Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

[KOMPILASI] FROM OFFICE AFFAIR (CopasEdit dari Tetangga)

Bimabet
------------------------------------------------------------ooOoo-----------------------------------------------------------

Cerita 115 – Affair di Kantor

Ratna

Sore itu teman-teman
dan karyawan kantor yang lain sudah pulang.
Aku pun sedang mempersiapkan diri untuk pulang juga.. ketika terdengar ketukan di pintu ruanganku.

Dan beberapa detik kemudian disusul munculnya seraut wajah cantik.. begitu pintu dibuka dari luar.
"Halo sayang..!" Sapanya hangat dan mesra. "Belum pulang..?"

Lanjutnya sambil melangkah masuk dan berdiri persis di samping tempatku duduk di belakang meja kerja.
"Sebentar lagi. Ini lagi beres-beres.." jawabku balas tersenyum.

Terus terang kehadiran Ratna, salah seorang staf di divisi yang kupimpin.. sering membuatku gelisah..
Khawatir sekaligus bahagia. Mengapa bisa begitu..?

Ya.. Bukan hanya karena Ia seorang wanita berparas cantik.. dengan tubuh langsing namun padat berisi.
Dan terlebih ia juga masih cukup muda.. berusia antara 25-30 tahun.

Ia mengingatkanku pada seorang bintang sinetron cantik jelita dan seksi –pada masa itu– Diah Permatasari.
Ditambah lagi ia orangnya ramah.. baik hati dan menyenangkan siapa saja yang diajaknya bicara.

Selain itu.. ia sangat perhatian sekali padaku bahkan cenderung terlalu mesra.
Kesannya, hubungan kami tidak seperti boss dan anak buahnya.

Kami sering bercanda penuh kemesraan.. tentunya pada saat tidak ada karyawan lain di antara kami.
Bila di tengah karyawan lain, kami nampak seperti boss dan anak buah layaknya.

Hubungan kami hari demi hari semakin bertambah mesra. Yang pada awalnya hanya saling lirik dan senyum..
Kini sudah mulai meningkat menjadi saling remas walau pun hanya sebatas remasan tangan.
Namun itu sudah menunjukkan bahwa dirinya menyukaiku.

Rasa rindu untuk cepat bertemu mulai mengganggu pikiranku.. demikian pula dengan dirinya.
"Iiih.. pengen cepet-cepet ke kantor deh rasanya..!"

Demikian kata Ratna suatu ketika saat pertamakali aku mencoba memberanikan diri untuk mengecup pipinya..
Saking tak tahannya manakala kami tengah berduaan. Itu pun mencuri-curi, takut ada karyawan lain yang melihat

Ia hanya tersenyum jengah saat itu. Wajahnya menunduk malu sambil melirik mesra ke arahku.
Kalau saja saat itu ruangan kosong, mungkin aku sudah mengecup bibirnya.
Aku yakin ia pun mengharapkan hal yang sama.

Namun kemesraan kami nampaknya akan menghadapi permasalahan besar.. dan tak mungkin meningkat lebih intim lagi..
Atau bahkan tidak dapat berlanjut sama sekali.

Pasalnya.. aku sudah berkeluarga.. memiliki anak-istri. Demikian pula dengan dirinya, tidak jauh berbeda denganku.
Hanya saja ia belum memiliki anak. Kami sadar dengan keadaan ini, namun kelihatannya seperti tidak peduli.

Inilah yang membuatku gelisah.. serba susah. Aku tidak mau kehilangannya.
Celaka.. jangan-jangan aku sudah jatuh cinta padanya. Ini tidak benar..!! Jerit hatiku.
Meski tidak yakin apakah itu benar-benar suara hatiku yang sebenarnya..?

Kembali sore itu ia hadir dengan gayanya yang akan membuat lelaki mana pun merasa sulit untuk menolaknya.
"Kok malah bengong..? Nggak suka ya, Nana kemari..?" Katanya dengan menyebutkan nama panggilan mesranya.

Ucapan yang meluncur dari bibirnya yang menggemaskan itu, terdengar begitu menyejukkan hatiku.
Mana mungkin aku bisa melupakannya..? Siapa pula yang bisa menahan diri saat wanita cantik..
Bertubuh sintal yang menyebarkan aroma penuh dengan rangsangan berdiri begitu dekat dengannya..?

Bahkan saking dekatnya.. aku dapat merasakan kakinya bersentuhan dengan pahaku.
Dari kursi tempat dudukku.. aku menengadah menatap wajahnya. Ia pun tengah melirik ke arahku.

Mata kami bertemu. Saling pandang penuh arti.
Kulihat matanya berbinar-binarnya, menyembunyikan perasaan yang begitu mendalam.
Hangat dan mesra sekali pancaran tatapan matanya. Penuh gairah.

Aku bukan malaikat. Aku hanya seorang lelaki biasa.. yang masih penuh dengan gelora jiwa mudaku.
Usiaku masih di bawah 40 tahun. Usia yang sedang matang-matangnya dan penuh dengan gejolak gairah lelaki.

"Bukan begitu, sayang. Siapa sih yang tak mau berdekatan sama wanita secantik kamu..?"
Jawabku seraya meraih tangannya ke dalam genggamanku. Kuremas perlahan dengan penuh kelembutan.

"Tuh khan..? Mulai deh rayuan gombalnya.." ujarnya seraya makin memepetkan dirinya ke tempat dudukku.
Ehmmm..! Dapat kurasakan pahanya bergeseran dengan pangkal lenganku.

Meski masih terhalang kain roknya.. aku dapat merasakan kehangatan dan kelembutan kulit pahanya.
Perasaan itu menjalar ke sekujur tubuhku.. dan mengarah semuanya ke pusat selangkangannku.

Aku jadi gelisah. Aku tak ingin ia memperhatikan perubahan di bagian depan celanaku.
Namun aku segera memergoki tatapan matanya sekilas melirik ke arah itu.

Aku jadi malu juga.. apalagi melihatnya senyum-senyum dikulum seperti itu. Aku jadi gemas dibuatnya.
Lalu tubuhnya kutarik hingga terjatuh ke pangkuanku. "Auuww..!!" Pekiknya manja.. sambil merangkul leherku..
agar tubuhnya tak terguling dari pangkuanku.

"Mas kok jadi tambah genit sih..!?" Lanjutnya. Ia cubit pipiku dengan lembut.
"Tapi suka khan..?" Balasku menatapnya dengan mesra.
Ia mengangguk perlahan. Balas menatapku dengan hangat.

Kuamati seluruh wajahnya. Ia memang cantik. Matanya bersih bersinar. Bulu matanya lentik.
Hidungnya mancung, dan bibirnya. Akh sungguh mempesona. Sungguh sensual.

Apalagi saat lidahnya dikeluarkan untuk membasahi bibirnya. Sangat mengundang.
Aku tak tahan untuk segera mengulumnya. Bibirku langsung mendarat di atas bibirnya.

Kukecup mesra. Ia balas dengan mesra. Kukulum hangat.
Ia menyambutnya dengan kehangatan yang sama. Kami berciuman dengan hangat dan mesra.

Lidah kami saling mencari. Saling bartautan. Tangannya meremas-remas bagian belakang kepalaku..
sambil menariknya.. sehingga ciuman kami semaki erat.

Aku balas dengan mengelus dan meremas punggungnya.
Ia menggeliat sambil mengerang perlahan merasakan kehangatan cumbuanku.

Gerakan tubuhnya membuat pantatnya yang berada di pangkuanku..
Dengan sendirinya menggesek-gesek batang kontolku yang makin mengeras masih berada di balik celanaku.

Aku sudah tegang sekali. Kelembutan dan kehangatan buah pantatnya membuatku terangsang hebat.
Kelihatannya ia sengaja melakukan gerakan itu. Pantatnya terus-terusan digesek-gesek ke batang kontolku..
Yang sudah semakin mengeras saja rasanya.

Mengimbangi permainannya.. tanganku mulai ikut-ikutan beraksi.
Dimulai dengan mempreteli seluruh kancing Blusnya.
Kulihat kulit dadanya yang bersih dan putih nampak begitu merangsang.

Kuelus perlahan. Ratna melenguh menikmati elusan lembut di seputar dadanya.
Pagutan bibirnya semakin kuat, dekapannya semakin erat.

Tanganku menggerayang semakin dalam, meremas buah dadanya yang masih terbungkus kutang tipis.
Tonjolan putingnya kupermainkan. Ratna gemetar dibuatnya.

Permaiman tangan boss kesayangannya di daerah puting itu membuat darahnya berdesir kencang.
Gairahnya menggelora dan semakin menyesakan dadanya.

Rangsangan itu bertambah kuat seiring dengan elusan tangan bossnya yang mulai merogoh ke dalam kutangnya.
Sentuhan langsung tangan lelaki pujaannya itu di seputar buah dadanya seakan memicu seluruh naluri kewanitaannya.

Ratna berubah garang. Gerakannya semakin banal, liar dan tak terkontrol.
Apalagi ketika merasakan elusan lembut di pahanya, bergerak perlahan merambat naik ke pangkal pahanya.

"Ouugghh..!!" Erangnya penuh kenikmatan seraya mendorong tanganku lebih dalam ke arah selangkangannya.
Tanganku segera menemukan gundukan daging hangat di balik celana dalamnya yang teras sudah mulai membasah.

Ujung jariku menelusuri garis memanjang di sekitar bibir kemaluannya.
Kudengar erangan demi erangan meluncur dari bibirnya setiapkali tanganku menekan di sekitar liang itu.
Rok yang dikenakannya sudah kuangkat tinggi-tinggi agar tidak menghalangi gerayangan tanganku.

Sementara tanganku yang satunya lagi mengeluarkan buah dada Ratna dari balik kutangnya.
Tidak terlalu besar memang, tapi masih kenyal dan keras.

Bentuknya indah.. apalagi putingnya yang berwarna coklat kemerahan itu nampak sudah berdiri tegak..
Seakan menantang.. menanti kuluman mulutku. "Aduuhh.. isep Mas Terus..!! Aakh.. enak sekali.." rintihnya keenakan.

Aku tak perlu menunggu perintahnya.. karena mulutku sudah langsung menyambarnya.
Lidahku melata-lata di ujung pentilnya. Akibatnya sungguh luar biasa..
Ratna menggelinjang kegelian diiringi rintihan dan erangan penuh kenikmatan.

Sementara tangannya mulai bergerilya menggerayang kemana-mana..
Sampai akhirnya berhenti di sekitar selangkanganku.
Kemudian bergerak lincah mengurut-urut batangku yang masih terkungkung di balik celana.

Aku berharap ia segera membebaskan batangku yang sudah berontak itu dari kungkungan celanaku.
"Ratnaa.. ugh.." aku melenguh tanpa sadar.. begitu tangan Ratna merogoh ke dalam balik celana..
dan kemudian menggenggam batang kontolku yang telah mengeras.

Ahhh..!! Terasa begitu lembut dan halus permukaan telapak tangannya.
Perlahan namun pasti, ia mengocok batangku mulai dari bawah hingga ke atas.. lalu turun kembali..
Dan begitu seterusnya dengan irama yang semakin meningkat cepat.

Aughhhh..!! Enak sekali rasanya. Tubuhku seperti melayang-layang dibuatnya.
Kurebahkan kepalaku di senderan kursi. Menikmati semua apa yang dilakukannya padaku.

Kulihat tangan satunya lagi meraih ke bawah.
Aku kira ia akan menggunakan kedua tangannya untuk mengocok..
Tetapi ternyata ia malah mencopot celana dalamnya sendiri dan melemparnya ke lantai.

Aku kaget. Apa yang akan dilakukannya..? Aku tambah khawatir ketika ia mengangkat roknya tinggi-tinggi..
Lalu perlahan mengubah posisinya.. sehingga mengangkangiku sementara batangku ditegakkan ke atas.

Tiba-tiba aku sadar akan apa yang akan terjadi. Aku tidak pernah mengharapkan sampai sejauh ini.
Bagaimana jadinya nanti. Kami berdua sudah memiliki keluarga masing-masing.

Ini sudah terlalu jauh.. jangan sampai terjadi..!!
Aku tak ingin mengkhianati keluarga dan aku pun tak ingin ia mengkhianati keluarganya juga.

Cukup sampai di sini.. "Ratna. udah. Jangan diterusin.." kataku mengingatkan.
Sebenarnya aku juga tidak yakin dengan ucapanku sendiri.

Aku menahan tubuh Ratna agar jangan sampai itu terjadi. Kulihat tatapan matanya yang redup penuh harap.
Melirik padaku dengan penuh tanda tanya.
Mana ada lelaki yang tahan melihat wanita secantik dirinya memohon seperti itu.

"Kenapa..?" Tanyanya penuh keheranan dengan sikapku yang memang menurut para lelaki, tidak tau diuntung.
"Aku.. oh, eh.. kita nggak boleh begini.." ucapku dengan berat hati. Dan Terdengar sangat hipokrit.

"Nggak apa-apa kok sayang. Aku rela dan suka melakukannya.."
Jawab Ratna yang justru membuatku semakin tergoda.

Aku berupaya untuk berpikir jernih dan mencari jalan agar semua ini tidak terjadi.
Aku tak ingin semuanya berantakan gara-gara perbuatan ini. Tapi..?

Akh.. rasanya aku tak bisa lagi berpikir jernih begitu ia mulai menciumi wajahku dengan penuh mesra dan hangat.
Tangannya bekerja cepat mempreteli kancing bajuku hingga membuka seluruh dadaku.

Ia langsung menciuminya. Mengemot putingnya.
Lidahnya menari-nari di atas dada lalu turun ke perut dan terus semakin ke bawah.

Aku tak pernah sadar sejak kapan ritsluting celanaku terbuka.
Tau-tau kulihat batang kontolku sudah mengacung dari balik celanaku yang terbuka..
Sementara wajah Ratna sudah sangat dekat sekali berada di sana.

Akh gila..!! Pekikku dalam hati.. manakala kulihat mulut Ratna terbuka..
Slrepp..!! slruppp.. dan lidahnya menjulur menyapu permukaan moncong kontolku.

"Errgghhh..!! Seketika tubuhku bergetar hebat merasakan sapuan lembut dan hangatnya lidah itu di sana.
Mataku sampai terpejam saking nikmat yang kurasakan saat itu.

Pikiran-pikiran untuk menghentikan perbuatan ini saat itu langsung lenyap entah ke mana.
Aku tak mungkin menolaknya. Apalagi mulut wanita cantik ini begitu lihai mengulum kontolku.

Mungkin ini merupakan kuluman ternikmat yang pernah kurasakan sebelumnya.
Aku sudah tak peduli lagi dengan semuanya. Yang penting semuanya harus kunikmati.
Wanita cantik bertubuh seksi yang sedang bergairah ini harus mendapatkan kenikmatan yang sama.

Setelah itu.. aku langsung meraih tubuhnya untuk berdiri mengangkangi tubuhku yang duduk di kursi.
Segera batang kontolku kuberdirikan tegak.. mengarah persis ke belahan bibir liang memeknya.

Kuminta ia untuk berjongkok dengan kedua kakinya naik ke tepian kursi di kedua sampingku.
Rrrrbbbb..!! Tubuhnya turun perlahan. Slebbb.. Clebbb..!! Kontolku mulai melesak ke dalam liangnya.

Ahhhh..!! Terasa hangat dan sempit. Batangku terus menerobos masuk karena di sekitar liang itu sudah licin.
“Nggghhhhh ohhhh..!!” Ratna melenguh panjang.. begitu seluruh batangku terbenam di dalam memeknya.

Matanya terpejam erat.. kepalanya melengak ke belakang. Kedua tangannya berpegangan pada leherku.
Tak lama berselang.. Ia mulai bergerak turun naik.. slebb.. slebbb.. clebb.. clebb.. bergoyang ke kiri dan ke kanan.

Aku mengimbanginya dengan tusukan-tusukan kuat ke atas.. bagai tiang pancang.. jlebb.. jlebb.. jlebb..!!
Kami saling berlomba memberikan kenikmatan.
Kulihat di depan wajahku, buah dadanya yang sudah tertutup kutang itu, bergelantungan ke sana ke mari.

Cropp..!! Bibirku langsung menangkapnya. Kukemot putingnya. Ia merintih. Kujilat seluruh daging kenyal itu.
Ratna mengerang. Kedua tanganku berpegangan pada pantatnya.

Sambil meremas.. aku tarik ke dalam agar batangku bisa mencapai bagian yang terdalam di dirinya.
"Mass Ooouugghh.. nikmaat.. enaakkhh.. mmpphhffhh.." erangnya tak karuan.

"Ayo sayang. Terus goyangin. Uuughgh nikmaatnya.." aku pun mengerang-erang kenikmatan.
Tiba-tiba ia memekik sambil mendekap kepalaku erat-erat ke dalam dadanya. Tubuhnya berguncang hebat.

Pinggulnya didesakkan kuat-kuat.. sehingga batangku terbenam seluruhnya di kerapatan liang nikmatnya.
Srrrr.. serrr.. srrrr..!! Tak lama kemudian kurasakan siraman cairan hangat pada kontolku di dalam liangnya.
Ratna telah mencapai orgasmenya.

Ia terus-terusan merintih sambil mengigau kalau dirinya jarang mendapatkan puncak kenikmatan seperti saat ini.
Aku tak sempat memikirkan ucapannya itu..
Karena aku pun tengah berkutat menahan desakan dari dalam diriku sendiri..

Sampai akhirnya tak mampu kutahan lagi serbuan nikmat itu.. hingga cratt.. crattt.. crattt.. crattt.. crrrtt..!!
Ujung kontolku menyemburkan air mani dengan deras.. berkali-kali ke dalam liang memeknya.

"Errrghhh..!!" Geramku meluapkan nikmat.
Pinggulku sampai terangkat tinggi-tinggi ketika menyemprotkan air mani. Ughhhh..!!

Sungguh nikmat rasanya.. karena air maniku banyak sekali semburannya.
Bayangkan saja.. aku sudah tidak berhubungan dengan istriku selama ia haid seminggu ini.

Kudekap tubuh Ratna erat-erat. Kuhirup keharuman aroma tubuhnya yang begitu merangsang.
Sambil kubisikan kata-kata mesra.. "Nana juga sayang sekali sama Mas.." bisiknya perlahan hampir tak terdengar.

Untuk beberapa saatnya kami hanya saling berpelukan.. merasakan sisa-sisa kenikmatan bersama.
Sambil memikirkan wanita secantik dirinya.. yang sehari-hari nampak lembut dan pemalu..

Ternyata bisa berubah binal bagai kuda jalang saat bercinta denganku.
Aku hanya bisa mengeluh bahagia penuh keberuntungan dapat menikmatnya dengan puas.

"Mas, Nana nggak mau pulang. Pengen sama Mas terus seperti ini.." bisiknya lagi.
Aku terhenyak. Kaget tak terkira dengan ucapannya itu. Aku tak tau perasaanku saat itu.
Apakah harus senang atau takut mendengar pengakuannya ini.

Aku tak ingin peristiwa ini tercium oleh rekan-rekan yang lain dan tak mungkin terus berada di sini.
Walau pun yang lain telah pulang.. mungkin saja nanti ada Satpam perusahaan yang mengontrol ke mari.

"Ayo kita pulang. Nanti ketauan orang.." ajakku buru-buru seraya mendorong tubuhnya dari atas tubuhku.
"Nggak mau. Pokoknya Nana pengen sama Mas terus..!" Rengeknya.
"Aduh.. gimana dong..!?"
"Biarin..!" Katanya ngambek.

Aku panik melihatnya seperti ini. Akhirnya aku mendapat jalan untuk membujuknya.
"Oke.. kalau gitu kita cari tempat lain aja yang lebih aman.." kataku kemudian.
"Ya setuju. Kita cari hotel aja.." usulnya dengan gembira.

"Nanti kita mandi bareng di sana. Nanti Nana mandiin, terus 'ininya' Nana sabunin juga ya..!?"
Katanya lagi sambil mempermainkan kontolku yang sudah tergolek lemas.
Aku hanya mengiyakan saja.. karena yang penting harus cepat-cepat pergi dari sini.

Kami berdua lalu segera berangkat ke hotel setelah merapikan diri dahulu.
Sepanjang jalan.. Ratna tak pernah melepaskan pelukannya dariku.

Aku membayangkan apa yang akan kami perbuat semalaman nanti di hotel.
Ddrrrrrttt..!! Kurasakan batangku langsung menggeliat bangun kembali..
Hanya dari terbayang tubuh molek itu menggeliat-geliat di bawah himpitan tubuhku.

Ahhhh..!! Luar biasa memang Nana..!! (. ) ( .)
------------------------------------------------------------ooOoo---------------------------------------------------------
 
-----------------------------------------------------------ooOoo---------------------------------------------------------

Cerita 116 – Ekspedisi Borneo

[Part 01]

Fajar menyingsing
di rimba belantara Kalimantan.
Berangsur-angsur matahari mengusir hawa pagi yang dingin serta kabut yang lembab.

Berangsur-angsur pula sebuah dunia raksasa yang sunyi tampak di depan mata.
Pohon-pohon besar dengan batang berdiameter duabelas meter menjulang setinggi enampuluh meter.

Atap dedaunan yang lebat menutupi langit. Air menetes tanpa henti. Tirai-tirai lumut berwarna kelabu..
serta tumbuhan rambat dan rotan bergelantungan dari pohon-pohon..
yang juga menjadi induk semang bagi anggrek-anggrek parasit.

Di bawah.. pakis-pakis yang berkilau..
karena lembap tumbuh lebih tinggi daripada dada pria dewasa dan mengungkung kabut tanah.

Di sana-sini terlihat setitik warna cerah. Tapi secara keseluruhan.. tempat itu memberi kesan sebagai dunia raksasa..
berwarna hijau-kelabu-tempat yang asing dan tidak ramah bagi manusia.

Erick meletakkan senapannya, lalu meregangkan otot-ototnya yang kaku.
Fajar datang dengan cepat di daerah khatulistiwa;
Tak lama lagi hari sudah cukup terang, meski pun kabut tipis masih bertahan.

Ia mengamati perkemahan ekspedisi yang dijaganya: Tiga tenda nilon berwarna jingga menyala..
tenda mes berwarna biru, serta peti-peti perlengkapan yang ditutupi terpal - usaha sia-sia..
untuk menjaga perlengkapan tersebut dari kelembapan.

Erick melihat temannya.. Prayoga, sedang duduk di atas batu.
Tubuh Prayoga tampak berayun-ayun karena serangan kantuk.

Mereka disewa untuk membawa ekspedisi itu ke Kalimantan - pekerjaan yang sudah sering ditanganinya.
Diantara klien-kliennya terdapat perusahaan-perusahaan minyak.. rombongan-rombongan survei pemetaan..
Tim-tim perkayuan dan pertambangan, serta rombongan-rombongan geologi seperti yang ini.

Di masa silam.. penjelajahan ke Kalimantan memang sarat akan bahaya.
Ekspedisi-ekspedisi yang diselenggarakan secara hati-hati pun..
seringkali kehilangan lebih dari setengah anggota rombongan.

Mereka harus menghadapi sungai-sungai penuh buaya dan ular..
Serta hutan rimba yang dihuni oleh binatang buas, serta suku-suku kanibal yang tidak bersahabat.

Dan meski tumbuh subur, hutan rimba ternyata hanya menyediakan sedikit bahan makanan bagi manusia.
Sejumlah ekspedisi bernasib naas dan mati karena kelaparan.

“Ah, dingin..” Erick mendesah.
“Justru menurutku malah hangat..” seorang wanita menyangkal.

Erick segera menoleh dan melihat bahwa bukan Sarah.. pemimpin rombongan, yang mengatakannya.
Tetapi seorang wanita muda berusia awal tigapuluhan yang jangkung dan langsing. Ia sangat cantik.

Wanita itu mengenakan setelan baju lapangan berwarna coklat pudar.
“Aku Dr. Miranda..” ia memperkenalkan diri.. “Dari Kementerian ESDM..”

Erick menyambutnya dengan siulan dan desahan saat wanita itu menghampirinya.
“Semuanya beres..?” Tanyanya basa-basi.
“Ya. Aku hanya ingin melihat berkeliling..” Ia mengajak Erick melangkah menjauhi tenda.

“Sebenarnya, apa yang kalian cari..?” Tanya Erick sambil berjalan pelan di sampingnya.
“Intan..” ujar Miranda.

“Ah, intan..” Erick berpaling pada perempuan itu. “Cukup menarik..”
Ia bersikap seolah-olah mereka sekadar mengobrol untuk mengisi waktu.

Miranda berkata, “Tugasmu adalah mengantar kami ke sana..”
“Kenapa harus jauh-jauh ke sini..?” Balas Erick. “Intan ada banyak di sembarang tempat..”

Miranda menangkap pertanyaan yang tersirat dalam ucapan pemuda itu.
“Kami mencari intan biru yang berlapis uranium..” ia menjelaskan. “Intan jenis itu hanya ada di tempat ini..”

Erick mengusap-usap kumisnya yang tipis. “Intan biru..” ia berkata sambil mengangguk-angguk.
“Pantas Anda begitu ngotot..” Miranda diam saja.

“Jadi, Anda ingin menemukan sumbernya..?”
“Betul. Dan aku ingin secepat mungkin sampai di sana..” Miranda berkata dengan nada datar sambil menatap Erick.

“Tentu..” sahut pemuda itu. “Bisnis di atas segala-galanya, bukan begitu, Dr. Miranda..?”
Ia melintasi hamparan rumput, lalu bersandar pada sebuah lengkungan pohon dan memandang ke kegelapan hutan.

“Jadi, bagaimana..? Kamu sanggup..?” Tantang Miranda.
“Saya tidak akan berangkat kalau tidak yakin. Tetapi tentunya dengan asumsi..
bahwa anda sudah benar-benar menemukan tempat itu..” Erick berkata kepada Miranda.
“Dan saya tinggal mengantarkan ke sana saja..”

“Intan dapat ditemukan di daerah pegunungan. Kita fokuskan pencarian di sepanjang patahan raksasa..
selebar empat kilometer yang membelah bagian timur pulau..” jawab Miranda.

“Itu terlalu luas..” Erick menggeleng tak setuju. “Pada peta, cekungan itu ditandai oleh dua ciri:
Serangkaian danau mungil yang sempit.. dan beberapa bukit kecil yang berbaris rapi. Akan mudah kita temukan.
Daerah itu sangat cocok sebagai tempat mencari intan..”

“Hanya itu..?”
“Kami juga memiliki data perut bumi, yaitu data yang dikumpulkan langsung di lapangan..”
Miranda menekan beberapa tombol di hapenya, dan gambar pada layar segera berubah.

Erick melihat lusinan titik cahaya di layar.
“Titik-titik ini memperlihatkan lokasi endapan yang diperkirakan adalah intan..” jelas Miranda.

Erick bersiul mencemooh.. “Jangan keburu senang dulu. Sebagian besar wilayah itu belum pernah didatangi oleh manusia.
Medannya berat. Jarak pandangnya ke segala arah hanya beberapa meter.
Ekspedisi terakhir yang menyelidiki daerah tersebut terjadi 10 tahun yang lalu, dan mereka tidak pernah kembali..”

“Karena itulah aku perlu bantuanmu..” sela Miranda. “Bukankah kau yang terbaik..?”
“Menjelajah hutan, iya. Tetapi untuk menemukan sebuah lembah, aku tidak yakin..”

“Bagaimana jika kupersempit lagi tujuan kita..?” Miranda memperlihatkan gambar lain:
Citra komputer yang memperlihatkan hutan sekunder sangat tua yang membentuk pola geometris menyerupai kisi-kisi.

Pola tersebut ditemukan pada posisi dua derajat lintang utara dan tigapuluh derajat bujur timur..
Pada lereng barat deretan pegunungan. “Jadi, kita akan ke sana..?” ujar Erick, muram. Miranda mengangguk.

“Itu jauh sekali, kita bakal memerlukan banyak perbekalan..” Erick berkata.
“Aku yakin tidak..” ujar Miranda sambil menunjukkan ransel berukuran kecil yang ia bawa sedari tadi.

“Di Lapan.. kami telah mengembangkan unit mini untuk bertahan hidup di medan berat:
Perlengkapan seberat sepuluh kilo yang dapat memenuhi segala kebutuhan selama dua minggu:
Makanan, air, pakaian, semuanya..”

“Air juga..?” Tanya Erick takjub. Air merupakan zat berat: Tujuh persepuluh tubuh manusia adalah air..
Dan sebagian besar berat makanan adalah air; karena itulah makanan yang didehidrasi begitu ringan.

Namun air jauh lebih penting bagi manusia daripada makanan.
Manusia bisa bertahan selama berminggu-minggu tanpa makanan.
Tapi tanpa air, dia akan tewas dalam beberapa jam. Dan air berat.

Miranda tersenyum. “Manusia rata-rata memakai empat sampai enam liter per hari..
yang merupakan beban seberat empat sampai enam setengah kilo. Pada ekspedisi dua minggu..
kita seharusnya menyediakan seratus kilo air untuk setiap orang. Tapi dengan unit daur ulang air produksi Lapan..
Yang memurnikan semua cairan tubuh, termasuk air seni. Beratnya hanya enam ons. Itulah cara yang akan kita pakai..”

Melihat ekspresi Erick, Miranda segera menambahkan..
“Jangan kuatir. Air ini akan lebih bersih dan higienis dari air botol di kantongmu..”
“Baiklah, kalau Anda bilang begitu..”

Erick tersenyum dan meraih kacamata hitam berbentuk janggal.
Kacamata itu gelap sekali dan tebal, pada bingkainya terdapat lensa yang aneh.

“Kacamata holografik untuk pandangan malam..” ujar Miranda menebak.
“Berlensa khusus, dengan lapisan tipis untuk membelokkan sinar..” Erick mengangguk mengiyakan..
kemudian mengajak wanita itu untuk kembali ke perkemahan.

“Mari kutunjukkan unit-unit pertahananku..” Mereka menghampiri tenda yang berada paling ujung..
Tempat Erick menyimpan enam senapan mesin ringan yang berpeluru penuh.

Ia mengangkat salahsatu; senjata itu tampak mengilap karena rajin dipoles dengan minyak.
Sejumlah magasin peluru menumpuk di dekatnya.

Erick menoleh ke arah Miranda. “Sekadar untuk berjaga-jaga..” ia berkata.
“Ini perlengkapan standar untuk semua ekspedisi. Tenang saja..”

“Aku sama sekali tidak khawatir..” ujar Miranda.
“Percayalah, sayalah pemandu terbaik untuk perjalanan berbahaya seperti ini..” balas Erick.

Suara kicau burung terdengar sayup-sayup dari atas pohon.
Miranda duduk menghadap Erick yang masih terus menunjukkan berbagai perlengkapannya.

Di tenda sebelah mereka, meringkuk Prof. Darmaji.
Pria tua itu rupanya kelelahan akibat perjalanan lama, sebab ia tertidur pulas sambil mendengkur keras.

Salahsatu tenda terbuka, Clara muncul sambil membawa telepon genggam. Dia adalah putri dari Harry Brojonegoro.
Salahsatu konglomerat di negeri ini.. yang sekaligus juga penyandang dana perjalanan ini.

Gadis itu membungkuk sopan, dan Miranda membalas senyumnya.
“Percuma, tidak ada sinyal..” Ia menatap mata bening gadis itu, sangat cantik.
Usianya pasti tak lebih dari delapanbelas tahun. Clara bersikeras ikut dalam ekspedisi ini karena dia memang suka petualangan.

“Ya, siapa tau bisa..” Gadis itu berbicara dengan hati-hati, lalu permisi untuk mencari sinyal.
“Cantik ya..?” Miranda menggumam.

Erick mengangguk dengan mata tak berkedip memandang goyangan pinggul Clara yang menjauh pergi.
“Aku heran..” Ia berkata. “ini proyek resmi pemerintah.. tetapi kenapa menggunakan dana dari pihak swasta..?”

“Sudah jamak terjadi..” jawab Miranda. “Setiap penjelajahan yang penuh risiko, pemerintah tidak ingin terlalu ikut campur tangan.
Mereka memang menyediakan peralatan dan tenaga ahli, tapi tidak ingin disangkut-pautkan misal terjadi kegagalan.
Di situlah gunanya pihak swasta digandeng..”

Erick mengangguk mengerti. “Sangat licik, tapi juga cukup pintar..”
Miranda tersenyum. “Sudah waktunya kita sarapan..?” Dia bertanya.
“Sepertinya begitu..” Erick segera membangunkan Prayoga yang tampaknya masih enggan membuka mata.
-------ooOoo-------

Duapuluh menit kemudian, mereka pun mengumumkan bahwa makan pagi telah siap.
Mereka makan dengan gaya sederhana, sambil duduk di tanah dan menggunakan tangan.

Hidangannya adalah nasi dan lauk daging binatang yang berhasil dijerat Erick semalam.
Disusul buah lokal segar yang tak bernama sebagai penutup.

Semuanya menyantap tanpa memprotes, meski beberapa ada yang terlihat ingin muntah.
Erick tersenyum. Sejak pertama bergabung dengan kelompok itu, ia sudah terkesima.

Semula ia menduga akan menemui sekawanan anggota militer yang terbiasa menjelajah di alam liar..
Karena medan kali ini memang sangat berat dan tak biasa.

Namun nyatanya.. ia tercengang ketika mendapati lebih dari separuh anggotanya adalah perempuan..!
Makhluk-makhluk indah itu terlihat berkilau-kilau dalam cahaya matahari pagi.

Erick melihat Sophia yang duduk di sebelahnya. Mereka saling melirik dan tersenyum.
Sorot mata gadis itu berkesan sangat bersahabat.
Sophia adalah reporter, ia ikut dalam ekspedisi ini untuk mendokumentasikan semuanya.

“Masakan ini lezat sekali..” Sarah, sang pemimpin rombongan, berkomentar untuk beramah-tamah.
“Syukurlah. Itu daging tikus hutan..” jawab Erick. Sarah tersedak.
Selera makan Sophia dan Clara pun mendadak berkurang.

Hanya Miranda yang terlihat tidak terpengaruh, tapi tetap berpaling untuk menyembunyikan rasa mualnya.
Prof. Darmaji dan Prayoga tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi para wanita.

“Permisi..” Markus.. pemuda kampung berambut tebal dan bertubuh kekar berotot..
yang mereka sewa sebagai pembawa perbekalan..
Melaporkan kalau telah selesai membongkar tenda dan merapikan barang-barang.

Miranda melirik jam tangannya, “Siapa yang akan menangani urusan geologi..?” Tanyanya.
“Aku..” jawab Sarah, yang memang salahsatu ahli geologi terbaik di negeri ini.

“Dan urusan elektronik..?”
“Profesor ahlinya..” Sophia menyahut.

Miranda mengangguk dan segera menjelaskan rute mereka hari ini. Jarak lintas mereka akan lebih jauh dibandingkan kemarin.
“Kalau tidak ada kendala, kita akan tiba di lokasi dalam 6 hari 18 jam dan 51..” kata perempuan cantik itu.

Mau tak mau Erick tersenyum. Ia merasa geli ketika membayangkan seseorang meramalkan sampai ke hitungan menit..
Kapan mereka akan tiba di lokasi yang dituju. Ini hutan belantara, Non.. bukan jalan tol..! Batinnya.

Tapi melihat Miranda yang nampak serius sekali, Erick jadi enggan untuk membantah.
Biarlah pengetahuan itu ia simpan untuk dirinya sendiri.

“Lumayan..” ujar Sarah sambil mengangguk. “Tapi tetap terlalu lama. Kita sebaiknya cari jalur lain..”
Ia berkata sambil membolak-balik peta, menggeser-geser dan merentangkannya bagaikan seorang ahli.

“Itu jalur tercepat, yang lain malah lebih sulit..” kata Erick. Miranda mengangkat bahu.
“Memang tak ada pilihan lain, hanya itu satu-satunya jalur yang mungkin kita lewati..”

Clara mendengarkan mereka sambil terheran-heran. Ia memang tidak mengerti sama sekali soal penjelajahan hutan.
Tapi ia tetap berkata.. “Yang penting tidak terjadi macam-macam. Pilih saja jalur yang paling aman, lama tidak apa-apa..”
Sarah mengangguk, lalu mengajak seluruh anggota rombongan agar segera berangkat.

“Demi setumpuk uang..” kata Erick berbisik. Kemudian ia menambahkan..
“Moga-moga saja..” Sebab sesungguhnya ia sendiri juga tidak tau pasti peluang keberhasilan mereka.

Intan yang mereka cari berwarna biru.. akibat dari kontaminasi unsur uranium dalam jumlah sangat kecil..
sehingga tidak memiliki nilai sebagai batu permata.

Namun kandungan uranium juga mengubah karakteristik intan itu menjadi bersifat aktif dan eksplosif.
Hasil kajian terbaru menunjukkan kalau setitik intan itu setara dengan kekuatan bom Nagasaki.

Bayangkan jika berhasil menambangnya, Indonesia akan menjadi negara yang paling ditakuti di dunia.
Itulah alasan di balik tekanan luar biasa yang dirasakan oleh Sarah..
ketika rombongan mereka mulai masuk menembus rimba raya Kalimantan.

Ia berusaha mencari jalan-jalan pintas minim risiko yang dapat ditempuh berkat bantuan dari Erick..
- Dan ini bisa berarti penghematan sekian menit, yang pasti akan sangat bermanfaat sekali.

Kemudian ia menerima berita buruk itu. Di depan mereka terbentang jurang curam yang sangat luas.
Mereka salah jalan. “Brengsek..” ujar Sarah. Ia mendadak letih sekali. Sebab kalau memang telah tersesat..
peluang mereka untuk berhasil telah lenyap, bahkan sebelum mereka menjejakkan kaki di tengah-tengah pulau.

Di seberang, terdengar bunyi melengking tinggi bersahut-sahutan, keras dan sangat lama.
Sarah sedikit berjengit.
Sepertinya ia kaget oleh bunyi tersebut; ia langsung mundur dan merapatkan tubuh kepada Erick.

“Tidak apa-apa, itu hanya Orangutan..” Lelaki itu menenangkan.
Kemudian ia membuka peta dan menunjukkan kemungkinan di mana posisi mereka sekarang.

“Kita tidak melenceng terlalu jauh. Tujuhpuluh dua menit..” ujar Erick sambil menunjuk ke arlojinya.
“Kita punya waktu satu jam duabelas menit untuk kembali ke rute semula..
Dengan begitu kita tetap akan sampai di tujuan tepat waktu..”

“Baik..” kata Miranda. Kemudian menekan sejumlah tombol virtual pada layar hapenya, menyesuaikan waktu yang baru.
”Setelah ini kita langsung ke titik M..” katanya pada anggota kelompok.
“Oke..” balas mereka semua. Sarah hanya terdiam.

Selanjutnya dengan langkah panjang.. mereka melintasi rute baru yang ditunjukkan oleh Miranda..
Kemudian menuju titik check point yang sudah menunggu. “Hati-hati, banyak tikus di daerah ini!” Prayoga berseru.

“Aku tidak takut tikus..” balas Clara, yang terus melompat-lompat riang di sepanjang perjalanan.
“Di mana ada tikus, di situ ada kobra..” Erick menambahkan.
“Oh..!!” Dan semua langsung waspada.

Mereka melintasi sesemakan yang berpohon jarang. Anginnya cukup kencang;
Daun-daun dan ranting-ranting kecil beterbangan. Pemandangan mulai berubah. Mereka kini berada di ketinggian.

Sophia memandang dengan terkagum-kagum.
Dalam cahaya pagi yang suram, ia melihat gumpalan-gumpalan kabut tipis menyelubungi atap dedaunan.

Sesekali ada sungai berlumpur yang meliuk-liuk, atau jalan tanah yang menyerupal garis merah.
Tapi sebagian besar pemandangan yang terlihat berupa hutan lebat, membentang sejauh mata memandang.

Namun pemandangan indah itu lambat laun berubah menjadi membosankan, sekaligus membuat hati kecut.
Siapa pun akan merasa jerih jika menghadapi alam yang demikian luas dan monoton.
Siapa pun akan mengakui bahwa hutan raya itu membuat umat manusia jadi tampak kecil dan tak berarti.

Masing-masing pohon memiliki batang berdiameter duabelas meter.. yang menjulang setinggi enampuluh meter;
Ruang yang ternaungi oleh dahan-dahannya dapat menampung sebuah bangunan sekolah.

Satu jam kemudian.. mereka tiba di suatu tempat terbuka yang di tengah-tengahnya ada pondok kayu..
Dengan cerobong mengeluarkan asap putih pucat.

Beberapa potong pakaian yang sedang dijemur tampak mengepak-ngepak karena tiupan angin lembut.
Namun penghuni pondok itu tidak kelihatan.

Sebelumnya mereka selalu menghindar jlka menemui rumah petani..
Tapi kali ini Erick mengangkat tangan sebagai isyarat untuk berhenti.

Para anggota rombongan segera menurunkan barang bawaan masing-masing, lalu duduk di rumput.
Tak sepatah kata pun diucapkan. Suasana terasa tegang, meski Sophia tidak tau apa sebabnya.

Erick berjongkok di sebelahnya, mengawasi pondok yang berada di depan mereka.
Anggota rombongan yang lain berada sedikit jauh di belakang.

“Nyalakan kameramu, ini akan menarik..” kata laki-laki itu.
Shopia segera melakukannya. Tapi setelah duapuluh menit belum juga terjadi apa-apa, ia mulai tidak sabar.

“Aku tidak mengerti kenapa kita ..” Erick segera membungkamnya. Ia menunjuk ke arah pondok.
Pada saat itulah tiba-tiba terdengar suara berderak, dan pintu pondok terlihat membuka.

Erick segera meraih senapannya, tapi tak seorang pun muncul.
Dengan tegang Shopia menatap pintu yang terbuka. Belum ada tanda-tanda kehidupan.

Ia terus menunggu dengan tegang, sampai kemudian sebuah teriakan memecah keheningan hutan.
Burung-burung beterbangan, dan monyet-monyet bersahutan semakin riuh.

Dari dalam pondok, melesat seorang perempuan..! “Ini dia..” Erick menggerakkan bibir tanpa bersuara.
Sophia membelalakkan mata. Diperhatikannya baju perempuan itu yang robek-robek di beberapa tempat..
Memperlihatkan sebagian punggungnya yang telanjang.

Celananya melorot cukup rendah untuk menunjukkan belahan pantatnya yang nyaris tak tertutup.
Payudaranya bergoyang kencang saat ia berusaha terus berlari..
Sementara putingnya yang mungil sesekali mengintip di bawah kain kaosnya yang berwarna hijau pudar.

Dua laki-laki keluar dari dalam pondok dan mengejarnya. Mereka telanjang..
dengan seluruh tubuh mereka dibalur lumpur berwarna merah.
Garis putih yang tidak beraturan tercoret silang-menyilang di dada mereka yang kekar.

Dengan mudah keduanya menyusul dan menjatuhkan perempuan itu di tanah..
Lalu menghimpit dadanya agar tidak bisa bergerak lagi.

“Tolong..! J-jangan..! Tidak..! Kumohon..!” Perempuan itu meronta dan menjerit-jerit kencang.
Sophia membungkuk untuk memulihkan rasa terkejutnya.

“K-kita harus menolongnya..” Tetapi Erick menggeleng, dan sekali lagi menunjuk ke arah pondok.
Kini semakin banyak lelaki yang keluar, hampir 12 orang. “Kita kalah jumlah, percuma..” bisiknya.

Para lelaki itu dengan cepat mengerubungi mangsanya. Tangan mereka menepuk tubuh si perempuan sesuka hati.
Beberapa bahkan ada yang meraba paha dan tonjolan payudaranya. Perempuan itu menangis, tapi sepertinya percuma saja.

“Ada apa ini..?” Tanya Sophia, bingung.
“Itu suka pedalaman, mereka akan memperkosa perempuan itu..”

“Bagaimana kau bisa setenang ini..?” Sophia memprotes.
“Memangnya apa lagi yang bisa kulakukan..? Kalau melawan.. dan menurutku sudah pasti kalah..
Mereka juga akan memperkosamu, serta seluruh wanita di rombongan ini. Kamu mau..?”

Sophia terdiam. “Di mana suami perempuan itu..?”
“Menurutku sudah mati. Mereka adalah petani Gaharu yang bernasib sial..” Erick menggeleng sedih.

“Kalau taruhannya sebesar ini, kenapa mereka masih tetap melakukannya..?”
“Gaharu adalah komoditas mahal. Kalau tidak salah, gubal kualitas terbaik bisa mencapai 25 juta per kilo.
Kalau lagi beruntung, para petani bisa mendapatkan sampai tiga kilo dalam sekali masuk ke hutan..”

Sophia menggeleng, “Tetap tidak masuk akal. Aku tidak akan pernah mau melakukannya..”
“Bagi kalian orang kota.. uang segitu memang tidak apa-apanya. Tapi bagi petani miskin seperti mereka..
uang itu akan sangat berarti. Apa pun risikonya..” Erick mendesah.

Sophia menelan ludah, tampak terkejut dengan kenyataan yang baru ia ketahui.
Dilihatnya istri petani di depan sana sudah benar-benar tidak berdaya. Tangan dan kakinya dicekal..
Sementara celananya melorot sampai ke lutut, memperlihatkan pantat dan bukit vaginanya yang telanjang indah.

Perempuan itu mencoba untuk menutup kakinya.. tapi karena lututnya telah ditarik terpisah begitu jauh..
ia jadi tidak bisa menyembunyikan bagian-bagian pribadinya dari tatapan lapar para lelaki tersebut.

Salah seorang yang bertubuh paling besar.. mengusapkan tangan di pantatnya yang terbuka..
Menyuruhnya untuk bersantai, tapi tentu saja itu tidak mungkin.

Saat jari hangat mulai memijat klitorisnya, perempuan itu pun mengerang frustrasi;
Sangat sedih dan kesakitan alih-alih terangsang.
Dan dia semakin terisak manakala sebuah lidah mulai menjilat rakus di sana.

“J-jangan.. jangan..! Kumohon..! Lepaskan aku..!” Erangnya tanpa sadar.
Tapi yang ia terima malah sebuah tangan yang merenggut bajunya dengan paksa..

Meninggalkan payudara besarnya yang teronggok indah ke depan.
Dia benar-benar sudah telanjang bulat sekarang.

Shopia merasa sangat kasihan, tapi sama sekali tidak bisa berbuat apa-apa.
Yang bisa dilakukannya hanya terus menyorotkan kamera.
Merekam adegan demi adegan yang sangat memilukan tersebut.

CONTIECROTT..!!
-----------------------------------------------------------ooOoo---------------------------------------------------------
 
-----------------------------------------------------------ooOoo---------------------------------------------------------

Cerita 116 – Ekspedisi Borneo

[Part 02]

Plok-plok-plok..!!
Para pemerkosa bertepuk tangan riuh, menyadari bahwa korbannya sudah benar-benar tidak berdaya.
Bergantian mereka memberi perhatian pada vagina si istri petani yang sangat menggairahkan.
Dan perempuan itu terlalu bingung dan terkejut untuk menikmatinya.

“Aku tidak percaya ini benar-benar terjadi..” Sophia menggeleng sedih.
“Biasakanlah mulai sekarang..” sahut Erick ringan.

“Ini negara hukum, kenapa kejadian seperti ini masih terjadi!..?”
“Ini hutan belantara, Non, jadi hukum rimbalah yang berlaku di sini..”

Sophia cukup gusar untuk menyahut. Ia emosional, ingin menolong tapi tidak bisa.
Perasaan itu malah membuatnya merasa lebih tidak berdaya.

Di depan sana, tak terhitung berapa banyak tangan yang memijat klitoris si istri petani.
Juga meremasi bongkahan payudaranya yang tadinya montok dan indah..
Tapi kini sudah berubah menjadi bengkak dan kemerahan karena terlalu seringnya disentuh.

Perempuan itu hanya bisa menggeliat-geliat..
Sesekali juga mencoba mendorong kembali tangan-tangan para pemerkosanya, melawan mereka.

Tapi sepertinya tidak terlalu banyak membantu. Malah yang ada segera ia menjerit..
Manakala merasakan sebuah penis besar mendorong terhadap rongga vaginanya, mencoba untuk masuk.

“J-jangan..! Jangan..! Kumohon..!”
Teriaknya sambil mencoba mendorong kembali, tak rela benda itu masuk ke dalam dirinya.

Tetapi lelaki tinggi besar yang sudah menindihnya, tak ingin menyerah dengan begitu mudah.
Dibantu oleh teman-temannya, ia mencekal tangan perempuan itu.

Mereka kembali memegang dan mengikatnya hingga jadi tidak bisa bergerak. Kini ia leluasa untuk membelai.
Dan tak lama kemudian.. batangnya yang sepanjang akar tanaman berhasil meluncur, menembus sedikit.

Mengagumi jepitan kuat dari daging yang sedikit berbulu itu, si lelaki menggeram.
Teman-temannya menimpali dengan tawa yang tak kalah seram.

“Ya Tuhan, perempuan itu bisa mati..” gumam Sophia tak percaya.
Penis anggota suku itu begitu besar, sedangkan vagina si perempuan tampak sangat ketat dan sempit.

“Memang itulah yang akan terjadi..” sahut Erick. “Jarang ditemukan ada korban pemerkosaan yang masih hidup..”
Sophia berpaling, tak sanggup untuk melihat lagi. Tak terbayangkan bila kejadian seperti itu menimpa dirinya.

Sebagai gadis Arab, bahkan ia juga tak akan mampu menghadapi penis yang sebesar botol minuman tersebut.
Namun Erick tetap terfokus pada pemandangan memilukan di depan gubuk.

Sophia segera menyenggolnya.. mengajaknya agar menyingkir.
Gadis itu telah mematikan kameranya. Ini bukan hal yang patut untuk terus direkam.

Erick melepaskan pandangannya.. lalu membuat gerakan melingkar dengan tangannya..
mengisyaratkan agar mereka pergi ke belakang menjauhi pondok dan melanjutkan perjalanan.

Di balik rerimbunan pohon, anggota yang lain menelengkan kepala, penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi.
Erick menyuruh Sarah yang akan menghampirinya agar tetap duduk di tempat.

Wanita itu menatapnya dengan pandangan bertanya-tanya.. sambil menunjuk ke arah pondok yang tertutup rerumputan tinggi.
Rupanya ia khawatir setelah mendengar teriakan si istri petani.

“Sshh..” Erick kembali memberi isyarat pada Sarah untuk tetap diam. Tapi sebenarnya ia tak perlu repot-repot.
Sebab Sarah pun merasakan suasana tegang itu dan sesekali melirik dengan was-was ke arah pondok tersebut.

Selama beberapa menit berikutnya yang terdengar hanya suara dengusan dan rintihan, lalu diam.
Hening, seperti tidak pernah terjadi apa-apa.

Mereka terus menunggu sambil mendengarkan derik jangkrik dan memperhatikan jemuran yang berkepak-kepak.
Kemudian asap putih yang keluar dari cerobong berganti dengan asap hitam pekat. Pondok rupanya telah dibakar..!

Erick dan Prayoga berpandangan. Prayoga menyelinap ke belakang..
untuk mengeluarkan sepucuk senapan besar dan melepas kunci pengamannya.

Suasana sunyi sekali. Prayoga kembali ke sisi Erick dan menyerahkan senapan yang dibawanya.
Ia sendiri membawa senapan yang berukuran lebih kecil. Mereka terus berjaga-jaga.

Para anggota rombongan saling berpandangan.
Dan rasa penasaran mereka terpuaskan begitu Sophia menunjukkan hasil rekamannya.

“Su-sungguh kejam..” lirih Miranda, ingin menangis. Erick segera menyuruh mereka diam.
Mereka menunggu beberapa menit lagi, sampai tiba-tiba terdengar bunyi gemerisik.

Erick meraih senapan dan mengarahkannya ke depan. Di sana.. duabelas lelaki suku pedalaman..
muncul dari reruntuhan pondok sambil memanggul tubuh mulus istri petani yang tampaknya telah pingsan.
Mereka melangkah dengan santai, sesekali bersenda gurau dengan bahasa yang sama sekali tak bisa dipahami.

Tak berkedip Clara memandang duabelas laki-laki jangkung dan kekar, yang bersenjatakan busur dan anak panah.
Melintas jauh di depan mereka. Masing-masing menggenggarn tombak panjang.

Kaki dan dada mereka bergaris-garis putih.. dan seluruh wajah mereka dicat putih..
Sehingga menyerupai tengkorak menyeramkan.
Hanya kepala orang-orang itu yang kelihatan ketika mereka menerobos di antara semak belukar.

Setelah mereka pergi pun, Erick tetap tidak beranjak dari tempatnya.
Ia terus mengawasi selama sepuluh menit lagi, sampai akhirnya ia berdiri dan menarik napas panjang.

Ketika ia angkat bicara, suaranya berkesan keras sekali.
“Mereka bisa mencium bau manusia, beruntung arah angin menyamarkan bau kita..” katanya.

“Siapa mereka itu..?” Tanya Sarah.
“Suku terasing yang masih belum mengenal peradaban. Kita sudah masuk jauh ke wilayah hutan..
Dan akan makin sering menjumpai suku seperti itu..” jawab Erick.

“Masih banyak lagi yang lain..?” Lirih Sophia.. sama sekali tak menyangka kalau perjalanannya akan begini berbahaya.
Erick mengangguk. Ia memberi isyarat pada Markus agar menyiapkan barang-barang untuk berangkat lagi.
Kemudian mereka melanjutkan perjalanan dengan mengambil arah sebaliknya dari para anggota suku itu.

“Aku rasa ..” Sarah berkata sambil menoleh ke belakang.. “Kita termasuk orang yang beruntung.
Meski kejam.. kemungkinan besar kita adalah orang pertama yang sempat melihat kemunculan mereka..”
Erick menggelengkan kepala. “Asal tidak bernasib seperti si istri petani..” ujarnya, dan semua langsung diam.

Menjelang sore, ekspedisi itu menaiki sebuah bukit kecil. Dari situ mereka dapat melihat lembah-lembah di sebelah selatah.
Di kejauhan tampak asap tipis yang bergulung-gulung.

Samar-samar terdengar celotehan burung dan teriakan binatang malam yang bagaikan simphoni menjelang matahari tenggelam.
“Itu desa-desa suku terasing..” Erick berkata sambil menengok ke belakang. Yang lain hanya menyahut dengan desah lega.

Menjelang malam.. setelah menyeberangi jembatan yang terbuat dari batang pohon.
Erick mengumumkan bahwa mereka telah keluar dari wilayah bahaya dan kini mereka aman, paling tidak untuk sementara.
------oOo------

Di sebuah lahan terbuka di atas bukit.. tempat angin lembut menyapa mereka.. Erick menyerukan instruksi..
agar Markus segera mulai membongkar barang bawaan dan mendirikan tenda.

Miranda menatap arlojinya. “Kita sudah mau berhenti..?” Tanyanya tak setuju.
“Ya..” jawab Erick.
“Tapi sekarang baru pukul empat. Masih ada waktu dua jam sebelum gelap..”
“Kita berhenti di sini..” Erick menegaskan. Bukit itu terletak di ketinggian 450 meter;
Perjalanan selama dua jam lagi akan membawa mereka ke hutan tropis di bawah.

“Di sini lebih sejuk dan nyaman..”
Miranda menyahut bahwa ia tak peduli soal kenyamanan, yang penting mereka bisa menghemat waktu.

“Percayalah, Anda pasti akan berubah pikiran..” balas Erick, santai.
Ia sedapat mungkin ingin menghindari hutan tropis, terutama pada waktu malam.

Perjalanan menembus hutan sangat berat dan melelahkan.
Tak lama mereka akan kenyang menghadapi lumpur, lintah, dan serangan ular berbisa.

Markus memanggil Erick dalam bahasa daerah setempat, melaporkan kalau semua tenda telah siap.
“Apa ini juga perlu dipasang..?”
Tanyanya sambil menunjukkan pagar kawat bertegangan listrik untuk menghalau binatang liar.

“Kita takkan memerlukannya malam ini. Taburkan saja garam di sekeliling perkemahan..” jawab Erick.
Garam berguna untuk menjauhkan ular.

“Ya, jangan masuk ke rumah tanpa adanya garam..” Miranda menanggapinya sambil bergurau.
Erick tertawa dan menoleh ke arah Clara, tapi gadis itu tampak sedang asyik mengamati suasana senja di hutan tropis.

Erick segera menghampirinya dan menarik lengan bajunya. “Indah ya..?” Dia berkata.
“Sangat istimewa..” Clara menyahut.
Sejak pertama bertemu, ia langsung menyukai Erick, begitupula sebaliknya.

Erick tak pernah menepuk-nepuk kepalanya dan memperlakukannya sebagai anak kecil..
seperti anggota rombongan yang lain, melainkan bersikap seakan-akan menghadapi wanita dewasa.
Itu yang membuat Clara sangat menghargainya.

Namun di pihak lain.. Erick yang sudah cukup sering berhadapan dengan wanita..
Ia sedikit banyak memahami perilaku gadis muda itu. Meski pun tidak bisa membaca kata hati..
ia tau Clara minta diperhatikan, dan ia akan menuruti keinginannya selama beberapa saat, sama seperti saat ini.

“Kamu tidak makan..?” Tanyanya sopan.
“Sebentar lagi..”

Erick melihat Clara sedang menatap Sophia dan Prof. Darmaji yang tampak sibuk memasang peralatan pemancar.
Ini akan menjadi upacara harian selama sisa ekspedisi, dan selalu membuat Clara terpesona.

Secara keseluruhan.. berat peralatan yang sanggup mengirim berita sejauh 15.000 kilometer melalui satelit hanya tiga kilogram.
Pertama-tama Prof. Darmaji membuka antena parabola berwarna perak..
dengan diameter satu setengah meter, yang dapat dilipat seperti payung.

Kemudian ia menghubungkan kotak pemancar dan menyambung baterai bertenaga surya..
dan memasang modul-modul serta terminal komputer mini yang dilengkapi keyboard mungil pada layar video berukuran tiga inci.

Komputer mini ini sangat canggih.. dengan sirkuit berangkap dan kotak yang dibuat kedap udara serta tahan terhadap bantingan.
Keyboard-nya pun dioperasikan dengan prinsip impedansi.. sehingga tak ada mekanisme yang bisa macet..
Atau kemasukan air mau pun debu. Dan kekuatannya pun mencengangkan.

Sophia masih ingat semua ‘tes lapangan’ yang mereka lakukan sebelum berangkat dulu.
Setiap peralatan baru dibanting-banting.. ditendang-tendang..

Kemudian dibiarkan terendam sepanjang malam dalam ember berisi air lumpur.
Segala sesuatu yang masih berfungsi pada keesokan hari dinyatakan laik lapangan.

Kini.. saat matahari terbenam di hutan belantara Kalimantan, ia membantu Prof. Darmaji untuk memeriksa kekuatan sinyal.
Lalu menunggu enam menit sampai transponder satelit siap beroperasi.

Sophia bersyukur ketika melihat gambar berwarna-warni yang tampil pada layar mungilnya..
- sebuah peta yang menunjukkah posisi mereka di Kalimantan.
Ia memasukkan data posisi mereka dan cursor di layar mulai berkedap-kedip.

Terlihat medan yang akan mereka lewati sangat bervariasi.. dan mereka dapat menghemat waktu..
dengan mengarungi sungai-sungai.
Namun mereka tetap akan membutuhkan paling tidak satu hari untuk menempuh jarak sejauh itu.

“Apa artinya ini..?” Erick bertanya sambil menatap layar.
“Kita bisa mempersingkat waktu di sini..” kata Prof. Darmaji.

“Mempersingkat waktu..? Bagaimana caranya..?”
Prof. Darmaji mengucapkan hal pertama yang terlintas dalam benaknya,
“Kita gunakan rakit melintasi Sungai Mahakam. Arusnya deras, persis seperti yang kita perlukan..”

“Sungai itu terlalu berbahaya..” sela Erick. Dia tidak pernah suka melintasi perairan.
“Kita lihat saja nanti..” jawab Prof. Darmaji, meski sadar bahwa pemuda itu benar.

Dalam cahaya matahari yang sedang terbenam.. perkemahan mereka tampak berkilau-kilau bagaikan sejumlah permata.
Erick duduk bersama Clara di puncak bukit, memperhatikan hutan liar yang membentang di bawah mereka.

Ketika malam tiba, kabut tipis mulai menggumpal di sana-sini.
Ketika langit semakin gelap dan uap air mengembun dalam udara yang kian dingin..
hutan itu mulai diselubungi kabut tebal dan kelam.

“Ayo kita masuk, sudah waktunya tidur.” ajak Erick. Tanpa membantah, Clara segera mengikutinya.
Di depan tenda, mereka menemukan Sarah dan Miranda yang sedang duduk di depan tenda.

Keduanya duduk santai di sisi pintu, bersandar pada tumpukan barang-barang yang disusun tinggi.
“Tidak tidur..?” Erick menyapa. Keduanya tersenyum.

“Masih belum mengantuk, kepalaku rasanya berat dibebani soal ekspedisi ini..” sahut Sarah.
“Malah sepertinya, para lelaki yang sudah molor duluan..” dukung Miranda.

“Di mana Sophia..?” Tanya Erick sambil duduk di antara mereka.
“Sedang mengecek alat-alatnya bersama Prof. Darmaji, mungkin sebentar lagi kembali..” Sarah menjawab,

Erick menambahkan kayu bakar ke api unggun yang masih menyala.
Jilatan api yang kembali membesar membuat mereka merasa hangat.

Keempatnya terdiam menatap langit, yang indah ditaburi oleh bintang.
Tak lama, Clara sudah pamit untuk tidur duluan. “Jangan lupa kenakan selimut, malam ini dingin sekali..” kata Erick.
Clara mengangguk, sedangkan Sarah tertawa mengejek.

“Kamu perhatian sekali kepadanya..?” Tanyanya pada Erick.
“Ah, tidak juga..” Erick berkilah. “keselamatan kalian adalah tanggungjawabku..”
“Termasuk juga kalau kami kedinginan..?” Tanya Miranda, yang disambut tepukan di punggung oleh Sarah.

Malam semakin larut, dan hawa pegunungan juga menjadi semakin dingin.
Panas api unggun sudah tak mampu lagi mengusirnya.

Erick mengenakan rompi tebal, tapi wanita-wanita itu hanya mengenakan switer seadanya.
“Bintang terlihat indah dari sini, tapi dingin sekali..” Sarah berkata..
dan kemudian bergeser untuk menaruh tangannya di bawah rompi Erick.

“Sepertinya di situ cukup hangat..!” Miranda tertawa dan melakukan hal yang sama.
Erick sekarang memiliki dua wanita cantik yang meringkuk di dalam pelukannya..
dengan lengan mereka berada di balik jaket.

“Yah..” katanya, sedikit gugup. “Kalau kalian memang merasa nyaman, kenapa tidak..?” Dia tertawa.
“Aku tau kalau kamu tidak akan keberatan..!” Sarah tersenyum manis.

“Dan pasti juga tidak akan menolak kalau begini..” Miranda menyandarkan tubuhnya di dada Erick..
Menempatkan dua bongkahan payudaranya yang besar di perut pemuda jangkung tersebut.
“Wah.. bisa-bisa aku berkeringat karena kepanasan nih..” Erick tertawa lagi.

Suasana benar-benar jadi sangat menarik.
Erick bisa mencium wangi parfum dan bau keringat samar dari tubuh mereka berdua.
Ia juga bisa merasakan payudara Sarah menyenggol lembut di lengannya.

Jika kedua perempuan itu tidak berhenti menggeliat di dalam pelukannya, bisa-bisa Erick tak tahan dan mulai tegang.
Yang tentunya itu sangat memalukan!

“Jangan mengeluh..” Miranda terkikik.
“Aku yakin kau menyukainya. Berapa banyak laki-laki yang bisa memeluk dua perempuan cantik seperti kami..?”
Erick terdiam, dan hanya bisa menghela napas.

“Iya, kamu sangat beruntung..” dukung Sarah. “Aku berani bertaruh, kamu pasti sudah tegang sekarang..”
Selesai berkata, ia meluncur tangannya di perut Erick secara perlahan-lahan, dan terus ke bawah.

“Hei..!” Erick berseru tertahan, tak ingin membangunkan Clara yang sudah tertidur pulas.
“Apa yang kamu lakukan..? Tolong hentikan..!”

Sarah tertawa dan menjawab nakal. “Oh, aku hanya ingin sedikit melakukan riset..”
Dan dengan mantap tangannya menangkup penis kaku Erick, lalu meremasnya perlahan seperti ingin mengujinya.

“Ah, benar ‘kan..” Sarah berseru girang. “Dia sudah tegang..!”
“Benarkah..?” Tanya Miranda penasaran.

Dan sebelum Erick bisa menolak, tangannya juga ikut turun untuk turut meremas.
Wanita-wanita ini gila..! Erick membatin dalam hati, tapi tetap membiarkannya saja.
Kini penisnya sudah terasa mengeras seperti batu..!

“Apa yang membuatmu terangsang..?” Tanya Sarah sambil duduk setengah meringkuk.
“Masa’ sama ibu-ibu kayak kita, kamu tergoda..?”

“Iya, harusnya kamu itu mengejar Clara atau Sophia..” Miranda menambahkan..
dengan tangan tetap berada di selangkangan Erick dan meremas-remasnya ringan.

Ya Tuhan..! Erick berjuang untuk bangun. Tapi Sarah tertawa dan meletakkan tangan menahan dada pemuda itu.
“Santai, kami tidak akan memperkosamu..!” Gumamnya. “Kita hanya ingin bersenang-senang..!”

Miranda membungkuk dan mencium bibir Erick, lidahnya menjentik halus, terasa begitu lembut dan sangat hangat.
Ah, sungguh menyenangkan. Tapi Erick agak kaget juga, dan tetap berjuang untuk bangun.

Sudah menjadi komitmennya untuk tidak berbuat mesum dengan klien.
Sangat tabu melakukan hal seperti ini di rimba belantara.
Bisa-bisa mereka ditimpa kemalangan di sepanjang sisa perjalanan.

Itulah mitos yang Erick percayai, dan dia tidak ingin melanggarnya.
Jadi dengan sekuat tenaga ia berusaha untuk menolak rayuan maut Sarah dan Miranda.

Kedua wanita itu tertawa dan ikut bangun juga.
“Selamat malam. Cepatlah tidur, perjalanan besok tak kalah berat..” Erick segera pamit.

“Selamat malam juga, pejantan..” Sarah merangkul bahu pemuda itu dan mencium bibirnya.
Sambil melakukannya, kembali tangannya menekan di selangkangan Erick..
menggeseknya pelan dari atas ke bawah di luar celana.

Ia juga membawa tangan Erick agar menangkup payudara kanannya..
Kemudian merasakan ujung putingnya yang telah mengeras tajam.

Erick menghela napas, lalu melepaskan pelukan.
Matanya berkilau kosong oleh cahaya bintang saat Sarah memberinya satu remasan terakhir sebelum pergi.

“Sampai ketemu besok..” bisik Miranda, yang ikut meremas penisnya juga.
Lalu menutup celah tenda dan menguncinya rapat-rapat agar angin malam tidak sampai masuk.

Saat berjalan pergi.. Erick merasakan batangnya masih berdenyut-denyut.
Dan dia juga bisa mendengar mereka tertawa cekikikan di dalam.

Ah, dasar gila..!
----oOo----

Keesokan paginya.. mereka melanjutkan perjalanan memasuki hutan Kalimantan yang senantiasa suram dan lembab.
Sophia.. yang belum pernah mendatangi hutan, merasa takjub.

Rimba raya ternyata sangat berbeda dari bayangannya selama ini. Skala yang ditemuinya betul-betul mencengangkan.
Pohon-pohon raksasa menjulang tinggi di atas kepalanya;
Batang-batang tampak selebar rumah; akar-akar besar berlapis lumut meliuk-liuk di tanah.

Saat berjalan di bawah pohon-pohon itu, ia serasa berada di dalam terowongan yang sangat gelap.
Sinar matahari sepenuhnya terhalang dedaunan, dan alat pengukur cahaya pada kameranya pun tidak dapat berfungsi.

Semula ia juga menduga hutan tropis lebih lebat dari apa yang dilihatnya sekarang.
Tapi nyatanya mereka dapat bergerak tanpa menemui hambatan berarti.

Rimba belantara malah berkesan tandus dan sunyi.
Sesekali memang terdengar kicauan burung dan teriakan monyet, tapi selain itu semuanya hening. Dan teramat monoton.

Meski pun melihat warna hijau dalam segala corak pada dedaunan dan tumbuhan rambat..
Sophia hampir tak pernah menjumpai bunga atau kembang.
Anggrek-anggrek liar yang tumbuh di sana-sini pun tampak pucat dan redup.

Ia menyangka mereka harus berjalan di atas lapisan tanaman mati yang telah membusuk.. namun itu pun tidak benar.
Tanah yang dipijaknya sering kali keras dan udaranya berbau netral, meski pun luar biasa panas.

Semuanya serba lembap - dedaunan, tanah, batang-batang pohon..
Juga udara yang tak bergerak sedikit pun karena terperangkap di bawah pepohonan.

Pada awal ekspedisi.. Sophia sudah tak sabar untuk segera memasuki hutan tropis Kalimantan di garis khatulistiwa.
Namun kini ia sendiri heran betapa cepatnya ia mulai merasa tertekan, dan betapa cepatnya ia ingin meninggalkannya lagi.

Padahal hutan tropis merupakan daerah asal sebagian besar bentuk kehidupan, termasuk manusia.
Rimba belantara bukan ekosistem tunggal yang seragam..
Melainkan terdiri atas banyak ekosistem mikro yang tersusun secara vertikal seperti kue lapis.

Masing-masing ekosistem mikro merupakan habitat flora dan fauna dengan keanekaragaman mencengangkan.
Tapi pada umumnya setiap spesies hanya diwakili beberapa anggota.
Jumlah spesies binatang yang menghuni hutan tropis empatkali lebih besar daripada di hutan setara di daerah beriklim sedang.

Sophia membayangkan hutan tropis sebagai rahim besar yang panas dan gelap.
Tempat spesies-spesies baru diberi kesempatan berkembang dalam lingkungan yang tak berubah..
sampai mereka siap bermigrasi ke kawasan beriklim sedang yang lebih keras.

Meski matahari sudah tinggi, tapi udara masih terasa sedikit dingin.
Kawanan monyet berceloteh di pepohonan, burung-burung berkicau di udara sejuk.

Sarah dan Miranda berbincang serius membahas sesuatu yang asing bagi Sophia.
Sementara Clara dan Erick bersenda gurau riang, tampak menyukai situasi mereka yang semakin akrab.

Sophia bingung. Bagaimana mereka bisa begitu tenang..? Apalagi setelah melihat aksi kaum primitif kemarin.
Mereka telah meninggalkan peradaban dan terlibat dalam petualangan..
Di mana hal-hal tak terduga bisa saja terjadi setiap saat. Serta bahaya mengintai di mana-mana.

Sophia memahami risiko yang akan mereka ambil. Mereka akan memasuki dunia yang berbeda.
Dunia yang lebih primitif dan berbahaya, yaitu alam liar Kalimantan yang telah ada ratusan tahun sebelumnya.

“Itulah kenyataan yang akan kita dihadapi..” ujar Erick padanya..
“Tapi aku merasa tak ada gunanya membuat yang lain khawatir.
Tugasku adalah mengantar orang-orang itu ke tempat sumber Intan Biru, bukan menakut-nakutinya..”

Sophia mencoba mengalihkan perhatian. Ia dengarkan suara binatang-binatang penghuni hutan di sekelilingnya.
Memperhatikan permainan cahaya dan bayang-bayang.. merasakan tanah keras di bawah kakinya..
dan menatap ke arah Sarah yang ternyata tampak cantik dan anggun di usianya yang sudah tidak muda lagi.

Pantas saja Prof. Darmaji tampak tertarik kepadanya.

CONTIECROTT..!!
-----------------------------------------------------------ooOoo---------------------------------------------------------
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd