Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG (Kisah Nyata) Bumbu Kehidupan

Hening.

Mbak Ais segera menarik kulumannya. Lidahnya berputar di sekitar bibir. Tak ada bagian es krim yang ingin ia lewatkan.

"Boleh." Jawabnya lagi. Sambil mengangguk pelan. Jawaban yang sedikit terlambat.

Kupandangi Junior. Masih tegak menjulang. Tangan pasanganku masih menahannya. Digenggam. Cukup erat. Mulut Junior ditutup jari Ais. Agak ditekan. Jempol atau jari lain, aku tak paham. Aneh rasanya. Kaku. Basah. Duo kantong di selangkangan masih tegang.

Pejuku belum keluar.

Tapi tadi itu apa? Berasa ada yang keluar. Sedikit. Tapi ada, aku yakin. Mungkinkah sekedar pelumas?

Iya pasti itu. Belum ada lega yang kurasa. Lahar panas masih tertahan di dalam. Apa yang sedang kau lakukan Ais?

"Enak sayang?" tanya Ais. Mengganggu proses analisisku, tanggung, belum sampai bab kesimpulan.

Yo jelas enak mbak. Enak banget ini sudah. The Best. Mbak Ais layak dapat piala bergilir Bupati. Juara 1 lomba nyepong. Berhak maju ke tingkat nasional. Andai dikirim lomba tingkat dunia, pastinya menang lagi, jadi perwakilan di kompetisi tingkat galaksi.

"Iya. Banget." Jawabku . Nafasku masih belum teratur. Kepala pusing, nyut-nyutan. Kepala di bawah tampaknya demikian pula.

Masih saja ada rasa aneh itu. Kini memenuhi area kemaluan. Sepanjang batang, hingga sebagian skrotum. Apa ya istilahnya. Seperti area dalam mulut yang dibius dokter, sesaat sebelum cabut gigi. Tak terasa apapun. Misalpun ada, tipis sekali rasanya.
Ya begitulah.

Tensi menurun. Kesempatan ambil nafas. Untunglah.

"Mbak, lepasin semua aja gih" pintaku. Merujuk pakaian kami yang dalam kondisi ini, sudah tak laik pakai.

Mbak Ais patuh. Sami'na wa ato'na.

Ditanggalkan semua pakaian tersisa. Kini didepanku terpampang wanita bugil. Dalam tampilan tiga dimensi. Spektrum warna jelas. Komposisi cukup pas.

Duo kembar sangat menantang. Putingnya agak tebal. Aku suka.

Seperti yang kuduga, di bawah adalah hutan belantara. Semak belukar tumbuh tak tentu arah. Nyaris penuh area itu. Semoga tak ada kecoak bersembunyi.

"Sekalian punyaku dong, Mbak." Pintaku, lebih.

"Aihhh... Manja" Ceplos Ais. Tapi tetap dijabanin juga. Badanku terangkat naik, seperti gerakan sit-up. Akibat momentum yang terjadi pasca Ais menarik kaosku. Agak sulit dilepas sepertinya. Basah akibat keringat.

Kini kami telanjang bulat. Agak bulat. Ais yang agak bulat. Aku kerempeng. Yak, sekadar menegaskan.

Tubuh kami berhadap-hadapan. Aku duduk selonjor. Ais setengah belutut. Tentu pembaca dapat menerka apa yang ada di depan wajahku.

Langsung kucaplok. Nyummie...

Kali ini sektor kanan. Kanannya Ais. Tak kalah jumbo rupanya. Sensasinya tak perlu lah kujelaskan, tak jauh beda dengan sektor kiri.

"Aaaach... ssssssh." Desahan perempuan segera terumbar. Melengkapi suara bed yang turut berguncang, mengikuti irama tubuh kami, yang entah kenapa mulai bergoyang. Mbak Ais tampak geli. Aku tetep sibuk, mimik.

Tanganku kanan-kiri kutempel di pantat Ais. Sebaliknya, kedua tangan Ais kompak menahan kepalaku, mengacak acak dan menjambak rambut, menjewer kuping (sumpah, ini sensasi baru, enak, nyaman, cobalah sesekali), seolah bersiap, andai aku kelewatan bakal dipatahkannya kepalaku ini. Mulut dan lidahku fokus bermain di puting dan area areola.

"Gigit sayang." Ucap si Embak, memecah konsentrasi.

"Hah. Beneran? Gak sakit? Perih bukan?" Kataku. Tampak blo-on.

"Iyah, gak papa....aku suka. Kurang berasa kalo gak digigit. Please..." Wajahnya melas meminta. Bikin tambah ngaceng.

Asem. Lonte emang.

Ok lah. Rezeki kok ditolak. Segera kulakukan perintah Ibu Peri.

"Aaaaaaaach.....ahuft.....hmmmm....Aaaach" Desahannya kembali terdengar. Setiap kali kugigit, tubuhnya merespon, agak menggelinjang. Keenakan. Duuh, asik sekali.

Tangan kananku mulai tak bisa diatur. Dijamahnya area hutan belantara. Kurasakan sensasi saat rerumputan menyentuh kulit tangan. Jari jemari kucoba iseng menyisir rambut-rambut itu. Bukan, bukan mencari kecoak dan kutu. Sekadar menafsir. Seberapa panjang, seberapa lebat, dan selama apa kira-kira ia tak bercukur. Lebat sekali.

Si jari masih bergerilya. Jaring tengah, didampingi beberapa tetangga sebelah. Ujungnya kini menemukan gua persembunyian. Guo Lowo tah?

Sedikit becek pintu gua itu. Lembek. Kenyal. Dilindungi semak belukar. Jariku mengitari sekitaran pintu masuk. Mencari titik terbaik untuk memulai penjelajahan. Ketemu.

Sedikit tergesa, kumasukkan jariku. Jari tengah tentu. Kan lagi nge-fuck. Di dalam ia membentuk pose kait. Menjamah dinding gua bagian dalam, bagian atas menjadi area prioritas pencarian. Mencari tonjolan kecil, tombol kenikmatan. Di sekitar, air bah. Banjir ternyata. Air dari gua meluber ke permukaan.

Ais kelonjotan. Goyangannya makin tak tentu arah. Kadang hentak ke depan, memaksa jariku masuk lebih dalam. Malu jika sendiri, kutambahi personil tambahan dari mabes. Jari telunjuk turun ke lokasi, masih dengan stamina prima pastinya.

Mbak Ais mendelik. Kupingku jadi sasaran, digigit cukup liar. Jahat. Tak ingin disalahkan, lidah Ais menyapu bekas gigitan, seakan berusaha mengobati kesakitanku. Bukan obat yang kudapat. Yang ada makin sakit.

Dua jari di bagian gua berhasil menjalankan tugas. Desahan si Bini Orang makin tak terkawal. Menggema. Menembus tembok kurasa. Kuatir juga jika kedengeran sampai luar. Kuharap tak ada orang lewat di lorong teras.

"Aaaaah.... nakal...., Masss...." Lolong Ais.

Lalu lemas, hilang daya tenaga, mirip orang ngobam, lepas pesta di klub malam. Ais mengatur nafas

"Mas..," katanya lirih. "...aku udah keluar....", Meringis ia mengucapnya. Masih kutangkap unsur manja di suaranya.

Wow. Gini aja nih?

....bersambung kembali
 
Terakhir diubah:
semangat:banzai: mbak Ais!
ini :coli:pakdhe lowo belum beraksi, baru kerajinan tangan sama vakum cleaner.
saatnya beralih, :cup:vacum cliter mainkan tombol​
 
Tulisannya the best ini. Gaya bahasanya ciamik. Mendeskripsikan situasi dicampur humor tingkat tinggi. Juara....!!!!

Saya sangat salut sama pengarang yg mampu mendeskripsikan kejadian atau isi kepalanya ke bentuk tulisan dan sangat natural.

Anda hebat bos. Salah satu pengarang terbaik yg ada di sini (gag banyak loh yg kayak gini).

#sayatermasukyggagmampumenulis
 
gile...bacanya bikin penasaran.......
padahal baru sampe hal 13....
 
Bangga. Bak pahlawan. Stage one: Clear.

Kami berpelukan, lama. Sama-sama diam. TV di depanku masih menyala. Menampil acara yang tak kupahami apa. Musik pastinya. Saluran mandarin, atau korea. (Sebagian detail sudah terlupakan).

"Aku sayang Mas. Sayang banget." Ucap Mbak Ais. Jujur. Tulus. Lirih, tak terlalu jelas. Bibirnya tak bisa mengucap jelas. Dagu masih menempel di pundak kiri. Kurasa ia tengah terpejam. Menikmati momen ini. Detik demi detik.

"Aku juga." Kubalas sekenanya. Otakku tak di tempat itu, bergeser ke dimensi sebelah.

Masih berkutat dengan pertanyaan: Apa yang tadi terjadi dengan Si Adik?

Seharusnya tadi sudah meledak. Tapi tak kejadian. Tidak. Pasti ada sesuatu. Tapi aku tak lakukan apapun. Standar saja. Menikmati kuluman Mbak Ais yang membius. (Nikmat sekali, setiap membayangkannya, konti langsung tegap sikap sempurna, seperti saat ini-Red).
Seharusnya sudah KO aku. Muncrat. Tak hanya sekali, mungkin berkali-kali.

Tangan Ais. Apa mungkin karena tangannya. Tak hanya mulut dan lidahnya yang luar biasa. Magis tangan Ais juga #Aistimewa ?? Benarkah? Sementara hanya itu jawaban yang bisa kuterka.

Kembali kulirik Si Konti. Tengah sibuk ia. Berbincang dengan Vijay berbrewok di bawah sana. Sedikit intim tampaknya. Menempel satu sama lain. Geli. Banyak bulu menjamah batangku itu. Kasian juga, beberapa saat yang lalu tak tersentuh ia, tak dilibatkan dalam permainan susur gua.

Sabar ya Nak.

Kurasakan jari tangan masih basah. Tangan kanan. Kutengok sebentar. Ada bercak merah disitu. Buyar lamunanku.

"Kamu lagi dapet mbak?"

"Eh?" Jawab Ais. Tak kalah kaget dia. "Masa sih? Emang udah lama gak dapet. Tapi masa sih?" Mimik mukanya menunjukkan kebingungan. Ayu, ning bingungan.

Diusap sekitaran gua itu. Memang ada bercak darah. Tak banyak sesungguhnya. Atau banyak? Tak ada standar yang bisa memastikan. Tak ada pula pikiran untuk ambil gambar. Ini gawat. Terhenti di sini permainan kami?

"Gak ah seharusnya." Masih. Ais berusaha memastikan. Tisu dipakainya. Usapan-usapan tisu di sekitar liang kenikmatan itu tampak erotis. Adik terbelalak. Makin tegang.

Mbak Ais melihat senjataku siap tempur. Diliriknya aku. Aku cengengesan.

"Masukin aja yuk mas." Ajaknya.

Lah. Ayuk lah. Pasti itu.

Belum sempat kujawab. Sudah dilahapnya pisangku. Pangkalnya ditahan dengan jempol dan telunjuk, Oke oce. Dikulumnya, naik turun.

Aku kembali terbius. Aduh enak banget, sumpah.

"Gak usah pake tangan sayang." ucapku. Ingin kumenikmati rongga mulutnya, utuh. Kubiarkan seluruh batangku menyumpal mulut pelacur ini.

Lagi-lagi tak ada jawaban. Ais menjawab dengan kerja nyata. Bukan kata-kata. Ini lagi ngomongin Ais loh. Serius.

Benar saja, dilahapnya bulat bulat. Ditahan agak lama di dalam. Kedua tangan ais turut menahan pantatku. Menjaganya agar tak mundur. Membuat torpedo di dalam mulutnya tak punya pilihan lain. Diam atau maju terus. Mundur tak masuk hitungan. Aku kegirangan. Keenakan. Nikmat mana lagi yang kau dustakan.

"Aaaaah...." mendesah aku, spontan.

Si Adik terasa menyentuh batas kerongkongan. Basah luar biasa. Seolah siap telan.

Perlahan dikendurkan serangan mulut itu. Pantatku tetap diam, tampak tak ingin mundur dari pertempuran. Sambil menarik mundur, organ pengisap Ais bekerja, tersedot aku. Nikmat sekali. Desahanku makin tak terkontol, terkontrol, eh terkontol. Ya.

Lalu..Plupppp...Lepas seluruh batang.

Enaaakkkk. Aku mau lagiiiii.....
(Sekarang saya kondisi ngac*ng pemirsa. Kembali ke studio)

....

"Masukin ah mbak." Kali ini aku yang mengajak. Tiba-tiba teringat sesuatu. "Mau pake kondom?"

"Ada?"

"Ada. Udah siap disana tuh", Kutunjuk celanaku. Salah arah. Pandanganku menyisir seisi ruangan. Tak ketemu. Dimana celanaku tadi. Ah elah.

"Mas mau pake itu?"

"Gak. gak enak"

"Ya udah, gak usah pakai". Clear. Deal. Siap. Mantap. Bodoamat soal penyakit menular. Penting bisa main ular. Ular kadut. Ngumpet di jembut. Atuuttt.

Segera kurebahkan dia. Kuelus sekitar selangkangan. Memastikan tingkat kelembaban wilayah. Agar sesuai dengan ambang izin yang diperbolehkan. Masih lembab. Melewati semak belukar itu lagi. Hmmm...lebat ya.

Kuciumi paha Ais. Putih. Lembut. Si Embak menggoyang badan sedikit. Geli tampaknya. Kulanjutkan perjuangan. Menjilati pangkal paha. Mulus. Hangat. Rambut di situ mulai tak bersahabat. Kubenamkan kepalaku. Sekadar mencium area pinggir hutan. Mbak Ais masih kegelian.

Kuangkat kepalaku, kupandangi wajah Ais sejenak. Keenakan dia tampaknya. Mau minta lagi sepertinya. Minta yang lebih hot. Kutafsirkan ia ingin aku menjilati liang senggamanya.

Kutundukkan pandanganku. Ghoddul Bashor.

Kini di depanku ada si Surya Paloh. Tidak. Aku tak suka brewok itu. Mau bagaimanapun, aku lebih suka yang bersih. Daripada aku jilati, trus muntah. Bubar jalan kisanak.

Kucium bibir vagina itu. Sekali kecupan. Segera kuberpindah posisi. Si Adik yang keras sedari tadi, ku elus-elus sebentar. Kuarahkan ke mulut gua. Kugesekkan di sekitar mpempek Ais. Mbak Ais tampak menikmati.

Tanpa menunggu instruksi, kudorong burungku masuk sangkar. Masuk tanpa halangan. Ditolong kondisi lapangan yang lembab bukan main. Kubiarkan batangku beradaptasi dengan rumah barunya. Mataku terpejam menikmati.

Enak. Enak banget. Tidak sesempit langganan di rumah. Tapi ini enak.

Ini pertama kalinya, kami menjadi satu.

....bersambung juragans
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd