Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Kisah Tiga Wanita : Vina, Inge dan Memey

Status
Please reply by conversation.
Gile bener bro, ane konak abis.... ditunggu sekuel dgn bu vina,,, kl bs agak molor2 gt ya ml ama bu vina biar maksimal ampe keubun2....
mantzap tenan ini
 
Penasaran sama mainnya bu vina, kayaknya bakal lebih binal. Thanks TS, semangat menulis :)
 
Main Hati

Dengan rasa malas yang luar biasa aku berangkat ke kantor. Jam sembilan kurang Ibu Vina sudah ada di dalam ruangannya. Biasanya ia paling cepat jam sepuluh baru masuk kantor. Tidak berapa lama ia memanggilku.

Setelah masuk ke dalam ruangannya ia memberikan isyarat untuk menutup pintu. Aku sedikit heran dengan sikapnya. Agaknya ada sesuatu yang tidak biasa. Betapapun besar fantasiku untuk bercinta dengannya namun untuk kali ini aku berharap jangan sekarang. Saatnya sungguh tidak tepat. Aku yakin tidak akan mampu melakukannya dengan baik hari ini. Tiga kali aku menggapai puncak bersama Inge. Hari ini agaknya aku akan mengalami impoten sementara.

"Gimana kerjaan dari Inge, To?" tanyanya. Tidak biasanya ia memanggil namaku langsung begitu. Meskipun ia direktur tapi selama ini ia selalu memanggilku dengan sebutan "Pak".
"Ya.. tadi malam sudah saya diskusikan dengan Ibu Inge?" jawabku sambil menghindar dari tatapan matanya. Sorot matanya seperti menelanjangi diriku. Aku merasa sepertinya ia tahu kejadian semalam, sehingga saat ini di depannya aku merasa menjadi seorang terdakwa yang sedang menunggu vonis. Aku merasa tatapan matanya seperti menyimpan kemarahan dan kekecewaan.
Ibu Vina menarik nafas dalam-dalam.
"Agaknya aku sudah terlambat memberitahukanmu mengenai satu hal. Sebenarnya sejak Inge ketemu denganmu di ruanganku ini aku akan memberitahukan sesuatu, tetapi aku merasa tidak enak.." kata-katanya mengalir pelan. Aku tidak mengerti apa yang dikatakannya, tetapi agaknya ada kaitannya dengan Inge.

Kami terdiam beberapa saat.
"Tadi malam sehabis kamu diskusi mengenai pekerjaan itu terus kemana?" tanyanya. Aku gelagapan ditanya seperti itu.
"Enng ...e ...e... saya langsung pulang dan tidur Bu?' jawabku.
Ia tersenyum sedikit sinis.
"Hmm langsung tidur ya. Dengarkan, aku akan menyampaikan kesimpulanku tentang apa yang sudah terjadi semalam. Ketika kutelpon Inge jam sebelas malam, mungkin kamu juga tahu," matanya menatapku. Ia diam sejenak dan melanjutkan,"Ia menjawab telponku, katanya kamu tidak ada di sana. Tetapi aku mendengar deru nafasnya yang berat seperti habis melakukan sesuatu aktivitas yang berat dan menguras energi. Kemudian aku menelponmu ke rumah, sengaja aku tidak menelpon melalui HPmu, karena kamu juga bisa berkata sedang dimana saja".
Aku masih diam terpaku mendengar kata-katanya.
"Jadi, kuhubungi kamu di rumah, telponnya tidak diangkat. Artinya kamu tidak ada di rumah. Aku tahu kebiasaanmu, meski tidur nyenyak tetapi mudah terbangun kalau mendengar suara sekecil apapun. Dan aku juga tahu siapa Inge. Nah, sebenarnya tadi malam kamu ke mana?"
Aku masih bingung harus menjawab apa.
"Dari urutan peristiwa yang aku jelaskan, kemudian siapa dan bagaimana sifat Inge, aku bisa menyimpulkan apa yang terjadi di antara kalian tadi malam. Apalagi pagi ini kamu kelihatan masih mengantuk, matamu merah. Nah apakah perlu aku katakan secara lugas apa yang terjadi.."
Mukanya kelihatan merah menahan sesuatu.

Aku hanya menundukkan kepalaku.
"Anto.. Anto. Mungkin dalam hal ini aku juga punya kesalahan, tidak memberitahukanmu siapa sebenarnya Inge, sehingga tidak perlu terjadi sesuatu malam tadi".
Aku masih diam tetapi sempat berpikir kalau aku diberitahu siapa Inge, justru akan mempercepat kejadian seperti peristiwa tadi malam.
"Ya sudah, Aku tidak perlu mengatakannya secara lugas khan. Dengan sikapmu sekarang aku sudah tahu pasti. Sekarang silakan kembali bekerja," katanya sambil berdiri dan membukakan pintu. Tidak pernah ia berbuat seperti itu sebelumnya.

Sepanjang hari itu aku tidak bisa bekerja dengan tenang. Banyak sekali kesalahan kesalahan sepele yang kulakukan. Teman-teman kantor merasa heran atas keadaanku hari itu. Hari itu terasa lama sekali berlalu. Esoknya sampai seminggu lebih Ibu Vina tidak masuk kerja. Aku dengar ia pergi ke Jakarta sekalian ada urusan keluarga dan pekerjaan.

Inge sempat menelponku sekali dan menjelaskan masih ada beberapa urusan yang harus dikerjakan di Jakarta sehingga untuk usaha yang akan dibukanya agaknya akan tertunda. Tetapi ia memastikan bahwa usahanya akan berjalan, karena ia juga sudah memberikan uang muka untuk kontrak ruko tempat usahanya. Ia sekilas menanyakan tentang Ibu Vina, karena beberapa hari ini ia menelepon dan mengirim SMS ke Ibu Vina tetapi tidak pernah dibalas. Aku hanya berkata barangkali Ibu Vina sedang sibuk saja. Dengan tertawa kecil penuh arti, ia sempat mengundangku untuk ke Jakarta beberapa hari.

Sekembalinya Ibu Vina dari Jakarta, sikapnya jauh berubah. Ia tidak pernah mengajak aku ataupun teman-teman lain untuk bermain badminton. Aku masih sering dipanggil Pak Ivan ke rumahnya, tetapi Ibu Vina tidak pernah lagi bergabung ngobrol bersama kami. Kupikir aku harus secepatnya menyelesaikan masalah ini. Ketika Ibu Vina ada di kantor dan suasana kantor agak sepi aku nekat menemuinya untuk menjelaskan masalah ini. Aku sudah tidak tahan lagi dengan suasana kerja seperti ini.

Ketika aku mengetuk pintu, kulihat Ibu Vina sedang duduk diam bersandar di kursinya. Ia hanya mengangguk ketika melihatku mengetuk pintu. Aku duduk di depannya.
"Maaf Bu mengganggu waktu Ibu. Sebenarnya saya hanya ingin menjelaskan masalah ini agar tidak mengganggu konsentrasi saya terhadap pekerjaan kantor," kataku memberanikan diri. Ia hanya mengerutkan keningnya.
"Waktu itu saya salah Bu, sehingga melakukan hal yang seharusnya tidak boleh terjadi. Saya tidak memikirkan dan mempertimbangkan segala sesuatunya. Untuk itu saya mohon maaf jika hal tersebut sampai mengganggu ketenangan Ibu," kataku sambil menatap matanya.
Ia menghela nafas panjang.
"Hmm... Sebenarnya aku juga bingung atas kejadian itu. Rasanya begitu cepat dan membingungkan. Dan akhirnya aku juga berpikir apa hakku untuk ikut mengatur kehidupan pribadimu. Hanya saja rasanya ..aahh, aku bingung untuk mengatakan. E..ee..engg rasanya sayang saja kalau kamu sampai terperangkap dalam permainan Inge," katanya datar. Matanya menatapku tanpa ekspresi. Kami saling berdiam untuk beberapa lama. Akhirnya setelah merasa tidak ada lagi yang bisa kami ucapkan aku mohon diri. Sekilas sebelum aku keluar pintu kulihat matanya berbinar.

Setelah itu, maka semuanya berangsur normal. Hanya saja sekarang Ibu Vina menghindari pergi berdua denganku. Akupun memaklumi dan mencoba untuk tidak terlalu memikirkannya. Main badminton ramai-ramai dengan teman-teman dan Ibu Vina kembali berjalan. Tapi rasanya masih ada yang aneh mengganjal dalam pikiranku.

Suatu ketika aku kembali harus pergi keluar kota bersama Ibu Vina untuk mengurus suatu proyek baru. Pak Ivan tidak bisa ikut karena mengurus pekerjaan lainnya dan hanya aku yang bisa melakukan pekerjaan itu. Ibu Vina sifatnya hanya mendampingi dan memutuskan karena posisinya dalam top manajemen. Kami hanya berdua saja karena tidak ada lagi sopir yang masih bebas.

Kami berangkat pagi-pagi sekali sebelum matahari terbit. Di perjalanan kami hanya sesekali membicarakan masalah proyek yang akan dikerjakan. Akhirnya Ibu Vina kelepasan bercerita tentang Inge. Sama seperti yang dikatakan Inge, hanya saja ia tidak mengatakan kalau ia akhirnya juga terpengaruh dalam pergaulan itu. Agak berbeda dari cerita Inge, menurut Ibu Vina, Inge bercerai karena kepergok selingkuh. Ia menceritakan tentang Inge dengan nada datar. Agaknya ia menyimpan rasa kecewa terhadap Inge.

Lokasi proyek baru itu berdekatan dengan proyek yang sedang dikerjakan sekarang. Urusan proyek baru hanya memakan waktu dua jam saja. Setelah itu kami memutuskan untuk langsung kembali. Sebelumnya Ibu Vina memintaku untuk sekalian singgah di proyek yang sedang berjalan. Kami hanya sebentar di sana, sekedar mengecek administrasi kantor dan memberikan efek psikologis kepada para karyawan bahwa pekerjaan mereka tetap diawasi.

Dalam kondisi hujan lebat kami masuk ke dalam kota dimana kami dulu pernah tidur seranjang. Iseng-iseng ia kugoda,"Bu, hujan deras nih. Kita nginep di tempat dulu saja yuk!"
Ia memandangku serius, namun kemudian ia tertawa pelan sambil mencubit lenganku. Akibatnya gairahku langsung naik.
"Kamu ini cari masalah saja. Cukup untuk sekali saja waktu itu. Kalau kali ini kita ketahuan seseorang yang mengenal kita, habis kita. Lagian waktu itu kan dalam keadaan emergency. Sudah kita langsung pulang saja, paling nanti sampai juga masih jam tujuh atau jam delapan malam. Belum terlalu larut".

Aku melemparkan joke-joke segar untuk mengurangi kebekuan. Kini Ibu Vina mulai berani mencubit lengan atau perut kalau kebetulan joke yang kulemparkan mengena. Gairahku semakin memuncak. Di sepanjang perjalanan kusetel lagu-lagu riang agar aku tidak terbawa dalam khayalanku.

Jam setengah delapan kami sudah tiba di kota. Kuantar Ibu Vina langsung ke rumahnya. Setelah mengantar Ibu Vina aku berpikir harus melepaskan gairahku yang sudah memuncak di sepanjang jalan. Kuputuskan untuk mencoba menemui Sofie, yang kujadikan Vina di dalam khayalku.

Langsung aku menuju ke panti pijat tempat Sofie bekerja. Sebelumnya kutelpon dulu memastikan ia sedang bebas. Ternyata Sofie sendiri yang mengangkat telepon.
"Hallo selamat malam. Panti pijat *** ?" tanyaku.
"Betul Pak. Ada yang bisa dibantu?" jawab wanita di sana.
"Enggh, Mbak Sofie ada?"
"Saya sendiri. Ini dengan siapa ya?" nadanya mulai sok akrab.
"Sof, ini Anto. Aku mau ke sana, tungguin aku ya!"
"Silakan saja Mas. Anto yang mana ya?" tanyanya lagi.
"Eh Vina.. ini Anto yang hari itu mengganti namamu".
"Ohh Mas Anto. Kok lama enggak ke sini. Dapat Vina baru ya?" katanya. Nadanya terlihat gembira.
"Cepat ke sini Mas. Aku sudah kangen sama kamu. Nanti ambil kamar VIP saja Mas biar tenang.".

Beberapa menit kemudian aku sudah berada di dalam kamar VIP bersama Vina khayalanku.
"Eh Vin... Kok sepi ya, baru jam berapa ini?"
"Yah gitulah mas. Kadang sepi kadang ramai," jawabnya.
"Vin, aku enggak perlu pijat hari ini. Aku malah perlu mijat kamu sekarang," kataku dan langsung menarik tangannya sehingga ia berada dalam pangkuanku.
"Mas ini genit deh. Sebentar Mas ya, aku buka baju dulu".

Ia mencoba melepaskan diri dari pelukanku, tetapi tidak kubiarkan. Aku mulai membuka kancing baju, melucuti pakaiannya dan kemudian gantian ia yang melepas seluruh pakaianku. Dengan gairah tinggi aku langsung menggeluti tubuh montok itu. Permainan pertama tidak berlangsung lama dan setelah istirahat sebentar kami sudah mulai masuk dalam babak kedua. Dalam waktu satu jam kami bisa sama-sama mencapai dua kali klimaks. Kusebut Vina dalam setiap desahku ketika menggeluti tubuhnya. Akhirnya sebelum pulang ia memelukku erat dan berkata,"Kapan ke sini lagi Mas?"
"Enggak tahu, nanti kalau senggang pasti aku ke sini," kataku.
"Kalau bisa seminggu sekali atau bahkan dua kali juga boleh kok Mas. Mas hanya perlu bayar kamar saja, serviceku free untuk Mas Anto yang gagah dan jantan ini".
Ia kembali mencium bibirku dengan sebuah ciuman panas. Kalau saja di kamar hotel, aku akan menggelutinya sepanjang malam. Tapi rasanya sudah cukup untuk kali ini.

*****
 
Terakhir diubah:
sudah mulai main hati ini, ya..
gak rela jika harus di bagi:)
 
muaknyus ceritanya bro :bingung:

ga sabar buat next updatenya..

Vina oh Vina :kangen:
 
muaknyus ceritanya bro :bingung:

ga sabar buat next updatenya..

Vina oh Vina :kangen:
 
baca ini cerita ngaceng terus susah turunnya, mantap lancrotkans! ;)
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd