Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT I LOVE YOU HANDSOME part II : REBELION [by Arczre]

Status
Please reply by conversation.
Bimabet
Itu terlalu sadis gan. Langsung to the point gitu. :fiuh:
Ada sih cara-cara sadis lainnya tapi ane nggak mau memperpanjang takutnya malah melenceng dari ide cerita. Ini story tentang Arci not Dr. 50. :D
 
Efek ngerinya terasa Suhu. Mantap nih deskripsinya, hanya dari tulisan bisa tergambarkan efek sadisnya. Lanjutannya ditunggu Suhu
 
dr.king itu ternyata berhubungan sama tanaka yosida.

semoga ghea gpp, takutnya dijadiin target dr.king gara gara fanatismenya sama arci
 
buat jdi temen keren tapi buat jdi musuh mah serem...
karena orang yang gak punya emosi saat melakukan hal diatas batas gak wajar tpi nyantai nganggap wajar...
Jdi inget kejadiaan waktu dipindahin kerja di dusun daerah jambi suami penggal kepala istri trus ditenteng seakan bawa hewan buruan cuma gara-gara makan gak ada sambel.....
Hi....sumpah serem amat apalagi liat didepan mata ane aja ampe gak berani tidur sendiri ampe seminggu gara-gara keingetan trus....!
True story nih gan...
 
ane nggak pernah nyebut Dr. 50 ini temen lho ya.
Dia ini boleh dibilang Super Villain di cerita ini. Korbannya??? lihat aja ntar.
My mouth shut. :papi:

Tapi yang jelas, cerita ini tetep kesannya kelam. Endingnya....bedalah ama yang pertama :papi:
 
ane nggak pernah nyebut Dr. 50 ini temen lho ya.
Dia ini boleh dibilang Super Villain di cerita ini. Korbannya??? lihat aja ntar.
My mouth shut. :papi:

Tapi yang jelas, cerita ini tetep kesannya kelam. Endingnya....bedalah ama yang pertama :papi:

semoga bukan ghea :hua:

tante ghea :kangen:
 
kartu as di perang ini

Dr.50 di pihak arci
Kakaknya andini dan yanuar di pihak mustafa
 
Itu terlalu sadis gan. Langsung to the point gitu. :fiuh:
Ada sih cara-cara sadis lainnya tapi ane nggak mau memperpanjang takutnya malah melenceng dari ide cerita. Ini story tentang Arci not Dr. 50. :D

boleh dong bang, agak dibuatkan cerita dgn genre psikopat seperti zigsaw gitu...

:beer:
 
Wah.. Skizoprenia dengan psikopat beda lho om arci..
 
Smoga aja kisah ini tidak dijadikan inspirasi oleh oknum tertentu,,, biarkan cerita tetap menjadi cerita, tidak dibawa ke dunia sesungguhnya. :ampun:
 
BAB SEMBILAN

"Asyifa ada surat untukmu," kata ibu asuh.

Lagi-lagi ada surat, pasti dari om itu lagi, pikir Asyifa. Dia memang tak habis pikir, kenapa orang seperti Arci mengirimi dia surat hampir tiap hari. Semenjak dia di antar ke sekolah itu Arci selalu memberikan dia surat. Dan lucunya surat itu tak pernah dibalas oleh Asyifa, sekalipun Arci memberikan alamat lengkap di surat itu. Mungkin juga itu salahnya karena menolak untuk memberikan nomor telepon. Bagi Asyifa, amat tidak baik memberikan nomor telepon untuk orang yang baru dikenalnya. Dan Arci dianggap sebagai seorang yang tidak baik, lelaki yang sepertinya punya maksud terselubung.

Kelulusan sudah usai dan kini Asyifa sedang mencari-cari perguruan tinggi. Dan sekali lagi dia sedikit galau dengan maksud Arci "membiayai semua biaya kuliahnya". Pasti lelaki ini punya maksud lain.

Masalahnya kalau surat-surat yang diterimanya adalah surat-surat biasa, pasti ia tak akan risau. Surat yang diterimanya adalah surat-surat tanpa tulisan isinya kosong. Dan itu sudah kesekian kalinya Asyifa menerima surat dengan lembaran-lembaran kosong. Ia tak tahu apa maksud Arci mengirimkan itu semua. Kalau misalnya satu kali dua kali mungkin bisa difahami tapi ini sudah sebulan. Dan Asyifa masih belum faham apa yang diinginkan lelaki yang mempunyai perusahaan textil terbesar di Indonesia itu. Hanya saja ibu asuhnya selalu berbuat baik kepada lelaki yang sudah punya istri dan anak ini. Apakah lelaki ini menyukainya?

"Tidak, tidak, mana mungkin," batinnya menolak. "Yahhh... dia ganteng sih. Tapi kan dia sudah punya istri, sudah punya keluarga. Apa itu nggak bikin hancur rumah tangganya?"

Asyifa hanya termenung melihat amplop surat berwarna hijau dengan pengirim Arczre VZ. Dia lalu membuka isinya, dilihatnya sebuah kertas terlipat rapi di dalamnya. Seperti biasanya tanpa tulisan. Jangan dikira Asyifa ini punya khayalan tinggi. Tidak sama sekali. Ia berpikir apa yang dilihatnya itulah yang akan ia percayai. Kalau orang-orang yang mempunyai khayalan tinggi pasti akan menyangka surat itu bisa dilihat dengan cahaya, dengan api, atau dicelupkan ke dalam air baru hurufnya timbul. Tapi ini bukan cerita detektif ataupun cerita-cerita yang berimajinasi tinggi seperti itu. Arci memang tak menuliskan apa-apa.

Asyifa kemudian menemui ibu asuhnya. Ibu asuhnya ini sudah tua, namanya Halimah. Umurnya sudah lima puluh lebih tapi ia masih terlihat sehat untuk mengurus anak-anak panti. Kali ini Asyifa sedikit kesal, terlihat jelas di matanya. Semenjak lulus dari sekolah dia bekerja di sebuah laundry yang jaraknya tak jauh dari panti asuhan.

"Bu, boleh ngomong sesuatu?" tanya Asyifa.

"Kenapa tiba-tiba?" tanya Bu Halimah balik.

"Ini, kenapa om itu mengirimkan surat tapi tak ada isinya?? Maksudnya apa ya? Mau meneror Asyifa gitu?"

"Masa'?" wajah Bu Halimah menampakkan mimik tak percaya.

"Iya bu, coba deh lihat. Nih, kosong kan?? Ini udah ke empat puluh kalinya aku nerima ini."

"Semua suratnya?"

Asyifa mengangguk.

"Hmm... kenapa ya kira-kira? Kenapa nggak kamu tanyakan saja?"

"Aduuuhh... ibu ini, tanya kemana? Aku nggak tahu rumahnya. Nomor telponnya aja nggak punya."

"Makanya tanya ama ibu. Nak Arci itu orangnya baik. Dia jadi d0natur (jadi d0natur HANYA melalui admin team, BUKAN lewat staff lain) tetap panti asuhan ini. Semua biaya sekolah, baju seragam, buku, gedung ini semuanya beliau yang menanggungnya. Yah, walaupun masa lalunya sedikit kelam sih."

"Kelam? Maksud ibu?"

"Dia itu terkenal dengan julukan Si Raja Preman."

"Raja Preman?? Yang katanya pernah bikin kerusuhan itu?"

"Kamu tahu?"

"Yaahh... waktu itu aku masih kecil sih jadi nggak begitu faham."

"Si Raja Preman ini mengacau kota ini. Hanya saja katanya sih dia melakukan itu semua karena istri yang paling dia cintai dibunuh gitu."

"Hah? Dibunuh? Trus yang kemaren ke sini itu istrinya ke berapa itu?"

"Kedua. Dia menikah lagi dengan sepupunya sendiri, namanya Tante Ghea. Ah ibu belum ngenalin dia ke kamu. Dia juga baik. Selalu jadi pelopor kegiatan sosial. Dulu sempat Pak Arci ini masuk rumah sakit jiwa, tapi berkat ketelatenan istrinya ini, akhirnya Pak Arci bisa sembuh. Beliau kemudian membesarkan perusahaannya sampai sekarang."

"Ibu banyak tahu ya tentang Pak Arci?"

"Ya jelas ibu tahu. Pamannya Pieter yang juga ayah dari istri Pak Arci itu yang mendirikan panti asuhan ini. Jauuh sebelum kamu lahir."

"Trus, maksud beliau ngirimin surat kosong ini apa ya, bu?"

"Entahlah, mungkin dia suka ama kamu," Bu Halimah terkekeh-kekeh.

"Ihhhh... ibu ini, dia kan udah beristri juga. Masa' masih gatel juga sih? Kan istrinya juga udah cakep gitu."

"Mau tahu kenapa dia tertarik kepadamu?"

Asyifa mengangguk.

Bu Halimah kemudian berjalan menuju ke sebuah rak buku. Dia memilah-milah sebuah rak yang berada di paling bawah. Di sana ada kliping-kliping. Sebuah tulisan besar tertera di sana. "Keluarga Zenedine". Asyifa tak mengerti apa maksudnya.

"Dulu ibu mengumpulkan ini semua, semua ini karena mendiang Pieter menginginkan agar semua berita tentang keluarga Zenedine dikumpulkan jadi satu. Biar penerus mereka tahu tentang keluarga Zenedine. Ibu sebenarnya agak terkejut ketika Pak Arci melihatmu dengan tatapan aneh. Ada sesuatu yang membuatnya sedih, dan memang setelah ibu membuka kembali lembaran kliping itu, ibu temukan satu artikel yang membuat ibu juga ikut bersedih dan tahu alasan kenapa Pak Arci berbuat seperti ini. Lihatlah!"

Bu Halimah menyodorkan sebuah halaman kliping surat kabar. Di sana ada wajah seorang wanita. Asyifa menutup mulutnya ia terkejut. Dia seperti melihat dirinya sendiri di dalam gambar itu. Matanya berkaca-kaca seolah-olah ia seperti mengenali wajah yang ada di dalam gambar itu. Di bawah gambar itu ada sebuah tulisan "ISTRI PRESIDEN DIREKTUR PT EVOLUS TEWAS DIPERKOSA". Asyifa berdebar-debar, ia bersedih. Ia tak tahu kenapa menangis, ada perasaan rindu yang teramat dalam. Ia sepertinya bisa berkomunikasi dengan orang yang ada di gambar itu.

"Terkejut?" tanya Bu Halimah.

"Aku seperti melihat wajahku di sini," jawab Asyifa.

"Dia adalah Andini Maharani. Putra dari Zulkifi Irawan seorang yang bekerja di konsulat, suami dari Bu Susiati seorang pengacara terkenal. Dia adalah istri dari Pak Arci. Dia tewas diperkosa, bahkan saat diperkosa itu dia sedang dalam keadaan hamil. Kemudian Pak Arci membunuh para pemerkosanya, lalu kemudian dia ditangkap."

Tak terasa air mata Asyifa menetes. Kenapa dia menangis? Itu kan hanya seorang wanita yang wajahnya cuma mirip dengan dia. Tapi kenapa dia bisa merasakan kesedihannya?

"Bu, apakah ibu mengira Pak Arci teringat dengan istrinya lagi setelah melihatku?" tanya Asyifa.

"Bisa jadi," jawab Bu Halimah sambil mengusap rambut Asyifa.

"Tapi... apa yang beliau inginkan dariku? Kenapa dengan surat-surat ini?"

"Bisa jadi beliau menganggapmu orang yang spesial. Coba kamu sapa beliau!"

"Spesial bagaimana maksud ibu?"

"Yah... spesial, karena kamu mirip almarhum istrinya."

Asyifa tak mengerti, spesial dalam arti apa. Ia tak pernah mengenal jatuh cinta. Walaupun banyak cowok-cowok yang mencoba mendekatinya, tapi tak ada satu pun yang bisa menaklukkan hatinya. Asyifa bukan gadis biasa. Ia ingin menjadi seorang gadis yang shalihah, ingin menjadi yang terbaik buat adik-adiknya di panti asuhan. Dialah yang selama ini menjaga dan membimbing mereka membantu ibu asuh.

Singkat cerita, Asyifa pun menelpon Arci.

"Ya, halo?" Arci menerima teleponnya.

"Om...," suara Asyifa tercekat mendengar suara berat Arci. Asyifa menghirup nafas dalam-dalam lalu bicara lagi, "Ehhmm.... om bisa menemuiku? Syifa ingin bicara."

"Baiklah, kapan dan dimana?"

"Di Panti saja. Kalau bisa nanti."

"Baiklah aku akan ke sana hari ini."

"T-tapi aku nanti masih kerja Om....."

"Kerja? Baiklah aku akan menunggu kalau kamu belum datang tak masalah."

"Yah, kalau om bilang gitu sih... Baiklah, sampai nanti."

Asyifa menghela nafas sambil menutup teleponnya. Dia baru kali ini bicara dengan laki-laki lain dan tak bisa lancar berbicara. Sekali lagi ditatapnya gambar Andini. Siapa sebenarnya dirinya?


oOo


"Alex, sini sayang?!" panggil Ghea. Anak semata wayangnya ini baru saja selesai main game Arcade di Time Zone. Ghea mengawasinya sejak dari tadi.

"Mama, aku main yang itu ya?!" Alex menunjuk ke sebuah mesin game FPS.

"Iya, mama ada di sini koq," jawab Ghea.

Alex segera berlari menuju mesin game yang ditunjuknya kemudian menggesek kartu bermainnya. Seketika itu ia menekan tombol dan mulai memanggul pistol mainan yang digunakan sebagai joysticknya. Ghea mengamati anaknya ketika bermain. Ponselnya pun berbunyi. Dia melihat nama orang yang menghubunginya. Ryuji.

"Halo?!" sapa Ghea.

"Madam, sepertinya ada yang melaporkan ke kita," kata Ryuji.

"Maksud kamu?"

"Salah seorang penadah tertangkap."

"Dia bicara?"

"Tidak, tapi yang tertangkap ini adalah Bondan. Bukankah dia penadah terakhir kita?"

"Kamu sudah hubungi para pejabat itu? Ngapain aja mereka sekarang?"

"Sudah, tapi sepertinya kali ini polisi punya cara yang tidak pernah mereka ketahui. Ada orang yang menggunakan data lain untuk menangkap Bondan."

"Maksudmu?"

"Bondan tidak ditangkap karena masalah mobil seludupan"

"Sebenarnya.... dia ditangkap karena mabuk ketika mengendarai kendaraan saat itu polisi sedang membuntutinya, ketika dia mengetahui dibuntuti kemudian dia melajukan kendaraannya, menabrak orang jalan hingga tewas di tempat. Ia lalu dibekuk saat itu juga. Nahasnya adalah mobil yang ia kendarai adalah mobil G-1 milik kita"

"Hah? Aku sudah bilang jangan pakai sembarangan mobil G-1!"

"Maaf Madam. Sepertinya Bondan sudah tidak bisa kita harapkan lagi."

"Breng....!" Ghea mencoba meredam emosinya, terutama ketika anaknya menoleh ke arahnya sambil melambai-lambai. Ghea membalas lambaian anaknya. Ia menghirup nafas dalam-dalam. "Selidiki siapa orang yang membocorkan identitas Bondan. Dan aku ingin tahu kenapa dia bisa naik mobil G-1."

"Siap!" Ryuji kemudian menutup teleponnya.

Ghea menyimpan kembali ponselnya ke tas yang ia bawa. Dia menghampiri Alex. "Alex, masih lama? Mama ada urusan nih."

"Yaaahhh.... ini kan hari libur Alex mah!? Masa' nggak boleh main?"

"Boleh sayang, lagian kamu sudah punya X-Box di rumah"

"Nggak seru ah, gamenya itu-itu aja."

"Mau beli game baru? Mama beliin deh sekarang."

"Sungguh?"

Ghea mengangguk.

Alex langsung menghentikan gamenya dan menaruh pistolnya. "OK, yuk?!"

"Duuhh,... anak mama langsung semangat!"

"Iya dong! Aku kepengen maen game terbaru mah, ayo ma!"


oOo


"Saudara Bondan, sekarang ini Anda berada dalam keadaan yang sulit. Menabrak orang sampai tewas, mengkonsumsi narkoba sambil nyetir, tak ada SIM, membawa mobil curian. Pasal berlapis akan membuat Anda lama di penjara, terlebih bisa-bisa hukuman mati," kata Komisaris Basuki.

Bondan masih nge-fly. Komisaris Basuki dengan tenang merekam seluruh pembicaraan dan interogasi ini. Rio saat itu ada di ruang di balik kaca. Dia hanya menyaksikan saja interogasi yang dilakukan oleh sang komisaris.

"Maaf, bisa ulangi lagi?" tanya Bondan.

"OK, guyur dia!" Komisaris Basuki menyuruh anak buahnya untuk mengguyur Bondan dengan seember air dingin. Tentu saja Bondan langsung berontak, tapi karena kaki dan tangannya diborgol di meja, ia tak bisa berbuat apa saja selain mengerang. Seluruh badannya sekarang menggigil. "Sekarang katakan kepada siapa kamu antarkan mobil itu? Apa kamu ini penadahnya?"

Bondan tak menjawab. Komisaris memberi aba-aba, seketika itu seorang ajudannya mengguyur lagi Bondan dengan air. Bondan mengerang sambil menggigil.

"Bondan Baskara, lahir 18 Oktober tahun 1979. Pendidikan sampai SMA, pekerjaan Wiraswasta. Wiraswasta di sini apakah maksudnya mencuri mobil? Kalau kamu tidak menjawab, berarti aku asumikan jawabannya iya."

Bondan tak menjawab.

"Berarti jawabannya iya. OK, lanjutnya. Kamu punya istri dan anak. Istrimu hidup mewah, punya usaha catering, anakmu sekarang sudah SMA, yang paling besar sudah kuliah. Kamu bekerja sudah lama bersama keluarga Zenedine. Lebih tepatnya kamu anak buah loyal dari Pieter Zenedine. Baiklah, tidak bicara berarti benar semua. Dan pekerjaanmu mencuri mobil juga benar bukan?"

"Itu tidak benar," kata Bondan tiba-tiba.

"Mana yang tidak benar?" tanya Komisaris.

"Yang kamu ucapkan itu tidak benar, aku masih bisa bicara. Aku masih bisa memberikan pendapat. Kenapa kamu menyuruhku untuk bicara? Bego, siapa yang sekarang sedang nge-fly? Hahahahaha," Bondan makin ngelantur.

PLAAAK! Sebuah tamparan mengenai wajah Bondan. Komisaris Basuki menampar pipi Bondan.

"Jangan beri dia makan, masukkan ke dalam toilet biar dia makan tahinya sendiri. Kurung di sana sampai besok siang!" kata Komisaris Basuki. "Satu lagi jangan ijinkan satu pun pengacara masuk ke sini, bilang kalau Bondan dipindahkan."

"Siap! Ndan!" seru para ajudannya serempak.

Komisaris keluar dari ruang interogasi, menemui Rio. Dia mengangkat bahu.

"Terpaksa kita bicara besok," kata Komisaris Basuki. "Rokok?!" Komisaris Basuki menawarkan sebungkus rokok.

"Terima kasih," kata Rio. Dia mengambil sebatang. Lalu menyalakannya dan mulai menghisapnya.

"Sejujurnya data-data yang kamu berikan itu cukup krusial, kita tinggal menangkap para pejabat itu kalau ada bukti yang kuat. Terus terang target pertama ini kita beruntung karena yang bersangkutan melakukan tindak pidana. Sepertinya langit memihak kita kali ini."

"Belum pak, Arci belum tertangkap. Perjalanan kita masih jauh."

"Setidaknya ini langkah yang baik walaupun mungkin tidak sampai sepuluh persen keberhasilan."

"Anda benar."


oOo


Arci tiba di Panti Asuhan. Bu Halimah sang ibu asuh langsung menerimanya.

"Pak Arci?? Silakan, nyari Asyifa? Dia masih di tempat Laundry," kata Bu Halimah.

"Oh, baiklah saya susul saja kalau begitu," jawab Arci.

"Nggak ditunggu saja? Sambil ngeteh mungkin?"

"Nggak jauh kan tempatnya, saya langsung temui saja."

"Oh, ya sudah kalau begitu."

Arci keluar dari Panti Asuhan. Dengan berjalan kaki dia menelusuri trotoar yang dibangun di pinggir jalan untuk menutupi gorong-gorong. Beberapa pavingnya sampai terlepas. Agaknya trotoar di daerah itu sedikit agak tidak terawat. Arci kemudian berjalan berbelok ke sebuah gapura perumahan. Di sini hanya ada satu tempat laundry yang terkenal sangat murah jasanya. Arci dulu sering mencuci bajunya di sini. Dia memasukkan semua tangannya ke saku sambil berjalan santai hingga masuk ke dalam tempat laundry. Seorang gadis berjilbab menatapnya.

"Om??? Koq ke sini?" Asyifa gelagapan.

"Aku ingin mencuci bajuku," kata Arci.

"Cuci baju??" Asyifa kebingungan.

Arci kemudian melepaskan jas hitamnya dan menyerahkan kepada Asyifa. Gadis itu menerimanya. Dia meraba-raba saku jasnya dan menemukan sebuah ponsel.

"Tapi ponselnya nggak ikut dilaundry juga kan?" tanya Asyifa.

Arci tersenyum dan menerimanya. Ponsel itu kini sudah masuk ke saku celananya. "Kenapa kamu bekerja di sini? Katanya ingin kuliah?"

"Yah, mana ada uang Om, ini aja aku ngumpulin rejeki dulu. Sebenarnya kepengen sih kuliah, jadi dokter gitu."

"Kuliah aja, tinggalin pekerjaan ini. Aku yang biayain!"

"Ehh?? Nggak bisa gitu dong om!"

"Kenapa?"

"Aku tak bisa berhenti begitu saja!"

"Kenapa?"

"Aku kan baru beberapa hari kerja di sini. Lagian aku bisa nabung buat biaya kuliah."

"Aku akan biayai kuliahmu."

"Hahaha, nggak deh om. Makasih, Syifa mau berusaha sendiri."

"Menolak rejeki itu nggak baik. Aku serius."

Asyifa menulis sesuatu di nota. "Ini ambilnya besok ya om!" Asyifa menyerahkan nota kepada Arci. Arci menerimanya dan memasukkannya ke saku celananya.

"Jadi kamu ingin bicara apa? Soal kuliah ini? Aku bisa membantumu."

"Bu...bukan, anu....kenapa sih om ngirimi aku amplop yang isinya kertas kosong? Maksudnya apa?" tanya Asyifa.

Arci terdiam sejenak. Untuk semenit yang panjang, hanya terdengar suara mesin cuci yang bekerja mengaduk-aduk cucian. "Sebenarnya, jawabannya ada pada kamu."

"Maksudnya?" Asyifa tak mengerti.

"Kertas kosong itu ibaratnya adalah sebuah kisah. Selama itu tidak ditulis, maka tidak akan bisa dibaca, tidak akan bisa dimengerti, kenapa kamu tidak menulisnya dan mengembalikannya kepadaku agar aku bisa mengirim balik tulisan-tulisan yang kamu tulis. Aku balas satu persatu semua pesanmu."

"Oh maksudnya itu...kirain...."

"Maaf, kalau misalnya aku tak memberitahukanmu tentang hal ini."

"Om, maaf ya sebelumnya. Aku tahu kenapa om mendekatiku, karena aku mirip dengan almarhumah istri om bukan?"

Arci tersenyum kepadanya, "Kamu sibuk juga rupanya. Sejujurnya iya."

"Iya om? Tapi kenapa? Om menganggap aku ini apa kalau gitu? Aku kan bukan dia."

"Aku tahu. Kamu mau tahu jawabannya?"

Asyifa mengangguk.

"Ibumu apakah bernama Ratih Widya Syifarini?" tanya Arci.

Asyifa sedikit terkejut, "Bagaimana om bisa tahu?"

"Aku juga sibuk, akhir-akhir ini. Tapi bukan ini jawabannya. Sejujurnya sekarang ini aku menyukaimu."

Lagi-lagi terjadi keheningan. Suara mesin cuci yang berputar-putar itu hanya menyisakan kegaduhan. Bahkan kedua mata insan ini saling menatap satu sama lain. Ada rasa yang mulai menggelitik di dada mereka. Asyifa lalu menundukkan wajahnya.

"Kenapa om menyukai Syifa? Bukankah om sudah punya istri yang cantik jelita. Om juga sudah punya anak??"

"Apakah kamu ingin menyalahkan perasaanku kepadamu."

Asyifa menggeleng. "Bukan begitu om. Hanya saja... ini nggak benar, om kan sudah beristri."

"Ya, aku tahu. Kamu tak keberatan misalnya aku menikahimu?"

Asyifa mengangkat wajahnya, "Apa om? Serius??"

"Aku tahu kamu tak pernah pacaran dengan lelaki manapun, padahal banyak orang yang ingin mendekatimu. Menikahlah denganku, mungkin kamu berharap ingin mendapatkan seorang lelaki yang lebih baik daripada seorang preman seperti aku, tapi aku bisa berubah dan aku bisa buktikan aku bisa menjadi orang yang lebih baik."

Dada Asyifa berdesir. Ia baru kali ini melihat seorang gentlemen. Seorang yang masih tampan di usianya yang sudah berkepala empat, dengan terang-terangan bersungguh-sungguh melamarnya.

"Tapi...," Asyifa menundukkan wajahnya lagi. "Om... ini terlalu cepat."

"Bukankah kamu suka dengan keseriusan?"

"Iya...., aku masih bingung."

"Aku bisa menunggu jawabanmu. Kuharap kamu sudah memberikan jawabannya ketika aku mengambil cucianku."

"I...itu...aduuhhh..."

Arci tersenyum dan memberikan uang sesuai yang tertera di notanya. Kemudian dia berbalik dan meninggalkan Asyifa yang hanya terbengong-bengong dengan telinga memerah karena malu. Dia menutup wajahnya karena malu.

"Kenapa jadi begini ya?? Eh, bentar. Bagaimana dia bisa tahu nama ibuku? Ah, mungkin Ibu Asuh yang memberi tahu. Tapi...., aku harus bilang apa?"


oOo


Sebuah tempat karaoke bernama ABC malam itu digerebek oleh aparat kepolisian. Mereka membawa surat perintah untuk menggerebek dan memeriksa para pengunjung. Lebih dari itu Komisaris Basuki melaporkan kepada petugas pajak bahwa karaoke ini menyelewengkan pajak. Tentu saja pemilik karaoke ini protes keras. Tapi kemudian beberapa staf ahli dari kepolisian membongkar komputer milik karaoke ini. Ditemukanlah transaksi-transaksi mencurigakan. Total yang dicek di pendapatan pajak hanya dua puluh persen dari total pemasukan.

"Ini kejahatan serius, Anda menipu pajak!" kata petugas pajak.

"Ayolah bos, semua orang yang punya usaha seperti ini juga melakukan hal yang sama!" ujar pemilik karaoke. Namanya Ujang.

"Kamu bisa bicarakan itu nanti di kantor!" kata Komisaris Basuki menggelandang Ujang keluar dari karaoke miliknya. Polisi pun memeriksa seluruh pengunjung dan mengecek urine mereka. Beberapa diantranya kedapatan membawa shabu, etcasy dan *****.

Rio saat itu berada di dalam mobil patroli polisi, "Dua orang sudah tertangkap. Kamu bisa apa Arci sekarang? Keluarlah, aku ingin melihat tampang wajahmu!"

o o Bersambung o o

Alurnya maju mundur cantik. Sesuai dengan part Uno. :papi:
 
Terakhir diubah:
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
kaya sharini :)

btw, ashifa baru lulus trs nikah apa ga kecepetan om?
ga di buat kuliah-kerja dulu trs nikah deh :)
 
Bimabet
kaya sharini :)

btw, ashifa baru lulus trs nikah apa ga kecepetan om?
ga di buat kuliah-kerja dulu trs nikah deh :)

nggak. temen gue banyak yang baru lulus langsung nikah. Nggak masalah tuh. malah suaminya bilang "biar nggak diambil orang".
Sampe sekarang usia pernikahannya udah 10 tahun aman-aman aja. Kaya' orang pacaran, padahal anak udah 2.

menurutku tergantung kesepakatan keduanya aja. Kalo dua2-nya sama-sama suka sih ya gak ada problem. Yang problem ya tanggapan orang aja.

Sodara gue malah semester 2 kuliah udah kawin aje.
:papi:
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd