Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT L O C K E D

PART 6​

RAMEN BON CABE TOPING ICE CREAM​








Masuk ke dalam restoran, mereka di sambut dengan riuh pengunjung yg cukup ramai memenuhi kursi yg ada di dalam. Celingak-celinguk mereka mencari meja yg pas untuk tempat mereka duduk. Tak boleh asal, harus strategis agar nyaman menikmati makanan. Namun tentu itu bukan tugas Virgo ataupun Alam yg mengekor di belakang.

"Di situ aja enak." Tangan Nessa menunjuk pada sebuah tempat duduk yg terletak strategis berada di pojokan.

Lihat? Sudah ada navigator yg mengarahkan mereka. Jadi cukup ikuti kemana dua wanita di depanya pergi.

Sampai pada meja yg di inginkan, mereka segera menarik kursi untuk di duduki. Nessa duduk bersebelahan dengan Vio, maka kalian bisa simpulkan sendiri dimana duduknya Alam dan Virgo.

Bak seperti di setting oleh komputer padahal memang adalah SOP, setelah mereka duduk datanglah seorang pria yg mengenakan seragam mendekat dengan senyum ramah yg entah sudah berapa lama di pertahankan untuk menyambut tamu. "Selamat siang, Ini daftar menu nya." Dua buku menu di ulurkan ke depan Alam dan Nessa yg saling berhadapan.


Dengan cekatan Nessa mengambilnya untuk melihat menu yg ada, begitu juga dengan Alam yg mengambil buku menu satunya lagi dengan santainya.

Dengan gaya sok cool seakan mengerti menu yg ada, tangan Alam membolak-balikan buku menu dengan kepala yg di angguk-anggukan. Namun tak butuh waktu lama baginya untuk bergaya, karena beberapa detik setelahnya dia langsung mencondongkan badan pada Virgo di sampingnya. "Pesen apa ini cuk?" Bisik Alam bertanya agar tak terdengar oleh pelayan yg setia tersenyum dan di cap kampungan. "Sumpah gue ngga ngerti ini makanan apa aja." Tambahnya dengan mata yg setia menatap daftar menu di depanya.

Melirik sadis manusia sok di sampingnya, tangan Virgo dengan enteng langsung mendorong bahu Alam agar menjauh darinya. "Tadi kan udah gue bilang Ramen aja. Ngga usah sok-sok'an bolak-balik daftar menu." Jengah Virgo yg kemudian menatap pelayan yg menatap pada dia dan Alam. "Kita Ramen dua mas!"

Tinta hitam yg di gerakan oleh sang pelayan menari indah di kertas untuk mencatat pesanan dari Virgo. "Baik, Ramen apa dan dengan toping apa?"

Sontak Virgo langsung kelabakan di tanya seperti itu. Pasalnya dia tak tahu jika Ramen memiliki banyak jenis bahkan ada topingnya juga.

"Toping Oreo sama ice cream coklat mas!" Celetuk Alam polos yg sontak membuat sang pelayan terbengong menatap Alam dengan aneh.

Sedangkan Nessa dan Vio yg mendengar itupun langsung kompak menyemburkan tawa.

Dengan ringan tangan, Virgo segera menoyor kepala Alam tak santai. "Ramen itu mie ******! Lo nonton Naruto ngga sih?!"

"Ya mana gue tahu kalo ramen mie!" Sengit Alam mendelik pada Virgo yg tak menginfokan apa itu Ramen. "Lagian gue nontonya One piece sama Goku!"

"Yaudah diem aja kalo ngga tau!" Sentak Virgo tak kalah ngegas, lalu setelahnya mengalihkan pandangan untuk sang pelayan. "Ramen ichiraku aja mas."

Ledakan tawa yg semakin keras kembali terdengar dari Nessa dan Vio. Sedangkan sang pelayan hanya bisa garuk-garuk kepala yg tak gatal, mencoba menebak mahluk dari mana dua orang laki-laki di depanya ini.

"Udah-udah kalian berdua mending diem aja. Biar kakak yg pesenin." Tawar Nessa di sela tawanya yg masih tak mau mereda, mencoba menyelamatkan diri dari kematian akibat kram di perutnya.

"Dari tadi kek." Judes Virgo kemudian memilih untuk menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi sok berwibawa. Lebih baik ia diam dan menerima apapun yg di pesankan untuknya dari pada hanya membuat malu saja.



Mengelus dada membusungnya agar lebih sabar, mata Violin menatap dua temanya bergantian dengan helaan napas dan kepala yg menggeleng heran. "Kalian itu-"

"Udah buru pesen! Itu masnya nunggu." Potong Alam cepat yg lebih mencoba untuk mengalihkan topik. Karna jujur dia sendiri juga malu, namun tetap harus terlihat berwibawa dan kece.

Mencibir pada Alam sebentar, mau tak mau fokus Violin pun kembali pada buku menu di tanganya yg di angsurkan Alam tadi. "Yaudah mas dua ramen miso topingnya kamaboko aja deh. Terus sama karaage, tempura sama mochi. Buat minumanya Lemon tea aja tiga." Sebut Vio entah apa semua itu yg di catat dengan cekatan oleh sang pelayan. "Kakak mau apa?" Lanjut Violin bertanya sambil mengangsurkan buku menu kembali ke atas meja karena Nessa sudah memilik sendiri di tangannya.

Dengan mata yg befokus pada menu di depanya, jari Nessa pun ikut mengetuk-ngetuk pelan dagunya sendiri karena bingung ingin memesan apa. "Aku Takoyaki aja deh sama mochi juga. Minumnya Blue butterfly flower tea latte." Putus Nessa akhirnya yg segera di angguki sang pelayan yg sudah tak betah berdiri lama-lama di meja orang-orang aneh di depanya ini.

"Eh mas Ramen itu mie kan?" Interupsi Alam yg di angguki sang pelayan meski perasaan tak enak kembali dirasakan. "Nah saya boleh minta tambah bon cabe gitu ngga? Yg level 40."

"Njirrr!" Dengan sangat niat, Virgo langsung menggeplak kepala Alam karena sangat gemas. "Tolol banget sih punya temen ya gusti!"

"What the fak Lam!" Jerit Vio tertawa sambil menggebrak meja sebagai ekspresi diri karena tak kuat dengan ketololan manusia yg dia jadikan babu hari ini.

Sedangkan Nessa dengan kuat memegangi perutnya yg sudah kram parah sambil tertawa keras.

"Maaf mas tidak bisa. Tapi kalau mau pedas bisa kok di buatkan sama chefnya." Jelas sang pelayan mencoba profesional. Padahal mulutnya sudah gatal ingin memaki.

"Ohhh ya udah boleh-boleh. Makasih mas" Alam mengangguk dengan sok cool sembari mengalihkan wajahnya karena sebenarnya sangat malu atas apa yg mulutnya tiba-tiba ceploskan tanpa berfikir dulu itu.

"Oke, tunggu sebentar ya." Pamit sang pelayan sambil membungkukkan badan dengan sopan sebelum berbalik untuk segera pergi dari meja para manusia yg hampir membuatnya di pecat karena keinginannya untuk berlaku tak sopan sangatlah membumbung tinggi.

Melihat pelayan yg sudah menjauh dengan cepat, kedua tangan Alam langsung meraup wajahnya sendiri. "Sumpah malu banget gue." Cicit Alam mengakui atas apa yg di lakukan sambil menjedotkan kepalanya di atas meja setelahnya. "This is the first and the last for me eating this japanese fucking food." Sumpah Alam pada diri sendiri dengan yakin.

"Lo aja sampai malu sendiri, apalagi kita bangke." Sembur Virgo namun langsung tertawa setelahnya, karena kembali teringat dengan permintaan konyol Alam barusan. "Bisa-bisanya lo minta di tambahin bon cabe anjir! Otak gue ngga bisa mikir sampe situ."

Kepala Alam terkulai lesu di atas meja dengan raut nelangsa. "Mulut gue njeplak sendiri cuk ngga bisa di rem. Soalnya gue biasa makan mie pakek bon cabe sama telor ceplok."

Ringisan di keluarkan Nessa sambil menarik napas dan mengeluarkannya seperti ibu yg akan melahirkan." Aduhh... Perut kakak sakit ya ampun. Kebanyakan ketawa."

"Ngga bakal nyentuh sesuatu yg berbau jepang lagi gue kecuali Anime sama bokep."

"******!" Maki Virgo dan Violin dengan kompak kembali tertawa.

"Kamu kok bisa betah sama mereka sih Lin. Kakak aja udah minta ampun baru sebentar sama mereka" Celetuk Nessa dengan senyum gelinya menatap ke arah Violin.

Kepala Violin sontak menggeleng takjim dengan mata yg membalas tatapan Nessa. "Sebenarnya juga ngga betah kak. Tapi gimana lagi, adanya cuma mereka berdua sama satunya lagi yg ngga tau masih hidup apa engga sekarang."

"Masih ada satu lagi?" Tanya Nessa merasa surprise yg di jawab anggukan oleh Vio kemudian. "Kasihan banget kamu, terjebak dalam pergaulan yg salah." Canda Nessa yg ketularan lawak dengan tangan yg menepuk-nepuk bahu Violin untuk menguatkan.

"Sembarangan!" Sambar Virgo jelas tak terima. "Yang ada justru kita yg salah ngambil temen modelan dia." Tunjuknya pada Vio.

"Bener banget!" Alam mengangguk semangat membenarkan ucapan Virgo. "Justru semenjak ada dia, hidup kita jadi sengsara. Terutama gue." Ungkap Alam yg sebenarnya adalah isi hatinya. Sebab selalu dia yg jadi korban dari Violin karena satu kost'an.

"Oohhh jadi gituu" Beo Violin menatap keduanya bergantian dengan raut datarnya. "Jadi kalian merasa terbebani semenjak ada gue." Mata Violin beralih pada Alam dengan intens kemudian. "Terutama lo Lam?"

Alam mengangguk semangat sekali lagi mengiyakan juga dengan jari yg di jentikan. "Tuh paham."

"Oke" Vio mengangguk-anggukan kepalanya sambil memainkan rambut dengan jarinya. "Kalo gitu, mulai besok kalo ada tugas ngga usah rewel sama gue ya? " Alam dan Virgo kontan melotot pada Violin. "Terus lo Lam, gausah ngrengek-ngrengek minta di buatin makan lagi sama gue ya kalo tengah malem. Awas lo!" Skak mat untuk Alam yg langsung tekulai lesu.

"Mampus gue." Gumam Alam menelan ludah panik.

Sudah beberapa bulan lamanya semenjak hari dimana Violin bertemu dengan Virgo untuk di mintai tolong dan di lanjutkan dengan malam yg di lewatkan mereka berempat dengan seru itu. Vio bersama tiga pria yg tak ada waras-warasnya itu menjadi lebih dekat dan dekat lagi setiap harinya. Hampir tak ada hari yg tak di lewatkan mereka tanpa formasi komplit setelah hari itu. Entah di kelas, di kantin ataupun di Kos Alam dan di manapun itu bersama-sama.

Mereka menjelma menjadi teman yg sangat dekat, atau bisa di bilang sahabat. Mereka selalu bersama bak Fantastic four meski Virgo kukuh dengan Ranger merahnya. Tapi meskipun hampir selalu bersama, bukan berarti mereka tak punya teman yg lainya.

Violin masih suka berkumpul dengan teman-teman wanitanya. Begitu juga dengan Danang, Alam dan Virgo yg sering nongkrong dengan teman kelasnya ataupun kenalan lainya. Namun mereka berempat sadar, bahwa mereka sudah menjadi satu kesatuan dan ikatan mereka lebih besar dari yg lainya.

"Canda Lin ah. Mana mungkin sih gue keberatan ama temen sendiri. Ya ngga Vir?" Kilah Alam yg jelas tak mau apa yg dikatakan Violin barusan benar-benar di realisasikan. Bisa mampus dia kedepannya nanti.

Virgo mengangguk dengan semangat mengiyakam karena tak mau kehilangan sumber ilmu yg selalu mau membantu tugas-tugas mereka. "Iya bener. Baperan amat lo mah jadi orang."

Tapi bukan Violin namanya jika menggubris hal itu. "Bodo amat. Gue ngga peduli." Cueknya yg kemudian mengalihkan diri pada ponsel di depannya, pura-pura ngambek ceritanya.

"Ah lu mah." Otak Virgo langsung berimajinasi bagaimana hari-hari suramnya kedepan nanti.

Bujukan dan rayuan terus di luncurkan Virgo dan Alam agar Violin mau meralat perkataannya. Namun tentu Violin tak menggubrisnya dan lebih memilih untuk mengobrol dengan Nessa membicarakan apa saja tentang perempuan sembari menunggu pesanan mereka datang.






Makan telah selesai dari tadi, saatnya untuk membayar dan pergi. Dan karena yg sudah bekerja dan dapat menghasilkan uang sendiri di sini hanyalah Nessa seorang, maka dengan kesadaran tinggi sudah pasti dia yg harus membayar semuanya.

Bukankah itu sebuah kenikmatan yg hakiki bagi Virgo, Alam dan Violin? Tentu saja.

Selesai membayar makanan dengan nama aneh sama seperti bentuknya tapi akhrinya ludes juga, mereka kemudian berjalan keluar dari restoran Nihon yg mana tak akan pernah Alam kunjungi lagi tersebut dengan perut kenyang dan hati yg senang meski malu masih membayang di pikiran.

Berhasil keluar dari restoran, mereka berempat kompak berhenti karena tak tahu apa tujuan mereka selanjutnya. Otak mereka tiba-tiba ngelag efek dari perut yg kekenyangan.

"Jadi? Mau kemana kita?" Seru Virgo mewakili apa yg di pikirkan semuanya dengan tangan mengusap-usap perut yg tiba-tiba menggendut.

Tak ada jawaban yg keluar untuk beberapa saat karena mereka kompak berfikir dengan otak yg tiba-tiba lelet.

Ceria terukir di wajah Violin karena mendapatkan sebuah ide briliant. "Nyari kado buat ultah Alea."

"Oiya Alea. Emang kapan pestanya?" Kembali Virgo jadi teringat tentang kejadian beberapa hari yg lalu saat Azalea datang kekantin untuk mengahmpiri mereka, Vio lebih tepatnya sih. "Terus lo mau kasih apaan?"

Gelenggan di berikan Violin yg memang belum tahu apa yg harus di berikan sebagai kado untuk temanya itu. "Ayok jalan dulu sekalian nyari apa yg bagus buat hadiah Alea."

Alarm langsung berbunyi dengan nyaring di kepala Virgo dan Alam yg sepertinya punya telepati karena kontan saling berpandangan dengan wajah yg kentara sekali was-was. Mata menyipit dengan kerutan di dahi terbentuk sebagai visualisasi jika mereka sedang berkomunikasi satu sama lain.

Seperti sudah mendapatkan konklusi dari perdebatan tanpa ucapan yg berlangsung dalam beberapa detik saja, mereka kompak mengangguk bersama tanda menyetujui entah apa itu karena hanya mereka berdua dan tuhan yg tahu.

Dengan aba-aba yg bahkan tidak tahu dengan apa dan dari siapa, mereka kompak bersiap dengan mata yg masih saling tatap.

Satu

Dua

Tiga.

"Larrrriiii!!!" Teriak mereka bersama yg langsung lari tunggang-langgang seperti sedang menjalani lomba lari dalam Olimpiade dunia yg hadiahnya adalah sepuluh gadis cantik tanpa busana.

Sedangkan dua perempuan yg di tinggal pergi laki-lakinya itu hanya bisa menggelengkan kepala dengan raut yg nyata kesal. Namun otak mereka jelas sibuk berfikir tentang bagaimana cara menyiksa yg baik dan benar untuk dua manusia tak bertanggung jawab yg sudah hilang dari pandangan itu.

Menghela napas pasrah, Nessa pun mengalihkan tatapannya pada Violin di sampingnya. "Yaudah nyari sama kakak aja yuk" Ajak Nessa yg menawarkan dirimya untuk menemani Violin yg disambut dengan anggukan juga senyuman oleh teman adik sepupunya ini. "Sambil mikir gimana bagusnya nyiksa mereka."

Kekehan geli padahal aslinya sadis pun terdengar dari Violin yg mengangguk setuju. "Bener kak, biarin aja mereka seneng-seneng dulu sebelum Vio buat nangis kejer minta ampun."

Senyum malaikat maut terpampang di wajah kedua wanita sadis yg Virgo juluki psikopat itu. Dan sepertinya Virgo memang benar dengan apa yg di ucapkannya, karena dua wanita yg tersenyum manis padahal nyatanya bengis itu saling memberikan usul dan merancang berbagai cara untuk menyiksa sembari berjalan yg entah kemana tujuannya.





Wajah bersimbah peluh yg sudah berubah warna menjadi merah tampak pada arah Alam yg sedang menunduk dengan kedua tangan yg bertumpu pada lutut. "Fak lah! Ngga lagi-lagi gue mau nganterin cewek ke mall, cukup ini aja."

Nasib Virgo pun tak jauh berbeda, napas ngos-ngosan dengan wajah tak kalah mengenaskan. "Yok lah nyari kafe atau apa gitu yg jual minum. Tapi yg diluar aja jangan balik kedalem. Enek gue sama tempat itu." Usul Virgo memberi ide sambil meneggakan tubuhnya kembali dengan tangan yg masuk kedalam saku celananya untuk mengambil bungkusan rokok. "Asem banget mulut gue abis makan."

Mereka sudah bisa dan bebas merokok saat ini, karena sudah tidak berada di dalam gedung, melainkan ada di pinggir jalan tepat di depan gedung mall yg sangat ingin di bakar oleh mereka saat ini.

"Anjing lah itu gedung" Mata Alam menyipit melihat gedung di belakangnya yg menjulang tinggi itu. "Ini tempat ngga ada faedahnya buat cowok. Cuma bikin kesel sama bikin dompet nangis doang."

Virgo yg sudah berhasil menyulut batang rokok pun menghembuskan asapnya pelan dengan anggukan setuju atas apa yg Alam ucapkan. "Udah bikin kantong tipis, dompet meringis, masih aja bikin kita bosen nungguin sampe pengen nangis."

"Semoga di bom ajalah ini gedung, biar mampus semua yg di dalem." Celetuk ngawur Alam yg kemudian melangkahkan kaki di trotoar jalan dengan di ikuti Virgo disampingnya. "Eh btw Danang ada chat lo ngga Vir hari ini?" Tanya Alam tanpa menoleh karena sedang mengeluarkan sebatang rokok dari kotaknya untuk mengikuti jejak Virgo yg sudah lebih dulu berfogging ria.

Dia tiba-tiba teringat Danang yg sedang tak bersama dengan dirinya saat ini. Bukan tanpa alasan Alam bertanya, keanehan banyak dia rasakan pada Danang yg menjadi berbeda belakangan ini, dan itu jelas membuatnya gelisah sebagai teman.

"Ngga ada." Kepala Virgo celingak-celinguk ke arah kanan-kirinya mencari penjual minuman yg dia inginkan. "Lagi sibuk mungkin. Ngga kayak kita yg jadi babu di seret kemana-mana sama duo nyi blorong itu."

Tangan Alam meraba-raba semua kantong yg ada di tubuhnya, namun tak menemukan apa yg dia cari. "Pinjem korek." Pintanya sambil mengulurkan tangan. Virgo pun mengambil korek dari sakunya dan memberinya pada Alam cekatan menerima dan segera menyulut rokoknya. "Lo ngerasa ada yg aneh ngga sama dia?" Tatap Alam pada Virgo sambil mengangsurkan korek yg di pinjamnya.

Mata Virgo menyipit dan menatap sekilas pada Alam sebelum beralih pada sekitar untuk mencari apapun itu yg menjual minuman. "Emang lo ngerasa dia Aneh?"

"Iya" Alam mengangguk dan mengeluarkan asap dengan nikmat. "Semenjak abis ketemu temen Vio itu, siapa namanya tadi?"

"Azalea?"

"Nah itu. Semenjak abis ketemu dia, Danang jadi aneh. Banyak diemnya." Bahkan Alam yg terlihat slengek'an saja sampai dapat merasakan perubahan dari temanya itu. "Dari dulu emang dia yg paling diem dari kita, tapi semenjak ketemu Lea itu dia jadi tambah diem dan suka bengong kayak punya beban mikir negara gitu."

Itu juga yg Virgo rasakan pada Danang. Tapi kelebihannya dari Alam, dia masih mendapatkan beberapa petunjuk yg memmbuatnya bisa menyimpulkan apa yg terjadi pada Danang, meski itu juga hanya tebakan atau bahasa keren lainya yaitu praduga tak berdasar. "Gue juga sebenarnya ngerasa kayak gitu. Gelagatnya juga aneh. Tapi ya gimana lagi, dianya ngga mau cerita." Mata Virgo akhirnya dapat menemukan sebuah keindahan berupa gerobak penjual minuman yg dia cari, Es kelapa. "Eh tuh ada penjual Es kelapa, sana aja yuk." Tunjuk Virgo arah seberang jalan.

Keduanya kemudian menolehkan kepalanya kekiri dan kekanan untuk melihat lalu lintas kendaraan di sekitar sebelum akhirnya berjalan menyebrangi jalan dan selamat sampai di sisi jalan lainya.

"Dianya juga ngga ada minta bantuan atau apapun gitu sama kita dan milih diem aja. Jadi ya kita ngga bisa apa-apa lah." Lanjut Virgo dengan pemikiranya yg kemudian langsung mengambil langkah untuk duduk karena sudah sampai di tujuan.

Alam pun mengikuti jejak Virgo dengan duduk di sebelahnya dengan kepala yg tertuju pada penjual yg sigap berdiri dan berjalan menuju tumpukan kelapa muda. "Pak es kelapa dua ya!" Pesan Alam yg sudah duduk bersampingan dengan Virgo. "Gpl pak, lima menit lagi kita mati kehausan ini." Lanjut Alam lebay membuat penjual yg sudah mulai membacoki kelapa yg tak bersalah itu tertawa kecil.

"Kalo gitu sediain dalam 6 menit aja pak." seru Virgo menanggapi.

Kontan sang bapak mengerutkan dahi dan menatap sekilas pada pelangganya. "Kenapa gitu mas?" Tanya sang bapak yg kembali berfokus pada kelapa di depannya sebelum tanganya sendiri yg terkena bacokan parangnya.

"Biar temen saya mati duluan pak, soalnya nyusahin jadi orang. Lagian saya masih sanggup 10 menitan lagi sebelum mati, jadi santai aja." Asal Virgo menjawab dengan santai yg segera di hadiahi tampolan oleh Alam.

"Tapi kira-kira kenapa ya Vir? Lo ngga ada gitu pandangan tentang Danang?" Sudah dengan basa-basi pada penjualnya, kembali mereka memilih fokus dengan obrolan yg sempat tertunda.

"Pandangan gimana maksdunya?" Balas Virgo santai sambil memainkan batang rokok yg semakin pendek di apitan jarinya.

Alam tak sebodoh itu untuk tak mengetahui jika Virgo sedang pura-pura tak mengerti tentang maksudnya. Tapi lebih baik dia meladeni saja lah. "Ya kayak apa yg terjadi sama dia gitu. Apa masalahnya."

Menghela napas pelan, Virgo memilih untuk melempar batang rokok di tanganya setelah dia hisap untuk terakhir kalinya. "Kalaupun kita tau masalahnya apa, kita ngga bisa apa-apa Lam. Soalnya itu masalah personal mereka, dan ngga seharusnya kita ikut campur kalo bukan mereka sendiri yg minta kita ikut campur."

Senyum cerah terbit di bibir Alam yg sudah memastikan bahwa Virgo tahu apa yg terjadi pada Danang. "Jadi, apa yg lo dapet dari pengamatan yg lo lihat. Kesimpulan yg lo dapetin."

Raut jengkel langsung terpampang di wajah Virgo karena akhirnya menyadari bahwa dia telah salah bicara tadi. "Lo bagusan ngambil jurusan hukum dari pada seni dah nyet, biar jadi jaksa."

Kekehan geli yg lebih ke arah tawa kemenangan di keluarkan Alam. "Udah buru jelasin." Pintanya sebelum kembali menghisap lintingan yg katanya racun itu.

Kalau sudah begini ya tak ada alasan lain bagi Virgo untuk tetap menyembunyikan apa yg dia dapat simpulkan. "Dari yg gue tangkep, tapi ini ngga tau bener apa salah loh ya!" Peringat Virgo menatap Alam sinis, yg di angguki Alam dengan senyum tengilnya, membuat gemas Virgo yg ingin segera menghantamnya dengan batok kelapa. "Kalo menurut gue, mereka jelas kenal satu sama lain walau waktu itu kenalan sih. Dan waktu itu, sehabis Lea salaman sama gue dan natap Danang, dalam sepersekian detik gue nangkep senyum tapi yh sedih gitu, kayak tatapan rindu."

"Jadi mereka ada hubungan?" Simpul Alam dengan penjelasan Virgo.

Virgo mengangguk. "Dulu. Kayaknya."

"Tapi kita ngga tau apa masalah yg terjadi, yg jadiin mereka ngga lagi kayak dulu, gitu?" Tebak Alam sekali lagi yg juga di benarkan oleh Virgo kembali.

Obrolan mereka terinterupsi oleh bapak penjual yg mengantarkan Es kelapa pada mereka.

Segera Alam meminum Es kelapa yg terlihat sangat menyegarkan di depanya dengan kening yg berkerut tanda sedang berfikir. "Jadi sekarang tinggal gimana caranya bikin Danang bicara ya?" Gumam Alam lebih ke bertanya pada dirinya sendiri setelah tanganya meletakan gelas yg isinya tinggal setengah di gerobak depanya.

"Jangan sekali-kali maksa dia buat nanya kalo bukab dia sendiri yg mau bicara." Wanti-wanti Virgo pada Alam dengan serius. Tau jika sahabat yg sedang duduk di sampingnya ini bisa melakukan hal seenak bapaknya.

"Iya-iya" Dumel Alam malas. Tapi itu tak bertahan lama, karena sebuah ide sangat briliant yg di kirimkan tuhan tiba-tiba datang ke kepalanya. "Gue dapet ilham bagus dari tuhan!" Girang Alam dengan mata berbinar menatap Virgo.

Wajah malas terpatri pada Virgo, namun tetap diladeninya manusia di sebelahnya ini. "Apaan?"

"Kita ajak ke club aja dia!"

Tepat sedetik setelah Alam berucap itu, Virgo yg sedang khidmat menyedot es'nya langsung menyemburkannya kembali sepenuhnya.

"Uhhuk... Uhuk!!.. Bangsat!" Virgo terbatuk di Sela tawanya, dan itu sangat sakit dirasakannya. Rasa terkejut dan hasrat ingin tertawa sangat membara dalam tubuhnya. namun tenggoraknya sangat gatal dan sakit karena tersedak minuman yg sudah di semburkanya. "Anjing lo emang!" Maki Virgo dengan fasih lengkap dengan tempelengan. "Ilham dari tuhan pala lo itu! Mana ada ilham dari tuhan tapi mabok setan!!"

Di tempeleng dan maki seperti itu, Alam hanya bisa mengusap kepalanya yg habis kena geplakan dengan wajah yg cemberut. "Ya kan semua ide dari tuhan."

"Ya tapi kalo mabok jelas bukan dari tuhan kampret!" Geram Virgo yg tanganya sudah siap memplintir jempol tangan Alam. "Pak pinjem goloknya pak!" Seru Virgo langsung bersiap berdiri.

"Eh jangan gitulah Vir!" Panik Alam memengangi tanga Virgo yg bangkit dari duduknya. "Nggak lucu cuk ahhh!" Rengek Alam sekuat tenaga menahan Virgo agar tak berjalan.

"Sini pak goloknya pak! Udah ngga kuat saya punya temen model begini." Virgo memberontak dari cekalan Alam dengan menarik-narik tanganya agar terlepas. "Kalo ngga kelapa utuhnya aja itu pak, saya bantuin sini buat mecahin jadi dua kayak debus gitu." Tunjuk Virgo pada kumpulan kelapa di samping gerobak namun di sisi yg berbeda dari Virgo.

Penjual kelapa yg duduk di bawah ruko yg sudah tutup tak jauh dari mereka hanya bisa tertawa melihat tontonan lawak gratis dari kelakuan dua remaja aneh yg membeli dagangannya.

"Iya-iya gue serius Vir ah!" Bujuk Alam berjanji. "Sueerr!"

"Awas lo!" Ancam Virgo sambil mengepalkan tinjunya dengan raut ganas sebelum akhirnya kembali duduk yg membuat Alam mengelus dada lega seketika.

"Tapi ide gue barusan bagus lho Vir, seriusan" Yakin Alam pada Virgo dengan idenya tadi. "Meskipun gue juga ngga yakin dari tuhan tadi sih, orang tadi tiba-tiba muncul aja."

Virgo menghela napas mencoba sabar menghadapi mahluk aneh tidak berjenis satu ini. "Gimana ceritanya mabok bisa jadi ide bagus deh Lam? gimana?"

"Nih ya" Alam terlihat serius sekali karena memposisikan duduknya senyaman mungkin, padahal sama saja. "Secara teori, orang kalo minum kan jadi rileks meskipun ngga bisa mikir bener-bener. Tapi yg penting itu kita bikin dia rileks dulu lah, soalnya yg dia butuhin sekerang tuh itu. Entah dia mau sampe over atau engga itu terserah dia. Gue ngga ada niatan bikin dia mabuk banget terus tanya-tanyain. Gue cuma mau dia rileks doang pikiran dan perasaanya, dan dengan itu siapa tahu dia bakal cerita dengan sendirinya. Tapi kalaupun engga juga ngga papa, nggak usah kita paksa kayak kata lo tadi." Jelas Alam dengan raut wajah yg sangat menjanjikan. "Ngga ada salahnya mertimbangin ide gue. Berhasil atau enggak mah soal belakangan."

Kebiasaan Virgo jika sedang berfikir ia lakukan, alis naik sebelah yg kemudian di usap-usapnya. Mencerna baik-baik sebelum mengiyakan saran Alam yg memang tidak sepenuhnya salah. "Tapi Danang doyan minum ngga? Kita ngga pernah mabok bareng ini."

"Ya ngga usah kita tawarin atau tanyain juga lah!" Kesal Alam pada Virgo yg terlihat pintar tapi nyatanya bodoh. "Masa gitu aja ngga tau sih!" Decak Alam tak habis pikir. "Ya tinggal chat dia aja, kabarin ntar malem kumpul di kos gue jam berapa gitu. Terus ajak aja ke club atau minum di kos gue juga gapapa lah." Jelas Alam panjang lebar dengan sabar.

"Di tabokin tetangga kos lo yg ada kalo minum disana." Jengah Virgo menarik batang rokok lagi. Otaknya butuh nikotin.

"Mereka ngga pada rewel orangnya, tenang aja. Ntar gue kondisiin lah gampang." Kalem Alam tak menjadikanya masalah. "Soalnya kalo di club terlalu berisik buat ngobrol."

Virgo mengangguk menyetujui. "Nah iya makanya. Yaudah lo aja yg ngatur semuanya, gue terima beres aja deh. Dan jangan lupa chat dia." Lebih baik menyerahkan semuanya pada yg mempunyai ide, kalau gagal tinggal menyalahkan yg punya usul.

Dua jempol teracung mantap di depan wajah Virgo. "Beres sama gue, tenang aja lo." Jumawa Alam dengan tengil yg di tanggapi Virgo dengan menyentak tangan Alam.

Baru saja mereka terdiam dalam lamunan masing-masing, namun sebuah bunyi notifikasi terdengar dari ponsel keduanya secara bersamaan, membuat perhatian mereka segera teralih pada ponsel di depanya.

Alam yg lebih dulu melihat pop up pesanya pun seketika menegguk ludah yg tiba-tiba menyangkut di tenggorokan saat membaca isi pesanya.

"Vir"

"Iya gue tau" Potong Virgo yg wajahnya sudah pias sama seperti Alam. "Kita dapet masalah baru." Ujarnya pelan yg di angguki oleh Alam.

"Grab aja apa Vir?" Saran Alam memberi ide.

Gelengan takut di berikan Virgo. "Cuma ngulur waktu siksaan doang."

Alam menoleh pada Virgo dengan raut wajah horor. "Terus gimana?"

Tak ada jawaban dari Virgo meski matanya juga menatap Alam. Memejamkan mata sebentar, keduanya kembali saling pandang dengan mata yg jelas memancarkan keputus-asaan. Dalam keterdiaman yg mencekam, mereka saling menguatkan lewat telepati bahwa mereka bisa melewati cobaan yg sudah menanti.

Pesan tadi berasal dari Violin yg mengirimkan pesan di grup Fantastic Four mereka, yg isinya jelas di tunjukan hanya untuk mereka berdua yg berupa ancaman dan mengharuskan mereka segera kembali ke parkiran jika masih ingin menikmati oksigen gratis lebih lama di dunia.







Saat ini mereka sudah berada di area parkiran dan sedang berjalan beriringan menuju tempat dimana mobil mereka terparkir aman. Namun tentu tidak dengan mereka berdua yg akan segera menghadapi hukuman.

Hawa bangunan parkiran sore ini terasa sejuk lebih ke arah mencekam. Kabut hitam mulai berdatangan, membuat pandangan semakin pendek tak bisa di lawan. Jejeran mobil yg terparkir pun seolah mempunyai nyawa dan sedang tersenyum mengejek pada mereka.

Halah lebay.

Mental disiapkan, batin di kuatkan, jiwa mereka teguhkan. Virgo dan Alam berjalan dengan tangan yg dimasukan ke saku celana sok cool, padahal keberanian sudah tumpul. Tapi mau bagaimana lagi, resiko mesti mereka hadapi, akibat sudah berani lari tadi.

Mereka kompak berhenti, tak kala sepasang tatapan sinis tajam menguliti dari dua perempuan cantik namun bertangan besi terarah pada mereka yg kompak berdiam diri. Menghela napas pasrah akan nasib, mereka melangkahkan kaki kembali untuk menghampiri dua wanita yg sudah menunggu di samping mobil yg entah bagiamana semesta mengaturnya bisa terparkir saling bersisian.

Sepertinya semesta memang ingin melihat mereka tersiksa.

Sampai di depan kedua perempuannya masing-masing, Virgo dan Alam kompak menundukan kepala seperti anak kecil yg tertangkap basah mamanya mengambil makanan dari kulkas padahal sudah di peringatkan sebelumnya.

"Kak" Cicit Virgo menyapa dengan takut-takut.

"Apa?!" Garang Nessa menatap bak ibu tiri yg siap menyiksa.

Virgo mengangkat kepalanya lengkap untuk menatap Nessa. "Tadi Virgo nemu warung seblak enak banget!" Ucap Virgo dengan wajah di buat semeyakinkan mungkin.

Seperti terhipnotis Uya Kuya dengan tisu magicnya, wajah Nessa yg semula galak langsung berubah seperti kucing imut yg menunggu di siapkan makan oleh babunya. "Dimana-dimana?!"

Dalam hati, Virgo tertawa lebar karena triknya ternyata manjur juga. "Ngga jauh dari sini kok, tadi Virgo sama Alam jalan nyari warung seblak buat kakak." Jelas itu adalah sebuah dusta belaka.

Setelah mengucapkan itu, Virgo melirik ke tempat sebelah dimana Alam dan Violin berada. Dan seperti mereka memang di takdirkan saling bersama, Alam pun melakukan hal yg sama dengan melirik ke arahnya. Keduanya berpandangan dengan senyum yg hanya sedikit di munculkan, agar dua kucing garong di depanya ini tak tahu bahwa semua yg mereka katakan sudah di rencanakan sebelumnya.

Memberi isyarat jika dia sudah berhasil, Alam pun memberikan isyarat jika dia selesai menaklukan kucing di depanya.

Kembali kepala Virgo di alihkan menatap Nessa dengan wajah yg sudah ceria. Namun hal yg tidak di sangka terjadi, sebuah jeweran lengkap dengan pelototan tajam sukses Virgo dapatkan. "Kamu kira bisa ngadalin kakak gitu aja hah?!" Semprot Nessa lalu memutar jeweran di kuping Virgo, alhasil ringisan perih dan permintaan ampun pun menjadi jurus andalan terakhir Virgo.

Dan hal yg sama rupanya terjadi juga pada Alam yg Virgo dengar berteriak cukup kencang meminta ampun. Sepertinya Alam jauh lebih tersiksa dari dirinya.

"Bisa-bisanya kamu ninggalin kakak gitu aja setelah dengan gagahnya bilang aku lebih milih jadi serigala yg ngawasin kawananya dari belakang." Malu, itu Virgo saat ini rasakan. Entahlah sudah seperti apa rupa wajahnya saat ini, tapi yg jelas dia sangat malu dengan sindiran telak yg di lemparkan Nessa padanya.

Seperti yg sudah bisa di tebak kelanjutannya, Rencana yg sudah ia dan Alam susun matang-matang berdasarkan vote terbanyak di sosmed sudah gagal. Dia dan Alam juga tidak mempunyai rencana cadangan di karenakan waktu yg sangat terbatas. Jadi, satu-satunya hal yg bisa dia dan Alam lakukan saat ini hanyalah pasrah dan berdoa, semoga dua perempuan ini masih membiarkan mereka hidup dan tidak menyiksanya dengan cara-cara yg Virgo tak mau bayangkan di kepala.




Setiap orang bersikap dengan sebuah alasan di baliknya.
Semuanya baik, menurut versi masing-masing dari mereka.

~J_bOxxx~
 
Terakhir diubah:
Kasih tau ya mana scene yg paling bikin guling-guling. Ada salah satu jokes yg menurut sata kocak banget meski di baca terus.

Oh ya, ada info lagi nih. Minggu depan saya sibuk, jadi mungkin bakal susah buat update. Tapi berhubung saya sudah nulis part selanjutnya, (meski belum di edit sih) jadi bagusan saya dobelin sekarang tapi minggu depan kekeringan, atau saya keep aja buat minggu depan yg kemungkinan besar bakal dua kali up.

Tentukan pilihanmu, SEKARANG!
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd