Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT L O C K E D

PART 9​

KEKUATAN PEREMPUAN​








Misteri adalah sesuatu yg membuat hidup semakin terasa berwarna dan lebih seru. Karena dengan itu, kita akan lebih penasaran akan terjadinya sesuatu yg hanya bisa kita terka tanpa adanya kepastian nyata.

Seperti tentang apa yg ada di dalam bumi ini. Di lautan yg hanya beberapa persen saja sudah di jelajahi. Kehidupan di luar bumi, sampai dengan apa yg terjadi pada esok hari. Semua itu misteri, dan karena itu pula lah manusia menjadi lebih semangat ingin mengetahui.

Seperti contoh di atas tadi, kehidupan Virgo juga menjadi sebuah misteri yg membuat orang-orang di sekitarnya tertarik ingin mengetahui. Tapi seperti bagaimana semesta bekerja, tentu Virgo tak akan berbagi kisah tentang bagaimana masa lalunya secara percuma begitu saja. Harus ada usaha yg dilakukan jika ingin mengetahui, dan tentu itu bukan usaha yg sepele seperti merayu atau mencerca dengan memaksa. Lebih dari itu, butuh sebuah keterbukaan dari Virgo sendiri, juga sebuah lecutan entah apapun itu yg akan membuatnya membuka lembaran bagaimana kisahnya silam.

Jadi mari berharap jika semua itu bisa terjadi segera, sehingga misteri dari kisah Virgo bisa terbuka untuk memberi makan rasa penasaran kita.

Entah sudah pukul berapa sekarang, Virgo tak tahu. Tapi yg pasti, sekejap pun dia belum juga memejamkan mata dengan tangan yg konsisten membelai lembut surai Violin yg tidur dalam dekapannya.

Sehabis olahraga kenikmatan yg di dilakukannya dengan Violin beberapa jam yg lalu, berakhirlah mereka dengan tidur di balik selimut yg indah membungkus tubuh telanjang yg saling merapat di baliknya.

Meskipun dia merasa ada yg kurang karena nafsunya yg tidak bisa tuntas tersalurkan, tapi Virgo sudah merasa cukup sangat puas secara mental karena sanggup memberikan kepuasan pada perempuan yg sedang dalam pelukannya ini. Jadi itu tidak menjadi permasalahan dalam diri.

Justru masalah timbul dari hal lain, karena mau bagaimanapun juga Virgo tetap tak bisa mengelak dan mengenyahkan dari pikiran jika saat ini sedang dalam dilema setelah apa yg dia lakukan dengan Violin. Satu hal yg terbayang di otaknya, bahwa akan ada banyak hal yg berubah pada mereka setelahnya, meski mereka tahu dengan batas.

Hal itu mustahil untuk tak menjadi beban pikiran Virgo, sebab setelah ini pasti hubungannya dengan Violin akan berubah entah ke arah mana dan seperti apa. Namun satu yg dia harap dengan sungguh-sungguh sepenuh jiwa, bahwa tidak ada perasaan cinta yg ikut di dalamnya.

Selain dilema tentang arah keduanya kedepan, Virgo juga yakin kalau setelah yg pertama ini pasti akan ada yg kedua, ketiga dan seterusnya. Nafsu adalah hal manusiawi yg tidak bisa di cegah. Sangat munafik bila Virgo berkata bahwa dia tidak tertarik dan tidak ingin melakukan hal seperti yg sudah di lakukanya dengan Violin beberapa saat lalu, karena sejujurnya hasrat juga lah yg menjadi salah satu tolak ukurnya untuk membuat keputusan besar tadi.

Tapi jika boleh dan ada ide lain, sungguh Virgo tak ingin melakukan hal itu dengan Violin. Ikatan adalah partaruhan mereka, sedang dia sudah mempunyai ikatan lain dengan seseorang yg sangat penting untuknya.

Perlu di akui juga, bahwa keputusan yg dia lakukan tadi sebenarnya bukanlah keputusan sehat dari akal, melainkan dari perasaan karena lebih dulu sudah terpancing emosi. Dia sangat yakin pasti bisa menemukan solusi untuk Violin tadi, jika bukan emosi yg menguasai diri. Ya tapi mau bagaimana lagi, keputusan sudah di ambil, dan janjipun sudah ia ucapkan bahwa dia akan selalu ada dikala perempuan yg sedang bernafas teratur ini butuh pelampiasan.

Sebagai pria, dia harus menepati janji yg sudah dia keluarkan lewat mulut sialanya, dan sedikitpun dia tidak berfikir untuk ingkar pula, jadi ya jalani saja.

Terus berfikir keras seperti ini, otak dan hatinya sepertinya butuh untuk kembali di tenangkan agar semua emosi dan kekalutannya bisa luruh, dengan akal jernih yg bisa kembali menguasai tubuh. Dan ide untuk pulang ke rumah setelah dari kemarin tidak pulang sepertinya adalah hal yg harus segera di realisasikan. Barangkali udara malam dan nikotin bisa sedikit menjerihkan otaknya untuk bisa dia ajak berfikir dan mengoreksi bagaimana bisa semua ini terjadi.

Lagian sepertinya Violin juga sudah larut dalam mimpi karena kelelahan akibat kegiatan tadi. Jadi dengan sangat pelan dan lembut, Virgo kemudian mengangkat pelan kepala Violin yg ada di dadanya untuk di pindahkan ke atas bantal yg sudah tersedia di bawahnya.

Selanjutnya Virgo mengangkat tangan Violin yg setia melingkar di perutnya dengan perlakuan yg sama bersamaan dengan dia yg menggeser tubuhnya sepelan mungkin agar tak menimbulkan suara, yg mana itu jelas percuma. Berhasil menjauh dengan sedikit membuat gaduh, Virgo kemudian menarik selimut ke atas sampai batas leher Violin.

Meski dalam temaram lampu tidur yg hanya beberapa watt, dengan jelas Virgo masih bisa melihat raut wajah polos Violin ketika tertidur, dan itu membangkitkan senyum di bibirnya secara tak sadar. "Demi tuhan Lin, kalau masih ada tempat di hati gue dan ngga ada janji yg pernah terucap lewat mulut gue ini, dengan senang hati gue bakal ngejar-ngejar lo buat gue milikin."

Dengan hati-hati, Virgo kemudian menundukan tubuhnya dan memberikan sebuah kecupan di pelipis Violin dengan pelan sebelum berganti di ujung bibir Violin, karena hanya itu yg bisa ia dapatkan. "Gue sayang sama lo sebagai orang yg sangat spesial. Sayangnya, gue ngga bisa ngasih cinta ke lo. So, please keep being my bestfriend." Bisik Virgo pelan dengan senyum manis sebelum menjauhkan kepala dan menatap selama beberapa detik setelahnya.

Puas dengan itu, Virgo segera bangkit dari duduknya sambil mengingat-ingat dimana dia melemparkan baju-baju miliknya dan milik Violin tadi. Belum lagi ponselnya yg belum terdeteksi keberadaanya.

Cukup lama mencari satu persatu, akhirnya tubuh Virgo lengkap berpakaian atas bawah. Pakaian Violin pun dia ikut punguti yg kemudian di taruhanya di keranjang pakaian dekat kamar mandi. Tak sampai situ saja, Virgo juga membersihkan semua kekacauan akibat pergumulan luar biasanya tadi dengan Violin.

Lumayan lama waktu yg Virgo butuhkan untuk mengembalikan semuanya ke tempat semula dengan penerangan yg minim juga dengan pergerakan yg terbatas takut menimbulkan suara keras. Semuanya sudah bersih termasuk ceceran cairan dari squirt orgasme Violin tadi.

Memastikan semuanya sudah beres sekali lagi, Virgo pun menoleh pada Violin untuk memastikan wanita yg sudah masuk skala prioritasnya sekarang ini masih terlelap dalam mimpi. Lalu dengan perlahan dia berjalan menuju ke arah pintu dan membukanya dengan sangat pelan agar tak menimbulkan suara lengkap dengan mata yg setia mengawasi sampai tak ada celah untuk melihat lagi.

Satu hal yg Virgo tidak sadari, bahwa semua perlakuan dan perkataan yg di berikannya tadi ternyata sampai dan di dengar oleh Violin yg nyatanya saat ini sedang membuka mata setelah mendengar pintu yg bisa di pastikannya sudah tertutup kembali. Dia terbangun karena pergerakan Virgo yg menyingkirkan diri beberapa saat lalu.


Violin berguling menjadi telentang dengan pandangan menerawang dan tangan yg memeluk erat bantal yg Virgo pakai tadi. Semua perkataan Virgo dapat didengarnya dengan jelas, dan hal itu membuatnya setengah mati jadi lebih penasaran dengan hidup yg di jalani Virgo.

Ucapan yg tak dapat ia mengerti, sikap Virgo yg selalu ceria seakan sedang menutupi, juga goresan luka yg nyata terlihat dan tersirat oleh penglihatannya, itu semua seakan menjadi sebuah teka-teki tentang bagaimana Virgo menjalani hidup selama ini yg sepertinya berat.

Senyum tipis terbentuk di bibir Violin dengan mata yg setia menerawang ke atas. "Gue udah suka lo Vir, tapi belom untuk cinta, jadi tenang aja. Gue bisa pastiin, cinta adalah hal yg ngga bakal terjadi di antara kita, terutama gue." Karena selain Virgo yg punya misteri dan kerumitan dalam diri, nyatanya Violin pun punya masalah dan ceritanya sendiri tentang hidup yg di sedang dia jalani. "Dan maaf."





Lampu merah di tengah kota sukses memelankan laju motor Virgo hingga akhirnya berhenti tepat sebelum garis penyeberangan untuk pejalan kaki. Dia tetal berhenti meski tak ada pengendara satupun di jalanan depanya yg bercabang empat arah. Namun itu bukan alasan untuk tak tertib berlalu lintas bukan? Yah meskipun Virgo hanya sedang pencitraan saja karena alasan sebenarnya adalah ada kamera lalu lintas yg sedang mengawasinya. Andai tak ada kamera pengawas tentu susah dari tadi dia menerobosnya.

30 detik tersisa dari countdown yg tertera, cukuplah untuk kembali melamunkan apa yg ada di dalam kepalanya, juga bagaimana nasib kedepanya.

Tapi baru saja Virgo mau tenggelam dalam lamunanya, mata jalangnya dengan tak sengaja justru menangkap kehadiran sebuah cahaya lampu dari mobil yg menuju ke jalurnya setelah berbelok dari arah kiri perempatan jalan depanya. Satu hal yg membuat Virgo penasaran, yaitu karena mobil yg saat ini berbelok ke arah sebuah bangunan besar bernama hotel itu sangatlah tak asing untuknya.

Mobil berhenti tepat di pelataran depan yg kemudian sigap di datangi petugas parkir yg mendekat. Beberapa saat menunggu, akhirnya keluarlah sang pengemudi yg ternyata benar orang Virgo kenal. Tapi ternyata orang itu tidak sendiri, karena setelahnya pintu samping pengemudi pun terbuka dan menampilkan sesosok perempuan yg ikut keluar. Sang pria berjalan ke depan mobil dan berhenti disana untuk menyerahkan kunci mobil pada sang petugas parkir yg sigap menerima sembari menunggu si perempuan yg bersamanya itu berjalan mendekat.

Sampai di samping prianya, si perempuan itu sigap merangkul pinggang sang pria yg otomatis membalas dengan mengalungkan tanganya di pundak si perempuan. Tak membuang waktu, keduanya segera melanjutkan langkah menuju lobi yg sudah dapat di tebak untuk melakukan apa dengan raut bahagia juga kemesraan yg dapat Virgo tangkap dari tempatnya saat ini melihat.

Mencoba untuk tak terpancing emosi lalu membelokan motornya kesana dan menghajar pria yg adalah suami dari kakaknya Nessa alias Reno, dengan raungan mesin yg sengaja Virgo geber, dia kemudian menyentak kopling motornya yg mengakibatkan sang kuda besi sigap melaju dengan sangat cepat berikut suara raungan yg bergema memekakan telinga.

Sungguh emosi membakar jiwa Virgo saat ini setelah melihat suami kakak sepepupunya itu ternyata bermain belakang dari istrinya yg setia menunggu kepulangan di rumah yg sangat besar itu sendiri.

"ANJING LAH!" Teriak Virgo dalam kecepatan motornya, mencoba meluapkan emosi yg besar meminta pelampiasan. Tapi Virgo sadar, hanya si pelaku yg berhak dan pantas menerimanya.

Sungguh dia tak percaya dan sangat menyesal bisa-bisanya dia menaruh respect pada orang seperti itu. Sifat perhatian dan kasih sayang yg Reno tunjukan terhadap Nessa istrinya selama ini ternyata hanya sebuah bualan semata.

Sepenuh itu kakaknya menaruh kepercayaan, ternyata hanya pada seorang pecundang.

Sebesar itu kakaknya memberi cinta dan kasih sayang, namun yg di dapat hanyalah dusta dan penghianatan.

Lalu akan sehancur apa jika Nessa mengetahui yg sesungguhnya? Sedang semua sudah dia pasrahkan pada suaminya.

Tapi bagaimanapun juga, meski pahit adanya, Virgo harus memberi tahu kakaknya Nessa, demi masa depan Nessa sendiri.

Ya, dia harus segera memberitahu Nessa.

Lalu seperti orang kesetanan, Virgo menambah laju motornya secepat yg dia bisa agar segera sampai dirumah megah dimana ada istri yg sedang menunggu suami pecundangnya untuk pulang.





Hanya butuh kurang dari dua puluh menit bagi Virgo untuk menempuh jarak yg biasanya bisa memakan waktu sampai satu jam. Dia mengendarai motornya bak rider profesional road race dunia yg terkenal sangat berbahaya karena banyak memakan korban jiwa, yg bahkan rider sekelas Moto GP saja tak mau mencobanya.

Dengan sangat terburu bak telat sedetik saja maka rudal nuklir Dongfeng milik china akan meledak, Virgo grasak-grusuk membuka gerbang di depanya dengan kunci yg ada di tanganya.

Setelahnya Virgo kembali naik ke motornya lagi dan melajukannya dengan tak santai sampai ke halaman depan rumah tanpa menutup gerbangnya kembali.

Turun dari motor setelah tak lupa mematikan dengan mencabut kuncinya, dengan langkah cepat Virgo menuju ke arah pintu dan mengambil satu kunci lagi dari dompetnya.

Kunci sudah Virgo putar, dengan sekali dorong pintu di depanya pun pasti akan terbuka, namun kegamangan tiba-tiba melanda, ada dua sisi yg bertolak belakang saling berargument dalam diri, dari otak dan hatinya.

Sisi waras Virgo yg biasa menggunakan otak mengatakan bahwa tidak seharusnya dia ikut campur urusan rumah tangga orang dan lebih baik diam saja, toh belum tentu nanti kakaknya akan percaya dengan dirinya. Lagian kemungkinan bahwa masalah ini tak sesimple hanya antara dua orang saja besar adanya, yg mana itu pasti akan memperkeruh suasana.

Namun dari sisi nuraninya, sudah sepatutnya bagi seorang keluarga untuk memberi tahu kebenaran demi kehidupan Nessa yg akan datang. Penghianatan adalah sebuah kesalahan mutlak yg tak bisa di toleransi dari sudut pandang manapun dengan alasan apapun menurutnya.

Virgo menundukan kepala dengan mata yg ia pejamkan, kedua tangan yg bertumpu pada pintu pun mengepal erat mencoba meneguhkan hati, namun yg ada justru kegamangan yg semakin menjadi.

"Shit!" Kesal Virgo rasakan pada diri sendiri yg malah tiba-tiba jadi bimbang. Lebih baik ia segera masuk saja dan memutuskannya setelah melihat kakaknya Nessa.

Kali ini dengan pelan tidak serampangan seperti tadi saat membuka gerbang, Virgo pun mendorong pintu utama lalu masuk kedalaman dengan tak lupa menutupnya. Dengan perlahan sembari meyakinkan diri, Virgo harus berjalan melewati ruang tamu dan ruang kelurga terlebih dahulu sebelum bisa sampai ke tempat tujuan yg adalah kamar Nessa.

Tapi langkah Virgo harus terhenti seketika tepat di ruang tengah tak kala matanya melihat hal apa yg tersaji disana.

Perih mata Virgo akibat emosi yg berkecamuk dalam dirinya. Sedih, marah, kecewa, kasihan, bercampur jadi satu karena melihat TV menyala dengan seseorang yg tertidur meringkuk di sofa berbantalkan tanganya sendiri di depanya.

Sungguh ironi yg sangat mengerikan apa yg dilihatnya saat ini. Dua keadaan yg sangat berbeda dia lihat dalam waktu yg sangat dekat antara suami dan istri.

Dengan mata buram yg terpancar kesedihan, Virgo mendekat ke arah Nessa yg tertidur tanpa selimut semalaman itu dengan kaki yg sangat berat untuk ia angkat.

Virgo berdiri tepat di depan kepala Nessa dan membelakangi TV, menatap dalam diam sosok yg dia lihat bahkan tak ada cacat dari sisi manapun. Lalu bagaimana bisa ada orang yg menyia-nyiakannya? Sisi mana yg bermasalah dari perempuan yg bahkan tidur harus dengan TV yg menyala agar tak merasa sepi ini? Dimana? Atau apa?

Dengan gerakan pelan Virgo duduk bersimpuh di depan wajah Nessa. Lalu tanganya bergerak pelan menyingkirkan helaian rambut yg terjatuh menutupi wajah perempuan di depanya sebelum beralih mengelus lembut pipi Nessa yg terasa dingin akibat terpaan pendingin ruangan setelahnya.

Lama jari Virgo mengelus disana dengan mata yg setia menatap Nessa namun tidak dengan fokusnya yg entah kemana, sebelum akhirnya dia harus di paksa untuk kembali pada kesadaran tak kala tanganya yg tiba-tiba di genggam oleh tangan lain.


"Emmmhh.. mas udah pulang?" Suara dari Nessa yg terbangun namun dengan mata yg masih terpejam. Jemari Nessa yg ada di atas tangan Virgo menuntun dengan paksa agar pria yg di sangka suaminya itu mengelus kembali pipinya. Dalam diam Virgo mengiyakan yg Nessa inginkan.

Sangat miris, bahkan Nessa saja sudah lupa bagimana bentuk dan rasa dari tangan suaminya. Virgo mengusap matanya yg tiba-tiba perih dengan asal menggunakan lenganya agar tak terlihat oleh Nessa ketika tiba-tiba membuka mata.

"Kakak kenapa tidur di sini?" Lembut suara Virgo, namun seperti sebuah siraman es untuk Nessa yg terkejut mendengarnya.

Dengan paksa Nessa membuka matanya yg masih berat akibat tidur yg hanya beberapa saat dirasakannya, setelah cukup sangat lama menunggu kepulangan suaminya tadi. Pertama yg terlihat oleh matanya jelas adalah wajah Virgo yg sedang menatapnya dengan senyum tulus namun kilat redup dan sayu dari matanya.

"Kamu baru pulang?" Nessa mencoba bangkit untuk duduk. "Kakak kirain mas Reno tadi." Tapi tangan Virgo menahan agar Nessa tetap dalam posisi sama, lalu kembali membelai pipi halus Nessa.

"Kakak nungguin bang Reno?" Sangat sulit untuk Virgo berakting di depan Nessa yg tengah menatapnya seolah semua baik-baik, padahal perasaannya sedang berkecamuk pilu.

Tak tahu mendapat firasat darimana, namun gelangan Nessa berikan atas dorongan yg menyuruhnya untuk tak berbicara jujur. "Engga, kakak nonton TV tadi terus ketiduran." Dia merasa bahwa sikap Virgo kali ini menurutnya aneh dan tak seperti biasanya, dan itulah yg mendorongnya untuk tidak berbicara jujur.

Dan Virgo bukanlah orang bodoh, sehingga dia tidak percaya begitu saja alasan yg Nessa berikan setelah mendengar apa kalimat pertama yg perempuan itu ucapkan saat bangun tadi. "Kakak kesepian ya makanya tidur disini? Sambil nunggu dia."

"Kamu kenapa sih pulang-pulang kok jadi aneh gini?" Kernyit Nessa semakin heran menyuarakan apa yg otaknya pikirkan. "Kamu lagi ngerayu biar ngga kakak marahin ya?" Lanjut Nessa mengungkapkan kemungkinan yg ada.

Tangan Virgo yg ada di pipi bergerak ke atas dan berganti mengelus pelipis Nessa. "Virgo janji, mulai sekarang bakal selalu nemenin kakak biar ngga ngerasa sepi lagi." Nessa hanya diam dengan mata yg terpejam, menikmati sentuhan Virgo yg menenangkan, namun juga terkejut dan semakin heran dengan apa yg baru Virgo katakan. "Virgo bakal selalu ada buat kakak mulai sekarang." Ekspresi Virgo masih bertahan seperti tadi, dengan senyum di bibir dan mata merah yg menahan perih.

"Kamu kenapa sih?!" Nessa menangkap tangan Virgo dan menarik dari wajahnya, lalu dengan sekali percobaan dia langsung bangkit untuk duduk, lalu kembali fokus pada pria aneh dengan tatapan yg aneh juga di depanya ini. "Kamu aneh banget deh, bikin kakak bingung."

Virgo mengisi paru-parunya dengan oksigen sebanyak yg ia bisa, karena kebenaran harus ia ungkapkan, dan lebih cepat jelas adalah hal yg lebih baik. "Tadi pas Virgo di jalan mau pulang kesini, Virgo ketemu sama bang Reno di lampu merah." Tangan Virgo yg masih berada di genggaman Nessa merasakan kekuatan cengkaraman yg bertambah, sehingga hal yg sama pun dia berikan sebagai balasan untuk menguatkan. "Dia berhenti di depan hotel, dan yg keluar dari mobil dua orang, bang Reno sama cewek." Virgo tak sanggup menceritakan secara gamblang dan detail bagaimana mesra dan bahagianya dua orang itu, karena jelas akan membuat Nessa semakin hancur saat mendengarnya. "Kakak pasti tahu apa setelahnya."

Tubuh Nessa yg semula duduk tegap langsung tersender lemah pada punggung sofa. Raut wajah yg semula mengerut heran pada Virgo pun kini pias menatap ke atas. Tak ada suara yg Nessa ucapkan untuk menyanggah bahwa bisa saja Virgo salah. Dia tidak semunafik itu untuk tetap berfikiran positif dan mencoba tetap percaya pada suaminya.

"Itu rahasia yg pengen kakak kasih tau pas kita di mobil waktu itu." Kata Nessa pelan dengan senyuman getir yg terpancar. Lalu menarik nafas dengan susah payah, seperti menanggung beban yg sangat berat. "Tapi bagus deh kalo kamu tau sendiri, jadi kakak ngga perlu ngasih tau lagi dan kamu juga jadi tahu gimana kondisi rumah tangga kakak sekarang."

Mustahil jika Virgo tak terkejut mendengarnya, karena saat ini bola matanya pun sudah membulat sempurna terarah pada Nessa. "Jadi kakak udah tau sebelumnya?!"

"Hhmm" Nessa menundukan kepalanya menatap Virgo. "Udah dari lama." Sudah tak ada yg perlu di tutupinya lagi dari Virgo.

"Virgo butuh penjelasan dan alasan dari kakak kenapa masih bertahan." Todong Virgo langsung tanpa basa basi

Senyum simpul terlukis dari Nessa. Sangat Virgo sekali yg butuh sebab dan alasan masuk akal untuk sebuah hal. "Sini" Nessa menepuk sofa sebelahnya, dan tanpa menunggu perintah dua kali Virgo langsung menurutinya.

Setelah Virgo duduk nyaman dengan punggung yg ia senderkan di sebelahnya, Nessa beringsut mendekat dan meletakan kepala di bahu Virgo. Mungkin tanpa di sadarinya, Nessa butuh sebuah sandaran agara tetap kuat ketika kembali mengungkit masa lalunya.

"Sebenernya, Kakak dan mas Reno itu itu nikah karena perjodohan, bukan karena perasaan saling cinta." Mulai Nessa menceritakan kisahnya dan Virgo diam memasang baik-baik alat pendengarannya. "Kamu tahu sendiri gimana keluarga kakak yg penuh ambisi dalam kehidupannya. Dan demi melancarkan usahanya agar lebih besar dengan alasan demi masa depan, jadilah kakak di jodohkan dengan mas Reno yg ayahnya adalah temen papa. Kita berdua sebenarnya udah nolak sebelumnya, lebih-lebih mas Reno yg tak punya minat dalam perusahaan dan bertahan dengan idealismenya sebagai seniman, jadi buat apa dia nerima toh ngga ada untungnya buat dia. Ayah masa Reno menyetujui mas Reno buat ngga lanjutin perusahaan, tapi dengan syarat tetep nerima perjodohan. Ngga tau kenapa atau apa yg dipikirkan mas Reno, tapi akhirnya dia tiba-tiba setuju sama syaratnya. Dan karena pihak dari mas Reno sudah mau, jadi mama dan papa pun lebih maksa kakak buat ngelakuin hal yg sama, apalagi di tambah kakak yg saat itu lagi fokus kerja dan cuek dengan asmara, jadilah kita nikah meski ngga ada perasaan satu sama lain."

Sungguh mulut Virgo sangat gatal ingin memaki yg entah kepada siapa. Dia tak tahu bagaimana jalan pikiran banyak orang tua yg memaksakan sesuatu kepada anaknya dengan alasan demi kebaikan, masa depan dan lain sebagainya, padahal jelas-jelas itu bukan hal yg sepenuhnya benar.

Apa yg terbaik untuk kita, yg tahu hanyalah kita sendiri. Tugas orang terdekat dan keluarga adalah untuk mensupport dan mengontrol agar kita tak salah jalur saja. Sesimple dan semudah itu sebenarnya, seharusnya. But this is the real world we live in.

Masih dengan kepala yg ia senderkan di bahu Virgo, Nessa kembali menerawang ingatan-ingatan yg lainya. "Setelah kita nikah, kita sama-sama mencoba saling kenal lebih jauh dan lebih dalam satu sama lain. Saling terbuka dan mencoba untuk menciptakan cinta dalam rumah tangga. Kita pun harmonis dan mesra seperti pasangan pada umumnya. Tapi ternyata itu cuma buat awalan kisah yg sebenarnya doang. Kakak berhasil jatuh cinta, tapi engga dengan masmu yg ternyata cuma pura-pura."

Virgo menangkap tawa getir di akhir kata yg terucap dari Nessa. Mencoba ingin menguatkan, Virgo menarik tangan yg bahunya di jadikan sandaran untuk jatuhkan di bahu Nessa dan mengusap lembut disana.

"Ngga sampai setengah tahun rumah tangga kita, kakak baru tahu kalau mas Reno ngga pernah benar-benar ada rasa cinta sama kakak. Karena dengan mata kepala sendiri, kakak ngelihat dia jalan sama cewek lain yg akhirnya kakak tahu kalau itu adalah pacarnya mas Reno. Mereka udah ngejalin hubungan jauh sebelum kita di jodohkan." Nessa menghela napas, butuh pasokan oksigen untuk paru-parunya. "Jadi kalo di pikir-pikir, kakak lah yg jadi perebut cowok orang. Dari pemikiran itu, ngga ada alasan buat kakak untuj marah atau ngelabrak mereka, karena kakak lah yg tiba-tiba hadir di antara hubungan mereka dan ngerusak semuanya"

Tepat setelah Nessa selesai berucap, Tangan Virgo yg berada di pundak Nessa menarik paksa tubuh itu untuk masuk kedalam pelukannya. Tanpa ada bantahan atau keengganan karena memang benar-benar butuh kekuatan, Nessa membalas pelukan dengan melingkarkan tangannya di pinggang Virgo, lalu dengan pelan isakan pun mulai keluar dari Nessa.

Kenapa? Kenapa sangat mudah untuk bersedih? Sedang untuk bahagia saja kita perlu usaha lebih.

Tangis berusaha Nessa redam dengan menenggelamkan wajahnya di bahu Virgo. Tapi itu percuma, Karena meski tanpa suara bahkan air mata yg keluar, Virgo tahu dan bisa menebak bahwa setiap hari hanya ada tangis pilu yg ada di hati Nessa.

Dengan tanpa aba-aba dari mulut masih bungkam tanpa suara, kedua tangan Virgo bersamaan pindah kepinggang Nessa yg masih menangis dan langsung mengangkat tubuh yg ternyata tak berat-berat amat itu ke atas pangkuanya. Entah apa motif Virgo melakukannya, tapi jelas Nessa sangat terkejut dan tak menyangka akan apa yg dilakukan Virgo dengan tiba-tiba itu.

Nessa yg sudah berhasil di dudukan nyaman dalam pangkuan kemudian Virgo tuntun agar menyandarkan tubuh padanya dengan cara merengkuhnya. Nessa hanya bisa diam dan menurut karena isakan yg mengambil alih suaranya.

Tangan Virgo bergerak menyusuri punggung Nessa untuk di elusnya dengan tujuan menenangkan. "Ada dua hal yg paling Virgo benci di dunia ini selain perselingkuhan dan kebohongan kak. Yaitu tangisan dan kekerasan pada orang yg dia tahu lebih lemah. Dan salah satu hal yg paling Virgo benci lagi terjadi saat ini." Virgo bermonolog dengan pelan, tak lupa juga elusan yg setia dia berikan. "Bukan tanpa sebab Virgo bisa benci dua hal itu. Tapi karena memang seumur Virgo hidup, hampir tiap hari mata Virgo lihat dua hal itu. Lihat gimana kesakitannya Bunda kena kekerasan dari Ayah tapi cuma bisa diem aja. Lihat Bunda yg disakitin hati dan fisiknya nangis hampir tiap malem tanpa suara karena ngga mau anaknya yg masih kecil denger isakannya. Padahal hampir setiap kejadian kekerasan itu Virgo lihat. Ya, anaknya yg ngga guna ini cuma lihat doang dan ngga ngelakuin apa-apa."

Lagi, sebuah rahasia kembali terungkap dari Virgo tentang masa lalunya. Satu persatu cerita masa lalu Virgo mulai terbuka. Entah indah atau justru sebaliknya, hanya tinggal tunggu saja, karena waktu pasti akan mengungkapnya.

Mendengar cerita yg baru pertama kali di dengarnya dari mulut Virgo dengan tenang seperti bukanlah apa-apa, tangis Nessa langsung berhenti seketika. Kepalanya ia tegakkan demi bisa melihat raut wajah Virgo yg ternyata biasa saja seolah baru menceritakan dongeng Cinderella.

Mata Virgo balas menatap Nessa, senyum ia terbitkan untuk memperlihatkan bahwa dia tidak apa-apa. "Untuk kali ini aja, Virgo biarin kakak nangis sepuasnya di depan Virgo. Tapi untuk besok dan seterusnya, Virgo ngga bakal biarin hal itu terjadi lagi. Virgo ngga bakal biarin kakak nangis lagi dengan cara apapun yg Virgo bisa lakukan." Bukan hanya sebagai ucapan penenang saja, Kalimat-kalimat barusan juga adalah sebuah janji yg Virgo berikan dengan niat untuk di realisasikan.

Nessa tercenung mendengar kalimat dari Virgo. Apa bisa? Kebahagiaan dapat dia rasakan, sedang dia sudah terbiasa hidup di sisi kesedihan.

Kata-kata adalah salah satu hal yg di pegang dari seorang pria. Juga, janji adalah sebuah hal yg harus di tepati. Dan dua hal tadi bukanlah sesuatu yg suka Virgo umbar pada orang lain yg dia kenal. Bahkan hampir tak pernah dia membuat janji kecuali hanya pada seseorang yg sampai saat ini masih berusaha ia tepati, juga satu lagi pada Violin beberapa saat tadi.

Ucapan barusan yg di berikan pada Nessa adalah wujud dari tekad yg benar-benar ingin dia lakukan. Sudah lebih dari cukup untuk Nessa menanggung kepedihan lebih lama. Maka dengan janji yg dia buat dan ucapkan barusan, itu karena memang sudah saatnya untuk Nessa merasakan bahagia.


Menangis adalah salah satu cara untuk melepaskan emosi yg ada di dalam dada. Tangis bukan berarti lemah, dan lemah sendiri sangatlah banyak definisinya. Tapi untuk Virgo, selama hidup yg dia tahu, tangis hanyalah untuk hal-hal pilu ataupun duka, oleh sebab itulah dia sangat membencinya.





Sudah sepatutnya bagi kamu yg tidak bisa membuat bahagia, tidak juga membuatnya mengeluarkan air mata.
Karena hanya butuh satu hal kecil untuk membuat sedih dirasa, sedang ribuan cara di lakukan hanya demi sesuap bahagia.

~J_bOxxx~
 
Terakhir diubah:


PART 10​

INI IKRARKU​








Tenang sudah Nessa rasakan, dalam hangat pelukan seorang remaja jauh di bawah umurnya yg menjelma jadi seorang pria dewasa.

Entah sudah berapa lama mereka dalam posisi yg masih sama, berada di pangkuan Virgo yg kedua tangannya membelai lembut rambut dan punggungnya dalam keterdiaman.

Nessa sudah lupa, kapan terakhir dia merasakan di sayangi seperti ini oleh seseorang. Terkungkung nyaman dalam sebuah pelukan. Merasakan lembut sebuah belaian. Di sempurnakan dengan sebuah janji dan tekad untuk membahagiakan.

Dia sudah lupa. Sebelum saat ini, di waktu fajar yg menuju pagi.

"Kak" Pelan suara Virgo memanggil, mengecek apakah Nessa terlelap atau tidak.


"Hhmmm" Nessa menggerakkan tubuh dan kepalanya mencari kenyamanan lebih di tubuh hangat yg sedang memeluknya. Ternyata belum tidur.

Virgo cukup heran dengan dirinya saat ini. Baru terpikirkan olehnya, atau lebih tepatnya baru menyadari ada yg aneh dengan dia dan posisi mereka saat ini.

Sungguh dia bisa merasakan tonjolan dari dada Nessa yg erat memeluknya. Juga posisi duduk Nessa yg ada di pangkuanya sangatlah tidak aman sama sekali, karena tepat di atas junior perkasanya yg baru merasakan kentang beberapa waktu tadi.

Dan di situlah letak masalahnya.

Kenapa bisa, dia bisa tidak merasa bergairah atau horny di saat posisinya dan Nessa yg seperti ini sedangkan dia baru saja merasakan kentang atas percintaannya dengan Violin. Sungguh aneh, dan Virgo jadi takut sekarang, karena otaknya tiba-tiba memikirkan bahwa dia mengalami impoten mendadak.

Tapi setelah dia pikir-pikir dan teliti, sepertinya bukan itu masalahnya, hal ini bisa terjadi lebih kepada karena tubuh dan nafsunya sadar diri dengan situasi yg ada, dan siapa juga yg ada di pelukan dan pangkuanya. Syukur lah jika seperti itu, berarti tubuh dan juniornya tidak murahan, yg bisa langsung terangsang dengan gampang bahkan hanya dengan sentuhan.

Jika di cerna ulang, sepertinya ini bukan saat yg tepat untuknya merasa heran dan malah membahas hal seperti itu di saat ini. Ada hal penting yg lebih dia ingin tahu dari Nessa sekarang, yg kondisinya sudah jauh lebih tenang.

"Virgo mau nanya kak." Mendengar nada serius dari Virgo yg dapat dia tangkap, terpaksa Nessa harus menarik diri dari kenyaman yg diberikan Virgo dengan menegakkan tubuhnya.

Tangan Nessa berpindah ke atas pundak Virgo dengan mata yg saling menatap, wajah serius dari Virgo pun dia dapat. "Mau nanya apa?"

"Kakak kan udah lama tau kalo dia selingkuh, kenapa kakak ngga minta atau milih devorce aja? Lagian dengan pemikiran kakak yg tadi bilang kalo kakak adalah orang yg tiba-tiba hadir di antara mereka, bukannya cerai adalah jalan terbaik buat kalian?" Dalam keterdiaman tadi, Virgo sebenarnya sibuk berfikir dan mencerna apa-apa kemungkinan yg ada. "Apa kakak malu dengan status setelahnya?"

"Satu-satu kalau nanya itu." Nessa tersenyum gemas atas pertanyaan beruntun dari pria di depanya yg memasang wajah serius ini. Jujur dia cukup takjub dengan Virgo yg bisa berfikir sampai sana di tengah kekalutan yg kental menyelimuti suasana. "Kamu bener, cerai seharusnya jadi solusi yg paling masuk akal dan bagus buat kita. Dan bukannya kakak ngga pernah mikirin itu juga, tapi memang ngga semudah itu buat cerai. Banyak hal yg jadi pertimbangan kakak selain status janda yg bakal kakak sandang setelahnya."

Pernikahan bukanlah sesimple membeli barang yg kalau tidak suka bisa di buang. Bukan pula seperti pacaran yg bisa putus dan balikan seenaknya. Dan itulah yg Nessa pikirkan, banyak kerumitan dan carut marut yg baru dia sadari seiring berjalannya waktu. Dia bisa mengambil langkah mudah dengan bercerai, namun setelah dia pikir matang-matang, ternyata memutuskan cerai tidaklah mudah.

"Dan apa itu?" Penasaran semakin besar menggelayut ingin di puaskan dalam dirinya. "Keluarga? Perasaan? Atau apa?"

"Keluarga masuk dalam pertimbangan." Nessa mengangguk membenarkan. "Tapi untuk rasa, kakak ngga sebodoh itu."

"Terus apa lagi? Kakak ngga mungkin sebaik itu dengan ngefasilitasi mereka untuk selingkuh di belakang kakak kan? Lagian om dan tante ngga sejahat itu buat maksain kalian tetap satu kalau tahu gimana rumah tangga kalian." Hasil pemikiran instannya mencetuskan hal tersebut, hanya itulah hal bisa otaknya berikan, hingga sebuah pemikiran tiba-tiba terlintas di benak Virgo. "Atau kakak di ancam kalau minta cerai? Karena dia jelas ngga bakal dapet restu dengan selingkuhanya. Dan juga cap buruk yg bakal ada di namanya kalau keluarga kalian tahu? Iyakan?"

Emosi naik dengan cepat ke kepala Virgo dengan pemikiran bahwa Nessa mendapatkan ancaman, namun gelengan cepat yg Nessa berikan berhasil menurunkan kembali sedikit emosinya, juga sebagai tanggapan bahwa pemikirannya tidak benar.

"Bukan. Mas Reno ngga kalau dia udah kegep selingkuh sama kakak. Tapi emang ngga semudah itu Virgo buat cerai." Nessa yakin bahwa Virgo tak akan bisa mengerti dengan apa yg membuatnya berat memutuskan, karena ini bukan tentang nalar dan otak saja.

Emosi yg sebelumnya belum benar-benar hilang dari diri Virgo bertambah naik kembali karena Nessa yg bertele-tele. "Kalo ngga mudah ya di buat semudah mungkin lah kak. Virgo bakal bantu!" Virgo pikir Nessa tidak seperti wanita lainya yg akan memperumit hal-hal yg seharusnya mudah untuk di atasi dengan cara yg praktis, tapi ternyata sama saja rupanya. "Apasih yg kakak takutin?!"

Mendapatkan nada dan tatapan yg tak bersahabat dari pria yg baru saja menenangkannya, tentu emosi langsung melejit tinggi di tubuhnya. "Banyak!" Nada tinggi Nessa berikan dengan tatapan kesal atas perlakuan dan pemikiran Virgo. "Kamu ngga akan ngerti! Kamu ngga ada di posisi kakak! Kamu ngga pernah ngalamin apa yg kakak alamin!" Baru saja dia bisa tenang dengan bantuan Virgo, tapi sekarang pria di depanya ini juga yg malah melakukan sebaliknya.

Tidak ada yg tahu apa yg sedang dirasakannya. Tentang bagaimana dia berfikir ini dan itu, apa efek jika dia melakukan ini dan apa akibatnya juga jika dia melakukan itu. Tak segampang teori di kemukakan. Tak segampang mulut berucap juga. Hal itu yg membuatnya frustasi, karena dia tidak hanya butuh solusi semata, melainkan juga semangat dan dukungan, bukan cercaan menyudutkan seperti yg Virgo lakukan.

Kembali, dalam diam Virgo akhirnya sadar bahwa barusan terpancing oleh emosi. Apa yg di ucapkan kakaknya memang benar adanya. Dia tidak tahu apa yg dipikirkan atau dirasakan Nessa. Tapi karena itulah dia bertanya, agar setidaknya dia tahu gambaran apa yg Nessa pikir dan rasakan. "Justru karena itu Virgo nanya kak." Virgo mencoba tenang dan mengontrol oktaf suaranya, tak ingin ada emosi di antara mereka meski tadi dia yg memulainya. "Biar Virgo tahu gimana perasaan dan pikiran kakak. Virgo pengen tahu, biar bisa bantu."

Nessa menghela napas dan mengaturnya agar kembali seperti biasa. Melihat raut Virgo yg mencoba tenang, dia akhirnya sadar bahwa tak ada yg bisa didapat dan diselesaikan jika emosi mendominasi diri. "Banyak ketakutan-ketakutan yg kakak pikirkan Virgo. Efek dari langkah yg bakal kakak ambil." Nessa berucap pelan, karena emosi barusan cukup menguras tenaganya. "Seperti pandangan orang lain ke keluarga. Kakak juga takut reaksi mama sama papa bakal gimana, karena cuma ada dua kemungkinan yg bakal mereka lakukan. Antara malu dan merasa bersalah seumur hidup yg mana kakak ngga mau lihat itu, atau justru marah karena kakak ngga becus bikin suami sendiri sayang dan jatuh cinta, hingga akhirnya selingkuh di belakang. Dan itu juga belum termasuk mertua kakak. Banyak lah pokoknya." Frustasi Nessa jika memikirkannya. Padahal apa yg di jelaskannya barusan baru sedikit dari yg ada di pikirannya, tapi sudah membuatnya pusing tak karuan.

Meski kasarnya, dia hanya di jadikan alat penambah kekuasaan dan kekayaan keluarganya saja, tentu Nessa tak mau melihat orangtuanya merasa bersalah di sisa hidup mereka karena telah salah memilih pasangan untuk anaknya. Walau bagaimana pun, dia sudah di sayangi sedemikian rupa oleh mereka, jadi ini hanya sebagian kecil pembalasan dan bakti atas banyak yg telah mereka lakukan untuknya.

"Ini cuma secuil pembalasan kakak dari segunung yg udah di kasih mereka. Ngebuat mereka malu dan merasa bersalah adalah hal terakhir yg kakak pengen lihat dari wajah mereka." Senyum coba perlihatkan atas berakhirnya penjelasan yg dia berikan dengan nada pelan.

Nessa hanya ingin membuat Virgo mengerti jika tak semua bisa diselesaikan dengan mudah. Banyak pertaruhan di dalamnya, banyak hal yg akan menjadi korban. Bukankah lebih baik memilih hal yg sedikit membuat efek dari pada memaksakan tapi berdampak pada keseluruhan. Dan itulah yg sedang dia lakukan, rela mengorbankan diri demi terkendalinya situasi dan meminimalisir efek yg akan terjadi.

Setiap orang ingin menjadi pahlawan untuk orang lain, dan inilah langkah egosi yg dia ambil, mencoba untuk menanggung dan menerima semuanya sendiri.

Virgo sudah mencerna baik-baik apa yg Nessa jelaskan. Dia paham apa yg Nessa khawatirkan meski tak sepenuhnya, sebab ada beberapa hal yg tak pernah di alaminya. Tapi tetap itu tidak serta-merta bisa membuatnya menyetujui dan menerima apa yg dilakukan dan dipilih Nessa. Mengorbankan diri dan berakting tampak semuanya baik-baik, dan itu demi keluarga atau yg lainya adalah hal yg sangat bodoh menurut Virgo.

Bagaimanapun juga, semua bisa terjadi juga karena kedua orangtua Nessa, jadi seharusnya wajar apabila mereka tahu akibat dari apa yg telah diperbuat, apa yg mereka paksakan. Walau pahit, mereka harus tahu kalau anak yg sudah mereka rawat dengan sepenuh hati dari kecil telah di sakiti oleh orang lain. Manusia tidak akan tahu yg di perbuat itu baik atau buruk jika tidak tahu efeknya langsung, dan seharusnya Nessa membiarkan mereka mengetahuinya, bukan malah menyembunyikan dan menanggung sendirian.

Jelas Virgo tak bisa menerimanya. Apa yg salah tentu tak bisa di benarkan. Kegagalan tidak berarti buruk, tapi Nessa terlalu takut untuk mengakui dan mengungkapkan agar semua tahu bahwa rumah tangganya memang tak berhasil.

"Kak" Virgo menatap dalam pada mata Nessa dengan wajah datarnya. "Apa yg kakak lakuin itu bukan sebuah pengorbanan. Bukan juga sebuah bakti seorang anak pada orang tuanya. Tapi itu sebuah kebodohan. Mencoba berperan sebagai manusia paling kuat di dunia dan menanggung semuanya sendiri adalah bodoh. Kegagalan bukan sebuah aib kak, tapi sebuah pembelajaran." Ada yg harus menyadarkan Nessa tentang apa yg sedang dilakukannya. Dan karena dia adalah satu-satunya orang yg ada di dekat kakaknya saat ini, maka dengan senang hati dia akan melakukannya. "Kakak sadar kalau punya banyak pilihan, tapi kakak justru malah milih pilihan yg paling bagus!" Sarkas Virgo dengan wajah kalemnya.

Jika di ibaratkan, apa yg Nessa pilih saat ini adalah, sudah tau bila belok kekanan di pertigaan jalan depanya akan ada kantor polisi yg sering menggelar razia, Tapi dia justru nekat dan sengaja membawa motor yg tidak ada surat lengkapnya dan full modifikasi lewat sana dengan tak memakai helm. Parahnya, SIM C tak punya lagi. Itulah Nessa.

Nessa mengendikan bahunya dan tersenyum geli atas sarkasme yg Virgo tujukan padanya. "Mungkin kamu bener, tapi ini yg kakak pilih. Dan menurut kakak, ini yg terbaik. Seenggaknya buat sekarang ini."

Seketika Virgo menjatuhkan tubuhnya ke senderan sofa. Tiba-tiba kepalanya pusing mendengar ucapan Nessa barusan. Entah idealisme model apa yg di anut oleh Nessa ini.

Baik dari mananya coba? Bagaimana bisa dia memilih untuk tenggelam, padahal dia sendiri bisa berenang.

Untung dia adalah orang yg baik hati dan rajin menabung, jadi meski Nessa dengan sengaja menenggelamkan diri, maka dengan senang hati dia akan tetap menolongnya. Ya, dia harus membantu Nessa yg mungkin sudah pasrah akan keadaan.

Virgo mengarahkan pandangan agar dapat melihat Nessa kembali berbekal pemikirannya barusan. "Terus kakak cuman diem aja gitu? Pasrah sana nasib?" Serius, jika Nessa bilang iya, maka dengan semangat enam sembilan dia akan menjedotkan kepala Nessa. Setidaknya meski tak mau bercerai, minimal Nessa harus melakukan sesuatu untuk dan demi dirinya sendiri.

"Apa yg kakak harus lakuin?" Balik Nessa bertanya dengan menaikan alisnya, menatap Virgo bingung.

"Ya minimal bales lah!" Sungguh Virgo gemas sekali dengan orang di depanya ini. Ingin sekali dia mengguyur kepala Nessa dengan coklat koko crunch agar bisa dimakannya. "Kalau ngga dapet kebahagiaan di rumah ya cari di luar."

"Bales gimana?" Nessa semakin bingung dengan ucapan Virgo dia benar-benar tak mengerti." kebahagiaan kayak apa yg harus kakak cari di luar?"

Sumpah Nessa ini sok polos atau memang benar-benar polos Virgo tak tahu. Tapi yg jelas dia harus sabar dan menjelaskan secara gamblang. "Ya dengan cari pengganti si kampret itu lah kak, Gitu aja tanya lho."

"Maksud kamu selingkuh?" Tebak Nessa yg langsung di angguki Virgo membenarkan.

"Apapun namanya itu. Pokoknya kakak harus bales. Cari kesenangan sendiri di luaran sana dengan orang lain kalo ngga bisa dapetin dirumah. Toh dia juga ngelakuin hal yg sama." Bukan Virgo mau menjerumuskan kakaknya, tapi Nessa juga berhak untuk mendapatkan bahagia, Nessa sangat layak untuk di bahagiakan. "Cari orang yg bisa buat kakak nyaman, orang yg bisa perhatiin kakak. Kalau bisa, cari orang yg bisa sayangin dan cintain kakak. Virgo yakin pasti kakak bisa dapetinya, meski bukan dari dia."

Nessa menyimak baik-baik ucapan Virgo. Dan jika boleh jujur, dia sudah pernah memikirkan untuk melakukan hal itu juga. Namun kembali, banyak hal yg terpikirkan olehnya. Contoh simplenya adalah bahwa dia hampir tidak punya kenalan lawan jenis selain teman kantornya yg semuanya sudah berkeluarga. Sebuah kebodohan apabila dia menggaet salah satu dari mereka yg mana akan membuat istrinya jadi merasakan apa yg dia rasakan.

Dan jika dia meminta bantuan teman atau sahabatnya untuk di carikan kenalan cowok yg bisa di ajak selingkuh, bukankah itu justru akan membongkar aibnya sendiri? jelas ia tak mau itu. Lagian Virgo bisa-bisanya tanpa beban berucap seperti itu pada dirinya.

Sebuah Ide terlintas di kepala Nessa yg cepat berfikir jika menyangkut tentang kejahilan. "Yaudah sama kamu aja." Raut muka Nessa buat seserius mungkin dan tidak terlihat bercanda.


Tatapan jengah diberikan Virgo pada Nessa yg walaupun menatapnya serius, tapi jelas omongannya sangat bercanda. "Virgo serius kak."

"Kakak juga serius." Nessa berucap yakin. "Kakak ngga punya kenalan cowok selain temen kantor yg udah punya keluarga semua. Cuma kamu cowok yg kakak kenal belum nikah." Kelit Nessa mencoba meyakinkan, namun tak sepenuhnya dia berdusta, sebab memang hanya Virgo cowok yg dia kenal masih belum berkeluarga. "Lagian Kamu yg saranin, jadi ya sama kamu lah." Tambahnya mengompori.

"Kakk!" Erang kesal Virgo merasa frustasi. Bagaimana bisa kakaknya berfikir seperti itu, ya walaupun benar dirinya yg memberikan ide, tapi ya bukan dengan dirinya juga lah.

"Apa?" Tantang Nessa dengan angkuh, padahal sebenarnya sudah hampir meledakan tawa. "Kamu yg punya ide, kamu yg nyaranin, jadi ya tanggung jawab lah! Jangan bisanya cuma ngomong doang jadi cowok."

Raut wajah Virgi berubah datar seketika atas tatapan dan ucapan yg meremehkan dirinya sebagai pria. Jelas dia merasa tak nyaman dan tak terima dengan itu. Selama hidup, dia selalu berusaha menjadi orang yg tepat janji dan omongan meski sering asal bicara. Selalu bertanggung jawab adalah hal utama yg selalu dia yakini dan terapkan sampai sekarang.

Baiklah, kalau memang seperti itu, dia akan membuktikan bahwa dirinya bukan hanya pintar bicara saja. Kalau itu memang keinginan Nessa, maka dia akan mengiyakan karena memang dia yg menyarankan.

Tatapan tegas dengan napas yg di hembuskan Virgo lakukan sebagai penguat tekadnya. "Oke kalau gitu."

"Oke apa?" Nessa gagal paham dengan ucapan Virgo karena ada jeda yg cukup lama setelah kalimat terakhir yg dia ucapkan dengan baladan Virgo.

Satu tangan Virgo yg berada di punggung Nessa bergerak menuju ke tengkuk leher kakaknya itu. "Virgo jadi selingkuhan kakak."

"Eh?" Terkejut Nessa rasakan, tak menyangka jika ucapannya akan di seriusi oleh Virgo yg lebih mendewakan logika itu. "Ehh bentar-bentar! Kakak cuma ber-emmhhh!" Mata Nessa membulat sempurna bersamaan dengan kepalanya yg Virgo dorong cepat, yg membuat bibir mereka kontan bersentuhan.

Panik luar biasa Nessa rasakan dengan bertautnya bibir mereka. Lumatan dapat dia rasakan dari Virgo di bibir bawahnya. "Viirr-mmmhhmm!!" Nessa mencoba berontak sekuat tenaga untuk melepaskan ciuman mereka dengan menciptakan jarak menggunakan dorongan yg dilakukan kedua tanganya, hal yg mustahil terjadi sebenarnya, sebab kedua tangan Virgo sudah lebih dulu berada di pinggang dan lehernya yg digunakan pria itu untuk menahan tubuhnya agar tak kemanan-mana.

Tak hilang akal, Nessa mencoba menggerakkan kepalanya ke kanan dan kiri agar lumatan Virgo di bibirnya bisa terlepas, namun kembali hal yg sama juga terjadi karena besarnya telapak tangan Virgo yg berada di tengkuknya.

Hanya mengunci rapat-rapat mulutnya lah yg bisa Nessa lakukan sekarang agar Virgo tak bisa berbuat lebih dengan kepanikan yg masih jelas ia rasakan. Virgo sendiri pun sepertinya tak ada ketertarikan sama sekali untuk melepaskan sebab Nessa membangkitkan kemarahan dalam diri dengan menyentil egonya.

Terus mendapatkan penolakan, Virgo menjadi lebih kesal pada Nessa yg padahal memilih sendiri dirinya, tapi kenapa sekarang malah memberontak tak terima? Dengan kuat namun mencoba tetap tak menyakiti, Virgo kemudian membanting Nessa ke samping hingga rebah di atas sofa, dan dengan cepat langsung sigap mengungkung kembali dengan meletakan kedua tangannya di sisi tubuh Nessa yg masih terkejut atas tindakan Virgo barusan.

"Virgo!" Jerit Nessa kesal, marah, sekaligus panik karena Virgo melempar tubuhnya hingga tiduran di sofa. "Kamu apa-apan sih!" Tangannya mencegah tubuh Virgo yg kamu kembali mencoba untuk mendekat padanya.

Virgo menghentikan aksinya untuk mendekat dan menatap wajah Nessa yg marah itu dengan datar. "Kakak yg milih Virgo sendiri tadi, terus kenapa sekarang malah gini?" Tangan Virgo kemudian mencekal kedua lengan Nessa yg berada di pundaknya untuk menahan.

"Kakak cuma bercanda tadi!" Nessa coba menerangkan agar Virgo tak melanjutkan, juga berusaha agar cekalan Virgo yg erat di kedua tanganya bisa lepas. "Sakit Vir."

Telinga Virgo seolah tuli tak mendengar ringisan yg dikeluarkan Nessa akibat cengkramannya itu. Dia justru menggerakan dengan paksa kedua tangan itu tepat di atas kepala Nessa yg kemudian dia kunci dengan tangan kirinya sembari menundukan tubuhnya kembali mendekat pada Nessa untuk kembali menciumnya.

Hanya pipi yg berhasil Virgo cium, sebab Nessa yg sudah lebih awas sigap menghindar dengan memalingkan wajahnya kesamping. Aksi Nessa itu jelas membuat Virgo tambah geram, langsung saja tangan kanan Virgo yg bebas tak melakukan apa-apa mencengkram dagu Nessa yg kemudian diarahkan agar kembali terarah padanya, yg akhirnya membuat kesadaran seketika kembali pada Virgo saat mata keduanya bersitatap.

Mata sendu yg seakan mengatakan bahwa apa yg dilakukannya bukanlah Virgo sekali membuatnya sadar. Nafas ia tarik dalam-dalam dengan keterdiaman dan mana tertutup rapat tak ingin melihat mata Nessa lagi, mencoba memikirkan apa yg sudah dia lakukan dengan jernih.

Hingga tak berapa lama Virgo kembali membuka mata yg langsung tepat terarah pada Nessa. "Oke kakak cuma bercanda. Tapi Virgo pikir, ucapan kakak tadi ada benernya juga." Hilang semua tatapan dingin dan ucapan datar Virgo tadi, berganti dengan suara lembut dan senyum yg menyenangkan. "Lebih baik emang Virgo yg jadi cowok kakak." Setelah Virgo dapat mencerna, ide Nessa memang tak buruk, karena yg buruk adalah perlakukanya barusan.

Jika memang hanya dirinya cowok yg dekat dengan Nessa, maka ia mau melakukannya. Dia juga yakin pasti bisa membahagiakan Nessa dengan semua usahanya. Dia sudah berjanji pula tadi kan? Jadi bila dengan cara ini dia bisa menepati janjinya, dengan senang hati Virgo akan menjalankan.

Tentu pemikiran itu sangat tak masuk akal di otak Nessa yg memang mempunyai ide itu awal tadi, tapi dengan niatan yg berbeda. Dia hanya bercanda, sedang dia bisa melihat dengan jelas bahwa Virgo serius dengan ucapannya. "Kamu ngawur! Kita saudara Virgo, kalau kamu lupa."

Cekalan di tangan Nessa akhirnya Virgo lepaskan setelah teringat. Tapi tangan satunya yg berada di dagu Nessa merambat naik kepipi dan mengelus lembut disana. "Kita cuma saudara sepupu kak." Senyum Virgo masih terpasang, mata mereka saling memandang dengan ekspresi yg saling bertolak belakang. "Itupun juga tiri. Jadi artinya kita itu orang asing kak."

Lagi.

Sebuah fakta kembali terbuka. Tentang jati diri Virgo dan hubungannya dengan Nessa yg ternyata adalah saudara sepupu, dengan embel-embel 'tiri' di belakangnya.

Mata Nessa membulat spontan, telingannya berdengung menolak menerima kalimat yg Virgo ucapkan barusan dengan pelan. "Kamu keluarga kakak, adek kakak!"

Gelengan Virgo berikan dengan pelan. "Kita orang asing kak. Itu kenyataannya."

"Shut the fuck up Virgo!" Raung Nessa marah, langsung membekap mulut Virgo. "Kita keluarga! Kamu adek kakak!" Ulang Nessa dengan penekanan di setiap kata.

Dia tak ingin mendengar kata-kata yg menurutnya mengerikan itu dari mulut pria di atas tubuhnya ini. Hal terakhir yg ingin dia dengar adalah fakta bahwa mereka memang saudara sepupu dengan embel-embel (tiri) sialan itu yg di ucapkan dengan lancar tanpa perasaan oleh Virgo.

Mata Virgo menyipit, tangan Nessa ia tarik dari mulutnya meski sempat ada penolakan, hingga akhirnya terlihat bibirnya yg masih mempertahankan tersenyum meski tipis. "Itu kenyataannya kak." Virgo tetap kukuh dengan fakta yg ada. "Tapi bukan itu yg jadi masalah sekarang. Virgo bener-bener emang mau bantu kakak, dengan apapun itu termasuk ide jadi cowok kakak yg jelas itu sah-sah aja. Virgo bakal ngelakuin apapun biar kakak bahagia, sebagai bentuk balas budi karena kakak udah baik mau nampung Vir-"

'Plakk!'

Sangat keras. Kepala Virgo sampai tertoleh kesamping akibat tamparan yg sekuat tenaga Nessa berikan barusan di pipi Virgo. Namun meski sudah mendapatkan tamparan sekeras itu, Virgo masih bisa mempertahankan senyumnya dengan kepala yg kembali menatap Nessa.

Berbeda dengan Virgo yg tetap memberikan senyum, wajah Nessa yg tersinari oleh lampu terlihat sebaliknya. Amarah sangat menguasainya. Dadanya naik turun lengkap dengan pandangan yg mulai berkabut akibat tergenang air mata.

Sungguh dia tak ingin mendengar fakta itu dari mulut Virgo. Karena setiap kata itu terdengar di telinganya, sakit dia rasakan merasuk dalam dada. Mereka sangat dekat satu sama lain, lebih dari kedekatannya dengan kedua orang tuanya. Mereka menyanyangi satu sama lain, lebih dari apapun itu. Dan fakta bahwa mereka saudara tiri lah yg menyakitkan hati Nessa.

Mata Virgo bisa menangkap semuanya, yg adalah kemarahan dari Nessa. Mereka sama-sama diam, namun dengan keadaan yg berbeda. Nessa dengan emosinya, dan Virgo dengan ketenangannya.

Setetes air mata lolos dari pelupuk Nessa, Jari tangan Virgo yg ada di pipi Nessa sigap terulur mencoba menghapus, yg cepat pula tersingkir dari wajah Nessa akibat tepisan yg lakukan oleh perempuan itu tanda menolak.

"Kakak mau ngapain juga ngga akan ngerubah fakta yg ada. Virgo tetep orang asing." Tangan Nessa sudah terangkat lagi, bersiap untuk menutup mulut atau menampar kedua kali. Tapi tangan Virgo segera menghadangnya, karena dia belum selesai dengan ucapanya. "Tapi Virgo adalah orang asing yg paling peduli dan sayang sama kakak daripada keluarga bahkan suami kakak sendiri. Kebahagiaan kakak itu keutamaan yg pengen Virgo lihat. Dan buat ngeraih itu, Virgo siap ngelakuin apapun buat kakak."

Air mata Nessa tak dapat terbendung lagi, sebab ternyata apa yg mereka pikirkan dan rasakan ternyata sama. Air mata yg semula keluar untuk menggambarkan kesedihan dan kekesalan, sekarang berganti menjadi tangis haru dan bahagia.

Tangan Nessa dengan cepat terulur menarik leher Virgo agar mendekat yg dengan erat di peluknya kemudian sebagai ungkapan bahwa ucapan Virgo sangat mengena di hatinya. "Kakak ngga suka kamu bilang gitu. Kamu satu-satunya orang yg perhatian sama kakak, yg sayang sama kakak, yg mau nurutin semua kemauan kakak."

Virgo mengelus lembut bahu Nessa, kepalanya mengangguk membenarkan apa yg Nessa katakan, karena memang itu kenyataannya. "Dan orang yg paling ngga mau lihat kakak nangis lagi. Jadi, udahan ya nangisnya" Bujuk Virgo dengan pelan dan lembut lebih ke arah berbisik, sebab bibirnya tepat di samping telinga Nessa.

"Kenapa bukan kamu sih yg jadi suami kakak dan malah Reno." Keluh Nessa di sela-sela isakan yg perlahan berkurang, mulai menyalahkan takdir atas nasib dan keadaanya.

Bibir Virgo tertarik ke atas, geli dengan keluhan yg di sampaikan Nessa. "Makanya cerai, ntar Virgo nikahin." Tak ada salahnya bercanda untuk mencairkan suasana.

Nessa melepaskan pelukannya dan mendorong tubuh Virgo ke atas dengan cepat. "Beneran?!"

"Ya enggak lah!" Virgo terkekeh geli melihat ekspresi yg di perlihatkan Nessa, yg sepertinya menganggap serius ucapannya. Karma cepat terjadi ternyata. "Tapi ide tadi kan bisa jadi solusi."

Wajah sebal Nessa perlihatkan. "Kamu kenapa sih ngotot banget pengen jadi selingkuhan kakak?!"

Senyum mesum seketika terbit di bibir Virgo. "Biar bisa cium dan sayang-sayangan sama kakak." Alis yg di naik-turunkan Virgo lakukan sebagai pelengkap aksi.

"Omesss!" Pukulan di berikan Nessa lagi secara beruntun sebagai ungkapan kesal. Namun senyum tak bisa ia tahan untuk terbit di bibirnya. Nada suaranya bahkan terdengar manja bukan kesal, membuat Virgo tak kuasa menahan tawa saat mendengarnya.

Virgo cukup senang karena berhasil membuat Nessa melupakan tangis dan sedikit kesedihannya. Tawa hilang dari bibirnya dan digantikan senyum kembali. "Sekali lagi Virgo tekanin kak, Virgo pengen banget kakak itu bahagia. Dan menurut Virgo cara tercepat juga sebagai langkah dan solusi ampuh selain cerai ya itu. Virgo pengenya kakak bisa ketemu orang yg bisa bikin kakak bahagia, dan mungkin kalo bisa merasa di cintai juga." Tangan Virgo menggenggam tangan Nessa yg ada di dadanya. "Ngga harus dengan Virgo juga. Justru Virgo pengen kakak ketemu cinta yg sebenarnya. Tapi kalau emang benar-benar ngga ada orang lain, dengan senang hati Virgo bakal menawarkan diri buat jadi orang yg ngisi kebahagiaan di hari-hari kakak, juga sebagai bentuk dan salah satu cara realisasi janji yg Virgo kasih tadi."

Kebimbangan merasuk di hati Nessa setelahnya. Tak bisa di pungkiri, jika dia sangat ingin merasakan apa itu di perhatikan, di sayangi dan di cintai. Tapi apa harus dengan cara ini? Dengan mencari pria lain.

"Satu lagi kak." Wajah Virgo tertunduk kemudian, netranya pun beralih dan tak mau menatap Nessa. "Virgo minta maaf buat kelakuan tadi. Virgo kebawa emosi karena ego Virgo kesentil omongan kakak. Virgo ngga terima di bilang cuma omong doang, padahal niat Virgo ngga lebih cuma demi kakak." Rasa bersalah dan malu nyata Virgo rasakan atas tindakannya tadi. "Tapi Virgo tetep salah apapun alasanya. Virgo minta maaf."

Ada satu hal yg sangat membuat virgo heran dengan dirinya hari ini. Entah kenapa malam ini dia sangat mudah sekali terpancing emosi hanya dengan kata-kata saja. Kendali diri yg dia punya jauh sangat lemah dari biasanya yg sangat bagus dan terkontrol. Dia bahkan merasa asing dengan dirinya hari ini. Sudah ada dua orang yg dia sakiti dan buat menangis dalam kurun waktu yg singkat.

Entah apa yg terjadi, efek kelelahan ataupun belum tidur mungkin berpengaruh, tapi yg pasti dia tidak sedang baik-baik saja.

Dan jika di pikir-pikir, dirinya tak ada bedanya dengan orang yg sangat dia benci itu, orang yg telah membuatnya ada di dunia.

Tangan Nessa bergerak ke arah dagu Virgo yg sepertinya sedang tenggelam dalam pikiran itu untuk melihat ke arahnya. "Kakak maafin buat sikap kasar kamu tadi." Senyum hangat Nessa berikan untuk menenangkan, tapi tak juga menghilangkan perasaan bersalah yg Virgo rasakan. "Dan kalau di pikir-pikir, kayaknya omongan kamu ada benernya, tentang ide itu."

Virgo terkejut. "Kakak mau?"

Satu hal yg luput dari pemikiran Virgo, yg saat ini membuatnya sedikit tak rela akan rencananya sendiri. Dia takut atau lebih tepatnya khawatir jika Nessa merealisasikan idenya itu akan mendapatkan seseorang yg hanya memanfaatkannya saja. Orang yg hanya mengincar diri dan harta Nessa saja, dan bodohnya dia baru menyadarinya. Karena jika seperti itu, yg ada Nessa bukan mendapatkan kebahagiaan, tapi malah sakit dua kali. Keluar dari lubang buaya, tapi terperosok ke lumpur hisap, mati mati juga kan akhirnya.

Tapi jika tidak melakukannya, Nessa hanya akan stuck disini saja dan tetap dalam kenestapaanya yg mana itu sama buruknya. Jadi mungkin memang lebih baik melangkah dengan segala resikonya dari pada diam dan tidak melakukan apa-apa. Toh dirinya nanti bisa membantu dengan menyeleksi dan mengawasi pria yg dekat dengan Nessa, sehingga kemungkinan hal buruk terjadi bakal lebih kecil. Ya, lebih baik seperti itu. Tak ada yg tahu jika tak di coba.

"Belum tau" Nessa menggeleng samar, terlihat ragu. "Kakak takut soalnya."

"Takut?"

"Iya kalau kakak dapet seperti yg di pengen, kalo sebaliknya? Sama bajinganya kayak Reno?" Ternyata pemikiran mereka sama, atas ketakutan dan kekhawatiran mendapatkan orang yg salah.

"Tapi kalo ngga di coba mana bisa tahu kak. Virgo bisa bantu awasin dan nilai gimana orangnya nanti. Kita satu spesies, jadi Virgo bakal tahu mana yg baik sama yg bajingan dengan gampang. "

Tapi Nessa tetap menggeleng. Matanya menyiratkan ketakutan yg berlebih. "Kakak ngga mau coba-coba."

"Ya terus gimana dong?" Bingung Virgo tak tahu harus melakukan apa. Satu sisi dia setuju akan khawatir yg Nessa rasakan. Tapi semua harus di coba untuk tahu hasilnya. Ketakutan harus dihadapi, bukan di hindari. "Kalau ngga di coba beneran ngga bakal tahu kak. Dan itu memang langkah yg harus di lakuin. Bahagia emang sulit, dan karena itu Virgo bakal bantu sebisanya."

Apa yg Virgo ucapkan memang benar adanya. Mencoba untuk mencari tahu. Tapi Nessa terlalu takut untuk melakukannya, atau bisa di bilang trauma. Sebelumnya Reno juga orang tak di kenal dari antah berantah, lalu menawarkan kebahagiaan dan berkompromi untuk saling mencintai. Namun apa yg terjadi? Penghianatan yg dia dapat.

Ide liar terlintas di otak Nessa tiba-tiba. Yaitu ucapan asal dan bercandanya tadi yg mana menjadikan Virgo sebagai pengganti, setidaknya untuk sementara sampai dia benar-benar dekat dengan orang lain dan yakin bahwa dia bakal bahagia dengan orang itu kedepanya.

Bukan tanpa alasan otaknya berfikir untuk menjadikan Virgo selingkuhannya. Satu-satunya orang yg terbukti memprioritaskan dirinya hanya Virgo seorang, orang yg sangat dekat dengan dirinya hampir tanpa batas juga hanya Virgo saja. Virgo juga satu-satunya orang yg konsisten perhatian dan menyayanginya. Lalu apa yg kurang? Tak ada.

Soal tentang mereka yg bersaudara, Virgo sudah menjelaskan tadi. Dan dalam hukum dan norma apapun seharusnya itu tak menjadi masalah. Justru selingkuh sendiri sudah sebuah kesalahan dari sudut pandang manapun. Lalu apa lagi masalahnya? Tak ada.

Apakah harus? Batin Nessa bimbang merana. Tak tahu keputusan apa yg harus di ambilnya. Rasa ingin membalas Reno sangat ingin dia lakukan. Tapi apakah harus dengan selingkuh? Dengan Virgo?

"Kak" Sudah terlalu lama Nessa terdiam dan larut dalam pikirannya. Matahari sudah terbit dari peraduannya, Cahaya pagi meski tak dia lihat sinarnya secara langsung telah menerangi bumi. "Pikirin aja dulu bener-bener kak. Virgo ngga mau kakak malah jadiin itu beban. Masih banyak waktu yg kakak punya." Yap, sepertinya memang tak bisa di putuskan dalam satu malam saja. Nessa bukan dirinya, kakaknya lebih hati-hati dalam mengambil keputusan. Berbeda dengan dirinya yg akan tanpa pikir panjang mengambil dan melaksanakan ide pertama yg terlintas di kepalanya, tapi dia juga tak lupa dan siap menerima semua konsekuensi dari tindakannya.

"Bentar!" Tahan Nessa saat Virgo hendak menarik diri dan bangkit dari duduknya. "Kakak boleh ngeyakinin sesuatu dulu ngga?"

"Ya barusan kan Virgo udah bilang. Kakak yakinin dulu aja, ngga usah buru-buru." Setuju Virgo mengiyakan dengan senyuman menenangkan.

"Bukan itu maksud kakak!" Gemas Nessa sedikit jengkel. "Udah ikutin aja apa yg kakak mau." Tangan Nessa kemudian terulur ke atas dan menutup mata Virgo dengan telapak tangan kanannya.

"Ehhh kak" Virgo mencoba memegang tangan Nessa yg menutupnya.

"Udah diem!" Galak Nessa yg seketika membuat Virgo terdiam patuh juga tangan yg turun kembali.

Tangan satunya Nessa yg berada di pundak Virgo kemudian menarik tubuh pria itu agar menunduk dan mendekat padanya dengan pelan. Dalam diam Virgo menuruti, namun otak sibuk menebak apa yg Nessa sedang coba lakukan.

Pelan namun pasti, jarak antar keduanya semakin terpangkas. Beberapa centi tersisa dari sentuhan, Nessa perlahan memejamkan matanya dengan tujuan agar indera indera perasa dan perabanya bekerja, juga hati dan perasaannya.

Hingga tautan bibir antara keduanya kembali terjadi untuk yg kedua kalinya.

Virgo terkejut, dia tahu apa yg menyentuh bibirnya, karena sempat merasakannya tadi walau dengan paksa. Namun ia mencoba tetap diam dan tenang meski perasaannya kian berkecamuk tak menentu.

Sedangkan untuk Nessa, dia sedang mencoba mecari tahu apa yg dia rasa dalam pejaman matanya, juga dalam tautan bibir antar keduanya. Menelisik kedalam hati dan pikiran akan keputusan yg ingin di ambilnya ini benar atau salah untuk dirinya sendiri. Detik berlalu tanpa ada suara dari keduanya. Gerakan pun tak ada yg di lakukan dalam tempelan bibir mereka.

Namun detik selanjutnya, sungging'an bibir terbit dari Nessa yg akhirnya yakin dengan apa yg ingin dia tentukan.

"You're mine now."

Nessa sudah yakin akan keputusannya.

Lalu secara perlahan, kecapan mulai dia lakukan untuk merasakan bibir Virgo. Lumatan mulai di lakukanya pada bibir bawah Virgo dengan lidah yg ikut membelai disana secara lembut.

Tak membutuhkan waktu lama, balasan di dapatkannya dari Virgo yg akhirnya mulai ikut dan aktif membalas lumatan dengan perasaan sama, membuat sungging'an senyum dan perasaan bungah besar Nessa rasakan.

Tak ada ketergesaan dalam ciuman mereka. Banyak waktu masih dimiliki, jadi sudah seharusnya dinikmati.

Dengan perasaan yg sama, keduanya mulai mencoba menjalin hal baru yg lebih dalam dari sebelumnya. Dan dalam hal ini, adalah tentang ikatan mereka.

Semuanya sudah berbeda sejak ungkapan Nessa terakhir tadi. Meski hanya klaim sepihak yg di ucapkan, namun Virgo tahu artinya walaupun hanya satu kalimat saja.

Nessa memilihnya.

Dia milik Nessa.





Ada satu hal yg sangat ingin namun juga sangat berat untuk dilakukan seseorang.
Yaitu ketika satu-satunya cara membahagiakan adalah dengan cara melepaskan.

~J_bOxxx~
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd