sulkan
Semprot Addict
Bab 8
Jason menyukai hari Sabtu. Dia bisa tidur sesukanya, dan setelah mengerjakan beberapa tugas pagi di sekitar rumah, sisa hari itu adalah miliknya. Dengan kalung itu, akhir pekan ini menjanjikan sesuatu yang ekstra spesial.
Pagi ini ia bangun dengan kebugaran dalam langkahnya, dengan kenangan malam sebelumnya masih segar dalam pikirannya. Kemampuan barunya membuka peluang yang sangat luas yang tak pernah dia pikirkan sebelumnya. Adegan antara Danny dan Chief Lobeaux benar-benar mengejutkannya. Meskipun ia tak yakin ia bisa melihat salah satu dari mereka dengan cara yang sama lagi.
Setelah membersihkan kamarnya, dan mengatur barang-barang yang berserakan di garasi, ia sedang memotong rumput di halaman depan ketika ia menangkap gerakan dari sudut matanya. Menenggok, ia melihat Sam dan ibunya sedang mengeluarkan mobil mereka untuk pergi ke suatu tempat. Ibunya kembali ke dalam, tapi Sam melihat Jason menatapnya. Dia tersenyum dan melambaikan tangan, memberi isyarat baginya untuk mendekat.
Dia mematikan mesin pemotong rumput dan menuju seberang, kaos putih usangnya tak menyembunyikan banyak keringat yang membasahi dada dan lengannya. Efeknya tak bisa diabaikan oleh Sam, dan ia melihat mata Sam mengamati tubuhnya saat mereka bertemu di pagar.
"Kau terlihat keren hari ini Jason," katanya dengan senyum senang.
"Aku merasa kotor," katanya, malu karena cara Sam memandangnya.
"Kotor itu kadang-kadang bagus," jawabnya.
Ngomong-ngomong tentang keren, Sam tampak sangat seksi hari ini, dengan celana jeans dipotong pendek, dan tank top oranye yang memeluk lekuk payudaranya dan memperlihatkan perutnya. Garis-garis bra-nya terlihat, dan pikirannya mengembara saat ia bertanya-tanya apakah itu adalah bra yang sama ia telah pakai dua malam lalu.
"Kau sendiri lumayan keren hari ini, Sam," ia mendengar dirinya mengatakan itu, dan segera jadi memerah.
Tapi Sam berseri-seri oleh pujiannya, wajahnya berbinar sambil tersenyum.
"Kalian akan pergi keluar?" Ia bertanya, mengangguk ke arah mobil.
"Ya, ibu dan aku akan pergi ke Mall. Ini ritual kami di hari Sabtu pagi."
Mrs. Scott keluar rumah lagi. Jason menyadari tubuhnya masih terlihat cukup bagus untuk usianya, dan jika Sam mewarisi gen darinya, berarti Sam beruntung. Ia menyadari bahwa ia sedang memikirkan Mrs. Scott sebagai seorang wanita untuk pertama kalinya dalam hidupnya. Dia bertanya-tanya apa yang menyebabkan itu, dan ingat Mrs. Lobeaux tadi malam. Ya Tuhan. Pikirannya mulai bergulir pada pertanyaan bagaimana Mrs. Scott terlihat saat memberikan blowjob. Tidak tidak tidak dia mengulangi dalam hati, sampai gambaran itu memudar.
"Jason Selamat pagi," kata Mrs. Scott sopan, datang ke tempat Sam dan dia berdiri, "Apa yang telah kau lakukan?"
Jason telah jadi favoritnya ketika masih anak kecil. Dia menikmati kunjungan Jason sehari-hari untuk bermain dengan Sam, dan ia akan selalu memastikan untuk menyediakan banyak makanan ringan yang ia sukai. Tapi itu berubah selama masa nakalnya. Terlalu banyak kejadian putrinya pulang menangis dan telah mengeraskan hatinya terhadap dia. Sekarang, Mrs. Scott sopan padanya karena Sam memintanya padanya, tapi tak ada kehangatan di belakangnya. Jason mengerti alasannya kenapa.
"Tidak banyak Mrs. Scott," jawabnya.
"Sam," katanya, "ketika aku ke dalam rumah, aku mendapat telepon dari tante Carol. Nenek mengalami masalah dengan pipa air lagi, dan aku harus menelepon dan memanggil tukang ledeng untuknya. Ini mungkin akan memakan waktu cukup lama, jadi kau punya sekitar 45 lima menit sebelum kita pergi."
