Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Keberuntungan itu Ada (Closed)

Status
Please reply by conversation.
Post 10

Aku duduk termenung sendiri menikmati kepulan asap rokok yang kuhisap masuk ke paru-paru. Sambil ditemani segelas kopi semakin menambah nikmatnya suasana malam yang sepi. Pikiranku terus melayang tak tentu arah sampai aku akhirnya menyadari apa yang tengah terjadi padaku.

Semakin lama kehidupanku semakin liar. Aku yang dulunya berpandangan bahwa kita harus menjaga kesucian cinta saat sudah menikah kini mulai pudar dengan sendirinya. Sudah berkali-kali aku bermain di belakang istriku. Sudah berkali-kali juga aku berhasil mengentoti perempuan lain selain istriku. Sebut saja Dina, Nina, Vina dan yang terakhir adalah Rinta. Semua perempuan itu aku sudah menikmati lobang memeknya.

Sebaliknya istriku juga tak kalah bejatnya. Sungguh berani sekali dia bersetubuh dengan adik kandungnya sendiri. Meski dengan alasan rasa sayang pada saudara tapi kalau dipikir itu hanya alasan belaka. Beda banget antara sayang dan nafsu. Parahnya lagi aku seperti memberi kebebasan pada mereka. Aku yang tak pernah marah pada kelakuan istriku seakan dimanfaatkan olehnya untuk berbuat lebih jauh lagi.

Lagi-lagi pikiranku mulai cenderung permisif pada semua kejadian ini. Idealisme hubungan yang selama ini kupegang sudah luntur sepenuhnya. Lagipula aku menikmatinya, istriku pun juga sama. Kalau dipikir-pikir memang aku tak merasa dirugikan juga. Ah sudahlah, jalani saja apa yang ada. Masa bodoh dengan semua anggapan orang lain yang belum tentu tahu keadaan kita sebenarnya. Nikmati selagi bisa dan jaga jangan sampai orang diluar keluargaku tahu kejadiannya.

“Duhh.. yang baru dapet barang baru”

“Nina?”

Tiba-tiba saja Nina muncul di belakangku. Dia masih belum menutup tubuhnya, kedua payudaranya masih bisa kulihat jelas begelantungan bebas di dadanya. Memeknya juga sama, dia belum melindunginya dengan apa-apa, celana dalam pun tidak.

“Ngapain di luar sendirian? Panas ya di dalam mas?”

“Hehe.. enggak, pengen santai aja Nin..”

“Ohh.. udah berapa ronde mas? Kayaknya seru tuh dapet anak baru.. aku liat bodynya oke juga”

“Ahh, kamu itu pikirannya ngentot melulu sih Nin.. enggak lah”

“Hihi.. udahlah mas.. jangan boong, enak gak mas?”

“Uhh.. liar banget Nin..” candaku pada Nina.

“Wahh.. bisa tuh kalo diajak maen bertiga, hihihi...”

“Kamu ini ada-ada aja.. emang kamu ga puas sama Budi?”

“Yahhh.. puas sih mas, cuma... kayaknya punya mas Aryo lebih menantang” bisiknya mendekati telingaku.

“Hahaha.. beneran? Yahh.. gimana lagi Nin.. orang kan beda-beda”

Nina kemudian duduk di sampingku. Tangannya kemudian memegang penisku lalu diamainkannya. Di elus, diremas dan dikocok perlahan-lahan. Mau tak mau akhirnya penisku kembali tegang. Terlihat wajah Nina sumringah melihat penisku mulai bangun dari tidurnya.

“Ugh, gara-gara ini nih aku jadi ketagihan” ucapnya pelan.

“Hehehe.. jangan macem-macem kamu, ada Budi tuh... ntar kalo ketahuan bisa ga dapet gaji lagi kamu..”

“Iya sih mas.. ahh... sayang banget ya mas... eh, kapan-kapan aja kita maen di rumah lagi mas”

“Ga janji aku Nin.. aku ga biasa makan punya temen, hehehee...”

“iihhh.. sok jadi orang baik lu mas.. pas kita ngentot aja kamu nikmatin banget keknya”

“Hahaha.. iya dong Nin.. dapet memek kok gak nikmat? Ya kan jadi aneh”

“Eh mas.. gini aja, ntar coba aku pancing mas Budi biar kita bisa maen bertiga, gimana?” usul Nina mendadak aneh.

“Bertiga? Siapa aja emang?”

“Ya aku, mas Aryo, sama mas Budi”

“Lah, tapi emang dia mau Nin?”

“Gampang, ntar biar aku yang atur mas Budi, setuju kan mas?”

“Hemm.. lu tuh muka ngentot banget sih Nin.. yaudah, kita lihat besok malam aja Nin, gimana usaha kita berhasil apa enggak”

“Sipp..”

Nina kemudian berjalan menjauhiku. Dia dengan cueknya meninggalkanku dengan penis yang sudah tegak mengeras lagi, tega banget dia itu memang. Akupun juga kembali masuk ke dalam kamar karena mataku sudah mulai lengket rasanya. Aku juga harus menyiapkan tenagaku untuk mengikuti pelatihan besok.

***

Hari pertama pelatihan kulalui dengan tanpa halangan. Semuanya terlaksana sebagaimana mestinya. Aku mengikuti semua acara dari panitia dengan antusias. Mengingat acara ini lebih tepatnya adalah persiapan untuk naik jabatan tentunya. Sebenarnya aku tak peduli mau naik jabatan atau tidak, aku mengikuti pelatihan ini karena terpaksa saja.

Siang itu waktu selesai istirahat dan makan, aku kebetulan ketemu dengan Rinta. Dia juga mengikuti pelatihan tapi beda ruangan denganku. Dia ikut pelatihan untuk promosi karyawan baru menjadi karyawan permanen. Aku lihat dia bersemangat sekali mengikuti pelatihan kali ini.

“Pak.. udah makan pak?” tanya Rinta sambil mendekatiku.

“Udah, kamu gimana?”

“Udah juga pak.. makanan disini enak banget, hihi..”

“Rinta, jangan panggil pak dong, risih akunya..”

“Loh kan ga bisa pak.. ini forum resmi, ntar kalo ada yang denger dari divisi lain kan ga enak aku pak..” jawabnya lugas.

“Iya sih, yaudah.. trus kamu selesai jam berapa Rin?”

“Jam 3 pak.. ini tinggal ngisi kuisoner aja kok..”

“Ohh.. yaudah..”

“Eh pak.. mau tau rahasia gak?”

“Apaan sih?”

Rinta lalu menoleh ke kiri dan ke kanan memastikan kalau tak ada yang melihat kebersamaan kami. Dia kemudian memberi tanda padaku untuk mendekat.

“Pak, aku lagi ga pake celana dalam”

“Apaahh?? Kok bisa sih? ngaco kamu ini”

“Hihihi.. ya gapapa sih pak, ga ada yang tau juga kok” balasnya centil. Dia sudah benar-benar berubah padaku perilakunya. Kami semakin dekat juga semakin berani dia menggodaku.

“Ahh udahlah.. terserah kamu aja Rin..”

“Hihihi.. enak lho pak.. semriwing gitu rasanya, dari tadi pagi punyaku udah gatel aja pak” bisiknya lagi.

Siang itu memang Rinta memakai rok panjang warna hitam dan kemeja lengan panjang warna putih. Jilbab yang dia pakai tetaplah warna hitam seperti kemarin. namun di balik itu ternyata dia mengungkapkan fakta kalau dia tak memakai celana dalam. Tambah aneh saja anak ini.

“Trus.. pake Bh gak Rin?” tanyaku iseng.

“Hihi.. liat aja sendiri pak”

Dia kemudian membalikkan badan membelakangiku. Punggungnya aku raba dan tak kurasakan ada tali Bh disana. Aduh, tambah konslet saja otak anak ini. Nanti kalau ketahuan orang lain apa tidak akan jadi masalah. Belum lagi kalau ketemu orang yang suka menggoda cewe, pasti dia akan ditawar berapa tarif satu jamnya.

“Duhh.. kamu ini ada-ada aja Rin.. ati-ati pokoknya”

“Iya pak siap..”

Aku kemudian menyeruput kopi yang ada di gelas. Rinta kemudian ikut duduk di sampingku tapi tetap menjaga jarak denganku. Dia masih berpikir aman tentunya.

“Rinta.. kalo kamu aku minta pindah ke kantor pusat mau gak?”

“Apa pak? Saya pindah? Ya mau aja pak.. asal gajinya juga tambah” balasnya dengan ekspresi kocak.

“Beres.. yang penting kamu mau aja”

“Trus saya di kantor pusat ditempatkan dimana pak?

“ya kamu ikut aku dong.. ntar biar aku minta satu asisten di bawahku langsung, ya kamu yang aku minta” ujarku. Aku memang tertarik dengan karakter gadis satu ini. Periang dan cekatan dalam bekerja.

“Ummm.. boleh pak.. nanti saya tunggu kabarnya”

“Iya deh Rin.. siap-siap aja, kalo disetujui ntar kamu yang aku tarik ke kantor pusat”

“Makasih ya pak.. hihii..”

Kami kemudian berpisah lagi setelah waktu istirahat selesai. Aku kembali ke ruangan pelatihanku dan Rinta juga kembali ke ruangannya. Memang apa yang aku tawarkan padanya tadi sesuai dengan insting dari pikiranku. Aku melihat Rinta itu punya prospek yang bagus dalam kariernya. Percuma kalau dia terus berada di daerah. Selain itu wajahnya juga cantik dan tidak terkesan murahan. Meski dalam kenyataanya dia rela menyerahkan tubuhnya kalau birahinya sudah memuncak seperti malam tadi.

***

Malam ini adalah malam terakhir aku bersama Rinta. Kami menginap di home stay sewaan kantor memang hanya dua malam saja. Dua malam yang bisa kami isi dengan berbagai macam kemungkinan yang ada. Malam pertama saja aku dan Rinta yang awalnya tak kenal sama sekali malah bisa ngentot dan saling memuasi. Walau sebenarnya dia yang puas, karena sampai sekarang aku belum keluar. Tapi tak masalah bagiku, melihat wanitaku puas saja sudah sangat membahagiakanku.

Selesai makan malam, kami berempat duduk-duduk di ruang tamu. Nina duduk dekat Budi dan Rinta ada di sebelahku. Aku dengan santainya hanya memakai celana pendek seperti biasa tanpa atasan. Sedangkan budi nampak memakai kaos dan celana pendek boxer di tubuhnya. Aku yakin dia tak berani telanjang dada sepertiku karena tak percaya diri dengan bentuk tubuhnya. Memang perut Budi lumayan buncit menurutku, pemalas seperti dia pasti enggan olah raga.

Nina nampak cantik dengan tanktop kamisol warna peach dan celana pendek ketat. Celana yang dipakai sangat pendek, saking pendeknya hampir menyerupai celana dalam. Di balik kamisol yang dipakainya juga tak terlihat ada tali Bh, beberapa kali aku bisa melihat tonjolan puting susunya tercetak dengan jelas.

Di sebelahku ada Rinta, malam ini dia tampak cuek memakai kaos lengan pendek. Sedangkan bawahannya hanya berupa celana dalam warna merah bata. Dia nampak nyaman sekali dengan penampilannya. Itulah kenapa dari tadi mata Budi kuperhatikan sering melirik ke arah paha Rinta yang memang terpampang jelas.

“Bud.. udahan itu ngeliriknya.. kalo ada paha mulus aja seneng banget” ucapku.

“Ah, siapa juga yang ngeliat Yo... kalo emang keliatan masak ga boleh dilihat? Hehehe..”

“Emang yah.. udah sama perempuan cantik masih aja pengen lainnya” candaku kemudian.

“Iya nih mas Budi ngeliatin Rinta terus... napa sih mas? Aku kalah cantik yah?” kali ini Nina mulai melancarkan pancingannya.

“Eh, enggak.. enggak.. biasa aja.. kamu tetep yang paling cantik dong Nin” ujar Budi mencoba merayu Nina.

“Hahaha.. kalian ini.. coba dong buktiin kalo Nina masih yang paling cantik” aku menambah pancingan dari Nina tadi.

“Mmmuuaccchhh..” Budi kemudian mencium pipi Nina.

Nina yang mulai melancarkan rencananya langsung memburu bibir Budi. Dia memagut bibir teman sekantorku itu dengan panas. Ciuman-ciuman dan belitan lidah mulai mereka peragakan tanpa memandang kami sedikitpun. Sepertinya rencana Nina mulai berjalan dalam kendalinya.

“Nin.. masuk yuk..” ajak Budi.

“Gak ah mas.. malam ini aku pengen maen diluar.. berani gak mas?”

“Be.. berani lahh.. masak gitu aja ga berani..”

“Kan ada mas Aryo sama Rinta?”

“Ah cuek aja, kalo mereka kepengen biarin aja.. udah resiko mereka itu” Budi mulai terpancing kemauan Nina.

Seketika mendengar jawaban Budi, perempuan di sebelahnya itu lalu bangkit dan menduduki kedua paha Budi. Nampaknya Nina akan berbuat lebih jauh lagi. Sementara itu aku dan Rinta masih sama-sama melihat kelakuan mereka. Aku tenang saja tapi kurasakan Rinta sudah mulai gelisah. Geli-geli basah masksudnya.

Dengan cueknya Nina menarik tanktop yang dipakainya hingga terlepas. Kedua payudara bulat membusung miliknya langsung terbuka dan bisa dilihat kami semua. Budi yang sudah ikutan terpancing nafsunya hanya membiarkan kaos yang dipakainya dilepas oleh tangan terampil Nina. Kembali aku tersenyum memperhatikan cara Nina memancing birahi Budi.

“Rin.. kamu ga pengen ngelepas kaos juga? masak kalah sama Nina” bisikku pada Rinta.

“Eh.. itu.. emm.. enggak pak.. aku takut ntar malah pengen lagi”

“Ohh, yaudah..”

Nina terus merangsang libido Budi supanya terus naik. Sekarang dia sedang melepas celana pendeknya. Karena dia tak memakai celana dalam, akhirnya dalam waktu sekejap Nina sudah bugil di depan kami. Budi yang tak mau kalah juga melepas celana boxernya sendiri. Jadilah dua orang lawan jenis di depanku itu sudah sama-sama polos tanpa pakaian apapun.

“Pak..”

“Emm?

“Gatel...” ucap Rinta kemudian.

“Hahaha.. yaudah, kamu tahan aja dulu.. jangan keburu pergi”

“Iya pak.. eh.. mas..”

Rinta memang masih duduk di sampingku. Kulihat dari tadi memang gadis itu semakin lama semakin gelisah duduknya. Karena menahan nafsunya sendiri, Rinta hanya bisa menggesek vaginanya dari luar celana dalam. Aku hanya tersenyum geli melihatnya.

“Rin..ntar kalo kamu satu kantor denganku, pas kamu horny kek gini pasti udah gesekin memek kamu yah?” bisikku pelan pada Rinta.

“Wahh.. bukan gesek lagi mas, udah pasti aku kocok lah, hihihi..”

“Ehh.. dasar otak colmek kamu ini”

Nina dengan gerakan cepat mulai berdiri lalu memegang kemaluan Budi. Ternyata benar apa yang dikatakan Nina, ukuran penis Budi memang tak sebesar dan sepanjang punyaku. Perlahan tapi pasti Nin menduduki penis Budi dan membuatnya menyeruak masuk ke dalam vaginanya.

“Aahhh!” pekik Nina begitu penis Budi amblas masuk semuanya.

Di sampingku, Rinta yang masih setia menonton kelakuan bejat Nina dan Budi hanya bisa menahan libidonya. Bibir bawahnya digigit sambil tanganku dipegangnya erat-erat.

“Kamu udah pernah nonton orang ngentot Rin?”

“Belum lahh mas... kalo film sih sering” balasnya jujur.

“Ohh gitu.. eh, itu lepasin aja cd nya kamu.. biar gak tambah gatel” saranku, lebih tepatnya jebakanku.

Rinta yang memang penurut itu mau-mau saja melepaskan celana dalamnya. Dia degan cekatan memelorotkan penutup pangkal pahanya itu lalu diletakkan di belakang tubuhnya. Aku yang melihat tubuh bawahnya sudah tak tertutup apa-apa langsung mengarahkan jariku pada liang memeknya.

“Uhhh.. enak pak..” desahnya.

“Mas.. jangan pak.. dibilangin berkali-kali juga masih aja”

“Ehmmmh.. iya mas.. oohh... bener itu tempatnya”

Jari tanganku terus mengelus dengan pelan belahan vaginanya. Kugerakkan ujung jariku dari bawah ke atas sampai bertemu dengan klitorisnya. Semakin lama semakin kupercepatan gesekan jariku pada kelentitnya yang mulai menonjol itu.

“Basah banget sih Rin.. udah ga tahan yah?”

“Iya mas.. uuhh.. malah dikobel lagi.. aduhh”

Mungkin inilah saatnya aku dan Nina melancarkan rencana kami selanjutnya. Sewaktu Nina menoleh padaku, aku berikan kode padanya. Dia balas kode dariku dengan kedipan mata tanda mengerti.

Kini tugasku adalah menyingkirkan Rinta dari tempat ini. Kalau selama dia masih disini, memeknya akan terancam dinikmati oleh Budi. Aku tak rela kalau sampai itu terjadi. Kalau benar nanti Rinta bisa jadi asistenku di kantor maka sekarang saatnya lah aku berusaha melindunginya.

“Rin.. kalo udah ga tahan mending cepetan masuk ke kamar mandi aja”

“Ihhh.. iya mas.. uhh.. gatel banget memekku” balasnya pelan.

Rinta lalu pergi masuk ke dala kamar. Kulihat celana dalamnya masih di atas kursi sofa tempat kami duduk tadi. Celana dalam warna merah bata yang di bagian depannya sudah basah. Memang Rinta itu tak bisa menahan birahinya, kena rangsangan sedikit saja sudah basah memeknya. Asik juga melihat gadis itu belingsatan karena horni. Bisa membuatku terkikik geli sendiri.

“Masshh... ahh.. diliatin mas Aryo terus tuhh... ahh pengen banget kayaknya dia” Nina terus masuk ke dalam rencananya.

“Ohhh.. iya.. itu.. ahh.. gapapa sayang” ucap Budi ditengah desahannya.

“Main bertiga yuk mass... uhhh.. pasti tambah enak.. ahhh”

Nina nampak mulai merencanakan sesuatu saat sedang bersetubuh dengan Budi. Dia sepertinya memang sudah ngebet untuk dikeroyok seperti fantasinya selama ini. Aku yang mendengar ucapan mereka hanya terus tersenyum menikmati tontonan mesum di depanku itu.

“Boleh ya massshhh.. ahh.. enakkk pastii..”

“Uhhh.. iya Nin.. terserah lu aja”

Akhirnya Budi mengeluarkan kata-kata persetujuanya dengan pancingan dari Nina yang terus menaikkan birahinya. Perempuan itu kemudian menoleh padaku lalu mengedipkan matanya tanda supaya aku mendekat. Tanpa basa-basa lagi aku langsung memelorotkan celana pendekku beserta celana dalam juga. Pada waktu ini kami bertiga sudah dalam kondisi telanjang bulat semua.

“Ahh.. sini mas Aryo..”

Nina kemudian berdiri dari pangkuan Budi. Dia lalu menungging di atas lantai. Karena masih belum puas akhirnya Budi mengejar lobang memek Nina yang menjauhinya. Dia segera menangkap kedua bulatan pantat Nina dan memeganginya. Kembali batang penis Budi bersarang dalam liang senggama Nina dalam satu kali tusukan.

Aku yang mendapat undangan kenikmatan dari mereka masih berusaha menjaga jarak. Kuposisikan diriku berada di depan kepala Nina, lalu kusodorkan saja penisku di mulutnya.

“Emmhhhh... eehhhmmm... sluuurrrppp... aahh..”

Penisku langsung jadi bulan-bulanan sepongan mulut Nina. Rasanya memang enak banget dioral perempuan yang memeknya tengah di garap lelaki lain. Dia begitu bersemangat dan bernafsu banget untuk memuasi kami berdua. Saking enaknya aku sampai lupa kalau mereka itu adalah teman kerja.

“Aahhh.. mas Budi yang kenceng... aahh.. yang kenceng maasshh...” rengek Nina berikutnya.

Budi yang terus mengocok memek Nina dengan penisnya kemudian mempercepat genjotannya. Dia seperti ingin menunjukkan kemampuannya di depanku. Aku yang melihatnya hanya bisa tersenyum kecil. Mungkin Budi mulai merasa kalah bersaing denganku saat mulai kutunjukkan ukuran penisku tadi.

“Hohhh... hoohhh.. hohhhh.. enak benget memek kamu Nin.. aahh...”

“Iya masss.. ahh.. teruss.. cepetan.. ahh.. “

Keduanya terus mendesah dalam kenikmatan mereka. Budi yang sudah terlalu horni itu mulai terpancing dengan pemandangan Nina sedang menyelomoti batang penisku yang sudah tegak mengacung dengan sempurna.

“Emmhhh... eemmhhpphhh... aahhhhhsssshh.... uhhh...”

Nina terus mendesah meski mulutnya sedang mengerjai batang penisku. Kocokan Budi yang semakin cepat itu membuat lobang kemaluan Nina semakin becek juga.

Plok.. plok.. plokk... plokk...

Suara benturan pangkal paha Budi dan pantat Nina semakin terdengar jelas memenuhi ruangan. Rasanya Budi semakin tak terkontrol lagi. Sebenarnya dia itu merasa tak mau tersaingi olehku, jadilah dia menumpahkan kekesalannya dengan mengocok memek Nina dengan gerakan kasar dan cepat. Tapi dia salah.

“Aaaahhhhh.. sshiiiitt!!!”

Tubuh Budi mengejang dan matanya terpejam. Raut wajahnya memperlihatkan dia tengah melepaskan sesuatu dari dalam tubuhnya yang membuat tenaganya terkuras. Dia tengah melepaskan cairan spermanya di dalam kemaluan Nina.

“Ughh.. kok keluar duluan sih mas? Aahh.. aku belum apa-apa ini” ujar Nina, ucapan itu terdengar biasa, tapi bagitu itu sebuah ejekan yang sangat menusuk perasaan.

“Habis kamunya enak banget sih Nin... ahh.. aku jadi ga tahan”

“Yaudah, mas Budi istirahat aja dulu.. biar aku lanjutin sama mas Aryo.. ahh.. jadi tambah becek aja nih...” rutuk Nina kemudian.

Budi yang sudah mencapai puncaknya itu mau tak mau harus minggir dari belakang tubuh Nina. Gadis itu kemudian merebahkan tubuhnya di atas lantai dengan posisi telentang. Aku yang tahu maksudnya langsung saja bergeser mensejajarkan ujung penisku pada liang senggamanya.

Blessss...

Tak kupedulikan lelehan sperma milik Budi yang kulihat masih keluar dari liang senggama Nina. Bagiku itu seperti pelumas yang semakin melicinkan gerakan penisku keluar masuk lobang kenikmatan Nina.

“Oohhhhh.. yaaahhhh... eemmmm”

Nina hanya mendesah panjang menyambut tusukan penisku pada liang kemaluannya. Ukuran penisku yang jelas lebih besar dan panjang daripada milik Budi pasti membuatnya adaptasi lagi. Meski memeknya baru saja dipakai oleh Budi tapi jepitan dan remasannya masih terasa kuat.

“Ayo massshh.. goyang... cepetann!!”

Dengan santainya aku tak meladeni teriakan Nina. Aku menggoyang penisku keluar masuk vaginanya dengan tempoku sendiri. Kadang kutusuk dalam, kadang kutusuk ringan tapi cepat. Kalau tak mau kalah sama perempuan, kita harus bisa mengatur tempo kocokan kita. Kalau terlalu cepat dan mengikuti nafsu pasti akan cepat keluar seperti Budi tadi, pikirku.

“Aduhh masssshh... akuuu.. aahhhhhhhhhh!”

Tubuh Nina tiba-tiba menegang dan bergetar hebat. Kedua matanya terpejam dan mukanya meringis seperti menahan sesuatu yang berusaha menguasai tubuhnya. Aku yakin Nina sedang mengalami orgasmenya.

“Kok udah ngecrit duluan sih Nin? Aku aja belum apa-apa.. hehe..” ucapku padanya.

Kubalikkan ucapan Nina pada Budi tadi, aku ingin dia tahu siapa yang tengah berkuasa di sini. Tak akan kubiarkan Nina mendominasi kami berdua.

“Huhhhh.. uhhhh.. uhh.. punya kamu laen mas.. aahh... mantab” ujarnya.

Aku tak mau basa-basi lagi. Kuteruskan pompaan penisku pada memek Nina yang sudah mulai terasa longgar itu. Tak akan kubiarkan dia istirahat. Sekarang aku balik menyerangnya dengan keperkasaan penisku yang tak gampang kalah oleh jepitan memek perempuan.

Menit berikutnya kulihat Budi sudah mulai bergerak ikut permainan. Dia mendekatkan penisnya yang masih lemas itu ke mulut Nina. Rupanya dia masih ingin menikmati tubuh selingkuhannya itu.

“Emmphhh.. emmhphh.. aahhh.. slurrrphh.. aahh.. emmhhh”

Di saat aku masih terus menggenjot memeknya, Nina dengan rakusnya menjilati batang penis Budi yang disodorkan padanya. Memang Nina itu benar-benar binal banget kelihatannya. Perempuan itu seperti tak puas hanya dengan satu penis saja, dia terus merasa kurang. Bagai menghapus dahaga dengan minum air laut, bukannya puas tapi malah semakin tersiksa.

“Ahhh.. lagi mas.. lagi... lagi.. haaaaahhhhh!!!”

Teriakan panjang Nina menandai orgasme keduanya bersamaku. Tubuhnya kembali bergetar hebat. Badannya menggigil dan dinding vaginanya semakin terasa meremas penisku yang masih terbenam di dalamnya.

“Ahhhhh.. mas Aryooo.... aaahhh”

Kucabut penisku dari dalam liang senggamanya. Aku kemudian berdiri lalu memandangi Nina yang masih berusaha mengatur nafasnya.

“Kalian lanjutin aja yah..”

“Ahh.. belum puas aku mas” rengek Nina.

“Tuhh.. punya Budi udah On lagi tuh.. pake aja sepuas kamu Nin”

Aku kemudian berjalan menjauhi mereka yang masih tak mengerti pada keputusanku. Nina tahu aku belum keluar, tapi dia tak bisa melarangku juga karena memang dia bukan siapa-siapa bagiku. Kulangkahkan kakiku menuju ke dalam kamar. Memang aku sengaja mencari keberadaan Rinta, aku yakin dia masih tersiksa karena birahinya.

“Rinta...”

Begitu aku membuka pintu kamar, langsung saja kutemui Rinta tengah menungging di atas tempat tidur. Pantatnya yang tepat menghadap ke arahku membuat belahan vaginanya tampak jelas terbuka. Tangannya juga sedang keluar masuk liang senggama itu dengan cepatnya. Kasihan juga Rinta ini, masih muda, cantik tapi sudah ketagihan mengocok memeknya sendiri.

“Aaaahhhhhh... masssss??”

Rinta terpekik kaget begitu aku datang mendekatinya lalu menusukkan penisku pada liang vaginanya. Tangannya yang tadi mengocok memeknya aku singkirkan dan kupegangi dengan erat. Kembali aku bisa menikmati liang senggama Rinta, gadis 22 tahun itu dengan sangat mudah.

“Ahhh.. ahhh.. ahhh.. ahhh.. ahhh..”

Desahannya terus terdengar di telingaku. Rupanya dia sudah sangat horni. Memeknya sangat basah, bahkan becek kalau menurutku. Lelehan cairan putih encer dari lobang memeknya semakin lama semakin banyak keluar. Cairan itu sampai meluber membasahi kedua pahanya.

“Uuhh.. memek enak.. aahhhh..” racauku.

“Aahhhhh... nghhhhh... iya massh.. ahh..”

Plokk... plokkk.. plokkk.. plokk..

Aku terus memompa liang senggama Rinta dengan batang penisku. Rasanya malam ini aku bener-bener sudah tak peduli lagi pada semuanya. Kalau kemarin aku masih menahan untuk berlaku lembut pada Rinta, tapi malam ini aku ingin memuasi diriku dan Rinta dengan semauku. Bahkan genjotan penisku cenderung kasar. Tubuh gadis itu sampai terpental-pental menerima sodoakanku.

“Aaahh... massshhh... terusss.. ahhh... enak masshh... aahhhh”

Tiba-tiba kurasakan dinding vagina Rinta berdenyut hebat. Untuk sesaat lamanya liang senggamanya melakukan empotan-empotan dahsyat pada penisku. Berikutnya Rinta menengadah dengan mata terbelalak seperti orang kesurupan. Mulutnya hanya terbuka tanpa berucap apa-apa.

Craatt.. cratttt..... craattt..

Dari celah vagina Rinta keluarlah cairan bening begitu deras seperti dia sedang pipis. Penisku yang terus menjejali lobangnya itu membuat cairan yang keluar semakin jauh muncratnya. Aku jadi ingat penyemprot air untuk tanaman kalau melihatnya.

“Hoohhhhhh...hohhhh... ohhhh..... aahhhh.. ampun masss.. haaahhh.. ampun”

“Hehe.. kamu udah berapa kali keluar sih Rin?”

“Haahhh... udah...udah... empat kali ini mass.. aahhh..”

“Duhh.. pantesan.. lanjutin dikit ya Rin, nanggung nih”

“Aahh..iya mas.. aahh... aku siap kok”

Kembali ku tekuk kedua kakinya naik. Membuat lututnya mendekati bulatan payudaranya. Selama ini payudaranya memang sengaja tak aku sentuh, karena aku tak ingin puting susunya berubah bentuk dan warna. Kasihan kalau gadis muda sepertinya sudah punya puting susu berwarna gelap. Meski begitu tangan Rinta malah terus memelintir sendiri puting susunya dan meremas-remas buah dadanya.

“Haaahhhh... ayo massss..... aayooo.. terusss...” teriaknya.

“Iya Rinn.. aahhh.. enak banget memek kamu.. licinn”

Aku terus memompa memek Rinta dengan tusukan dangkal tapi cepat. Memang itulah caraku untuk segera mencapai orgasmeku, aku ingin menumpahkan spermaku ada liang senggama Rinta sebagai kenang-kenangan sebelum besok kami berpisah.

“Rinn.. tahan dikit yaahh... aahhh.. ini udah.. ahh.. bentar lagi Rin..”

Saat ini Rinta pasti tidak merasakan nikmat karena kocokanku hanya sebatas mulut vaginanya saja. Aku memang melakukannya supaya spermaku cepat keluar. Memang semakin lama kurasakan ada sesuatu yang merambat dari pangkal pahaku menuju ke batang penisku. Aku yakin sebentar lagi aku akan mencapai puncaknya.

“Ohhhhhh!!!”

Plok.. crott.. croott.. Plok.. crott.. croottt...

Kubenamkan penisku dalam-dalam sambil terus menyemburkan spermaku. Tubuh Rinta yang mungil itu terdorong-dorong ke depan menerima benturan dari pangkal pahaku. Dia sudah lemas, tenaganya pasti terkuras malam ini. Nampak Rinta hanya bisa pasrah saja saat aku menghentakkan pinggulku agar penisku terbenam semakin dalam.

“Aaaahhhhh.... hangat mass... emmmhhhhh...”

“Hohhhh.. hohh.. hohh.. iya Rin.. aahh.. enak banget memek kamu”

Kami berdua lalu terbaring bersebelahan di atas tempat tidur. Tubuh kami yang penuh dengan keringat tergelak lemas karena tenaga kami benar-benar terkuras. Kami haya terdiam menikmati sisa-sisa kenikmatan setelah kami bersetubuh. Lama kelamaan akhirnya aku mengantuk dan langsung tidur dengan lelap.

***

Paginya kami bangun dengan tenaga lebih fresh. Baik aku maupun Rinta tak sekalipun membahas persetubuhan kami tadi malam dan malam sebelumnya. Hanya saja dia pagi itu dia nampak perhatian sekali denganku. Entah kenapa sepertinya dia tak ingin cepat berpisah denganku. Memang susah melepaskan orang yang sudah membuat kita nyaman.

“Rinta.. kamu nanti dijemput jam berapa sih?”

“Jam 3 mas, mobilnya sudah siap dari pagi ini sebenarnya”

“Ohh.. yaudah, aku sekitar jam 3 juga udah dijemput kok” balasku.

“Mas.. makasih yah udah membuatku nyaman selama aku disini, ga bisa aku lupakan pengalaman ini” Rinta mendekat lalu memelukku dengan mesra.

“Iya.. aku juga minta maaf kalo perlakuanku ke kamu ada yang salah, semuanya aku ga sengaja kok Rin”

“He emm.. besok aku pasti merindukan mas Aryo lagi nih.. hhhh..”

“Hehehe.. tenang Rin, ntar aku usahain kamu bisa pindah ke kantor pusat, tunggu aku bicara dulu sama atasanku”

“Iya mas, aku tunggu kabar baiknya”

“Pasti”

Rinta kemudian melepaskan pelukannya lalu berjalan menjauhiku. Aku rasa hubungan kami bukan cuma hubungan semalam saja, tapi dia sudah memasukkan namaku dalam hatinya. Ini yang jadi berat baginya berpisah denganku. Akupun sama sebenarnya. Aku mulai suka dengan Rinta, tapi suka dalam artian saling menyayangi dan bukan untuk memiliki.

Selama masa pelatihan berlangsung aku tak bertemu lagi dengan Rinta. Bahkan saat makan pun aku mencarinya tapi tak ketemu juga. Entahlah, mungkin dia sudah pulang duluan. Aku sedikit kecewa dengan keadaan itu. Ingin sekali aku bisa mengantarnya pulang meski hanya sampai di depan mobil yang akan membawanya.

***

Pukul 8 malam aku kembali tiba di depan rumahku. Dari tempat pelatihan aku pulang sendirian karena ternyata Budi dan Nina memutuskan untuk pulang belakangan. Entah apa yang mereka lakukan itu bukan urusanku lagi. Sepertinya selepas keluar dari Home Stay yang kita tempati, mereka lanjut menyewa kamar di sebuah penginapan di kota yang sama. Rupanya binar cinta diantara mereka sudah membutakan pikiran mereka sendiri.

Setelah menurunkan barang-barang bawaanku, aku kemudian langsung berjalan masuk ke dalam rumah. Hanya ada Angga yang langsung menemuiku lalu mencium tanganku seperti biasa kalau aku pulang kerja. Kusuruh dia membawa oleh-oleh yang aku bawa menuju ke dapur, sementara aku langsung masuk ke dalam kamar menemui istriku.

“Mas.. baru pulang yah?” istriku membuka matanya, kurasa dia dari tadi sore sudah tidur dan terbangun ketika aku datang.

“Iya dek, kamu gapapa kan?”

“Gapapa kok mas.. aku baik-baik saja”

“Syukurlah..”

Istriku kemudian duduk sambil mengikat rambutnya yang tergerai. Tubuhnya seperti biasa sudah polos tanpa tertutupi apa-apa lagi. Memang aku tak pernah mempermasalahkan kebiasaannya itu. Aku malah senang melihat istriku dalam kondisi seperti itu.

“Mas.. aku minta maaf ya mas...” tiba-tiba istriku memelukku dengan erat.

“Maaf apaan sih dek?”

“Aku.. aku udah ngentot sama adikku sendiri” ucapnya pelan.

“Sama Angga maksudmu?”

“Iya mas.. selama mas pergi dia yang memuasiku”

“Ohh..iya aku ga masalah kok dek” balasku sambil tersenyum memandangi wajah cantiknya.

“Tapi.. ahh.. tetap saja aku ga enak sama kamu mas...”

“gapapa..”

“Yaudah gini aja mas, sebagai balasannya.. aku ijinin mas Aryo ngentot juga sama perempuan lain... mau nikah lagi pun aku setuju mas..”

“Hahahaha.. ngomong apaan sih kamu ini dek? jangan dibuat pikiran.. santai aja, biar kandunganmu itu tetap sehat..”

“Iya deh mas... tapi ucapanku tadi serius kok mas”

“Hehehe.. iya.. aku bakalan ingat”

Aku kemudian mengganti pakaianku dengan sebuah celana dalam saja. Kami berdua lalu kembali tidur dalam satu ranjang di kamarku. Entahlah, sepertinya kehidupan kami berdua memang sedang berubah. Di saat seperti inilah kesetiaanku dan istriku sedang diuji. Semoga saja kami bisa melaluinya dengan tetap sebagai sepasang suami istri.

***

Bersambung lagi ya Gaes ^_^
Pokoke ciamik lah karya suhu ini
 
Post 10

Aku duduk termenung sendiri menikmati kepulan asap rokok yang kuhisap masuk ke paru-paru. Sambil ditemani segelas kopi semakin menambah nikmatnya suasana malam yang sepi. Pikiranku terus melayang tak tentu arah sampai aku akhirnya menyadari apa yang tengah terjadi padaku.

Semakin lama kehidupanku semakin liar. Aku yang dulunya berpandangan bahwa kita harus menjaga kesucian cinta saat sudah menikah kini mulai pudar dengan sendirinya. Sudah berkali-kali aku bermain di belakang istriku. Sudah berkali-kali juga aku berhasil mengentoti perempuan lain selain istriku. Sebut saja Dina, Nina, Vina dan yang terakhir adalah Rinta. Semua perempuan itu aku sudah menikmati lobang memeknya.

Sebaliknya istriku juga tak kalah bejatnya. Sungguh berani sekali dia bersetubuh dengan adik kandungnya sendiri. Meski dengan alasan rasa sayang pada saudara tapi kalau dipikir itu hanya alasan belaka. Beda banget antara sayang dan nafsu. Parahnya lagi aku seperti memberi kebebasan pada mereka. Aku yang tak pernah marah pada kelakuan istriku seakan dimanfaatkan olehnya untuk berbuat lebih jauh lagi.

Lagi-lagi pikiranku mulai cenderung permisif pada semua kejadian ini. Idealisme hubungan yang selama ini kupegang sudah luntur sepenuhnya. Lagipula aku menikmatinya, istriku pun juga sama. Kalau dipikir-pikir memang aku tak merasa dirugikan juga. Ah sudahlah, jalani saja apa yang ada. Masa bodoh dengan semua anggapan orang lain yang belum tentu tahu keadaan kita sebenarnya. Nikmati selagi bisa dan jaga jangan sampai orang diluar keluargaku tahu kejadiannya.

“Duhh.. yang baru dapet barang baru”

“Nina?”

Tiba-tiba saja Nina muncul di belakangku. Dia masih belum menutup tubuhnya, kedua payudaranya masih bisa kulihat jelas begelantungan bebas di dadanya. Memeknya juga sama, dia belum melindunginya dengan apa-apa, celana dalam pun tidak.

“Ngapain di luar sendirian? Panas ya di dalam mas?”

“Hehe.. enggak, pengen santai aja Nin..”

“Ohh.. udah berapa ronde mas? Kayaknya seru tuh dapet anak baru.. aku liat bodynya oke juga”

“Ahh, kamu itu pikirannya ngentot melulu sih Nin.. enggak lah”

“Hihi.. udahlah mas.. jangan boong, enak gak mas?”

“Uhh.. liar banget Nin..” candaku pada Nina.

“Wahh.. bisa tuh kalo diajak maen bertiga, hihihi...”

“Kamu ini ada-ada aja.. emang kamu ga puas sama Budi?”

“Yahhh.. puas sih mas, cuma... kayaknya punya mas Aryo lebih menantang” bisiknya mendekati telingaku.

“Hahaha.. beneran? Yahh.. gimana lagi Nin.. orang kan beda-beda”

Nina kemudian duduk di sampingku. Tangannya kemudian memegang penisku lalu diamainkannya. Di elus, diremas dan dikocok perlahan-lahan. Mau tak mau akhirnya penisku kembali tegang. Terlihat wajah Nina sumringah melihat penisku mulai bangun dari tidurnya.

“Ugh, gara-gara ini nih aku jadi ketagihan” ucapnya pelan.

“Hehehe.. jangan macem-macem kamu, ada Budi tuh... ntar kalo ketahuan bisa ga dapet gaji lagi kamu..”

“Iya sih mas.. ahh... sayang banget ya mas... eh, kapan-kapan aja kita maen di rumah lagi mas”

“Ga janji aku Nin.. aku ga biasa makan punya temen, hehehee...”

“iihhh.. sok jadi orang baik lu mas.. pas kita ngentot aja kamu nikmatin banget keknya”

“Hahaha.. iya dong Nin.. dapet memek kok gak nikmat? Ya kan jadi aneh”

“Eh mas.. gini aja, ntar coba aku pancing mas Budi biar kita bisa maen bertiga, gimana?” usul Nina mendadak aneh.

“Bertiga? Siapa aja emang?”

“Ya aku, mas Aryo, sama mas Budi”

“Lah, tapi emang dia mau Nin?”

“Gampang, ntar biar aku yang atur mas Budi, setuju kan mas?”

“Hemm.. lu tuh muka ngentot banget sih Nin.. yaudah, kita lihat besok malam aja Nin, gimana usaha kita berhasil apa enggak”

“Sipp..”

Nina kemudian berjalan menjauhiku. Dia dengan cueknya meninggalkanku dengan penis yang sudah tegak mengeras lagi, tega banget dia itu memang. Akupun juga kembali masuk ke dalam kamar karena mataku sudah mulai lengket rasanya. Aku juga harus menyiapkan tenagaku untuk mengikuti pelatihan besok.

***

Hari pertama pelatihan kulalui dengan tanpa halangan. Semuanya terlaksana sebagaimana mestinya. Aku mengikuti semua acara dari panitia dengan antusias. Mengingat acara ini lebih tepatnya adalah persiapan untuk naik jabatan tentunya. Sebenarnya aku tak peduli mau naik jabatan atau tidak, aku mengikuti pelatihan ini karena terpaksa saja.

Siang itu waktu selesai istirahat dan makan, aku kebetulan ketemu dengan Rinta. Dia juga mengikuti pelatihan tapi beda ruangan denganku. Dia ikut pelatihan untuk promosi karyawan baru menjadi karyawan permanen. Aku lihat dia bersemangat sekali mengikuti pelatihan kali ini.

“Pak.. udah makan pak?” tanya Rinta sambil mendekatiku.

“Udah, kamu gimana?”

“Udah juga pak.. makanan disini enak banget, hihi..”

“Rinta, jangan panggil pak dong, risih akunya..”

“Loh kan ga bisa pak.. ini forum resmi, ntar kalo ada yang denger dari divisi lain kan ga enak aku pak..” jawabnya lugas.

“Iya sih, yaudah.. trus kamu selesai jam berapa Rin?”

“Jam 3 pak.. ini tinggal ngisi kuisoner aja kok..”

“Ohh.. yaudah..”

“Eh pak.. mau tau rahasia gak?”

“Apaan sih?”

Rinta lalu menoleh ke kiri dan ke kanan memastikan kalau tak ada yang melihat kebersamaan kami. Dia kemudian memberi tanda padaku untuk mendekat.

“Pak, aku lagi ga pake celana dalam”

“Apaahh?? Kok bisa sih? ngaco kamu ini”

“Hihihi.. ya gapapa sih pak, ga ada yang tau juga kok” balasnya centil. Dia sudah benar-benar berubah padaku perilakunya. Kami semakin dekat juga semakin berani dia menggodaku.

“Ahh udahlah.. terserah kamu aja Rin..”

“Hihihi.. enak lho pak.. semriwing gitu rasanya, dari tadi pagi punyaku udah gatel aja pak” bisiknya lagi.

Siang itu memang Rinta memakai rok panjang warna hitam dan kemeja lengan panjang warna putih. Jilbab yang dia pakai tetaplah warna hitam seperti kemarin. namun di balik itu ternyata dia mengungkapkan fakta kalau dia tak memakai celana dalam. Tambah aneh saja anak ini.

“Trus.. pake Bh gak Rin?” tanyaku iseng.

“Hihi.. liat aja sendiri pak”

Dia kemudian membalikkan badan membelakangiku. Punggungnya aku raba dan tak kurasakan ada tali Bh disana. Aduh, tambah konslet saja otak anak ini. Nanti kalau ketahuan orang lain apa tidak akan jadi masalah. Belum lagi kalau ketemu orang yang suka menggoda cewe, pasti dia akan ditawar berapa tarif satu jamnya.

“Duhh.. kamu ini ada-ada aja Rin.. ati-ati pokoknya”

“Iya pak siap..”

Aku kemudian menyeruput kopi yang ada di gelas. Rinta kemudian ikut duduk di sampingku tapi tetap menjaga jarak denganku. Dia masih berpikir aman tentunya.

“Rinta.. kalo kamu aku minta pindah ke kantor pusat mau gak?”

“Apa pak? Saya pindah? Ya mau aja pak.. asal gajinya juga tambah” balasnya dengan ekspresi kocak.

“Beres.. yang penting kamu mau aja”

“Trus saya di kantor pusat ditempatkan dimana pak?

“ya kamu ikut aku dong.. ntar biar aku minta satu asisten di bawahku langsung, ya kamu yang aku minta” ujarku. Aku memang tertarik dengan karakter gadis satu ini. Periang dan cekatan dalam bekerja.

“Ummm.. boleh pak.. nanti saya tunggu kabarnya”

“Iya deh Rin.. siap-siap aja, kalo disetujui ntar kamu yang aku tarik ke kantor pusat”

“Makasih ya pak.. hihii..”

Kami kemudian berpisah lagi setelah waktu istirahat selesai. Aku kembali ke ruangan pelatihanku dan Rinta juga kembali ke ruangannya. Memang apa yang aku tawarkan padanya tadi sesuai dengan insting dari pikiranku. Aku melihat Rinta itu punya prospek yang bagus dalam kariernya. Percuma kalau dia terus berada di daerah. Selain itu wajahnya juga cantik dan tidak terkesan murahan. Meski dalam kenyataanya dia rela menyerahkan tubuhnya kalau birahinya sudah memuncak seperti malam tadi.

***

Malam ini adalah malam terakhir aku bersama Rinta. Kami menginap di home stay sewaan kantor memang hanya dua malam saja. Dua malam yang bisa kami isi dengan berbagai macam kemungkinan yang ada. Malam pertama saja aku dan Rinta yang awalnya tak kenal sama sekali malah bisa ngentot dan saling memuasi. Walau sebenarnya dia yang puas, karena sampai sekarang aku belum keluar. Tapi tak masalah bagiku, melihat wanitaku puas saja sudah sangat membahagiakanku.

Selesai makan malam, kami berempat duduk-duduk di ruang tamu. Nina duduk dekat Budi dan Rinta ada di sebelahku. Aku dengan santainya hanya memakai celana pendek seperti biasa tanpa atasan. Sedangkan budi nampak memakai kaos dan celana pendek boxer di tubuhnya. Aku yakin dia tak berani telanjang dada sepertiku karena tak percaya diri dengan bentuk tubuhnya. Memang perut Budi lumayan buncit menurutku, pemalas seperti dia pasti enggan olah raga.

Nina nampak cantik dengan tanktop kamisol warna peach dan celana pendek ketat. Celana yang dipakai sangat pendek, saking pendeknya hampir menyerupai celana dalam. Di balik kamisol yang dipakainya juga tak terlihat ada tali Bh, beberapa kali aku bisa melihat tonjolan puting susunya tercetak dengan jelas.

Di sebelahku ada Rinta, malam ini dia tampak cuek memakai kaos lengan pendek. Sedangkan bawahannya hanya berupa celana dalam warna merah bata. Dia nampak nyaman sekali dengan penampilannya. Itulah kenapa dari tadi mata Budi kuperhatikan sering melirik ke arah paha Rinta yang memang terpampang jelas.

“Bud.. udahan itu ngeliriknya.. kalo ada paha mulus aja seneng banget” ucapku.

“Ah, siapa juga yang ngeliat Yo... kalo emang keliatan masak ga boleh dilihat? Hehehe..”

“Emang yah.. udah sama perempuan cantik masih aja pengen lainnya” candaku kemudian.

“Iya nih mas Budi ngeliatin Rinta terus... napa sih mas? Aku kalah cantik yah?” kali ini Nina mulai melancarkan pancingannya.

“Eh, enggak.. enggak.. biasa aja.. kamu tetep yang paling cantik dong Nin” ujar Budi mencoba merayu Nina.

“Hahaha.. kalian ini.. coba dong buktiin kalo Nina masih yang paling cantik” aku menambah pancingan dari Nina tadi.

“Mmmuuaccchhh..” Budi kemudian mencium pipi Nina.

Nina yang mulai melancarkan rencananya langsung memburu bibir Budi. Dia memagut bibir teman sekantorku itu dengan panas. Ciuman-ciuman dan belitan lidah mulai mereka peragakan tanpa memandang kami sedikitpun. Sepertinya rencana Nina mulai berjalan dalam kendalinya.

“Nin.. masuk yuk..” ajak Budi.

“Gak ah mas.. malam ini aku pengen maen diluar.. berani gak mas?”

“Be.. berani lahh.. masak gitu aja ga berani..”

“Kan ada mas Aryo sama Rinta?”

“Ah cuek aja, kalo mereka kepengen biarin aja.. udah resiko mereka itu” Budi mulai terpancing kemauan Nina.

Seketika mendengar jawaban Budi, perempuan di sebelahnya itu lalu bangkit dan menduduki kedua paha Budi. Nampaknya Nina akan berbuat lebih jauh lagi. Sementara itu aku dan Rinta masih sama-sama melihat kelakuan mereka. Aku tenang saja tapi kurasakan Rinta sudah mulai gelisah. Geli-geli basah masksudnya.

Dengan cueknya Nina menarik tanktop yang dipakainya hingga terlepas. Kedua payudara bulat membusung miliknya langsung terbuka dan bisa dilihat kami semua. Budi yang sudah ikutan terpancing nafsunya hanya membiarkan kaos yang dipakainya dilepas oleh tangan terampil Nina. Kembali aku tersenyum memperhatikan cara Nina memancing birahi Budi.

“Rin.. kamu ga pengen ngelepas kaos juga? masak kalah sama Nina” bisikku pada Rinta.

“Eh.. itu.. emm.. enggak pak.. aku takut ntar malah pengen lagi”

“Ohh, yaudah..”

Nina terus merangsang libido Budi supanya terus naik. Sekarang dia sedang melepas celana pendeknya. Karena dia tak memakai celana dalam, akhirnya dalam waktu sekejap Nina sudah bugil di depan kami. Budi yang tak mau kalah juga melepas celana boxernya sendiri. Jadilah dua orang lawan jenis di depanku itu sudah sama-sama polos tanpa pakaian apapun.

“Pak..”

“Emm?

“Gatel...” ucap Rinta kemudian.

“Hahaha.. yaudah, kamu tahan aja dulu.. jangan keburu pergi”

“Iya pak.. eh.. mas..”

Rinta memang masih duduk di sampingku. Kulihat dari tadi memang gadis itu semakin lama semakin gelisah duduknya. Karena menahan nafsunya sendiri, Rinta hanya bisa menggesek vaginanya dari luar celana dalam. Aku hanya tersenyum geli melihatnya.

“Rin..ntar kalo kamu satu kantor denganku, pas kamu horny kek gini pasti udah gesekin memek kamu yah?” bisikku pelan pada Rinta.

“Wahh.. bukan gesek lagi mas, udah pasti aku kocok lah, hihihi..”

“Ehh.. dasar otak colmek kamu ini”

Nina dengan gerakan cepat mulai berdiri lalu memegang kemaluan Budi. Ternyata benar apa yang dikatakan Nina, ukuran penis Budi memang tak sebesar dan sepanjang punyaku. Perlahan tapi pasti Nin menduduki penis Budi dan membuatnya menyeruak masuk ke dalam vaginanya.

“Aahhh!” pekik Nina begitu penis Budi amblas masuk semuanya.

Di sampingku, Rinta yang masih setia menonton kelakuan bejat Nina dan Budi hanya bisa menahan libidonya. Bibir bawahnya digigit sambil tanganku dipegangnya erat-erat.

“Kamu udah pernah nonton orang ngentot Rin?”

“Belum lahh mas... kalo film sih sering” balasnya jujur.

“Ohh gitu.. eh, itu lepasin aja cd nya kamu.. biar gak tambah gatel” saranku, lebih tepatnya jebakanku.

Rinta yang memang penurut itu mau-mau saja melepaskan celana dalamnya. Dia degan cekatan memelorotkan penutup pangkal pahanya itu lalu diletakkan di belakang tubuhnya. Aku yang melihat tubuh bawahnya sudah tak tertutup apa-apa langsung mengarahkan jariku pada liang memeknya.

“Uhhh.. enak pak..” desahnya.

“Mas.. jangan pak.. dibilangin berkali-kali juga masih aja”

“Ehmmmh.. iya mas.. oohh... bener itu tempatnya”

Jari tanganku terus mengelus dengan pelan belahan vaginanya. Kugerakkan ujung jariku dari bawah ke atas sampai bertemu dengan klitorisnya. Semakin lama semakin kupercepatan gesekan jariku pada kelentitnya yang mulai menonjol itu.

“Basah banget sih Rin.. udah ga tahan yah?”

“Iya mas.. uuhh.. malah dikobel lagi.. aduhh”

Mungkin inilah saatnya aku dan Nina melancarkan rencana kami selanjutnya. Sewaktu Nina menoleh padaku, aku berikan kode padanya. Dia balas kode dariku dengan kedipan mata tanda mengerti.

Kini tugasku adalah menyingkirkan Rinta dari tempat ini. Kalau selama dia masih disini, memeknya akan terancam dinikmati oleh Budi. Aku tak rela kalau sampai itu terjadi. Kalau benar nanti Rinta bisa jadi asistenku di kantor maka sekarang saatnya lah aku berusaha melindunginya.

“Rin.. kalo udah ga tahan mending cepetan masuk ke kamar mandi aja”

“Ihhh.. iya mas.. uhh.. gatel banget memekku” balasnya pelan.

Rinta lalu pergi masuk ke dala kamar. Kulihat celana dalamnya masih di atas kursi sofa tempat kami duduk tadi. Celana dalam warna merah bata yang di bagian depannya sudah basah. Memang Rinta itu tak bisa menahan birahinya, kena rangsangan sedikit saja sudah basah memeknya. Asik juga melihat gadis itu belingsatan karena horni. Bisa membuatku terkikik geli sendiri.

“Masshh... ahh.. diliatin mas Aryo terus tuhh... ahh pengen banget kayaknya dia” Nina terus masuk ke dalam rencananya.

“Ohhh.. iya.. itu.. ahh.. gapapa sayang” ucap Budi ditengah desahannya.

“Main bertiga yuk mass... uhhh.. pasti tambah enak.. ahhh”

Nina nampak mulai merencanakan sesuatu saat sedang bersetubuh dengan Budi. Dia sepertinya memang sudah ngebet untuk dikeroyok seperti fantasinya selama ini. Aku yang mendengar ucapan mereka hanya terus tersenyum menikmati tontonan mesum di depanku itu.

“Boleh ya massshhh.. ahh.. enakkk pastii..”

“Uhhh.. iya Nin.. terserah lu aja”

Akhirnya Budi mengeluarkan kata-kata persetujuanya dengan pancingan dari Nina yang terus menaikkan birahinya. Perempuan itu kemudian menoleh padaku lalu mengedipkan matanya tanda supaya aku mendekat. Tanpa basa-basa lagi aku langsung memelorotkan celana pendekku beserta celana dalam juga. Pada waktu ini kami bertiga sudah dalam kondisi telanjang bulat semua.

“Ahh.. sini mas Aryo..”

Nina kemudian berdiri dari pangkuan Budi. Dia lalu menungging di atas lantai. Karena masih belum puas akhirnya Budi mengejar lobang memek Nina yang menjauhinya. Dia segera menangkap kedua bulatan pantat Nina dan memeganginya. Kembali batang penis Budi bersarang dalam liang senggama Nina dalam satu kali tusukan.

Aku yang mendapat undangan kenikmatan dari mereka masih berusaha menjaga jarak. Kuposisikan diriku berada di depan kepala Nina, lalu kusodorkan saja penisku di mulutnya.

“Emmhhhh... eehhhmmm... sluuurrrppp... aahh..”

Penisku langsung jadi bulan-bulanan sepongan mulut Nina. Rasanya memang enak banget dioral perempuan yang memeknya tengah di garap lelaki lain. Dia begitu bersemangat dan bernafsu banget untuk memuasi kami berdua. Saking enaknya aku sampai lupa kalau mereka itu adalah teman kerja.

“Aahhh.. mas Budi yang kenceng... aahh.. yang kenceng maasshh...” rengek Nina berikutnya.

Budi yang terus mengocok memek Nina dengan penisnya kemudian mempercepat genjotannya. Dia seperti ingin menunjukkan kemampuannya di depanku. Aku yang melihatnya hanya bisa tersenyum kecil. Mungkin Budi mulai merasa kalah bersaing denganku saat mulai kutunjukkan ukuran penisku tadi.

“Hohhh... hoohhh.. hohhhh.. enak benget memek kamu Nin.. aahh...”

“Iya masss.. ahh.. teruss.. cepetan.. ahh.. “

Keduanya terus mendesah dalam kenikmatan mereka. Budi yang sudah terlalu horni itu mulai terpancing dengan pemandangan Nina sedang menyelomoti batang penisku yang sudah tegak mengacung dengan sempurna.

“Emmhhh... eemmhhpphhh... aahhhhhsssshh.... uhhh...”

Nina terus mendesah meski mulutnya sedang mengerjai batang penisku. Kocokan Budi yang semakin cepat itu membuat lobang kemaluan Nina semakin becek juga.

Plok.. plok.. plokk... plokk...

Suara benturan pangkal paha Budi dan pantat Nina semakin terdengar jelas memenuhi ruangan. Rasanya Budi semakin tak terkontrol lagi. Sebenarnya dia itu merasa tak mau tersaingi olehku, jadilah dia menumpahkan kekesalannya dengan mengocok memek Nina dengan gerakan kasar dan cepat. Tapi dia salah.

“Aaaahhhhh.. sshiiiitt!!!”

Tubuh Budi mengejang dan matanya terpejam. Raut wajahnya memperlihatkan dia tengah melepaskan sesuatu dari dalam tubuhnya yang membuat tenaganya terkuras. Dia tengah melepaskan cairan spermanya di dalam kemaluan Nina.

“Ughh.. kok keluar duluan sih mas? Aahh.. aku belum apa-apa ini” ujar Nina, ucapan itu terdengar biasa, tapi bagitu itu sebuah ejekan yang sangat menusuk perasaan.

“Habis kamunya enak banget sih Nin... ahh.. aku jadi ga tahan”

“Yaudah, mas Budi istirahat aja dulu.. biar aku lanjutin sama mas Aryo.. ahh.. jadi tambah becek aja nih...” rutuk Nina kemudian.

Budi yang sudah mencapai puncaknya itu mau tak mau harus minggir dari belakang tubuh Nina. Gadis itu kemudian merebahkan tubuhnya di atas lantai dengan posisi telentang. Aku yang tahu maksudnya langsung saja bergeser mensejajarkan ujung penisku pada liang senggamanya.

Blessss...

Tak kupedulikan lelehan sperma milik Budi yang kulihat masih keluar dari liang senggama Nina. Bagiku itu seperti pelumas yang semakin melicinkan gerakan penisku keluar masuk lobang kenikmatan Nina.

“Oohhhhh.. yaaahhhh... eemmmm”

Nina hanya mendesah panjang menyambut tusukan penisku pada liang kemaluannya. Ukuran penisku yang jelas lebih besar dan panjang daripada milik Budi pasti membuatnya adaptasi lagi. Meski memeknya baru saja dipakai oleh Budi tapi jepitan dan remasannya masih terasa kuat.

“Ayo massshh.. goyang... cepetann!!”

Dengan santainya aku tak meladeni teriakan Nina. Aku menggoyang penisku keluar masuk vaginanya dengan tempoku sendiri. Kadang kutusuk dalam, kadang kutusuk ringan tapi cepat. Kalau tak mau kalah sama perempuan, kita harus bisa mengatur tempo kocokan kita. Kalau terlalu cepat dan mengikuti nafsu pasti akan cepat keluar seperti Budi tadi, pikirku.

“Aduhh masssshh... akuuu.. aahhhhhhhhhh!”

Tubuh Nina tiba-tiba menegang dan bergetar hebat. Kedua matanya terpejam dan mukanya meringis seperti menahan sesuatu yang berusaha menguasai tubuhnya. Aku yakin Nina sedang mengalami orgasmenya.

“Kok udah ngecrit duluan sih Nin? Aku aja belum apa-apa.. hehe..” ucapku padanya.

Kubalikkan ucapan Nina pada Budi tadi, aku ingin dia tahu siapa yang tengah berkuasa di sini. Tak akan kubiarkan Nina mendominasi kami berdua.

“Huhhhh.. uhhhh.. uhh.. punya kamu laen mas.. aahh... mantab” ujarnya.

Aku tak mau basa-basi lagi. Kuteruskan pompaan penisku pada memek Nina yang sudah mulai terasa longgar itu. Tak akan kubiarkan dia istirahat. Sekarang aku balik menyerangnya dengan keperkasaan penisku yang tak gampang kalah oleh jepitan memek perempuan.

Menit berikutnya kulihat Budi sudah mulai bergerak ikut permainan. Dia mendekatkan penisnya yang masih lemas itu ke mulut Nina. Rupanya dia masih ingin menikmati tubuh selingkuhannya itu.

“Emmphhh.. emmhphh.. aahhh.. slurrrphh.. aahh.. emmhhh”

Di saat aku masih terus menggenjot memeknya, Nina dengan rakusnya menjilati batang penis Budi yang disodorkan padanya. Memang Nina itu benar-benar binal banget kelihatannya. Perempuan itu seperti tak puas hanya dengan satu penis saja, dia terus merasa kurang. Bagai menghapus dahaga dengan minum air laut, bukannya puas tapi malah semakin tersiksa.

“Ahhh.. lagi mas.. lagi... lagi.. haaaaahhhhh!!!”

Teriakan panjang Nina menandai orgasme keduanya bersamaku. Tubuhnya kembali bergetar hebat. Badannya menggigil dan dinding vaginanya semakin terasa meremas penisku yang masih terbenam di dalamnya.

“Ahhhhh.. mas Aryooo.... aaahhh”

Kucabut penisku dari dalam liang senggamanya. Aku kemudian berdiri lalu memandangi Nina yang masih berusaha mengatur nafasnya.

“Kalian lanjutin aja yah..”

“Ahh.. belum puas aku mas” rengek Nina.

“Tuhh.. punya Budi udah On lagi tuh.. pake aja sepuas kamu Nin”

Aku kemudian berjalan menjauhi mereka yang masih tak mengerti pada keputusanku. Nina tahu aku belum keluar, tapi dia tak bisa melarangku juga karena memang dia bukan siapa-siapa bagiku. Kulangkahkan kakiku menuju ke dalam kamar. Memang aku sengaja mencari keberadaan Rinta, aku yakin dia masih tersiksa karena birahinya.

“Rinta...”

Begitu aku membuka pintu kamar, langsung saja kutemui Rinta tengah menungging di atas tempat tidur. Pantatnya yang tepat menghadap ke arahku membuat belahan vaginanya tampak jelas terbuka. Tangannya juga sedang keluar masuk liang senggama itu dengan cepatnya. Kasihan juga Rinta ini, masih muda, cantik tapi sudah ketagihan mengocok memeknya sendiri.

“Aaaahhhhhh... masssss??”

Rinta terpekik kaget begitu aku datang mendekatinya lalu menusukkan penisku pada liang vaginanya. Tangannya yang tadi mengocok memeknya aku singkirkan dan kupegangi dengan erat. Kembali aku bisa menikmati liang senggama Rinta, gadis 22 tahun itu dengan sangat mudah.

“Ahhh.. ahhh.. ahhh.. ahhh.. ahhh..”

Desahannya terus terdengar di telingaku. Rupanya dia sudah sangat horni. Memeknya sangat basah, bahkan becek kalau menurutku. Lelehan cairan putih encer dari lobang memeknya semakin lama semakin banyak keluar. Cairan itu sampai meluber membasahi kedua pahanya.

“Uuhh.. memek enak.. aahhhh..” racauku.

“Aahhhhh... nghhhhh... iya massh.. ahh..”

Plokk... plokkk.. plokkk.. plokk..

Aku terus memompa liang senggama Rinta dengan batang penisku. Rasanya malam ini aku bener-bener sudah tak peduli lagi pada semuanya. Kalau kemarin aku masih menahan untuk berlaku lembut pada Rinta, tapi malam ini aku ingin memuasi diriku dan Rinta dengan semauku. Bahkan genjotan penisku cenderung kasar. Tubuh gadis itu sampai terpental-pental menerima sodoakanku.

“Aaahh... massshhh... terusss.. ahhh... enak masshh... aahhhh”

Tiba-tiba kurasakan dinding vagina Rinta berdenyut hebat. Untuk sesaat lamanya liang senggamanya melakukan empotan-empotan dahsyat pada penisku. Berikutnya Rinta menengadah dengan mata terbelalak seperti orang kesurupan. Mulutnya hanya terbuka tanpa berucap apa-apa.

Craatt.. cratttt..... craattt..

Dari celah vagina Rinta keluarlah cairan bening begitu deras seperti dia sedang pipis. Penisku yang terus menjejali lobangnya itu membuat cairan yang keluar semakin jauh muncratnya. Aku jadi ingat penyemprot air untuk tanaman kalau melihatnya.

“Hoohhhhhh...hohhhh... ohhhh..... aahhhh.. ampun masss.. haaahhh.. ampun”

“Hehe.. kamu udah berapa kali keluar sih Rin?”

“Haahhh... udah...udah... empat kali ini mass.. aahhh..”

“Duhh.. pantesan.. lanjutin dikit ya Rin, nanggung nih”

“Aahh..iya mas.. aahh... aku siap kok”

Kembali ku tekuk kedua kakinya naik. Membuat lututnya mendekati bulatan payudaranya. Selama ini payudaranya memang sengaja tak aku sentuh, karena aku tak ingin puting susunya berubah bentuk dan warna. Kasihan kalau gadis muda sepertinya sudah punya puting susu berwarna gelap. Meski begitu tangan Rinta malah terus memelintir sendiri puting susunya dan meremas-remas buah dadanya.

“Haaahhhh... ayo massss..... aayooo.. terusss...” teriaknya.

“Iya Rinn.. aahhh.. enak banget memek kamu.. licinn”

Aku terus memompa memek Rinta dengan tusukan dangkal tapi cepat. Memang itulah caraku untuk segera mencapai orgasmeku, aku ingin menumpahkan spermaku ada liang senggama Rinta sebagai kenang-kenangan sebelum besok kami berpisah.

“Rinn.. tahan dikit yaahh... aahhh.. ini udah.. ahh.. bentar lagi Rin..”

Saat ini Rinta pasti tidak merasakan nikmat karena kocokanku hanya sebatas mulut vaginanya saja. Aku memang melakukannya supaya spermaku cepat keluar. Memang semakin lama kurasakan ada sesuatu yang merambat dari pangkal pahaku menuju ke batang penisku. Aku yakin sebentar lagi aku akan mencapai puncaknya.

“Ohhhhhh!!!”

Plok.. crott.. croott.. Plok.. crott.. croottt...

Kubenamkan penisku dalam-dalam sambil terus menyemburkan spermaku. Tubuh Rinta yang mungil itu terdorong-dorong ke depan menerima benturan dari pangkal pahaku. Dia sudah lemas, tenaganya pasti terkuras malam ini. Nampak Rinta hanya bisa pasrah saja saat aku menghentakkan pinggulku agar penisku terbenam semakin dalam.

“Aaaahhhhh.... hangat mass... emmmhhhhh...”

“Hohhhh.. hohh.. hohh.. iya Rin.. aahh.. enak banget memek kamu”

Kami berdua lalu terbaring bersebelahan di atas tempat tidur. Tubuh kami yang penuh dengan keringat tergelak lemas karena tenaga kami benar-benar terkuras. Kami haya terdiam menikmati sisa-sisa kenikmatan setelah kami bersetubuh. Lama kelamaan akhirnya aku mengantuk dan langsung tidur dengan lelap.

***

Paginya kami bangun dengan tenaga lebih fresh. Baik aku maupun Rinta tak sekalipun membahas persetubuhan kami tadi malam dan malam sebelumnya. Hanya saja dia pagi itu dia nampak perhatian sekali denganku. Entah kenapa sepertinya dia tak ingin cepat berpisah denganku. Memang susah melepaskan orang yang sudah membuat kita nyaman.

“Rinta.. kamu nanti dijemput jam berapa sih?”

“Jam 3 mas, mobilnya sudah siap dari pagi ini sebenarnya”

“Ohh.. yaudah, aku sekitar jam 3 juga udah dijemput kok” balasku.

“Mas.. makasih yah udah membuatku nyaman selama aku disini, ga bisa aku lupakan pengalaman ini” Rinta mendekat lalu memelukku dengan mesra.

“Iya.. aku juga minta maaf kalo perlakuanku ke kamu ada yang salah, semuanya aku ga sengaja kok Rin”

“He emm.. besok aku pasti merindukan mas Aryo lagi nih.. hhhh..”

“Hehehe.. tenang Rin, ntar aku usahain kamu bisa pindah ke kantor pusat, tunggu aku bicara dulu sama atasanku”

“Iya mas, aku tunggu kabar baiknya”

“Pasti”

Rinta kemudian melepaskan pelukannya lalu berjalan menjauhiku. Aku rasa hubungan kami bukan cuma hubungan semalam saja, tapi dia sudah memasukkan namaku dalam hatinya. Ini yang jadi berat baginya berpisah denganku. Akupun sama sebenarnya. Aku mulai suka dengan Rinta, tapi suka dalam artian saling menyayangi dan bukan untuk memiliki.

Selama masa pelatihan berlangsung aku tak bertemu lagi dengan Rinta. Bahkan saat makan pun aku mencarinya tapi tak ketemu juga. Entahlah, mungkin dia sudah pulang duluan. Aku sedikit kecewa dengan keadaan itu. Ingin sekali aku bisa mengantarnya pulang meski hanya sampai di depan mobil yang akan membawanya.

***

Pukul 8 malam aku kembali tiba di depan rumahku. Dari tempat pelatihan aku pulang sendirian karena ternyata Budi dan Nina memutuskan untuk pulang belakangan. Entah apa yang mereka lakukan itu bukan urusanku lagi. Sepertinya selepas keluar dari Home Stay yang kita tempati, mereka lanjut menyewa kamar di sebuah penginapan di kota yang sama. Rupanya binar cinta diantara mereka sudah membutakan pikiran mereka sendiri.

Setelah menurunkan barang-barang bawaanku, aku kemudian langsung berjalan masuk ke dalam rumah. Hanya ada Angga yang langsung menemuiku lalu mencium tanganku seperti biasa kalau aku pulang kerja. Kusuruh dia membawa oleh-oleh yang aku bawa menuju ke dapur, sementara aku langsung masuk ke dalam kamar menemui istriku.

“Mas.. baru pulang yah?” istriku membuka matanya, kurasa dia dari tadi sore sudah tidur dan terbangun ketika aku datang.

“Iya dek, kamu gapapa kan?”

“Gapapa kok mas.. aku baik-baik saja”

“Syukurlah..”

Istriku kemudian duduk sambil mengikat rambutnya yang tergerai. Tubuhnya seperti biasa sudah polos tanpa tertutupi apa-apa lagi. Memang aku tak pernah mempermasalahkan kebiasaannya itu. Aku malah senang melihat istriku dalam kondisi seperti itu.

“Mas.. aku minta maaf ya mas...” tiba-tiba istriku memelukku dengan erat.

“Maaf apaan sih dek?”

“Aku.. aku udah ngentot sama adikku sendiri” ucapnya pelan.

“Sama Angga maksudmu?”

“Iya mas.. selama mas pergi dia yang memuasiku”

“Ohh..iya aku ga masalah kok dek” balasku sambil tersenyum memandangi wajah cantiknya.

“Tapi.. ahh.. tetap saja aku ga enak sama kamu mas...”

“gapapa..”

“Yaudah gini aja mas, sebagai balasannya.. aku ijinin mas Aryo ngentot juga sama perempuan lain... mau nikah lagi pun aku setuju mas..”

“Hahahaha.. ngomong apaan sih kamu ini dek? jangan dibuat pikiran.. santai aja, biar kandunganmu itu tetap sehat..”

“Iya deh mas... tapi ucapanku tadi serius kok mas”

“Hehehe.. iya.. aku bakalan ingat”

Aku kemudian mengganti pakaianku dengan sebuah celana dalam saja. Kami berdua lalu kembali tidur dalam satu ranjang di kamarku. Entahlah, sepertinya kehidupan kami berdua memang sedang berubah. Di saat seperti inilah kesetiaanku dan istriku sedang diuji. Semoga saja kami bisa melaluinya dengan tetap sebagai sepasang suami istri.

***

Bersambung lagi ya Gaes ^_^
maknyussss..... keren kali hu
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd