Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT Joko Sembrani dari Sawojajar

Yang diharapkan dari akhir kisah Anakmas Joko Sembrani...?


  • Total voters
    631
  • Poll closed .
Bimabet
=== |||| ===​



Rumah keluarga Fadholi berdiri megah di tengah Desa Sawojajar. Berlantai dua dengan desain serta gaya arsitektur klasik nan mewah membuatnya terlihat paling mencolok kentara di antara rumah-rumah tetangganya seisi desa.

Tak jauh di dekatnya berdiri dengan anggun Masjid Besar As Syukur Al Fadholi.



Masjid kebanggaan warga Sawojajar ini juga terlihat megah dan mentereng apalagi dibandingkan dengan masjid desa-desa sekitarnya. Menghabiskan anggaran hingga 9 milyar yang semuanya merupakan sumbangan keluarga Fadholi. Luar biasa.

Masjid ini dibangun sendiri oleh Fadholi Ichsan yang terkenal kaya raya dan dihormati banyak orang. Bukan hanya oleh warga setempat melainkan jauh hingga ke segenap pelosok kabupaten.

Santer terdengar kabar yang berkembang bahwa beliau menjadi kandidat terkuat calon bupati kala itu.

Namun sayang beribu sayang beliau keburu meninggal dunia hingga hal tersebut tak pernah terjadi.

Sepeninggalnya putra tunggal beliau, Imam Fadholi justru tak berminat untuk menjadi kepala daerah dan memilih untuk mengembangkan minatnya sebagai wirausaha.

Imam Fadholi mempunyai seorang istri yang sudah ia nikahi hampir 25 tahun lamanya bernama Ratna Antika.





Ratna Antika

Mantan biduan orkes terkenal yang sempat menjadi rebutan kaum Adam berduit saat itu sebelum akhirnya Imam Fadholi yang berhasil mempersuntingnya.

Dikaruniai dua orang anak perempuan masing-masing, Anting Juwita dan Raditya Menik Sekarwangi.

Putri sulungnya masih studi di salah satu universitas terkenal Jakarta sedangkan Menik bukan lain teman sekelas Joko Sembrani di SMA Negeri 1 Lohjinawi.



Menik

Istrinya Ratna Antika sebagaimana istri seorang pengusaha kaya sudah barang tentu memiliki penampilan layaknya artis ibukota apalagi mengingat latar belakangnya.

Meski telah dinikahi oleh Fadholi dan dikaruniai dua putri yang cantik, jauh di lubuk hatinya Ratna tidak mencintai suaminya itu sebagaimana layaknya.

Apa mau dikata orang tua turut berperan serta dalam hajat pernikahannya kala itu karena ia sendiri sebenarnya sudah memiliki kekasih yang terpaksa ia putuskan.

Harta seringkali dianggap bisa membeli apapun dan itulah yang terjadi.

Sebuah mobil sedan mewah Toyota Camry disediakan oleh suaminya untuk mengantarkan kemanapun ia pergi plus layanan sopir yang ready 24 jam.



New Toyota Camry

Sore itu Nyonya Ratna Fadholi sudah bersiap pergi dengan dandanan modisnya beserta si bungsu. Menik yang mirip dengan ibunya tak mau kalah dengan riasan mode khas remaja masa kini. Keduanya terlihat cantik dan mempesona.

"Nik, kamu lihat Papa ? Tanya Ratna.

"Ya Mam. Tadi Menik lihat Papa ke rumah belakang…"
"...kayaknya mau ketemu nenek.."jawabnya sambil sedikit berkaca di kaca mobil.

"Ya, sudah…."
.........
"...yuk berangkat Pak Ucup.."kata Sang Bunda sambil memakai kacamata modisnya.

Pak Ucup, sopir pribadinya segera menginjak gas dan sedan mahal itupun melaju pelan tanpa suara meninggalkan halaman rumah Imam Fadholi yang berhalaman luas penuh pepohonan perdu.

"Gimana Kabar si ganteng Koko, Nik…?
.........
"...kapan kamu ajak lagi ke rumah ? Tanya sang bunda sambil melirik ke arah putrinya.

Menik tersenyum sambil membuka hapenya.

"Belum tahu Mam. Kayaknya dia juga lagi sibuk nge-band sama teman-temannya. Minggu ini khan santai sehabis UAS. Dengar-dengar sih dia mau show buat demo rekaman dengan salah satu produser di Surabaya…"ucapnya.

"Gitu Yah. Sayang banget, ayahmu kurang suka dengan musik. Kalu tidakkan mama bisa minta papamu buat biayayin si Koko supaya bisa tampil di studio rekaman.."sahut Ratna sambil merapikan sanggulnya.

Menik kembali tersenyum.

"Papa memang lebih suka bergelut dengan pasir ma batu, Mam…"
"...Papa pernah bilang ke Menik waktu ditanya soal musik…"
"........
"...berisik ! Begitu kata papa…hihihi…"ujar Menik.

Ratna Antika hanya mendesah halus sambil kembali menatap ke muka.

Terbayang di pelupuk matanya saat Joko bertamu ke rumahnya.

Saat itu Joko sudah SMA setelah mengantar Menik pulang sekolah.

Dada perempuan paruh baya namun masih terlihat cantik, seksi dan padat bahenol itu berdebar keras.

Matanya yang bening menatap nanar tak berkedip saat melihat Joko pertama kali begitu menginjak dewasa setelah lewat sekian tahun.

Terakhir kali dia melihat anak mendiang Sumini ini Joko masih duduk di bangku sekolah dasar. Maklumlah karena setelah itu dia memutuskan tinggal menemani si sulung Anting Juwita di Jakarta selama beberapa tahun.

"Tampan sekali dan...begitu gagahnya…."desis Ratna terpana melihat paras rupawan Joko Sembrani..

Wajah Koko bisa dibilang tanpa cela. Jauh bila dibandingkan para artis ganteng ibukota, artis Hollywood, Bollywood maupun oppa-oppa Korea sana.

Bila angka 10 terlalu sempurna bagi seorang manusia alias hanya milik para dewa maka anak ini pantas mendapat nilai 9 koma sekian.

Bibirnya, hidungnya, rambutnya, pipinya, alisnya dan terutama matanya…Oouuwww.!! Bening bersinar berwarna biru cemerlang indah memukau. Begitu membius dirinya yang sudah hampir berkepala 5.

Bibirnya membuka pelan terbengong saat bersalaman dengan Joko yang tinggi tegap atletis gagah perkasa.

Joko tersenyum manis sekali seraya menjura hormat. Namun Ratna justru kelabakan dan salah tingkah karena mendadak birahinya melonjak tak terkendali.

Dia hanya bisa merintih terpaku tak berkedip memandang sang jejaka tampan saat jemari kekar pemuda itu menggenggam lembut tangannya yang berjari lentik dan putih berhias cincin berlian dan gelang emas.

"Ibu Ratna, saya Joko Sembrani ponakan Bibi Aini…."ucap si pemuda ramah dengan suaranya yang berat dan dalam penuh wibawa.

Ajaibnya suara lembut Koko ini terdengar di telinganya yang beranting permata bak suara magis membuai sukma perempuan paruh baya ini.

Ruhnya bak terbuai terbang ke langit 7. Getar romansa yang ditimbulkannya sama persis ketika ia sedang mengalami klimaks orgasme saat bersenggama. Betul-betul di luar nalar…. dahsyat luar biasa.

Rasa ingin "muncrat" itu begitu menghunjam relung jiwanya mengoyak kelenjar kewanitaannya di dalam rahim dan vaginanya. Membuatnya "tersiksa" dalam kenikmatan semu yang sangat misterius.

Rasa geli-geli nikmat dan hawa hangat yang kian membuncah itu benar-benar tak bisa ditahannya. Air maninya perlahan mengalir makin cepat melewati saluran uretra di dalam tubuhnya dan sebentar lagi menuju pelampiasannya…lubang kencing di kemaluannya !

Ratna merintih dan mendesah sambil memejamkan mata begitu erat dengan tanpa sadar mengigit bibirnya sendiri sampai terluka.

Tubuh putih mulus nan seksi montok bahenol bergaun ketat itu menggelinjang kian kemari.

"Mama…mama ke belakang sebentar ya , Sayangggg…"tuturnya gemetaran sambil spontan membelai pipi macho Koko tanpa permisi.

Menik yang melihatnya sontak keheranan melihat tingkah sang bunda yang sempoyongan buru-buru pergi.

Di kamar Ratna ngos-ngosan sambil bersandar di lemari kayu jatinya.yang mahal.

Ia berusaha meredam nafsu birahi yang menjerat kewanitaannya. Namun apa daya, semakin ia tahan makin kuat pula syahwat itu mengungkung dirinya.

Ratna buru-buru mengangkat rok panjang ketatnya hingga sepinggang lalu cepat menurunkan celana dalamnya sendiri yang minim seksi berenda. Meski terbilang cukup berumur namun perutnya ternyata masih terbilang singset dengan paha padat dan betis putih mulus. Maklum perawatan kelas elit.

Sebentar kemudian pekik tertahan keluar dari bibir merahnya ketika ia melepas derita syahwatnya melalui klimaksnya yang aneh bin ajaib sekaligus teramat luar biasa.

"Yahhhhhh….keluaarrrr….!!!

Cret…creettt…serrrr….

"Oooohhhh…..muncraaatttt…akuuuhhh muncraaatttt….Ya Alohh…!!!"erangannya sambil meremas payudara besarnya dari gaun ketat nan mahal miliknya.

Mata llentiknya membelalak lalu mengerjap-ngerjap sambil bibir merahnya menganga lebar saat klimaksnya datang bertubi-tubi "menghajar" dirinya tanpa ampun.

Air ejakulasinya memancar deras dari bibir kemaluannya yang menggelambir penuh belukar jembutnya. Air kenikmatannya memancar laksana kran sumur artetis hingga membasahi lantai marmer nan mahal kamar mewahnya.

Paha padatnya nan putih mulus mengangkang lebar menyusul pantat montoknya yang besar bahenol mengejat-ngejat ke atas saat ia berejakulasi begitu nikmatnya.

Bayangan wajah gagah dan tampan anak muda ponakan Aini bernama Joko Sembrani itu nampak jelas tersenyum begitu menawan. Terus muncul di benaknya hingga seolah begitu lekat di pelupuk matanya membuat kewanitaannya tak tahan untuk terus berejakulasi. Memaksa kelenjar prostatnya memproduksi dan memompakan air mani beningnya keluar tanpa henti melalui lubang kencingnya disertai rasa nikmat yang tak bisa dilukiskan kata-kata

Sungguh….di luar akal sehat. Menakjubkan !!!

"Joko…Jok…Koooo….Yahhhhhh….!!!
…….
"Ampunnnn….ampunnn Sayangggg...ooouugghhh…Bunda keluaaar laggi…ooohhhh laggggi…oohhh….yyyaaahhhh….!!!!"
"......
".Ya Alohh….NIKMAAAAAAAATTT…Koooo….!!!!!


Creettt creettt serrrr…..

"Aaakhhhh….oookhhh….."

Suara pekik keibuannya yang merdu begitu menggairahkan saat perempuan paruh baya nan cantik bahenol ini didera orgasme dahsyat yang tak terbayangkan sebelumnya di sepanjang hidupnya.

Bokong besarnya nan putih mulus bahenol khas ibu-ibu paruh baya dan selangkangannya kembali terangkat-angkat sedemikian rupa saat lubang kencingnya terus ejakulasi mengeluarkan air kenikmatannya.

Creettt…creettt…serrrr….

"Oooohhhh…."

Tubuhnya yang setengah bugil seketika lunglai tak mampu bertahan lalu ngelesot di atas lantai marmer mahal itu.

Erangan lirihnya syahdu terdengar disertai gelinjang tubuh semoknya mengejang halus sesekali usai menuntaskan klimaksnya yang membabi-buta.

Sungguh menakjubkan sekaligus sangat mengherankan apa yang ia alami ketika itu.

Peristiwa sore itu sungguh tak terlupakan bagi Ratna Antika. Ia pun menutup mulutnya rapat sampai tak seorangpun tahu kejadian di kamar pribadinya..

Tak ayal semenjak kejadian itu Ratna Antika selalu terbayang sosok pemuda tampan ponakan Aini itu, Joko Sembrani.

Di dalam lubuk hatinya pelan namun pasti getar-getar halus yang pernah ia rasakan saat jatuh hati semasa muda dengan mantannya terdahulu muncul kembali. Yah, gelora asmara alias cinta !

Rasa cinta kepada sosok pemuda tanggung nan tampan mempesona. Pemuda yang tak lain teman sekolah putrinya sendiri, Joko Sembrani.

Perasaan cinta dan kasmaran kepada pemuda ini betul-betul persis seperti yang ia rasakan sewaktu muda dulu bahkan ini lebih gila.

Pagi, siang, malam sosok gagah Joko menghiasi hari-harinya yang mendadak seakan begitu ceria dan membahagiakan baginya.

Entah mengapa Ia betul-betul kedanan dengan sosok ponakan Aini itu.

Ratna sendiri tak mengerti kenapa ia bisa seperti ini.

Menik sendiri sampai keheranan melihat sikap dan tingkahnya yang kerap kali berhias bak gadis remaja tengah jatuh cinta dengan raut genit sensual.

"Biarkan saja, Nduk Mamamu sedang puber ke tiga,…".kata sang ayah, Imam Fadholi suatu ketika kala mendapat pertanyaan dari putrinya ini.

Gelora asmara Ratna Antika kepada sang jejaka tampan ini memang begitu hebatnya hingga membuatnya kini begitu bergairah penuh nafsu bergejolak. Hampir setiap hari ia selalu bermasturbasi membayangkan kegagahan Joko melalui layar ponselnya. Pun demikian saat ia bercinta dengan suaminya.

Fadholi mengira sang istri yang begitu hot akhir-akhir ini di ranjang sampai mencapai puncak klimaks secara beruntun adalah hasil "kebolehannya" padahal….??? 🤭

Padahal semuanya hasil imajinasi liar sang istri membayangkan dirinya tengah digauli oleh sang pemuda gagah ini, Joko Sembrani.

Entah apa yang terjadi bila suaminya tahu apa yang ia sembunyikan. Satu hal yang pasti, ia memiliki hasrat menggunung yang harus bisa ia lampiaskan suatu hari nanti.
Apakah itu ? ....Yah, ia harus bisa merasakan kejantanan anak muda tampan itu menembus lubang nikmatnya. Menggagahinya semalaman sampai ia menjerit pingsan dalam orgasmenya yang menggila.

Kalau perlu ia ingin sekali bisa mengandung benih sang perjaka tampan itu.

Ratna tak tahu bahwa putri cantiknya, Menik juga menyimpan hasrat serupa. Menyimpan gelora syahwat sebagai seorang gadis perawan terhadap sang jejaka.

Mempersembahan mahkota keperawanannya satu-satunya nanti hanya untuk sang Joko Sembrani.

Sungguh gairah nafsu berbalut cinta asmara segitiga antara Ratna dan Menik kepada Joko Sembrani hanyalah sekelumit contoh kecil dari sekian banyak wanita yang tergila-gila dengan Joko.

Mungkin terlihat lumrah namun sejatinya bisa menjadi masalah pelik bahkan sangat beresiko terhadap keselamatan jiwa sang pemuda mengingat sosok seorang Imam Fadholi.

Sungguh pesonanya menjadi ujian berat bagi sang jejaka muda ini. Tinggal tergantung bagaimana Joko bersikap bijak dan santun menghadapi godaan semua wanita ini.

Hal ini tentu membutuhkan sebuah tahapan kedewasaan yang sama sekali baru terutama bagi seorang pemuda yang sebenarnya baru saja lulus SMA.

Apakah pesonanya berbuah manis ataukah malah berujung petaka ?

Situasi yang betul-betul gila ! Bisakah Joko yang terbilang masih polos menyadari semuanya ini ? Kita pun belum tahu pasti.

Waktu jualah yang akan menjawabnya.

Beberapa saat kemudian sedan mewah itupun tak nampak lagi membawa ketiga penumpangnya dalam kenyamanan membelah suasana sore yang semakin senja.

Setelah jauh meninggalkan rumah megahnya kini tinggalah para pelayan dan pembantu yang berjumlah hampir selusin orang itu sibuk dalam aktifitasnya masing-masing.

Sementara jauh dalam sebuah rumah menyerupai paviliun di halaman belakang rumah Fadholi. Sang pemilik rumah tengah duduk bersimpuh di depan perempuan yang bersandar di bale-bale

Yah, dia Imam Fadholi.

Lalu siapakah sosok perempuan itu ? Sampai membuat seorang Imam Fadholi seakan rela dan begitu tunduk hormat kepada sosok misterius tersebut.

-------------

Beberapa kali perempuan itu terbatuk-batuk lalu menggeram halus.

Fadholi yang masih duduk bersimpuh di dekatnya lalu menyapa pelan dengan nada khawatir.

"Simbok…simbok tidak apa-apa…? Sudah Dholik bilang supaya simbok mau kubawa berobat ke rumah sakit…"

Perempuan itu diam tak langsung menjawab hanya terlihat melambaikan tangan.

"Rak usah Lik…simbok ra popo..hukhukhuk…"Katanya dengan suara serak dan lirih.

Samar terlihat sehelai kerudung melingkupi rambut kepalanya yang samar berwarna putih.

Lampu yang samar redup di dalam kamar tersebut seakan bertolak belakang dengan gebyar gemebyar rumah Fadholi yang mewah.

"Dholik sudah datang sesuai permintaan Simbok. Apa yang mau Simbok katakan ke Dholik? Ucap Fadholi seperti tengah menahan kesabaran.

Sudah hampir setengah jam di sini tapi masih belum jelas apa yang hendak beliau sampaikan.

Wanita di atas bale yang ternyata adalah Siti Badriah memandang putra semata wayangnya ini dengan sorot matanya yang mulai cekung dari balik kerudungnya.

Matanya yang sayu berkilat dalam gelapnya suasana dengan tatapan yang sulit diartikan.

Sejenak bibirnya yang mulai keriput dan kering pecah itu bergetar lalu tangannya sedikit membuka kerudungnya.

"Saatnya telah tiba, anakku. Apa yang alm. ayahmu dan simbok simpan rapat selama ini akan kau ketahui…"
"...tentang semuanya yang sering kau tanyakan sama simbok khususnya tentang mendiang ayahmu dan rahasia keluarga kita.."tuturnya lirih.

Fadholi diam hanya raut wajahnya yang samar dalam remang kamar terlihat berubah.

"Simbok…Simbok tidak bisa menjelaskan secara gamblang karena kondisiku yang mulai melemah. Hanya satu orang yang bisa menjelaskan semuanya, anakku…hukhukhuk…."

Kembali suara seraknya dan batuknya terdengar pilu di dada lelaki gagah ini.

"Apakah Pakde Toyo yang Simbok maksudkan…?

Siti Badriah nampak menggeleng halus sambil kembali merapatkan kerudungnya seakan takut cahaya akan membakar dirinya.

"Bukan…bukan dia, Nak…"
.........
"...Toyo memang teman karib mendiang ayahmu tapi tidak semuanya ia ketahui…"
..........
"Lagian simbok sudah berpesan jangan sekalipun kau datang kepadanya lebih-lebih bertanya soal ayahmu…"
"Jangan sampai orang lain tahu soal ini.."
".....
"Simbok juga tak tahu apa alasannya Toyo memilih untuk diam…"
"Padahal dia tahu banyak tentang keluarga kita terutama ayahmu…"
"..........
"Simbok rasa dia mungkin pernah berhutang budi besar kepada ayahmu dan tak mau membuka rahasia ini kepada orang lain mengingat jasanya…hukhukhuk…."

Sesaat suasana terasa hening.

Paviliun khusus yang dibangun oleh Fadholi untuk ibunya tercinta ini memang area terlarang.

Hanya dia dan beberapa pembantu terpercaya yang diperbolehkan masuk tidak pula istri dan anaknya.

Fadholi nampak menghela nafas dalam sambil membayangkan beratnya penderitaan ibunya atas kelainan aneh yang dideritanya sekian puluh tahun. Terutama semenjak meninggalnya Fadholi Ichsan suaminya.

Ibunya seakan takut dengan sinar / cahaya. Termasuk cahaya lampu lebih-lebih cahaya matahari.

Kulitnya terasa perih bak tersengat bara dan matanya menjadi kabur. Nafas menjadi sesak yang berakibat kesehatannya makin menurun terlebih seiring usianya yang beranjak senja.

Bagaikan vampir yang sepanjang hidupnya jauh dari keriuhan siang hari dan lebih banyak beraktivitas di malam hari. Itupun lagi-lagi tanpa cahaya yang berlebihan.

Fadholi sudah menduga ada yang ibunya sembunyikan selama ini sebagaimana yang ia kira.

"Besok malam bawa simbok menemui Mbah Peot. Dia lah orang yang akan menjawab semua rasa penasaranmu, anakku.."

"Mbah Peot…!??? Desis Fadholi dengan kata menyipit. Entah kenapa hatinya mendadak panas membara mendengar nama sosok asing nan misterius yang baru saja disebut Siti Badriah.

"Kita tak punya banyak waktu. Sekarang atau kita akan menyesal seumur hidup. Simbok tak mau hal serupa yang dialami ayahmu menimpa dirimu…"ucap Badriah.

Sejenak Fadholi terdiam lalu tubuhnya merinding seketika membayangkan ketika ayahnya ketika menghadapi sakaratul maut.

Tubuhnya menggelinjang kian kemari dengan luka borok menganga di sana sini mengeluarkan darah dan nanah serta bau busuk menyengat.

Erangannya begitu memilukan. Memekik kesakitan dengan rasa gatal begitu menyengat seakan menyiksa dirinya. Tangan dan kukunya terus menggaruk kulit tubuhnya yang bak roti brownies.

Lembek dan langsung hancur terkelupas begitu tergaruk hingga terlihat tulangnya. Sungguh mengerikan….

Di antara jerit kesakitan bercampur rasa gatal yang hebat, Imam Fadholi yang berada di dekatnya sambil bercucuran air mata mendengar beberapa kali ayahnya menyebut satu kata yang sangat diingatnya hingga kini.

{{..."Ampunnnn..Dewi….ampunnnn…aaaahhhh…."
..........
"...Nyai Ratuuuu…aaaahhhh…ampuni akuuuu Nyaiii Ratuuuuu….aaaakhhhhh….!!!..}}


Tak lama kemudian nyawanya pun lepas dengan mata membelalak dan mulut menganga.

Bayangan kala itu masih terbayang di kepalanya membuat Fadholi menunduk sambil menahan tangis kesedihannya.

"Dholik akan mengantar Simbok. Kita akan temui orang bernama Mbah Peot itu…"ucapnya lirih lalu mengangkat wajahnya.

Raut kesedihan nampak jelas di wajah gagah itu sambil jarinya memegang erat tangan Badriah yang kurus keriput.

"Mbah Peot...Nyai Dewi…siapapun kalian …tunggu aku…Imam Fadholi akan datang ..."
........
"Peduli setan…kalianlah yang bertanggung jawab atas meninggalnya mendiang bapak…
"katanya dalam hati dengan sorot matanya mencorong tajam dengan bibir gemeretak. Sebelah tangannya mencengkeram kuat gagang senjata badik kebanggaannya.

Emosi Fadholi langsung terpancing kala perbincangkannya dengan sang ibunda usai.

Amarah bercampur kesedihan yang lama ia pendam dalam dadanya seakan terpantik keluar seketika membara membakar jiwa serta nalar pikirannya.

Entah apa yang hendak ia perbuat saat nanti berjumpa dengan sosok bernama Mbah Peot maupun Nyai Ratu itu.


========

Rumah kayu sangat sederhana yang lebih pantas disebut gubuk itu terletak di lereng lembah sunyi tak bertuan di lereng barat Gunung Simongan sekitar 10 km dr hutan alas Lesanpuro.

Hawa sejuk yang mencungkupi daerah sekitarnya di sore hari jelang petang itu nampak jelas dengan adanya kabut dan embun yang banyak terdapat di sana.

Fadholi terlihat berjalan pelan sambil menggendong ibunya menyusuri jalan setapak kecil menuju ke arah gubuk tersebut.

Ada setengah jam dia berjalan di atas lereng terjal sedikit mendaki menuju tempat di mana orang yang akan ia temui bersama ibunya tinggal.

"Kita sudah sampai Nak…"ucap sang ibu dari balik kerudungnya. Sementara sekujur tubuhnya tampak ditutupi kain panjang menyerupai selimut.

Fadholi memandang ke muka menebarkan pandangan ke sekelilingnya.

Sorot mata yang tampak dingin itu akhirnya membentur bangunan menyerupai gubug yang kini ada di depannya tersembunyi di balik rimbun pepohonan dan semak belukar.

Kian mendekat nampak jelas gubug itu begitu sederhana dan terkesan apa adanya.

Namun yang bikin Fadholi terhenyak adalah saat melihat sebuah keranjang kayu berupa kotak berukuran cukup besar terdapat di serambi halaman dekat sebuah pohon besar.

Nampak jelas di dalamnya beberapa ular besar berbagai jenis terlihat berkerumun di sana.

Membayangkan pemandangan tersebut sontak membawa ingatan Fadholi pada kejadian munculnya ular-ular di desanya

Setelah di depan pintu Siti Badriah memberi kode agar berhenti dan mengetuk pintu.

Tok..tok…tok…

"Mbah…Mbah Peot…ini aku Mbah…"ucap Badriah berusaha teriak dengan suaranya yang serak itu.

Lama tak terdengar jawaban membuat Fadholi tak sabar lalu hendak di dorongnya pintu itu namun segera dicegah Badriah.

"Jangan Nak…"
......
"...jangan bersikap kurang ajar apalagi kepada beliau. Beliau paling benci orang yang tak tahu tata Krama…"sahut sang ibu mengingatkan.

Mendengarnya justru membuat Fadholi jengkel setengah mati dan kian penasaran dengan sosok Mbah Peot ini.

Ketika Badriah hendak mengucap salam kembali mendadak desir angin dingin seolah berhembus dari arah belakang disusul suara wanita renta menyapa keduanya seraya tertawa.

"Murti…50 tahun berlalu kau tak menjengukku…setelah kaya raya kukira kau sudah melupakanku…hehehe…"ucap suara menyerupai nenek-nenek.

Fadholi yang terkejut sontak menoleh dan nampak seseorang berjalan setengah bungkuk tengah membuka kotak kayu berisi ular yang tadi dilihatnya tak jauh di seberangnya.

Sejenak sosok bungkuk itu seperti memberi makan ular-ular tersebut.

Rasa heran singgah di benaknya Fadholi. Suara itu sepertinya memang terucap dari sosok tersebut namun kenapa begitu jauh. Padahal ia dengar sendiri bahwa suara yang menyapa jelas begitu dekat di telinganya.

Dan Murti ? Siapa yang dia maksud dengan memanggil nama itu ?

Sepintas pertanyaan di pikirannya. Sementara tanpa ia ketahui raut wajah ibunya nampak tegang.

"Ngapunten Mbah, saya…sy tidak bermaksud begitu. Saya…saya…"ucap Badriah ketika sosok itu telah mendekat.
(Maaf.red)

"Sudahlah, aku tahu maksud kedatanganmu kemari…karena sepertinya waktunya telah tiba untuk memenuhi janji…"balas si sosok bungkuk.

"Injih Mbah,.."
"Aku…aku tak mau melihat anak kesayanganku menjadi tumbal berikutnya…ucap Badriah sambil mengamit erat lengan Fadholi.

Fadholi yang masih diliputi rasa penasaran memuncak hanya diam terpaku. Ia tahu perihal kasak-kusuk warga tentang keluarganya terutama ayahnya yang kaya raya dan terpandang namun selama ini ibunya tak pernah terbuka soal itu.

"Nak, beliau inilah orang yang Simbok maksud.
"......
"...Mbah Peot…"kata sang ibunda.

Fadholi sejenak mengerenyit sambil menatap tajam sosok bungkuk yang tepat berdiri di hadapannya. Hanya setinggi lengannya.



Mbah Peot

Seraut wajah perempuan tua renta nampak jelas. Tak bisa diterka berapa usianya. Mungkin hampir 90 tahun. Entahlah.

"Ini anakmu…hehehe…bocah gagah, ikut aku…kau juga Murti…"kata Mbah Peot

Fadholi memandang penuh rasa ingin tahu kepada Ibunya.

"Murti adalah panggilan nama kecilku Nak…"
"Nah, sekarang kau akan tahu perihal ayahmu yang kau bangga-banggakan selama ini."
.......
"...kau jangan kaget…jangan pula menyesalinya…ini sudah suratan takdir dan kau harus siap menerimanya…suka atau tidak…"ucap Murti Ibunya sambil melepas kerudungnya begitu sampai di dalam gubug yang redup cenderung gelap.

Kini nampaknya paras asli Siti Badriah yang selama ini hanya mengenakan kerudung lebar menutupi parasnya.

Fadholi yang baru melihat sekarang dengan jelas setelah sekian lama sesaat terpekur diam. Pelbagai perasaan campur aduk antara kaget, haru, sedih sekaligus amarah membuatnya makin tak tenang.

Usia ibunya sebenarnya masih berkisar 70tahunan namun yang terlihat kini bak wanita tua renta berusia jauh lebih tua. Dengan keriput dan kulit kering nampak jelas di tangan dan kulit wajahnya. Jauh berbeda di kala mendiang ayahnya masih hidup. Cantik dan menawan.

Wajahnya bahkan tak lebih baik dari Mbah Peot yang kini bersamanya. Apalagi ditambah fisik ibunya yang tak mampu lagi menopang dirinya sendiri dan sehari-hari hanya bersandar di bale-bale.

"Dengarkan baik-baik apa yang akan beliau ucapkan Nak…"
".......
"Pesan ibu, teguhkan hatimu dan jangan bertindak sembrono…"ucap Badriah dengan nafas yang terasa berat.

Mbah Peot duduk di kursi kayu menghadap ibu dan anak itu.

Sosoknya yang sudah bungkuk makin terlihat pendek dan mungil.

Bibirnya nampak komat-kamit seperti mengunyah sesuatu. Sebentar kemudian mengalirlah cerita dari bibir keriput itu.

Sekian menit bergulir keduanya khusyuk mendengarkan apa yang tengah diutarakan nenek renta itu. Bagaimana dengan Fadholi ?

Fadholi terhenyak mendapati kenyataan sesungguhnya. Ia sudah menduga bahwa ayahnya melakukan ritual khusus namun tak dinyana akibatnya begitu serius.

"Jadi benar Bapak telah melakukan perjanjian dengan Danyang lelembut sialan itu…Nyai Dewi Ratu Gelang-gelang…"katanya mendesis keras dengan emosi yang meluap-luap.

"Kenapa Simbok tidak menceritakannya sejak dulu…!"

"Ibu…ibu belum siap Nak dan ibu pikir kau nanti akan tau dengan sendirinya…"ucap Badriah mulai tersedu-sedu. Air matanya sontak jatuh dari pelupuk mata yang mulai keriput itu.

"Bukankah ayah sudah berupaya mendapatkan pusaka keparat itu…"
"Lalu kenapa beliau meninggal dalam keadaan tersiksa seperti itu…hah..!!!
"........
"...Mbah Peot…kau yang bertanggung jawab membantu ayahku…jawab pertanyaankuu…!! ucapnya makin keras setengah berteriak dengan muka memerah saga menahan amarah memuncak.

Pelan namun pasti diraihnya gagang senjata badik yang terselip di pinggangnya. Sorot mata Mbah Peot yang berlindung dibalik samar ruangan dan cekung keriputnya tak luput memandang tingkah pria ini lekat-lekat.

"Ayahmu tidak menuruti perintahku, Cah Bagus...
"Dia bahkan hendak mbalelo dengan meminta bantuan para ulama, kiyai dan banyak orang pintar untuk melawan dawuh Nyi Ratu…"
"........
"...tapi bodohnya mereka tidak sadar ilmu kalian semua cuma seujung kuku Nyi Ratu...hihihihi..."
".........
"Janji sudah terucap, syarat harus terpenuhi…jika tidak nyawa taruhannya.."
"........
"Kupikir ayahmu sudah mengerti tapi dia betul-betul tolol…"
"........
"Sudah dikasih ati minta rempelo…maka terimalah segala resikonya…hehehe…"kata Mbah Peot kali ini dengan suara terkekeh angker.

"Cah bagus, Kau ada di sisinya waktu ayahmu meninggal. Biar kuberi tahu sekarang juga apa yang terjadi saat sekaratnya…"
"Lihat baik-baik…cah bagus…hehehe…"ucap Mbah Peot lalu tiba-tiba sudah berdiri di samping Fadholi yang tak sempat bereaksi.

Tangannya yang pucat kurus kering berkuku panjang hitam dan nampak seram itu menjulur keluar dari baju kain lebar panjang yang dikenakannya.

Sesaat ia seperti menyapu wajah Fadholi tepat di area kedua matanya.

Sekejap muncul pemandangan di pelupuk matanya seakan tepat di depan matanya.

Ia melihat ayahnya mengerang dan meraung-raung di atas pembaringan dengan ditemani dirinya dan Siti Badriah, ibunya yang masih tampak segar dan cantik bersolek.

Tanpa sadar air matanya menetes melihat kejadian itu terulang lagi di hadapannya.

Ia pun mendekat dan kini tepat berada di sisi kiri dirinya sendiri saat itu. Dicobanya untuk menyentuhnya namun bablas tembus seakan hanya berupa bayangan semu semata.

Ia pun kembali menatap sosok ayahnya yang tengah meregang maut di atas dipan tempat tidur nan indah itu.

Mata Fadholi melotot dengan bibir menganga. Paras gagahnya pucat pasi melihat pemandangan yang tergelar di depannya ini.

Nampak jelas selusinan ular besar dan kecil melata di atas tubuh ayahnya. Ular aneh aneka rupa dan warna yang belum pernah ia lihat seumur hidupnya.

Ular-ular aneh dan sangat menyeramkan itu terus mematuk dan menggigiti sekujur tubuh ayahnya mulai dari kepala hingga ujung kaki sambil mengeluarkan suara desis yang sangat menakutkan.

Bau busuk menyengat yang membuat sesak nafas muncul manakala jemari tangan ayahnya menggaruk bagian tubuhnya yang habis dipatuk ular-ular aneh tersebut. Akibatnya sungguh menyeramkan dan mengerikan….

Lambat laun bagian tubuh yang tersengat gigitan ular tersebut berubah lembek bak sepotong roti tawar yang rapuh.

Rambut berikut kulit kepala mengelupas dan tanggal begitu saja disertai darah dan nanah mengalir saat jari ayahnya menggaruk akibat rasa gatal dan perih yang dialaminya.

Pekik dan lolongan kesakitan terus keluar dari mulut Fadholi Ichsan yang terlihat amat menderita karenanya.

Fadholi tak tahan lagi melihatnya lalu memejamkan matanya seraya berteriak keras.

"Tidddakkk…..!!!!!!!!"

Selesai berteriak pemandangan itu pun sirna.

Fadholi duduk bersimpuh di tanah sambil nafasnya memburu begitu cepat. Dadanya panas dengan debar jantungnya menguat hingga membuat syaraf kepalanya mendidih bak jarang di kuali sampai terlihat menonjol di pelipisnya.

Sedetik kemudian wajahnya mendongak dengan mata memerah jalang bercampur air mata bercucuran membersitkan gejolak emosi yang meluap-luap tak terkira.

"Kalu begitu akan ku selesaikan dengan caraku sendiri….sekarang juga ! Kata Fadholi penuh amarah.

Ibunya kaget. "Kau jangan sembarangan berkata seperti itu Nak…bagaimanapun ibu juga tidak mau terima kenyataan ini, tapi ibu terpaksa karena telah menerima ayahmu sebagai suami dan telah mempunyai seorang anak yaitu engkau…."

"Bangsattt!!!!
"Kalu begitu akan kutemui Demit keparat penunggu Lesanpuro itu dan akan kubunuh dengan tanganku sendiri….demi ayah dan simbok…."
".........
"...'dan kau nenek tua Peot…kau harus ikut bersamaku…!!!"ucapnya berdiri sambil hendak meremas bahu renta si nenek. Tangan satunya sudah siap menggenggam senjata badik andalannya.

"Aaakhhhh…!!!"

Namun Fadholi sontak berteriak keras saat tangannya seperti menyentuh bara. Ditariknya cepat tangannya yang terlihat melepuh bak terkena jarang panas.

"Dasar bocah gemblung…engkau ternyata lebih dodol ketimbang bapakmu…hehehe…"
"Kau pikir pisau kecil di tanganmu itu mampu membunuhku apalagi Nyi Ratu…hehehe…"
"Kau bermimpi cah bagus, badik itu adalah pemberianku kepada mendiang ayahmu…"
"......
"Murti…kasih tahu anak dungu ini…."ucap Mbah Peot masih dengan lagak santai.

Ibunya dengan raut muka sedih menambahkan Ikhwal sebenarnya tentang perjanjian ayahnya dengan Nyi Dewi Gelang-gelang.

"Mau tak mau kau harus menyanggupinya Nak..janganlah nasib serupa menimpamu seperti ayahmu…"
"Ibu tak mau…itu terjadi padamu Nak…
"........
"Ibu tak mauuu…hikhikhik.."rintih Siti Badriah seraya terisak lalu meremas lengan putra laki-laki kesayangannya.

"Menuruti apa kata Mbah Peot adalah cara paling aman bagi kita menghindari musibah ini Nak…'tambah ibunya.

Fadholi yang campur aduk antara marah, jengkel, sedih, gelisah lama terdiam sebelum akhirnya mengeluarkan suara.

Fadholi pun bertanya perihal di mana tuah itu dan kapan munculnya…?

Mbah Peot yang entah sejak kapan sudah kembali asyik njagong di atas kursinya nampak sibuk mengunyah sebelum suaranya kembali terdengar.

"Dia sudah tiba kalu ada tanda-tanda sbb…hujan lebat berhari-hari meski di musim kemarau, munculnya ular-ular yg tak jelas penyebabnya dan terakhir bersamaan lahirnya seorang anak laki-laki di malam ke sepuluh bukan lima pasaran Kliwon…."

Fadholi diam. Dua yang pertama ia ingat betul…18 tahun yg lalu. Sedang yg ke 3…?

"Anak yg lahir di malam itu bakal memiliki pesona luar biasa kepada para perempuan. Tak pandang muda ataupun tua…orang lain atau bahkan keluarganya sendiri kecuali Ibunya…"sahut Mbah Peot sambil meludah seenaknya.

Nampak cairan kemerahan seperti inang terlihat di lantai yang masih berlapis tanah itu.

Fadoli terhenyak seperti berpikir keras.

Tiba-tiba bayangan seraut wajah pemuda ganteng yang sangat ia kenal tiba-tiba singgah begitu saja di benaknya. Pemuda tampan yang banyak mencuri perhatian para wanita di desanya termasuk anak dan istrinya sendiri, dia….

"Jangan-jangan…"lirih Fadholi sambil memincingkan mata.

"Betul, Dia anaknya Sumini, ponakan si Aini, Joko Sembrani ! Kata ibunya menyahuti.

Fadholi terkejut !

"Di dalam tubuh anak Sumini itulah tersimpan pusaka Dewata kemenyan Cakrakembang yang diminta Nyi Ratu Dewi Gelang-Gelang…"kata ibunya.

"Pusaka itu siap setelah anak itu memasuki Akil baligh…dan kini sepertinya waktunya telah tiba setelah penantian 18 tahun .."
"......
"Mengenai apa yg harus kau lakukan terhadap anak itu…tunggu kabar dari ibu…dan jangan gegabah…karena ini menyangkut nama baik keluarga kita bahkan nyawamu dan keluargamu Nak.…! Ucap Badriah.

Fadholi terpekur antara gelisah dan geram.

"Akan kuberi tahu apa yang harus kalian lakuka. Ingat 3 purnama dari sekarang…bocah ganteng bernama Joko Sembrani itu harus benar-benar siap untuk kita bawa ke hadapan Nyai Dewi .."kata Mbah Peot.

"Saya siap Mbah…"sahut Badriah sambil memandang Fadholi yang kemudian ikut menjura.

Sejenak berpikir sepertinya memang dia tak punya pilihan lain. Akhirnya Fadholi membulatkan tekad lalu mengangkat muka menatap sayu ke arah Badriah lalu memandang tajam Mbah Peot.

"Saya akan lakukan apapun Mbah…! Ujar Fadholi kemudian dengan suara bergetar.

"Bagus…bagus…!
"......
".…tak lama lagi pusaka itu akan menjadi milik Nyi Ratu Dewi…"
"........
"Dan kalian berdua ibu dan anak bisa hidup kembali bahagia seperti yang kalian inginkan…hehehe…hihihi…." Ucap Mbah Peot seraya tertawa yang terdengar nggilani bak suara Mak Lampir. Tak sedap didengar.

Sementara Fadholi dan ibunya masih bersimpuh dengan dada berdebar dan pikiran yang tak karuan. Fadholi yang tipikal pria arogan yang percaya diri mendadak merasa ciut. Keringat dingin bergulir di dahinya.

"Aku harus segera bertindak demi keselamatan keluargaku. Joko Sembrani...ternyata anak itu menyimpan mukjizat…"
..........
"Aini…ahhhh…setan alas…kenapa urusannya jadi ruwet begini…
"keluh Fadholi sambil terbayang wajah ayu lembut menawan sang bidadari.

Apakah keinginannya mengawini Aini akan kesampaian padahal sebuah tugas berat yang tak jelas juntrungannya juga tengah menantinya.


=========



Pasar Sawojajar

Suasana Pasar Sawojajar pagi itu terlihat ramai oleh kesibukan dan aktifitas belanja warganya.

Sebagai sebuah pasar tradisional terbesar di antara pasar desa-desa tetangganya sudah pasti Pasar Sawojajar ini menjadi magnet tujuan beribu orang baik sebagai sumber mata pencaharian maupun untuk memenuhi kebutuhan pokok alias berbelanja.



Sejuknya angin pagi bertiup semilir dari lereng Gunung Simongan yang tak berada jauh kian membuat aktifitas belanja menjadi mengasyikkan dan menyenangkan.

Di antara aktifitas para pedagang tersebut terlihat pemandangan mencolok di salah satu sudut pasar di mana kerumunan orang yang mayoritas laki-laki seperti mengerubungi sesuatu.

Lamat-lamat suara wanita terdengar diantara hiruk pikuk para pembeli.

"Jamu…jamune Mas…pak…! jamune Bu…! jamu pegel linu…jamu encok…jamu kunir asem...jamu beras kencur...temulawak...!
".......
"Monggo diunjuk Bu…Pak…!"
ucap si bakul jamu yang ternyata seorang gadis muda cantik berkebaya bertubuh padat bahenol berkulit putih mulus serta berambut panjang tersanggul.
(Silakan diminum.red)

Suara merdunya yang terdengar kenes menggoda seakan menjadi magnet bagi para pengunjung pasar yang makin lama menyemut dan membeli dagangannya.

Sementara tak jauh dari situ terlihat Utari tengah memilih sayur mayur yang akan ia masak di rumah.



Utari

Oya, Setelah Joko makin dewasa.. Aini memutuskan tidak memperpanjang kontraknya. Namun Utari justru menolak dan kekeh bekerja di rumah Aini meski hanya dibayar separuh.

Aini yang sebenarnya tak enak hati terpaksa mengalah dan mempersilahkannya untuk tinggal sesukanya di rumah. Toh, Utari juga masih satu desa dengannya. Hitung-hitung membantunya bersih-bersih rumah, membantunya memasak untuknya dan jiga Joko.

Aini belum tahu bahwa niat Utari sebenarnya untuk terus bekerja lebih karena keberadaan ponakan kesayangannya, Joko Sembrani.

Aini tidak menyadari Utari menyimpan niat tersendiri kepada ponakan gantengnya itu.

"Makasih ya Bu…"ucapnya sambil meraih seikat sayur dan memberikan sejumlah uang. Tergelitik akan suara riuh di sebelahnya ia pun menoleh ke arah kerumunan orang di pojok sana.

Utari yang penasaran lantas berjalan mendekat. Meski harus berdesakan akhirnya ia paham apa yang terjadi.

Ia tak habis pikir gadis semanis itu dengan tubuh moleknya nan putih mulus dan wangi berjualan jamu di pasar yang rada kumuh.



"Penjual baru kayaknya…"batin Utari sambil terus mengamati gerak-gerik gadis cantik penjual jamu itu.

"Jamu Pak…?
"......
"...kerso menopo…? Tanya gadis itu dengan ramah sembari tersenyum manis. (Pengin apa ?)

Seorang pria paruh baya bertubuh gempal bertato dengan wajah rada brangasan menyeruak masuk begitu saja di antara kerumunan membuat pengunjung lain hampir emosi.

Namun begitu tahu siapa yang muncul sontak nyali mereka ciut.

Namanya…Bagio, salah satu preman pasar yang berkuasa di sini.

"Cah Ayu…cah ayu…ckckck….baru tahu ada bakul jamu gendong semlohai ini…hehehe…"
"...udah cantik, seksi, bahenol lagi…weleh-weleh…"
"..susumu putih montok lan bokongmu padet tur bunder seser koyok seten…hehehe…"
"...aku arep obo iki, bocah Denok…"
ucapnya dengan gaya slengean sambil jarinya menjulur hendak mentowel dagu lancip si gadis.

(Susumu montok dan bokongmu padat bulat bundar kayak kelereng.red) ; (aku mau minta ini hai gadis.red)

Si gadis yang tak tahu hanya memekik manja berusaha mengelak namun terlambat.

Jari Bagio yang hitam legam rada dekil bercincin akik itu berhasil mengelus dagu indahnya.

"Aku mau beli jamu yang bisa bikin manukku ngaceng dan kuat perkasa semalaman…alias kuat main kuat KENTHU…!!
"Ono ora cah ayu…?! Tanya Bagio dengan suara sengaja ia keraskan. Senyum simpulnya terlihat di bibir hitamnya yang tajam berbau rokok itu. (Ada tidak..?)

Orang-orang yang berkerumun sontak menatap ke arah si gadis menunggu jawaban yang keluar dari bibir tipis dan indah berwarna pink itu.

"Ooo…ada Bang. Namanya Jamu Lanang Sehat Perkasa. Diminumnya sehari dua kali pagi dan malam hari. Dijamin batang Abang bakal langsung tegak kayak cagak radio…hihihi…"ucap si gadis yang sontak mengundang keriuhan para pengunjung siang itu.
(Tiang radio.red)

Bagio yang seolah mendapat angin segar malah kian menjadi.

"Wedok'anku juga butuh jamu biar tempik'e tambah rapet tur wangi kayak tempiknu cah Ayu…"
"...biar kontolku kerasa kejepit geli-geli nikmaaattt gitu Cah Ayu….hehehe…."
".......
"...ada ndak yang itu, Nduk.. ?"

Si gadis justru tak malu-malu lagi malah membalas tak kalah hot bikin suasana semakin gayeng dan semarak.

"Kalu itu namanya Jamu Rapet Wangi, Bang…"
"......
"...berkhasiat untuk merapatkan memek perempuan supaya bisa rapet menjepit bahkan meremas-remas batang kejantanan Abang saat berhubungan…."tuturnya lembut mendayu.

"Nek kowe seneng ngemut KONTOL ndak, Cah Ayu…?"
"Aku yakin semua laki di sini pasti penasaran nek awakmu wudo mblejit alias telanjang bulet…hehehe…"
".......
"Bentuk tubuhmu yang seksi... pantatmu yang padet dan montok.…aaahh...bisa kebayang rasanya pasti uenaaak sekalii nggenjot tempikmu yang sempit dari belakang pake gaya nungging koyok kirik…"
"......
"...iyo opo Iyo…? hehehehe …"
"...Jo isin-isin Nduk...hahahaha…"pancing Bagio semakin vulgar.

Si gadis nampak tertunduk malu lalu menjawab lirih dengan suaranya sedikit mendesah. Begitu menggoda khalayak yang hadir.

"Saya…saya masih gadis Bang. Masih perawan ting-ting.
"Belum pernah yang namanya ngisep KONTOL. Apalagi digenjot laki alias KENTHU pake gaya anjing kayak Abang bilang barusan.."

Gerrrrr....!!!


Kembali pekik sorak sorai bergemuruh membuat suasana Pasar Sawojajar pagi itu betul-betul lain dari biasanya.

Utari yang sedari tadi menunggu di dekatnya serta mendengar semua percakapan itu tak mampu menahan senyum dan tawanya.

"Wah…Bejo tenan aku. Betul-betul beruntung dapet bakul jamu perawan manis tur seksi kayak begini…."
".......
"...kau mau jadi istriku, Cah Ayu…? Nanti tak jadikan permaisuriku…hehehehe…"kekeh Bagio sambil kali ini duduk di samping si gadis.

Matanya jelalatan melihat pesona keindahan buah dada si gadis yang begitu luar biasa. Putih mulus dan montok menonjol dalam dekapan kemben serta bra-nya yang minim.

Sementara harum tubuhnya yang terendus membuatnya makin terangsang akan kemolekan si gadis.

"Saya…saya sudah dijodohkan dengan seorang prajurit Kopassus dari TNI AD, Bang. Besok bulan depan kami akan menikah…"sahut si gadis pelan sambil menatap sendu lelaki kasar ini dengan sepasang mata beningnya.

Jawaban ini sontak membuat Bagio terhenyak sebentar.
{Waduh...prajurit Kopassus..!?? Bisa berabe nih. Daripada bikin masalah dan ujung-ujungnya babak belur bahkan nyawa melayang …lebih baik mundur saja}.
Demikian yang ada di pikirannya. Ternyata nyali dan bacotnya yang semula bak meriam Kompeni langsung melempem seketika.

Kembali sorak sorai para pengunjung terdengar riuh dengan gelak tawa membahana sambil menunjuk-nunjuk ke arah Bagio yang seketika berdiri.
Ia lalu meraih sebungkus jamu "sehat perkasa" yang disodorkan sang gadis kemudian bergegas pergi begitu saja tanpa membayar sambil menggerutu sendirian.

Sementara si gadis hanya melempar senyum lalu kembali sibuk melayani para pengunjung.

Sekian waktu berlalu satu persatu pembeli baik pria dan wanita berlalu pergi sambil tersenyum puas tak sabar merasakan khasiat jamu tersebut sebagaimana yang diucapkan penjualnya, si gadis manis dan seksi berkebaya indah itu.

"Jamu mbak…?"
Sapa si gadis dengan sorot matanya yang bening dan sedikit genit kepada Utari yang tepat berdiri di hadapannya.

"Jamunya apa aja Mbak…? Tanya Utari.

"Macam-macam mbak…ada pegel linu, sehat perkasa…terus rapet wangi juga ada mbak…? Balas si gadis kali ini dengan senyuman manis penuh arti.

'Tapi maaf, jamu sehat pria dan rapet wanginya sudah habis Mbak…diborong tadi.."Tambah si gadis.

Utari hanya balas tersenyum lalu sejenak terdiam. Tiba-tiba Utari berjongkok di sampingnya sambil berbisik.

"Kalu Jamu perangsang…punya Mbak..? Kalu ada, saya mau coba beli barang dua bungkus…"ucap Tari sambil menahan malu. Untunglah si gadis penjual jamu tidak terlalu memperhatikan.

"Ooo…ada mbak. Tapi sebentar…saya lihat dulu ya Mbak.."katanya sambil sejenak melihat keranjang jamunya.

"...aduuh…sepertinya lupa tidak saya bawa Mbak. Soalnya jarang sekali yang tanya ditambah rada mahal juga…"Jawabnya dengan raut muka sedih lalu memandang Utari.

Utari nampak sedikit kecewa namun hanya sebentar mukanya berubah ceria saat gadis penjual jamu ini berjanji akan membawakannya besok khusus untuknya.

"Tapi tolong jangan bilang siapa-siapa ya mbak…? ucap Utari sambil menyelipkan uang puluhan ribu kepada si gadis sebagai tanda jadi yang langsung diterimanya kemudian dimasukkan begitu saja ke celah payudara indahnya dari balik kembennya yang ketat.

"Namaku Utari…kamu siapa dan darimana asalmu…? Tanya Utari sambil menyodorkan tangan.

"Nama saya, Ambarwati, Mbak…saya datang dari jauh…UjungLor…"sahutnya menyebut sebuah daerah rada terpencil yang letaknya cukup jauh dari Sawojajar. Tapi masih berada di sekitaran Kaki Gunung Simongan.

"Omong-omong…manjur ndak mbak Ambar.?

"Di jamin manjur Mbak Ut…tapi ini jamu perangsang khusus untuk laki-laki ya mbak…jamu perangsang untuk perempuan ada lagi…hihihi…"balas Ambar.

"Ssstttttt…." Utari berbisik sambil tersenyum malu-malu disusul Ambar menutup mulutnya seraya balas tersenyum.

"Besok datang saja ke rumah saya, Mbak…siapa tahu pelangganmu tambah banyak…" kata Tari.

"Biar nggak bingung tanya saja rumahnya Mbak Aini…letaknya nggak jauh kok sama masjid desa…"tambah Utari.

"Ok, Mbak Tari…."
"..besok saya tak mampir…"
"........
"Sepertinya hoki saya memang ada di desa Sawojajar mbak…langsung habis ini…hehehe…"sahutnya terkekeh manis.

Utari balas tersenyum lalu beringsut pulang.

Sesaat wajahnya nampak berseri lalu seutas senyum manis penuh arti nampak di bibir seksinya yang penuh memerah.

"Joko Sembrani, sayangku…sebentar lagi akan kunikmati tubuhmu…"
".........
"Mbak nggak sabar merasakan batang kontolmu yang besar ngaceng menusuk-nusuk lubang memekkuu….aaahhh..
"katanya tersenyum sendiri sambil mendesah manja. Membayangkan sosok si jejaka saja sudah mampu membuatnya BT alias birahi tinggi.

Waktu terus beranjak semakin sore.

Pasar Sawojajar yang semula padat dan riuh kini nampak mulai kosong hanya ada segelintir pedagang yang tengah membereskan lapaknya.

Sementara gadis penjual jamu bernama Ambarwati itu nampak sumringah karena dagangannya habis hari ini.

"Ah, akhirnya tidak percuma aku datang jauh-jauh ke desa ini…"ucapnya perlahan seraya merapikan dirinya.

Sungguh kalu dilihat Ambarwati begitu menawan. Tak pantas dia menjadi bakul jamu. Lebih cocok dirinya menjadi model kalender, model iklan sabun mandi bahkan artis film-film panas.

Jika diperhatikan seksama nampak jelas perhiasan yang membuatnya makin menawan sebagai bakul jamu gendong.

Terlebih saat menyoroti sepasang anting cantik laiknya permata berwarna merah maron yang bergelayut manja di kedua daun telinganya yang mungil. Sepertinya terasa tak asing lagi.

Mengingatkan akan sosok serupa yang pernah ditemui kedua pencari jangkrik yang hendak memperkosanya kala itu.

Anting-antingnya nampak berkilau indah mencolok dalam terpaan mentari sore itu menambah cantik penampilannya.

"...aku jadi penasaran…seperti apa rupa cowok yang bikin Mbak Tari tergila-gila sampai segitunya, ehmmm….aahhh..."desahnya sambil tersenyum sendiri lalu menarik nafas dalam.

Dipandangnya sesaat langit jingga di ufuk timur yang semakin gelap menuju tepian cakrawala.

"....pulang aahh…"ucapnya lirih seraya bangun berdiri lalu beringsut pergi sambil memondong keranjangnya.

Seiring langkah kaki nan mungil dan betis indahnya yang putih mulus. Bersamaan goyangan pinggulnya yang mekar indah menyusul sepasang buah pantatnya yang bulat pejal mengayun seksi…gadis cantik penjual jamu bernama Ambarwati itu berjalan pelan menyusuri gang pasar yang kini telah sepi senyap oleh manusia.

Tanpa diketahui oleh siapapun tak lama berselang muncul puluhan ular berbagai jenis berbaris rapi mengikutinya dari belakang sambil mengeluarkan desisnya yang khas dan menggetarkan.

Sssshhh…..sssshhhhhh…...sssshhhh….!!!!

..................

bersambung.....
https://www.semprot.com/threads/joko-sembrani.1441724/page-74
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd