Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Incest Story : Arti Keluarga (Update Terbaru)

Chapter 6

Keesokan harinya, semuanya kembali normal. Seolah-olah kami berdua telah melupakan kejadian semalam. Akan tetapi, rasanya ada yang berbeda dengan ibu. Rasanya setiap saat ibu sama sekali tak ingin jauh dariku.

Bahkan sekarang pun, kami bertiga sedang sarapan di meja makan. Lalu ibu duduk di hadapanku, memperhatikan kami bertiga melahap roti lapis yang sudah dibuatnya.

“Ibu daritadi senyum-senyum sendiri, kenapa sih bu?” tanya Emma.

“Hmm? Gak kenapa-napa kok, gimana rotinya? Enak?”

“Enak banget ini ma.” jawab Adam.

“Perasaan sama aja…” ucap Emma.

Kemudian Emma dan Adam telah menghabiskan roti lapisnya dan berpamitan kepada ibu untuk segera berangkat ke sekolah. Aku masih duduk disana, menghabiskan setengah roti lapisku.

“Kamu belum berangkat Kak Alvin?”

“Sekolah diliburkan, para guru tengah rapat.”

“Oh…”

“Kalau begitu kamu bisa bantuin ibu beres-beres ya?” lanjut ibu.

Entah kenapa, aku langsung mengerti dengan apa yang dimaksudkan oleh ibu dari kalimat barusan.

“Ibu… kita tidak bisa melakukannya terus-terusan.. ibu sendiri yang mengatakannya kalau tadi malam itu pertama dan terakhir bagi kita melakukannya.”

“Apa yang kamu pikirkan? Ibu minta bantuan kamu untuk merapikan barang-barang yang ada di gudang.”

“Oh…”

Aku langsung malu seketika karena sempat berpikiran seperti itu, bahkan aku langsung mengatakannya kepada ibu.

Setelah selesai sarapan, aku langsung membantu ibu mencuci piring dan perabotan yang telah digunakan. Begitu selesai, aku langsung pergi ke gudang di halaman belakang yang mana dapat digunakan juga sebagai rubanah.

Rubanah ini cukup luas dan sudah tertata rapi. Di satu dinding penuh dengan perkakas yang digantung, di bawahnya terdapat sebuah wastafel dan meja seperti di dapur, di dinding yang lain berbagai jenis senapan digantung. Selain itu empat rak tinggi terpasang kokoh dengan berisikan berbagai jenis makanan kaleng dan bahan-bahan makanan lainnya.

Seolah-olah ayah dan ibu tengah membuat tempat berlindung mana kala bencana terjadi. Aku memutuskan untuk diam disini, setidaknya supaya ibu berpikir bahwa aku melakukan tugasku dengan baik. Padahal sudah tidak perlu ada yang harus dirapikan lagi.

Siapa yang mengira, aku tertidur hingga siang. Terbangun oleh suara ibu yang memanggilku.

“Kak Alvin!? Kamu sudah selesai!?”

“Hah…? Oh, s-sudah bu.”

“Kalo udah selesai cepat kesinii!”

Aku menyadarkan diriku sepenuhnya dari tidur, keluar dari rubanah, menguncinya dan kembali masuk ke dalam rumah.

Ibu tengah duduk di atas sofa dan menonton TV.

“Gak biasanya ada film jam segini, film apaan?”

“Gatau, ibu asal nonton aja.”

Setelah aku duduk di samping ibu, melihat di layar TV dan adanya subtitle terjemahan di bawahnya aku langsung berasumsi bahwa film yang sedang ditayangkan adalah film barat beberapa tahun silam yang berjudul ‘The Godfather’.

Ibu menyandarkan kepalanya ke atas pundakku.

“Nilai kamu di sekolah gimana kak?” tanyanya.

“Lumayan, setidaknya aku masih di peringkat 10 besar.”

“Syukurlah.”

Kemudian ibu mengendus bau tubuhku.

“Ih, kamu bau, belum mandi ya?”

“Kan tadi aku disuruh ibu untuk merapikan gudang dulu.”

“Oh iya.”

“Padahal aku sudah merapikannya untuk ibu, tapi aku tidak mendapat apa-apa.”

“Oh begitukah? Terus mau kamu apa sayang?”

“Entahlah, mandi bareng sama ibu atau dimandiin sama ibu kayaknya enak.”

Aku tersenyum dalam hati, aku sengaja mengatakan itu untuk menggoda ibu, lagipula mana mungkin ibu akan melakukannya.

“Oh gitu…”

Tapi aku tidak memikirkan kemungkinan kalau aku akan ditampar oleh ibu karena telah berbicara tidak senonoh kepadanya. Bodohnya aku.

“Yaudah ayo, kebetulan ibu juga pengen mandi lagi. Seger kayaknya.”

“Eh?”

Kemudian Ibu menarik tanganku dan langsung mengajakku ke kamar mandi. Pintu kamar mandi telah ditutup dari dalam dan dikunci oleh ibu. Ibu melepas dasternya dan behanya, akan tetapi saat ia melepas celana dalamnya, ia sengaja membelakangiku supaya aku dapat melihat lekukan pantatnya yang begitu indah dan seksi. Penisku langsung terbangun begitu melihatnya. Celanaku menjadi terasa sempit.

“Kenapa kamu belum buka baju kak?” tanya ibu setelah memutar keran air untuk mengisi bak mandi.

“Uhhhh….”

Ibu menghela nafas panjang.

“Kamu ini bukan anak kecil lagi kak… tapi kamu minta mandi bareng sama ibu, dan sekarang kamu mau baju kamu dibukain. Manja sekali ya anak ibu ini.”

Sebelum aku berkata-kata, ibu langsung membukakan bajuku.

“Ayo angkat kedua tangannya, nah pinter~”

“Sekarang angkat kaki kanannya, sekarang kaki kirinya. Anak pinter~”

“Apa yang sebenarnya aku lakukan…” batinku berucap.

Setelah kami berdua telanjang, kami berdua membasuh diri kami sendiri.

“Sini, biar ibu gosok punggung kamu kak Alvin.”

“E-eh, gausah bu, aku bisa sendiri.”

“Ssssshhhhh.”

Ibu langsung menggosok-gosok punggungku dengan begitu lembut, sentuhan jari-jemarinya terasa seperti membuatku melayang. Ah nikmatnya~

“Sudah selesai, enak kan?”

“I-iya bu… t-tapi biarkan aku menggosok punggung ibu juga…”

“Boleh~”

Aku langsung membalikkan badanku, tampaknya aku terlalu terburu-buru dalam membalikan badanku. Aku masih bisa melihat payudaranya yang indah dan juga rambut kemaluan ibu yang sedikit terlihat di bawah sana. Kemudian ibu langsung membalikan badannya dan memberikan punggungnya yang putih mulus kepadaku.

Aku langsung menggosoknya perlahan, kulitnya begitu halus. Aku masih belum merasa cukup jika hanya dengan menggosok punggungnya saja, aku melebarkan sedikit jangkauanku ke bawah ketiak ibu, akan tetapi tanganku, dengan sendirinya telah meremas payudara ibu.

“Aaaahhhhnnnn~” desah ibu.

“Kak Alvin… tangannya kok nakal~”

“M-maaf bu…”

“Gosok punggungnya udahan aja ya? Lebih baik sekarang kita berendam.”

“I-iya bu.”

Ibu membilas dirinya, lalu membiarkanku masuk ke dalam bak terlebih dahulu dan ibu duduk di depanku.

“Kumohon semoga ibu tidak menyadarinya…”

“Kak Alvin? Daritadi kamu ngaceng ya?”

“Sialan…”

“M-maaf bu… aku tidak dapat menahannya…”

“Anak ibu ini memang mesum sekali ya…”

“Tapi kali ini kamu harus bisa menahannya ya sayang? Kita tidak boleh melakukannya, setidaknya jangan di kamar mandi, nanti airnya jadi kotor. Kamu paham?”

“P-paham bu…”

“Anak ibu memang pinter~”

Ibu memegang daguku lalu menciumku tepat di bibir. Bibirku sepertinya mulai terbiasa dengan bibir mungil dan seksinya ibu.

“Peluk ibu sayang~”

Aku langsung memeluknya, meskipun terlintas di benakku untuk meremas payudaranya, tapi tidak kulakukan. Ibu mengusap-usap tanganku selagi aku memeluknya.

“Syukurlah, saat lusa nanti ayah sudah ada di rumah ya bu?”

“Iya…”

“Tapi ibu tidak terlihat senang, kenapa bu? Bukannya ibu menantikan kepulangan ayah?”

“Ibu memang menantikannya, tapi entah kenapa ibu juga tidak menantikan kepulangan ayahmu.”



“Kalau ayah sudah pulang nanti, hubungan kita berdua akan kembali seperti sedia kala dulu kan ya bu? Ibu akan menjadi ibuku dan aku akan menjadi anak sulung ayah dan ibu. Tidak kurang dan tidak lebih.”

Ibu terdiam dan tidak mengatakan apa-apa setelahnya.

“Sepertinya itu yang terbaik untuk semuanya ya?”

“Iya…”

“Tapi ibu boleh minta satu permintaan terakhir sebelum semua mimpi ini berakhir?”

“Apapun ibu, apapun.”

“Cium ibu sayang…”

Tanpa berkata apapun, aku langsung mencium ibu tepat di bibir.

Begitu lama, begitu nikmat, begitu manis, akan tetapi terasa menyedihkan juga. Diriku yang lain pasti akan merindukan hubungan kami berdua saat ini.

Setelah kucium, dapat kulihat wajah ibu yang cantik. Kali ini ia jauh lebih cantik daripada yang biasanya, mungkin karena rambutnya yang basah, dan tanpa adanya riasan apapun. Cantik, kecantikan alami. Sebesar apapun perasaanku ingin memilikinya untukku seorang diri, tapi aku tetap tak diperbolehkan.

“Daritadi penis kamu ngusap-ngusap vagina ibu terus…”

“M-maaf…”

“Gara-gara penis kamu, ibu jadi sange kan ah…”

Uh-oh, sekarang ini salahku. Aku harus menebus kesalahanku kepada ibu.

“Kalo gitu biar aku menebusnya bu, lagipula ini kesalahanku.”

Aku meminta ibu untuk berdiri dan duduk di ujung bak, wajah ibu sudah memerah, lalu aku melebarkan selangkangannya. Langsung aku mulai menjilat vagina ibu yang basah, basah karena mandi dan juga birahi.

Aneh rasanya, setiap kali aku menjilat vagina ibu. Rasanya selalu seperti kali pertama bagiku.

Setiap jilatan, ibu mendesah. Desahannya menggema karena dinding kamar mandi. Di setiap desahannya, ibu menjambak rambutku untuk menaruh lidahku jauh ke dalam.

Selesai aku menjilat, ibu terengah-engah. Jariku mengusap-usap pintu vagina ibu. Selagi melakukannya, terkadang aku berpikir dimana letak sebuah klitoris berada.

Lalu aku mulai memasukan jari telunjuk ke dalam vagina ibu, rasanya seperti jariku disedot masuk ke dalam. Kemudian aku keluar masuk berulang kali, di sela-selanya aku menambahkan jari tengahku untuk ikut memasuki vagina ibu.

“Aaaaahhhhhnnnn Aaaahhhhhnnnn~”

Ibu mencapai klimaks, sebuah cairan keluar dari dalam vaginanya. Sebagian mengenai wajahku, tapi tidak masalah, lagipula tubuhku sudah kebasahan sedari awal mandi tadi.

“K-kak Alvin…”

Ibu langsung lemas setelah klimaks, aku langsung memeluknya dan mendudukannya sebentar di atas toilet. Aku memakai handuk lalu aku memakaikan ibu handuk. Kemudian, kami keluar dari kamar mandi dan terdengar olehku suara pintu depan terbuka.

“Bu, Adam pulang.”

“Kamu pergilah ke kamar, jangan sampai Adam melihat kita berdua keluar dari kamar mandi bersamaan.”

“Mana mungkin aku meninggalkan ibu, apa ibu bisa jalan?”

“Ibu gapapa, sana. Pergilah ke kamar.”

Aku pun langsung pergi ke kamar dan menutup pintu, berpakaian, dan berbaring di atas tempat tidur. Merasa kesepian, karena apa yang telah aku dan ibu lakukan di kamar mandi, rasanya akan menjadi yang terakhir kalinya.

Daripada aku bergelimang dalam kesedihan terus-menerus, lebih baik aku menembaki orang-orang di Valorant.

Selagi aku bermain, dapat terdengar olehku ibu tengah berbincang dengan Adam dan tak lama kemudian Emma sudah pulang, kini mereka bertiga pasti sedang berbincang dan bercerita satu sama lain. Sudah paling benar aku berada di kamarku sendiri, tidak ikut nimbrung. Aku pun melanjutkan misiku di Valorant.

Tak terasa, hari sudah sore dan aku juga sudah merasa pegal sedari tadi duduk. Aku mematikan komputerku dan berbaring di atas tempat tidur, tak lama kemudian aku tertidur.

Bermimpi bahwa aku ditinggal sendirian di rumah ini dan tidak ada orang lain yang bisa kutemui.

Sendirian.

Seorang diri.

Aku akan mati.

Lalu aku terbangun, hari sudah malam, saat aku melihat jam sudah jam sembilan. Jantungku masih berdegup kencang, ternyata itu hanya mimpi, syukurlah.

Aku keluar dari kamarku dan menuju dapur, mengambil air mineral untuk membasahi tenggorokanku.

Belum aku sampai dapur, aku melihat ibu. Duduk di atas sofa, menonton film di TV seorang diri. Terlebih lagi, film horror yang berjudul ‘Saw’.

“Bu?”

“KYAAAA!”

“H-hei hei… ibu… ini aku…”

Ibu melihat ke arahku dan menghela nafas lega.

“Syukurlah kamu disini sayang…”

“Kenapa ibu belum tidur?” tanyaku setelah duduk disampingnya.

“Tadinya ibu mau tidur begitu reality show yang tadi ibu tonton sudah selesai, tapi setelah itu tayang film ini. Pada awalnya terlihat seru, makanya ibu sengaja duduk lebih lama untuk menonton. Tapi lama kelamaan, kenapa menjadi semakin seram, dan saking ketakutannya, ibu gabisa berdiri dan pergi ke kamar…”

“Kak Alvin temani ibu disini ya…?”

“Kenapa gak langsung ke kamar saja sama aku dianter?”

“…ibu pengen tau akhirnya kayak gimana…”

Dasar ibu, aku menghela nafas setelah mendengarnya.

“Iya deh, aku temenin. Tapi sambil main juga.”

“Main apa?”

“Sini, ibu harus dipangku dulu sama aku.”

Aku meminta ibu untuk duduk di atas pangkuanku. Akhirnya ibu duduk di atas pangkuanku, tidak begitu berat. Begitu ringan sekali bahkan.

“Tiap kali ibu teriak, ibu harus buka baju atau cium aku.”

Ibu terkejut mendengarnya, tapi ibu tidak mempunyai pilihan lain. Ibu yang mengikuti permainanku atau ibu ditinggal sendiri.

“O-oke… t-tapi ibu gaakan teriak semudah itu ya..”

Seharusnya ibu langsung turun dari pangkuanku tapi dia tidak melakukannya.

Lima menit kemudian, sepuluh menit kemudian. Ibu menjerit. Itu satu. Aku hanya bisa tersenyum. Bukan berarti aku menikmati penderitaan ibu, ibu sendiri yang memilih untuk terus menamatkan film horror yang sedang ditontonnya. Lalu ibu kembali menjerit, itu dua. Dua puluh lima menit kemudian, ibu kembali menjerit dan itu menjadi yang ke terakhir kalinya.

Film terus berjalan dan lebih dari satu momen dimana ibu menutup matanya dan menghadap kepadaku, lalu kembali menoleh ke layar TV lalu kembali menghadap kepadaku.

“Bu… udahan aja yuk, mending kita tidur aja…”

Ibu tidak menjawab pertanyaanku, dan tubuhnya gemetaran hebat.

“I-i-i-iya…”

”Tapi aku menagih dulu hutang ibu, tiga kali jeritan ya?”

Ibu menghela nafas panjang.

”Kak Alvin… ayolah… jangan begitu…”

”Ibu tetap yang memilih, mau buka baju atau aku cium.”

”Uuuuuhhhhhh…”

Ibu terdengar sudah pasrah sekali.

”Baiklah baiklah… lakukan semau kakak saja…”

Aku tersenyum mendengarnya, aku tidak pernah sebahagia ini seperti ibu setuju untuk membelikanku mainan sewaktu aku kecil.

I’ll be gentle with you~

Lalu aku mencium ibu di bibir, dengan begitu lembut. Anggap saja itu jeritan pertama ibu, kemudian saat aku memasukkan lidahku ke dalam mulut ibu untuk menghisap lidah ibu. Begitu mungil, tapi entah kenapa lidahnya terasa begitu manis. Aku jadi tidak ingin mengeluarkan lidahku dari dalamnya.

”Haaaaahhhhh haaaaaaaahhhhhh~”

Begitu aku lepas ciuman, wajah ibu terlihat merah dan nafasnya terlihat terengah-engah. Begitu mesum sekali melihatnya.

”Iya deh, udah cukup gitu aja. Aku gendong ibu ke kamar.”

Aku mematikan TV, menggendong ibu seperti seorang putri ke kamarnya. Membaringkannya di atas tempat tidur dan menyelimutinya.

“Udah, kalo gitu aku akan kembali ke kamarku.”

“Jangan pergi…”

Ibu menggenggam tanganku sebelum aku membalikan badanku. Mukanya terlihat pucat sekali dan terlihat mesum disaat yang bersamaan. Matanya terlihat tidak mau berkedip, karena setiap kali ibu menutup matanya, boneka yang ada di film ‘Saw’ terus terlihat olehnya.

Aku jadi tidak enak untuk meninggalkan ibu sendirian. Apalagi untuk menagih ciuman ibu, karena yang tadi di sofa kurang satu.

“Baiklah… aku disini sampai ibu tertidur ya?”

“Sini naik ke atas kasur…”

Aku menuruti ibu, naik ke atas kasur dan berbaring tepat disampingnya.

Begitu aku berbaring, ibu langsung mendekat ke arahku dan cepat menciumku di bibir dengan begitu lama. Kali ini bahkan ibu memainkan lidahku dengan lidahnya.

“Itu untuk yang tadi… lain kali ibu gaakan kalah sama permainan kamu…”

“Iya iya…”

Ibu berbaring di atas pundak sebelah kananku, aku memeluknya dan menciumi rambutnya berulang kali, sambil menyanyikan lagu pengantar tidur yang sering ibu nyanyikan saat aku masih kecil.

Aku hanya menyanyikan sebagian lirik yang aku tahu, aku terus menyanyikannya berulang-ulang seraya mengusap-usap rambut ibu dengan lembut.

Satu jam kemudian, akhirnya ibu tertidur lelap. Aku berniat untuk kembali ke kamarku, tapi ibu berada di atas pundak sebelah kananku. Aku memutuskan untuk tidur bersama ibu, lagi.

***

Bibirku dicium dengan lembut oleh ibu, No French Kiss this time. Hanya ciuman hangat kasih sayang dari seorang ibu kepada anaknya. Lalu kepalaku diusap-usap lagi oleh ibu sebelum ia beranjak dari tempat tidurku.

Bisa kulihat dengan jelas pantatnya yang seksi tengah memakai celana dalam dan ketiaknya yang mulus saat ibu mengenakan kembali dasternya.

“Lain kali, biasakanlah untuk merapikan tempat tidur sebelum berangkat sekolah ya sayang?“ ucap ibu.

“Iya bu.“

Ibu tersenyum kepadaku, lalu keluar dari kamarku.

Aku masih berbaring di atas kasur dan memikirkan kembali kejadian beberapa menit yang lalu. Ibu memintaku lagi untuk memuaskan hawa nafsunya. Bohong jika aku berkata tidak menikmatinya, aku sangat menikmatinya. Tapi, aku sedikit kelelahan.

Aku menutup mataku, membayangkan kembali momen beberapa menit sebelumnya. Tak lama kemudian, aku mendengar suara pintu depan terbuka dan ibu menjerit bahagia. Suara ayah pun samar-samar terdengar olehku.

Di sisi lain aku merasa lega karena ayah sudah pulang, ibu tak lagi kesepian. Tapi di sisi lain aku merasa sedih, semua momen bersama ibu selama ayah pergi dinas ke luar kota tidak akan terulang kembali.

Biarlah, oh apa yang terjadi-terjadilah. Aku pun langsung tidur siang hari itu.

Begitu aku terbangun, aku dibangunkan oleh ibu. Pada pukul lima sore, kamarku terlihat semu gelap karena matahari sudah hampir terbenam.

“Kak bangun kak, udah sore.“ ucap ibu setelah menggoyang-goyangkan tubuhku.

“Uhhhhh…“

“Dan juga, bantu ibu menyiapkan makan malam ya? Ayahmu sudah pulang soalnya.“

Aku sedang duduk dan mengusap kedua mataku, begitu aku mendengar ibu berkata seperti itu. Aku melihatnya dengan jelas. Ibu ceria sekali setelah ayah sudah pulang.

“Iya bu.“

Ibu kembali ke dapur, aku mengganti seragamku dengan kaos hitam dan celana pendek hitam. Kemudian keluar dari kamarku. Di ruang tengah, aku melihat ayah. Sedang mengenakan pakaian santainya dan tengah bersantai, sambil membaca koran dan merokok. Begitu mata kami bertemu, aku langsung bergegas menghampirinya dan mencium punggung tangannya.

“Hei.“ sapa ayah.

“Hei.“

Aku tak tahu harus berkata apa lagi, begitu juga dengan ayah. Aku pun langsung menuju dapur untuk membantu ibu.

“Apa yang harus kubantu bu?“

Tiba-tiba aku terdorong oleh ibu hingga aku bersandar ke tembok. Mata ibu begitu sayu, entah bagaimana terlihat memelas kepadaku.

“Kak… ibu sange lagi…“

Aku langsung menghela nafas panjang setelah mendengarnya. Tapi bukan berarti aku tidak menginginkannya.

“Apa maksud ibu, ibu sange lagi. Ibu tidak bisa sange lalu memberitahukannya kepadaku bu.“

Mata ibu terlihat lebih memelas dari sebelumnya setelah ku berkata seperti itu.

“Lagipula, ayah kan sudah pulang. Kenapa ibu tidak melakukannya saja dengan ayah…?“

“Itu nanti malem… sekarang ibu maunya sama kamu kak…“

Aku tidak tahu, jika aku melakukannya dengan ibu di dapur selagi ayah ada di ruang tengah merupakan hal yang benar. Tapi aku berusaha menjadi anak yang berbakti kepada ibu dan menuruti segala keinginannya.

Aku langsung membalikkan keadaan. Kini ibu duduk di atas meja dapur di samping wastafel, sambil aku menciumi bibirnya dan memainkan lidahnya. Nafas kami berdua sangat tidak karuan, berusaha tidak menimbulkan banyak kegaduhan supaya ayah tidak menyadari apa yang sedang kami lakukan di dapur.

Smooch~ Smooch~ Smooch~

“Ma? Lagi ngapain di dapur?“ tanya ayah tiba-tiba.

Aku begitu terkejut mendengarnya, kukira ayah datang menghampiri ke dapur. Meskipun hanya suaranya saja yang terdengar, itu sangat mengejutkanku.

“Uhhh… mama lagi masak buat makan malam pa.“

“Masih belum selesai?“

“Baru juga mulai, nanti kalo udah selesai juga mama panggil.“

Entah kenapa, aku mendengar kalimat ibu terasa ambigu. Seolah-olah memiliki artian lebih dari satu. Kemudian ibu lanjut menciumi bibirku. Tanganku masuk ke dalam daster ibu lalu melepas celana dalamnya. Lalu ibu mendekat ke telingaku.

Habiskan makanannya ya sayang~

Ibu membuatku berlutut di hadapannya, dan kini apa yang ada di hadapanku merupakan vagina ibu yang begitu merah muda, seperti kue apem. Cairan sedikit keluar dari dalamnya. Menandakan bahwa ibu sudah terangsang sedari tadi.

Aku menjilati vaginanya, pelan-pelan yang kemudian menjadi lebih intens. Seolah-olah aku diberi waktu yang sangat singkat untuk membuat ibu merasa kenikmatan. Sedangkan ibu, berusaha sekuat tenaga supaya tidak mendesah terlalu keras. Jika ayah dapat mendengar apa yang sedang kami berdua lakukan, maka berakhirlah sudah.

Pada akhirnya, ibu merasakan puncak kenikmatan dari orgasme. Ibu terlihat sedikit kejang-kejang karena orgasme barusan, dan nafasnya semakin tidak beraturan. Ibu menciumku kembali dan jauh lebih agresif dari sebelumnya. Kini ibu menciumi bibir dan lidahku seraya memelukku. Sementara aku berusaha untuk melepaskan celana pendek dan celana dalamku.

Kemudian Ibu mendekatkan bibirnya ke telingaku.

"Ayo sayang, acak-acak vagina ibu pake kontol kamu yang panjang~"

Begitu mendengarnya, membuat bulu kudukku berdiri dan membuat penisku berdiri tegak. Tidak pakai lama, aku langsung mengusap-usap permukaan vagina ibu dengan ujung penisku. Lalu langsung aku masukan keseluruhan penisku dalam satu dorongan. Gerakan itu membuat kepala ibu mendongak ke atas.

"Aaaaaahhhhhnnnnnnn~"

Aku langsung menggerakan pinggulku ke depan ke belakang secara perlahan sambil menciumi ibu supaya ibu tidak terlalu berisik. Tapi persetan lah.

Aku langsung sengaja mempercepat irama gerakanku dari pelan ke cepat. Akan kuacak-acak vagina ibu begitu juga dengan rahimnya dengan penisku.

"Aaaaaahhhhh aaaaahhhhhh aaaaahhhhhh~ p-pelan-pelan sayang…~ aaaaahhhhhh~ ayahmu ada di ruang tengahnnnn~ g-gimana kalo dia denger hyaahn~"

"Ayah gaakan denger. Lagipula ini mau ibu kan?"

Selagi penisku menghantam vagina ibu berulang-ulang, aku sengaja menciumi leher ibu, lalu ke bibirnya, lalu ke telinganya. Telinganya sengaja aku gigit pelan, dan karena itu, ibu langsung orgasme. Dapat kurasakan di penisku, ada cairan yang berusaha keluar dari vaginanya.

"Aaaaaaahhhhhhhhhhnnnnnnnnn~"

Suara desahan ibu begitu merangsang penisku. Akan tetapi, Ini sedikit menyebalkan, spermaku masih belum terkeluarkan oleh ibu. Sedangkan ibu sudah dua kali mengalami orgasme.

Biarlah, lagipula ibu sudah kejang-kejang karena keenakan. Kalau tetap dilanjutkan, bisa-bisa ibu akan terlihat mencurigakan di depan ayah.

"Andai ayah bisa melihat betapa mesumnya diri ibu sekarang ini…"

"Hehehehe~ Kontol kak Alvin~"

Ingin rasanya aku berhubungan seks lagi dengan ibu, tapi tidak sekarang. Untuk sekarang, mungkin sebaiknya aku memasak makan malam. Ibu sudah tenggelam dalam kenikmatan orgasme dua kali berturut-turut.

**
Kalo ada yang minat beli cerita sedarah (90 halaman, 11.9k word, genre Adik, Kakak sama Keponakan) 50k untuk 10 orang pertama, selebihnya 65k. :ampun:
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd