan lagi sebagai anak, tapi melainkan menjadi istri bagi suaminya, dan ibu bagi anaknya.
Suami istri yang tengah berbahagia itu benar-benar menyayangi anak mereka. Tengah malam anak mereka terbangun, mereka sama sekali tidak merasa terganggu.
Tidak ada saling lempar jawab atau jadwal bangun malam untuk sang bayi. Jika Riri bangun duluan, Riri tinggal berbisik ke Malih kalau dia tak usah bangun, begitu pun sebaliknya dengan Malih.
Tapi biasanya Riri secepatnya bangun karena dia agak kasihan juga kalau Malih sering bangun malam, karena suaminya itu kan sudah 'tua'.

Semenjak mempunyai anak, Malih sering bermimpi.
Mimpi indah tentunya, dimana dia, Riri, dan Ana selalu bersama-sama.
Tapi tiba-tiba, mereka berdua menjauh, Malih pun berusaha menggapai mereka tapi malah semakin menjauh sampai dia berteriak memanggil mereka tapi mereka nampaknya tidak mendengarnya.
"Pah !! Pah !!!".
"Ana !! Maaah !!! Hhhhh", teriak Malih.
"Pah, kenapa ?!", ujar Riri agak panik.
"Papa mimpi buruk, Mah....hhh".
Malih mengatur nafasnya agar tenang. Riri pun tersenyum dan menarik kepala Malih ke arah dadanya. Wajah tua itu pun terbenam di antara kedua buah payudara mulus nan sekal milik Riri.
Payudara Riri semakin 'mengundang', mungkin karena dia menyusui makanya ukuran payudaranya membesar.
Harum dan hangat sekali daging kembar milik istrinya ini, Malih menjadi merasa nyaman.
"Papa mau minum?". Tanya Riri. Malih mengangguk.
"Sebentar, Pah".
Riri kembali dengan membawa segelas air putih. Malih meminumnya seperti orang yang sangat kehausan.
"Hahhh...hhehh...makasih Mah", Malih kelihatan sudah bisa menenangkan diri.
"Udaah Pah...tenang....itu cuma mimpi aja kok....".
"Iya, Mah...sekarang udah agak tenang kok".
"Kalau gitu Mamah bantu bikin lebih tenang deh".
Riri pun melepaskan gaun malam babydollnya. Berdirilah ia dengan tidak ada sehelai benang pun menutupi tubuh mulusnya yang sekarang sangat padat berisi setelah melahirkan, di depan pria tua yang sudah resmi jadi 'teman seranjang'nya itu.
Malih tersenyum dan menarik tangan istrinya untuk mendekat. Anna sedang tertidur lelap di kamar sebelah sehingga sepasang suami istri beda generasi itu pun bisa leluasa saling melampiaskan nafsu mereka, bersetubuh dengan penuh romansa sekaligus birahi membara.
Dengan istri yang masih muda, putih mulus, dan cantik seperti Riri tentu tak heran kalau Malih benar-benar terbakar nafsu.
Pria tua itu menggeluti setiap jengkal tubuh mulus istrinya yang masih muda tanpa terlewati. Ia cium dan jilati setiap sentinya. Tubuh gadis muda yang sudah tergolek pasrah di ranjang adalah miliknya, pikir Malih.
Properti miliknya yang sudah dijebol pertahanannya sehingga memiliki anak, itulah yang dipikirkan Malih baru-baru ini. Memang awalnya dia merasa tak enak karena seperti menggunakan mantan nona mudanya itu untuk melampiaskan nafsu binatangnya saja.
Tapi nona mudanya itu selalu meyakinkan kalau dia benar-benar mencintainya. Dan akhirnya sang nona muda pun membuktikannya dengan melahirkan keturunan Malih.
Betapa bahagianya bagi seorang pria lansia seperti Malih bisa memiliki anak dari seorang gadis muda nan cantik yang sebenarnya masih berstatus mahasiswi seperti Riri. Benar-benar mimpi jadi kenyataan.
"Mah...bikin dedek buat Ana yuuk....", bisik Malih seraya asik bermain-main dengan kedua 'daging kembar' milik istrinya yang cantik itu.
"Yang banyak, Pah...nyiram pejunya....biar jebol lagi...hehehe", bisik Riri nakal.
"Pastii, Mah...sampai banjir deeh....", balas Malih sebelum mulai mencumbui Riri dan menggeluti tubuh mulus istri cantiknya itu di malam yang sunyi.
Namun, jauh di bawah perasaannya, Malih tahu bahwa mimpi tadi mempunyai maksud yang ia sendiri langsung menyadarinya.
Riri tersenyum bahagia melihat bidadari kecilnya tertidur pulas di tempat tidurnya.
Dia sekarang seorang istri dan ibu yang bahagia.
Lengkap sudah keinginannya dengan hadirnya Ana, hasil dari 'kerajinan' persenggamaannya dengan pria tuanya yang ia cintai itu yakni, Malih. Ia pun sudah berencana untuk mempunyai anak kedua bersama Malih.
Gadis cantik itu memang sudah mantap dan yakin untuk menyediakan tubuhnya terutama rahimnya sebagai tempat 'pabrik anak' bagi Malih, seorang kakek tua yang dulunya hanya seorang tukang sampah.
"Mah...Papah berangkat dulu yaa...", pamit Malih mengenakan seragam birunya.
"Bentar, Pah. Ini gimana ?", goda Riri sambil mengguncang-guncangkan kedua buah payudaranya yang kini bertambah bulat dan besar itu.
"Hehehe....lupa...".
"Yaudah...sinii....", Riri duduk di tepi ranjang dan menepuk-nepuk pahanya.
Malih pun langsung tidur terlentang dengan menaruh kepalanya di kedua paha mulus sang istri. Riri agak merundukkan tubuhnya sehingga kedua payudaranya mulai menggantung ke bawah.
Dengan sigap bagai ikan yang melihat umpan, Malih langsung 'menyergap' puting susu Riri dengan mulutnya.
Riri tersenyum melihat suaminya yang sudah 'expired' itu mulai mengenyot puting kanannya, dan mulai terasa geli-geli nikmat di payudara kanannya.
Cairan hangat terasa mengalir dari 'kemasan' susu miliknya menuju sumber sedotan, yakni mulut Malih yang menyedot putingnya dengan bertenaga.
"Glekkk...glekk...", Malih meneguk beberapa kali.
Ya, sudah tugas Malih untuk 'mengosongkan' ASI istrinya itu tiap pagi.
"Habisin yaa Pah...biar nggak ngantuk nanti....hihihi", ujar Riri seraya mengelus-elus 'bayi tua'nya itu yang sedang asik mengenyot puting kanan dan kirinya bergantian.
Daripada dia memompanya lalu menaruhnya di kulkas untuk Ana nanti, lebih baik ASInya dihabiskan suaminya sehingga Ana nanti mendapatkan ASI yang benar-benar segar karena produksi Riri sangat baik dan selalu cukup tersedia di buntalan daging kembarnya yang putih mulus itu.
"Hmmm...segaar....", ucap Malih setelah dia merasa susu segar istrinya sudah habis dari sumbernya.




'Air Mancur' Untuk Sang Kekasih Tua

"Pulangnya jangan malem-malem ya, Pah...."
"Iya, Mah....semoga dapetnya banyak ya hari ini...".
"Iyaa, Pah...jangan lupa...nanti ini di tengokkin yaah....", balas Riri nakal, menggigit bibir bawahnya seraya membuka kedua paha mulusnya lebar, agar suaminya itu dapat melihat ke daerah intimnya.
"Ooh...tenang Mah...kalau yang itu mah, Papah nggak bakal lupa nengokin...hehehe...."
"Yaudah...ati-ati ya, Pah", Riri mencium suaminya.
Malih pun berangkat, masuk ke dalam mobil. Memang baru beberapa minggu ini, Malih menjalani pekerjaan barunya.
Setelah ia yakin, Ana dan Riri sudah bisa ditinggal sebentar setiap hari.
Ya, ia bekerja sebagai supir taksi, ia juga mendaftar sebagai jasa angkutan online, tentu diajari Riri terlebih dahulu.
Sebenarnya Riri sudah bilang, kalau Malih tidak perlu bekerja.
Namun, Malih merasa tidak percaya diri jika tidak bekerja karena statusnya sekarang adalah ayah dari seorang anak dan suami dari seorang gadis cantik, jadi ia memutuskan untuk bekerja.
Ya pasti akhirnya Riri mendukung suaminya namun selalu berpesan hati-hati karena umurnya dan banyak kejahatan terhadap supir taksi.
"Pak Malih....mata masih seger ?".
"Iyaa, Dek Sofyan...masih seger mata..masih terang untuk ngeliat jalan....".
"Wah hebat, Pak. Kalau malem, Pak?".
"Masih bisa juga, Dek...".
"Waah, rahasianya apa, Pak? Padahal Pak Malih kan udah lumayan berumur", sedikit ledek Sofyan.
"Hmm...saya juga kurang tau...mata saya masih segar aja....".
"Jangan-jangan Pak Malih punya obat awet muda nih", celetuk Warjo.
"Obat awet muda? Maksud lo bini muda ? Hahahaha !!!", tambah Parman.
"Ah ya nggak mungkin, Dek Parman. Saya udah tua beginii, mana ada yang mau...apalagi bini muda..".
"Yaa siapa tau, Pak Malih. Lebih beruntung dari kita-kita...punya bini udah tua n gembrot...".
"Iya, abis Pak Malih tiap hari keliatan seger dan semangat terus...yang udeh-udeh sih...cuma temen gue yang punya bini muda...yang seger tiap hari...kalo kayak kita mah anyep...hahahahaha".
Kalau mereka tahu, bisa gawat, pikir Malih. Pasti mereka tidak ada yang menyangka bahwa ada seorang gadis yang begitu cantik seperti bidadari menunggunya di rumah. Untungnya percakapan tersebut tidak menjadi lebih dalam, sepertinya hanya sekedar candaan biasa.
Padahal, Malih sangat mungkin bisa menyombongkan dirinya yang tadi diledek. Pasti kalau mereka melihat foto yang ada di dompet Malih, mereka semua langsung terdiam dan melongo.
Foto Malih bersama Riri dengan menggendong bayi mereka, Ana. Mereka tidak tahu saja kalau pria tua yang baru saja mereka ledek memiliki istri yang masih muda dan begitu cantik seperti bidadari, bahkan sampai punya anak dengannya.
Tapi, entahlah, Malih merasa tidak enak kalau sampai orang lain tahu bahwa Riri bersuamikan dirinya yang sudah tua dan dahulunya hanya tukang sampah.
Hari sudah malam, Malih pun kembali ke pool nya. Mengembalikan taksi dan uang setorannya dan pulang ke rumah, menemui istri tercinta dan anaknya.
"Eh....Papah udah pulang....", sambut Riri langsung memeluk Malih.
Dicumbunya pria yang sudah keriput itu, mereka asik bertukar ludah saat itu juga.
Hmm.....siapa yang tak kangen rumah kalau punya istri cantik yang tahu betul cara 'menyapa' suaminya yang baru pulang kerja.
Riri suka sekali berganti-ganti kostum untuk menyambut Malih yang baru pulang narik taksi. Kostum-kostum seksinya cukup banyak.
Hari ini dia sedang mengenakan kostum maid ala cosplay Jepang. Digenggamnya kedua bongkahan pantat sekel istrinya itu.
"Ana mana ?".
"Udah bobo, Pah....".
"Oooh....".
"Mau minum apa, Pah ? Kopi, teh, atau.....susu....", goda Riri sambil menggoyang-goyangkan payudaranya.
"Kopi aja, Mah....".
"Okee...Pah tunggu dulu ya....".
Riri pun ke belakang dan Malih duduk di sofa. Dia tak menyangka hidupnya akan nikmat dan nyaman seperti sekarang. Hidup yang membuatnya tak menyesal masih hidup sampai umur sekarang.
"Ini...Pah....kopinya...."..
"Srrrppphh....", seruput Malih.
"Kayaknya ada yang kurang, Mah...".
Riri tersenyum genit. Dia mendekatkan kopi sang suami, dan lalu menekan payudara kirinya.
"Naaah ini baru pas susunya.....", ucap Malih setelah menyeruput kopi yang sudah ditambah 'susu murni' istri cantiknya itu.




Riri Memerah ‘Sari Pati Murni’ Untuk Suaminya



"Hihihi...bisa ajaa Papah....sini dibukain sepatunya".
"Jangan Mah....biar Papah sendiri aja....".
"Hushh..udah...biasanya juga dibukain sepatunya....".
Sampai saat ini, Malih masih tak enak jika Riri membukakan sepatunya. Selain terkesan kalau dia 'memperbudak' si dara cantik itu, satu hal lagi yang membuat Malih tak enak.
"Ccpphhh...ccpphh....".
"Aduuhh....Mah...nggak usah....".
"Mmmm.....", Riri hanya bergumam sedikit sambil tersenyum karena dia sedang sibuk mengemut jempol kaki Malih.
Riri memang selalu membersihkan kedua kaki Malih dengan mulutnya sampai kaki Malih berlumuran liur si dara nan cantik jelita itu sebelum akhirnya dibasuh dengan handuk hangat yang memang sudah ia siapkan. Itulah faktor utama yang membuat Malih tidak enak.
"Papah pasti laper....bentar Mamah ambilin makan malem yaa...".
"Makasih, Mah...".
Malih begitu beruntung bisa memperistri gadis muda yang begitu cantik seperti Riri ditambah dia sangat tahu bagaimana 'memanjakan' suami.
Mata Malih berbinar terang ketika Riri kembali. Istrinya itu sudah telanjang bulat, tubuhnya yang putih mulus dan padat berisi itu benar-benar pemandangan yang bisa menghilangkan lelah dan stres seketika.
"Nih, Pah...makanannya....".
"Kamu....emang sempurna, Mah.....", puji Malih sebelum membenamkan wajahnya di selangkangan istrinya yang bersih dan harum itu.
"E...eeh...Pah...ntar makanannya jatuh niiih....", protes Riri manja.
Tiada bosan dan penuh kekaguman, itu yang selalu dirasakan Malih ketika melihat istrinya itu sudah bugil karena memang begitu putih mulus dan montok.
Apalagi ditambah setelah melahirkan, kedua buah payudara Riri semakin berisi dan membusung. Riri pun menyuapi Malih sambil menemaninya nonton televisi.
Tidak ada yang lebih nikmat selain makan ditemani dara cantik seperti Riri yang tidak mengenakan sehelai benang pun. Sambil makan, Malih bisa leluasa menggerayangi istrinya itu.
"Ahhh...kenyaaang.....". Riri tersenyum sambil mengusap-usap perut Malih.
"Mamah nggak makan ??"..
"Udah sihh....tapi Mamah laper lagi....".
"Yaudah sini Papah gantian suapin....masih ada kan di belakang ??".
"Eeh...bukan laper itu....Mamah lapernya.....peju Papah....", bisik Riri menggoda Malih dengan ucapan mesum. Malih langsung tersenyum cabul kepada Riri.
"Kyaaah.....", teriak Riri manja karena langsung ditindih suami 'reyot'nya itu.
Cekikikan, lenguhan, dan desahan manja Riri memenuhi ruang santai rumahnya. Pria 'antik' itu asik menggeluti tubuh mulus sang istri dan menggumulinya di ruangan itu.
Tidak ada yang bakal tahan kalau berdekatan dengan gadis cantik seperti Riri, apalagi sudah bugil. Tak heran Malih menggerayangi Riri dengan penuh nafsu.
Mereka bersenggama di ruang santai dan dapur sebelum akhirnya masuk ke dalam kamar.
"Hhh.....Papah mau mandi dulu..uuhhh???", Tanya Riri ngos-ngosan karena baru selesai disetubuhi suaminya untuk yang ketiga kalinya.
"Nggak usah, Mah....langsung tidur aja kita....",
"Iyaah....".
Mereka sudah berpeluh keringat meskipun ac kamar menyala, tapi tidak berasa bagi sepasang suami istri beda generasi itu karena baru saja selesai menuntaskan hasrat birahi yang menghangatkan tubuh mereka.
Mereka tidur berpelukan dalam keadaan telanjang. Si kakek tua yang sudah keriput memeluk erat tubuh putih mulus sang bidadari cantik itu.
Mereka berdua berharap kalau persenggamaan mereka sekarang akan membuat adik untuk Ana. Kantung zakar Malih sudah kering dan kosong karena isinya sudah di 'depositkan' ke dalam rahim istrinya.
Lelaki mana yang tidak rajin 'berkembang biak' jika istrinya secantik dan semulus Riri. Sungguh mimpi yang menjadi nyata bagi Malih.

Namun, memang sesuatu yang baik tidak berlangsung lama. 3 bulan kemudian, Malih jatuh sakit. Dia sudah tidak bisa bangun dari tempat tidur.
Dengan telaten, Riri merawat Malih sementara Ana dijaga Mbok Ratih dulu.
"Pagi, Papah sayang", sapa Riri mesra dan mengecup pipi Malih yang sepertinya masih tertidur.
Riri bangun dari tempat tidurnya dan mencepol rambutnya.
"Gimana, non...keadaan Pak Malih ?", tanya Mbok Ratih.
Dia sebenarnya agak bingung juga memanggil Malih karena yang tadinya sama-sama bawahan Riri sekarang Malih menjadi majikannya semenjak mengawini dan menghamili Riri, tapi Mbok Ratih memang tidak terlalu mempermasalahkan hal itu dari awal.
Riri hanya menggeleng lesu saja, tidak berkata-kata. Memang sudah 3 bulan lebih, Malih sakit parah sampai tidak bisa bergerak, untuk berbicara pun sudah sangat susah.
"Mau saya bikinin sarapan, non ?".
"Nggak apa-apa, Mbok. Biar saya aja...Ana udah bangun ?".
"Belum, Non...".
"Ooh...".
Riri berjalan, jalannya lemas dan lesu. Dia masuk ke dalam kamar Ana, mengecup dan mengelus kepala anaknya itu.
"Ana...doain Papah sembuh yaa...", bisik Riri.
Ibu muda nan cantik itu kembali ke dapur dan mulai membuat sarapan.
"Nnnnggggg......". Riri segera bergegas ke kamarnya.
"Oh Papah...udah bangun yaa....".
"Mau pipis ?".
"Nnngg....".
Riri sigap mengambil semacam botol yang memang untuk menampung air seni Malih.
"Crrr......". Tanpa jijik, Riri memegangi penis suaminya itu dan mengarahkannya ke botol.
"Abis ini....kita sarapan yah, Pah....".
"Cclpphhh...cllpphhh...", seakan tak mau repot, Riri langsung mengulum penis suaminya itu untuk mengeringkan sisa air seni yang tersisa.
Dia sama sekali tidak jijik, meskipun masih tersisa air seni di lubang kencing suaminya itu. Benda tumpul inilah yang selama ini 'menghidupi' gadis cantik itu.
Sumber sperma satu-satunya selama beberapa tahun belakangan ini yang dimiliki Riri.
Entahlah, mungkin bagi gadis cantik itu, sperma bahkan air seni Malih sudah seperti minuman 'berkalori' yang membuat tubuhnya menjadi segar, jadi tak heran, Riri malah keliatan asik mengulik lubang kencing suaminya yang sudah 'berkarat' itu.
"Mamah balik ke dapur dulu yaa...nanti panggil aja yah, Pah....".
Bulir air mata sedikit meresap keluar dari sudut mata Riri seiring meninggalkan kamar. Gadis cantik itu tak hentinya meneteskan air mata sambil tetap memasak sarapan.
Dia tidak bisa fokus, dia merasa tak punya gairah hidup lagi. Seperti burung yang kehilangan pasangannya.
Riri bukan gadis bodoh, tentu dia tahu kalau sudah seperti ini, akhirnya akan berujung seperti apa.
"Pah....sarapannya udah jadii.....", ucap Riri penuh gembira.
Baju tidurnya sudah ditanggalkannya, tubuh putih mulusnya yang padat berisi itu tidak tertutup apapun. Dia mendekati Malih dengan bugil.
Riri tak mau menyerah, dia ingin suaminya itu berjuang untuk sembuh.
"Ayoo...kita sarapan, Pah...".
Dengan penuh kasih sayang, Riri pun menyuapi suaminya itu. Riri menarik tangan Malih dan menempelkannya ke payudaranya.
"Cepet sembuh yah, Pah....ini udah lama nggak ada yang remes-remes.....", bisik Riri manja.
"Mamah tau.....nanti kalo Papah udah sembuh....Mamah bakal bujuk Diana....supaya mau jadi istri kedua Papah....".
"Terus kita bisa bikin dedek bareng deh ama Diana.....pokoknya nanti Mamah sama Diana bakalan bikin burungnya Papah lemes tiap hari...hihihihi", bisik Riri begitu cabul.
Dia memang selalu sengaja merangsang suaminya itu agar Malih tidak menyerah dan tetap berjuang untuk hidup. Bahkan setiap hari, Riri rutin striptease di depan Malih yang tak berdaya itu.
Gerakan-gerakan tarian yang begitu sensual dipelajari Riri untuk memperkuat daya juang Malih. Beberapa kali, Riri juga mencoba untuk mengulum kemaluan Malih, tapi tentu tidak bisa mengacung tegak dan tidak bisa sampai ejakulasi.
Riri juga selalu bertelanjang ria di dekat Malih seperti biasanya, setiap hari, Riri selalu bugil sembari menyuapi makan Malih, tidur di samping Malih setiap malam, dan membasuh badan Malih dengan air hangat, bahkan setelah membersihkan Malih setelah BAB dengan air dan sabun, Riri dengan senang hati membersihkan lubang pantat Malih dengan lidahnya.
Wajahnya dibenamkan dalam-dalam ke selangkangan suaminya itu, demi untuk mempertahankan semangat hidup Malih.
Tiba-tiba, Malih bergerak perlahan mengangkat tangannya dan menunjuk ke lampu tidur yang ada di meja samping tempat tidur mereka.
"Kenapa, Pah....ada apa, Pah....".
Seakan seperti sudah menjadi satu pikiran dengan Malih. Riri pun mengangkat lampu tersebut dan ada secarik kertas tertindih di bawahnya.
Sejenak Riri membaca, air matanya langsung mengalir keluar dari matanya dan dia menutup mulutnya, tak kuasa menahan rasa sedih dari kata-kata Malih yang ada di surat itu.
 
Terakhir diubah:
Holiday Challenge After Story 4 : Riri, Berkembang Biak Dengan Veteran

Part 06 of 06

"Non Riri....
Saya nggak tahu harus bilang apa.....
Mungkin....pertama...saya mau bilang terima kasih yang sebesar-besarnya....
Saya nggak menyangka....di umur saya yang udah uzur....
Saya bertemu dengan non Riri....
Pertama kali bertemu non Riri sehabis lari pagi....saya benar-benar kaget....
Kenapa tiba-tiba ada gadis muda yang begitu cantik mengajak ngobrol saya...bahkan sampai memberikan saya makan dan minum....
Jujur...saat itu, saya sama sekali tak berpikir macam-macam ke non Riri....
Saya cuma berpikir hari itu saya beruntung diberi rezeki makan dan minum....
Dan dalam hati saya....hari itu benar-benar berkesan sekali....
Tapi ternyata saya salah.....hari itu adalah hari pintu mimpi yang terbuka buat saya....
Saat kejadian non Riri pertama kali mengizinkan saya menyentuh tubuh non Riri...saya pikir itu adalah mimpi sehingga saat itu saya yang sudah lama tidak pernah menyentuh tubuh wanita lagi hanya mengikuti insting saya....
Tapi ternyata itu bukan mimpi.....makanya saya langsung meminta maaf ke non Riri....
Saya benar-benar kaget dan tidak percaya saat non Riri bilang tidak apa-apa bahkan ingin mengulanginya lagi....
Saat itu saya bingung...kenapa ada gadis muda secantik non Riri tidak keberatan dan malah senang digerayangi oleh saya yang hanya seorang tukang sampah yang sudah tua renta....
Tapi non Riri selalu bilang bahwa mencintai saya dan menyukai saya apa adanya tanpa memandang status dan umur....
Tentu saya juga sangat suka dengan non Riri....tidak mungkin saya tidak suka dengan gadis cantik seperti non Riri....
Saya hanya merasa tidak pantas karena saya dari golongan hina dan sudah tua bangka...
Sebenarnya saya merasa tidak enak kalau non Riri bermanjaan dengan saya di tempat umum....
Saya takut non Riri dituduh yang nggak-nggak kalau ada kenalan non Riri yang melihat...
Non Riri malah marah kalau saya minta non Riri perlakukan saya sebagai supir saja kalau di tempat umum.....
Tapi memang semenjak non Riri mengangkat saya sebagai supir, saya seperti hidup di dunia mimpi....
Saya bisa bermesraan dengan non Riri yang seperti bidadari setiap hari dan saya bisa makan normal bahkan sampai 3x sehari...
Dan saya mau minta maaf tentang saya yang khilaf sewaktu di villa non Lina....
Saya benar-benar kalap sampai menyuruh non Riri untuk ditiduri 2 orang sekaligus....
Saya benar-benar khilaf....saya mohon maaf sebesar-besarnya.....
Malah non Riri membalas saya dengan mengizinkan saya ngamar dengan neng Diana....
Saya benar-benar bingung....apakah saya harus senang atau takut saat itu
Takut karena saya nggak mau melukai perasaan non Riri....
Non Riri bahkan sampai rela dihamili oleh kakek tua seperti saya...
Singkat kata,
Saya ingin meminta maaf karena tidak bisa membalas kebaikan non Riri yang begitu banyak.....
Saya hanya bisa mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya untuk non Riri....
Karena non Riri adalah bidadari terindah seumur hidup saya....
Terima kasih, non Riri....
Penghujung usia saya begitu indah karena non Ririku tersayang.
Semoga non Riri mendapatkan suami yang baik dan rupawan ke depannya....

Salam,
Malih
Catatan :
Non, saya titip anak kita, Ana.
Maaf saya nggak bisa nepatin janji saya membesarkan Ana sampai dewasa bersama non Riri
Papah selalu cinta, kagum, dan memuja non Riri, istriku tersayang."

Riri tidak bisa membendung air matanya.
Dia menangis sejadi-jadinya sambil memeluk Malih. Tetesan air mata juga mengalir dari ujung kedua mata Malih.
"Ee...ee...".
Riri langsung terdiam.
"Te....te...rima.....kasih.....non...Ri..rr....Ri...", ujar Malih pelan dan susah.
"Terima kasih juga....Pak Malihku...sayang....". Di dalam momen kesunyian itu, Riri seakan bisa mendengar nafas terakhir Malih.
"Selamat jalan sayangku.....semoga Papah...tenang di sana.....".
"Jangan cari bidadari di sana.....cuma Mamah yang boleh jadi bidadari Papah.....", bisik Riri ke Malih yang sudah meninggalkan dunia ini.
Riri pun menangis kencang dan tersedu-sedu. Mbok Ratih sebenarnya juga khawatir ingin melihat keadaan nonanya itu, tapi dia memilih untuk membiarkan nona majikannya itu mendapatkan momen terakhirnya dengan Malih.
Dan anehnya, Ana pun ikut menangis bersamaan dengan tangisan Riri sehingga Mbok Ratih fokus menenangkan Ana. Riri benar-benar sedih dan terpukul dengan kepergian Malih.
Meski di saat terakhir, Riri sudah merelakan Malih tapi tetap saja, gadis cantik itu merasa hampa dan tidak bersemangat hidup sama sekali.
Yang ada di pikirannya hanyalah malah ingin cepat menyusul Malih. Bahkan Diana pun ketika mendengar kabar, langsung datang ke rumah Riri dan menginap beberapa hari untuk membujuk Riri agar mau makan dan beraktifitas normal.
Yah setidaknya, adanya Diana bisa membujuk Riri untuk makan meski hanya beberapa sendok saja. Momen dimana saat Riri kembali sadar adalah ketika tangan Ana menyentuh pipi ibunya itu. Tatapan kosong Riri seakan langsung terfokus ke Ana.
Ana adalah buah hatinya bersama Malih, dia sadar bahwa tak bisa seperti ini terus. Dia harus kuat demi merawat Ana karena janjinya kepada suaminya itu. Riri berterima kasih kepada Diana karena menemaninya di masa depresi panjang itu.
Setelah itu, Riri menata hidupnya lagi. Dia harus maju ke depan. Langkah pertamanya adalah menghubungi orang tuanya. Dia menceritakan semuanya ke ayahnya serta ibu tirinya. Tentu awalnya mereka kaget bukan kepalang karena mengetahui kalau Riri sudah mempunyai anak.
Mereka tak menduga kalau anak mereka bersuamikan seorang pria tua yang profesinya adalah tukang sampah. Tapi kedua orang tua Riri tak mau ambil pusing, mereka menerima keadaan putri dan cucu mereka.
Langkah selanjutnya, Riri meneruskan kuliahnya, sementara Ana dirawat oleh ayah dan ibu Riri yang sementara sedang pulang. Mereka bahkan terlihat sayang sekali dengan Ana.
Riri sendiri berusaha sekuat mungkin untuk mengakrabkan diri dengan ibu tirinya sampai akhirnya menjadi sebuah keluarga yang utuh kembali.
Di kampus, Riri pun berusaha sekuat mungkin untuk mengejar ketertinggalannya di perkuliahan. Tentu tidak seangkatan lagi dengan teman-temannya.
Meski kampus yang sama, namun Riri sama sekali tidak melihat Lina, Intan, dan Moniq. Dia berpikir mereka sudah lulus duluan dan tidak mau ambil pusing. Diana pun masih sering ke rumah Riri untuk menjenguk Ana.




Riri Menata Hidup Kembali Meski Tak 'Berpenghuni'



Usai lulus kuliah dengan IPK tertinggi yakni 4.0, ayah Riri menawari posisi CEO untuk anak perusahaannya yang ada di dalam negeri, sebagai hadiah kelulusan dan usahanya untuk menjalin hubungan dengan ibu tirinya.
Namun, Riri menolak. Dia mau bekerja di perusahaan ayahnya namun dari bawah, dari level staff.
Riri adalah perempuan pintar, dengan menggunakan program pengembangan manajemen yang ada di perusahaan itu, dalam waktu 3 tahun saja, dia sudah dipercaya sebagai kepala divisi di perusahaan itu.
"Gila tuh si Bu Riri ya....".
"Kenapa ??? Kesel ama dia ??".
"Anjiir...mana bisa kesel ama bos cantik gitu...hehehe".
"Lah lu terus kenapa ??".
"Nggak bingung aja....dia kan anaknya bosnya CEO kita...tapi kenapa dia mulai dari staff dulu ya....udah gitu proses masuk kayak orang biasa lagi....".
"Yaa kan ada aja yang kayak gitu...pengen nunjukkin kemampuannya sendiri....".
"Keren banget berarti dia ya…udah cantik terus nggak manja…emang bener-bener tuh kadiv kita....pantes pada betah.....udah pinter, cantik, baik lagi.....".
"Kayaknya lo kesemsem sama Bu Riri yah??".
"Iyaalaah....emang lo nggak??".
"Iya juga sih....hahahaha".
"Udah gitu masih single lagi...beniing....kalo jadi bini...gue kekepin tiap hari dah tuh si Bu Riri.....".
"Ja elah....Kadiv kayak Bu Riri mah nggak level ama kita, Jo....".
"Ya kali aja....lagi hoki kita...hehehehe".
"Eh....pada ngomongin saya ya.....", tiba-tiba Riri masuk ke dalam pantry.
"Ee..hhh...Ibu....", kedua pegawai itu langsung salah tingkah.
"Ngomongin apa hayoo???".
"Ah nggak...Bu...".
"Tadi saya denger....mau jadi suami saya??", tantang Riri sambil sibuk membuat kopi.
"Ah...becanda aja, Bu....".
"Beneran juga gak apa-apa...".
"Serius, Bu.....".
"Iyaa....tapi listnya panjang lho....", goda Riri
"Gak apa-apa, Bu. Asal masih ada kesempatan, Bu...hehehehe".
"Kamu juga, Bud ??".
"Ikut aja saya, Bu...".
"Tapi mesti tahan ama saya....".
"Tahan diomelin, Bu?? Siap itu mah.....diomelin sama ibu mah malah nagih, Bu....hehehehehe".
"Bisa aja kamu, Jo. Itu juga siih....tapi ada satu lagi....".
"Apa, Bu ?".
"Tahan lama-lama di kamar ama saya....", jawab Riri sambil mengedipkan matanya nakal.
"Aduuh...Bu...jadi ngilu kita....".
Riri cuma membalas dengan senyuman.
"Udah...kerja kerja....nanti saya buat ngilu beneran...baru tau rasa", tantang Riri nakal, dia menggerakkan lidahnya dan menekan-nekan pipinya sehingga seperti sedang melakukan ‘blowjob’ dengan mulutnya kemudian memeletkan lidah dan sambil meloyor pergi membawa kopinya.
"Anjrriiitt, broo.....beuh kalo bukan di kantor...udeh gue tegrep dah tuh Bu Riri....".
"Gue kira cuma boong doang anak-anak....ternyata Bu Riri....bisa diajak becanda mesum juga....".
"Beuuuh makin gemes aja gue....".
Sebagai seorang bos, tentu Riri tak lepas dari meluapkan marahnya ke timnya jika ada masalah.
Namun, biasanya 1 hari setelah itu, dia mengumpulkan semua timnya lalu meminta maaf di depan mereka semua dan membelikan makanan jadi timnya pun merasa tidak enak kalau sampai Riri marah.
Di tim wanita, Riri terkenal royal. Kadang tak jarang dia membelikan beberapa pegawai wanitanya barang-barang bermerk seperti tas, sepatu, aksesoris, dan lain-lain.
Apalagi di tim pria, Riri terkenal sebagai orang yang supel. Dan yang paling membekas di tim pria karena Riri bisa diajak bercanda nakal dan agak-agak jorok, tentu masih dalam batas wajar di kantor seperti barusan.
Perform timnya pun jadi lebih tinggi dibandingkan tim lainnya. Bahkan tingkat turn over karyawan di divisinya hampir 0%.
Beberapa resign karena pindah ke luar kota atau memang mendapatkan posisi yang lebih baik. Timnya pun kadang tak sungkan mengajak Riri berkumpul, baik yang wanita terlebih lagi pria.
Kebanyakan tim prianya banyak yang modus dikarenakan status Riri yang masih single.
Banyak sekali yang mendekati Riri, dari pria single, anak baru, bahkan sampai pria beristri pun ada yang mendekatinya karena Riri hanya menolak halus saja sehingga beberapa pria mungkin beranggapan bahwa Riri sedang mengetes mereka.
"Mamah pulaang !!".
"Mamah mamah....", seorang anak kecil lucu berlari ke arah Riri.
"Mah...Mah....tadi aku....belajar baca sama Mbok.....".
"Oh iyaa? Coba Mama pengen tahu....".
"Ini, Mah....tadi Ana belajar ini....
Ini Budi...
Ini Bapak Budi...."
"Wiih hebat kamu....pinter emang anak Mamah....".
"Iyaa doong hehehe".
Sepertinya kepintaran Riri menurun ke Ana. Umur 3 tahun sudah pintar berbicara. Usianya sekarang 4 tahun setengah bahkan sudah bisa membaca.
"Mbok....istirahat sana....kasian dari pagi udah beres-beres rumah".
"Non Riri nggak mandi dulu ?".
"Oh iya...yaudah....Ana sama Mbok dulu ya....Mamah mau mandi dulu....".
"Iyaa, Mah...".
Riri, seorang perempuan cantik berusia 27 tahun, seorang kepala divisi suatu perusahaan, status single mom. Kulitnya putih mulus dan wajah yang cantik bagai bidadari. Selesai mandi, Riri pun bermain dengan Ana.
Menemaninya belajar membaca, bernyanyi, sambil makan malam dan menyuapi Ana.
Baginya, tidak ada yang lebih menyenangkan daripada momen dengan anaknya. Anak dari hasil percintaannya dengan mendiang Malih, seorang kakek tua yang baik hati.
Malam pun semakin larut, terdengar senandung merdu dari kamar Ana. Riri sedang menina bobokan anaknya yang nampaknya juga akan tumbuh sama cantiknya dengan Riri.
"Good night, my princess...sleep tight....
May you have a good future up ahead
Don't ever give up....
No one will lend you a hand
Unless you show your kindness before.....
Grow into a strong and kind girl, my love....", bisik Riri ke Ana yang sudah tertidur.
Kecupan sayang Riri ke kening Ana sebelum menyelimuti anaknya tersayangnya itu.

Riri meregangkan tubuhnya setelah ke luar kamar Ana. Dia memang mendidik anaknya untuk mulai tidur sendirian agar Ana tidak menjadi anak manja.
Tapi Riri juga punya tempat favorit sendiri untuk tidur.
"Ckkllkk....".
"Udah lama nunggu yaah.....", ujar Riri dengan suara yang begitu manja.
"Maaf ya....tadi boboin si Ana dulu.....".
Riri berjalan sensual sambil melucuti pakaian tidurnya. Tubuh putih mulusnya pun terbebas dan mendekati tempat tidur.
"Belum tidur kan?".
"Awas aja....kalo tidur duluan.....".
Riri pun naik ke atas tempat tidur lalu merayap naik di atas badan yang sudah tidur terlentang di kasu itu.
"Kangen.....", gumam Riri manja sebelum mencium 'lawan'nya itu.
"Ccppph...ccppphh...".
Riri mencumbui dan menjilati pasangannya itu.
"Met bobo, Pah....", bisik Riri setelah memposisikan dirinya tidur di samping dan menarik tangannya itu untuk memeluk tubuh mulusnya yang telanjang itu.
Papah itu bukan suami baru Riri, tapi ya benar....itu adalah Malih....lebih tepatnya mayat Malih....
Tanpa sepengetahuan orang lain, Riri tidak menguburkan Malih. Dia mengawetkan Malih dan menyimpannya di kamar khusus dengan bantuan kenalannya.
Ya, Riri memang bisa move on tapi ternyata memang tidak bisa pisah dengan Malih.
Dia 'mencuri' mayat Malih untuk diawetkan. Bahkan tak jarang, ia sering membayangkan kalau dia sedang bercinta dengan mayat Malih, menciuminya, bahkan mengemut serta menjilati kemaluan Malih yang sudah menjadi mayat.
Dia merasa setidaknya rasa rindunya terhadap si 'penjajah' tubuhnya itu terobati. Dan memang setiap malam, Riri memang selalu tidur di kamar khusus ini.
Telanjang, tanpa busana sedikit pun, tidur dengan mayat Malih yang meskipun sudah diawetkan tapi sudah nampak agak membusuk.
Namun, Riri senang sekali tidur sambil memeluk mayat Malih. Entahlah, mungkin Riri nampak normal saat di luar.
Sebenarnya Riri sudah 'sakit', bahkan dia berfantasi dan membayangkan kalau suatu malam nanti, siapa tahu mayat Malih akan hidup dan bisa bergumul lagi dengannya bahkan kalau misalkan nanti akan hidup seperti mayat hidup yang ada di film-film barat, Riri pun rela menjadikan tubuhnya yang mulus itu sebagai makanan Malih....




Riri Bermesraan Dengan Mayat Malih



Gross Ending (“Stick” With Me End)

Tamat ya guys untuk seri ini
Sampe jumpa lagi di seri lainnya (kalo gw niat)

Halaman Indeks (Homepage)
 
Congrats tamatnya kisahnya
Next story...
•⌣»̶·̵̭̌✽̤̈🐡 Terima Kasih 🐡✽̤̈·̵̭̌«̶⌣•
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Congrats tamatnya kisahnya
Next story...
•⌣»̶·̵̭̌✽̤̈🐡 Terima Kasih 🐡✽̤̈·̵̭̌«̶⌣•
Klo smpet ya, Hu. Mkin sibuk di real life ..hadueh
ahh mantap selamat gann. kapan kapan kalau senggang request diana gan:beer:
Blm ada rancangan story diana..***h aurora udh ada hahaha
tu comic terakhir judulnya bener itu gan? gw cari gk nemu
Eh bukan deng...judulnya long distance train, authornya hr555
Thanks for the update, bro
Nice ending
Sipp, Hu ..thx Suhu Pimp Lord udh sudi mampir hehehe
ending yang cukup plot twist
Iyaak...biar gk lempeng" aj ceritanya hehehe
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd