Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Kutukan Gunung Kemukus

BAB DUA : PERJALANAN KE GUNUNG KEMUKUS





Di sebuah Hotel kelas Melati

"Uch gilaaa, memek kamu rasanya nikmat...!" seru seorang pria paruh bayah yang sedang asik memompa tubuh gadis belia siswi kelas 12 SMK yang tergolek pasrah di bawah tubuhnya.

"Iya Om, terus om. Ennak..!" seru Lastri, tangannya memeluk pantat pria yang sedang memompa memeknya. Dia ingin pria itu segera orgasme, rasanya tidak enak ngentot dengan pria yang baru dikenalnya. Walaupun dia tetap melakukannya, karena uang untuk foya foya dan membeli semua kebutuhannya. Uang yang tidak bisa diperoleh dari kedua orang tuanya, hanya dengan cara ini dia bisa mendapatkan uang dengan cara mudah.

Semuanya terjadi begitu saja tanpa sebuah rencana, berawal saat dia kehilangan perawan saat usianya baru 15 tahun. Pria yang beruntung mendapatkan keperawanannya bukanlah pacar atau cowok yang ditakutinya, tapi justru Paman, adik ibunya saat dia berkunjung ke rumah neneknya di desa. Dari kejadian itu dia bertemu dengan seorang siswi kelas 11 SMK yang menawarinya uang dengan cara menjual diri. Deal, Lastri menyetujuinya, dari pada memeknya hanya dinikmati Pamannya dengan cara gratis. Setidaknya dengan menjual diri, dia mendapatkan uang yang sangat besar tanpa perlu bersusah payah.

"Buka pintu, cepat.! Razia gabungan." suara gedoran pintu membuat Lastri dan pria paruh baya yang sedang memompa memeknya, terkejut setengah mati.

Mereka terdiam dengan posisi masih tetap sama, kontol pria itu masih terbenam di memeknya dan Lastri masih memeluk pantat pria itu. Wajah menjadi pucat. Sementara gedoran dan suara dari balik pintu kembali terdengar, bukan hanya satu, tapi banyak pintu yang sedang digedor keras. Belum sempat rasa kaget mereka sirna dan posisi yang tidak berubah, pintu kamar sudah terbuka, beberapa orang melongok ke arah mereka.

Pria itu reflek bangkit dari atas tubuh Lastri, lari ke dalam kamar mandi tanpa sempat mengambil pakaiannya yang tergantung di tembok. Reflek Lastri menutupi tubuh bugilnya dengan selimut sebelum beberapa orang melihat tubuh indahnya yang masih belia.

"Cepat, pake baju!" seru seorang Polwan yang ikut dalam razia gabungan, dia segera menutup pintu agar para pria tidak bisa melihat tubuh bugil Lastri yang ketakutan bersembunyi dalam selimut.

Lastri menunduk ketakutan, hanya ada seorang Polwan yang menyodorkan pakaian ke arahnya. Lastri segera mengambil pakaiannya, dengan tergesa gesa dia memakai pakaiannya sementara pria paruh yang belum selesai menikmati memeknya masih bersembunyi ketakutan di dalam kamar mandi yang tertutup rapat. Setelah Lastri selesai berpakaian, Si Polwan membuka pintu kamar, seorang Polisi masuk dan mulai menggedor pintu kamar mandi menyuruh pria itu keluar.

"Namanya siapa, Mbak? KTPnya mana?" tanya Si Polwan, dia mengambil tas Lastri dan menggeledah isinya. Tidak ada obat obatan terlarang,, jadi kasusnya tidak terlalu berat.

"Las, Lassstri Bu. Tolong, jangan tangkap saya.." kata Lastri, akhirnya dia menangis ketakutan. Ayahnya pasti akan murka dan mengusirnya dari rumah setelah mengusirnya dari rumah, ke mana dia akan pergi.

"Ayo, kalian ikut ke kantor untuk proses selanjutnya." kata Polwan merangkul Lastri yang menangis ketakutan, dia iba tapi tidak bisa berbuat banyak. Dia hanya sedang menjalankan tugas.

Lastri menutupi wajahnya saat berjalan keluar penginapan menuju mobil patroli yang melakukan razia pasangan mesum, berharap semoga tidak ada yang mengenalnya. Sepanjang perjalanan ke kantor SATPOL PP, Lastri terus menangis.

Kepada siapa dia harus minta tolong? Jaja, nama dan wajah pemuda itu muncul begitu saja. Pemuda yang pernah memergokinya saat keluar dari kamar penginapan dengan pria yang membookingnya. Pria yang diam diam ditaksir dan dikagumi nya, dia pasti akan menolongnya dengan imbalan tubuh belianya. Hal yang sama dilakukannya saat menyumpal mulut Jaja agar menutupi kelakuannya.

Lastri bergidik ngeri saat teringat dengan kontol Jaja yang besar dan panjang, rasanya sangat menyakitkan saat memasuki memeknya. Tidak ada rasa nikmat yang membuatnya orgasme, hanya rasa sakit yang menyiksa saat Jaja memompa memekknya.

Tapi saat ini yang bisa dimintai tolong hanyalah Jaja, dia bisa dipercaya dan satu hal lagi, dia diam diam mencintai pemuda itu.

=============



Jaja



PING, sebuah pesan WA masuk, Jaja segera melihat siapa pengirimnya. Ternyata dari Lastri. Ada apa malam malam Lastri mengirim sebuah pesan yang tidak biasa dia lakukan.

"Ja, jemput aku di kantor SATPOL PP, aku kena razia." sebuah pesan yang membuat Jaja terkejut.

"Kamu kena, razia?" balas Jaja, dia tersenyum licik. Situasi yang menguntungkan, dia bisa mencelupkan kontolnya ke memek Lastri sebagai imbalan. Satu ronde, dua ronde. Tidak, dia ingin menikmati tubuh Lastri semalaman. Menurut informasi yang diterimanya, tarif Lastri short time 800rb dan long time 1.5 juta. Kapan lagi dia punya kesempatan seperti sekarang.

Jaja bergegas memakai pakain yang sebenarnya dipersiapkan untuk berangkat ke Solo besok, tidak ada salahnya dia bersenang senang sebelum kerja di Solo. Jaja tersenyum senang, keberuntungan anak sholeh selalu datang saat yang tepat.

"Ja, mau ke mana?" tanya Ibunya yang melihat Jaja keluar kamar dengan pakaian rapi sementara Jam dindimg sudah menunjukan angka 21.30. Sudah terlalu malam untuk keluar rumah, biasanya Jaja sudah bersiap siap tidur kalau sedang ada pekerjaan.

"Ada perlu ke rumah teman, ngambil bor yang dipinjam. Besok mau Jaja bawa ke Solo, Bu." jawab Jaja berbohong. Dia mengeluarkan sepeda motornya, tidak lupa mengambil dua buah helm.

"Ya sudah, hati hati." jawab Ibu, melihat Jaja dengan penuh kasih sayang.

"Iya, Bu." Jaja mencium tangan ibu, lalu pergi tanpa berpamitan ke adik perempuannya yang sedang asik belajar.

Di depan jendela kamar Teh Wati, dia mendengar suara keras Kang dengan suara keras, membuat Jaja membatalkan niatnya untuk menghidupkan mesin motor kesayangannya.

"Apa, kamu tidak tahu ke mana Lastri?" tanya Kang Amar, marah.

"HPnya dimatiin, Kang." jawab Teh Wati pelan.

"Selama ini kerja mu apa? Ngurus anak saja, nggak bisa." kata Kang Amar, suaranya tetap meninggi.

Jaja beranjak pelan, meninggalkan tempat itu sebelum mereka tahu kehadirannya, itu urusan keluarga dan tidak berhak mencampurinya. Sekarang urusannya menolong Lastri dengan imbalan, jepitan nikmat memeknya. Jaja tersenyum senang, kontolnya beranjak tegang sehingga dia harus membetulkan posisinya agar terasa lebih nyaman.

20 menit kemudian Jaja sampai di kantor SATPOL PP, untung alamat di KTPnya sama dengan yang ada di KTP Lastri sehingga petugas percaya saat dia mengatakan Lastri adiknya. Prosesnya terasa mudah, ah ternyata rejeki anak shopeh selalu dimudahkan dapam setiap urusan, Jaja tersenyum merangkul Lastri meninggalkan kantor SATPOL PP

"Kita ke mana, sekarang Las? Kita pulang?" tanya Jaja, sudah jam satu malam, Kang Amar pasti murka melihat Lastri pulang tengah malam.

"Aku takut, Bapak pasti marah besar. Dia pasti akan memukul aku, kuta cari penginapan aja, A..!" seru Lastri gelisah, harapan satu satunya saat ini adalah Jaja, dia berharap Jaja mau melindunginya sementara waktu.

"Kamu baru saja kena razia, mau kena razia lagi?" tanya Jaja bingung, ke mana harus membawa Lastri. Dia berpikir keras, tempat paling aman untuk malam ini.

"Terserah kemana, aku nggak berani pulang." jawab Lastri, m, tangannya terus memeluk tangan Jaja dengan erat.

"Aku bingung, aku takut kamu nggak mau kalau aku ngajak kamu ke suatu tempat. Itu tempatku bersembunyi saat ada masalah, kamu tidak akan mau nginap di sana malam ini." kata Jaja, dia ingat dengan sebuah gubuk di tengah kebun bambu yang dibuatnya untuk bersembunyi saat suntuk.

"Aku mau, asalkan malam ini aku nggak usah pulang." jawab Lastri antusias, Jaja sudah menjadi tuan penolongnya saat ini.

"Ya sudah, ayok..!" ajak Jaja, dia memacu motornya dengan tenang, jalanan sudah sepi sehingga dalam waktu tidak sampai dua puluh menit mereka sudah sampai di sebuah jalan yang kiri kanannya dipenuhi oleh kebun. Sepi dan gelap,

"A, kok ke sini?" tanya Lastri, dia memeluk pinggang Jaja erat, suasana menurutnya sangat menyeramkan. Tempat yang mereka datangi seperti sarang hantu.

"Iya, aku punya gubuk yang aku bangun untuk menyepi. Di sini aman, jauh dari perumahan penduduk, tempatnya di tengah kebun bambu peninggalan Almarhum ayahku." jawab Jaja tenang, motornya berbelok ke arah jalan tanah selebar satu meter, sebagai tanda jalan ini sering dilalui orang, terutama siang hari.

Sekitar dua ratus meter dari jalan raya, akhirnya mereka tiba di sebuah gubuk yang tepat berada di tengah kebun bambu, gelap tanpa penerangan. Jaja turun dari motor diikuti Lastri yang terus menempel tidak mau jauh dari Jaja, sehingga pemuda itu agak kesulitan bergerak leluasa karena tangannya terus dipeluk Lastri.

Jaja membuka kunci gembok gubuk, bunyi suara engsel yang berkarat saat pintu dibuka menimbulkan bunyi menakutkan bagi mereka yang tidak tahu asal suara tersebut, Lastri semakin erat memeluk tangan Jaja. Baginya suara engsel pintu seperti datang dari alam lain, keringat dingin mengucur deras di malam yang cukup dingin.

"Aku takut, A..!" bisik Lastri dengan suara tercekat, langkahnya begitu berat saat melangkah mengikuti Jaja yang sedang mencari lampu minyak tanah yang tergantung di galar.

"Kamu mau, pulang?" tanya Jaja saat lampu minyak tanah berhasil dinyalakannya, wajah Lastri terlihat pucat dan semakin cantik di bawah penerangan lampu minyak tanah yang temaram.

"Ayahku bisa murka kalau aku pulang sekarang, mungkin besok dia sudah berangkat kerja lagi." jawab Lastri, rasa takutnya berangsur hilang sehingga dia mulai berani melepas tangan Jaja.

Lastri melihat sekeliling gubuk bambu berlantai tanah yang lumayan besar, ruangan tempatnya berdiri seperti sebuah ruang tamu dan ada dua kamar tanpa pintu dan juga dapur. Di tengah ruangan ada dua buah kursi bambu lengkap dengan mejanya.

"Tadinya gubuk ini aku bangun untuk kami tinggali, tapi Ibu dan adikku takut kalau harus tinggal di tengah kebun bambu." kata Jaja menerangkan tanpa diminta.

"Och, Lastri pikir tempat ini dibikin buat A Jaja bawa cewek." jawab Lastri tersenyum geli menertawakan kecurigaannya yang berlebihan.

"Kalau aku punya uang, aku akan membangun dua rumah di sini, satu untukku dan satu untuk adikku. Ibuku bebas mau ikut tinggal dengan siapa." kata Jaja bergumam, rencananya sudah ada sejak beberapa tahun yang lalu.

"Aku capek, pengen rebahan." jawab Lastri, dia tidak tertarik dengan rencana Jaja, pemuda yang baru saja menolongnya.

"Di kamar ada ranjang kecil, cukup untuk dua orang." jawab Jaja, dia mendahului Lastri masuk ke dalam kamar yang dimaksud dengan membawa lampu semprong yang menyala terang.

Lastri yang lelah fisik dan psikisnya langsung merebahkan tubuhnya di ranjang, tidak terganggu oleh kasur yang tidak ditutupi sprei bahkan agak kotor berdebu. Matanya terpejam berusaha menenangkan dirinya dari semua masalah yang sedang dialaminya. Masalah berat untuk gadis seusianya.

Jaja menelan air liurnya melihat tonjolan payudara Lastri yang sekal, gairahnya bangkit tanpa dapat ditahannya. Sudah waktunya dia mendapatkan imbalan atas jasa jasanya, walau Lastri tidak menjanjikannya. Tapi gadis itu pasti tahu, imbalan harus tetap diberikan.

Jaja naik ke ranjang dan ikutan rebah di sisi Lastri yang menggeser tubuhnya mepet dinding, dia tahu apa yang diinginkan Jaja dan tidak ada alasan untuk menolaknya. Jasa sudah didapatkannya, maka imbalan harus segera diberikan sebelum keringat pemuda itu kering. Bukankah itu yang dikatakan guru ngajinya, upah harus diberikan sebelum keringat orang itu kering.

"A, Lastri capek..!" seru Lastri pelan, tanpa berusaha mencegah saat Jaja mulai meraba payudaranya yang sekal.

"Sekali aja, aku pengen." jawab Jaja tidak peduli, birahinya harus segera disalurkan. Besok dia akan ke Solo, kesempatan ini harus dimanfaatkan sebaik baiknya.

Jaja mencium bibir Lastri dengan lembut, selembut yang dia bisa. Pertama kali dia menikmati tubuh Lastri, gadis itu protes dengan caranya yang kasar. Dia ingin diperlakukan dengan cara yang lebih lembut seperti seorang kekasih.

Ciuman Jaja akhirnya mendapatkan respon, Lastri membalasnya mesra. Dia bahagia, saat ini yang sedang menciumnya adalah pria yang dicintainya. Tidak ada alasan untuk menolaknya. Mereka berciuman mesra, semua perasaan Lastri tergambar jelas dari ciumannya dan Jaja tidak menyadarinya.

"A, nanti ngentotnya pelan pelan, aja. !" kata Lastri pelan, dia berusaha mengabaikan rasa takut membayangkan kontol Jaja, mungkin dengan cara yang lebih lembut dia merasa lebih nikmat.

"Iya, nanti aku akan pelan pelan." bisik Jaja, dia mulai menciumi leher Lastri, menjilati keringatnya yang terasa asin. Tangannya meraba payudara Lastri, meremasnya dengan lembut.

"Janji..!" seru Lastri penuh harap, dia ingin diperlakukan lembut dan mesra sebagai seorang kekasih, bukan sebagai pelacur seperti profesinya selama ini.

"Iya, sayang." jawab Jaja, dia harus belajar berlaku lembut kepada setiap wanita sehingga mereka tidak akan kapok ngentot dengannya, apa lagi Lastri aset yang.cukup berharga. Kapan lagi dia bisa ngentotin ABG cantik seperti Lastri.

Jaja membuka kaos Lastri pelan, berusaha berlaku lembut tapi hal itu membuat gerakannya terasa kaku, dia belum terbiasa berlaku seperti itu. Untung Lastri dengan suka rela membantunya membuka pakaiannya sendiri dan juga BHnya, sehingga payudaranya yang cukup besar terlihat dengan penerangan lampu semprong yang temaram, membuat suasana menjadi sangat romantis.

Jaja tidak menyia nyiakan kesempatan itu, dia meraba payudara Lastri dengan gerakan kaku, jangan sampai kasar atau aset berharga ini akan hilang sia sia. Jaja menciumi permukaan payudara Lastri, untung tidak ada bau yang tertinggal dari pria asing yang sempat mencumbu Lastri. Walaupun masih tertinggal baunya, Jaja pun tidak akan peduli dengan hal itu.

"Iya A, begitu, anggap Lastri pacar A Jaja." gumam Lastri senang, Jaja mulai bisa memperlakukannya dengan lembut, bahkan saat dia mulai menghisap puting payudaranya, sangat jauh berbeda saat pertama kali mereka bercumbu.

Jaja senang mendengar Lastri begitu menikmati perlakuannya, dia harus banyak belajar bagaimana caranya memuaskan seorang wanita bukan hanya mengejar kepuasan dirinya sendiri. Karena itu akan menjadi bekal paling berharga untuk menaklukkan wanita, terutama bagaimana mendapatkan memek mereka dengan gratis..

Perlahan, Jaja mendorong tubuh Lastri agar kembali rebah di atas kasur yang sudah kusam tidak terawat, bahkan banyak debu yang tidak sempat mereka singkirkan saat mereka menaikinya. Siapa yang peduli akan hal itu, birahi membutakan akal sehat mereka.

Lastri tanpa disuruh segera membuka celana jeans dan juga celana dalamnya, Jaja ikut membantu menariknya hingga terlepas. Jaja menarik nafas panjang melihat belahan memek Lastri dengan bulu tipisnya yang menggoda, sayang bukan dia yang beruntung mendapatkan perawannya, tapi setidaknya dia juga merasa beruntung mendapatkan kesempatan mencicipi memek Lastri dengan gratis.

Belum sempat Jaja bertindak, Lastri meraih celana Jaja dan membukanya dengan tergesa gesa, dia ingin memberikan service terbaik blowjobnya agar Jaja cepat keluar saat ngentotin memknya, sukur sukur sudah keluar sebelum memasuki memeknya. Lastri agak kesulitan membuka celana Jaja, terpaksa Jaja turun tangan membantunya.

"A, kontolnya kok bisa sebesar ini?" tanya Lastri tidak habis pikir, ternyata ada kontol sebesar ini seperti dalam film film porno. Dan kontol ini milik Jaja, pria yang dicintainya diam diam.

"Turunan, kali." jawab Jaja, asal. Dia sendiri tidak tahu kenapa kontolnya bisa sebesar ini, keturunan adalah jawaban paling masuk akal buatnya.

Lastri tersenyum geli berbaur dengan rasa ngeri melihat kontol besar dan panjang dengan urat uratnya yang melingkar perkasa. Dia memegang kontol Jaja, dia harus bisa menundukkannya sebelum kontol itu menerobos memekmya dan menimbulkan rasa nyeri yang membuatnya tersiksa.

Perlahan mulutnya mencium kepala kontol Jaja, aneh hatinya berdesir aneh. Kenapa dia mulai menyukai bentuk dan ukuran kontol Jaja, apakah karena rasa cinta yang terpendam di hatinya? Atau karena harapan yang selama ini terpendam rapat, bahwa suatu saat kelak Jaja akan menjadi suaminya. Sudah sewajarnya dua harus menerima semua bagian tubuh Jaja, termasuk kontolnya yang menyeramkan. Karena kalau dia berjodoh dengan Jaja, maka hanya kontol ini yang akan selalu memasuki memeknya, bukan kontol pria lain. Ya, keberanian itu timbul, Lastri mulai melahap kontol Jaja, mulutnya terbuka lebih lebar.

"Ah, hati hati kena gigi Las...!" Jaja memperingatkan Lastri, kepala kontolnya terasa ngilu. Gadis belia ini harus lebih berusaha untuk dapat memberikan blowjob terbaik nya.

"Maaf..!" Lastri masih sempat menjawab, mulutnya terlalu mungil untuk bisa mengulum kontol Jaja. Akhirnya Lastri menyerah kalau harus melahap kontol Jaja, rahangnya terasa kaku, dia memilih untuk menjilati batang kontol Jaja. Setiap bagian tidak ada yang dilewatinya termasuk peler Jaja. Bau dari kontol Jaja tidak dipedulikan, rasa asin yang mengganggu tidak juga mengusiknya. Tujuannya satu, dia harus siap menerima kontol Jaja dalam hidupnya sebelum pemuda ini menjadi suaminya.

"Och, enak banget jilatanmu, Las. Ini lebih nikmat dibandingkan seponganmu." gumam Jaja, dia meraih payudara Lastri yang lumayan besar. Payudara ABG dengan bentuk sempurna.

"Maaf, aku nggak bisa nyepomg kamu. Kontol kamu terlalu besar, rahangku jadi sakit." jawab Lastri merasa bersalah, seharusnya dia bisa memberikan kenikmatan maksimal ke pria yang dicintainya.

"Nggak apa apa Las, ini juga enak banget." jawab Jaja berusaha memahami Lastri, gadis ini masih hijau walaupun sudah mengenal banyak macam kontol, pada saatnya Lastri pasti akan terbiasa dengan ukuran kontolnya.

Jaja mendorong Lastri agar kembali rebah, dia akan mengambil kendali permainan untuk membuat Lastri merasa nyaman dan membangkitkan birahinya agar memeknya bisa lebih cepat beradaptasi dengan Kontolnya. Tidak menunggu waktu lama, Jaja menjadikan payudara Lastri sebagai awal penjelajahannya di tubuh bugik Lastri yang sudah pasrah.

Kali ini Jaja berusaha mengikuti nalurinya, tidak terburu buru saat menjelajah payudara gadis belia ini. Lidahnya menjalar di setiap permukaan hangat dan halus, menjilati sisa sisa keringat yang terasa nikmat.

"Aa, ennnakkkk...!" seru Lastri takjub, sekujur tubuhnya merunding mendapatkan perlakuan yang tidak pernah dialaminya. Matanya terpejam menikmati sapuan lidah kasar Jaja, lelaki ini tidak memperlakukannya sebagai pelacur. Dia begitu memanjakannya dengan lidahnya, seakan payudaranya seperti pualam yang harus diperlakukan secara istimewa.

Lastri terbuai, rasa takut yang sempat menghantuinya hilang dalam sekejap. Dia sudah lupa dengan kontol Jaja yang sempat menyakiti memeknya, rasa sakit yang seperti merobek robek memeknya. Sekarang dia merasakan sesuatu yang lain, sesuatu yang selama ini dirindukannya.

Jaja sendiri heran dengan respon dari Lastri, gadis itu hanya mendesah dan menggeliat saat lidahnya hinggap di puting.payudaranya yang semakin mengeras, reflek tangan gadis itu mendekap kepalanya sehingga wajahnya semakin terbenam di kehangatan payudaranya yang lunak dan hangat. Harum tubuhnya adalah harum wanita yang sedang dibakar birahi.

"Makasih, A...!" gumam Lastri bahagia, jiwanya melambung menggapai surgawi. Seperti inikah rasanya diperlakukan secara penuh perasaan oleh pria yang dicintainya?

Jaja larut dalam sensasi yang dibuatnya, larut dalam keasikan lain yang selama ini belum pernah dilakukannya. Ada keasikan tersendiri saat dia berhasil memberikan service yang membuat Lastri menggeliat nikmat hingga mengucapkan kata terimakasih. Ini sangat berbeda, bukan hanya mengumbar birahi yang dimilikinya, mengejar kenikmatan dengan cara egois tanpa peduli dengan apa yang dirasakan lawan mainnya.

Jaja semakin termotivasi, jilatan lidahnya mencari daerah lain yang belum terjamah, kini sasarannya adalah perut rata Lastri. Bermaun dengan lincah di libang pusernya yang dangkal.

"Aa, ennnnakkkk...!" rintih Lastri, jiwanya seperti diombang ambing ke dimensi lain yang membuatnya bahagia.

Lidah Jaja terus bergerak ke arah selangkangannya, menyentuh bulu jembutnya yang tipis, bermain main main di atas memeknya membuat Lastri menjerit histeris, birahinya berhasil dipermainkan oleh Jaja. Memeknya berkedut keras saat lidah Jaja bergerak beberapa inci dari permukaan memeknya, namun lidah Jaja hanya lewat tanpa menyentuhnya. Membuat Lastri mengeram, antara kecewa dan menunggu cemas apa yang akan dilakukan Jaja pada bagian tubuh paling tersembunyi.

"Aa, kok nggak dijilat...?"protes Lastri, apakah Jaja merasa jijik dengan memeknya? Memek yang sudah dimasuki banyak kontol. Tapi, bukankah waktu itu Jaja begitu rakus menjilati memeknya?

Dan baru saja pertanyaan Lastri terhenti, lidah Jaja menyentuh memeknya, hanya menyentuh tanpa menggelitik itilnya membuat Lastri menggeliat, tubuhnya merinding olege sensasi yang tidak bisa dipahaminya.

Sementara Jaja juga merasa takjub dengan apa yang sedang dilakukannya, begitu telaten dan tidak terburu buru. Dia bermain dengan perasaan sendiri, dia berhasil mengendalikan birahinya. Hingga akhirnya Jaja tidak tahan dengan gairahnya sendiri, lidahnya menyentuh itil Lasti, tangannya dengan leluasa membuka belahan memek yang masih rapat walau sering menerima hujaman berbagai macam kontol.

"Aa, Lastri kelllllluarrrr....!" seru Lastri takjub, ini orgasme pertama selama dia mengenal sex. Orgasme yang membuatnya takjub, jauh diluar angan angannya selama ini.

Jaja tersenyum senang, dia mulai bermetamorfosis menjadi pejantan yang mampu memuaskan wanita, bukan hanya sekedar mengejar birahinya sendiri. Sifat egoisnya perlahan sirna, dia mulai berhasil mengendalikan birahinya.

Jaja mulai merangkak di atas tubuh Lastri yang terengah engah kelelahan setelah irgasme dahsyat yang diraihnya. Gadis itu pasrah menantikan ronde selanjutnya, sudah tidak ada lagi rasa takut saat kontol Jaja menyentuh permukaan memeknya. Kontol Jaja akan memberinya kenikmatan, sama seperti saat lidahnya menggelitik memeknya.

"Masukin sekarang ya, Las..?" pertanyaan yang membuat Jaja kaget, belum pernah dia sesopan itu meminta ijin memasukkan kontolnya ke dalam memek wanita yang sudah pasrah menerima hujaman kontolnya.

"Masukin, A. Lastri mulai saat ini adalah milik, Aa." jawab Lastri jujur, dia merasa dirinya sudah dimiliki oleh Jaja. Jaja bebas melakukan apapun pada dirinya, memaknya adalah milik pemuda ini.

Lastri menatap Jaja, mereka saling bertatapan dengan pikiran yang berbeda. Lastri yang menatap penuh cinta dan Jaja yang merasa bangga karena kemampuannya semakin bertambah, dia sudah semakin tahu cara memperlakukan seorang wanita, ini akan menjadi bekal sangat berharga untuk menaklukkan wanita wanita lain.

"Aa, ennnak..!" serj Lastri takjub saat kontol Jaja perlahan masuk memeknya tanpa rasa sakit, hanya nikmat yang menjalar di setiap urat urat syarafnya. Memeknya mampu beradaptasi ukuran kontol Jaja, ini sangat nikmat lebih nikmat dari semua yang pernah dibayangkannya.

Jaja terus memacu memek Lastri dengan irama lembut, cepat tapi tidak kasar membuat tubuh Lastri menggeliat seperti cacing kepanasan. Bibirnya terus mendesis dan sesekali berteriak nikmat. Lastri mendapatkan orgasmenya dengan cepat.

"Aa, Lastri kelllluar lagiiii...!" seru Lastri takjub, dia tidak pernah menyangka bisa mendapatkan orgasme dalam waktu relatif singkat.

"Enak, Las?" goda Jaja, dia tidak berhenti memompa memek Lastri, wajah gadis itu terlihat semakin cantik saat sedang orgasme.

"Ennak, A...!" jawab Lastri tersenyum malu. Ini orgasme ke duanya sejak kontol Jaja memompa memeknya atau yang ketiga malam ini setelah orgasmw akibat service lidah Jaja tadi.

Jaja terus memompa, gerakannya semakin cepat namun tetap dalam ritme yang terkendali agar tidak berubah menjadi kasar. Dia sendiri mulai menyerah, jepitan memek Lastri begitu nikmat membuatnya nyaris tidak mampu menahan orgasmenya.

"Lastri, akkku nggak kuattt...!" sedu Jaj, dua masih berusaha bertahan agar tidak secepatnya orvasme. Dia masih ingin berlama lama menikmati memek Lastri.

"Keluarin du dalam A, Lastri pengen disembur pejuh A Jaja." rintih Lastri, dia juga kembali merasakan orgasme kembali menghampiri.

"Nggak apa apa A Jaja keluar di memey,Lastri?" tanya Jaaj ragu, namun pompaannya tidak mengendur, justru semakin cepat.

"Enggak apa apa, A.....!" seru Lastri, dia menginginkan pejuh Jaja menyirami memeknya.

"Akkku keluar, las....!" akhirnya Jaja menyerah, dia tidak mampu bertahan lebih lama lagu, pejuhnya memancar deras membanjiri memek Lastri.

"Aa, Lassss juga kelllluar...!" seru Lastri husterus, dja kembali mendapatkan irgaswme sangat dahsyat saat pejuh hangat Jaja menyirami memeknya, bercampur dengan cairan birahinya.

===========

Shinta, di Jogja

Shinta menatap wajahnya di kaca, dia menarik nafas panjang. Keputusannya sudah bulat, akan melakukan ritual di Gunung Kemukus agar janin dalam tubuhnya hilang. Melakukan ritual dengan Eyang Guntur Geni, pria yang belum pernah dilihat wajahnya. Semoga Eyang Guntur Geni wajahnya tidak semenyeramkan seperti namanya, semoga dia bukan kakek kakek jompo dengan mulut tanpa gigi. Bulu kuduk Shinta berdiri membayangkan harus bercumbu dengan kakek peot yang semua giginya sudah tanggal. Tapu tekadnya sudah terlalu bulat, sehingga rasa jijik bisa dihilangkannya.

Ping, sebuah pesan WA datang dari ibunya.

"Minggu depan ibu mau ke tempat kamu, di Yogya." membaca pesan WA dari ibu membuat Shinta panik, bagaimana kalau ibunya tahu tentang kehamilannya? Dia tidak bisa menyembunyikan kehamilannya kalau dekat ibunya, ibu pasti akan mencurigai nya..

"Mau apa, Bu?" tanya Shinta khawatir, dia harus mencegah niat ibunya itu.

"Kok mau apa, kan ibu kangen." jawab ibunya, heran.

"Nggak apa apa, Shinta heran mendadak ibu mau ke Yogya." jawab Shinta, dia terus mencari alasan agar ibunya tidak ke Yogya. Masih sekitar seminggu lagu, berarti masih ada waktu untuk merubah niat ibunya.

"Kangen sayang, sudah dulu. Ibu dalam perjalanan, ada perlu." jawab Ibunya. Shinta menarik nafas panjang, entah apa yang harus dilakukan apa bila ibunya datang nanti.

Ping, sebuah pesan baru datang, kali ini dari Eyang Guntur Geni.

"Tekad kamu apa sudah bulat untuk datang ke Gunung Kemukus?" tanya Eyang Guntur Geni.

"Sudah Eyang, saya sudah siap. Kapan ritual akan dilaksanakan, apa bisa dalam waktu sedekatnya?" tanya Shinta, ritual harus dilakukan sebelum ibunya datang.

"Baik, kalau dekat kamu sudah bulat. Kita bisa melakukannya malam jum'at ini." jawab Eyang Guntur Geni membuat Shinta lega. Harapannya kembali muncul.


=============


Keesokan Harinya di Rumah Hajah Lilis


"Bu, sudah siap?" tanya Haji Ugan yang tiba tiba masuk kamar membuat Hajah Lilis yang sedang bersolek kaget, sehingga bros yang akan dipakainya terlepas jatuh.

"Kalau masuk, ketuk pintu dulu, Pak." gerutu Hajah Lilis, dia mengambil bros yang jatuh dan kembali memakainya di tempat yang dirasanya pantas.

"Ibu cantik, sekali." puji Haji Ugan kagum, wanita yang dinikahinya 22 tahun yang lalu tidak pernah berubah, sebuah kutukan membuatnya tetap muda, seolah usia tidak mampu mendekatinya.

"Tentu saja aku cantik, itu yang bikin Bapak ngejar ngejar Ibu." jawab Hajah Lilis tanpa melihat wajah suaminya. Dia sengaja berdandan maksimal untuk pemuda itu, bukan untuk suaminya.

"Ya Bu, sampai sekarang wajah ibu tidak berubah sedikitpun, kecantikan Ibu seperti abadi." jawab Haji Ugan menatap takjub, bahkan semua temannya sering bertanya, di mana istrinya melakukan operasi plastik. Hal yang tidak pernah dilakukan istrinya.

"Sudah, aku harus segera berangkat ke Terminal, jangan sampai ketinggalan bus." kata Hajah Lilis, dia berusaha menghindari ciuman Haji Ugan ke pipinya, hatinya merasa muak dengan Haji Ugan yang sudah memaksanya melakukan ritual, melacurkan tubuhnya ke pria lain.

Melacurkan tubuhnya, seperti tidak. Dia yang memilih pria muda itu, pria muda yang menarik perhatiannya dan tanpa disadarinya sering mengisi khayalannya saat berhubungan intim dengan suaminya. Ya, dia seorang pezinah, zinah hati dan pikiran. Ah persetan dengan semua itu, suaminya lebih gila lagu, memaksanya melakukan ritual zina di sebuah tempat maksiat.

"Iya, Bu..!" jawab Haji Ugan, dia mengangkat koper Hajah Lilis yang besar, begitu banyak pakaian yang dibawanya seakan dia akan pergi jauh, bukan hanya satu atau dua minggu.

"Berat..!" gumam Haji Ugan, dua tidak bisa protes kenapa Hajah Lilis membawa banyak pakaian, dia sudah sangat hafal dengan tabiat Hajah Lilis yang selalu membawa banyak pakaian saat bepergian. Ini menjadi hal yang biasa buatnya, walau untuk itu dia harus menggerutu dalam gmhati karena membawa barang banyak yang belum tentu dipakai semuanya.

Dengan bersusah payah Haji Ugan membawa koper besar ke atas mobil, sementara Hajjah Lilis sudah duduk di dalam mobil tanpa merasa bersalah. Bahkan ada kesenangan tersendiri melihat Haji Ugan bersusah payah membawa koper, kesenangan yang membuatnya tersenyum geli.

Tidak berapa lama, Haji Ugan selesai menaruh barang bawaan Hajjah Lilis, dia menarik nafas lega saat duduk di belakang kemudi. Dilihatnya Hajjah Lilis yang asik membuka HP, entah apa yang sedang dilakukannya dengan HP miliknya. Haji Ugan tidak tertarik untuk mengetahuinya.

"Kita jalan, Bu." Haji Ugan mulai menjalankan mobil keluar dari pekarangan rumahnya yang besar, seorang ART sudah membuka pintu pekarangan dan segera .menutupnya kembali setelah mobil keluar dari pekarangan.

"Selesai ritual Ibu mau mampir ke kosannya Shinta, di Yogya." kata Hajah Lilis tanpa menoleh ke arah suaminya yang sedang menyetir.

"Iya, berarti Ibu seminggu di Gunung Kemukus dan seminggu di Yogya?" tanya Haji Ugan.

"Mungkin, tergantung nanti. Oh ya, Bapak sudah menghubungi pasangan ritual Ibu kan?" tanya Hajjah Lilis, dia takut bukan pemuda itu yang menjadi teman ritualnya nanti.

"Sudah, kalian akan satu Bus. Jadi Ibu tidak perlu khawatir, semuanya sudah Bapak atur." jawab Haji Ugan, gairahnya kembali bangkit membayangkan tubuh istrinya dinikmati pria lain.

Hajjah Lilis menarik nafas panjang, dadanya berdesir aneh. Jiwanya tegang akan bertemu dengan pria itu dalam situasi yang sangat berbeda, bukan lagi sebagai istri Bos tapi sebagai pasangan selingkuh yang akan memadu cinta selama berhari hari. Tubuh mereka akan bersatu tanpa sehelai benangpun, hal yang selama ini belum pernah terpikir olehnya. Lamunannya membumbung tinggi sehingga tidak menyadari mobil yang mereka naiki sudah sampai terminal Bus Bubulak.

"Bu, sudah sampai." Haji Ugan menepuk pundaknya, membuat Hajjah Lilis tersadar dari lamunannya.

"Iya, Pak...!"/jawab Hajah Lilis, dia segera turun disusul Haji Ugan yang segera menurunkan koper besar dari bagasi belakang mobil. Mereka lalu memasuki ruang tunggu terminal bus. Hati Hajjah Lilis terus berdesir aneh, langkah kakinya terasa begitu ringan seperti tidak menapak pada tanah, matanya terus mencari sosok pemuda yang akan menjadi pasangannya selama di Gunung Kemukus, namun dia harus kecewa karena tidak menemukan pemuda itu di setiap tempat yang bisa terlihat oleh matanya

"Tidak ada, dia belum datang." gumam Hajjah Lilis kecewa, dia segera duduk di kursi. Harapannya melihat pemuda itu menunggunya di sini, ternyata tidak terjadi.

"Siapa, Bu?" tanya Haji Ugan pelan, dia tahu siapa yang dimaksud istrinya.

"Sudah, Bapak pulang saja." suruh Hajjah Lilis saat Haji Ugan akan ikut duduk di sampingnya. Dia tidak perlu menjawab pertanyaan suaminya, itu hanya basa basi yang tidak perlu dijawab.

"Ibu nggak mau, Bapak mengantar sampai atas bus?" tanya Haji Ugan, heran. L

"Nggak enak Pak, nanti dia keburu datang." jawab Hajjah Lilis, jantungnya berdegup semakin kencang, bibirnya kelu tidak mampu mengucapkan nama pemuda itu. Nama itu seperti sesuatu yang sakral, tidak bisa diucapkan di sembarang tempat.

"Ya sudah, Bapak pulang dulu." jawab Haji Ugan mengerti, istrinya tentu merasa canggung dengan kehadirannya saat bertemu pemuda itu di sini. Pemuda itu pasti akan merasa lebih canggung lagi apabila melihatnya, dia akan merasa curiga sebelum sampai tujuan, Gunung Kemukus.

Hajjah Lilis mencium tangan Haji Ugan, dia melepas kepergian Haji dengan senyum sinis, entah kenapa sejak Haji Ugan memintanya melakukan ritual Sex di Gunung Kemukus, semakin hari dia semakin muak melihat suaminya.

"Bu, busnya sudah datang. Mari saya bawakan kopernya." kata seorang kenek bus menyadarkan Hajjah Lilis dari lamunannya. Hajjah Lilis hanya mengangguk mengiyakan, dia mengikuti kondektur naik bus yang berhenti tepat di hadapannya.

Hajjah Lilis duduk di kursi yang sesuai dengan nomer di nomer tiketnya, hatinya gelisah karena pemuda yang akan jadi pasangannya belum juga datang sementara waktu keberangkatan bus tinggal 15 menit lagi. Waktu terus bergerak, Hajjah Lilis semakin panik saat kondektur masuk dan mulai menghitung jumlah penumpang, sementara pemuda yang ditunggunya belum juga datang.

"Masih ada penumpang yang belum datang, mas...!" seru Hajjah Lilis saat melihat petugas loket naik dan berembuk dengan kondektur seakan sedang berunding apakah penumpang yang belum datang harus ditinggal.

"Iya Teh, kita tunggu 10 menit lagi lebih dari sepuluh menit terpaksa kita tinggal. Tadi sudah kami coba menghubungi nomer HPnya, tapi tidak aktif." jawab kondektur bus.

"Iya, Mas." jawab Hajjah Lilis lega.

Namun setelah 10 menit ternyata orang yang ditunggu belum juga datang, bus akhirnya mulai jalan dan meninggalkan terminal membuat Hajjah Lilis panik. Dia akan pergi ke Gunung Kemukus tanpa pemuda itu?

Bersambung
thx suhu atas updatenya
 
Lupa email dan pasword, jadi nggak bisa buka forum semprot
Lanjut pake id ini bisa om mungkin coba tanya momod dan mimin :D
Tangung om mau tamat kan itu :(
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd