[size=+1]I. SEPTIAN AGUS WINARTA[/size]
Iyan begitulah teman-temanku memanggilku, entah kenapa mereka memanggilku dengan nama itu padahal namaku ialah septian, septian agus winarta kepanjangannya. Aku bekerja sebagai wartawan di salah satu majalah mingguan yang mengekspos tentang adat dan budaya orang indonesia.
Awal desember telah tiba, dimana awal bulan ini aku di tugaskan oleh kantorku untuk mencari info tentang budaya sebuah kampung kecil yang jauh dari peradaban modern.
Siang itu aku meraih ponselku dan mengirimkan sebuah pesan singkat kepada renata.
Ren siang ini kita makan siang bareng yuk! Aku tunggu kamu ditempat biasa iya. Aku mau bicara sesuatu sama kamu
Begitulah pesan singkat yang ku kirimkan pada gadis berparas ayu itu. Renata adalah pujaan hatiku, tempat dimana cintaku berlabuh.
*******
Jam 12 siang aku sudah berada di salah satu meja sebuah restoran tempat yang ku janjikan pada renata. Aku sudah menunggu hampir 15 menit lamanya tapi renata belum datang juga. Atau mungkin dia terlalu sibuk hinga tak bisa datang menemuiku. Berbagai pertanyaan muncul di otakku. Akhirnya ku putuskan untuk kembali ke kantorku. Belum sempat aku beranjak dari tempatku seorang gadis cantik datang menghampiriku.
"Lama iya nunggunya yan?" Tanya renata yang kemudian mengambil duduk tepat di depanku.
"Gak kok ren, baru 15 menit" jawabku sedikit menyindir.
"Maaf, tadi ada sedikit urusan yang harus aku selesaikan terlebih dahulu, makanya aku datangnya terlambat" jawabnya menjelaskan kepadaku. "Loh kok kamu belum pesan apa-apa yan?" Lanjut ucapannya.
"Iya belumlah ren, kan aku dari tadi nungguin kamu" jawabku menanggapi pertanyaannya.
"Ye masih marah, kan aku udah minta maaf. Yaudah deh sekarang kamu mau pesan apa?" Dia tersenyum ke arahku, senyuman itulah yang membuat hatiku menjadi luluh.
"Terserah deh apa aja yang penting enak"
Kemudian renata memanggil salah satu pelayan dan memesan beberapa makanan dan minuman untuk kami berdua. Aku menatap wajah kekasihku dalam-dalam, wajah yang selalu ceriah, wajah yang seperti orang yang tak mempunyai beban dalam hidupnya, itulah yang membuatku jatuh hati pada wanita ini.
"Yan kok malah ngelamun sih?" Ucap renata membuyarkan lamunanku "tadi katanya mau ngomong sesuatu? Ngomong apa emangnya?" Lanjut wanita yang ada di depanku ini.
"Nantik ajalah ren, nunggu waktu yang tepat" jawabku santai.
"Gaya ngomong aja pakai nantik segala" itulah omongan yang paling ku sukai dari wanita ini "emang mau ngomong apasih yan? Jangan bikin aku penasaran deh"
"Nantik aja sayang, kamu kok gak sabaran gini seh?" Aku mencoba menjaga suasana agar tetap seperti biasa.
"Apa jangan-jangan kamu mau melamar aku di tempat ini?" Renata mencoba menebak apa yang mau ku katakan padanya.
Aku hanya tersenyum menimpali ucapannya itu. Tak lama berselang seorang pelayan datang ke meja kami dengan membawa berbagai pesanan yang telah di pesan oleh renata. Kami berdua lalu menyantap makanan yang telah disajikan di meja kami sambil sesekali diiringi oleh candaan kami berdua. Melihat senyumnya yang manis membuatku tak tega mau mengatakan hal ini.
Selesai makan renata kembali bertanya padaku "ayo yan tadi katanya mau ngomong sesuatu"
"Iya iya gak sabaran banget sih jadi orang" jawabku kepadanya.
".........." Renata tak menjawab dia hanya tersenyum padaku membuatku semakin tak tega mengatakannya.
"Ren kantor menugaskanku untuk mencari info tentang budaya di suatu desa terpencil" aku memberanikan diri untuk bicara padanya tentang hal ini.
"Terus kapan kamu berangkat yan?" Dia menatapku begitu tajam setelah tau apa yang ingin ku katakan padanya.
"Dua hari lagi ren, dua hari lagi aku berangkat" aku mencoba menjelaskan.
"Apa? Kok kamu baru ngomong sih yan?" Matanya mulai berkaca-kaca saat mendengar penjelasanku.
"Aku gak mau kamu sedih ren makanya aku baru ngomong sekarang" jawabku menenangkannya sambil tangganku memegang bahunya.
"Kamu jahat yan kamu jahat" kata wanita itu sembari pergi meninggalkanku.
Aku pun diam terpaku saat wanita itu pergi meninggalkanku. Perasaan bersalah datang menghampiriku. Kini wanita yang ku sayang sangat marah kepadaku. Aku tak mampu berbuat apa-apa saat ini, yang ku bisa hanyalah diam menyesali tindakan bodohku.
*******
Dua hari setelah kejadian itu, dimana hari ini aku harus berangkat menjalankan tugas dari kantor tempatku bekerja. Sebuah mobil travel datang untuk menjeputku, ku tarik tas koperku menuju mobil travel yang telah menjemputku. Aku masuk ke dalam mobil itu dengan berat hati. Sebelum mobil itu berangkat aku mencoba menelpon renata tapi tak diangkat olehnya, beberapa kali mencoba tapi hasilnya selalu sama. Setelah kejadian itu renata tak pernah mau mengangkat telpon dan membalas pesan singkatku. Akhirnya kuputuskan untuk mengirim sebuah pesan singkat kepadanya hanya untuk mengabari kalau aku sudah berangkat.
Ren aku berangkat iya. Jaga dirimu baik-baik, jangan nakal, jangan selingkuh, tunggu aku kembali. Aku sayang kamu ren dan aku akan selalu merindukanmu. I LOVE YOU RENATA
[size=+3]BERSAMBUNG[/size]