"Nggak masalah ma. Aku akan jalan-jalan sebentar."
Mrs. Scott berbalik dan kembali ke dalam rumah.
Sam beralih ke Jason. "Hei, kau ingin jalan-jalan denganku? Aku punya sesuatu yang aneh untuk kuberitahu padamu."
"Aneh?"
"Ya. Mau pergi?"
Biasanya ia akan mencoba mengelak untuk jalan-jalan dengan Sam. Tapi setelah pengalamannya dua malam yang lalu, ia tampak berbeda baginya. Dia benar-benar berharap untuk ngobrol dengannya.
"Jika kau nggak masalah aku pakai baju seperti ini, ayo."
"Sama sekali nggak," katanya, dan ia memperhatikan Sam mengamati tubuhnya.
"Ok, beri aku satu menit untuk menyelesaikan memotong rumput dan mengembalikan pemotong rumputnya."
Beberapa menit kemudian mereka berangkat, berencana untuk mengambil rute yang panjang di sekitar kompleks akan membawa mereka kembali tepat waktu.
"Jadi, hal aneh apa yang ingin kau beritahu padaku?" Tanya Jason.
"Beberapa malam lalu, setelah kita ngobrol di depan rumahku, aku mimpi tentang kamu."
Matanya melebar. "Bermimpi? mimpi seperti apa?" Biasanya dia tak akan peduli kalau Sam bermimpi tentang dia, tapi, mengingat apa yang terjadi, Ia penasaran.
"Itu mimpi yang aneh. Nggak seperti mimpi normal biasa."
"Tentang apa?"
"Yah, seperti aku bilang, aneh. aku terbaring di tempat tidurku tertidur, dan kau ada di sana, menjagaku. Melindungiku."
Jason tak bisa bicara.
"Sulit menjelaskannya," lanjutnya, "tapi itu membuatku merasa aman, karena tahu kau ada di sana menjagaku."
"Wah aneh." Dia tak bisa memikirkan hal lain untuk dikatakan.
"Yah, tapi aku menyukainya. Itu sangat bagus."
Jason memutuskan untuk bercanda. "Apakah kau pakai piyama merah muda itu? Yang dulu sering aku olok-olok ketika kita masih kecil? Ingat ketika aku memanggilmu Peter Cottontail?"
Sam tertawa. "Aku ingat. Tapi nggak, aku nggak pakai itu lagi. Aku..." dan Sam berhenti dan pipinya langsung memerah.
"Apa?"
"Aku nggak pakai apa-apa," tuntasnya, dan bertambah merah.
Dia juga memerah, tetapi mengatakan, "Jadi tunggu, dalam mimpi kau berbaring telanjang di tempat tidur, dan aku mengawasimu, dan tak terjadi apapun?"
"Kau bersikap baik malah. Bahkan menarik selimut di atas"
Jason menatapnya, tak dapat berkata-kata lagi. Apakah mungkin dia telah terbangun dan entah bagaimana caranya tahu ia ada di sana? Itu sangat tak mungkin, mengingat apa yang telah Sam lakukan di depannya.
"Jadi, mm, dimana aku menontonmu?"
"Aku tak tahu. Itu aneh juga. Rasanya seperti kau ada di sana tapi kau nggak benar-benar ada."
Jason merasakan dorongan yang tiba-tiba untuk mengalihkan pembicaraan tentang dirinya. Dia semakin dekat dengan kebenaran. Dia berseru hal pertama yang muncul dipikirannya.
"Jadi apa kau bermimpi telanjang, atau apa kau benar-benar telan ...?" Di tengah kalimat dia menyadari apa yang ia katakan, dan suaranya melemah. Dia meringis dalam hati. Dasar idiot.
Ia melirik dan melihat Sam memberinya ekspresi aneh. Tapi dia tersenyum juga, yang merupakan pertanda baik.
Dia berpikir Sam akan mengatakan sesuatu, tapi ia terus saja tersenyum padanya dan memberinya tatapan aneh itu.
Akhirnya, ia berkata, "Apa?"
"Jason Clark Ramsey, kau dalam masalah besar!"
Jason langsung tertawa. Sam sering mengatakan itu padanya sepanjang waktu ketika mereka masih kecil. Dia pernah mendengar ibu Jason mengatakan padanya sekali ketika mereka pulang belepotan lumpur dari satu petualangan mereka di hutan dengannya. Sam akan mengatakan padanya ketika mereka sedang bermain Go Fish dan Sam memegang kartu besar. Atau ketika dia akan bersendawa sangat keras setelah minum Cola, yang biasanya diikuti dengan ibunya mengatakan dengan tegas mengingatkan dia atas sikapnya.
"Aku sudah lupa tentang semua itu," katanya, masih tersenyum. "Kau bisa meniru ibuku dengan sempurna."
"Aku masih bisa mendengar ibumu berteriak padamu. Kita berdua tertutup lumpur, bahkan sampai ke rambut, dan kita berjalan pulang tanpa tahu sedikitpun bahwa kita akan mendapat masalah."
"Itu salahmu."
"Salahku?"
"Ya, kau ingat kan? Kita ada di sungai dan sangat becek karena hujan turun, dan kau bilang kau pernah mendengar ibumu bilang akan pergi ke spa untuk mandi lumpur. Jadi kita melihat ada lumpur dan memutuskan, siapa yang butuh spa?"
Sam menyeringai. "Oh ya. Aku ingat sekarang. Sepertinya ide yang bagus saat itu."
"Selalu seperti itu, kan? Seperti saat kita memasukkan mantel bulu ibumu di mesin cuci."
"Yah," katanya, "atau ketika kita menelepon 911 karena kita mendengar orang tuamu di kamar tidur mengeluarkan suara aneh dan kita pikir mereka terluka."
Jason meringis. "Butuh waktu bertahun-tahun untuk memblokir dari ingatanku, tapi terima kasih untuk mengingatkannya."
Sam tertawa. "Maaf."
"Kupikir itu setelah orang tua kita berkumpul dan memasang pagar pemisah. Mereka pikir akan lebih aman jika kita berpisah."
Sam tertawa kecil. "Kupikir mereka benar."
Mereka berjalan beberapa saat tanpa berbicara, lalu ia berkata, "Keduanya."
"Keduanya?"
"Jawaban atas pertanyaanmu tadi," katanya sambil nyengir.
Jason teringat pertanyaannya dan tersipu.
"Mm, jadi, kau biasanya seperti itu?"
"Nggak, aku biasanya pakai piyama merah muda dengan kaki di dalamnya."
Dia tertawa. "Masih punya itu hah?"
"Tapi untuk menjawab pertanyaanmu, Mr. Penasaran, nggak, itu bukan kebiasaanku. Aku barusan mandi dan lelah, jadi aku berbaring istirahat sedikit dan tahu-tahu aku sudah tidur."
Pikirannya melayang kembali tentang apa yang telah benar-benar dia lakukan sebelum tidur, dan ia memandang Sam. Jason punya perasaan dia juga berpikir tentang hal itu.
Ketika ia memandangnya, ia teringat deskripsi Donna tentang Sam. Sangat cantik. Pada saat ini, ia harus setuju dengan Donna. Dia selalu menganggap Sam sebagai cewek kecil yang jadi teman bermainnya, bahkan saat ia semakin dewasa dan mulai berubah. Tapi apa yang dilihatnya malam kemarin telah mengguncang gambar lama tentang dia, dan sekarang ia melihat hal-hal yang ia lewatkan olehnya.
Mereka tiba di sebuah persimpangan, dan saat mereka menyeberang jalan, Jason melihat sebuah mobil menuju kearah mereka. Tanpa pikir panjang, ia mengambil tangan Sam dan bergegas membimbingnya menyeberangi jalan. Ketika mereka sampai di trotoar, dia menunduk dan melihat apa yang telah dilakukannya, dan melepaskan genggaman tangannya. Apa itu tadi? Jason melirik untuk melihat reaksinya, tapi Sam hanya tampak tersenyum puas.
Mereka semakin dekat dengan jalan menuju rumah mereka, dan ketika mereka melewati sebuah bangku, ia bertanya, "Bisakah kita berhenti di sini sebentar?"
Sam tampak penasaran, tapi berkata, "Tentu."
Mereka duduk dan Jason mulai mengumpulkan pikirannya. Dia sudah berpikir untuk menceritakan ini padanya, dan ingin melakukannya dengan benar.
"Sam," ia memulai, "Saat kita nggak berteman dulu, aku benar-benar melakukan hal-hal jahat padamu, dan aku ingin minta maaf."
Sam tersenyum lembut. "Jason, kau seorang anak laki-laki, dan aku adalah anak perempuan yang selalu mengikutimu. Aku pikir ada hukum alam yang menyatakan bahwa anak laki-laki harus bersikap jahat pada anak perempuan pada usia itu."
Dia menggelengkan kepala. "Nggak, itu berbeda. Kebanyakan anak laki-laki dan perempuan nggak punya persahabatan seperti kita. Dan aku jahat padamu meskipun yang kau mau hanya persahabatan. Ketika aku berpikir tentang beberapa hal yang kita ... aku ... lakukan padamu, aku merasa sangat malu."
Sam diam sejenak sebelum menjawab. "Itu memang menyakitkan. Tapi aku selalu tahu ada sesuatu yang istimewa di antara kita. Aku tahu kita akhirnya akan berteman baik lagi."
"Dan kau benar. Disinilah kita, bersahabat lagi."
"Ya, sahabat." Sam tersenyum, tapi ada sesuatu di balik matanya dan ia tahu ia telah mengatakan sesuatu yang salah.
Itu adalah gilirannya untuk berhenti sejenak dan berpikir. Dia memutuskan untuk mengalihkan pembicaraan. "Ada sebuah lukisan di perpustakaan di atas tangga - satu karya Monet kupercaya - dan aku berjalan melewatinya selama bertahun-tahun berpikir itu hanya gumpalan warna. Lalu suatu hari di kelas Seni kami membahas tentang lukisan klasik, dan lukisan itu adalah salah satunya. Guru bicara tentang apa arti lukisan itu, dan semua benda di dalamnya disimbolisasikan. Waktu berikutnya saat aku berada di perpustakaan aku melihat lukisan itu dengan sudut pandang yang benar-benar baru."
Dia menatapnya, alisnya berkerut.
"Sama juga dengan manusia," lanjutnya. "kau memnadang mereka dengan satu sudut pandang selama bertahun-tahun, dan kemudian sesuatu terjadi dan kau memahami sesuatu di dalamnya yang kau nggak lihat sebelumnya."
Dia menatapnya. "Jason, apa kau ngomongin tentang kita?"
"Aku selalu melihat kau sebagai teman Sam, dan aku masih melakukannya. Tapi sesuatu terjadi baru-baru ini dimana aku mulai melihatmu secara berbeda."
"Berbeda? Bagaimana?"
"Yah," ia ragu-ragu, "Bagiku, kau selalu jadi temanku, yang kebetulan seorang cewek. Namun belakangan, aku lebih banyak memikirkan tentang aspek ceweknya."
Sam tersenyum. "Aspek cewek? aku sendiri juga bertanya-tanya kapan kau akan menyadarinya."
Jason tersipu. "Aku mungkin agak lambat menyadarinya tapi aku nggak buta."
Sam tertawa. "Jadi Jason, apa yang kau pikirkan tentang aspek cewekku?"
Jason menyeringai. "aku akan menolak menjawab pertanyaan itu."
Sam akan meresponnya ketika terdengar suara klakson mobil. Mereka mendongak dan melihat ibunya berhenti di tepi jalan.
"Sam," katanya, "aku selesai lebih cepat dari yang kukira. kau siap pergi?"
"Tunggu sebentar, Ma," jawab Sam, dan berbalik kembali ke arah Jason. "Kita akan melanjutkan ini nanti mister. kau nggak akan lepas dari pembicaraan ini dengan mudah."
Jason tertawa. "Aku menunggunya." Dan dia serius.
"Mau melakukan sesuatu nanti?" Tanyanya.
"Tentu. Gimana kalau kita pergi ke suatu tempat dan ngobrol lagi?"
"Tempat Angelo?" Katanya. "Kita bisa ketemu di tempatku sekitar jam delapan, dan jalan kaki?"
"Ini kencan."
Sam berseri-seri menatapnya. Jason pikir matanya tampak menakjubkan.
"Nanti," katanya, dan melompat dari bangku dan pergi ke mobil. Sam tampak senang.
Dia melihat mobil menghilang di jalan, dan kata-kata terakhirnya kembali terngiang. Hah, pikirnya, kukira itu benar-benar kencan.
Jason menyukai hari Sabtu. Dia bisa tidur sesukanya, dan setelah mengerjakan beberapa tugas pagi di sekitar rumah, sisa hari itu adalah miliknya. Dengan kalung itu, akhir pekan ini menjanjikan sesuatu yang ekstra spesial.
Pagi ini ia bangun dengan kebugaran dalam langkahnya, dengan kenangan malam sebelumnya masih segar dalam pikirannya. Kemampuan barunya membuka peluang yang sangat luas yang tak pernah dia pikirkan sebelumnya. Adegan antara Danny dan Chief Lobeaux benar-benar mengejutkannya. Meskipun ia tak yakin ia bisa melihat salah satu dari mereka dengan cara yang sama lagi.
Setelah membersihkan kamarnya, dan mengatur barang-barang yang berserakan di garasi, ia sedang memotong rumput di halaman depan ketika ia menangkap gerakan dari sudut matanya. Menenggok, ia melihat Sam dan ibunya sedang mengeluarkan mobil mereka untuk pergi ke suatu tempat. Ibunya kembali ke dalam, tapi Sam melihat Jason menatapnya. Dia tersenyum dan melambaikan tangan, memberi isyarat baginya untuk mendekat.
Dia mematikan mesin pemotong rumput dan menuju seberang, kaos putih usangnya tak menyembunyikan banyak keringat yang membasahi dada dan lengannya. Efeknya tak bisa diabaikan oleh Sam, dan ia melihat mata Sam mengamati tubuhnya saat mereka bertemu di pagar.
"Kau terlihat keren hari ini Jason," katanya dengan senyum senang.
"Aku merasa kotor," katanya, malu karena cara Sam memandangnya.
"Kotor itu kadang-kadang bagus," jawabnya.
Ngomong-ngomong tentang keren, Sam tampak sangat seksi hari ini, dengan celana jeans dipotong pendek, dan tank top oranye yang memeluk lekuk payudaranya dan memperlihatkan perutnya. Garis-garis bra-nya terlihat, dan pikirannya mengembara saat ia bertanya-tanya apakah itu adalah bra yang sama ia telah pakai dua malam lalu.
"Kau sendiri lumayan keren hari ini, Sam," ia mendengar dirinya mengatakan itu, dan segera jadi memerah.
Tapi Sam berseri-seri oleh pujiannya, wajahnya berbinar sambil tersenyum.
"Kalian akan pergi keluar?" Ia bertanya, mengangguk ke arah mobil.
"Ya, ibu dan aku akan pergi ke Mall. Ini ritual kami di hari Sabtu pagi."
Mrs. Scott keluar rumah lagi. Jason menyadari tubuhnya masih terlihat cukup bagus untuk usianya, dan jika Sam mewarisi gen darinya, berarti Sam beruntung. Ia menyadari bahwa ia sedang memikirkan Mrs. Scott sebagai seorang wanita untuk pertama kalinya dalam hidupnya. Dia bertanya-tanya apa yang menyebabkan itu, dan ingat Mrs. Lobeaux tadi malam. Ya Tuhan. Pikirannya mulai bergulir pada pertanyaan bagaimana Mrs. Scott terlihat saat memberikan blowjob. Tidak tidak tidak dia mengulangi dalam hati, sampai gambaran itu memudar.
"Jason Selamat pagi," kata Mrs. Scott sopan, datang ke tempat Sam dan dia berdiri, "Apa yang telah kau lakukan?"
Jason telah jadi favoritnya ketika masih anak kecil. Dia menikmati kunjungan Jason sehari-hari untuk bermain dengan Sam, dan ia akan selalu memastikan untuk menyediakan banyak makanan ringan yang ia sukai. Tapi itu berubah selama masa nakalnya. Terlalu banyak kejadian putrinya pulang menangis dan telah mengeraskan hatinya terhadap dia. Sekarang, Mrs. Scott sopan padanya karena Sam memintanya padanya, tapi tak ada kehangatan di belakangnya. Jason mengerti alasannya kenapa.
"Tidak banyak Mrs. Scott," jawabnya.
"Sam," katanya, "ketika aku ke dalam rumah, aku mendapat telepon dari tante Carol. Nenek mengalami masalah dengan pipa air lagi, dan aku harus menelepon dan memanggil tukang ledeng untuknya. Ini mungkin akan memakan waktu cukup lama, jadi kau punya sekitar 45 lima menit sebelum kita pergi."
"Nggak masalah ma. Aku akan jalan-jalan sebentar."
Mrs. Scott berbalik dan kembali ke dalam rumah.
Sam beralih ke Jason. "Hei, kau ingin jalan-jalan denganku? Aku punya sesuatu yang aneh untuk kuberitahu padamu."
"Aneh?"
"Ya. Mau pergi?"
Biasanya ia akan mencoba mengelak untuk jalan-jalan dengan Sam. Tapi setelah pengalamannya dua malam yang lalu, ia tampak berbeda baginya. Dia benar-benar berharap untuk ngobrol dengannya.
"Jika kau nggak masalah aku pakai baju seperti ini, ayo."
"Sama sekali nggak," katanya, dan ia memperhatikan Sam mengamati tubuhnya.
"Ok, beri aku satu menit untuk menyelesaikan memotong rumput dan mengembalikan pemotong rumputnya."
Beberapa menit kemudian mereka berangkat, berencana untuk mengambil rute yang panjang di sekitar kompleks akan membawa mereka kembali tepat waktu.
"Jadi, hal aneh apa yang ingin kau beritahu padaku?" Tanya Jason.
"Beberapa malam lalu, setelah kita ngobrol di depan rumahku, aku mimpi tentang kamu."
Matanya melebar. "Bermimpi? mimpi seperti apa?" Biasanya dia tak akan peduli kalau Sam bermimpi tentang dia, tapi, mengingat apa yang terjadi, Ia penasaran.
"Itu mimpi yang aneh. Nggak seperti mimpi normal biasa."
"Tentang apa?"
"Yah, seperti aku bilang, aneh. aku terbaring di tempat tidurku tertidur, dan kau ada di sana, menjagaku. Melindungiku."
Jason tak bisa bicara.
"Sulit menjelaskannya," lanjutnya, "tapi itu membuatku merasa aman, karena tahu kau ada di sana menjagaku."
"Wah aneh." Dia tak bisa memikirkan hal lain untuk dikatakan.
"Yah, tapi aku menyukainya. Itu sangat bagus."
Jason memutuskan untuk bercanda. "Apakah kau pakai piyama merah muda itu? Yang dulu sering aku olok-olok ketika kita masih kecil? Ingat ketika aku memanggilmu Peter Cottontail?"
Sam tertawa. "Aku ingat. Tapi nggak, aku nggak pakai itu lagi. Aku..." dan Sam berhenti dan pipinya langsung memerah.
"Apa?"
"Aku nggak pakai apa-apa," tuntasnya, dan bertambah merah.
Dia juga memerah, tetapi mengatakan, "Jadi tunggu, dalam mimpi kau berbaring telanjang di tempat tidur, dan aku mengawasimu, dan tak terjadi apapun?"
"Kau bersikap baik malah. Bahkan menarik selimut di atas"
Jason menatapnya, tak dapat berkata-kata lagi. Apakah mungkin dia telah terbangun dan entah bagaimana caranya tahu ia ada di sana? Itu sangat tak mungkin, mengingat apa yang telah Sam lakukan di depannya.
"Jadi, mm, dimana aku menontonmu?"
"Aku tak tahu. Itu aneh juga. Rasanya seperti kau ada di sana tapi kau nggak benar-benar ada."
Jason merasakan dorongan yang tiba-tiba untuk mengalihkan pembicaraan tentang dirinya. Dia semakin dekat dengan kebenaran. Dia berseru hal pertama yang muncul dipikirannya.
"Jadi apa kau bermimpi telanjang, atau apa kau benar-benar telan ...?" Di tengah kalimat dia menyadari apa yang ia katakan, dan suaranya melemah. Dia meringis dalam hati. Dasar idiot.
Ia melirik dan melihat Sam memberinya ekspresi aneh. Tapi dia tersenyum juga, yang merupakan pertanda baik.
Dia berpikir Sam akan mengatakan sesuatu, tapi ia terus saja tersenyum padanya dan memberinya tatapan aneh itu.
Akhirnya, ia berkata, "Apa?"
"Jason Clark Ramsey, kau dalam masalah besar!"
Jason langsung tertawa. Sam sering mengatakan itu padanya sepanjang waktu ketika mereka masih kecil. Dia pernah mendengar ibu Jason mengatakan padanya sekali ketika mereka pulang belepotan lumpur dari satu petualangan mereka di hutan dengannya. Sam akan mengatakan padanya ketika mereka sedang bermain Go Fish dan Sam memegang kartu besar. Atau ketika dia akan bersendawa sangat keras setelah minum Cola, yang biasanya diikuti dengan ibunya mengatakan dengan tegas mengingatkan dia atas sikapnya.
"Aku sudah lupa tentang semua itu," katanya, masih tersenyum. "Kau bisa meniru ibuku dengan sempurna."
"Aku masih bisa mendengar ibumu berteriak padamu. Kita berdua tertutup lumpur, bahkan sampai ke rambut, dan kita berjalan pulang tanpa tahu sedikitpun bahwa kita akan mendapat masalah."
"Itu salahmu."
"Salahku?"
"Ya, kau ingat kan? Kita ada di sungai dan sangat becek karena hujan turun, dan kau bilang kau pernah mendengar ibumu bilang akan pergi ke spa untuk mandi lumpur. Jadi kita melihat ada lumpur dan memutuskan, siapa yang butuh spa?"
Sam menyeringai. "Oh ya. Aku ingat sekarang. Sepertinya ide yang bagus saat itu."
"Selalu seperti itu, kan? Seperti saat kita memasukkan mantel bulu ibumu di mesin cuci."
"Yah," katanya, "atau ketika kita menelepon 911 karena kita mendengar orang tuamu di kamar tidur mengeluarkan suara aneh dan kita pikir mereka terluka."
Jason meringis. "Butuh waktu bertahun-tahun untuk memblokir dari ingatanku, tapi terima kasih untuk mengingatkannya."
Sam tertawa. "Maaf."
"Kupikir itu setelah orang tua kita berkumpul dan memasang pagar pemisah. Mereka pikir akan lebih aman jika kita berpisah."
Sam tertawa kecil. "Kupikir mereka benar."
Mereka berjalan beberapa saat tanpa berbicara, lalu ia berkata, "Keduanya."
"Keduanya?"
"Jawaban atas pertanyaanmu tadi," katanya sambil nyengir.
Jason teringat pertanyaannya dan tersipu.
"Mm, jadi, kau biasanya seperti itu?"
"Nggak, aku biasanya pakai piyama merah muda dengan kaki di dalamnya."
Dia tertawa. "Masih punya itu hah?"
"Tapi untuk menjawab pertanyaanmu, Mr. Penasaran, nggak, itu bukan kebiasaanku. Aku barusan mandi dan lelah, jadi aku berbaring istirahat sedikit dan tahu-tahu aku sudah tidur."
Pikirannya melayang kembali tentang apa yang telah benar-benar dia lakukan sebelum tidur, dan ia memandang Sam. Jason punya perasaan dia juga berpikir tentang hal itu.
Ketika ia memandangnya, ia teringat deskripsi Donna tentang Sam. Sangat cantik. Pada saat ini, ia harus setuju dengan Donna. Dia selalu menganggap Sam sebagai cewek kecil yang jadi teman bermainnya, bahkan saat ia semakin dewasa dan mulai berubah. Tapi apa yang dilihatnya malam kemarin telah mengguncang gambar lama tentang dia, dan sekarang ia melihat hal-hal yang ia lewatkan olehnya.
Mereka tiba di sebuah persimpangan, dan saat mereka menyeberang jalan, Jason melihat sebuah mobil menuju kearah mereka. Tanpa pikir panjang, ia mengambil tangan Sam dan bergegas membimbingnya menyeberangi jalan. Ketika mereka sampai di trotoar, dia menunduk dan melihat apa yang telah dilakukannya, dan melepaskan genggaman tangannya. Apa itu tadi? Jason melirik untuk melihat reaksinya, tapi Sam hanya tampak tersenyum puas.
Mereka semakin dekat dengan jalan menuju rumah mereka, dan ketika mereka melewati sebuah bangku, ia bertanya, "Bisakah kita berhenti di sini sebentar?"
Sam tampak penasaran, tapi berkata, "Tentu."
Mereka duduk dan Jason mulai mengumpulkan pikirannya. Dia sudah berpikir untuk menceritakan ini padanya, dan ingin melakukannya dengan benar.
"Sam," ia memulai, "Saat kita nggak berteman dulu, aku benar-benar melakukan hal-hal jahat padamu, dan aku ingin minta maaf."
Sam tersenyum lembut. "Jason, kau seorang anak laki-laki, dan aku adalah anak perempuan yang selalu mengikutimu. Aku pikir ada hukum alam yang menyatakan bahwa anak laki-laki harus bersikap jahat pada anak perempuan pada usia itu."
Dia menggelengkan kepala. "Nggak, itu berbeda. Kebanyakan anak laki-laki dan perempuan nggak punya persahabatan seperti kita. Dan aku jahat padamu meskipun yang kau mau hanya persahabatan. Ketika aku berpikir tentang beberapa hal yang kita ... aku ... lakukan padamu, aku merasa sangat malu."
Sam diam sejenak sebelum menjawab. "Itu memang menyakitkan. Tapi aku selalu tahu ada sesuatu yang istimewa di antara kita. Aku tahu kita akhirnya akan berteman baik lagi."
"Dan kau benar. Disinilah kita, bersahabat lagi."
"Ya, sahabat." Sam tersenyum, tapi ada sesuatu di balik matanya dan ia tahu ia telah mengatakan sesuatu yang salah.
Itu adalah gilirannya untuk berhenti sejenak dan berpikir. Dia memutuskan untuk mengalihkan pembicaraan. "Ada sebuah lukisan di perpustakaan di atas tangga - satu karya Monet kupercaya - dan aku berjalan melewatinya selama bertahun-tahun berpikir itu hanya gumpalan warna. Lalu suatu hari di kelas Seni kami membahas tentang lukisan klasik, dan lukisan itu adalah salah satunya. Guru bicara tentang apa arti lukisan itu, dan semua benda di dalamnya disimbolisasikan. Waktu berikutnya saat aku berada di perpustakaan aku melihat lukisan itu dengan sudut pandang yang benar-benar baru."
Dia menatapnya, alisnya berkerut.
"Sama juga dengan manusia," lanjutnya. "kau memnadang mereka dengan satu sudut pandang selama bertahun-tahun, dan kemudian sesuatu terjadi dan kau memahami sesuatu di dalamnya yang kau nggak lihat sebelumnya."
Dia menatapnya. "Jason, apa kau ngomongin tentang kita?"
"Aku selalu melihat kau sebagai teman Sam, dan aku masih melakukannya. Tapi sesuatu terjadi baru-baru ini dimana aku mulai melihatmu secara berbeda."
"Berbeda? Bagaimana?"
"Yah," ia ragu-ragu, "Bagiku, kau selalu jadi temanku, yang kebetulan seorang cewek. Namun belakangan, aku lebih banyak memikirkan tentang aspek ceweknya."
Sam tersenyum. "Aspek cewek? aku sendiri juga bertanya-tanya kapan kau akan menyadarinya."
Jason tersipu. "Aku mungkin agak lambat menyadarinya tapi aku nggak buta."
Sam tertawa. "Jadi Jason, apa yang kau pikirkan tentang aspek cewekku?"
Jason menyeringai. "aku akan menolak menjawab pertanyaan itu."
Sam akan meresponnya ketika terdengar suara klakson mobil. Mereka mendongak dan melihat ibunya berhenti di tepi jalan.
"Sam," katanya, "aku selesai lebih cepat dari yang kukira. kau siap pergi?"
"Tunggu sebentar, Ma," jawab Sam, dan berbalik kembali ke arah Jason. "Kita akan melanjutkan ini nanti mister. kau nggak akan lepas dari pembicaraan ini dengan mudah."
Jason tertawa. "Aku menunggunya." Dan dia serius.
"Mau melakukan sesuatu nanti?" Tanyanya.
"Tentu. Gimana kalau kita pergi ke suatu tempat dan ngobrol lagi?"
"Tempat Angelo?" Katanya. "Kita bisa ketemu di tempatku sekitar jam delapan, dan jalan kaki?"
"Ini kencan."
Sam berseri-seri menatapnya. Jason pikir matanya tampak menakjubkan.
"Nanti," katanya, dan melompat dari bangku dan pergi ke mobil. Sam tampak senang.
Dia melihat mobil menghilang di jalan, dan kata-kata terakhirnya kembali terngiang. Hah, pikirnya, kukira itu benar-benar kencan.