Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

MISTERI Kamar Kosong

Status
Please reply by conversation.

Memelestari

Semprot Holic
Daftar
15 May 2017
Post
332
Like diterima
289
Lokasi
Kampung halaman
Bimabet
Perkenalkan namaku Lestari. Setelah sekian lama aku hanya jadi pembaca di forum ini, kini aku mencoba untuk belajar untuk berbagi cerita kepada teman-temen semua. Tulisanku ini masih amburadul tak karuan, dan aku yakin masih jauh dari kata bagus, mendekati pantas terbit saja tidak. Apalagi kalo ceritanya kentang. Jadi harap maklum.

Sebelumnya, aku tidak memaksa teman-teman semua untuk percaya bahwa cerita ini benar-benar terjadi di kehidupan nyataku, biar teman-teman saja yang ambil kesimpulan. Siapa pun bisa saja mendengar kisah ini dari manapun, dan dari siapa pun, mungkin malah pernah langsung menjumpai, atau bahkan mengalaminya sendiri. Mohon maaf, bagi yang pernah mengalaminya, aku tidak bermaksud jahat ya. Jadi jangan tersinggung.

Kesamaan nama, tempat, dan cerita adalah ketidaksengajaan belaka. Latar belakang cerita ini ada di pedesaan atau perkampungan yang mana penduduknya memiliki nama yang tidak aneh-aneh, bahkan terkesan pasaran. Seperti nama pasaran kamu yang mungkin saja tercatut di cerita ini. Kalo benar ada nama kamu disini atau ada nama orang yang kamu kenal, ya jadikan saja sebagai bahan berfantasi saat kamu coli. Jadi enjoy aja.

Cerita ini tidak direncanakan bersambung dengan episode yang panjang-panjang. Mungkin hanya berjalan 3 sampai 5 episode, lalu tamat. Kalo jadi panjang ya itu urusan belakang. Namanya juga, masih belajar berbagi cerita di sela-sela kesibukanku sebagai admin merangkap CS di perusahaan bosku, jadi tidak sempat untuk mengetik berlama-lama demi cerita yang tidak ada bayarannya ini. Nanti, kalau bersambungnya tersendat-sendat ya jangan paksa update. Maklumi saja, mungkin saja aku yang lagi banyak kerjaan, lagi banyak urusan LR. Jangan dimarahi ya, apalagi diserang dari sana-sini, soalnya aku ini orangnya nangisan. Berkomentarlah yang santun dan jangan provokatif, bisa-bisa diangkat sama om momod jadi anak Band. Jadi jangan kasar.
 
Terakhir diubah:
EPISODE 1




Awal mula aku pulang ke rumah ini, aku sempat bingung, mungkinkah aku lupa jalan pulang dan memasuki pekarangan orang. Bagaimana tidak, halaman luas bertanah dan berumput hijau yang dulu waktu aku kecil sering kujadikan sebagai lahan bermain bersama kakak-kakakku, kini disulap menjadi tanah berpaving block dengan rerumputan yang menyembul di lubang-lubangnya, dihiasi taman berbunga yang memamerkan miniatur kolam koi dengan air terjun yang menjuntai-juntai dari dinding tembok 2 meteran, padahal dulunya mana ada tembok setinggi itu. Dulu rumah kami hanya berpagar bambu yang mengitari rumah sederhana kami. Kini rumah itu bak istana di tengah desa yang jauh dari peradaban kota yang tak mengenal kata sederhana. Yaa, rumah ini telah mengalami perombakan dan telah direnovasi di sana-sini, sehingga membuatku hampir tak mengenali sama-sekali. Untungnya, sesaat sebelum aku putar balik untuk menuju jalan besar di seberang rumah, aku pun dipanggil oleh suara yang sangat aku kenali, suara teduh, suara adem yang senantiasa menyejukkan tatkala menasehati aku dan kakak-kakakku, suara lembut keibuan itu berasal dari mulut manis ibuku tentunya. Aku sempat pangling kalo itu adalah ibuku, yang dulu pernah mengandungku di perutnya yang kini tampak ramping seperti gadis perawan saja. Aneh, iya memang aneh, terakhir bertemu dengan beliau, ibuku tak secantik ini, ibuku memang cantik sih, tapi…. tidak pernah secantik dan seindah ini.

Mungkinkah….? Mungkinkah memang benar bahwa, sosok wanita yang menjadi bidadari di surga kelak adalah mengambil dari usia matang manusia seperti di usia ibuku ini? Kalo cerita para guru ngajiku itu betul, berarti pantas saja ibuku tampil secantik ini. Ya Allah, aku pengen seperti ibu….

“Tari? Sayang, pulang kok gak bilang-bilang...!?” Teriak ibu sambil tergopoh-gopoh menghampiriku yang hampir saja meninggalkan halaman tertutup gerbang berteralis besi ini. Ibuku datang dan bergegas membukakan gerbang besi yang bagai pintu penjara yang memisahkanku dengan orang yang paling kurindukan ini.

“Ibu…!” Teriakku tak kalah histeris. Kangen yang kupendam selama 2 tahun tak mampu lagi kusembunyikan. Kakiku menghentak-hentak bumi, seolah menggambarkan bagaimana aku sudah tak sabar untuk menghambur dalam pelukan hangat beliau. Setelah gerbang besi terbuka, kami pun lebur jadi satu. Tas ransel dan koper yang kubawa pulang kini tergeletak tak berdaya di atas tanah, diam sambil melongo menyaksikan eratnya tubuh kami berpelukan dan histerisnya kami meluapkan rindu, ya kali tas dan koper bisa ngomong…

“Ibuk kangen…!! Hiks...” Tangisku bahagia, bocor sudah air dari bendungan kelopak mataku ini.

“Apalagi Ibuk... Emmuach… emmuach… cup… cup...cups…” Pipi basahku diciuminya bertubi-tubi. “Kamu pulang kok gak bilang-bilang sih, nak...? Kirain siapa tadi. Hampir gak kenal lho ibu lihat kamu tadi, soalnya kamu berubah gini...”

“Tari juga hampir gak kenal, sama ibuk lho tadi, makin cantik ibuk, muach…” balas ciumku di pipi lembutnya. “Kemaren-kemaren kan udah telpon Bapak, kalo seminggu lagi mau pulang.”

“Iya, bilangnya seminggu, gak bilang harinya apah… kirain pulangmu masih besok Nak.”
“Hehe… Biar surpres…” Jawabku.
“Pakek surpress segala, bikin-bikin kejutan segala… Nanti kalo Ibuk mati terkejut bagaimana hayoo….”
“Hihihi… Ibuk ada-ada saja, mana ada lihat anak sendiri sampai terkejut, terkaget-kaget…?”
“Lah, ini barusan apa, Ibuk kaget lihat anak ibu jadi tumbuh cantik dan segede ini…” Gombal.

“Kyaaaaah, hahaha….! Ibuk nakal.” Susuku diremas tangan lembut Ibuku bikin aku sontak kegelian bukan main. Iya, ini payudaraku memang makin tumbuh di usiaku yang beberapa hari lagi berulang tahun dan pantas disebut sebagai wanita dewasa. Besarnya dadaku membuat bajuku makin sempit saja, untung aku selalu memakai kerudung lebar, jadi tersamarkan. Tapi kalo udah berpelukan begini, pastilah terasa kekenyalannya siapa pun yang merasakannya. Tidak terkecuali Ibuku sendiri yang memelukku, yang mana dari beliau lah aku diwarisi dengan dua bongkah daging bulat yang berat seolah mau jatuh ke tanah. Untung saja payudaraku ini berlapis kulit dada yang lembut dan kencang sehingga mampu menampung daging-daging suburku ini agar tetap setia menggantung di dadaku.

“Ibuk, ih… hihihi… malu ah…” Untung saja jalanan sepi, tidak ada yang menyaksikan tingkah usil ibuku, meremas-remas dada bulatku yang terjaga BH dan kerudung ini.

“Habisnya kamu bikin, ibuk gemash, nak… Dulu terakhir mengantarmu ke pondok gak segede ini deh.”
“Hilih… ibuk kan punya sendiri, lebih besar malah… Nih…” Nyooot, balasku meremas payudara ibuku yang terbungkus daster mamah-mamah rumah tangga.
“Haaaaahahaha… masak remas-remash susu sendiri, remas susu anak-anak ibu sendiri kan lucuuk… Hihi…”
“Iiih… lucu dari mana, mesum iya buukk… Udah buuk, maluuu… lepasin napa ini tangan…!!!”
“Iya iya dehhhh… Bu ustazaahh… yuk masuk ah, gak sopan kalo dilihat tetangga begini…”
“Hiihihi… ibuk sih…. makanya….”

Akhirnya kami pun menuju rumah besar keluarga ku. Sambil berjalan di halaman luas ini. sempat kuutarakan kekagumanku terhadap perubahan rumah ini pada ibuku. Ibuku pun menjelaskan bahwa usaha bapak sedang bagus, makanya bisa merenovasi rumah ini jadi lumayan megah untuk ukuran rumah kampung, juga mampu membangunkan rumah lagi untuk kakak perempuanku untuk nantinya ditinggali bersama suaminya dan keponakanku yang masih bayi-bayi. Juga, dengan usaha bapak yang lancar itu masku, Mas Putra pun sukses dikuliahkan di Kampus idola di kota. Katanya lagi nanti kalo aku udah lulus Aliyah dari pondok pesantren aku juga bakal dikuliahkan sesuai jurusan yang sesuai dengan keinginanku. Punya duit banyak, bapak juga minta ibuk agar menjaga penampilan, katanya. Ya, namanya juga orang tua hidup di kampung masih prima, aku sih maklumi saja, bapak masih kuat, ibuk masih cantik, eh emang dari dulu ibuk udah cantik. Berjodoh sama bapak yang waktu mudanya, mereka berdua adalah kembang desa dan jejaka idaman. Bertemu dalam ikatan suci rumah tangga. Kini sudah berumah tangga selama kurang lebih 25 tahun, dan telah beranak 3, kehidupan mereka tetap harmonis, bahkan menurutku, pasutri yang terdiri dari Ibuku, Menik Kartika dan bapakku, Agung Siswanto adalah panutan bagi mereka yang ingin belajar bahagia dalam rumah tangga. sayangnya tidak ada mata pelajaran yang mengajarkan bahagia berumah tangga. Bagaimana tidak, bapak adalah pengusaha sukses, yang lahir dari rahim keluarga buruh tani, anak terakhir bin terkecil dari 5 bersaudara yang dibesarkan dengan penderitaan.

Kata orang sepuh, bapak kecil hidup ngeloro ati atau hidup prihatin. Anak buruh tani, hidup sangat pas pasan, tidak pernah berhasil menabung duit untuk merencanakan bekal masa depan. Yang hanya bisa dilakukan adalah bagaimana caranya untuk mencukupi keperluan perharinya. Saat ini ada duit, ya langsung di belikan beras. Saat ini ada duit ya buat melunasi utang Ibunya bapak di warung milik tetangga. Urusan besok bisa makan atau tidak, tinggal mencari umbi-umbian atau pisang di kebun buat modal untuk dijual lagi demi sekilo beras hari berikutnya. Orang tuanya bapak, hanya mampu menyekolahkan anak-anaknya hingga SMP, bahkan ada yang tak lulus SD, hanya bapaklah yang cukup beruntung mencicipi bangku SMA hingga lulus. Itu pun harus dibantu dengan iuran yang dikumpulkan oleh Kakak-kakaknya bapak yang sudah terlebih dulu bekerja dengan hanya berbekal ijazah SMP dan SD. Meski begitu, kebutuhan masih banyak duit pun tak mencukupi, hingga bapak tak berpangku tangan begitu saja. Waktu luang bapak pun disambi jadi kuli bangunan sepulang sekolah.


---------------------------
Pangling, lupa, hampir tak mengenali.
Aliyah, Madsrasah Aliyah, sekolah agama setingkat SMA.
Ngeloro Ati, loro ati, sakit hati.
Disambi, sampingan / kerja sampingan.
---------------------------


Doa orang tuanya bapak yang hidup prihatin, harapan kakak-kakaknya bapak, agar adik kecilnya ini tumbuh dan hidup enak di masa mendatang. Kini membuahkan hasil. Bapak yang belasan tahun, belajar mencari jati diri, mulai dari menjadi buruh tani, kuli bangunan, pekerja serabutan, montir, jadi kuli bangunan lagi, hingga mencoba membuka usaha jualan pasir dan kerikil. Akhirnya mampu membangun toko bangunan nya sendiri, toko bangunan terpercaya di kampung ini.

Dua tahun lalu, usaha bapak sempat bangkrut karena ditipu orang. Benar-benar bangkrut hingga pernikahan Mbak Naya harus ditunda dulu. Ibuk terpaksa buka usaha kecil-kecilan bikin jajan pasar. Sementara Mas Putra harus menunggak uang kuliahnya selama dua semester. Sedangkan aku yang baru lulus SMP terancam menunda masuk sekolah SMA. Aku sih, gak masalah dan pengertian dengan kondisi keuangan keluarga. Dan pasrah saja jika harus menunda untuk mendaftar SMA di tahun berikutnya. Namun Bapak belajar dari masa lalu, biarkan orang tua kesusahan, biarlah kakak-kakak yang mengalah, asal anak yang terakhir jangan sayah. Ndilalah, waktu itu ada sebuah pondok pesantren yang mana sedang mengadakan program beasiswa bagi anak berprestasi untuk disekolahkan di yayasan mereka. Sangat kebetulan sekali, aku pun akhirnya diterima di pondok tersebut dan menjadi murid baru di Aliyah di pondok itu tanpa harus membayar uang gedung, uang registrasi, bahkan kebutuhan alat belajar dan makan pun ditanggung oleh yayasan di pondok itu selama 1 tahun.


--------------------------
Sayah, susah payah
--------------------------


Kini, sudah 2 tahun aku bersekolah di pondok, baru ini boleh pulang ke rumah karena memang diharuskan santri baru menetap selama 2 tahun. Sekarang aku liburan, berkunjung ke rumah, semua sudah berubah. Usaha Bapak jadi lancar seperti dapat anugerah. Ibuk tidak lagi membantu bapak mencari nafkah. Mas Putra menjadi rajin berangkat kuliah. Dan Mbak Naya pun berhasil menikah.


“Mbak Nayaaaa…” Teriakku saat berada di ruang keluarga.
“Siapa itu…? Hahh… Ya Allah… Tari...?” Kaget Mbak Naya saat ku memasuki ruang tengah ini. Rasa-rasanya ingin sekali buru-buru memelukku, karena lama tak jumpa adik kesayangannya ini. Namun, Mbak Naya sedang duduk bersandar di sofa sedang menyusui bayinya, keponakan aku. Bayinya yang udah satu tahun itu pun dikesampingkan, diserahkan agar giliran digendong ibuk agar disusui sama ibuk, entah apa masih ada asinya ya kali ya. Bayinya tampak mulutnya basah ASI karena habis mengenyot payudara mamanya. Sementara itu susu Mbak Naya yang dari dulu udah besar kini tampak sangat besar karena sedang menampung ASI di dalamnya. Ujung putingnya yang baru dikenyot bayinya mengucurkan tetes-tetes ASI dan membasahi perutnya. Saking histerisnya Mbak Naya ingin memelukku, sepertinya ia lupa kalo dadanya belum dibungkus daster. Jadilah kini Susu besar dan basah punya Mbak Naya ini menggencet dadaku yang juga lumayan besar. Yah, basahlah baju dan jilab kerudungku dengan ASI subur Mbak Naya. Kami berpelukan tak kalah erat seperti saat aku dipeluk Ibuk tadi. Mbak Naya yang kangen sama aku pun menciumi pipi-pipiku yang baru saja kering dari air mataku tadi. kini jadi basah oleh kecupan Mbak Naya, ahaahahaaaa…

“Mbak Naya, ihh…. hahahaha.” Sampe segitunya. Ini lagi, dadaku jadi basah juga, amis deh bau ASI, hahahaa…. Mbak Naya kangen banget sampe-sampe tak sempat menyimpan susunya kedalam daster. Malah dia usil banget. Saat pelukan kami mengendur. Dada-dada besar kami pun berpisah. Namun Mbak Naya malah mengadukan susunya dengan dadaku. Digoyang-goyangkan susunya agar menyundul-nyundul dan menampar-nampar dadaku. Massyallah…. Mbak Naya gilaa, hahahahaaa….

“Hahaha… Habis Mbak kaget, juga gemes sama susu kamu, Dek.. Udah segede ini lho.” Remas Mbak Naya di dadaku, “Kamu dikasih makan apa di pondok pesantren, sih?”

“Apa, cuma makan buku sama kitab, hehehe…”

“Tadi Ibuk juga kaget, Naya… Tapi kan keluarga kita juga besar-besar. Nenek kalian dulu juga besar. Nurun ke Ibuk. Terus sekarang nurun ke kalian kan.”

“Ow, iya ya, hehe.. Ih, Ibuk…!!” Kagetku gemas saat melihat ibuk yang menggantikan menyusui bayi Mbak Naya, ternyata susunya Ibuk masih mengeluarkan asi. Ternyata dari tadi tanpa BH. Tanpa malu dan risih Ibuk membuka seluruh daster atasnya hingga ke perutnya yang masih ramping. Namun susu-susunya beliau tampak besar menggantung indah. Puting susu Ibuk keduanya menetes-neteskan air ASI berwarna putih susu, menetesi perutnya. Beliau duduk di sebelahnya Mbak Naya. Mbak Naya menjelaskan, udah kebiasaan jika dirumah ini Ibuk selalu menggantikan dirinya menyusui jika sedang melakukan kegiatan berumah tangga. Kalo Mbak Naya sedang memasak giliran Ibuk yang menyusui, begitupun sebaliknya. Jika, Ibuk mencuci pakaian atau bersih-bersih rumah, atau kegiatan lainnya, maka Mbak Naya lah yang menyusui, lagipula kan emang tugas seorang ibu untuk menyusui anak-anaknya kan.

“Ih, tapi masa dibuka semua sih buk…? Enggak malu kalo entar ada orang masuk?” Ucapku.
“Emang ada siapa aja, sih Nak…? Cuma kita bertiga ini…” Jawab lembut Ibuku. Susu kanannya kini dicaplok oleh mulut mungil cucunya, setelah tadi yang kiri.

“Iya, Dek… Cuma ada kita bertiga kok… Bapak masih di toko, Putra kuliah, Mas Bowo juga masih kerja.…” Ujar Mbak Naya. Mas Bowo adalah suami Mbak Naya. Dulu waktu dia nikah sama Mbak, aku tak sempat menghadiri hajatan karena masih terikat di Pondok Pesantren. Jadinya ya tidak ada aku di album foto nikah Mbak Naya & Mas Bowo. Keluarga sangat menyayangkan karena aku absen dalam acara bersejarah tersebut. Mau bagaimana lagi, aku harus menaati peraturan pondok pesantren, sementara mana mungkin pernikahan Mbak Naya dan Mas Bowo ditunda lagi kan. Kasian nanti Mbak Nayanya kalo nikahnya ditunda-tunda terus…

“Ya kalo bisa janganlah, kalo membuka aurot terlalu lebar, gak boleh takutnya nanti tiba-tiba mereka pulang gimana… Atau kalo ada tamu gimana? Ini lagi, emak-emak satu ini, dari tadi nempelin mulu susunya sama adeknya. Malu kan kalo Bapak sama Mas Putra pulang terus lihat gimana, hayoooo….” Ucapku pada Mbak Naya.

“Gak papa lah, Nak. Lagian kan, sama keluarga sendiri.” Kata Ibuk, “Lagian kan dulu kalian suka mandi bareng sekeluarga juga gak kenapa, ih…”

“Beda lah buk…. Dulu kan masih anak-anak sekarang dah besar-besar, udah nongol-nongol gini…” Ucapku sambil ujung jariku menonjok-nonjok daging putih susu besar Mbak Naya. “Udah bisa punya anak gini juga…. Nanti bapak sama mas bisa nafsu gimana… Masa iya mau juga dikasih mimik…?”

“Hahahahaaaa… ada-ada saja kamu Dek…”
“Nah, makanyaa… Udah-udah ya Ibu-ibuuuk… ditutup ya ini aurotnya, jangan diumbar-umbar… Takutnya ada setan lewat, entar malah diajak ke jalan yang sesat…”
“Iya, deh iya… Bu Ustazah yang syantiik, hehe… ini aku tutup…” Kata Mbak Naya sambil menyingkap bahu dasternya ke atas. Sementara itu Ibuku hanya senyum-senyum saja dari tadi.

“Ibuk juga ini ditutup auratnya…!!!” Kataku pada ibu, sambil beranjak dari pelukan Mbak Naya. Aku berdiri ingin menuju kamarku.
“Hihihi, iya iya… Masa gak boleh Ibuk menyusui anak-anak Ibu sendiri… Kamu juga dulu suka rebutan nyusu sama Mas Putra, masih ingat kan...?”
“Hiliiih… Mas Putra Udah gede, gak butuh susu ibuk lagi. Udah besar-besar kitaaaa….” Gemesh deh sama ibuk. Kucubit gemas pinggang Ibuk. Alhasil, ibuku terlonjak karena kegelian akibat sentuhan jariku. Dedek bayi yang disusuinya pun ikut kaget karena goyangan tubuh Ibuk yang tak terduga. Maka, terbangunlah dari bobonya.

“Aduh… Maaf ya Dedek… Mamafin Tante ya… Idih lucunya….”
“Udah sana, kamu mandi dulu kalo mau gendong-gendong, hush-hush… sana-sana…” Kata Ibuk.
“Ih, masih wangi gini kok…” Kilahku…
“Wangi apanya, gak sadar apa, Mbakmu dari tadi peluk-peluk kamu itu…” Sambung ibuk.
“Emang, kenapa Buk, kan cuma kena ASI.” Kataku sambil menunjukkan baju dan kerudung bagian depanku ini yang basah akibat kucuran ASI subur Mbak Naya.
“Mbakmu dari tadi pagi belum mandi, kena ompol gitu sebadan-badan, bau pesing masa gak sadar sih…? Ucap Ibuk.
“Haaah… Apaah…? Ih… Mbak Nayaaaa…”
“Aaaahahaha…” Puas Mbak Naya, mengerjaiku dan tertawa terpingkal-pingkal sambil memegangi perutnya. Mau ngompol juga itu kayaknya. Usil banget sih… dari tadi peluk-peluk aku, ternyata…!! Aku sendiri pun gak menyadari kalo dari tadi bau pesing adalah bau badan Mbak Naya.

Habisnya, sejak masuk rumah, Ibuk tadi sempat menjelaskan kalo di dalam rumah memang bau semerbak aroma pesing. Aku, sih maklum saja. Namanya juga punya anak bayi…. Si Dedek pasti ngompolnya dimana-mana. Ternyata…. sumber utama kepesingan itu adalah dari badan Mbak Naya. Hadeuuuuh….!! Tepok Jidat…!!!

Akupun, bergegas menuju kamarku, mau beres-beres dan mandi tentunya. Agar virus pesing dari badan Mbak Naya segera lenyap dari badan aku.


Cklek… Ceklek… Ceklek… Hloh…. Kok kekunci…? Pintu kamarku tak mau dibuka.

“Oh iya Nak… Kamu lupa ya…?” Kata Ibuk. “Kan dulu bapak pernah bilang waktu telpon kamu, kalo kamarmu sekarang dipindah karena rumah habis direnofasi, kamar barumu sekarang di dekatnya Mbak Naya ya. Kalo kamar itu sekarang emang sengaja dikunci. Sekarang itu jadi…



“KAMAR KOSONG”



bersambung….
 
Terakhir diubah:
Ninggal jejak lagi. Kayaknya wokeh nih
 
Hmmm...keluarga tobrut nih plus bumbu misteri. Mohon izin selonjoran suhu
 
Status
Please reply by conversation.
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd