Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Amulet (Tamat)

Bimabet
Yes.. Update lg.. Jason jd hero jg akhirnya..
 
Uuuhh....masih berlanjut niih.... Waiting sam exe... Ihi..ihi..ihi
 
Bab 21

Keesokan harinya ia terbangun oleh suara ketukan di pintu kamarnya. Itu ibunya.

"Jason, kupikir kau ingin bangun sekarang."

"Hah?" Katanya, berkedip menghilangkan rasa kantuk keluar dari matanya.

"Sam ada di halaman belakang rumahnya."

Kabar itu membangunkannya. Dia segera mencuci muka, memakai pakaian, dan menuruni tangga. Ia pergi ke halaman belakang dan mengintip ke sebelah rumah, dan melihat Sam duduk di ayunan tuanya. Melompati pagar, ia berjalan mendekatinya dan duduk di ayunan yang lain.

"Hi Sam."

Dia berbalik dan menatapnya, lalu tersenyum. "Hi Jason."

"Bagaimana perasaanmu?"

"Jauh lebih baik saat ini. Tidur sepanjang hari kemarin dan sepertinya itu cukup membantu."

"Kau kelihatan jauh lebih baik."

"Bisakah kau melakukan sesuatu untukku Jason?"

"Apa saja."

"Bisakah kau memelukku?"

Jason mengulurkan tangan pada ayunan Sam dan menarik kearahnya, memutarnya sampai mereka saling berhadapan. Dia melingkarkan lengannya di pinggang Sam, dan ia menempatkan tangannya di bahu Jason. Mereka memeluk satu sama lain tanpa bicara selama beberapa menit.

Akhirnya Sam yang bicara. "Aku sangat takut."

Jason memeluknya lebih erat lagi. "Itu sangat menyakitiku mendengar kau ketakutan. Aku nggak pernah ingin kau jadi takut."

Dia diam lagi, lalu berkata, "Kau menyakitiku Jason."

"Aku tahu. Sepertinya aku terus menerus melakukannya padamu. Maafkan aku."

"Apakah kau mencintai dia?"

Jason mendorong tubuh Sam agar bisa melihat dia, tangannya memegang rantai ayunan di kedua sisinya, menjaga dirinya di depannya. "Becky?"

"Ya."

"Nggak. Aku nggak mencintai dia. Aku bahkan nggak suka padanya."

"Tapi kau menyerang Danny karena dia."

"Itu nggak benar Sam. Aku menyerang Danny karena kamu."

"Aku?"

"Ya kau."

"Apa yang Danny lakukan padaku?"

"Aku sudah menguping pembicaraan Gary yang bilang beberapa hal-hal buruk tentangmu, dan kupikir saat itu Danny yang bicara. Lalu kau bilang kau punya kencan, dan aku menduga itu adalah Danny. Itulah sebabnya aku marah."

"Kau menyerang Danny karena aku?"

Dia tersenyum. "Ya, lumayan tolol kan?"

"Ya, tapi romantis juga."

Senyumnya melebar. "Pantatku ditendang itu romantis ya? bisakah aku hanya membawakan bunga untukmu lain kali?"

Sam tertawa. Itu bagus untuk mendengar dia tertawa.

"Kau menyelamatkanku," katanya.

"Aku sudah banyak berlatih."

Dia memberinya tatapan bingung. "Berlatih?"

Dia melihat sekeliling. "Kapal bajak laut kita. Kita menghabiskan seluruh musim panas di sini berlatih penyelamatan."

Sam berseri-seri. "Kau ingat itu?"

"Tentu saja. Tapi itu agak mengejutkanku ketika aku muncul dan kau nggak memakai penutup mata dan janggut."

Dia terkikik. "Aku punya foto kita saat memakai kostum itu." Wajahnya berubah sedih.

"Apa?" Tanyanya.

"Aku meremas-remasnya menjadi bola hari itu ketika aku marah padamu."

"Ingatkan aku jangan pernah membuatmu marah lagi."

"Tapi anehnya, ketika aku bangun keesokan paginya, foto itu kembali ke dalam bingkainya. Aku pasti yang memasangnya lagi saat tengah malam."

"Kukira moral dari cerita ini adalah," kata Jason, "bahwa kau dan aku mungkin akan hancur, tapi kita akan selalu bangkit kembali.

Dia tersenyum. "Aku suka itu."

"Kau punya bulu mata yang indah."

Sam tampak terkejut. "Dari mana kata-kata ini berasal?" Katanya, melihat ke arahnya.

"Aku melihatnya dulu untuk pertama kalinya, dan kupikir kau harus tahu."

"Bulu mataku indah?"

"Ya, dan hidungmu."

"Hidungku?"

"Ya, hidungmu sangat indah" Dan telingamu."

"Telingaku?"

"Ya, aku suka bagaimana rambutmu berada di atasnya."

"Jason?"

"Dan matamu. Matamu berwarna hijau indah dan bahkan lebih cantik lagi ketika mata itu sedang menatapku."

"Jason."

"Dan bibirmu. Bibirmu sempurna. Begitu lembut dan penuh dan berwarna merah muda indah."

"Bibirku?"

Wajahnya dekat dengan miliknya, napasnya yang hangat di kulitnya

"Ya, bibirmu."

Lengan Jason tergelincir di pinggangnya, menarik tubuh Sam ke arahnya. Sam merespon dengan menempatkan tangannya di leher Jason.

Bibir mereka bertemu, sangat ringan, dan napas mereka berbaur. Waktu serasa berhenti, Jason menariknya lebih erat ketubuhnya dan bibir mereka bersatu, menandai saat yang tepat di mana kehidupan terpisah mereka telah berakhir, dan kehidupan bersama telah dimulai. Ciuman itu berlangsung beberapa saat, dan mereka memisahkan diri dan menatap mata satu sama lain.

"Wow," kata mereka berdua secara bersamaan.

"Aku punya mimpi lain tentangmu," bisiknya.

"Aku tahu."

"Bagaimana kau tahu?"

"Karena aku ada di sana."

"Jadi kau tahu apa yang kau janjikan padaku."

"Ya aku tahu."

"Kalau begitu katakan padaku."

"Aku mencintaimu Sam. kupikir aku selalu memiliki perasaan itu."

Sam tersenyum, wajahnya terang berseri. "Aku juga mencintaimu Jason. Dan aku tahu aku selalu punya perasaan itu."

Lalu merekapun berciuman lagi.

***

Beberapa hari kemudian, mereka berbaring di hammock (tempat tidur gantung) di halaman belakang rumah Jason. Dia berbaring telentang dan Sam berada disampingnya, kepalanya bersandar di dadanya. Mereka menikmati keheningan bersama-sama.

Tapi kemudian Sam bicara. "Jason, kau merahasiakan sesuatu dariku."

Dia sudah siap untuk pertanyaan itu, bertanya-tanya kapan dia akan menanyakannya.

"Ya aku punya rahasia. Aku sudah menunggumu untuk menanyakan tentang hal itu."

"Ketika kita berada di kabin bersama-sama, itu nggak masuk akal. Kau ada bersamaku, tapi Gary nggak tahu kau ada disana."

"Ya."

"Dan tentang mimpiku. Apakah kau di sana saat pertama kali juga?"

"Ya, aku disana."

"Bagaimana caranya?"

Jason kemudian menceritakan segalanya.
 
ehh...udah apdet aja suhu ini...
akirnya jadian jg,,traktiran lah...
 
tanggung suhu, kalo ga salah di awal suhu bilang 23eps ya ? ayo dong suhu, kluarin 2 eps lg
:beer:
 
akhirnya kelar jg baca dri awal
ditunggu kelanjutannya suhu
:cendol: sent
 
Bab 22

Dua bulan kemudian.

Jason menyelipkan keycard untuk membuka pintu kamar hotel. Lampu menyala hijau dan dia mendorong pintunya terbuka.

Mereka telah menyewa kamar ini beberapa minggu yang lalu, dalam mengantisipasi untuk menghabiskan malam bersama setelah prom. Pada saat itu, ia memiliki fantasi mengangkat Sam ke dalam ruangan, dia mengenakan tuksedo dan Sam dengan gaunnya, membawanya menyeberang ke tempat tidur, dan meletakkan di atasnya, jatuh ke pelukannya.

Tapi sekarang, dia masuk ke kamar ini sendirian. Dia memakai tuksedonya, tapi itu satu-satunya bagian dari fantasinya yang menjadi kenyataan. Dia melihat ke sekeliling di ruang kosong itu. Furniturnya mewah, dan Jason telah menghabiskan uang ekstra karena dia ingin malam ini menjadi spesial. Dia bertanya-tanya di mana Sam berada.

Berdiri di samping tempat tidur, ia melepas jaketnya dan meletakkannya di kursi. Dasinya jatuh di atasnya, dan dia membuka kancing kemejanya, menariknya keluar dari celananya dan meletakkan di atas jaket. Udara kamar hotel terasa dingin di kulitnya, dan dia perlahan menyentuh tangannya di atas dadanya untuk menghangatkannya.

Dia menendang sepatu dan melucuti celananya, meluncur turun dan melangkah keluar dari setiap kaki, melepaskan kaus kakinya dalam waktu yang bersamaan. Dia berdiri hanya dengan celana dalamnya - celana dalam berwarna putih. Mengambil napas dalam-dalam, ia mendorongnya turun dan melepaskannya, dan ia sekarang telanjang.

Menggapai ke tempat tidur, ia memindah bantal di kepala ranjang. Dia naik ke atas kasur, dan duduk tegak dengan punggung menempel bantal, di atas selimut. Dia memejamkan mata dan memikirkan Sam, mencoba mengingat tubuhnya yang telanjang dari dua bulan yang lalu. Kilatan memori datang padanya, lekuk lembut payudaranya, puting berwarna merah, rambut pubis keriting.

Dia mulai menjadi keras, dan ia mengulurkan tangan dan memegang kemaluannya, merasakan itu menjadi semakin besar dan kaku. Tangan lainnya memijat bola-nya, dan kenikmatannya meningkat. Kenangan tentang Sam lebih banyak lagi datang padanya, dengan beberapa kenangan yang baru masuk juga ke dalam pikirannya, tangan Sam berada pada putingnya, membuatnya jadi mengeras, bagaimana Sam tersenyum setelah mereka berciuman, jari-jari Sam di antara kedua kakinya yang melebar, memanggil namanya saat ia datang.

Kemaluannya sepenuhnya tegak sekarang, dan ia mengeluskan tangannya dengan lembut ke atas dan ke bawah. Dia berharap itu adalah sentuhan Sam dan bukan sentuhan dirinya sendiri. Dia berharap Sam berada di tempat tidur di sampingnya, sehingga ia bisa memeluk dirinya.

Dia mendengar suara dan membuka matanya. Itu terdengar seperti kaki telanjang berjalan di atas karpet. Tiba-tiba, selimut di ujung bawah dari tempat tidur terangkat, tinggi ke udara, dan ketika itu turun kembali, ada sosok badan dibawahnya, dan tekanan yang muncul di atas bantal. Dia tersenyum.

Dia mengangkat selimut di sisinya dan meluncur masuk kedalamnya, kemudian bergerak di tempat tidur sampai ia merasakan tubuh hangat menempel ditubuhnya. Menutup matanya agar tidak menjadi bingung, ia menggunakan indera sentuhan untuk menemukan bibir dan mencium, menciumnya dalam-dalam. Tangannya mencari belakang lehernya, menemukan pengait, dan memisahkannya. Dia membuka matanya dan tampak Sam dengan senyum nakal di wajahnya.

"Kau puas sekarang?" Katanya, "Apa kau sudah cukup menontonnya?"

Sam tersenyum lebar.

"Aku nggak percaya kau membuatku melakukan ini."

"Cukup adil," jawabnya puas, "Selain itu, sepertinya kau sedang menikmati dirimu sendiri. Apakah kau ingin aku pergi?"

"Aku ingin kau tetap berada disini," katanya, menatap matanya. Tangan Jason menyentuh sisi wajahnya, dan membelai dengan lembut. Sam menutup matanya dan menekan pipinya pada sentuhan Jason, bernapas dalam-dalam.

Tangan Jason perlahan-lahan bergerak ke bawah lehernya, melewati tonjolan tulang selangka, dan Sam gemetar menunggu apa yang akan terjadi berikutnya. Bergerak lebih rendah, ujung jarinya menelusuri sampai ke payudaranya, terus hingga mencapai putingnya. Dia menangkup payudaranya di tangannya, merasakan berat dan kelembutannya. Sam menghela napas dengan keras, menciptakan suara halus "oh" di antara bibirnya.

Putingnya menempel telapak tangannya, dan dia meremas payudara dengan lembut, tubuh Sam gemetar hampir tak kentara dalam merespon. tangannya pindah untuk menangkupnya dari bawah, ini membawa putingnya langsung di antara jempol dan jari telunjuknya. Jason melihat ekspresi wajahnya saat ia mencubit dengan lembut, dan bergulir di antara jari-jarinya. Sam mendesah keras saat rasa nikmat melintas di wajahnya. Sam tampak begitu cantik.

Dia melanjutkan terus dengan cara ini, dan Sam mulai lembut bernapas secara ritmis. Ia menundukkan kepalanya dan mengganti jari-jari dengan mulutnya, mengambil putingnya di antara bibirnya dan mengisapnya dengan lembut. Sam terengah keras dan tangannya bergerak ke bagian belakang kepala Jason, mendesak dia. Kulit lembut payudaranya yang lain menyapu pipinya, dan ia pindah dan mengambil puting itu ke mulutnya, membiarkan lidahnya menjentik terhadap daging kakunya.

Kemaluan Jason menekan pinggulnya, dan dia suka merasakan kehangatan pada tubuhnya. Tubuhnya bergerak di bawah sentuhannya, terbangun oleh gairah.

Mulutnya terus bergantian di antara putingnya, keduanya basah dan tegak. Tangannya meluncur ke bawah perutnya, kukunya menelusuri kulitnya. Merasa lekukan sedikit di pusarnya, ia bergerak melewatinya dan menjelajah lebih jauh. Mencapai bagian atas rambut pubisnya, jari-jarinya menyebar, dan ia menutupi dengan tangannya. Dia bisa merasakan kehangatan melalui rambut yang lembut, dan kakinya melebar, menyambut dia.

Jari tengahnya menempel di sepanjang alur dari bibirnya, mengikuti lengkuknya. Ujung jarinya menyentuh di mana labia bertemu di bawahnya, dan ia bisa merasakan basah di sana. Menekan lembut, jarinya tergelincir sedikit ke dalam dirinya, di mana ia menemukan sebuah sumber cairannya, licin dan hangat.

Sam menggigil seluruh tubuhnya, disertai dengan erangan.

"Ya," bisiknya. "Ya."

Dia meluncur jarinya perlahan ke atas, merasakan tepi pintu masuknya dan bagian luarnya yang ketat. Saat jarinya tiba di mana bibir dalamnya bertemu, ia merasakan inti kecilnya, keras karena gairah. Sam mengerang lagi ketika ujung jari licin meluncur di atasnya, seperti penggesek pada senar biola.

"Oh Jason, ia berbisik," Rasanya begitu nikmat."

Tangan Sam meraih ke bawah, mencari miliknya. Tangan hangat Sam menemukan apa yang ia cari, dan sekarang giliran Jason yang terkesiap saat jari-jarinya melingkari miliknya yang keras dan meremasnya. Jason tak pernah merasa sebaik ini. Sam mulai membelai dengan gerakan lembut saat jari-jarinya dengan lembut menggenggamnya. Jason memejamkan mata dan fokus pada kenikmatan yang ia berikan.

Setelah beberapa saat, dia kembali fokus pada diri Sam, jarinya mengelilingi benjolan kecilnya. Kaki Sam dibuka lebih lebar dan ia memutar pinggulnya sedikit, menekan dirinya ke dalam sentuhannya. Tubuhnya benar-benar terbuka baginya untuk menerima kesenangan dia memberi padanya, dan Jason tahu sekarang sudah saatnya.

Jason berpindah di atasnya, menetap tubuhnya di antara kedua kakinya dan menahan berat badan dengan lengannya, sehingga ia bisa melihat ke bawah diatas wajahnya. Sam membuka mata dan menatapnya. Tak ada ketidakpastian dalam ekspresinya.

Jason tersenyum padanya. "Aku sangat mencintaimu."

Sam menyentuh sisi wajah Jason dan membelainya.

"Aku juga mencintaimu. Aku selalu menjadi milikmu."

Jason bergeser sedikit dan sekarang ia ada di pintu masuknya, kepalanya menyentuh bibir dalamnya. Sam melebarkan kakinya lebih luas, wajahnya penuh dengan antisipasi.

Dia menekan dan basahnya melapisi miliknya, mempersiapkan dirinya untuk masuk. Tangan Sam pindah ke bahunya, memegang kedua sisi lehernya. Dia meregangkan pinggul, dan kepalanya di dalam dirinya, mulai menyebarkan hingga terbuka. Sam tersentak nikmat dan pikirannya berenang, tak percaya bisa merasakan senikmat ini.

Menarik kebelakang sedikit dan menekan ke depan lagi, ia mendorong lebih dalam, tapi ia merasakan sesuatu menghentikannya. Jason menatap wajahnya ketika dia menekan lebih keras, dan melihat Sam meringis.

"Sam? kau ok?"

Matanya tertutup tapi ia membukanya dan berkata, "Teruskan."

Dia mendesak maju lagi dan bisa melihat dia menggigit bibir bawahnya. Ketika ia menyadari usahanya untuk melakukan dengan lembut malah memperpanjang rasa sakitnya, ia menekuk pinggulnya dengan keras.

Penghalangnya memberi jalan dan ia mendorong melewatinya, sesak basah licinnya menyebar di sekitar miliknya saat ia mengubur seluruhnya dalam dirinya dalam satu langkah yang panjang.

Sam menjerit kecil karena rasa sakitnya, dan dia berhenti.

"Sam?"

"Nggak apa-apa. pelan-pelan."

Dia menahan sejenak, dan perlahan-lahan mundur, merasakan dinding bagian dalamnya meremas seolah-olah mencoba untuk menahannya tetap di dalam.

Sam mendesah. "Ya."

Ketika ia hampir keluar semuanya, dia berhenti dan berbalik arah, memulai kembali langkah yang panjang dan lambat ke dalam dirinya. Setelah beberapa saat, Sam membuka matanya dan tersenyum padanya.

"Oh Jason, aku nggak pernah tahu kalau rasanya seperti ini."

Ia membungkuk dan menciumnya, mulut mereka membuka saat lidah mereka menari dan bermain satu sama lain. Dia melanjutkan dengan ritme stabil, kedalam dan keluar dari dirinya, mengisi dan meluncur keluar dimana kemaluannya mencium ujung miliknya.

Kakinya datang di sekelilingnya, dengan lututnya berada di sisi tubuhnya, pergelangan kakinya mengkunci di sekitar punggungnya. Dia benar-benar terbuka baginya, menyambut dorongan ke dalam intinya yang ketat, sudut yang sempurna untuk menjangkau lebih dalam.

Secara insting, kecepatannya meningkat, dan Sam mengerang setuju ke telinganya. Tangannya mencengkeram bahunya dengan erat, kukunya menekan ke dalam kulitnya. Pinggulnya tertekuk dalam irama yang stabil, nafsu mereka berdua mendaki bersamaan dengan setiap dorong ke dalam dirinya.

Wajahnya tenggelam di sisi lehernya, dan ia mengisap dan menggigit kulitnya. Ia bisa merasakan puting kerasnya menekan ke dadanya, saat pinggulnya mulai berputar melawan dia, menyambut dorongan darinya.

Mereka berdua mengerang, kenikmatan mereka mendekati puncak bersama-sama. Dorongannya keras dan cepat, membawa mereka makin dekat ke tepian. Sam datang lebih dulu, jeritan keluar dari bibirnya saat tubuhnya mengejang dalam kenikmatan, gelombang orgasme melanda dirinya. Jason mengikuti tak jauh di belakang, dan dengan satu dorongan terakhir dia mengerang dan mengubur dirinya dengan dalam, otot-ototnya terkunci saat kejang dari kenikmatan berdenyut pada dirinya.

Mereka seperti itu sejenak, terkunci dalam ekstasi pertama yang mereka bagi, dan kemudian mereka mulai rileks, Sam ke tempat tidur dan dia ke pelukannya.

***

Mereka tergeletak di tempat tidur bersama, bercanda dengan puas. Mereka berbaring telungkup, dengan tangan mereka saling terkait. Tak satu pun dari mereka yang tahu bahwa mereka menciptakan kembali posisi ini seperti waktu dulu saat membuat tenda di tempat tidurnya.

Sam merasakan sesuatu di bawah tubuhnya dan menariknya keluar. Itu adalah amulet, terlupakan karena gairah mereka. Dia melihat pusaran warna dalam cahaya redup. Jason menontonnya saat Sam mempelajarinya, ia masih kagum dengan kecantikannya.

"Aku akan menyingkirkan itu," katanya.

Sam tidak bertanya mengapa. Dia sudah tahu.

"Tahu apa yang akan kau lakukan dengan benda itu?"

"Aku sudah memikirkannya, dan kurasa aku tahu orang yang bisa menggunakannya."
 
asli ini enak dibacanya..pemilihan kata tiap kalimatnya ..kerenkerenkeren
 
Wew.. Kyknya Danny yg bakal ngewarisin nih.
 
wih..udah ada pewarisx itu amulet?siapa y?jgn2 ane yg jd penerus selanjutx,hehe...
 
jiah, tanggung suhu 1 eps lagiiii
ayo update suhu
btw, kalo di liat dri cerita, kayanya danny ya yg di kasih amulet ? atau jangan jangan donna ?
 
Bab 23

Jason berjalan ke restoran yang tenang, kosong sekarang sebelum pengunjung siang berdatangan. Dia berdiri di lobi untuk beberapa saat, menunggu seseorang untuk muncul. Sebuah suara tiba-tiba datang dari belakangnya.

"Bisa aku bantu?" Dia berbalik, dan melihat seorang cewek berambut gelap dengan seragam pelayan. Dia menatap lekat-lekat padanya. Dia tampak familier.

"Kuharap begitu. Aku berada di sini beberapa bulan yang lalu, dan aku meninggalkan jaketku. Aku sudah kembali beberapa kali kesini, tapi aku nggak ingat bahwa jaketku hilang sampai hari ini." Menatap dia, Jason menambahkan," Kau tahu, kurasa kau adalah pelayan kami pada malam saat aku meninggalkannya di sini."

"Mari kita periksa ke tempat barang yang hilang dan ditemukan," kata cewek itu sambil tersenyum. Dia pergi di belakang meja dan menarik sebuah kotak kardus dari rak yang lebih rendah, menempatkannya di atas permukaannya.

Jason segera melihat jaketnya. Itu agak kusut dan berdebu, namun masih utuh.

"Itu dia," katanya, menariknya keluar dari kotak. "Terima kasih."

"Sama-sama. Apa ada hal lain yang bisa kulakukan untukmu?"

Dia menatapnya. Sesuatu mengganjal di otaknya. Dia adalah pelayan yang telah melayani dia dan Becky, tapi ada sesuatu yang lain, sesuatu yang ia tak bisa ia jelaskan.

Lalu ia melihat itu. Tergantung di lehernya dengan rantai perak adalah sebuah amulet, seperti miliknya. Matanya melebar dan ia menatap kembali pada wajahnya. Rambutnya berbeda, tapi itu adalah dia. Dia tersenyum padanya.

"Ambriel?"

"Hello Jason."

"Ambriel, kau nyata!"

"Dengan caraku sendiri."

"Tapi bagaimana?"

"Malchediel dan aku berasal dari keluarga yang sama. Dia menginginkan aku untuk mengawasi hadiah-hadiahya."

"Bagaimana orang tua itu kabarnya?"

"Dia masih suka pergi keluar sesekali, mengevaluasi orang dengan ujiannya."

Jason menatapnya cukup lama. Akhirnya, ia berkata, "Apakah kau mengatakan bahwa aku benar-benar tidak menyelamatkan nyawanya?"

"Biar kutebak - sebuah truk akan menabraknya? Itu favoritnya."

"Ya," kata Jason sambil menghela napas.

"Nggak ada truk."

Dia menggelengkan kepalanya.

"Jason, apa yang penting adalah keputusan yang kau buat, bukan apakah bahaya itu nyata atau tidak. kau adalah orang yang baik. Ingat itu."

"Aku telah berikan pada orang lain, kau tahu."

"Aku tahu. Malchediel senang dengan pilihanmu, karena ujiannya pertama telah dilewati. Apa kau dan Samantha bahagia?"

"Sangat."

"Jadi amulet telah memberikan manfaatnya untukmu. Aku sudah mengunjungi pemilik yang baru."

"Dengan padang rumput dalam mimpi itu?"

"Ya."

"Bagaimana hasilnya?"

"Dia bertanya apa aku ingin bergabung dengan dia dan pacarnya untuk threesome."

"Maaf tentang itu."

"Aku sedang mempertimbangkannya."

"Serius?"

"Nggak," katanya sambil tersenyum.

"Oh," kata Jason, terlihat lega.

"Dia adalah pria yang baik juga. Ujian kedua akan datang suatu hari nanti."

"Dan kau akan membantunya seperti kau membantuku?"

"Ya."

"Aku belum pernah mengucapkan berterima kasih untuk itu. Nggak yakin aku bisa melakukannya tanpa bantuanmu."

"Sama-sama."

"Yah, aku sebaiknya pergi. Sam menungguku. Kami akan pergi keluar untuk merayakan beasiswaku malam ini" Dia mengangkat jaket untuk menekankan maksudnya.

"Lebih baik dibersihkan dulu," katanya sambil membuka pintu untuknya.

Dia berjalan melalui pintunya, berhenti, dan berbalik ke arahnya. "Ambriel, bisa aku tanya satu hal lagi?"

"Ya."

"Amulet-amulet itu, dari mana benda itu berasal?"

Dia tersenyum dengan mata birunya yang cerah. "Rahasia keluarga," katanya, dan menutup pintu.

***

Duduk di sebuah meja di perpustakaan, asyik tenggelam membaca buku, Jason tak menyadari ketika seseorang duduk di kursi sebelahnya.

"Hi Jason."

Dia mendongak, dan terpana melihat Becky duduk di sana. Dia nyaris tak mengenalinya. Semua makeup dan gaya rambut yang elegan telah lenyap. Bibirnya berwarna normal, dan rambutnya yang panjang sebahu membingkai wajahnya dengan tampilan alami. Alih-alih memakai pakaian dari desainer seperti biasa, ia mengenakan celana jins sederhana dan kemeja longgar yang normal.

"Becky," katanya, kebingungan tampak di wajahnya. "Apa yang kau lakukan di sini?"

"Aku ingin bicara denganmu."

"Tentang apa?" Ia bertanya, nada waspada ada dalam suaranya.

Dia berhenti sejenak sebelum menjawab. "Jason, aku minta maaf atas semua yang kulakukan padamu. Dan pada Danny dan Samantha."

Dia menatapnya, masih tak percaya dia ada di sini.

"Aku akan mengerti jika kau tak bisa memaafkanku, tapi aku ingin kau tahu bahwa aku minta maaf tentang hal itu. Apa yang kulakukan adalah salah. Tak ada alasan, jadi aku tak membuatnya. Aku hanya secara egois peduli tentang apa yang kuinginkan, dan tak peduli pada siapa pun. Aku jadi orang yang tak baik dan aku sedang mencoba untuk mengubahnya."

Sekali lagi, Jason tidak menjawab.

"Dan aku ingin kau tahu sesuatu yang lain. Malam itu saat kita habiskan bersama, itu semua bukanlah pura-pura. Aku benar-benar bersenang-senang denganmu. Dan juga bukan tentang seks-nya, meskipun aku tak pernah merasa seperti itu dengan orang lain. Itu adalah seluruh malam. Kau lucu dan menawan, dan kau memperlakukan aku dengan spesial, seperti seorang cewek ingin diperlakukan. Dan kau pasti membuat kesan pada adikku Josh. Dia masih bicara tentangmu. Dia sekarang memanggilku 'wanita cantik', dia bilang dia dapat kata-kata itu darimu."

Becky tersenyum, dan matanya bergelimang basah. Jason menatap bukunya, matanya tidak fokus.

Becky mengamatinya sejenak, menunggu jawaban. Ketika tak ada jawaban, dia akhirnya berdiri. "Tak apa Jason, aku mengerti." Dia menyentuh tangannya dengan pelan, dan berjalan pergi.

"Aku sudah bilang Josh dan aku punya koneksi," katanya, menghentikan langkah Becky, "Kami benar-benar terikat saat di depan pintu itu."

Dia berbalik dan menghadapnya, tersenyum dengan air mata di pipinya.

Jason mengulurkan tangan ke kursi di mana dia telah duduk tadi, dan menepuk permukaannya. "Duduklah," katanya.
 
Epilog

Enam tahun kemudian.

"Hei Becky," teriak Jason ke arah dapur, "Cepatlah. Pertandingannya akan mulai, dan mereka akan mewawancarai Danny."

"Segera datang," kata suara dari ruang lain.

Beberapa saat kemudian, ketika siaran pertandingan dimulai, sepasang lengan melingkari di lehernya dari belakang sofa, menarik kepalanya menekan terhadap sepasang payudara yang hangat dan penuh.

"Ah," katanya, "Ini istri cantikku Becky. Aku merindukanmu. Apa yang membuatmu jadi begitu lama?"

Lengan yang ada di lehernya jadi bertambah ketat. "Begini saja Mister, jika kau sekali lagi memanggilku dengan nama itu aku akan memotong bolamu."

Dia tertawa dan mengulurkan tangan, memeluknya dengan tangan dan menariknya ke atas sofa, dan ia mendarat tertelungkup di pangkuannya. Dia menatap ke arah wajah Sam yang tersenyum.

"Jika kau memotong bolaku, apa yang akan kau mainkan saat kau sedang menghisapku?" Katanya tertawa. "Selain itu, kaulah yang bilang bagaimana mengerikannya hidupku jika aku menikah dengan Becky bukannya dengan kau. Aku hanya mencoba untuk membuat pengalaman itu nyata."

"Aku sudah bilang dua hari yang lalu. Lelucon itu sudah membosankan."

"Ayolah Becky, jangan seperti itu. Mari kita buktikan bahwa Sam yang salah. Kita bisa membuat ini berhasil. Terutama jika kau terus melakukan dengan lidahmu seperti yang kau lakukan tadi malam. Ya tuhan, di mana kau belajar itu, Pramuka?"

Dia bergeser dan sikunya bersandar langsung pada bolanya.

"Hey hey hey, ow ow, ok ok, aku berhenti."

Dia tersenyum, meredakan tekanan. "Nggak ada lagi Becky?"

"Nggak ada lagi Becky," katanya dengan lembut, "Hanya Sam. Itu selalu hanya Sam. Hanya orang tolol seperti aku ini yang butuh delapan belas tahun untuk menyadarinya."

Wajahnya berseri-seri seperti yang selalu terjadi ketika cintanya untuk dia bersinar di dalam dirinya. "Kau benar bermulut manis."

"Kalau itu benar," katanya serius, "mengapa aku masih tak bisa membuat ibumu menyukaiku?"

Sam tertawa. "Hei, dia mulai bersikap hangat padamu. Bukankah dia bilang hallo padamu bulan lalu saat Thanksgiving ketika kita berkunjung? Itu adalah peningkatan."

"Sangat benar. Mungkin Thanksgiving berikutnya ketika kita membawa cucunya datang mengunjunginya, dia bahkan akan memberiku pelukan" Dia meletakkan tangannya di perutnya yang sedikit membesar.

Sam tersenyum dan mengulurkan tangan, menarik dia kearahnya, bibir mereka bertemu dalam ciuman lembut.

Televisi mengumandangkan suara, "Mari kita menuju ke lapangan, di mana Stacy Roberts melakukan wawancara di lapangan dengan Dan Mazzelli, si luar biasa Doble Z yang telah menguasai NFL di musim pertamanya."

Jason melepaskan Sam, dan dia berguling dan duduk, mereka berdua menonton TV. Pada layar mereka melihat sahabat mereka Danny berdiri samping wanita pirang yang sangat cantik. Apa lagi yang baru? pikir Jason.

"Jadi, katakan padaku Dan," kata si pirang, "Bagaimana rasanya menjadi raja NFL?"

"Menyenangkan Stacy," kata Danny, "aku suka pertandingannya, aku suka rekan timku, tapi kau tahu apa bagian terbaik dari itu?"

"Apa itu?"

"Aku bisa bertemu wanita cantik sepertimu." Seringai lebar yang familiar muncul di wajahnya. Sam cekikikan dan Jason mendengus.

Stacy tampak gugup. Dia berusaha untuk menyelamatkan wawancaranya. "Omong-omng tentang itu Dan, bukankah kau baru saja menikah? kurasa istrimu Donna tidak akan senang dengan apa yang kau katakan."

"Jangan terlalu yakin, sayang" kata Danny, dan menambahkan kedipan mata ke arah Stacy. Jason dan Sam hampir jatuh dari sofa karena tertawa.

"Um, ok, um, aku kira sudah selesai di sini," si pirang tergagap lelah, "Kembali pada anda Tim, um, maksudku Tom."

"Terima kasih Stacy," kata Tom, dengan ekspresi terkejut di wajahnya. Dia berpaling kepada rekannya, dan berkata, "Brent, apa pendapatmu kenapa Mazzelli begitu istimewa? Mengapa dia jadi bintang begitu cepat di awal karirnya?"

"Begini Tom," kata Brent, yang merupakan seorang mantan quarterback, "Dia punya semua bakat di dunia ini, tapi apa yang membuat dirinya berada di atas adalah kemampuannya untuk membaca pertahanan. Seolah-olah dia menyelinap ke ruang ganti tim lawan tanpa terlihat dan membaca buku pedoman pertahanan mereka. Ini luar biasa."

Sam dan Jason berbalik dan saling memandang, senyuman lebar menyebar di wajah mereka berdua.

T A M A T
 
pertamax kh?
ßelamat...cerita anda tamàt...d tunggu kisah selanjutx suhu
 
Sip. Tamat.. Thanks bro..

:cendol: ijo2 pertama gw buat nte. (baru tau kalo gw ud bs ngasih ijo2) :p
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd