“Kyaaaaaaaaaah!!!!!” gw menjerit imut, menggeragap menjauh.
Gw bukannya takut hantu sob, tapi takut dinodai. Soalnya yang lagi nembang di samping kepala gw itu Gori. Bersimpuh, tatapannya sendu, dan yang paling serem Gori nggak pake baju, telanjang bulat menembang Durmo sambil menari gemulai, kaya Kinanti di cerita Semayam.
Gori noleh pelan ke arah gw. Tersenyum sendu. Ekspresinya meragukan antara kesurupan apa kebanyakan minum air aki.
Gw gemeter, baca ayat Kursi.
Tapi doi malah nyanyi Mars Uni Soviet.
Mampos. Kayanya yang masuk ini nih arwah kuntilanak komunis yang bersemayam di dalam cincin itu sob!
Panik. Gw nyanyi ‘Hai Mujahid Muda,’ Mars-nya Hizbut Tahrir Indonesia.
“Hay Mujahid Mudaaaa maju ke hadapan… Sibakkan penghalang… satu kan tujuan…. satukan panji dalam satu barisan….”
Eh dia marah. Terus gw dikejarnya.
|XII|
“Kyaaaaaaah!!!! Menjauh kau komunis laknat!!!!! Gua laporin Kivlan Zein, nyahok lu!!!!!” gw langsung kabor sekabor-kabornya.
Dikejar sama orang segede kingkong yang lagi kesurupan terus telanjang bulat siapa yang enggak takut!!!!
“SHEILAAAAA!!!! ELAAAAANG!!!!! TOLONGIN GUAAAAAAAA!!!!!!!”
Elang dan Sheila yang lagi wik-wik-wik keluar kamar dan langsung syok ngelihat gw diuber kingkong lepas, lari-larian main petak umpet bak Kajol dan Syah Rukh Khan di taman.
“Jon ngapain lu?!”
“Gori kesurupan!”
“Apa?!”
“GORI KESURUPAN!!! TOLONGIN GUA, KONTOL!!!”
Akhirnya Gori disleding Elang dan langsung nyemplung ke empang.
“Groa!!!” Gori koprol keluar empang sambil ngunyah enceng gondok.
Sheila menggunakan kekuatan telepatinya buat membekukan gerakan Gori.
“LEPASIN GUA!!! ATAU GUA BUNUH ORANG INI!!! DASAR ANTEK ORBA!!!! GUA TAHU KALIAN BERDUA CUCUNYA HARTAWAN DASAATMADJA YANG UDAH MEMBUNUH KELUARGA GUA!!!!” jerit Gori gahar.
Matanya mendelik putih.
Kepalanya bergerak liar.
Tubuhnya melayang di udara.
Diikuti angin kencang dan lolongan anjing.
Kuntilanak Merah itu terkikik-kikik seram.
“Jon. Ini kekuatan ghaib, Jon. Gua nggak bisa berbuat apa-apa,” kata Sheila panik. “Ini bagiannya Madam Epona! Gimana nih, Jon!”
“NGAPAIN TANYA GUA, ANJENG! GUA JUGA BISA APA?!!!”
Elang udah ngumpet di balik punggung Sheila, takut sama hantu.
Gw kepikiran nabok Gori pake panci happycall tapi takut dibilang penistaan terhadap hewan langka.
Akhirnya gw beraniin deketin Gori yang lagi kesurupan.
Gw tarik napas dalam-dalam….
Tersenyum simpati….
“Rileks…. gua bukan musuh elu……”
Kuntilanak merah yang bersemayam dalam tubuh Gori itu menatap gw tajam….
Ia terdiam… tapi gw masih merasakan kecurigaan dari gerak tubuhnya….
Tapi gw beraniin mengusap kepalanya Gori…. badannya yang berotot menggeram seram di depan gw…..
Gw tarik napas panjang….
Lalu berkata lembut….
“
Hey big guy… sun’s getting real low….”
“GUA BUKAN HULK, BANGSAD!!!!”
Emosi karena gw bikin joke The Avenger, gw disundulnya sampe nyungsep….
Gw pingsan.
|XII|
Gw kira gw halusinasi. Soalnya antara sadar dan nggak sadar gw ngelihat seorang wanita cantik yang sedang hamil tua… membelai-belai perutnya yang membesar… penuh kasih…. menunggu buah hatinya terlahir di dunia…. senyumnya tulus dan lembut…. gw keinget Mak Lela… gw keinget Astuti…
“Rasanya aku ingin pulang ke rumah
dan menghambur ke dalam dekap hangatmu.
Tapi separuh bumi tak bisa diarungi dengan tergesa, Bunda.
Aku ingin kau sedikit bersabar
Sebagaimana waktu dulu kau menunggui aku
merenangi ketubanmu....”
Waktu menunjukkan tahun 1966. Lalu terjadilah. Satu pasukan tentara datang dengan senapan teracung. Memasukkan siapapun yang bersimpati kepada sosialisme ke dalam truk. Menangis gemetar, wanita itu hanya bisa memegangi kandungannya, air ketuban bercambur darah meleleh di paha dan betisnya….
Darah dibayar darah. Genosida dibalas genosida. Rantai kebencian yang tak pernah putus.
Inikah yang kau inginkan?
|XII|
Gw bahkan nggak bisa berkata-kata. Ingatan gw yang bercampur dengan ingatan si ibu membuat gw nggak bisa mengeluarkan kata apapun selain air mata yang terpompa tanpa henti dari mata gw…..
Gw masuk ke dalam ruang serba hitam.
Dimensi Kegelapan.
Kuntilanak Merah itu dirantai di dalamnya.
Wajahnya masih seram.
Tapi gw beraniin membelai kepalanya.
Ia melihat gw dengan mata berkaca.
Banyak kesedihan di dalamnya.
Penyesalan.
Kebencian.
Yang membuat arwahnya dirantai di bumi.
“Tolong… tolong saya…. agar lepas dari rantai kebencian….”
“Pasti…,” kata gw pelan. “tapi ‘saya’ yang sekarang belum bisa melakukannya.... lepaskan teman saya…. ya? nanti akan saya cari jalan agar kamu bisa lepas dari Samsara…”
Gw melepaskan segel yang dibuat Madam Epona.
“Terserah kalau setelah ini kamu mau bunuh saya. Tapi tolong. Lepaskan teman saya.”
Rantai sihir yang membelenggunya terlepas.
Aura kebencian yang membuat wajah si kuntilanak merah menghilang membuat wajahnya kembali terlihat manis seperti masa hidupnya….
“Maafkan… saya telah menuduh anda sebagai kaum borjuis….”
“Borjuis nenek lu Gerwani! bahkan satu tahun yang lalu hidup gua masih melarat…. gua dibesarin sama preman pasar….. gua jadi buruh pabrik sandal swallow… gua makan nasi aking… elu mati baru satu kali? gua? gua ini demit profesional, tahu! Antum sudah demit, kufur nikmat pula! Masyaallah, harus muhasabah diri, antum!”
“Makanya… saya minta maaf… saya baru menyadari…. hidup anda bahkan lebih menderita dari rakyat Korea Utara….”
“Jancuk.”
Kuntilanak merah itu bersujud di hadapan gw.
“Nama saya Tantri, The Red Spirit. Mulai saat ini, saya akan meminjamkan kekuatan saya, demi menggulingkan rezim yang zalim kepada rakyat. HIDUP RAKJAT!!!!! HIDUP REVOLUSI!!!!!!!!!” jerit The Red Spirit menjura.
Lalu tiba-tiba terdengar Mars Uni Soviet entah dari mana bersama kesadaran gw yang kembali ke dunia material.
“Sayor, eh lu sini!
Es kopi, suka ngopi
Kambing kok ngagetin
Elie tadarooz….
Osas, pulau Tonga
Bego, eh kamu
Biji, ih Pak Wozie
Seperti Sayoor
Kaaaacaaaaa
Yeeee…. Es Wan
Ace… San Hok… Oye…..
Kursi Beroda, ayo kita ngoooom…
Ngomooool… di Hiroshima….”
|XII|
“Gor… Gor… bangun, Gor….” gw nepuk-nepuk pipi Gori.
Gori kriep-kriep bangun. Ngumpulin nyawa.
Elang dan Sheila ngintip takut-takut di belakang gw.
“Gori udah sadar belum, Jon?”
“Kagak tahu neh. Kayanya yang masuk sekarang siluman undur-undur.”
“Serius lu! Kesurupan lagi, gua panggilin petugas Bonbin.”
“Gor… Gor… Gor… elu udah sadar belum?” kata gw nepuk-nepuk pipinya.
Gori senyum najong.
Terus mengerjap-ngerjap imut.
“Mas Joooon…. apa yang terjadi dengan kuh? apa yang telah kau perbuath?” kata Gori sambil menutupi tubuhnya yang telanjang. “Kenapa aku telanjang? oh…. ini benihmu mas… ini benihmuh….”
“Bubar…. bubar….” gw, Elang, dan Sheila langsung cabut.