Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Incest Story : Arti Keluarga (Update Terbaru)

QuarantineDL

Kena Warning
Daftar
9 May 2020
Post
51
Like diterima
560
Bimabet
Cerita baru yang akan saya coba upload secara rutin, kritik dan saran akan sangat membantu perkembangan cerita selanjutnya :ampun:


**
Aku selalu merasa kesepian begitu jarum jam sudah menunjukan pada pukul sebelas siang. Karena pada saat itu aku sudah menyelesaikan semua tugasku.

Namaku Julia, bulan November ini aku akan menginjak usia 45 tahun. Aku sudah memiliki seorang suami dan tiga orang anak yang paling kucintai, yang pertama bernama Alvin, kini dia berusia 18 tahun di SMA kelas 12. Selain Alvin, aku memiliki dua orang anak yang menjadi adik Alvin. Anak kedua aku beri nama Emma yang berusia 12 tahun dan Adam sebagai anak ketiga yang sama-sama berusia 12 tahun. Emma dan Adam merupakan anak kembar.

Rutinitasku biasa dimulai pada pukul enam di pagi hari. Aku bangun saat itu, mengganti baju tidurku dengan daster motif bunga-bunga yang dibelikan oleh suamiku. Kemudian aku membuat sarapan dan membangunkan anak-anakku.

"Alvin, bangun kak Alvin, nanti kamu terlambat ke sekolah."

"Uhhhhhhhh iya… lima menit lagi…" ucapnya, seraya menarik selimut.

Meskipun Alvin sedikit kesal karena sudah dibangunkan, akan tetapi pada akhirnya ia akan tetap bangun dan pergi ke sekolah tanpa terlambat. Kemudian aku menghampiri kamar Emma dan Adam.

"Emma, Adam ayo bangun. Nanti kalian terlambat ke sekolah."

"Iya bu…" ucap Emma seraya bangun.

"Baik ma…" ucap Adam.

Aku langsung keluar dari kamar mereka, kemudian setelah aku kembali ke dapur, pasti terdapat suara dari dalam kamar mandi. Itu pasti Alvin, dan yang selanjutnya terjadi pasti Emma akan segera keluar dari kamarnya.

Setelah itu, Alvin sudah selesai mandi dan kembali ke kamarnya untuk memakai seragam. Kamar mandi kini digunakan oleh Emma. Kemudian, disaat Adam keluar dari kamarnya, Alvin tengah menikmati roti lapis dan susu cokelat di meja makan.

"Bu, aku berangkat." ucap Alvin, setelah meminum habis susu cokelatnya hingga tetes terakhir dan menggendong tas di pundak sebelah kirinya.

"Iya hati-hati di jalannya ya sayang."

Lalu, setelah Alvin berangkat ke sekolah. Emma sudah keluar dari kamar mandi dan Adam langsung mengisi kekosongan di kamar mandi. Sementara Emma kembali ke kamarnya untuk berpakaian.

Emma hanya perlu waktu sepuluh menit untuk berpakaian, setelah dirinya rapih, langsung ia menikmati roti lapis dan susu cokelat di meja makan.

"Ibu, aku berangkat dulu." ucap Emma setelah memasukan kembali kursi ke dalam meja makan dan menggendong tas di pundak sebelah kanannya.

"Iya hati-hati di jalannya ya sayang."

Kemudian, setelah Emma berangkat ke sekolah. Adam sudah sedari tadi keluar dari kamar mandi dan kini tengah menikmati roti lapis dan susu cokelat di meja makan dengan tergesa-gesa. Memang, sebentar lagi gerbang depan sekolah akan segera ditutup.

"Pelan-pelan makannya sayang, nanti kamu tersedak."

"Aku sudah terlambat ma, kalo gitu aku berangkat dulu." ucap Adam, seraya meminum habis susu cokelat dan masih mengunyah roti di dalam mulutnya.

"Iya hati-hati di jalannya sayang."

Setiap pagi, rutinitasnya selalu sama. Alvin pasti yang pertama berangkat, kemudian Emma, lalu Adam yang terakhir.

Setelah anak-anakku berangkat ke sekolah, aku merapikan meja makan, mencuci dan menjemur baju, menyapu seluruh bagian rumah.

Pada pukul sebelas siang, aku sudah menyelesaikan semua tugasku dan tengah duduk bersandar di atas sofa. Rumah ini terasa begitu lengang dan hening jika hanya ada aku seorang diri.

Bukannya aku tidak bersyukur dengan rumah yang telah dibelikan oleh suamiku ini. Di dalamnya terdapat tiga kamar tidur, satu kamar mandi, dapur, ruang tengah, ruang tamu, dan gudang yang berada di halaman belakang. Sedangkan di halaman depan terdapat sebuah taman yang begitu asri, terkadang aku merawat bunga-bunga yang ditanam disana.

Oh iya aku lupa belum memeriksa kamar anak-anakku, kadang mereka selalu lupa untuk merapikan tempat tidur mereka.

Dan benar saja, Alvin tidak merapikan tempat tidurnya. Aku pun merapikannya, dan menemukan sesuatu di bawah bantalnya. Sebuah majalah berisikan gambar-gambar wanita yang seumuran denganku, tengah berpose seraya telanjang.

"Aku tidak tahu Alvin suka sesuatu yang seperti ini…"

A-aku juga tidak bisa menyalahkannya, lagipula dia sedang dalam masa pubertas. Dan juga, ini membuktikan bahwa anakku itu normal.

Aku pun mengembalikan majalah itu ke tempat asalnya dan segera keluar dari kamarnya setelah selesai merapikan tempat tidur Alvin.

Kemudian saat aku merapikan tempat tidur Emma dan Adam. Aku tidak menemukan adanya sesuatu yang mencurigakan disana. Kurasa memang mereka benar-benar anak yang baik.

Sekarang aku kembali duduk di atas sofa, mengistirahatkan mataku untuk sejenak.

"Mah, maaaaah. Mah aku pulang."

Begitu aku membuka mataku. Adam sudah pulang ke rumah. Ya Tuhan, apa aku baru saja tertidur?

"Heiii~ Baru pulang sayang?"

"Mama kok tidur disini? Nanti masuk angin lho…" ucap Adam, lalu duduk disampingku setelah aku sudah sepenuhnya bangun.

"Mama cuma kurang tidur semalem, tapi mama gapapa kok. Maaf bikin kamu khawatir ya sayang."

Aku mengusap-usap rambutnya dengan lembut.

Tidak seharusnya aku menyentuh diriku sendiri semalam, tapi jika aku tidak melakukannya maka aku tidak bisa tidur. Sepertinya aku hanya frustrasi dan stres. Seharusnya tidak berdampak lama, semoga saja.

"Kalo gitu nanti malem aku tidur sama mama aja ya?" ucapnya lagi, seraya membaringkan kepalanya di atas pangkuanku.

"Ehhh? Kenapa gitu?"

"Habisnya aku khawatir sama mama, dan juga akhir-akhir ini aku sering bermimpi buruk…"

"Oh sayang…"

Aku tetap terus mengusap-usap rambutnya dengan lembut. Aku masih gagal menjadi seorang ibu.

"Kalau begitu kamu boleh tidur bareng sama mama nanti ya."

Adam hanya mengiyakan dengan sedikit tenaga, lalu ia membalikan wajahnya kepadaku. Saat ini rasanya bahwa ia telah berubah menjadi anak kucing yang manis, begitu manja sekali kepadaku. Aku hanya terus mengusap-usap rambutnya.

"Sekarang kamu ganti baju dulu sana, besok kan masih dipake seragamnya."

"Nanti ahhhh."

"Ganti baju dulu sana ih, kalo engga nanti gajadi tidur sama mama loh."

Setelah aku beritahu hal tersebut, Adam langsung menurut dan segera pergi ke kamarnya.

"Ibu aku pulang." ucap Emma, sambil masuk ke dalam rumah.

"Gerah banget ihhhh, ibu ada minuman yang dingin gak?" ucapnya lagi.

Setelah Adam, kini Emma yang sampai ke rumah. Ia pasti selalu pulang dalam keadaan berkeringat, seragamnya sedikit kebasahan karena keringat, rambutnya terlihat begitu lepek dan keringat mengalir ke belakang lehernya. Meskipun begitu, tubuhnya tetap saja wangi.

"Ada teh manis dingin di kulkas."

Tanpa basa-basi, Emma langsung memburu kulkas dan mengambil teh manis dingin di dalam gelas besar. Ia pun menenggaknya hingga isinya tersisa setengah.

"Fwaaahhh, segarnya."

"Parah deh bu, di jalan panas banget, ditambah macet lagi di depan sekolah." ucap Emma setelah duduk di sofa di hadapanku.

"Begitukah? Wajar saja soalnya memang jam sibuk."

"Dan juga angkotnya ngebut banget, berasa lagi balapan aja."

"Udah lah, sekarang kamu ganti baju aja dulu. Gerah gitu, gaenak ibu melihatnya."

Emma melihat kembali seragamnya yang begitu basah, lalu ia pun langsung menuju kamarnya.

"Oh iya, sekarang aku mau keluar lagi buat kerja kelompok di rumah temen bu." ucap Emma, setelah menghentikan langkahnya.

"Di rumah siapa?"

"Di Rumahnya Chelsea bu."

"Yaudah, ganti baju dulu sana. Udah makan?"

"Sudah bu, tadi di sekolah."

"Baguslah."

Emma kembali melanjutkan langkahnya menuju kamar. Lalu terdengar suara langkah kaki keluar dari kamar yang sama.

"Ma, aku mau ke rumah teman dulu."

"Pulangnya jangan kemalaman ya."

"Iyaaaaaa."

Begitu Adam pergi, Alvin baru pulang ke rumah.

"Aku pulang."

"Hi Alvin."

Alvin hanya melirik kepadaku tanpa mengatakan apapun, begitu juga sama sekali tak menghentikan langkahnya. Apa yang terjadi dengannya, kenapa dia melirikku seperti itu, karenanya aku jadi tak dapat menahan diriku lagi.

Aku ingin menyusulnya ke kamarnya, aku tak peduli lagi. Aku menginginkannya. Tapi sebaiknya aku melakukan tindakan pencegahan terlebih dahulu.

"Emma, kalau kamu keluar nanti, pastikan tutup pintunya rapat-rapat ya?"

"Baik bu."

Aku mengusap rambutnya, dan langsung pergi ke kamar Alvin. Setelah aku menutup pintunya dari dalam, aku mendapatinya sedang melepas seragam, yang kini kulihat dari dirinya adalah Alvin yang bertelanjang dada.

Tubuhnya tinggi, berkulit putih dan juga begitu fit. Tidak terlihat berotot, tidak terlihat kurus ataupun terlihat gemuk. Begitu ideal bagi pemuda seumurannya.

Wajahnya putih bersih, tidak ada akar janggut ataupun kumis yang tumbuh disana. Di dagu sebelah kirinya terdapat tahi-lalat menempel disana. Hidungnya mancung dan bibirnya tipis. Rambutnya yang acak-acakan adalah kesukaanku. Intinya dia anak yang tampan sekali, persis seperti suamiku.

Sepertinya ada yang salah dengan diriku ini, tidak seharusnya aku seperti sekarang ini. Tapi aku tak dapat menahannya lagi. Aku langsung memeluk tubuh Alvin dari belakang.

"Alvin…"

Alvin tidak mengatakan apapun, aku hanya bisa mendengar hembusan nafasnya yang panjang.

"Bu… kita tidak boleh melakukannya lagi…"

"Tapi ibu tidak bisa menahannya lagi, kumohon maafkan ibu…"

"Gimana kalo Emma dan Adam melihat…? Apa yang akan mereka katakan nanti…"

"Adam sedang keluar dan sebentar lagi Emma akan pergi ke rumah temannya untuk kerja kelompok."

Hembusan nafasnya yang panjang sekali lagi terdengar olehku.

"Ibu mohon…"

"Alright, c’mere."

Alvin membalikan badannya dan langsung menciumku, kemudian menarik tubuhku perlahan supaya duduk di atas pangkuannya sambil tetap mencium bibirku. Aneh rasanya, dulu aku yang selalu membiarkan Alvin duduk di atas pangkuanku saat ia masih kecil.

Bibirku dan bibir Alvin saling bersentuhan, kedua lidah kami bertemu satu sama lain. Saling menghisap dan saling bersentuhan. Tanganku memeluk tubuhnya dan memegang rambut bagian belakangnya.

Smooch~ Smooch~ Smooch~

Ya Tuhan… ibu macam apa aku yang sengaja bercumbu dan berciuman dengan anaknya sendiri. Aku telah gagal menjadi seorang ibu.

Nafas kami sama sekali tak beraturan dan wajah Alvin terlihat begitu merah. Aku bisa merasakan penisnya telah keras dan terus menusuk-nusuk bagian bawahku, dan karenanya vaginaku sudah basah sedari tadi.

Aku melepas daster dan melepas bra berwarna ungu dan motif bunga-bunga yang sudah ketinggalan jaman. Aku masih belum terbiasa dengan tubuhku yang dilihat oleh Alvin. Dia pasti merasa jijik dengan tubuhku yang sudah mulai menua ini.

"Ayah begitu rugi, menelantarkan istri secantik ibu." ucap Alvin, sambil menciumi leherku. Begitu geli rasanya.

"Aaaaahhhhh~ apa yang kamu bicarakan sayang... jangan bicarakan ayahmu disaat-saat seperti ini… aaaaahhhnnnn~"

"Tak kusangka aku mempunyai ibu selacur ini…"

"Uhhhhh…."

"Apa ibu sama sekali tidak malu?"

"Uhhhhhh…."

Jujur, aku tak bisa menahannya jika Alvin terus-terusan berkata kotor seperti barusan, bahkan vaginaku sudah semakin basah begitu ia mulai memaki-makiku. Lalu aku pun turun dari pangkuannya dan mulai berbaring di atas kasur, seraya melebarkan kedua kakiku. Memperlihatkan vaginaku yang sudah berumur, kepada Alvin.

"Alvin… Ibu mohon cepat masukan penismu…"

Alvin tak langsung menuruti ucapanku, melainkan ia mendekat dan melihat vaginaku dari dekat.

"Whoa, that’s a great line there~" ucapnya.

Alvin mulai mengusap-usap bibir vaginaku, sekujur tubuhku merinding karenanya. Setiap usapannya begitu lembut dan di setiap usapan, jarinya perlahan mulai memasuki vaginaku dan menggerak-gerakan jarinya dari dalam.

"A-aaaaaaahhhhhhhh aaaaaaahhhhhhnnnnn~"

Aku orgasme, karena jari anakku sendiri. Aku malu, tapi aku merasakan kenikmatan karenanya.

"Haaaahhhhh haaaahhhhh haaaaahhhhhh…"

"Seandainya ayah dapat melihat dirimu selacur ini bu."

"S-sudah ibu bilang… jangan bicarakan ayahmu di saat seperti ini… haaaaahhhhhhhh…."

"Ya ya, terserahlah. Aku mulai masuk bu."

Tanpa kusadari, Alvin telah melepas celananya dan mulai menggenggam kedua pinggangku seraya mengarahkan penisnya ke arah vaginaku.

Kemudian, dalam sekejap Alvin sudah mulai menggenjot tubuhku dengan penisnya. Telah kurasakan kembali kenikmatan yang kunanti-nantikan.

"Aaahhh aaaahhhhh Alvin… Alvin… aaaahhhhh…"

Seiring ia mempercepat iramanya, ia pun mengangkat kedua kakiku dan tetap melebarkannya. Bahkan suamiku belum pernah sekasar ini saat terakhir kali kami melakukannya.

“P-pelan-pelan sayang… ibu gaakan kemana-mana kok… aaaaahhhhhnnnnn~”

“Aku keluarin di dalem bu, ini dia! Aaaaahhhhh!”

Alvin menancapkan penisnya dalam-dalam dan menyemburkan semua spermanya ke dalam vaginaku, aku dapat merasakannya. Begitu hangat, begitu nikmat sampai-sampai tubuhku gemetaran karenanya. Semoga saja aku tidak membuat adik baru untuk Adam.

“Haaahhh… haaahhh… Alvin… kemarilah sayang.”

Begitu ia mendekat, langsung aku peluk dia erat-erat. Seraya mengusap-usap kepala bagian belakangnya dengan lembut.

“Maaf, kamu jadi harus meladeni permintaan ibu yang egois seperti ini…”

Alvin tak mengatakan apa-apa, kurasa ia sedang menikmati rambutnya yang sedang diusap-usap.

“Lain kali cobalah untuk menahan diri bu, tunggulah ayah kalau mau melakukannya. Pada akhirnya ayah pasti pulang kok.”

“Iya…”

Entah berapa kalipun ia mengatakannya, aku masih tetap saja merasa bersalah kepada Alvin. Kepada anakku sendiri, yang harus menjadi korban pelampiasan dari keputusasaanku.

“Ibu bersyukur mempunyai anak yang baik dan pengertian seperti kamu sayang…”

Aku mencium rambutnya,

**
Bersambung

Sedikit Notes : Cerita Emma dan Adam tidak akan diceritakan disini karena masih UA :ampun:

Index :
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7 (TAMAT)
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd