PART 10
INI IKRARKU
Tenang sudah Nessa rasakan, dalam hangat pelukan seorang remaja jauh di bawah umurnya yg menjelma jadi seorang pria dewasa.
Entah sudah berapa lama mereka dalam posisi yg masih sama, berada di pangkuan Virgo yg kedua tangannya membelai lembut rambut dan punggungnya dalam keterdiaman.
Nessa sudah lupa, kapan terakhir dia merasakan di sayangi seperti ini oleh seseorang. Terkungkung nyaman dalam sebuah pelukan. Merasakan lembut sebuah belaian. Di sempurnakan dengan sebuah janji dan tekad untuk membahagiakan.
Dia sudah lupa. Sebelum saat ini, di waktu fajar yg menuju pagi.
"Kak" Pelan suara Virgo memanggil, mengecek apakah Nessa terlelap atau tidak.
"Hhmmm" Nessa menggerakkan tubuh dan kepalanya mencari kenyamanan lebih di tubuh hangat yg sedang memeluknya. Ternyata belum tidur.
Virgo cukup heran dengan dirinya saat ini. Baru terpikirkan olehnya, atau lebih tepatnya baru menyadari ada yg aneh dengan dia dan posisi mereka saat ini.
Sungguh dia bisa merasakan tonjolan dari dada Nessa yg erat memeluknya. Juga posisi duduk Nessa yg ada di pangkuanya sangatlah tidak aman sama sekali, karena tepat di atas junior perkasanya yg baru merasakan kentang beberapa waktu tadi.
Dan di situlah letak masalahnya.
Kenapa bisa, dia bisa tidak merasa bergairah atau horny di saat posisinya dan Nessa yg seperti ini sedangkan dia baru saja merasakan kentang atas percintaannya dengan Violin. Sungguh aneh, dan Virgo jadi takut sekarang, karena otaknya tiba-tiba memikirkan bahwa dia mengalami impoten mendadak.
Tapi setelah dia pikir-pikir dan teliti, sepertinya bukan itu masalahnya, hal ini bisa terjadi lebih kepada karena tubuh dan nafsunya sadar diri dengan situasi yg ada, dan siapa juga yg ada di pelukan dan pangkuanya. Syukur lah jika seperti itu, berarti tubuh dan juniornya tidak murahan, yg bisa langsung terangsang dengan gampang bahkan hanya dengan sentuhan.
Jika di cerna ulang, sepertinya ini bukan saat yg tepat untuknya merasa heran dan malah membahas hal seperti itu di saat ini. Ada hal penting yg lebih dia ingin tahu dari Nessa sekarang, yg kondisinya sudah jauh lebih tenang.
"Virgo mau nanya kak." Mendengar nada serius dari Virgo yg dapat dia tangkap, terpaksa Nessa harus menarik diri dari kenyaman yg diberikan Virgo dengan menegakkan tubuhnya.
Tangan Nessa berpindah ke atas pundak Virgo dengan mata yg saling menatap, wajah serius dari Virgo pun dia dapat. "Mau nanya apa?"
"Kakak kan udah lama tau kalo dia selingkuh, kenapa kakak ngga minta atau milih devorce aja? Lagian dengan pemikiran kakak yg tadi bilang kalo kakak adalah orang yg tiba-tiba hadir di antara mereka, bukannya cerai adalah jalan terbaik buat kalian?" Dalam keterdiaman tadi, Virgo sebenarnya sibuk berfikir dan mencerna apa-apa kemungkinan yg ada. "Apa kakak malu dengan status setelahnya?"
"Satu-satu kalau nanya itu." Nessa tersenyum gemas atas pertanyaan beruntun dari pria di depanya yg memasang wajah serius ini. Jujur dia cukup takjub dengan Virgo yg bisa berfikir sampai sana di tengah kekalutan yg kental menyelimuti suasana. "Kamu bener, cerai seharusnya jadi solusi yg paling masuk akal dan bagus buat kita. Dan bukannya kakak ngga pernah mikirin itu juga, tapi memang ngga semudah itu buat cerai. Banyak hal yg jadi pertimbangan kakak selain status janda yg bakal kakak sandang setelahnya."
Pernikahan bukanlah sesimple membeli barang yg kalau tidak suka bisa di buang. Bukan pula seperti pacaran yg bisa putus dan balikan seenaknya. Dan itulah yg Nessa pikirkan, banyak kerumitan dan carut marut yg baru dia sadari seiring berjalannya waktu. Dia bisa mengambil langkah mudah dengan bercerai, namun setelah dia pikir matang-matang, ternyata memutuskan cerai tidaklah mudah.
"Dan apa itu?" Penasaran semakin besar menggelayut ingin di puaskan dalam dirinya. "Keluarga? Perasaan? Atau apa?"
"Keluarga masuk dalam pertimbangan." Nessa mengangguk membenarkan. "Tapi untuk rasa, kakak ngga sebodoh itu."
"Terus apa lagi? Kakak ngga mungkin sebaik itu dengan ngefasilitasi mereka untuk selingkuh di belakang kakak kan? Lagian om dan tante ngga sejahat itu buat maksain kalian tetap satu kalau tahu gimana rumah tangga kalian." Hasil pemikiran instannya mencetuskan hal tersebut, hanya itulah hal bisa otaknya berikan, hingga sebuah pemikiran tiba-tiba terlintas di benak Virgo. "Atau kakak di ancam kalau minta cerai? Karena dia jelas ngga bakal dapet restu dengan selingkuhanya. Dan juga cap buruk yg bakal ada di namanya kalau keluarga kalian tahu? Iyakan?"
Emosi naik dengan cepat ke kepala Virgo dengan pemikiran bahwa Nessa mendapatkan ancaman, namun gelengan cepat yg Nessa berikan berhasil menurunkan kembali sedikit emosinya, juga sebagai tanggapan bahwa pemikirannya tidak benar.
"Bukan. Mas Reno ngga kalau dia udah kegep selingkuh sama kakak. Tapi emang ngga semudah itu Virgo buat cerai." Nessa yakin bahwa Virgo tak akan bisa mengerti dengan apa yg membuatnya berat memutuskan, karena ini bukan tentang nalar dan otak saja.
Emosi yg sebelumnya belum benar-benar hilang dari diri Virgo bertambah naik kembali karena Nessa yg bertele-tele. "Kalo ngga mudah ya di buat semudah mungkin lah kak. Virgo bakal bantu!" Virgo pikir Nessa tidak seperti wanita lainya yg akan memperumit hal-hal yg seharusnya mudah untuk di atasi dengan cara yg praktis, tapi ternyata sama saja rupanya. "Apasih yg kakak takutin?!"
Mendapatkan nada dan tatapan yg tak bersahabat dari pria yg baru saja menenangkannya, tentu emosi langsung melejit tinggi di tubuhnya. "Banyak!" Nada tinggi Nessa berikan dengan tatapan kesal atas perlakuan dan pemikiran Virgo. "Kamu ngga akan ngerti! Kamu ngga ada di posisi kakak! Kamu ngga pernah ngalamin apa yg kakak alamin!" Baru saja dia bisa tenang dengan bantuan Virgo, tapi sekarang pria di depanya ini juga yg malah melakukan sebaliknya.
Tidak ada yg tahu apa yg sedang dirasakannya. Tentang bagaimana dia berfikir ini dan itu, apa efek jika dia melakukan ini dan apa akibatnya juga jika dia melakukan itu. Tak segampang teori di kemukakan. Tak segampang mulut berucap juga. Hal itu yg membuatnya frustasi, karena dia tidak hanya butuh solusi semata, melainkan juga semangat dan dukungan, bukan cercaan menyudutkan seperti yg Virgo lakukan.
Kembali, dalam diam Virgo akhirnya sadar bahwa barusan terpancing oleh emosi. Apa yg di ucapkan kakaknya memang benar adanya. Dia tidak tahu apa yg dipikirkan atau dirasakan Nessa. Tapi karena itulah dia bertanya, agar setidaknya dia tahu gambaran apa yg Nessa pikir dan rasakan. "Justru karena itu Virgo nanya kak." Virgo mencoba tenang dan mengontrol oktaf suaranya, tak ingin ada emosi di antara mereka meski tadi dia yg memulainya. "Biar Virgo tahu gimana perasaan dan pikiran kakak. Virgo pengen tahu, biar bisa bantu."
Nessa menghela napas dan mengaturnya agar kembali seperti biasa. Melihat raut Virgo yg mencoba tenang, dia akhirnya sadar bahwa tak ada yg bisa didapat dan diselesaikan jika emosi mendominasi diri. "Banyak ketakutan-ketakutan yg kakak pikirkan Virgo. Efek dari langkah yg bakal kakak ambil." Nessa berucap pelan, karena emosi barusan cukup menguras tenaganya. "Seperti pandangan orang lain ke keluarga. Kakak juga takut reaksi mama sama papa bakal gimana, karena cuma ada dua kemungkinan yg bakal mereka lakukan. Antara malu dan merasa bersalah seumur hidup yg mana kakak ngga mau lihat itu, atau justru marah karena kakak ngga becus bikin suami sendiri sayang dan jatuh cinta, hingga akhirnya selingkuh di belakang. Dan itu juga belum termasuk mertua kakak. Banyak lah pokoknya." Frustasi Nessa jika memikirkannya. Padahal apa yg di jelaskannya barusan baru sedikit dari yg ada di pikirannya, tapi sudah membuatnya pusing tak karuan.
Meski kasarnya, dia hanya di jadikan alat penambah kekuasaan dan kekayaan keluarganya saja, tentu Nessa tak mau melihat orangtuanya merasa bersalah di sisa hidup mereka karena telah salah memilih pasangan untuk anaknya. Walau bagaimana pun, dia sudah di sayangi sedemikian rupa oleh mereka, jadi ini hanya sebagian kecil pembalasan dan bakti atas banyak yg telah mereka lakukan untuknya.
"Ini cuma secuil pembalasan kakak dari segunung yg udah di kasih mereka. Ngebuat mereka malu dan merasa bersalah adalah hal terakhir yg kakak pengen lihat dari wajah mereka." Senyum coba perlihatkan atas berakhirnya penjelasan yg dia berikan dengan nada pelan.
Nessa hanya ingin membuat Virgo mengerti jika tak semua bisa diselesaikan dengan mudah. Banyak pertaruhan di dalamnya, banyak hal yg akan menjadi korban. Bukankah lebih baik memilih hal yg sedikit membuat efek dari pada memaksakan tapi berdampak pada keseluruhan. Dan itulah yg sedang dia lakukan, rela mengorbankan diri demi terkendalinya situasi dan meminimalisir efek yg akan terjadi.
Setiap orang ingin menjadi pahlawan untuk orang lain, dan inilah langkah egosi yg dia ambil, mencoba untuk menanggung dan menerima semuanya sendiri.
Virgo sudah mencerna baik-baik apa yg Nessa jelaskan. Dia paham apa yg Nessa khawatirkan meski tak sepenuhnya, sebab ada beberapa hal yg tak pernah di alaminya. Tapi tetap itu tidak serta-merta bisa membuatnya menyetujui dan menerima apa yg dilakukan dan dipilih Nessa. Mengorbankan diri dan berakting tampak semuanya baik-baik, dan itu demi keluarga atau yg lainya adalah hal yg sangat bodoh menurut Virgo.
Bagaimanapun juga, semua bisa terjadi juga karena kedua orangtua Nessa, jadi seharusnya wajar apabila mereka tahu akibat dari apa yg telah diperbuat, apa yg mereka paksakan. Walau pahit, mereka harus tahu kalau anak yg sudah mereka rawat dengan sepenuh hati dari kecil telah di sakiti oleh orang lain. Manusia tidak akan tahu yg di perbuat itu baik atau buruk jika tidak tahu efeknya langsung, dan seharusnya Nessa membiarkan mereka mengetahuinya, bukan malah menyembunyikan dan menanggung sendirian.
Jelas Virgo tak bisa menerimanya. Apa yg salah tentu tak bisa di benarkan. Kegagalan tidak berarti buruk, tapi Nessa terlalu takut untuk mengakui dan mengungkapkan agar semua tahu bahwa rumah tangganya memang tak berhasil.
"Kak" Virgo menatap dalam pada mata Nessa dengan wajah datarnya. "Apa yg kakak lakuin itu bukan sebuah pengorbanan. Bukan juga sebuah bakti seorang anak pada orang tuanya. Tapi itu sebuah kebodohan. Mencoba berperan sebagai manusia paling kuat di dunia dan menanggung semuanya sendiri adalah bodoh. Kegagalan bukan sebuah aib kak, tapi sebuah pembelajaran." Ada yg harus menyadarkan Nessa tentang apa yg sedang dilakukannya. Dan karena dia adalah satu-satunya orang yg ada di dekat kakaknya saat ini, maka dengan senang hati dia akan melakukannya. "Kakak sadar kalau punya banyak pilihan, tapi kakak justru malah milih pilihan yg paling bagus!" Sarkas Virgo dengan wajah kalemnya.
Jika di ibaratkan, apa yg Nessa pilih saat ini adalah, sudah tau bila belok kekanan di pertigaan jalan depanya akan ada kantor polisi yg sering menggelar razia, Tapi dia justru nekat dan sengaja membawa motor yg tidak ada surat lengkapnya dan full modifikasi lewat sana dengan tak memakai helm. Parahnya, SIM C tak punya lagi. Itulah Nessa.
Nessa mengendikan bahunya dan tersenyum geli atas sarkasme yg Virgo tujukan padanya. "Mungkin kamu bener, tapi ini yg kakak pilih. Dan menurut kakak, ini yg terbaik. Seenggaknya buat sekarang ini."
Seketika Virgo menjatuhkan tubuhnya ke senderan sofa. Tiba-tiba kepalanya pusing mendengar ucapan Nessa barusan. Entah idealisme model apa yg di anut oleh Nessa ini.
Baik dari mananya coba? Bagaimana bisa dia memilih untuk tenggelam, padahal dia sendiri bisa berenang.
Untung dia adalah orang yg baik hati dan rajin menabung, jadi meski Nessa dengan sengaja menenggelamkan diri, maka dengan senang hati dia akan tetap menolongnya. Ya, dia harus membantu Nessa yg mungkin sudah pasrah akan keadaan.
Virgo mengarahkan pandangan agar dapat melihat Nessa kembali berbekal pemikirannya barusan. "Terus kakak cuman diem aja gitu? Pasrah sana nasib?" Serius, jika Nessa bilang iya, maka dengan semangat enam sembilan dia akan menjedotkan kepala Nessa. Setidaknya meski tak mau bercerai, minimal Nessa harus melakukan sesuatu untuk dan demi dirinya sendiri.
"Apa yg kakak harus lakuin?" Balik Nessa bertanya dengan menaikan alisnya, menatap Virgo bingung.
"Ya minimal bales lah!" Sungguh Virgo gemas sekali dengan orang di depanya ini. Ingin sekali dia mengguyur kepala Nessa dengan coklat koko crunch agar bisa dimakannya. "Kalau ngga dapet kebahagiaan di rumah ya cari di luar."
"Bales gimana?" Nessa semakin bingung dengan ucapan Virgo dia benar-benar tak mengerti." kebahagiaan kayak apa yg harus kakak cari di luar?"
Sumpah Nessa ini sok polos atau memang benar-benar polos Virgo tak tahu. Tapi yg jelas dia harus sabar dan menjelaskan secara gamblang. "Ya dengan cari pengganti si kampret itu lah kak, Gitu aja tanya lho."
"Maksud kamu selingkuh?" Tebak Nessa yg langsung di angguki Virgo membenarkan.
"Apapun namanya itu. Pokoknya kakak harus bales. Cari kesenangan sendiri di luaran sana dengan orang lain kalo ngga bisa dapetin dirumah. Toh dia juga ngelakuin hal yg sama." Bukan Virgo mau menjerumuskan kakaknya, tapi Nessa juga berhak untuk mendapatkan bahagia, Nessa sangat layak untuk di bahagiakan. "Cari orang yg bisa buat kakak nyaman, orang yg bisa perhatiin kakak. Kalau bisa, cari orang yg bisa sayangin dan cintain kakak. Virgo yakin pasti kakak bisa dapetinya, meski bukan dari dia."
Nessa menyimak baik-baik ucapan Virgo. Dan jika boleh jujur, dia sudah pernah memikirkan untuk melakukan hal itu juga. Namun kembali, banyak hal yg terpikirkan olehnya. Contoh simplenya adalah bahwa dia hampir tidak punya kenalan lawan jenis selain teman kantornya yg semuanya sudah berkeluarga. Sebuah kebodohan apabila dia menggaet salah satu dari mereka yg mana akan membuat istrinya jadi merasakan apa yg dia rasakan.
Dan jika dia meminta bantuan teman atau sahabatnya untuk di carikan kenalan cowok yg bisa di ajak selingkuh, bukankah itu justru akan membongkar aibnya sendiri? jelas ia tak mau itu. Lagian Virgo bisa-bisanya tanpa beban berucap seperti itu pada dirinya.
Sebuah Ide terlintas di kepala Nessa yg cepat berfikir jika menyangkut tentang kejahilan. "Yaudah sama kamu aja." Raut muka Nessa buat seserius mungkin dan tidak terlihat bercanda.
Tatapan jengah diberikan Virgo pada Nessa yg walaupun menatapnya serius, tapi jelas omongannya sangat bercanda. "Virgo serius kak."
"Kakak juga serius." Nessa berucap yakin. "Kakak ngga punya kenalan cowok selain temen kantor yg udah punya keluarga semua. Cuma kamu cowok yg kakak kenal belum nikah." Kelit Nessa mencoba meyakinkan, namun tak sepenuhnya dia berdusta, sebab memang hanya Virgo cowok yg dia kenal masih belum berkeluarga. "Lagian Kamu yg saranin, jadi ya sama kamu lah." Tambahnya mengompori.
"Kakk!" Erang kesal Virgo merasa frustasi. Bagaimana bisa kakaknya berfikir seperti itu, ya walaupun benar dirinya yg memberikan ide, tapi ya bukan dengan dirinya juga lah.
"Apa?" Tantang Nessa dengan angkuh, padahal sebenarnya sudah hampir meledakan tawa. "Kamu yg punya ide, kamu yg nyaranin, jadi ya tanggung jawab lah! Jangan bisanya cuma ngomong doang jadi cowok."
Raut wajah Virgi berubah datar seketika atas tatapan dan ucapan yg meremehkan dirinya sebagai pria. Jelas dia merasa tak nyaman dan tak terima dengan itu. Selama hidup, dia selalu berusaha menjadi orang yg tepat janji dan omongan meski sering asal bicara. Selalu bertanggung jawab adalah hal utama yg selalu dia yakini dan terapkan sampai sekarang.
Baiklah, kalau memang seperti itu, dia akan membuktikan bahwa dirinya bukan hanya pintar bicara saja. Kalau itu memang keinginan Nessa, maka dia akan mengiyakan karena memang dia yg menyarankan.
Tatapan tegas dengan napas yg di hembuskan Virgo lakukan sebagai penguat tekadnya. "Oke kalau gitu."
"Oke apa?" Nessa gagal paham dengan ucapan Virgo karena ada jeda yg cukup lama setelah kalimat terakhir yg dia ucapkan dengan baladan Virgo.
Satu tangan Virgo yg berada di punggung Nessa bergerak menuju ke tengkuk leher kakaknya itu. "Virgo jadi selingkuhan kakak."
"Eh?" Terkejut Nessa rasakan, tak menyangka jika ucapannya akan di seriusi oleh Virgo yg lebih mendewakan logika itu. "Ehh bentar-bentar! Kakak cuma ber-emmhhh!" Mata Nessa membulat sempurna bersamaan dengan kepalanya yg Virgo dorong cepat, yg membuat bibir mereka kontan bersentuhan.
Panik luar biasa Nessa rasakan dengan bertautnya bibir mereka. Lumatan dapat dia rasakan dari Virgo di bibir bawahnya. "Viirr-mmmhhmm!!" Nessa mencoba berontak sekuat tenaga untuk melepaskan ciuman mereka dengan menciptakan jarak menggunakan dorongan yg dilakukan kedua tanganya, hal yg mustahil terjadi sebenarnya, sebab kedua tangan Virgo sudah lebih dulu berada di pinggang dan lehernya yg digunakan pria itu untuk menahan tubuhnya agar tak kemanan-mana.
Tak hilang akal, Nessa mencoba menggerakkan kepalanya ke kanan dan kiri agar lumatan Virgo di bibirnya bisa terlepas, namun kembali hal yg sama juga terjadi karena besarnya telapak tangan Virgo yg berada di tengkuknya.
Hanya mengunci rapat-rapat mulutnya lah yg bisa Nessa lakukan sekarang agar Virgo tak bisa berbuat lebih dengan kepanikan yg masih jelas ia rasakan. Virgo sendiri pun sepertinya tak ada ketertarikan sama sekali untuk melepaskan sebab Nessa membangkitkan kemarahan dalam diri dengan menyentil egonya.
Terus mendapatkan penolakan, Virgo menjadi lebih kesal pada Nessa yg padahal memilih sendiri dirinya, tapi kenapa sekarang malah memberontak tak terima? Dengan kuat namun mencoba tetap tak menyakiti, Virgo kemudian membanting Nessa ke samping hingga rebah di atas sofa, dan dengan cepat langsung sigap mengungkung kembali dengan meletakan kedua tangannya di sisi tubuh Nessa yg masih terkejut atas tindakan Virgo barusan.
"Virgo!" Jerit Nessa kesal, marah, sekaligus panik karena Virgo melempar tubuhnya hingga tiduran di sofa. "Kamu apa-apan sih!" Tangannya mencegah tubuh Virgo yg kamu kembali mencoba untuk mendekat padanya.
Virgo menghentikan aksinya untuk mendekat dan menatap wajah Nessa yg marah itu dengan datar. "Kakak yg milih Virgo sendiri tadi, terus kenapa sekarang malah gini?" Tangan Virgo kemudian mencekal kedua lengan Nessa yg berada di pundaknya untuk menahan.
"Kakak cuma bercanda tadi!" Nessa coba menerangkan agar Virgo tak melanjutkan, juga berusaha agar cekalan Virgo yg erat di kedua tanganya bisa lepas. "Sakit Vir."
Telinga Virgo seolah tuli tak mendengar ringisan yg dikeluarkan Nessa akibat cengkramannya itu. Dia justru menggerakan dengan paksa kedua tangan itu tepat di atas kepala Nessa yg kemudian dia kunci dengan tangan kirinya sembari menundukan tubuhnya kembali mendekat pada Nessa untuk kembali menciumnya.
Hanya pipi yg berhasil Virgo cium, sebab Nessa yg sudah lebih awas sigap menghindar dengan memalingkan wajahnya kesamping. Aksi Nessa itu jelas membuat Virgo tambah geram, langsung saja tangan kanan Virgo yg bebas tak melakukan apa-apa mencengkram dagu Nessa yg kemudian diarahkan agar kembali terarah padanya, yg akhirnya membuat kesadaran seketika kembali pada Virgo saat mata keduanya bersitatap.
Mata sendu yg seakan mengatakan bahwa apa yg dilakukannya bukanlah Virgo sekali membuatnya sadar. Nafas ia tarik dalam-dalam dengan keterdiaman dan mana tertutup rapat tak ingin melihat mata Nessa lagi, mencoba memikirkan apa yg sudah dia lakukan dengan jernih.
Hingga tak berapa lama Virgo kembali membuka mata yg langsung tepat terarah pada Nessa. "Oke kakak cuma bercanda. Tapi Virgo pikir, ucapan kakak tadi ada benernya juga." Hilang semua tatapan dingin dan ucapan datar Virgo tadi, berganti dengan suara lembut dan senyum yg menyenangkan. "Lebih baik emang Virgo yg jadi cowok kakak." Setelah Virgo dapat mencerna, ide Nessa memang tak buruk, karena yg buruk adalah perlakukanya barusan.
Jika memang hanya dirinya cowok yg dekat dengan Nessa, maka ia mau melakukannya. Dia juga yakin pasti bisa membahagiakan Nessa dengan semua usahanya. Dia sudah berjanji pula tadi kan? Jadi bila dengan cara ini dia bisa menepati janjinya, dengan senang hati Virgo akan menjalankan.
Tentu pemikiran itu sangat tak masuk akal di otak Nessa yg memang mempunyai ide itu awal tadi, tapi dengan niatan yg berbeda. Dia hanya bercanda, sedang dia bisa melihat dengan jelas bahwa Virgo serius dengan ucapannya. "Kamu ngawur! Kita saudara Virgo, kalau kamu lupa."
Cekalan di tangan Nessa akhirnya Virgo lepaskan setelah teringat. Tapi tangan satunya yg berada di dagu Nessa merambat naik kepipi dan mengelus lembut disana. "Kita cuma saudara sepupu kak." Senyum Virgo masih terpasang, mata mereka saling memandang dengan ekspresi yg saling bertolak belakang. "Itupun juga tiri. Jadi artinya kita itu orang asing kak."
Lagi.
Sebuah fakta kembali terbuka. Tentang jati diri Virgo dan hubungannya dengan Nessa yg ternyata adalah saudara sepupu, dengan embel-embel 'tiri' di belakangnya.
Mata Nessa membulat spontan, telingannya berdengung menolak menerima kalimat yg Virgo ucapkan barusan dengan pelan. "Kamu keluarga kakak, adek kakak!"
Gelengan Virgo berikan dengan pelan. "Kita orang asing kak. Itu kenyataannya."
"Shut the fuck up Virgo!" Raung Nessa marah, langsung membekap mulut Virgo. "Kita keluarga! Kamu adek kakak!" Ulang Nessa dengan penekanan di setiap kata.
Dia tak ingin mendengar kata-kata yg menurutnya mengerikan itu dari mulut pria di atas tubuhnya ini. Hal terakhir yg ingin dia dengar adalah fakta bahwa mereka memang saudara sepupu dengan embel-embel (tiri) sialan itu yg di ucapkan dengan lancar tanpa perasaan oleh Virgo.
Mata Virgo menyipit, tangan Nessa ia tarik dari mulutnya meski sempat ada penolakan, hingga akhirnya terlihat bibirnya yg masih mempertahankan tersenyum meski tipis. "Itu kenyataannya kak." Virgo tetap kukuh dengan fakta yg ada. "Tapi bukan itu yg jadi masalah sekarang. Virgo bener-bener emang mau bantu kakak, dengan apapun itu termasuk ide jadi cowok kakak yg jelas itu sah-sah aja. Virgo bakal ngelakuin apapun biar kakak bahagia, sebagai bentuk balas budi karena kakak udah baik mau nampung Vir-"
'Plakk!'
Sangat keras. Kepala Virgo sampai tertoleh kesamping akibat tamparan yg sekuat tenaga Nessa berikan barusan di pipi Virgo. Namun meski sudah mendapatkan tamparan sekeras itu, Virgo masih bisa mempertahankan senyumnya dengan kepala yg kembali menatap Nessa.
Berbeda dengan Virgo yg tetap memberikan senyum, wajah Nessa yg tersinari oleh lampu terlihat sebaliknya. Amarah sangat menguasainya. Dadanya naik turun lengkap dengan pandangan yg mulai berkabut akibat tergenang air mata.
Sungguh dia tak ingin mendengar fakta itu dari mulut Virgo. Karena setiap kata itu terdengar di telinganya, sakit dia rasakan merasuk dalam dada. Mereka sangat dekat satu sama lain, lebih dari kedekatannya dengan kedua orang tuanya. Mereka menyanyangi satu sama lain, lebih dari apapun itu. Dan fakta bahwa mereka saudara tiri lah yg menyakitkan hati Nessa.
Mata Virgo bisa menangkap semuanya, yg adalah kemarahan dari Nessa. Mereka sama-sama diam, namun dengan keadaan yg berbeda. Nessa dengan emosinya, dan Virgo dengan ketenangannya.
Setetes air mata lolos dari pelupuk Nessa, Jari tangan Virgo yg ada di pipi Nessa sigap terulur mencoba menghapus, yg cepat pula tersingkir dari wajah Nessa akibat tepisan yg lakukan oleh perempuan itu tanda menolak.
"Kakak mau ngapain juga ngga akan ngerubah fakta yg ada. Virgo tetep orang asing." Tangan Nessa sudah terangkat lagi, bersiap untuk menutup mulut atau menampar kedua kali. Tapi tangan Virgo segera menghadangnya, karena dia belum selesai dengan ucapanya. "Tapi Virgo adalah orang asing yg paling peduli dan sayang sama kakak daripada keluarga bahkan suami kakak sendiri. Kebahagiaan kakak itu keutamaan yg pengen Virgo lihat. Dan buat ngeraih itu, Virgo siap ngelakuin apapun buat kakak."
Air mata Nessa tak dapat terbendung lagi, sebab ternyata apa yg mereka pikirkan dan rasakan ternyata sama. Air mata yg semula keluar untuk menggambarkan kesedihan dan kekesalan, sekarang berganti menjadi tangis haru dan bahagia.
Tangan Nessa dengan cepat terulur menarik leher Virgo agar mendekat yg dengan erat di peluknya kemudian sebagai ungkapan bahwa ucapan Virgo sangat mengena di hatinya. "Kakak ngga suka kamu bilang gitu. Kamu satu-satunya orang yg perhatian sama kakak, yg sayang sama kakak, yg mau nurutin semua kemauan kakak."
Virgo mengelus lembut bahu Nessa, kepalanya mengangguk membenarkan apa yg Nessa katakan, karena memang itu kenyataannya. "Dan orang yg paling ngga mau lihat kakak nangis lagi. Jadi, udahan ya nangisnya" Bujuk Virgo dengan pelan dan lembut lebih ke arah berbisik, sebab bibirnya tepat di samping telinga Nessa.
"Kenapa bukan kamu sih yg jadi suami kakak dan malah Reno." Keluh Nessa di sela-sela isakan yg perlahan berkurang, mulai menyalahkan takdir atas nasib dan keadaanya.
Bibir Virgo tertarik ke atas, geli dengan keluhan yg di sampaikan Nessa. "Makanya cerai, ntar Virgo nikahin." Tak ada salahnya bercanda untuk mencairkan suasana.
Nessa melepaskan pelukannya dan mendorong tubuh Virgo ke atas dengan cepat. "Beneran?!"
"Ya enggak lah!" Virgo terkekeh geli melihat ekspresi yg di perlihatkan Nessa, yg sepertinya menganggap serius ucapannya. Karma cepat terjadi ternyata. "Tapi ide tadi kan bisa jadi solusi."
Wajah sebal Nessa perlihatkan. "Kamu kenapa sih ngotot banget pengen jadi selingkuhan kakak?!"
Senyum mesum seketika terbit di bibir Virgo. "Biar bisa cium dan sayang-sayangan sama kakak." Alis yg di naik-turunkan Virgo lakukan sebagai pelengkap aksi.
"Omesss!" Pukulan di berikan Nessa lagi secara beruntun sebagai ungkapan kesal. Namun senyum tak bisa ia tahan untuk terbit di bibirnya. Nada suaranya bahkan terdengar manja bukan kesal, membuat Virgo tak kuasa menahan tawa saat mendengarnya.
Virgo cukup senang karena berhasil membuat Nessa melupakan tangis dan sedikit kesedihannya. Tawa hilang dari bibirnya dan digantikan senyum kembali. "Sekali lagi Virgo tekanin kak, Virgo pengen banget kakak itu bahagia. Dan menurut Virgo cara tercepat juga sebagai langkah dan solusi ampuh selain cerai ya itu. Virgo pengenya kakak bisa ketemu orang yg bisa bikin kakak bahagia, dan mungkin kalo bisa merasa di cintai juga." Tangan Virgo menggenggam tangan Nessa yg ada di dadanya. "Ngga harus dengan Virgo juga. Justru Virgo pengen kakak ketemu cinta yg sebenarnya. Tapi kalau emang benar-benar ngga ada orang lain, dengan senang hati Virgo bakal menawarkan diri buat jadi orang yg ngisi kebahagiaan di hari-hari kakak, juga sebagai bentuk dan salah satu cara realisasi janji yg Virgo kasih tadi."
Kebimbangan merasuk di hati Nessa setelahnya. Tak bisa di pungkiri, jika dia sangat ingin merasakan apa itu di perhatikan, di sayangi dan di cintai. Tapi apa harus dengan cara ini? Dengan mencari pria lain.
"Satu lagi kak." Wajah Virgo tertunduk kemudian, netranya pun beralih dan tak mau menatap Nessa. "Virgo minta maaf buat kelakuan tadi. Virgo kebawa emosi karena ego Virgo kesentil omongan kakak. Virgo ngga terima di bilang cuma omong doang, padahal niat Virgo ngga lebih cuma demi kakak." Rasa bersalah dan malu nyata Virgo rasakan atas tindakannya tadi. "Tapi Virgo tetep salah apapun alasanya. Virgo minta maaf."
Ada satu hal yg sangat membuat virgo heran dengan dirinya hari ini. Entah kenapa malam ini dia sangat mudah sekali terpancing emosi hanya dengan kata-kata saja. Kendali diri yg dia punya jauh sangat lemah dari biasanya yg sangat bagus dan terkontrol. Dia bahkan merasa asing dengan dirinya hari ini. Sudah ada dua orang yg dia sakiti dan buat menangis dalam kurun waktu yg singkat.
Entah apa yg terjadi, efek kelelahan ataupun belum tidur mungkin berpengaruh, tapi yg pasti dia tidak sedang baik-baik saja.
Dan jika di pikir-pikir, dirinya tak ada bedanya dengan orang yg sangat dia benci itu, orang yg telah membuatnya ada di dunia.
Tangan Nessa bergerak ke arah dagu Virgo yg sepertinya sedang tenggelam dalam pikiran itu untuk melihat ke arahnya. "Kakak maafin buat sikap kasar kamu tadi." Senyum hangat Nessa berikan untuk menenangkan, tapi tak juga menghilangkan perasaan bersalah yg Virgo rasakan. "Dan kalau di pikir-pikir, kayaknya omongan kamu ada benernya, tentang ide itu."
Virgo terkejut. "Kakak mau?"
Satu hal yg luput dari pemikiran Virgo, yg saat ini membuatnya sedikit tak rela akan rencananya sendiri. Dia takut atau lebih tepatnya khawatir jika Nessa merealisasikan idenya itu akan mendapatkan seseorang yg hanya memanfaatkannya saja. Orang yg hanya mengincar diri dan harta Nessa saja, dan bodohnya dia baru menyadarinya. Karena jika seperti itu, yg ada Nessa bukan mendapatkan kebahagiaan, tapi malah sakit dua kali. Keluar dari lubang buaya, tapi terperosok ke lumpur hisap, mati mati juga kan akhirnya.
Tapi jika tidak melakukannya, Nessa hanya akan stuck disini saja dan tetap dalam kenestapaanya yg mana itu sama buruknya. Jadi mungkin memang lebih baik melangkah dengan segala resikonya dari pada diam dan tidak melakukan apa-apa. Toh dirinya nanti bisa membantu dengan menyeleksi dan mengawasi pria yg dekat dengan Nessa, sehingga kemungkinan hal buruk terjadi bakal lebih kecil. Ya, lebih baik seperti itu. Tak ada yg tahu jika tak di coba.
"Belum tau" Nessa menggeleng samar, terlihat ragu. "Kakak takut soalnya."
"Takut?"
"Iya kalau kakak dapet seperti yg di pengen, kalo sebaliknya? Sama bajinganya kayak Reno?" Ternyata pemikiran mereka sama, atas ketakutan dan kekhawatiran mendapatkan orang yg salah.
"Tapi kalo ngga di coba mana bisa tahu kak. Virgo bisa bantu awasin dan nilai gimana orangnya nanti. Kita satu spesies, jadi Virgo bakal tahu mana yg baik sama yg bajingan dengan gampang. "
Tapi Nessa tetap menggeleng. Matanya menyiratkan ketakutan yg berlebih. "Kakak ngga mau coba-coba."
"Ya terus gimana dong?" Bingung Virgo tak tahu harus melakukan apa. Satu sisi dia setuju akan khawatir yg Nessa rasakan. Tapi semua harus di coba untuk tahu hasilnya. Ketakutan harus dihadapi, bukan di hindari. "Kalau ngga di coba beneran ngga bakal tahu kak. Dan itu memang langkah yg harus di lakuin. Bahagia emang sulit, dan karena itu Virgo bakal bantu sebisanya."
Apa yg Virgo ucapkan memang benar adanya. Mencoba untuk mencari tahu. Tapi Nessa terlalu takut untuk melakukannya, atau bisa di bilang trauma. Sebelumnya Reno juga orang tak di kenal dari antah berantah, lalu menawarkan kebahagiaan dan berkompromi untuk saling mencintai. Namun apa yg terjadi? Penghianatan yg dia dapat.
Ide liar terlintas di otak Nessa tiba-tiba. Yaitu ucapan asal dan bercandanya tadi yg mana menjadikan Virgo sebagai pengganti, setidaknya untuk sementara sampai dia benar-benar dekat dengan orang lain dan yakin bahwa dia bakal bahagia dengan orang itu kedepanya.
Bukan tanpa alasan otaknya berfikir untuk menjadikan Virgo selingkuhannya. Satu-satunya orang yg terbukti memprioritaskan dirinya hanya Virgo seorang, orang yg sangat dekat dengan dirinya hampir tanpa batas juga hanya Virgo saja. Virgo juga satu-satunya orang yg konsisten perhatian dan menyayanginya. Lalu apa yg kurang? Tak ada.
Soal tentang mereka yg bersaudara, Virgo sudah menjelaskan tadi. Dan dalam hukum dan norma apapun seharusnya itu tak menjadi masalah. Justru selingkuh sendiri sudah sebuah kesalahan dari sudut pandang manapun. Lalu apa lagi masalahnya? Tak ada.
Apakah harus? Batin Nessa bimbang merana. Tak tahu keputusan apa yg harus di ambilnya. Rasa ingin membalas Reno sangat ingin dia lakukan. Tapi apakah harus dengan selingkuh? Dengan Virgo?
"Kak" Sudah terlalu lama Nessa terdiam dan larut dalam pikirannya. Matahari sudah terbit dari peraduannya, Cahaya pagi meski tak dia lihat sinarnya secara langsung telah menerangi bumi. "Pikirin aja dulu bener-bener kak. Virgo ngga mau kakak malah jadiin itu beban. Masih banyak waktu yg kakak punya." Yap, sepertinya memang tak bisa di putuskan dalam satu malam saja. Nessa bukan dirinya, kakaknya lebih hati-hati dalam mengambil keputusan. Berbeda dengan dirinya yg akan tanpa pikir panjang mengambil dan melaksanakan ide pertama yg terlintas di kepalanya, tapi dia juga tak lupa dan siap menerima semua konsekuensi dari tindakannya.
"Bentar!" Tahan Nessa saat Virgo hendak menarik diri dan bangkit dari duduknya. "Kakak boleh ngeyakinin sesuatu dulu ngga?"
"Ya barusan kan Virgo udah bilang. Kakak yakinin dulu aja, ngga usah buru-buru." Setuju Virgo mengiyakan dengan senyuman menenangkan.
"Bukan itu maksud kakak!" Gemas Nessa sedikit jengkel. "Udah ikutin aja apa yg kakak mau." Tangan Nessa kemudian terulur ke atas dan menutup mata Virgo dengan telapak tangan kanannya.
"Ehhh kak" Virgo mencoba memegang tangan Nessa yg menutupnya.
"Udah diem!" Galak Nessa yg seketika membuat Virgo terdiam patuh juga tangan yg turun kembali.
Tangan satunya Nessa yg berada di pundak Virgo kemudian menarik tubuh pria itu agar menunduk dan mendekat padanya dengan pelan. Dalam diam Virgo menuruti, namun otak sibuk menebak apa yg Nessa sedang coba lakukan.
Pelan namun pasti, jarak antar keduanya semakin terpangkas. Beberapa centi tersisa dari sentuhan, Nessa perlahan memejamkan matanya dengan tujuan agar indera indera perasa dan perabanya bekerja, juga hati dan perasaannya.
Hingga tautan bibir antara keduanya kembali terjadi untuk yg kedua kalinya.
Virgo terkejut, dia tahu apa yg menyentuh bibirnya, karena sempat merasakannya tadi walau dengan paksa. Namun ia mencoba tetap diam dan tenang meski perasaannya kian berkecamuk tak menentu.
Sedangkan untuk Nessa, dia sedang mencoba mecari tahu apa yg dia rasa dalam pejaman matanya, juga dalam tautan bibir antar keduanya. Menelisik kedalam hati dan pikiran akan keputusan yg ingin di ambilnya ini benar atau salah untuk dirinya sendiri. Detik berlalu tanpa ada suara dari keduanya. Gerakan pun tak ada yg di lakukan dalam tempelan bibir mereka.
Namun detik selanjutnya, sungging'an bibir terbit dari Nessa yg akhirnya yakin dengan apa yg ingin dia tentukan.
"You're mine now."
Nessa sudah yakin akan keputusannya.
Lalu secara perlahan, kecapan mulai dia lakukan untuk merasakan bibir Virgo. Lumatan mulai di lakukanya pada bibir bawah Virgo dengan lidah yg ikut membelai disana secara lembut.
Tak membutuhkan waktu lama, balasan di dapatkannya dari Virgo yg akhirnya mulai ikut dan aktif membalas lumatan dengan perasaan sama, membuat sungging'an senyum dan perasaan bungah besar Nessa rasakan.
Tak ada ketergesaan dalam ciuman mereka. Banyak waktu masih dimiliki, jadi sudah seharusnya dinikmati.
Dengan perasaan yg sama, keduanya mulai mencoba menjalin hal baru yg lebih dalam dari sebelumnya. Dan dalam hal ini, adalah tentang ikatan mereka.
Semuanya sudah berbeda sejak ungkapan Nessa terakhir tadi. Meski hanya klaim sepihak yg di ucapkan, namun Virgo tahu artinya walaupun hanya satu kalimat saja.
Nessa memilihnya.
Dia milik Nessa.
Ada satu hal yg sangat ingin namun juga sangat berat untuk dilakukan seseorang.
Yaitu ketika satu-satunya cara membahagiakan adalah dengan cara melepaskan.
~J_bOxxx~