Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

MISTERI Kyai Walang Sungsang

Status
Please reply by conversation.
Kiai Walang Sungsang

Part 70: Tantangan ki Randu Barda



Pov 3rd


Malam hari di kediaman pak Cecep di Ciamis

Malam hari di rumah pak Cecep di gelar penyambutan atas prestasi Arum sebagai Warga Ciamis secara tidak langsung juga mengharumkan kabupaten Ciamis yang sangat terkenal agamis sampai pak Bupati sendiri juga datang ke malam penyambutan Arum yang kini berpenampilan sebagai mojang Ciamis dengan di balut kebayak sunda dengan warna biru laut warna kesukaan Arum dengan jarit dengan warna dasar putih bercorak kuncup bungan kantil dengan rambut di sanggul tinggi dan masih tertutup Jilbab warna biru muda menambah kecantikan Arum yang tambah anggun di dampingi oleh ibu Andira dan ibu Gayatri yang juga memakai pakaian kebaya sudnda dan berkerudung

Di lain pihak tampak Candra Wijaya dan Andi Rahman dengan pakaian jas sunda dengan warna senada bagai 2 anak kembar ke dua sahaba itu tak bisa lepas dari senyuman di bibirnya demikian juga ayah Cecep dan pak Mahendra duduk berdampingan dengan pak Bupati dengan wajah cerah penuh pesona

Kebayakan tamu undangan adalah remaja di Ciamis baik yang mengenal Arum sebagai teman di sekolah baik SMP atau SD ketika Arum masih sekolah di Ciamis sebelum ibu kandung Arum ibu Endang Wahyuningtya masih hidup atau pemuda pemudi yang tergabung dalam paguyuban keagamaan atau karang taruna yang masih di vawah penda Ciamis

Dalam kata sambutan Bupati bapak Kukuh Hadi Sunarya sangat berbangga sebab ada salah satu warganya dapat menjadi salah satu pasukan pengibar bendera pusaka di istana negara dan itu jarang terjadi dan menghibau pada para genersi muda Ciamis untuk berlomba lebih giat lagi bukan saja untuk pretasi paskibra saja tapi di dunia ilmu pengetahan atau olah raga masih banyak peluang untuk itu, siapapun bisa masuk prestasi tingkat nasional seperti yang di raih Kartika Arum Sari putri dari pak Cecep Ekalaya pamkab akan selalu mendukung prestasi apapun yang bisa di raih para pemuda dari Kabupaten ini

Arum pun menceritakan bagaimam perjuangannya untuk mendapatkan tiket menuju ke istana negara sebagai pasukan pengibar bendera pusaka yang penuh tantangan dan rintangan dengan perjuangan yang tak pernah henti dan dukungan dari sekolah, orang tua, kepala sekolah, guru guru pembimbing dan teman teman yang selalu mensuprot setiap usaha untuk memperoleh nya, Arum juga berterima kasih atas dukungan dari teman teman sepermainan baik ketika di sekolah dasar dan sekolah menengah pertama di Ciamis ini, ketika Arum kehilangan arah dan tujuan hidup setelah di tinggal ibu tercinta bu Endang Wahyuningtyas yang sudah bepulang ke rahmat Alloh SWT sambil meneteskan air mata bila mengenag saat itu

Setelah acara seremonial berakhir disusul dengan acara makan malam bersama Arum sempet bertemu dengan sahabat sahabatnya ketika di SMP dulu dan kini mereka sudah lulus dari SMA dan banyak yang melanjutkan ke universitas baik di jawa barat atau pun di propinsi lainnya

“Arum sini” Sapa Marifatun sahabatnya yang juga hadir bersama teman teman lainnya

Arum pun segera berpamitan pada ibu Andira dan ibu Gayatri untk menemui teman temannya dan berkumpul dengan mereka, di sana juga ada AA Candra dan AA Andi Raman kakak tirinya

“Rum masih ingat aku ngak” kata seorang gadis yang duduk di belakang Arum

“Masih ingat ya, bagaimana kabarmu Santi” kata Arum sambil mengulurkan tangannya dan mereka saling bersalaman

“Kamu tau ngak Rum, Santi ini akan menjadi kakak kamu lo” ucap Atun

“Apa sih Atun, ngak usah di dengar kata Atun ya Rum, banyak bohongnya” kata Santi

“Ha ha ha … malu dia Rum, kapan itu aku melihat Santi baru berjalan bersama kakak mu Rum” kata teman yang lain

“Aku dengar kamu mau tunangan dengan Candra ya Rum” kata Santi

“Ngak tau lah San, aku ingin belajar ngak mau mikir yang seperti itu dulu aku ingin focus dalam belajar dan melanjutkan ke Univesitas dulu sampai lulus baru memikirkan soal rumah tangga” jawab Arum penuh deplomasi

“Kan bisa tunangan dulu, nikahnya nanti kalau sudah lulus jadi Sarjana” sangga Marta juga teman SMP nya

“Lalu kita LDR ran gitu, No Way Ta” kata Arum, lanjutnya “Aku tu paling ngak suka jadi orang terikat suka menjadi orang bebas bisa kemana mana tidak ada yang melarang Ta”

“Setidaknya punya pegangan Rum, kan nanti bisa dapat sana dapat sini dari beasiswa trus saja mengalir dari pacar juga Rum” sanggah Marta

“Kalau kamu mau buat kamu saja AA Candranya, sebab aku sudah menganggap AA Candra sebagai kakak aku sendiri seperti juga AA Andi” kata Arum ketus

“AA Candranya hanya mau sama kamu kok Rum, masak sama aku” sanggah Marta


“Apa nih bisik bisik sambil ketawa ketiwi” saut Candra yang berdiri sambil melangkah mendekati Arum dan temantemanya

“Sini AA, duduk sini” kata Romlah yang duduk di dekat Arum sambil berdiri setelah mendengar kata Romlah Arum mau mencegah supaya Romlah tidak berdiri tapi terlambat Romlah sudah berdiri dan tempat duduknya di pakai olah Candra di ikuti oleh AA Andi yang kini duduk di samping Santi

“Lho kok pindah si Rom” kata Arum pada Romlah yang berdiri sambil duduk di bangku lain masih sekitar itu

“Boleh aku duduk disini Rum” kata Candra

“Boleh kok A” kata Arum sambil bergeser sedikit mendekat Atum

Setelah Candra duduk di samping Arum

“Dik, kamu dapat beasiswa ya” kata Candra

“Benar A” kata Arum

“Beasiwa di unuversitas mana” kata Candra

“Bebas A, bisa berlaku di seluruh Indonesia” kata Arum

“Ambil saja beasiswa di parahiangan dik nanti bisa sama dengan AA dan A Andi Juga” kata Candra

“Belum tau juga A, Arum sih pinginnya di Undip A, yang ngak jauh juga dari eyang kakung dan eyang putri” kata Arum

“Apa dik Arum punya saudara di Semarang” kata Candra

“Ada tuh A, adik dari almarhum” jawab Arum sekenanya

Sementara di jalan tepat didepan rumah pak Cecep berhenti sebuah mobil avansa hitam dan dari dalam mobil tersebut keluar 2 orang laki laki yang terlihat sudah setengah baya yang satu memakai pakaian perlente dengan jaket tebal sedang temanya masih memakai pakaian tradisional jawa barat dengan celana selutut dengan baju di buka di depan terselip senjata andalan sebuah kujang dengan warna kuning keemasan

“Dik, AA perkenalkan dengan kakek Asep Mulyana, kakek aku” kata Candra sambil berdiri dan menarik tangan Arum untuk menghampiri kakek Asep yang kini duduk berdekatan dengan ayah Cecep dan ayah Mahendra ayah dari Candra

Arum yang agak terkejut karena dengan tiba tiba Candra menarik tangannya untuk di bawa hadapan kakek Asep, tidak bisa berbuat banyak hanya bisa menepis tangan Candra yang masih menggenggam tangan Arum tapi peganggan Candra begitu kuat sehingga Arum sulit untuk melepaskan diri dan akhirnya mengikuti langkah Candra untuk menghampiri tempat kakek Asep berada

“Kek, pekenalkan ini Arum” kata Candra setelah mereka saling dekat

Kakek Candra menghentikan omongannya dengan ayah Cecep dan menoleh kearah Arum dan mengamati gadis yang kini berdiri di depan mereka

Sekilas kekek melihat penampila Arum malam ini gadis manis dengan kerudung biru dengan baju muslimah warna biru panjang se lutut dangan celana panjang hitam

“Cantik” komentar kakek Asep, lanjutnya “Kamu pentar juga memilh pasangan ya”

“Siapa dulu dong kek” kaya Candra sambil tersenyum

“Pak Cecep, apa ini putri anda” kata kakek Asep pada pak Cecep

“Benar pak, ini anak saya dari istri pertama aku” kata pak Cecep menjawab pertanyaan kakek Asep

“Aku setuju punya cucu mantu seperti Arum” kata kekek Asep, lanjutnya “Dra apa sudah kamu minta nak Arum menjadi mantumu”

“Sudah ayah malah kemarin sebelum Arum datang kemari ayah, pak Cecep sangat setuju ayah” jawab Mahendra ayah dari Candra

“Ya pak aku sudah setuju juga untuk menjadikan nak Candra yang sudah lama kami kenal luar dalam” kata pak Cecep

“Ayah ihh ….” kata Arum dengan mata membesar tanda Arum tidak setuju dengan pernyataan orang tuanya

“Aku Asep Mulyana Wijaya, kakek dari candra dan ini teman kakek namanya ki Randu Barga juga merupakan guru kakek” kata kakek Asep

“Aku Kartika Arum Sari kek berdua, salam kenal” jawan Arum sambil menangkupkan ke dua tangan ke dada


Setelah Arum dan Candra kembali ketempat semula bergabung kembali dengan teman temannya

“Hati hati pak Asep saya melihat dari diri Arum ada aora sinar biru yang terpancar dari wajah Arum” kata ki Randu

“Ya bagus lah aura biru itu menyejukan” kata pak Asep

“Tapi masih ada aura lain yang melindungi aura biru itu aora putih yang cemerlang melindung aora biru” kata ki Randu

“Serius kamu ki” jawab pak Asep

“Malah aku juga melihat 3 kesatria di belakang Arum dengan pakaian seperti pendekar dari dataran cina hanya rambut nya saja bgak di kucir” tambah ki Randu

“Wah menarik ni ki” jawab pak Asep

“Aku ingin mekihat siapa di balik Arum gan Asep” kata ki Randu


Pagi harinya rombongan Rangga, dengan dua mobil berhenti di rumah pak Cecep, Rangga sebagai pengemudi bersama ke dua istrinya Andini dan Astrit satu mobil sedang mobil yang lain ada pak Bambang Wijaya sebagai pengemudi bersama istrinya Sulastri adalah orang tua Rangga dan eyang kakung dan putri Sosro Kartono kakek dan nenek dari Arum

“Assalamualaikum” kata Eyang kakung Sosro Kartono setelah sampai di depan puntu rumah mantan menantunya di ikuti Eyang putri Sosro Kartono, Rangga, Andini Astrit dan terakhir bapak ibu Bambang Wijaya

Dari dalam rumah Arum baru ada di dalam kamar lantai dua begitu mendengar suara eyang kakung langsung berlari menuruni tangga sambil membalas salam dari eyang kakungnya “Waalaikumsalam, eyyaaannnggg”

Sampai di depan pintu langsung membuka pintu dan menarik tangan eyang kakung nya dan eyang putrinya “Yangggg Arummm kangen” seru Arum tak kuasa menahan tangisnya tanda kerinduan

Direguhnya tubuh cucu kesayangannya dan di cium keningnya bergantian dari eyang kakaung dan eyang putri

“Eyang juha kangen sama kamu Rum, tambah cantik kamu” goda eyang putri

Arum pun melepas pelukan dari wyang dan Rangga pun segera menarik kepala Arum dan memberi ciuman di keningnya sambil berujar “Mas juga kangen sama dik Arum” kata Rangga sambil membelai Rambut pendek Arum

“Mbak Dini, mbak Astrit” teriak Arum sambil memeluk Andini dan mereka saling cium pipi bergantian

“Tambah cantik adik aku nih” kata Andini sambil mentoel hidung Arum yang mancung

“Mbak juga tambah cantik ya” kata Arum sambil meraba perut Andini yang masih rata, Lanjutnya “Berapa bulan nih”

“Ih belum belum udah raba raba purut mbak” kata Andini

Kemudian Arum pindah ke Astrit

“Tambah okey aja nih adikku” kata Astrit

“Mbak ku juga tambah cantik aja pantesan mas Rangganya ngak bisa pisah sama mbak” kata Arum

“Ngak juga kok dik, salahnya sendiri setelah nikah malah di karantina” kata Astrit sambil mencubit pipi Arum yang terlihat semakin gembul setelah rambutnya di potong pendek

“Udah berapa bulan nih mbak” kata Arum sambil meraba perut Astrit

“Belum ada isinya kok, tanya mas mu lah” kata Astrit

Arum melihat ke belakang lagi melihat papa dan mama Bambang Wijaya

“Mah, pah” Sapa Arum sambil menarik tangan mama Sulastri dan mencium biku biku tangannya dan mama Sulastru segera meraih wajah Arum dan memberi ciuman di pipinya “Tambah cantik saja nak Arum” kata Sulastri

“Ah mama bisa aja, dik Wulan dan dik Sari kok ngak ikut ma” kata Arum

“Besok senin hari pertamanya Sari jadi Mahasiswa jadi ya begitulah sibuknya bukan main sedang wulan jadi panitia mosma di fakultasnya” kata bu Sulastri

“Papa, sehat ya pah” kata Arum sambil mencium biku biku tangan pak Bambang

“Alhamdulillah nak Arum, papa sehat” jawab pak Bambang Wijaya ayag Rangga


Rumah pak Cecep yang semula sepi mendadak tambah ramai setelah keluarga Cecep dan keluarga Mahendra keluar dari dalam kamar masing masing termasuk ki Randu dan kakek Asep Mulyana kakek dari Candra yang juga bermalan dirumah pak Cecep ayah Arum

Kemudian mereka di terima di halaman depan yang masih ada tenda dan banyak kursi kursi sewaan tanda selesai punya hajat

Pak Cecep dan ibu Andira menyilahkan duduk para tamu dan saling berhadap hadapan eyang Sosro dan Rangga serombongan duduk di menghadap ke rumah sedang Cecep dan keluarga Mahendra duduk menghadap keluar dan saling memperkenalkan diri

Ketika Arum duduk di samping Rangga dengan tangan Arum ngak mau lepas dari tangan Rangga selalu menggelendot ke tangan Rangga sehingga pak Cecep terpaksa menegur putrinya

“Arum sini duduk di samping bapak” kata Cecep ke Arum

“Ngak mau Pak Arum mau duduk di samping suami Arum mas Rangga” kata Arum sambil tangannya berada di lengan Rangga yang duduk di sampingnya

Semua yang ada di ruangan itu sunggunh terkejut atas jawaban Arum yang membuat stress keluarga Mahendra dan Cecep

“Ngak bisa dik, kamu pasti bohong kan” kata Candra sambil berdiri

“Arum kan bapak kemarin sudah bicara pada kamu kalau pernikahan yang tanpa restu bapak tak di anggap syah” kata pak Cecep ayah Arum

“Arum ngak peduli, bagaimana Arum akan menikah dengan laki laki yang tidak Arum Cintai pak” kata Arum

“Ngak bisa dik aku sunggung mencintaimu” kata Candra

“Apakah Cinta itu bisa di paksakan A, kalau AA cinta sama Arum itu urusan AA sendiri sedang Arum sudah punya pilihan dan kami sudah saling mencintai dan sudah nikah walau masih siri A, Arum ngak bisa A, maaf” kata Arum

“Benar nak Cecep, Arum dan nak Rangga sudah menikah secara siri dan aku yang menjadi walinya dan sudah di katakan syah sebelum Arum berangkat ke Jakarta tempo hari” Kata eyang kakung Sosro Kartono

“Ngak bisa pak, sayalah yang berhak menjadi wali untuk Arun dan aku menyatakan perkawinan mereka tidak syah” kata Cecep ayah Arum

“Apa kamu mau mengorbankan anak mu sendiri untuk melunasi semua hutangmu nak Cecep yang terhormat” kata eyang Sosro Kartono, setelah berhenti sebentar untuk menarik nafas teramat dalam, lanjutnya “Terlalu naïf nak Cecep, mengorbankan kebahagiaan anak sendiri untuk melunasi semua hutang hutang nak Cecep kepada pak Mahendra, dikira saya tidak tau nak, walau saya orang tua yang boleh di katakan sudah pikun tapi saya tau semua perbuatan nak Cecep dari dulu sampai sekarang selalu memetingkan diri sendiri” kata eyang kakung Sosra Kartono

Cecep berdiam diri tidak bisa mengucap apa apa

“Benar kah pak, Bapak benar benar keterlaluan” kata Arum dan menangis dan Andini yang berada di samping Arum segera memeluknya dan memberi kekuatan

“Sudah dik tenangkan hatimu percayalah nanti mas Rangga kita akan mendapat jalan keluar yang baik untuk semua kita semua percayalah pada mas Rangga kita ya” bisik Andini pada Arum yang menagis di pangkuan Andini

“Bapak, kalau boleh tau berapa sih hutang bapak ke pak Mahendra” kata Rangga

“Banyak sekali sampai saya ngak bisa melunasinya” jawab pak Cecep

“Ya saya tau hutang bapak banyak, tapi kan ada jumlahnya” kata Rangga

“Kamu ingin tau jumlah hutang pak Cecep ke aku” kata Mahendra ayah Candra

“Ya berapa” kata Rangga ingin Tau

“500 juta kamu tau ngak sih” kata pak Mahendra

“Uang sebanyak itu udah dengan bunganya apa belum” kata Rangga

“Sudah dong, pinjam ke bank saja pakai bunga” jawab Mahendra

“Kalau ngak salah dengar hutang bapak tidak sebesar itu pak, hanya 200 juta an kok jadi 500 juta wah benar benar seorang renterir yang cerdas masak bunga dengan pinjamannya besar bunganya” kata Rangga, lanjutnya “Apakah benar bapak punya hutang sebesar 500 juta atau hanya 200 juta saja” kata Rangga

“Semua nya benar nak, memang kalau di hitung hutang bapak Cuma 200 juta tapi kalau di hitung dengan bunganya menjadi 500 juta nak, bapak bingung untuk melunasi semua hutang bapak dan kalau ngak segera di lunasi bapak akan dilaporkan pada yang berwajib, bapak ngak mau di penjara nak” jawan pak Cecep, lanjutnya “Datang solosi dari putra pak Mahendra hutang saya akan di anggap lunas kalau Arum mau menjadi istri nak Candra, kebetulan semua keluarga nak Candra setuju untuk perjodoh dengan nak Candra dengan Arum nak, sampai sampai kakek Asep Mulyana juga setuju setelah tadi malam mereka sempat bertemu dan saling sapa”

“Sebentar nak Rangga itu siapanya nak Arum” kata kakek Asep

“Oh ya maaf saya perkenalkan lagi walau tadi sudah di perkenalkan dengan dik Arum, saya Rangga Dipatu panggil Rangga sydah cukup pak, suami dari jeng Andini” kata Rangga sambil melihat pada Andini yang duduk di samping Arum dan Andini hanya mengagukan kepalanya sambil tersenyum pada semua yang ada di situ, lanjutnya “Juga suami dari dik Astrit” kata Rangga diam senentar dan memalingkan wajahnya pada Astrit dan meresponnya dengan menganggukan kepala sambil tersenyum, lanjutnya “Juga suami dari dik Arum, maaf belum sempat memberi tau pada pak Cecep dan maksud kedatangan kami ingin silaturami dan memberi kabar ke pada keluarga pak Cecep bahwa saya dan di Arum sudah menikah sebelum dik Arum berangkat ke Jakarta, walau masih sirri, sambil menanti kelulusan dik Arum dari sekolah SMA nya, dan secara kebetulam jeng Andini adalah kepala sekolah di mana dik Arum menimba ilmu sedang dik Astrit adalah salah satu guru mata pelajaran di sekolah tersebut pak, dan yang di duduk di pojok adalah bapak dan ibu kandung saya”

“Oh jadi nak Rangga itu suami dari tiga wanina ini ya” kata pak Asep Mulyana

“Benar pak, sebeb mereka bertiga jeng Andini, dik Astrit dan dik Arum merupakan bagian dari hidup saya dan merupakan bagian dari kekuatan saya, kami sudah saling menyatu dengan ke tiga istri saya” jawab Rangga tegas

“Kelihatannya nak Rangga ini mempunyai kekuatan juga, boleh kita main main sebentar” kata ki Randu Barga guru sepiritual pak Asep Mulyana kakek Candra

“Maaf bapak siapa ya” kata Rangga

“Kamu tanya aku anak muda, aku orang yang berkuasa di bumi galuh, orang menyebut ki Randu Barga titisan Prabu Siliwangi dan aku akan mencoba adu ketrampilan dengan mu itu pun kalau kamu berani anak muda” kata ki Randu

“Maaf apa hubungannya denga keluarga Mahendra ki” tanya Rangga

“Ketahuilah Rangga, semua keluarga Mahendra atau boleh di sebut keluarga Asep Mulyana aku yang melindungi, dalam segala urusan baik dalam keluarga, pekerjaan dan sosual budaya itu tanggung jawab saya Rangga boleh di katakan semua keputusa Asep Mulyana adalah keputusan aku juga” kata Ki Randu Barga

“Apapun katamu, apa betul begutu tuan Asep” kata Rangga merubah pangilan dari bapak ke tuan sebeb Rangga tau siapa Asep tuan tanah di daerah Ciamis dan sekitarnya

“Benar nak Rangga, apapun keputusan beliau ki Randu Barga adalah keputusan keluarga besar Asep Mulyana” kata Asep Mulyana

Rangga berdiri didepan semuanya demikian juga ki Randu Barga juga nerdiri

“Apa maumu ki Randu” kata Rangga

“Aku tetap ingin nak Arum menjadi menentu keluarga Mahendra” kata ki Randu Barga dengan sangat jawana

“Aku yang pertama kali menolak keinginanmu ki Randu, sudah aku katakan kalau dik Arum adalah istri aku mengapa kamu tetap ngotot untuk meminta Arum menjadi menantu Mahendra” kata Rangga

“Aku tidak mau tau apa itu, kecuali kamu bisa mengalahkan aku dalam kesaktian” kata ki Randu Barga

“Begini saja nak Rangga, kalau kamu berani Arum menjadi taruhannya” kata Asep Mulyana

“Apa maksudmu istri aku menjadi taruhannya” kata Rangga agak emosi

“Dengar dulu penjelasan aku, kalau kamu menang semua hutang orang tua Arum saya anggap lunas dan aku tidak akan menuntut apa apa dari kamu dan keluarga Cecep” kata Asep

“Kalau kamu yang menang” kata Rangga

“Kalau ki Randu yang menang kamu harus merelakan Arum menjadi cucu mantu kami” jawab Asep Mulyana

“Sebentar aku berunding dulu dengan ke tiga istri aku” kata Rangga

Rangga kembali duduk sehingga membuat lingkaran yang menggeser korsi yang di duduki Rangga saling melingkar kemudian delam batin Rangga mengmanggil ketiga hulubalang Jalubang, jaluning dan jalubi untuk bergabung

Secara berbisik mereka bertuju Rangga, Andini, Arum dan Astrit ditambah Jalunbang, jaluning dan jalubi saling berembuk saling tukar pendapat, menurut Jalu bang yang di dukung dengan Jalu ning dan Jalubi tidak perlu cemas kerena di belakang Rangga ada ki Rogojati yang selalu di dukung oleh Kyai Walang sungsang sendiri siapapun itu, bukan saja ki Randu saja bahkan prabu Siwilangi sendiri pun harus berpikir 1000 kali untuk menghadapi kyai Walang Sengsang pusaka kebanggaan Rangga Dipati, apalagi Rangga sekarang beda dengan Rangga sebelumnya yang sudah dapat menyatukan ke tiga kekuatan warongkonya ke dalam raksajati setelah kemarin mendapat gemblengan dari ki Rogojati sendiri

Seperempat jam berlalu dan kini Rangga berdiri di belakangnya ada Andini, Arum dan Astrit bergandengan tangan untuk mendukung keputusan mereka bersama

“Aku terima tantangan ki Randu Barda dengan perjanjian seperti diutarakan oleh tuan Asep Mulyana” kata Rangga jelas

“Mas adik tinggal dulu ya mas adik mau kebelakang” kata Andini dan di ikuti olah Atrit dan Arum masuk kedalam kamar Arum di lantai dua

“Ya” jawab Rangga kepada ketiga istrinya



Bersambung
Part 71
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd