Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Keberuntungan itu Ada (Closed)

Status
Please reply by conversation.
Gaes, mohon dimaafin, kemaren ga sempat update karena ada situasi emergency. Hari ini ane posting update agak pagi.
Sekali lagi mohon maaf.

***

Post 7


Bayangan wajah mertuaku yang marah dan kecewa pada kelakuan kami membayang di pikiranku. Mungkin ini karena salahku yang telah berani bermain api dalam keluargaku sendiri. Mungkin inilah titik dimana istriku akan benar-benar marah padaku setelah dia mengetahui kejadian persetubuhan kami dari informasi ibunya.

Pintu masih tertutup rapat tapi tanpa pengunci. Hanya tinggal satu dorongan saja pintu itu pasti terbuka dan terlihatlah aku dan Dina yang sedang melakukan hubungan haram di dalam kamarnya. Aku masih diam mematung sedangkan Dina masih sibuk menenangkan tubuhnya setelah diterpa gelombang orgasmenya.

“Dinaaa.. Dinaa...” panggil mertuaku pelan.

“Iya bu sebentar.. aahh.. masih enak”

Jawaban dari Dina malah semakin membuatku panik. Bukannya dia memberi alasan pada ibunya, tapi malah seakan memancing rasa penasaran ibunya untuk mengetahui lebih lanjut. Aku merasa tersudut sekarang. Bisa saja Dina mengarang cerita kalau aku sudah menggodanya dan akhirnya dia mau melakukan perstubuhan ini. Entahlah, aku jadi tambah curiga pada sikap Dina yang masih berada di depanku ini.

“Din.. kamu bicara apa sih? bukannya suruh ibu cepet pergi malah kamu bilang yang enggak-enggak” protesku kemudian.

“Ssstt.. bentar mas, jangan rame dulu”

Dina memajukan pinggulnya sedikit untuk membuat penisku tercabut dari lobang memeknya. Dia kemudian dengan santai menuju pintu kamar lalu membukanya. Aku langsung menghindar lalu bersembunyi di balik pintu, kurasa hanya disitulah tempat yang paling aman.

“Ada apa sih bu? Belum bisa tidur ya?” tanya Dina begitu membuka pintu kamarnya.

“Iya Din.. aku tadi dengar tempat tidur kamu kriet-kriett gitu.. kayak lagi..”

“Ngentot?”

“Eh, iya itu... kamu ngentot sama mas Aryo yah Din?” tanya mertuaku.

Aku yang mendengar pertanyaan itu langsung menciut nyaliku. Jantungku semakin berdebar-debar dan keringat dinin mulai menyerang tubuhku. Beneran aku sudah kepergok sama mertuaku sendiri. Kalau sudah begini pasti panjang urusannya. Bisa-bisa orang satu rumah akan tau kebenarannya kalau aku memang telah menyetubuhi Dina, adik iparku sendiri.

“Hihihi... iya bu.. lagi pengen banget aku”

Duaarrr!! Rasanya ada ledakan besar yang menghancurkan kepalaku saat mendengat pengakuan jujur dari Dina. Apa dia tak punya otak sebenarnya? Harusnya dia mencari alasan lain supaya tetap aman semuanya. Sekarang sudah terlambat. Kini aku hanya memikirkan dampak yang timbul dari kelakuan kami berdua ini.

“Ohhh.. ya sudah, jangan keras-keras nanti mbak Vina ikut bangun” ucap ibu mertuaku pelan.

Oh My God! Keluarga macam apa ini? mertuaku yang jelas-jelas mendengar pengakuan dari anaknya malah seperti cuek saja. Padahal sudah jelas Dina mengakui kalau dia dan aku sedang memadu kasih. Kami berdua telah berzinah, aku telah selingkuh dan adik iparku itu telah merasakan batang penisku mengocok vaginanya. Bukannya marah atau melarang anaknya, ibu mertuaku malah menyarankan agar jangan bersuara keras. Duhh.. aku tak habis pikir pada sikap keluarga istriku ini.

“Bu.. masuk saja.. jangan disitu, malah ketahuan mbak Vina nanti”

“Eh, iya Din..”

Kagetnya aku mendengar kalimat-kalimat mereka. Dina benar-benar mengajak ibunya masuk ke dalam kamarnya. Sementara aku sedang bersembunyi di balik pintu seperti maling ketahuan pemilik rumah. Keringat dingin di tubuhku semakin deras keluar. Jantungku berdetak semakin kencang dan batang penisku sudah benar-benar lemas.

“Mas Aryo ngapain disitu? Sini.. sini..” ajak Dina padaku.

“Eh, anu.. ii.. i-iya Din”

“Loh.. kok nak Aryo disitu? Udah sini saja.. gak apa-apa kok” imbuh mertuaku memandangku dengan tatapan penasaran.

Aku kemudian duduk di atas tempat tidur. Dina duduk di samping kananku sedangkan ibu mertuaku duduk di samping kiri. Entah kebetulan atau tidak, jelasnya kami berdua saat itu sedang telanjang semua. Mertuaku yang datang tiba-tiba tadi teryata dari dalam kamarnya sudah tak memakai apa-apa lagi.

“Gak usah takut nak Aryo.. ibu gak marah kok..”

“Ii...ii...iya bu”

“Hihihi.. mas Aryo pucat banget mukanya”

“Ingat nak Aryo, keluarga adalah segalanya.. apa yang terjadi di dalam keluarga kita tetaplah berada di dalam saja, jangan sampai orang lain tau” tutur mertuaku.

Tangan ibu mertuaku itu tiba-tiba memegang penisku yang melemas. Aku semakin tak percaya apa yang aku alami saat ini. semuanya terjadi bagai mimpi di siang bolong. Apakah aku bisa memejamkan mata lalu bangun dari mimpi ini? ah, bodo amat. Dua perempuan di sampingku sudah menyerahkan tubuhnya, tunggu apalagi?

“Duhh.. tadi kaget yah? jadi lemes gini..”

Mertuaku terus memegang penisku dengan tangan kanannya. Tak menunggu lama, mertuaku lalu mengocok kejantananku itu pelan-pelan namun dengan jepitan jari tangan yang ringan. Dari samping kananku Dina mulai ikut menyerang. Dia memajukan kepalanya lalu mencium bibirku dengan mesra.

“Eemmhhh...emmhhh.. cuphh...emmhh”

Sebentar kemudian aku dan Dina sudah terlibat adu lidah dan pagutan bibir yang intens. Tak lupa kuarahkan tanganku meremasi buah dadanya yang menggantung bebas itu. Terus ku remas-remas kedua susunya sambil kami tetap memagut bibir dengan penuh nafsu. Dalam waktu singkat mulai terdengar kecipak ciuman kami bercampur dengan desahan Dina.

“Emmhhhh.. cupphh... emmm... ahh.. emmhh”

Di bawah sana, batang penisku yang sementara masih dirangsang oleh mertuaku mulai menampakkan wujud aslinya. Perlahan-lahan penisku mulai membesar dan tegak dengan sempurna. Libidoku kembali naik dan birahiku semakin menguasai otak.

“Nak Aryo tiduran saja, biar ibu yang bekerja..”

Tangan ibu mertuaku lalu mendorong tubuhku hingga terjatuh ke belakang. Aku ambruk di atas tempat tidur dengan posisi terlentang. Dalam posisi pasrah itu aku melihat mertuaku mulai naik ke atas pinggangku. Tentu bisa dibayangkan apa yang terjadi selanjutnya.

“Ooohhh... aahh... emmmhhhhh...”

“Pelan bu.. punya mas Aryo itu gak seperti punya Angga” celetuk Dina yang kini menyerahkan puting susunya di atas mulutku.

Tunggu! Dina tadi bilang apa? Angga? Apa Angga dan mereka sudah pernah ngentot sebelumnya? Aku berusaha tak mempercayainya.

“Enakan punya Angga apa punya saya bu?” kuberanikan untuk bertanya, lebih tepatnya memancing informasi dari mereka.

“Uuhhh.. punya nak Aryo lebih enak...aauuhhh... ini penuh memekku” balas mertuaku.

Posisi mertuaku kini sudah berada tepat menduduki perutku, namun dengan batang penisku menancap di memeknya tentunya. Kurasakan liang senggama mertuaku ini tak begitu menjepit seperti punya Dina, tapi empotan-empotan dinding vaginanya begitu terasa enak. Seakan sedang memijat kemaluanku yang bersarang di lobang kemaluannya.

“Kalo enak goyang dong bu” pintaku.

Ucapanku mulai terasa berani. Mertuaku yang merasakan kenikmatan langsung mengabulkan permintaanku. Dia mulai menggoyangkan pinggulnya dengan gerakan memutar. Tentu saja itu membuatku semakin nyaman, semakin nikmat juga tentunya.

Sambil menikmati goyangan mertuaku pada batang penisku, kugunakan kesempatan itu untuk kembali menyedot puting susu Dina. Kedua puting susunya bergesekan dengan wajahku. Dalam satu kesempatan puting itu tepat berada di atas mulutku. Happ.. lalu kutangkap.

“Emmhhhh.. aahh... jangan digigit dong mas.. aauwww.. mas Aryo nakal”

Bukannya aku sengaja menggigit putingnya, tapi gerakannya yang berubah-ubah membuatku sulit menghisap puting itu dengan mulutku. Dina yang mulai sadar langsung memegangi payudaranya lalu menyodorkan putingnya pada mulutku.

“Eemmpph.. uumhhh... emmhh..” hanya itu yang keluar dari mulutku.

Malam itu kami terus melewati waktu dengan mereguk kenimatan duniawi bersama-sama. Baru aku tahu kalau ibu dan anaknya ini sama-sama binalnya. Mungkin inilah sisi lain dari keluarga istriku yang selama ini aku tak tahu kenyataannya. Bisa saja istriku tidak mengetahuinya juga, tapi aku sangsi, aku yakin dia pasti sudah tahu duluan tapi memilih untuk diam.

Aku ingat yang menjebol keperawanan istriku itu adalah penisku. Itu artinya sebelum bersamaku memang istriku itu tak pernah sekalipun bersetubuh dengan lelaki lain. Tapi untuk Dina dan ibunya ini, entahlah, sepertinya mereka sudah mengorbankan Angga juga untuk memuaskan birahi mereka.

Sudah dua kali mertuaku mengalami orgasmenya. Disusul dengan Dina yang juga mendapat puncak kenikmatannya. Untukku masih belum terasa. Mungkin aku terlalu takut untuk menumpahkan spermaku pada salah satu lobang kemaluan mereka. Aku memang menahannya sekuat mungkin supaya tak ada satupun dari mereka yang bisa meraskan hangatnya cairan spermaku.

Malam semakin larut. Tenaga kami juga semakin terkuras. Tentu saja Dina yang terkapar duluan, disusul ibunya yang kalah oleh keperkasaanku. Aku sendiri sampai merasa aneh, biasanya aku mudah sekali menumpahkan pejuhku saat ngentot bersama istriku, tapi sekarang lain. Rasanya spermaku enggan keluar karena rasa takutku.

“Haaahhh.. puas banget aku Din.. kakak iparmu ini ternyata kuat banget.. sampe lemas aku Din” ucap mertuaku yang kini terbaring tepat di sampingku.

“Hooossshh.. hoooh.. iya bu.. ga pernah aku sepuas ini.. ahh gila banget enaknya” balas Dina yang masih terduduk lemas di atas lantai.

“Tapi nak Aryo belum keluar itu Din.. gimana caranya yah?”

“Mungkin dia perlu sesuatu yang menarik bu.. tunggu, aku ada cara”

Dina kemudian berdiri lalu menarik tanganku. Aku yang sebenarnya juga sudah lemas mau tak mau mengikuti ajaknnya. Dia kemudian membuka pintu dan mengajakku keluar. Ibu mertuaku juga berjalan di belakangku. Hingga akhirnya aku tahu kalau Dina mengajakku masuk ke dalam kamar Vina.

“Ehh.. jangan.. ntar malah panjang urusannya”

“Sudah, mas Aryo ikut saja.. apa mau aku adukan ke mbak Tika?” ancam Dina padaku.

“Lahh.. jangan Din..bisa cerai aku nanti”

“Mangkanya mas ikut saja.. nurut pokoknya”

“Iya.. iyaa..”

Dina dengan gerakan pelan mulai membuka pintu kamar yang ditempati oleh Vina. Perlahan pintu itu terbuka dan mulai memperlihatkan apa saja yang ada di baliknya. Aku hampir tak percaya pada pandangan mataku sendiri. Rupanya di atas tempat tidur nampak Vina tengah tertidur dengan lelapnya. Tubuhnya polos tanpa pakaian apa-apa. Bukan itu saja, kulihat jari telunjuknya masih berada di dalam liang vaginanya.

“Tuhh.. mas Aryo lihat kan? Dia pengen ngentot juga mas..” tunjuk Dina.

“Ahh... itu..itu..”

“Ya mas bener.. dia pake jari buat muasin birahinya, kasian kan mas? Hihihi..”

“Duh kamu ini Din.. trus kita kesini ngapain?”

“Mas Aryo tenang aja.. sekarang waktunya untuk memberinya kepuasan yang sebenarnya.. entot dia mas”

“Apa??”

“Iya nak Aryo.. apa gak kasihan sama Vina.. dia pasti ingin ngentot juga lho”

Ini ibu dan anak sudah sama gilanya. Bagaimana mungkin aku akan tega ngentot dengan Vina. Dia itu sepupuku sendiri yang harusnya bisa aku lindungi kehormatannya. Bukannya malah direnggut lobang memeknya seperti maunya Dina.

“Udahh.. kalo mas gak mau ya terpaksa aku lapor ke mbak Tika, ya kan bu?”

“Hihi.. bener Din.. telfon saja Tika.. pasti dia mau tau kalo suaminya sudah ngentot sama mertua dan adik iparnya” balas mertuaku tanpa peduli aku siapa.

“Aaahh.. kalian ini bener-bener tega! Duhh... gimana ini yah?”

“Sudahlah mas.. itu ada barang bagus pake aja” ucap Dina tanpa dipikir dulu efeknya.

Perlahan aku maju ke depan mendekati posisi Vina. Kedua kakinya yang mengangkang membuat mataku dengan jelas melihat belahan vagina sepupu cantikku itu. Begitu indah dan mempesona. Bibir vaginanya masih terlihat rapat dan berwarna merah pucat. Sedangkan bulu-bulu halusnya sudah bersih, artinya sebelum kesini dia sempatkan mencukur jembutnya. Sama seperti milik Dina, gundul.

“Kelamaan.. ayo bu pegang kakinya!” perintah Dina kemudian.

Kedua tangan Vina di angkat ke atas kepala lalu disatukan. Sedangkan kedua kakinya di pegangi oleh ibu mertuaku dan juga Dina. Aku yang melihat perlakuan mereka jadi terpancing hasratku untuk menikmati tubuh mulus Vina.

“Ehh.. ehh... apa ini? mas Aryo, apa ini? ehh.. aduh.. aduhh.. auhhhhhhh”

Sebuah teriakan kencang terdengar dari mulut Vina ketika batangku menerobos memeknya dengan paksa. Dia untuk sementara waktu mendadak panik karena merasa diperkosa.

“Ahhh.. jangan mas.. aahh.. jangan... aahh.. mas Aryo jahaaatttt!”

Aku tak peduli dengan teriakannya. Nafsuku sudah memuncak, sudah tak bisa lagi dibendung oleh teriakan penolakan dari Vina. Mungkin saja aku baginya sudah berubah jadi sesosok lelaki bejat. Aku tak peduli, apa yang terjadi nanti biar aku urus nanti.

Kuayunkan pinggulku maju mundur seirama dengan tusukan penisku pada liang senggama Vina. Di permukaan penisku mulai kutemui cairan putih kental dan berbusa. Itu tandanya Vina mulai menikmati permainanku. Hanya saja mulutnya masih berusaha menolak. Aku sebenarnya ingin melihat lelehan darah pada permukaan penisku yang menembus memeknya, tapi ternyata tidak ada. Apakah artinya Vina sudah tak perawan lagi? Sepertinya memang iya.

“Emmhhh.. aahhh... mas Aryoo.. ahhh.. itu.. itu.. ahh..”

Vina mulai mendesah. Kedua matanya yang sempat mengeluarkan air mata kini sudah kering. Jerit penolakan yang terdengar dari mulutnya kini berganti dengan desahan akibat rasa nikmat. Semakin lama aku menusukknya semakin banyak pula cairan yang merembes dari memeknya. Vina kini mulai berubah, penolakan darinya sudah sirna.

“Aahh.. ahh.. aahh.. aahh..”

Gadis cantik itu terus mendesah dalam kenikmatan persetubuhan kami. Kini Vina sudah tak lagi merasa dipaksa, malah kedua tangannya sekarang meremas-remas bulatan payudaranya sendiri. Rupanya Vina tengah merangsang titik sensitif di tubuh bagian atasnya.

“Hihihi.. lihat bu.. aslinya mbak Vina itu binal juga, tapi disembunyikan” ujar Dina.

“Kamu bener, tadi ibu melihat dia di kamarnya sedang mainin memeknya, duhh, kalian tadi memang keras suaranya”

“Pantesan dia udah telanjang duluan.. memeknya udah gatel mungkin bu”

“Iya bener Din.. memeknya gampang sekali becek” balas mertuaku.

Aku setuju dengan ucapan mertuaku. Memang kurasakan memek Vina gampang sekali becek karena horni tentunya. Saat ini saja cairan vagina milik Vina sudah membalut permukaan penisku dengan sempurna.

“Aahhhh.. mmmm... maasssssss.. !!!”

Crrr... crrr.. crrr...

Keluarlah sembuaran cairan orgasme dari lobang kemaluan Vina. Cairan itu begitu banyak sampai muncrat pada seprei di bawah pantatnya. Baik Dina maupun ibunya tertawa gembira melihat vagina Vina memuntahkan cairan putih encer itu.

“Aahh.. Vin.. mas ikut keluar yaah.. aahh.. udah.. aahh.. udahh ga tahan” ucapku.

Tanpa persetujuan dari Vina segera kucabut saja penisku dari dalam liang kewanitaannya. Aku takut kalau spermaku akan membuahi sel telurnya. Sudah pasti Vina akan hamil kalau sampai terjadi hal itu.

“Aaahhhhh!!!”

Crott.. crott.. crottt.. crottt..

Kusemprotakan cairan spermaku di atas payudara Vina. Penisku terus ku kocok sampai benar-benar tak ada lagi lelehan sperma yang keluar. Rasanya nikmat sekali bisa menyemburkan spermaku di atas tubuh mulus Vina. Setelahnya akupun sampai tak bisa lagi menahan tubuhku. Akupun ambruk di atas tubuh Vina dengan seketika.

“Hihihi.. kita berhasil bu..”

“Iya Din.. kamu pinter banget... sudah kita istirahat saja, ibu sudah mengantuk banget”

“Yaudah... aku mau tidur di kamarnya ibu saja..”

“Ayokk..”

Dina dan mertuaku lalu keluar dari dalam kamar tanpa menutup pintunya lagi. Aku yang sudah terkapar lemas tak bertenaga masih menindih tubuh bugil Vina. Begitu aku sadar, aku langsung menggeser posisiku untuk turun dari tubuhnya.

“Mas Aryo jahat!!” pekik Vina sambil memukuli lenganku.

“Iya Vinn.. ahh.. maafin mas yah.. aku ga bisa nahan nafsuku”

“Ahh, cuma alesan aja kamu mas, aslinya kamu seneng banget kan bisa ngentotin aku?

“Hehe.. iya dong Vin..”

“Tapi.. emm.. makasih ya mas.. tadi enak banget” ucap Vina lalu mengecup bibirku.

“yeee.. tadi nolak,sekarang malah enak, yang bener yang mana Vin?”

“Bener semuanya mas.. laen kali kalo lagi horni bilang aja mas, gak maksa kek tadi.. perih banget memekku mas...”

“Iya deh Vin.. tapi kok tadi aku lihat kamu ga keluar darah, udah ga perawan kamu yah?”

“Hihii.. iya mas, dulu pas colmek masuknya terlalu dalem sih.. jadi jebol deh segelnya”

“Aduhhh.. ternyata sepupu mas yang satu ini seneng colmek juga”

“Iya dong, apalagi denger mas ngentotin Dina tadi.. ga tahan aku mas”

“Hehehe.. ya sudah.. tidur aja yukk.. aku capek banget”

“Iya lah capek.. ngentotin tiga orang sekaligus mana ga capek”

“Hehehee...”

Aku dan Vina kemudian terdiam dalam pikiran kami masing-masing. Lama kelamaan akhirnya aku mengantuk dan tertidur setelahnya. Kupeluk tubuh Vina dengan mesra, seakan kami ini pengantin baru yang telah berhasil mereguk kenikmatan bersama.

***

Paginya aku bangun kesiangan. Badanku masih terasa capek bukan main. Rasa malas untuk bangun terus-terusan membuatku enggan meninggalkan tempat tidur. Meski begitu aku tak boleh terus di dalam kamar ini. Tak elok rasanya numpang di rumah mertua lalu bangunnya siang-siang. Di sampingku sudah tidak kutemui Vina, sepertinya dia sudah bangun dan sekarang entah pergi kemana. Akupun memaksa duduk lalu melihat kanan-kiri mencari keberadaan celana pendek yang kupakai tadi malam.

“Aduhh.. sial..” gerutuku saat menyadari celanaku masih berada di kamar Dina.

Aku kemudian melihat tas yang aku bawa. Kubongkar isinya untuk mencari celana pendekku yang lainnya, tapi nihil. Sepertinya istriku membawakan celana pendek hanya satu, mungkin karena dia pikir aku tak disini lama.

Kuputuskan untuk membuka pintu kamar dan melongokkan kepalaku keluar melihat situasi. Setelah yakin tak ada orang lain aku pun berjalan dengan pelan menuju kamarnya Dina. Hatti-hati aku membuka pintu kamar itu supaya tak menimbulkan suara.

“Haduhhhhh!!!” aku berteriak kaget.

Bagaimana aku tidak kaget, begitu aku masuk ke dalam kamar Dina mataku langsung mendapati Dina dan Vina sudah ada di dalam kamar itu. Gilanya lagi keduanya masih saja telanjang bulat seperti tadi malam. Tak hanya itu, posisi Vina merangkak di atas tubuh Dina. Sungguh tak pernah terbayangkan dalam pikiranku melihat keduanya melakukan posisi 69. Dengan nikmatnya Dina menjilati lobang kemaluan Vina dari bawah. Sedangkan Vina juga sama, menyeruput beceknya memek Dina tanpa ragu sedikitpun.

“Gilaa!! Kalian Gilaa!!”

“Ssshhh.. ada apa sih mas? Pagi-pagi udah teriak-teriak” Dina menengok ke arahku.

“Kalian ngapain itu? masak sama-sama perempuan saling ngejilatin memek?”

“Uhh.. ini namanya saling memberi nikmat mas.. ya gak Vin?”

“Emmhh.. iya Din... yang penting enak” balas Vina menoleh ke belakang.

Aku hanya berdiri terbengong di depan pintu kamar. Aku seakan tak percaya apa yang aku lihat saat ini. Entahlah, kalau begini terus bukan mereka yang gila, tapi aku. Tanpa komentar lagi aku kemudian mengambil celana pendekku yang ternyata masih ada di ujung tempat tidurnya Dina. Segera aku keluar dari kamar itu dan memilih tidak melihat kelakuan gila mereka.

Kulangkahkan kakiku menuju ke belakang rumah. Pagi itu aku mandi besar dengan guyuran air segar pedesaan. Sambil mandi aku terus kepikiran bagaimana ini bisa terjadi. Apakah ini memang disengaja atau hanya aku yang terpengaruh oleh situasi? Lalu setelah ini kalau istriku tahu kejadiannya akan seperti apa reaksinya? Ah sudahlah, ibarat nasi sudah jadi bubur, apapun yang akan terjadi aku akan siap menanggungnya.

Selesai mandi aku kembali masuk ke dalam rumah. Tapi begitu aku sampai di dapur ternyata sudah ada ibu mertuaku. Kulihat dia sudah memakai daster dan juga kerudung di kepalanya. Mungkin saja dia baru datang dari belanja atau dari tetangga.

“Sudah mandi nak Aryo?”

‘Eh.. iya bu.. sudah”

Kulihat mertuaku biasa saja saat bertemu denganku. Tidak ada reaksi apa-apa darinya saat itu, mengingat tadi malam kami telah melakukan hubungan sebadan yang sangat melanggar norma.

“Nanti siang jadi pulang ke kota?”

“ya jadi dong bu.. nanti Tika tanya terus kalo saya gak balik segera” balasku.

“Hhh.. masa hamil muda memang suka manja, kamu yang sabar aja ya nak Aryo.. apalagi kan ini anak pertama”

“Iya bu..”

Aku kemudian duduk di kursi dapur sambil mengamati ibu mertuaku membuat segelas kopi untukku. Sikap mertuaku itu beda banget dengan tadi malam saat kami bersetubuh bersama. Agak aneh sih menurutku, sepertinya beliau ini punya kepribadian ganda. Kalau malam binal, siangnya kalem. Tapi kebanyakan perempuan kalau perilakunya kalem pasti akan binal kalau di ranjang, itu menurutku saja.

“Diminum kopinya nak Aryo...” mertuaku lalu meletakkan segelas kopi di depanku.

“Bu, nanti urusan dengan pak Manto gimana? Orangnya ingin segera mendapat jawaban”

“Hemm.. ya begini saja, sebelum nak Aryo pulang tolong antar ibu ke rumahnya, nanti Dina biar ikut juga”

“Baiklah bu... tapi kalo bisa secepatnya bu, nanti saya pulangnya biar gak kemalaman”

“Iya.. tapi Dina masih di kamarnya.. ada sama Vina ya nak?”

“Hehe.. iya bu.. ga tau mereka lagi apa”

Aku tersenyum kecut mendengar kata-kata mertuaku. Aku rasa dia berlagak tak tau dengan perbuatan anak gadisnya di kamar. Meski begitu aku tetap mengikuti arah permainan mereka. Aku juga pura-pura tak tau menahu dan bersikap biasa saja seperti dulu.

Beberapa saat kemudian terlihat Dina sudah keluar dari kamarnya dan menenteng handuk di tangannya. Dia melewati kami sambil tersenyum yang entah apa artinya. Sungguh aku merasa Dina itu seperti sudah kehilangan urat malunya. Gadis desa yang cantik itu keluar dari kamarnya lalu melewatiku tanpa memakai apa-apa. Tubuhnya masih telanjang memperlihatkan semua bagian tubuhnya.

“Din, cepetan mandi, habis ini kita pergi ke rumah pak Manto”

“Ohh, iya bu.. tapi kok buru-buru banget sih?” balas Dina sambil berdiri di depan pintu dapur.

“Iya, mas Aryo nanti siang sudah mau pulang”

“Sebentar, apa Dina memang sudah setuju dijadikan istrinya juragan Manto? Saya sampai sekarang belum dengar jawabannya bu..” tanyaku kemudian.

“Gimana Din? Mau apa tidak kamunya?” tatap mertuaku pada anaknya.

“Emm... Dina pikir lebih baik menerima lamaran dari pak Manto bu.. tapi ya itu, dia harus menerimaku apa adanya”

“ya syukurlah kalo begitu.. gimana nak Aryo?” mertuaku balik bertanya padaku.

“Saya setuju saja sih bu.. asal pak Manto menerima Dina dan keluarga kita apa adanya”

Dina lalu jalan menuju ke kamar mandi meninggalkan kami berdua yang masih berbincang-bincang tentang kemauan juragan Manto. Pada intinya aku mendukung sekali pernikahan itu, tentunya kalau pak Manto siap menerima Dina apa adanya. Jangan sampai lelaki itu kecewa setelah mengetahui kalau Dina sudah tak perawan lagi.

Waktu beranjak siang. Aku, Dina dan mertuaku sudah bersiap pergi ke rumah juragan Manto lagi. Sampai saat ini aku belum melihat lagi kehadiran Vina. Akupun lalu masuk ke kamar Dina lalu membangunkannya. Untungnya Vina itu gampang sekali bangunnya, jadi setelah bangun aku tanya dia mau ikut apa tidak. Vina tak menjawab tapi hanya menggelengkan kepala lalu lanjut tidur lagi.

Singkat cerita, aku, Dina dan mertuaku sudah mengutarakan semuanya pada pak Manto. Entah bagaimana pemikirannya tapi intinya pak Manto masih terus menginginkan Dina jadi istri mudanya. Meski dia juga tahu kalau Dina sudah tak perawan lagi. Itu bukan masalah buatnya. Jadilah kami sudah saling menerima keputusan bersama. Hari pernikahan juga sudah dicarikan oleh pak Manto rupanya. Bulan depan tepatnya.

***

Pukul 9 malam aku dan Vina sudah tiba kembali di kota. Setelah memarkir kendaraan kantor yang aku bawa, Vina lalu turun dan membawa barangnya pergi ke rumahnya. Tak jauh memang karena dia menyewa rumah tepat di sebelah rumahku. Jadi kami tetanggaan tentunya.

Setelah memberekan semua barang bawaan dari desa, aku menuju ke dalam lalu mencari keberadaan Angga di kamarnya. Sebenarnya aku ingin minta bantuan Angga untuk mencuci mobil kantor yang aku bawa. Daripada dia gak ada kerjaan trus aku juga sudah capek tentunya.

“Angga.. Angga...” kupanggil namanya dari luar kamar.

“Iya mas..”

Pintu kamar lalu terbuka. Aku lihat Angga hanya sendirian, berarti istriku sudah tidur di kamarnya.

“Bantuin mas cuci mobil dulu Ngga..”

“Ohh.. iya mas.. sebentar nanti aku ke depan”

Akupun meninggalkan kamar Angga lalu menuju ke dapur. Aku ingin membuat segelas kopi untuk menemaniku terjaga sampai selesai membersihkan mobil. Sambil menunggu air mendidih, aku duduk di kursi dapur seperti biasa lalu menyalakan sebatang rokok yang sudah terjepit bibirku.

“Mas, mbak Tika kemana?” Vina tiba-tiba muncul dari arah depan rumahku.

“Tuh, tidur di kamar? Biarin aja jangan dibangunin, kasian..”

“Ohh yaudah..”

Vina kulihat baru saja mandi. Tubuhnya sudah terlihat segar dan baunya harum. Bahkan rambutnya yang diikat ekor kuda pun masih tampak basah. Vina malam itu nampak cantik meski tubuhnya hanya memakai kaos longgar dan bawahan celana dalam saja. Semakin hari semakin berani saja anak ini. Bukannya tadi pas dia kesini dari rumahnya pasti lewat depan rumah, apa dia gak khawatir ada tetangga melihatnya?

“Vin.. kamu tadi kesini cuma pake ginian?”

“Iya mas, emang napa ?”

“Kamu ga takut ketahuan sama tetangga kita?

“Ya gak lahh.. biarin aja, emang mereka bisa apa? Paling jadi bahan gunjingan ibu-ibu kurang kerjaan aja” balas Vina enteng sambil melihat panci rebusan air.

“Sudah mendidih itu, masukin ke gelas Vin”

“Iya mas.. ini udah kok”

Sambil merokok, mataku melihat ke arah Vina yang berdiri mengaduk seduhan kopi di depanku. Kuperhatikan kedua paha mulusnya yang putih bersih itu terpampang dengan sempurna. Juga gundukan bukit kembar di dadanya, terlihat semakin montok dan berisi.

“Nih mas kopinya”

“Makasih Vin... eh kamu pake Bh apa enggak Vin?”

“Gak kok.. emang napa sih mas?”

“Ohh.. gapapa, terlihat semakin besar Vin” tatapku pada kedua payudaranya.

“Hihihi.. iya mas, jadi semakin berat sekarang, gak rugi aku menyerahkan susuku pada Angga tiap malam”

“Hahahaha.. yaudah jangan keterusan, tambah mekar ntar”

“Yeee.. gapapa kan mekar terus, bisa saingan sama mbak Tika dong”

“Ga bisa, itu udah faktor keturunan Vin.. kamu segitu aja.. malah bikin gemes ngeliatnya” ujarku.

“Apaan gemes? Pengen ngentot malah.. ya kan mas?” ucap Vina setengah berbisik padaku.

“Ehh.. apa hubungannya? Kan dari tadi aku ga bahas.. ngentot..” kataku dengan sedikit memelankan suara pada kata ngentot-nya.

“Hihihi.. udah ah, udah malem nih.. jangan bicara gituan mas, takut memekku gatel” Vina juga berbisik di kata terakhirnya tadi.

Aku kemudian meninggalkan Vina duduk sendiri di ruang dapur. Kulihat di depan rumah Angga masih mengelap sisa-sisa air yang ada di permukaan mobil. Gerakannya lincah dan cepat, memang Angga itu bukan tipe anak pemalas. Kalau ada kerjaan apapun dia akan menyelesaikannya dengan secepat mungkin dan gak bertele-tele.

“Udah Ngga.. udah bersih itu..”

“Eh, iya mas.. sebentar kurang sedikit”

Aku lalu duduk di kursi teras depan sambil melihat ke arah Angga. Aku jadi kepikiran kata-kata mertuaku dan Dina kemarin malam. Apa benar Angga telah dimanfaatkan oleh mereka untuk mencapai kepuasan seksual? Atau jangan-jangan memang Angga yang punya kemauan sendiri untuk memuasi ibu dan kakak perempuannya? Menghadapi semua kemungkinan itu aku malah bingung sendiri, bingung langkah apa yang harus aku ambil nantinya.

***

Bersambung lagi ya Gaes ^_^
Makasih suhu..
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd