CAHAYA MATAHARI PAGI jatuh tepat di wajah cantik Nana. Gadis itu mengejap-ngejapkan matanya. Silau. Uhh... tubuhnya terasa dingin. Di mana ini?
Nana baru menyadari dirinya sedang berbaring di atas dipan, tertutup oleh selimut, tapi nampaknya ini bukan kasur springbed. Bukan busa juga. Tangannya memegang permukaan ranjang, empuk, halus, tapi dia tidak tahu apa. Dan bajunya.... Nana agak panik, menyadari bahwa di bawah selimut itu ia tidak mengenakan baju sama sekali! Pantas terasa dingin. Tangannya meraba di bagian ulu hatinya, ada sesuatu yang menempel di sana. Eh, di paha juga. Apa ini?
Perlahan-lahan, Nana mengingat terakhir berada di lapangan dengan kolam aneh, dan seluruh tubuhnya sakit dan terluka. Tapi sekarang, ia tidak merasa sakit sama sekali. Apakah lukanya hanya bayangan saja?
Duh, bodohnya. Ini pasti obat menutup luka, makanya ia tidak lagi merasa sakit. Nana merasa dirinya lebih bodoh. Mungkin semburan air itu membuat kepalanya terbentur dan menurunkan IQ-nya yang biasa superior... hah! Pikiran macam apa itu!
Setidaknya, Nana merasa seluruh tubuhnya utuh. Ia menggerak-gerakkan kedua kaki, menekuk jari jemari kaki, lalu tangan. Semua masih ada di sana. Ia berusaha bangun, namun badannya seperti tidak mau bekerjasama dengan kepalanya. Terasa berat sekali. Seperti... Nana mengeluh. Ini persis seperti orang yang dibius. Pantas dirinya sama sekali tidak merasa sakit, pasti karena ada semacam obat bius yang diberikan padanya. Tidak terasa sakit, tapi juga menjadi tidak mampu bergerak, itu ciri-ciri obat anestesi, bukan?
Masalahnya sinar matahari dari atas ini jatuh persis di wajahnya, membuatnya silau dan tidak bisa membuka mata. Dan ia tidak bisa bergerak menghindar dari sinar yang menyilaukan ini. Sialan! Kenapa taruh ranjang persis di bawah sinar matahari?
Selagi mengeluh, Nana mendengar suara perempuan berbicara di sebelahnya. Terdengar jelas, itu adalah.... sebentar, Nana tidak pernah mendengar bahasa seperti itu! Bahasa apa itu? Jelas bukan Inggris, bukan Mandarin, bukan Perancis, bukan.... apa itu bahasa Thailand? Hah.... Nana hanya tahu "suwatdhi kha" dan "arunsawat kha" -- itu untuk halo dan selamat pagi dalam bahasa Thai. Tapi kalau didengar lagi, suara perempuan itu juga bukan bahasa Thai.
Wait. Wait... Aku ada di mana?? -- Nana merasa panik. Ia yakin terakhir berada di villanya Anggia, bertengkar dengan siapa itu cowok brengsek -- Nana tidak terlalu jelas siapa namanya. Lalu ada benda aneh, dan peristiwa aneh, dan kini ia tidak mengerti apa omongan perempuan bersuara merdu di sebelahnya. Sepertinya perempuan itu bertanya sesuatu, dan semakin tidak sabar. Sedangkan Nana masih tidak bisa mengangkat tangan atau kaki atau badannya, menghindar dari sinar menyilaukan!
Akhirnya, perempuan itu mendorong ranjang Nana ke samping. Sorot sinar matahari dari langit-langit itu terus jatuh ke lantai. Hah, akhirnya! Nana bisa membuka matanya dan melihat siapa yang ada di depannya.
Pandangan pertama di depannya membuat Nana tidak bisa berkata-kata. Ia hanya membelalakkan matanya yang indah.
Perempuan di depannya berwajah oriental, Asian. Seperti orang Korea, hanya mata mereka lebih besar. Ya seperti wajah yang biasa dilihat di Korea atau Singapura, hanya matanya belo. Yang mengagetkan adalah rambutnya sebahu berwarna ungu. Ya, ungu!
Tubuh perempuan di depannya nampak indah. Tegap, dengan dada yang besar, payudara bulat, dengan hanya ditutup oleh kain kecil, mungkin selebar lima centi, melingkari dada menutupi puting. Sisanya seluruh buah dada bulat putih itu nampak membusung. Nana juga melihat perut yang rata, indah.
Mereka berada di ruangan yang sebagian besar nampaknya terbuat dari kayu, kecuali di pojok sebelah sana jelas tersusun dari batu, ada tempat api dan cerobong, seperti dapur jaman dahulu. Tidak terlihat ada lampu atau sesuatu benda yang memakai tenaga listrik. Nana memutar matanya menyapu seluruh ruangan seperti di film-film Jepang berabad-abad lalu, hingga akhirnya kembali berhenti kembali memandang wajah perempuan yang masih berusaha bercakap-cakap dengannya.
Nana setengah mati berusaha menggerakkan tangan kanannya, mengulurkan ke arah perempuan itu. Menyadari apa yang sedang diusahakan oleh Nana, perempuan itu berhenti berbicara, terus meraih tangan Nana. Ketika telapak tangan Nana menyentuh tangan perempuan itu, suatu sinar mendadak muncul di bidang penglihatan Nana.
Tahu seperti apa orang yang mengenakan Google Glass atau peralatan sejenis, seperti kacamata dengan proyektor mini yang langsung menyorotkan gambar ke depan mata? Nana pernah mencobanya sekali, dahulu, di rumah Anggia. Memakai kacamata pintar itu, ia bisa membaca dan melihat tulisan persis di depan matanya, hanya bisa dilihat olehnya, entah itu gambar atau tulisan atau bahkan video.
Begitulah terjadi persis di depan pandangan Nana.
MENDETEKSI PERJUMPAAN DENGAN ORANG ASING....
MENDETEKSI BAHASA KRILOGA....
ASIMILASI PENERJEMAH BAHASA KRILOGA....
ASIMILASI SELESAI.
KOMUNIKASI LEVEL 1 TERSEDIA.
Nana mengejap-ngejapkan matanya. Jelasnya, pastinya, ia tidak sedang memakai Google Glass atau apapun juga! Mengapa ada tulisan itu di depan penglihatannya?
"Jadi kamu itu sudah tidur tiga hari, dan kita semua tidak tahu bagaimana kamu bisa sehat lagi, apalagi kamu itu muncul di Padang Terlarang, bagaimana kami harus menanggung? Apa kamu tahu apa yang kamu perbuat?" tanya perempuan itu nyerocos terus, berbicara tanpa henti. Takjub, kini Nana mengerti apa yang dikatakannya!
"Saya tidur selama tiga hari?" tanya Nana.
"Whoa! Kamu bisa ngomong!" kini giliran perempuan itu yang sangat terkejut.
"Ya, tentu saja saya bisa bicara," jawab Nana.
"Maaf... maaf, maafkan saya, maafkan saya! Sungguh... maafkan saya!" Perempuan muda itu terus berlutut di pinggir ranjang, menundukkan kepalanya ke tanah. Ia gemetar ketakutan.
"Eh... hei... Hei.... HEI... SUDAH, SUDAH!" suara Nana makin keras. Perempuan itu mengangkat wajahnya memandang Nana.
"Sini, berdiri," Nana makin berani. Perempuan itu berdiri sambil tertunduk di pinggir ranjang.
"Err... nama kamu siapa?" tanya Nana.
"Saya... nama saya Tonya..."
Tonya? Nama perempuan dari mana itu?
"Tonya, jangan takut. Tolong jelaskan, saya sekarang ada di mana?" tanya Nana lagi.
Tonya nampak bingung. Tapi dia terus menjawab juga,
"Sekarang kita ada di rumah tuanku Lambas. Ia membawa tuan Putri yang tidak sadarkan diri ke sini. Tempat ini adalah Lembah Kesuburan, di wilayah Prefektur Ooki, bagian Negara Tengah Kiri."
Nana mengernyitkan dahinya. Negara Tengah Kiri? Prefektur Ooki? Lembah Kesuburan?
Di mana di dunia ada tempat begini? Ia yakin dahulu sudah belajar ilmu bumi lumayan banyak. Toh Nana dari dulu bermimpi mau keliling dunia, jadi mempelajari berbagai negara di planet bumi. Ia yakin, tidak ada Negara Tengah Kiri.
Wait... Negara Tengah? Tiong... Tiongkok? Jadi ini adalah Tiongkok, negeri Cina?
Tapi jelas kalau Tiongkok tidak seperti ini. Orang Tionghoa juga tidak serupa mereka.
Dan pasti rambutnya tidak ungu!
"Tonya.... kenapa rambut kamu berwarna ungu?" tanya Nana penasaran.
"Tuan... tuan Putri kok tanya begitu?"
"Ya memang, saya heran, kenapa begitu?"
"ini... dari lahir memang saya berambut ungu"
"ha? Kamu lahir berambut ungu?"
"Tuan Putri... maksudnya bagaimana?"
"Rasanya tidak ada orang yang lahir berambut ungu."
"Ah? Tidak... Tuan Putri sungguh, jangan bercanda! Tuan Putri tahu kan, kalau yang paling rendah adalah yang berambut Biru, mereka kaum Glosk. Kemudian ada saya dan keluarga yang berambut ungu, kaum Edisk. Lebih tinggi ada yang berambut merah, Akirosk. Kemudian rambut kuning pirang, Blendosk. Tertinggi, para bangsawan berambut hitam seperti tuanku Putri, kaum Homosk.
Tuanku Homosk dari klan mana? Sekarang ada tiga klan besar, Arteria, Gonad, dan Srilarak. Tuanku yang mana...? Ah, maafkan hamba lancang bertanya!" Tonya terus menyadari kesembronoan pertanyaannya, terus mau kembali berlutut.
"Eehhh... jangan, jangan berlutut... Apa sih... kamu nggak salah, saya memang tidak tahu! Kalau tuan Lambas, yang membawa saya ke sini, itu siapa?"
"ohh, Tuanku Lambas adalah seorang Blendosk, tapi ia sudah level tinggi sehingga rambutnya putih, tidak lagi kuning."
"Level tinggi? Maksud kamu, dia pejabat tinggi?"
"Eh, bukan, bukan! Tuanku Lambas benci dengan pejabat! Dia adalah seorang, apa ya sebutannya, dia sudah terlahir kembali, renatal," jawab Tonya. Tapi Nana jadi makin bingung.
"Renatal itu apa?"
"Eh ya itu adalah, itu adalah... ya nama level para pencari cakra," jawab Tonya lagi. Nana mengeluh dalam hati. Semua makin memusingkan.
"Sebentar. Jadi, Lambas adalah pencari cakra, dan dia sudah terlahir kembali, renatal, begitu?"
"iya, iya, itu maksudnya!"
"Pencari cakra itu apa?"
"Pencari cakra adalah mencari jati diri manusia," terdengar jawaban seorang laki-laki di belakang Tonya. Gadis itu nampak terkejut, dan kembali menunjukkan wajah takut.
"Tuan... tuanku Lambas.... ini tuan Putri sudah siuman..." kata Tonya terbata-bata.
"Ya, siapkan obat penawar raga. Tuan Putri pasti ingin disegarkan kembali," kata Lambas. Gadis itu segera bergegas ke pojok dan mempersiapkan sesuatu. Nana mengamati dengan sudut matanya, lantas kembali memandang kepada pria di depannya, berjanggut putih, bahkan alisnya juga putih dan panjang, seperti orang tua. Namun seluruh kulit wajahnya, tangan dan lehernya, semua masih kencang seperti anak muda.
"Tuan Putri jangan heran. Kami pencari cakra memang tidak banyak dipahami, apalagi oleh putri-putri Homosk seperti Tuanku Putri. Pencari cakra berusaha sepanjang waktu untuk menyerap energi dari semesta dan menguatkan apa yang ada di dalam diri seperti yang ada di dalam alam semesta. Cakra api, air, bumi, dan kehidupan -- inilah yang ada di alam, dan kita menjadi satu dengannya," kata Lambas menerangkan.
Nana mengernyitkan dahi. Ini seperti apa ya. Cerita-cerita avatar Aang? Empat elemen dasar, air, api, tanah, dan angin? Terus ada cowok botak dengan tato panah besar yang bisa berputaran... Shit, itu film kartun Nickelodeon! Tapi ini.... Nana memutar matanya, berhenti memandang tubuh Tonya yang seksi bukan main di sana. Pastinya, tidak ada penampilan seseksi ini di kartun Avatar.
"Dan tuanku Lambas adalah... seorang terlahir kembali?" tanya Nana lagi.
"Ah, jangan panggil dengan istilah Tuan seperti itu, Tuan Putri. Cukup panggil nama saja, nama saya Lambas. Ya, saya seorang yang terlahir kembali," kata Lambas lagi.
"Apa maksudnya, terlahir kembali?"
"Para pencari cakra menempuh banyak latihan dan meditasi, untuk melewati tahapan-tahapan. Ada tingkat primatama, kemudian tingkat dasar, tingkat pengukuhan, tingkat pengatasan, tingkat pembukaan, dan tingkat renatal, terlahir kembali. Setelah inipun masih ada tingkat pelepasan, tingkat buana.... dan entah apa lagi di atasnya," jawab Lambas. "ini menjadi cara pencari cakra untuk menyatu dengan alam dan menguasainya, tuan Putri. Dengan tujuan, akhirnya menjadi alam yang tidak berkesudahan. Tidak pernah mati, immortal. Tapi itu bukan sesuatu yang berjalan sendiri, semua harus dalam keseimbangan."
Tonya datang membawa segelas minuman, dengan gelas dari kayu. Ia menyuapkan minuman itu ke mulut Nana. Cairan hangat itu mengalir turun dan suatu perasaan hangat menjalar, berangsur-angsur membuat Nana merasa semakin kuat. Tonya dengan telaten membungkuk untuk menyuapi Nana sampai seluruh cairan di gelas habis. Lambas mengelus pantat gadis itu yang membulat, tidak tertutup apapun juga.
"Kita semua ada dalam keseimbangan, Tuanku Putri. Ada tingkatan, dan ada pemenuhan kebutuhan. Alam memberi tanda misalnya melalui rambut, supaya manusia tahu di mana tempatnya. Kita semua mencari cakra untuk memenuhinya. Misalnya saja Tonya seorang Edisk, sudah lama ya aku tidak menyetubuhimu?" tanya Lambas.
Tonya mengigit bibirnya, mengangguk. Ia meraih ke belakang, melepaskan kait penutup pinggulnya. Kain itu terlepas begitu saja, menampilkan pantat yang bulat dan halus, indah. Memeknya tembem, rambutnya halus dan jarang.
"Tonya baru berumur delapan belas musim, tapi sudah sangat membutuhkan persetubuhan," kata Lambas lagi. Ia berdiri di belakang Tonya, melepaskan kain yang membelit pinggangnya. Segera saja kain -- rupanya itu bukan celana tapi seperti sarung -- jatuh ke lantai. Nana terkesiap melihat kemaluan Lambas sudah menegang keras, kepalanya merah tua dan basah, lubangnya mengeluarkan lendir yang perlahan menetes.
Lambas terus menempelkan batang kemaluannya tepat di bibir kemaluan Tonya, yang masih membungkuk dan berpegangan pada pinggir ranjang. Gadis itu memejamkan matanya erat-erat, mulutnya terbuka, merasakan benda bulat persis di memeknya. Lambas mendorong ke depan. Batang keras itu terus terhujam dalam.
"Ehhhkkkk.... aahhh... Tuan.. Tuanku Lambas..... teruss...." desis Tonya mengerang nikmat.
Nana kini bisa mengangkat tangannya, mengelus kepala gadis yang sedang dientoti dari belakang. Rambut berwarna ungu itu terasa halus di tangan.
Diam-diam di balik selimut, tangan kiri Nana mengelus selangkangannya yang tidak tertutup apa-apa. Ia menggesek-gesek itilnya, merasakan kenikmatan menjalar juga dari sana.
Tonya mengerang semakin keras, seiring sodokan Lambas yang juga menjadi semakin dalam berirama masuk ke dalam memeknya. Apa boleh buat, Tonya hanya gadis biasa, tak lama kemudian ia dilanda orgasme hebat. Hampir bersamaan, Nana menggerakkan tangan kirinya makin cepat menggosok itil dan bibir memeknya, juga mencapai orgasme. Ia mengerang dilanda kenikmatan hebat di tempat yang asing itu.
Tapi kali ini, Nana ingin lebih. Dengan nanar ia menatap pada Lambas, yang belum mencapai ejakulasinya. Nana yang sudah lebih kuat, terus menyibakkan selimut yang menutupi diri. Tubuh telanjangnya terpampang penuh. Nana merenggangkan kedua pahanya.
"Lambas, ke sini juga..." desisnya perlahan. Ia tidak percaya dirinya mengatakan hal-hal seperti itu kepada orang asing yang baru dilihatnya.
Lambas tertegun melihat kecantikan dan kemolekan gadis berambut hitam yang telanjang bulat, mengangkang, mengajaknya bercinta. Tidak pernah terjadi sebelumnya! Semua hal yang dimimpikan setiap lelaki di Negara Tengah Kiri!
Perlahan, Lambas menghampiri ranjang. Tonya yang sudah mencapai puncaknya, terus menggelosor ke bawah, terengah-engah berbaring dilantai.
Lambas terus berlutut di depan selangkangan Nana. Ia menatap memek yang merah dan rapat, yang tidak pernah disentuh pria.
"Homosk yang murni....?" desisnya lirih. Lambas terus mencium memek harum itu dengan mata terpejam, seperti berdoa. Nana merasa dirinya seperti disengat listrik, menjadi kejang. Padahal, ia baru saja orgasme, tetapi satu kecupan kecil itu membuatnya kembali sangat terangsang. Apalagi ketika Lambas mulai mengulurkan lidahnya menjilat kemaluan mungkil itu dari bawah ke atas, kemudian dengan lembut menyedot itil Nana yang mengeras.
"AAaaaaahhhh......" seru Nana, tidak bisa menahan suaranya. Ia bahkan terangsang mendengar suaranya sendiri! Lambas seperti mendapat lampu hijau, terus menjadi lebih cepat menjilat, mencium, dan merenggangkan memek perawan milik Nana, hingga terpentang seperti putik bunga yang mekar. Merah merona, basah, licin.
Masa bodoh, Nana kini sangat menginginkan sebatang kontol memasuki memeknya.
Lambas terus naik ke atas tubuh gadis itu, yang merenggangkan kedua kaki lebar-lebar, dengkulnya diangkat tinggi. Kontol lelaki itu menghujam persis di lubang mungil, menyibakkannya, membukanya.
"Eugghh.... besar...." desah Nana
Pantat lelaki itu menyorong ke depan, mendorong. Nana memejamkan matanya, merasakan sensasi sakit yang nikmat. Perih, tapi diinginkan. Pertama kali merasakan sebatang kontol menerobos masuk, merasakan kepalanya yang bulat bertopi lembut, terdorong masuk ke dalam, menggesek bagian yang tidak pernah tersentuh. Bagian yang sangat nikmat kalau digesek. Lambas menggerakkan pinggulnya ke depan dan belakang. Kontolnya yang kekar keluar masuk memek Nana.
Nana memandang langit-langit di antara kenikmatan hebat yang pertama kali dirasakannya. Sinar matahari yang menyorot dari atap terlihat lebih indah.
Lalu, tulisan-tulisan muncul di depannya:
Cakra air +50
Cakra air +25
Cakra air +45
Cakra air +60
Naskah air langit diterima
Naskah air bumi diterima
Cakra air +110
Cakra air +125
Lambas semakin cepat menggerakkan kontolnya, ia merasakan kenikmatan hebat diberikan oleh memek murni yang memberikan jepitan licin luar biasa. Ia menggerung keras.
Cakra air +180
Cakra air +210
Cakra...
tulisan itu mengalir makin cepat, sehingga Nana tidak lagi bisa membacanya. Ia juga tidak sanggup, karena dirinya dilanda kenikmatan hebat dari persetubuhan yang pertama ini.
Sepuluh menit kemudian, Lambas menghujamkan kontolnya dalam-dalam di memek Nana, terus ejakulasi di sana. Gadis itu juga turut mengalami orgasme kuat, sehingga menjerit keras-keras memenuhi kesunyian ruangan itu.
Cakra air +1210
Level Primatama 1 ...pass
Level Primatama 2 ...pass
Level Primatama 3 ...pass
Level Primatama 4 ...pass
Level Primatama 5 ...pass
Masuk tingkat dasar air 1
Cakra air tingkat dasar 27/5000
Jurus naga air diterima
....
Proses asimilasi dimulai....
ASIMILASI SELESAI
Lambas mencopot kontolnya yang masih mengeras dari memek Nana, yang kini nampak berlubang. Darah mengalir disertai lendir putih.
Nana tertegun.
Tiba-tiba saja ia kini memahami apa itu cakra air dan bagaimana naskah -- itu adalah ilmu untuk mengolah cakra -- dari elemen air. Dan ia kini mengerti jurus-jurus naga air.
Nana kini telah menjadi pencari cakra juga.
Ia kini lebih kuat untuk duduk. Lendir membasahi ranjang di bawahnya, tetapi Nana tidak peduli.
Ia mulai menggerakkan energi yang masuk dari vaginanya, naik ke pusar, berputaran, membuka jalan ke seluruh tubuhnya.
Cakra air adalah pembawa kesehatan, pemulihan. Seluruh luka di tubuhnya kembali menutup, kulitnya menjadi halus kembali.
Lambas tertegun melihat tuan Putri di depannya. Ia tahu ketika seseorang baru saja menembus batas. Tetapi bagaimana mungkin? Bertahun-tahun orang belajar mencari cakra, baru bisa mencapai tahap dasar!
Ia menggelengkan kepalanya. Dunia memang penuh misteri, bahkan bagi dirinya yang telah terlahir kembali dan menjadi pencari cakra ternama. Lelaki itu terus turun dari ranjang, mengambil celana, mengenakannya, dan melangkah keluar. Tonya juga mengenakan penutupnya kembali, membereskan segala sesuatu, dan melangkah keluar.
Nana masih bermeditasi, merasakan untuk pertama kalinya bagaimana cakra air, dibawa oleh air mani lelaki itu, mengalir dan membuka seluruh jalur energi di tubuhnya, yang kini bisa ia ketahui dan rasakan.
Langit menjadi gelap, dan langit menjadi terang kembali.
Nana masih bermeditasi dengan bertelanjang, tubuhnya semakin berisi, kulitnya halus, dadanya bulat membusung indah, dengan puting berwarna merah muda. Begitu juga bibirnya merah, dan pipinya berona, tetapi matanya terpejam erat, merasakan dan mengendalikan aliran energi semakin lancar di seluruh tubuh.
Nana membuka matanya.
Baru merasakan kalau memeknya gatal sekali.
Ia menyentuh selangkangan, jari telunjuknya mengecek lubang memeknya.
Eh, kok tidak berlubang? Memeknya kembali menjadi seperti perawan?
---disambung lagi nanti, jika berkenan dengan cerita seperti begini---