Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT L O C K E D

PART 11​

GABUT LO NGGAK ASIK​








Liburan tidak akan menjadi liburan jika kamu terus berlibur. Mengerti dengan maksud kalimat itu?

Rutinitas, adalah nama lain dari kegiatan yg kita lakukan berulang-ulang setiap harinya. Kegiatan yg pasti jadi hal membosankan karena terus-menerus terjadi.

Kerja, sekolah, kuliah, adalah salah tiga contohnya. Makan tidak termasuk kedalam sebuah rutinitas, karena itu termasuk kategori kebutuhan. Tapi, 'waktu' atau 'pola' saat melakukan makan bisa masuk kedalam kategori rutinitas jika kita terus melakukannya berulang.

Jadi bisa di simpulkan, apabila kita setiap hari liburan, maka itu bukan lagi bernama liburan, tapi menjadi sebuah rutinitas yg membosankan. Karena libur sendiri berarti perpindahan kegiatan dengan intensitas lebih singkat dari kegiatan yg biasa kita lakukan.

Bodo amat lah kalian mengerti atau tidak dengan teori panjang kali lebar Virgo barusan, yg jelas dia hanya ingin mengatakan bahwa dia sedang BOSAN. Itu saja.

Entah kenapa belakangan ini Virgo merasa bahwa apa yg dilakukannya jadi hal yg sangat membosankan sekali. Berangkat pagi sekaligus mengantar Nessa, mengikuti kegiatan perkuliahan, nongkrong bersama anggota Fantastic four, terus seperti itu dan selalu itu yg dia lakukan setiap hari membuat kebosanan mulai muncul dalam dirinya.

Dia butuh sesuatu yg baru dalam hidupnya saat ini, sesuatu yg tak pernah di lakukanya selama ada disini, di kota ini, apapun itu asal baru untuknya. Kalau tidak, bisa di pastikan lama-lama dia akan bisa gila. Itu yg di inginkan, sayangnya dia tak bisa melakukan apapun itu yg baru, sebab hidupnya tak lagi bebas seperti sebelum-sebelumnya.

Perlu di akui bahwa hubungannya dengan Nessa dan Violin sudah berubah, yg mana itu jelas adalah hal yg baru. Tapi di lain kondisi, hal itu jugalah yg mengikat dirinya, membuat dirinya tak bisa bergerak dan melakukan sesuatu secara bebas lagi. Virgo berfikiran bahwa dia harus selalu siap sedia kapanpun itu untuk Violin dan Nessa atas ucapan yg dia berikan beberapa waktu lalu, yg harus dipertanggung-jawabkan dan dilaksanakan.

Semenjak malam sampai pagi panjang yg melelahkan fisik maupun mentalnya itu, Virgo mulai merasa bahwa dia butuh suasana atau hal baru walau hanya untuk sebentar saja. Entah benar atau hanya haluasinasinya saja, tapi dia merasa bahwa ada begitu banyak beban di dalam dirinya sejak saat itu.

Otaknya tak bisa jernih memikirkan sesuatu seperti sebelumnya. Emosi sekarang mulai lebih menguasai tubuhnya, dan itu tentu bukan suatu hal baik untuk dia yg biasanya lebih menggunakan logika ketimbang perasaan. Entah kenapa, dia merasa bahwa dirinya yg sekarang bukanlah dirinya yg dia kenal biasanya, atau sebenarnya mungkin justru Virgo yg tak kenal dengan dirinya sendiri.

Sebenarnya tak ada perubahan signifikan yg di tunjukan Violin maupun Nessa kakaknya setelah malam panjang penuh emosi itu. Violin masih bersikap seperti biasanya, wanita yg sangat menjengkelkan dan keras kepala. Juga setelah malam yg merubah semuanya itu, Violin pun tak meminta dirinya untuk melayani lagi sampai saat ini.

Bukan ia mengharapkan Violin ingin meminta dirinya melayani lagi, tidak. Justru itu malah sebuah hal yg bagus untuk dirinya, karena dia jadi bisa lebih fokus pada Nessa yg saat ini berubah menjadi priotitas teratas untuknya.

Hal yg sama pun di tunjukan Nessa kakaknya, tak ada perubahan sikap yg besar dari Nessa kepadanya. Ingat, dia sekarang adalah pengganti Reno suami dari Nessa, atau kasarnya bisa di bilang selingkuhan, jadi wajar-wajar saja apabila Nessa bersikap tambah manja dan semakin dekat denganya. Ya walaupun itu hanya terjadi jika berada di luar rumah saja karena suaminya Reno beberapa hari ini 'tidak dinas di luar kota atau negeri' berada di rumah, meliburkan diri katanya.

Tak ada yg aneh dengan kedua wanita itu, justru yg aneh adalah dirinya sendiri. Dan dia bingung mencari dimana letak keanehan atau apapun itu yg membuatnya seperti ini.

Untung hanya Nessa yg bersikap seperti itu, karena kalau Violin yg sedang ada di sampingnya saat ini juga melakukan hal yg sama, maka bisa di pastikan ia akan sangat kerepotan dibuatnya. Karena untuk sekarang saja dia sudah kelimpungan mengurusi dirinya sendiri.

Dia bersama anggota Fantastic four formasi lengkap sedang berada di warteg pinggir jalan tepat di depan kampusnya saat ini, sedang melakukan kegiatan mengisi perut minus Virgo yg hanya minum es teh dengan rokok di tangan seusai mata kuliah pertama mereka yg berakhir beberapa puluh menit yg lalu.

Ekspresi malas ibarat hidup segan mati tak mau terpancar nyata di wajah Virgo yg sedang memainkan rokok di jarinya. "Gue ngga ikut kelas terakhri nanti, mau cabut aja gue." Virgo memecah keterdiaman tanpa menatap ketiga temannya yg sedang fokus dengan makanan masing-masing di depanya itu, yg duduk di berjejer di samping kanannya. "Kelar makan anterin gue ambil mobil ya Lam."

Alam yg namanya di munculkan kepermukaan tentu saja sigap menoleh pada orang yg menyebut nama kerennya itu walau hanya sekejap, karena orek tempe, perkedel, kerupuk, dan semur ayam yg ada di piring depannya tak mau di acuhkan lama-lama. "Kenapa cabut? Ada urusan?"

Untung makanan yg ada di dalam mulut penuh Alam tidak ikut menyembur keluar saat dia berucap barusan, bisa sia-sia uang beberapa ratus peraknya terbuang.


"Emang kenapa mobil lo?" Violin yg sudah selesai terlebih dulu dari dua orang di sebelah kanannya pun mengulurkan tangan mengambil gelas berkeringat berisi es teh di depanya tepat di sebelah piring bersih bekasnya, lalu menatap Virgo sembari meminum es teh lewat sedotan menanti jawaban dari Virgo.

Nafas panjang Virgo keluarkan dengan mata melihat Alam dan Violin bergantian, tak lupa raut tanpa daya setia terpatri di wajahnya. "Gue jawab siapa dulu ini?"

"Penyidik KPK!" Sewot Alam cepat menimpali yg kali ini dengan mulut kosong, sehingga dia bisa berucap dengan nada tinggi. "Lo semenjak ngeluh bosen dari beberapa hari lalu jadi ngeselin deh nyet." Bukan hanya Alam saja sebenarnya yg cukup kesal dengan perubahan Virgo yg jadi menyebalkan dan seperti orang tolol, tapi karena Alam adalah orang yg frontal, maka urusan bacot-membacot pun di persilahkan untuknya. "Lo bilang mau apa atau kemana deh mending, biar kita turutin. Bosen lo ngga asik tau ngga."

"Yaudah gue cabut." Datar Virgo membalas yg langsung bangkit dari duduknya. "Tapi anterin ambil mobil dulu."

Tak tahan dengan perangai Virgo yg menyebalkan menurutnya itu, Tangan Alam kontan mencelupkan diri kedalam gelas es teh di samping piringnya yg masih penuh itu untuk mengambil es batu yg kemudian di lemparkannya pada Virgo. "Mati ae lo sempak!"

Virgo hanya berdiam diri pasrah menerima lemparan uang tiga ribu Alam dalam bentuk es batu yg mengenai perutnya itu. Wajah kuyu tetap dia perlihatkan pada pria yg ganas menatapnya itu. "Mau nganterin ngga?"

Mata Alam sontak melotot maksimal pada Virgo yg malas menatap dirinya, sepertinya temannya satu itu butuh di servis kepalanya dan bukan mobil yg sekarang ada di bengkel itu. "Pala lo minta di getok magic kayaknya emang."

Alam sigap bangkit dari duduknya ingin melangkah pada Virgo yg sepertinya harus di pelintir jari manisnya agar korslet di otaknya bisa normal kembali. Namun Violin buru-buru menahan agar kericuhan tak terjadi lebih lanjut yg sangat berpotensi membuat malu dirinya, sebab sang empu warung sudah melongokan kepala dari dapur di belakang untuk melihat ramai-ramai yg terjadi.

"Sama gue aja Vir, gue mau pergi juga." Lerai Violin yg sigap menarik tangan Alam agar duduk kembali. "Nih ambil mobil gue di parkiran."

Mengangguk mengerti, Tangan Virgo sigap meraih kunci mobil yg di angsurkan Violin, lalu berjalan keluar warung seperti tak punya dosa dan mengacuhkan Alam yg sedang mencoba membunuh Virgo dengan tatapan bengisnya.

Namun di detik berikutnya, kepala Virgo kembali melongok ke dalam warung dan langsung terarah pada Alam yg sudah mengalihkan fokus. "Bayarin es teh gue Lam."

"Si monyet!" Sigap Alam langsung bangkit dengan grasak-grusuk mencoba melewati Violin agar bisa merealisasikan pemikiran di kepalanya untuk memelintir kelingking kaki Virgo sampai patah. "Sini lo kutil!"

Hanya Danang saja sepertinya yg bisa tetap santai, tenang dan tak peduli dengan keadaan di sebelahnya. Lebih memilih menikmati berkah dari tuhan berupa makanan yg lahap di kunyahnya dengan satu tangan yg memegang smartphone menampilkan Video dari Youtube.





Tak bisa ditutupi jika gemas sedang Violin rasakan saat ini. Sudah lebih dari seperempat jam dia dan Virgo berada dalam satu mobil yg sedang melaju dengan dirinya yg menjadi supir, namun sepatah kata pun belum terucap di antara keduanya.

Violin menyerah, mulutnya sudah sangat gatal ingin berucap, dan dia tak bisa menahan lebih lama dari ini. "Lo kenapa deh Vir belakangan ini?" Sebenarnya Violin tak ingin terlalu kepo dengan apa yg Virgo alami atau pikirkan. Tapi semakin waktu berjalan, kekesalan seperti yg di keluarkan Alam tadi mau tak mau juga dia rasakan pada Virgo yg belakangan mulai bersikap tak jelas. "Sumpah lo aneh banget tau nggak."

Violin tipe orang yg tidak peduli terhadap sekitar sebenarnya, berbeda dengan Danang dan pria di sebelahnya ini. Namun melihat salah satu orang terdekatnya menjadi berubah seakan memiliki masalah, mau tak mau perasaanya pun tergelitik ingin mengetahui, atau membantu jika bisa.

"Gue ngga tau. Otak sama perasaan gue campur aduk sekarang, jadi gue simpulin kalau gue lagi bosen." Virgo tidak berbohong. Dia sendiri juga bingung dengan dirinya saat ini. Gelisah dia rasakan namun tak tahu karena apa.

Tak bisa memaksa untuk mengulik lebih dalam, Violin lebih memilih menggerakan tangan kirinya menuju tangan Virgo yg terkuali lemas di sisi tubuh untuk di genggamnya meski hanya sebentar saja. "Ikut gue aja ya?"

"Kemana?" Kepala Virgo tertoleh menatap Violin yg ulet di balik kemudi dengan satu tangan yg sibuk entah melakukan apa setelah sempat menggenggam tanganya. "Lama ngga? Gue harus ambil mobil buat jemput kakak gue ntar malem sebelum jam sembilan."

Sebagai info tambahan demi lancarnya jalan cerita, mobil yg sedang Virgo bahas sedari tadi adalah mobil milik Reno suami Nessa. Reno tadi pagi menyuruhnya untuk membawa mobil itu ke bengkel showroom agar di servis. Meski Virgo sangat benci dengan Reno semenjak menangkap basah berselingkuh, mau tak mau dia pun menuruti kemaun Reno meski keengganan bahkan pikiran jahat untuk menyabotase mobil itu sempat terfikir olehnya.

Reno harus berterimakasih pada Nessa istrinya yg duduk tepat di depan Virgo pagi tadi, karena perempuan itu memberikan isyarat lewat tatapan pada dirinya agar mengiyakan saja dan tetap bersikap normal seakan-akan tak tahu perilaku Reno diluaran sana.

"Malang." Ternyata satu tangan Nessa yg bergerak dari tadi adalah karena sedang mencari ponsel yg saat ini sedang di ulurkan pada Virgo yg bingung namun tetap menerimanya. "Cari kontak namanya pak Wisnu. Telpon."

Untuk pertama kalinya hari ini, akhrinya raut wajah Virgo berubah meski ekspresi keengganan yg di tampilkan. "Ngapain ke malang Lin? Gue harus jemput kak Nessa ntar malem loh, dan jarak dari sini ke Malang itu butuh waktu tiga jam paling cepet."

"Vir" Tatapan dengan raut wajah serius Violin arahkan pada Virgo. "Lo butuh istirahat, dan gue ada tempat enak disana buat ngilangin stress lo." Pandangan Violin kembali ke arah depan setelah berucap dengan nada serius barusan. Terlalu berbahaya menatap Virgo terlalu lama meski sangat ingin dia lakukan saat ini, dia ingat masih sedang menyetir.

"Tapi kejauhan Lin. Mending lo anterin gue ke showroom aja deh sekarang." Meskipun dia ingin sekali mengistirahatkan tubuh dan jiwanya, tapi Virgo merasa ini belum waktunya. Sekarang tugasnya adalah selalu bersiap dan ada untuk Nessa meskipun hanya melakukan hal-hal kecil saja. "Ntar gue buat tidur paling juga ngerasa baikan lagi, tenang aja."

Cengkraman tangan Violin mengerat di setir, mencoba untuk tetap tenang dan tak meledakan kekesalan pada Virgo yg keras kepala. "Lo bukan pahlawan yg bisa nanggung semua beban. Lo ngga bisa terus-terusan bersikap hebat dengan perhatian dan peduli sama sekitar lo kayak yg udah-udah, padahal lo sendiri sedang butuh itu. Lo punya batas, dan ini batas lo." Wajah Violin masih terlihat serius, namun nada bicaranya tidak setegas tadi. Kali ini dia bersikap lunak, mencoba membuat Virgo mengerti. "Sekarang lupain semuanya. Berhenti peduli sama sekitar, berhenti perhatian. Untuk sebentar doang, coba lo fokus sama diri lo sendiri."

Violin tidak sedang bersikap sok tau dengan kondisi Virgo saat ini. Dia jelas tahu bahwa ekspresi dan tingkah yg di keluarkan Virgo adalah ekspresi dari orang yg sedang tertekan dan menanggung beban. Selain karena dia pernah melihat raut dan perilaku yg sama, dia sendiri pun pernah mengalaminya.

"Gue baik-baik aja Lin, gue cuma butuh tidur paling."

Hembusan napas kasar keluar dari Violin mendengar kekeras kepalaan Virgo yg sedang sok kuat itu. Melirik spion di bagian tengah untuk melihat kondisi belakang, Violin langsung membanting stir ke kiri dan memberhentikan mobilnya di pinggir jalan dengan asal setelah memastikan belakangnya aman.

Berhasil mengaktifkan rem tangan, tanpa mematikan mesin mobil Violin sigap melepaskan sabuk pengamannya dan menghadapkan tubuh sepenuhnya ke arah Virgo dengan tak lupa memasang wajah kesal. "Lo bisa berhenti sok keren dengan bilang baik-baik aja ngga sih?! Ngaca tuh ke spion! Liat wajah lo udah kayak apaan!"

Dan dengan bodohnya Virgo benar-benar menuruti ucapan Violin untuk berkaca, untungnya bukan kaca spion di pintu, tapi di tengah. "Gue ganteng."

"Mati ae lo!" Pukulan bertubi-tubi langsung Violin berikan ke bagian manapun tubuh Virgo yg bisa di jangkau oleh tanganya. Kekesalan sudah memuncak di kepalanya, dan sudah sepatutnya harus di ledakan pada orang yg sudah memicunya.

Serius dia ingin membunuh Virgo sekarang. Dia jarang-jarang bersikap peduli pada orang lain, tapi sekalinya melakukan itu, orang yg sedang coba dia pedulikan malah bercanda seenaknya.

Karena tak bisa membalas serangan bertubi-tubi yg terarah padanya, bertahan jelas menjadi solusi terbaik dan satu-satunya yg Virgo punya dengan membuat kedua tanganya menjadi tameng. Tinggal menunggu si penyerang kelelahan saja, maka pukulannya pun akan berhenti dengan sendirinya.

Beberapa saat menunggu, hal yg Virgo perkirakan sangat melenceng dari kenyataan. Alih-alih berhenti, yg ada Violin si titisan gorgon itu malah semakin kencang dan intens memukulinya. "Sakit Lin."

"Bodo amat! mampus lo sama gue!" Andai saja ada belut listrik di sekitarnya, tanpa banyak keluar tenaga seperti sekarang dia pasti akan lebih memilih untuk menyetrum Virgo si manusia tak tahu diri di depanya ini. "Di perhatiin orang ngga tau di untung banget lo emang!"

"Sakit ih." Hanya butuh sedikit usaha saja bagi Virgo untuk bisa menangkap kedua tangan Violin yg sudah berada di genggamannya sekarang. "Sorry... oke?"

"Ngga oke!" Keduanya saling bertatapan dengan tubuh yg sama saling menghadap. Virgo dengan wajah kalem hidup segan mati tak maunya, dan Violin dengan tatapan beringas mode gila activated. "Sumpah gue kesel banget sama lo! Orang lagi serius-serius juga!"

Virgo mengangguk paham. "Iya maaf" Lebih baik dia bersikap kooperatif sekarang, karena Violin sudah masuk ke mode next level, dan itu bukan kaleng-kaleng Khong Guan. "Gue ngga tau omongan lo bener atau engga. Tapi kalaupun iya, gue harus maksa dan ngga boleh manja. Gue yg tau diri gue sendiri, dan gue yakin ini belom batas gue buat capek. Gue ngga boleh capek, karena gue baru aja mulai."

Sungguh Virgo sebenarnya tak suka jika topik pembicaraan serius dan dalam seperti ini adalah tentang dirinya. Ia merasa aneh jika membahas hal-hal yg sensitif tentang dirinya sendiri. Terlihat lemah dan mengenaskan adalah hal terakhir yg ingin dia lihat pada dirinya sendiri. Apalagi sampai mendapatkan simpati dari orang di sekitarnya, sungguh itu hal yg sangat memalukan buatnya.

"Lo emang bebal Vir." Dia sudah putus asa berbicara pada Virgo. Tapi tentu seorang Violin tak akan menyerah begitu saja. Dia masih punya jalan lain agar pria batu sok kuat di sebelahnya ini bisa diam dan menuruti keinginannya. "Siniin ponsel gue!"

Tanpa melirik Virgo mengangsurkan ponsel di tanganya yg langsung di sambar dengan tak santai oleh Violin. Lalu dengan lincah dia langsung menggerakan jemarinya di atas layar entah melakukan apa.

Ternyata Violin melakukan sebuah panggilan, namun yg pasti perempuan itu tak terlalu yakin panggilannya akan di angkat oleh orang di seberang karena ini masih jam kerja.

"Hallo Vio?"

Wajah Violin sontak berubah ceria. Sigap dia langsung menekan icon loudspeaker di layar agar pria di sebelahnya ini bisa jela mendengarnya.

"Hallo kak Nessa, maaf ya Vio ganggu pas kerja." Kepala Virgo secara cepat langsung tertoleh ke arah Violin setelah mendengar Nama yg di sebutkannya.

Kekehan kecil dapat keduanya dengar dari Nessa di seberang. "Ngga papa, kakak ngga terlalu sibuk juga. Emang kenapa nelpon kakak? Tumbenan banget."

Gantian sekarang Violin yg meringis kikuk, pasalnya ini adalah kali pertama mereka melakukan panggilan suara sejak bertukar nomor di Mall waktu itu. Hanya pesan saja yg sering mereka lakukan, entah Nessa yg bertanya Virgo dimana, atau saat mereka membahas tentang masalah perempuan.

"Ini kak, Vio kan mau ke malang karena ada urusan, dan Vio ngajakin Virgo buat nemenin. Tapi Virgo ngga mau, katanya harus jemput kakak ntar malem."

"Kirain apaan Violin." Nada suara kelegaan dapat Violin dengar dan rasakan dari Nessa yg sepertinya mengira ada hal penting apa. "Yaudah ajak aja ngga papa buat nemenin kamu, kasian kalo jauh tapi sendirian."

See, senyum kemenangan seketika terbit sangat lebar di bibir Violin dengan pandangan mengarah pada Virgo yg menampilkan ekspresi sebaliknya.

"Terus kakak gimana ntar?" Kali ini Virgo yg menyahuti. Keengganan jelas ia tampakan. Meski hanya hal kecil, menjemput atau mengantar Nessa adalah sebuah hal yg sudah menjadi keharusan untuknya sekarang. Dia tak ingin setengah-setengah dalam melakukan apapun itu, apalagi ini menyangkut Nessa yg sudah dia janjikan kebahagiaan.

"Kakak kan bisa minta jemput mas Reno ntar. Gampang kakak mah."

"
Tapi dia-"

"Virgo!" Nessa berucap dengan keras di seberang, membuat Violin sontak terkejut mendengarnya, begitu juga dengan Virgo yg akhirnya sadar bahwa dia hampir saja keceplosan. "Temenin Violin aja oke? Kasian Violin kalau harus sendirian di perjalanan jauh."

Menghela napas pasrah, Virgo mau tak mau pun harus setuju. Hanya itu pilihannya."Iya Virgo nemenin Olin."

"Itu baru adek kakak. Yaudah kakak tutup dulu ya, ngga enak nelfon lama-lama."

"Makasih ya kak!" Sahut Violin ceria sebagai penutuo sebelum akhirnya panggilan yg dilakukan dengan Nessa terputus.

Seringai lebar terpampang jelas di wajah Violin. Tatapan mengejek penuh kemenangan dia berikan secara percuma pada Virgo. "So?"

Mendengus kesal, Virgo memilih untuk mengalihkan pandanganya kembali lurus kedepan tanpa mau repot-repot membalas ejekan Medusa di sampingnya itu.

Tawa keras langsung Violin keluarkan melihat raut kekalahan yg nyata di pancarkan Virgo. Tak ada yg bisa menghalangi jika ia sudah mempunyai keinginan. Tak seorangpun. Karena dengan cara apapun itu, dia pasti akan terus berusaha untuk mewujudkanya.

Violin di lawan.






Takjub, satu kata itulah yg pantas untuk menggambarkan ekspresi Virgo saat kedua bola mata jalangnya melihat apa yg ada di sekelilingnya setelah melewati pintu utama di belakangnya. Ya, mereka sudah sampai Malang, lebih tepatnya sudah berada di salah satu properti milik keluarga Violin yg adalah sebuah Villa mewah.

Mereka berdua baru saja sampai setelah menempuh jarak panjang yg menghabiskan waktu kurang lebih 4 jam lamannya. Kelelahan nampak jelas di mata Violin yg sejak awal terus menjadi pengemudi dan tak mau di gantikan oleh Virgo. Menurutnya, menyerahkan kendali mobil pada orang yg jiwa dan raganya sedang tidak sehat adalah suatu keputusan sangat bijak yg tak harus di lakukanya.

Violin tak sepintar itu untuk menyerahkan nyawanya pada orang yg sedang dalam kondisi hidup segan mati tak mau. Udara dingin Malang masih enak untuk dinikmati ketimbang pengap di dalam tanah yg berukuran sempit.

Macet adalah penghambat utama mereka saat di jalan tadi. Sungguh sangat mengerikan kemacetan di Malang sekarang, sudah mirip atau bahkan melebihi ibukota. Hampir tak ada jalan lengang di Malang saat ini, mobil dan motor memenuhi semua bagian.

"Gila sih ini Villa. Keren banget!" Kekaguman tak bisa Virgo hilangkan dengan apa yg matanya lihat saat ini. Bangunan megah dengan arsitektur yg sangat keren entah bergaya apa karena dia bukan anak arsitek ini menurutnya sangat luar bisa. "Sekarang gue yakin lo beneran orang kaya."

Violin yg berjalan di depan Virgo hanya bisa menggeleng jengah atas pujian-pujian yg Virgo katakan padanya sedari melewati gerbang depan. "Gue miskin. Bonyok yg kaya."

Anggukan setuju Virgo berikan meski Violin tak dapat melihatnya. Memang benar orang tua Violin lah yg kaya, namun semua ini akan menurun kepadanya. "Gue jadi inget waktu muji kos yg lo tempatin di depan Alam. Coba kalo dia yg ada di posisi lo sekarang, muntah pasti gue di riya'in tiap hari sama dia." Kekehan geli keluar dari Virgo yg otaknya langsung membayangkan bagaimana Alam akan bergaya jika manusia laknat tak punya ahlak itu menjadin Violin.

Violin berhenti dari langkahnya, ekspresi malas dia berikan pada Virgo setelah berhasil membalikan tubuh. "Gue ngajak lo kesini bukan buat muji-muji kekayaan bokap dan banding-bandingin gue sama tuh bayi kudanil."

Kernyitan sontak terlihat dari Virgo yg heran dengan nada ketus Violin. "Kok marah sih?"

"Udah ayo buru naik ah!" Sebal Violin yg langsung berbalik dan kembali melangkah menuju ke arah tangga di depanya.

"Permisi non."

Pandangan keduanya sontak menoleh pada pria yg muncul dari lorong di arah kiri mereka. Keheran muncul di benak Virgo karena pria yg sepertinya berumur 40-50 tahunan bernama pak Wisnu yg menyambutnya di luar tadi sudah ada di dalam ruangan.

Langkah pak Wisnu kemudian berhenti tepat dia depan Violin yg kontan merubah ekspresinya kembali ceria. "Pemandian sama makanannya sudah saya siapin, Non mau makan dulu apa langsung ke pemandian?"

"Lo udah laper belom Vir?" Nessa menolehkan kepalanya pada Virgo yg berada di belakangnya namun langsung melangkah mendekat ke sampingnya.

Virgo mengendikan bahunya sembari memberikan senyum saat matanya bertemu dengan pak Wisnu yg masih terlihat kuat meski efek umur jelas sudah terlihat di wajah dan rambutnya. "Ngikut tuan rumah aja gue mah."

"Makanya nanti aja deh pak, mau ngilangin pegel dulu." Putus Violin yg seketika mendapat anggukan dari pak Wisnu. "Kamar yg di bersihin kayak yg biasanya kan pak?"

"Iya, kayak yg biasanya non, diatas." Balas pak Wisnu membenarkan. "Kalau begitu saya permisi pulang dulu ya non. Telpon bapak atau bibik aja kalau butuh sesuatu."

Anggukan Violin berikan lengkap dengan senyum manisnya pada pria tua yg cukup atau bahkan bisa di bilang sangat dekat denganya. "Makasih ya pak."

"Suwun pak." Ucap Virgo menggunakan bahasa daerah yg seketika membuat pak Wisnu tersenyum lebar dan mengangguk, sebelum akhirnya berjalan melewati keduanya menuju pintu utama.

Mata keduanya mengawasi langkah tegas dan lebar pria tua yg akhirnya menghilang sesaat setelah melewati pintu. "Lo sering kesini Lin?"

"Dulu waktu SMA." Violin kembali melangkahkan kakinya yg segera di ikuti Virgo. "Gue dulu sering bolos kesini sama temen-temen. Kompromi sama pak Wisnu dan bik Rani biar ngga di aduin ke bonyok. Tapi semenjak kuliah udah ngga pernah lagi kesini, cuma sekali doang."

Virgo mengangguk-anggukan kepalanya dengan takjim. "Generasi penerus bangsa yg gagal." Dan sebuah pukulan sigap di berikan Violin di bahunya dengan niat.

Violin sedang malas untuk meladeni Virgo, tubuhnya sudah cukup lelah dan pegal untuk berkonfrontasi. "Gue mau langsung ke belakang, mau berendam. Ikut apa mau naik ke atas?"

"Ikut aja deh. Enak kayaknya berendem dingin-dingin gini."

Keduanya sigap mengalihkan tujuan menuju lorong yg mengarah ke belakang dan tak jadi menaiki tangga yg menghubungkan lantai atas.



Sampai di dalam ruang pemandian, kepala Virgo menggeleng otomatis karena untuk entah kali keberapa dia kembali di buat takjub dengan apa yg ada di depanya.

Kolam besar berbentuk lingkaran yg mengeluarkan asap tepat berada di tengah ruangan langsung menjadi objek pertama yg dilihatnya. Lalu jejeran shower yg menempel di dinding lengkap dengan kursi kayu memanjang tepat berada di kanan dan kiri ruangan. Sedang di depanya adalah dinding kaca sangat besar yg menampilkan pemandangan hijau dari dataran rendah jauh disana sangat memanjakan mata. Luar biasa sekali. Mirip sekali dengan yg Alam lihat di film bokep Jepang.

Decak kagum terpancar dari Virgo, namun tidak untuk Violin yg sudah sering kesini, sehingga tidak spesial lagi untuknya.

Tanpa membuang waktu Violin segera menanggalkan semua yg ada di tubuhnya tanpa ragu dan malu meski ada Virgo di sebelahnya. Malu adalah satu hal yg sudah tak perlu dan hilang dari dirinya untuk pria yg masih asik menikmati hamparan hijau pemandangan di balik kaca depanya.

Hawa dingin dan hangat silih berganti menyapa tubuh Violin yg sudah telanjang tanpa sehelai benangpun. Dia meletakan asal pakaiannya di atas kursi panjang dan bukanya menuju ruang ganti untuk sekalian mengambil handuk.

Violin kemudian berjalan mendekat ke shower di kiri ruangan untuk membersihkan diri terlebih dulu sebelum bisa menyelam di kolam besar beruap yg sangat menggodanya untuk segera kesana. "Lo mau berendem apa bengong terus."

Virgo sadar dari keterpakuannya yg tak bisa dikasih pemandangan hijau barang sedikit, sebab sangat suka dengan yg berbau alam. Namun keterkejutan tak bisa untuk dihindari saat menoleh ke arah Violin yg ternyata sudah telanjang tanpa busana sedang berdiri di depan shower dan membelakanginya.

"Lo emang luar biasa jadi manusia Lin." Dia cowok, dan normal. Jelas pemandang tubuh Violin yg berkilat karena terkena air beruap yg baru saja menyembur adalah hal yg luar biasa menggugah jiwa. "Ngga ada malu-malunya lo jadi orang."

"Justru malah aneh kalo gue ngerasa malu sama orang yg udah ngejamah semua bagian tubuh gue." Hangat dan segar Violin rasakan tak kala kucuran air hangat dari shower membasahi tubuhnya. "Sini dong Vir, bantu gosokin punggung gue."

Sungguh Virgo sangat takjub dengan sifat Violin yg seperti ini. Dia tak tahu bagaimana menjelaskannya, tapi menurutnya Violin adalah sosok yg keren dengan semua sifat yg tampilkannya. Contohnya sekarang, perempuan yg asik menggosok tubuhnya dengan handuk basah itu terlihat sangat biasa, seakan orang lain melihatnya telanjang bukanlah sebuah masalah besar dan memalukan untuknya. Padahal Virgo yg melihat tubuh polos Violin saja merasakan malu dan tak enak. Luar biasa Violin memang.

Tak kunjung mendapatkan respon, tentu Violin gemas dan segera berbalik untuk melihat Virgo yg ternyata sedang bengong dengan mata yg menatap tubuhnya. "Lo dari pada melotot ngeliatin doang mending kesini deh Vir. Gue kasih izin buat nyentuh malah."

Senyum takjub tak bisa Virgo tahan untuk bangkit akan ucapan dan ekspresi memancing yg Violin berikan padanya. "Lo gini ke semua orang Lin?" Virgo memilih untuk melepas pakainya terlebih dulu sebelum ikut bergabung dan melakukan apa yg Violin ingin. "Selalu ngomong dan bersikap blak-blakan gitu." Jika Violin tak bersikap malu-malu di depanya, maka sudah seharusnya dia pun tidak.

"Terngantung konteks." Mata Violin mengamati pergerakan Virgo yg sedang melepaskan penutup tubuh dengan santai setelah berhasil mematikan shower. "Kalo yg lo maksud sikap gue tentang hal kayak sekarang ini, cuma ke lo doang."

Virgo mengangguk percaya dengan fokus yg tak terarah pada Violin karena sedang melepas sabuk. Jika Violin bilang seperti itu, maka memang begitu adanya.

Mata Violin membulat sempurna dengan apa yg di lihatnya sekarang, sebuah tenda yg terbentuk di bagian bawah tubuh Virgo. Takjub sekaligus panas dia rasakan pada tubuhnya dengan apa yg tersaji di depanya itu.

Ternyata dia masih merasakan terjkejut dan malu meski sikap yg dia tunjukan sebelumnya sangat frontal dan biasa saja. Melihat Virgo yg sekarang hanya menggunakan kolor yg sudah berbentuk tenda ternyata masih bisa membuatnya ingin mengalihkan pandangan.

Sangat berbeda ternyata, antara dilihat dan melihat.

Mengikuti langkah Violin yg meletakkan pakaian asal di atas kursi panjang, Virgo kemudian berjalan mendekat ke arah perempuan yg diam dengan pandangan ke arah tubuhnya itu. "Ngga usah di liatin terus. Gue masih normal, jadi wajar kalo si Tom bangun liat lo telanjang."

"Tom?"

Telunjuk Virgo menoel apa yg sedang bangun di balik celana dalamnya."Nama pusaka penembus dara gue. Ini Tom dan punya Alam di namain Jerry, kita janjian." Terang Virgo dengan senyum lebar yg memang benar adanya.

"Najiss!" Tawa Virgo sontak meledak melihat ekspresi geli lebih ke arah jijik yg di tampilkan oleh Violin. "Serius gue ngga bisa nalarin pemikiran cowok. Bisa-bisanya janjian kasih nama kontolnya." Sayang Virgo tak menyadari, bahwa di balik ekspresi geli yg di tampilkan Violin, nyatanya kedua tangan perempuan itu sedang mengepal erat karena sedang menahan diri agar tak lancang memegang apa yg barusan Virgo tunjuk.

Sebagai wanita jelas Violin masih memiliki gengsi dalam dirinya. Walaupun Virgo menyebut dirinya sebagai seseorang yg frontal dan memang itu benar, namun untuk urusan hal seperti ini dia masihlah seorang perempuan yg ingin di ajak, dan bukannya mengajak.

"Cowok emang beda. Cuma kita yg ngerti kaum kita sendiri." Kekeh Virgo yg sudah merasa biasa saja dengan keadaan saat ini. Malu dan segan sudah hilang dari dirinya akibat ekspresi biasa yg di tampilkan Violin dari tadi. "Jadi ngga gue gosokin punggung lo? Duduk deh ngga enak berdiri."

Tanpa banyak berucap Violin segera berbalik membelakangi Virgo dan mengambil kursi plastik kecil di depanya untuk di dudukinya kemudian.

Violin sudah duduk di depanya, segera Virgo ikut mengambil langkah untuk duduk bersila tepat di belakang punggung mulus dan putih yg berkilat basah oleh air itu. "Pake sabun ngga?" Tangan Virgo sigap mengambil handuk yg tergeletak mengenaskan di lantai tepat di sampingnya bersamaan dengan gelengan yg Violin berikan tanda menolak. "Yaudah idupin airnya, mau ikut basah-basahan gue."

Tanpa suara Violin tangan terulur untuk melakukan apa yg Virgo inginkan. Air kontan mengucur kebawah dan jatuh pada tubuh keduanya. Rambut Violin yg semula dia gelung untuk menghindari basah karena malas untuk mengeringkan kini percuma saja.

Ada hal yg aneh dengan dirinya sekarang. Entah kenapa Violin merasa bahwa kulitnya saat ini menjadi sangat sensitif. Air hangat yg jatuh menerpa tubuhnya dengan jelas bisa dia rasakan seperti sedang membelai kulitnya, dan itu bukanlah sebuah keuntungan untuknya. Hormon dalam dirinya naik dengan cepat seketika, otaknya membayangkan bahwa tangan Virgo lah yg membelai seluruh tubuhnya dan bukan air, padahal jelas-jelas dia sedang tidak menutup mata.

"Ahhh!" Violin terlonjak kaget saat tiba-tiba merasakan sesuatu menyentuh punggungnya. Malu sangat dia rasakan sekarang, karena mulut lancangnya malah mengeluarkan desahan.

Di balik punggung putih Violin, senyum geli terbit di wajah Virgo yg mulai aktif menggosok punggung putih di depanya ini dengan pola memutar menggunakan spons tanpa sabun. "Kenapa?"

Gelengan kembali Violin berikan tanpa suara. Dia takut kembali mengeluarkan desahan saat mulutnya yg sedang di kunci rapat-rapat dengan menggigit bibir bawahnya ini terbuka.

Sumpah serapah Violin teriakan dalam hati pada tubuhnya yg sangat murahan dan sangat sensitif saat ini. Hanya dengan melihat tonjolan milik Virgo saja gairah sudah meluap-luap dalam dirinya. Dan sialnya, semua bertambah karena hal yg sedang terjadi saat ini. Ego dan gairah sedang berperang dalam dirinya, dan itu adalah sensasi yg sangat menyebalkan untuknya.

Seringai terbit di bibir Virgo melihat gelagat tak nyaman yg sedang Violin tunjukan saat ini dengan tubuh yg aktif mengeliat. "Kita pulang kapan ntar?" Menjahili Violin sepertinya adalah hal yg bagus saat ini. Dia tahu jelas bahwa Perempuan di depanya ini sedang bergairah.

Merinding Violin rasakan berikut tubuhnya yg kompak bergetar akibat ucapan Virgo barusan. Pasalnya pria itu berucap tepat di samping telinganya, dengan nada dan hembusan napas yg sangat menggoda.

"Diem dan lakuin tugas lo aja Virgo!" Desis Violin yg memejamkan erat matanya dengan tangan yg mencengram kuat pahanya sendiri sebagai pelampiasan.

Semburan tawa setengah mati Virgo tahan agar tak keluar dari mulutnya. Dia merasa menang sekarang, karena akhirnya bisa membalas perlakuan Violin di dalam mobil tadi.

Tapi cukup sekali saja, sebab dia tak tega untuk melanjutkan pembalasan pada perempuan yg setengah mati sedang memperhankan ego di depanya ini.

"Bilang kalo pengen." Virgo melepaskan handuk di tanganya yg otomatis terjatuh ke lantai lalu meletakkan kedua tanganya di punggung Violin kemudian. "Gue ngga bakal bertindak kalo lo ngga minta. Karena yg gue janjiin ke lo bukan memulai, tapi ngelayanin." Perlahan namun pasti kedua tangan Virgo merambat naik sebelum akhirnya berhenti di leher Violin yg kemudian dia tarik kebelakang agar kepala perempuan itu rebah di pundaknya.

Gairah dengan jelas dan nyata bisa Virgo lihat di mata Violin yg membalas tatapanya lengkap dengan bibir yg dia gigit sendiri. Kalau melihat hal seperti ini, mana mungkin dia bisa tega melanjutkan kejahilannya saat sekuat tenaga Violin sedang mempertahankan egonya.

Geram Violin rasakan pada pria yg menatapnya dengan senyum teduh itu. "You're the real bastard Virgo. Lo mainin ego gue."

Mata Virgo menyipit karena terkekeh geli dengan makian Violin padanya. "Minta dan gue bakal layanin." Virgo mendekatkan bibirnya, dan memberi sebuah kecupan di hidung Violin yg kontan memejamkan mata, menyangka bahwa Virgo akan mencium bibirnya. "Gue terikat janji buat ngelayanin. Dan sebagaimana tugas pelayan, gue ngga bisa ngasih apa-apa kalo lo ngga minta."

"Brengsek!" Persetan dengan ego, persetan dengan malu, Violin sudah tak peduli lagi. Jika dengan ini dia akan kalah, ya dia mengaku kalah asal hasratnya bisa tersalurkan dan tuntas sekarang.

Kedua tangan Violin bergerak cepat melingkar di leher dan belakang kepala Virgo yg kemudian dia jambak dan tarik kebawah. Seperti orang yg kesetanan, Violin ganas menyambar bibir Virgo yg dia lumat dengan gemas kemudian.

Geraman kesal keluar dari mulut Violin karena tak mendapat balasan dari Virgo yg hanya diam menatapnya. Pagutan ia lepas dengan napas memburu setelah sebelumnya tak lupa memberi perpisahan dengan cara menggigit bibir Virgo. "Bales ciuman gue brengsek."

Sunggingan senyum terbit di bibir Virgo, karena apa yg telah di tunggu dari tadi akhirnya Violin ucapkan. Sebuah perintah.

Segera Virgo langsung menundukan kepalanya memburu bibir Violin yg takkan menolak untuknya. "Eemmhhh... Mmhhh!"

Geraman di keluarkan keduanya dalam kegiatan saling melumat bibir yg terlihat tergesa itu. Violin meneggakan kepala sembari memutar tubuh agar berhadapan dengan Virgo tanpa mau melepas ciuman mereka.

Violin mendominasi keadaan, sekarang kepalanya berada di atas dengan tangan kiri yg asik menjambak rambut Virgo bagian belakang. Tangan satunya tentu tak mau tinggal diam dengan ikut meraba di dada Virgo dan bermain dengan puting mungil itu sebentar sebelum akhirnya bergerak lagi kebawah menuju tempat dimana benda yg membuat gairahnya meluap berada.

Virgo tidak hanya pasrah menerima saja, karena kedua tanganya saat ini sudah bertengger nyaman di kedua payudara Violin yg tak bisa di tangkup dengan telapaknya itu dan meremasnya lembut.

Keduanya aktif menstimulus tubuh lawanya masing-masing. Violin lebih menguasai keadaan dan bersikap beringas. Kekesalan, marah, lelah dan gairah bercampur jadi satu di tubuhnya, dan itu sungguh sensai sialan yg harus segera dia lepaskan.

"Engghhmmh!" Lenguh keduanya bersamaan. Virgo yg terkejut karena penisnya di remas kuat oleh Violin pun refleks ikut menarik puting payudara Violin yg dia mainkan, dan hal itulah yg menyebabkan Violin ikut melenguh.

'Hahhh... Hahhh.. Hhaahh...'

Napas menderu jelas terdengar setelah tautan bibir antar keduanya terlepas akibat lenguhan barusan.

Mata keduanya saling menatap dengan atas terciptanya jarak di antara wajah mereka. Tangan Violin yg menelusup di balik celana dalam Virgo di bawah sana terus aktif meremas dan mengocok pelan kejantanan yg tak bisa ia lingkari penuh dengan genggamannya itu.

"Kita punya banyak waktu Olin, santai aja." Virgo mencoba mencondongkan kepalanya untuk kembali mencium Violin, namun dorongan kasar justru dia dapat. Untung saja kedua tanganya sigap menyangga tubuhnya di belakang, sehingga dia tidak jatuh terkapar.

"Diem! lo pelayan gue." Sinis Violin berkata tegas, meski napas belum sepenuhnya teratur, bisa dilihat dari dadanya yg naik turun. "Lo cuma bisa diem kalo ngga gue perintah."

Raut takjub sontak terlukis diwajah Virgo. Dia mati kutu akibat perkataan Violin yg sepertinya sangat pintar mencari celah dari ucapannya tadi untuk untuk membalas. Mulai sekarang Virgo harus berhati-hati dengan ucapanya jika yg menjadi lawanya adalah Violin. Sialan memang.

Senyum manis Violin hadiahkan pada Virgo yg menurut dan diam sebelum akhirnya dia kembali memulai mendekatkan diri dan mencium bibir Virgo yg harus mendongak agar bisa membalas lumatannya.

Hanya sebentar Violin bermain pada bibir Virgo dengan tangan yg terus aktif mengocok penis perkasa di bawah sana. Bibir dan lidahnya beralih mengecapi rahang tegas yg terkatup rapat itu sebelum akhirnya mulai turun ke leher untuk di basahi dengan liurnya.

Rahang Virgo mengeras, tanganya yg di gunakan sebagai tumpuan di belakang mengepal dengan erat, dan itu semua akibat dari rangsangan yg berikan oleh perempuan yg sedang asik menjilati dan menggigiti lehernya lengkap dengan tangan yg aktif membelai miliknya di bawah sana.

Bagi Virgo, salah satu hal yg menjijikan adalah apabila pria mengeluarkan desahan. Menurutnya kejantanan dan kewibawaan seorang pria akan turun 90% apabila mengeluarkan desahan saat dirangsang atau merasakan kenikmatan, dan hal itulah yg sekuat tenaga sedang dia coba pertahankan. Dia tak ingin terlihat menjijikan dan kehilangan wibawa hanya karena suara yg sudah gatal ingin keluar dari mulutnya sekarang.

Tubuh Violin konsisten menunduk perlahan seiring beralihnya tempat yg dia ingin mainkan di tubuh Virgo. Sekarang dia sedang bermain dengan puting mini kecoklatan di dada bidang milik Virgo yg tercetak banyak bekas luka di kulitnya. Lidahnya asik menjilati naik turun sembari sesekali menyesapnya dengan gemas.

Seringai keluar otomatis di bibir Violin tak kala gelinjangan dari Virgo dirasakannya. "Say something Virgo."

Di ledek seperti itu Virgo jelas kesal dan merasa malu. Tubuhnya meneggak seketika, tangan yg dia gunakan sebagai tumpuan segera dia gerakan menuju pinggang Violin, namun perempuan itu tiba-tiba bergerak mundur dan menepis kedua tanganya.

Violin menggeleng dengan seringai mengejek yg jelas di tujukan pada Virgo. "Gue ngga perintahin tangan lo buat ngejamah badan gue." kedua tangan Violin bergerak menuju satu-satunya kain yg tersisa di tubuh Virgo. "Lo diem aja dan nikmatin. Oke?"

Segera Violin menarik celana dalam itu kebawah sampai batas lutut Virgo, memperlihatkan penis kokoh yg bergoyang-goyang bersorak senang karena akhirnya terbebas dari belenggu. Mata Violin membulat takjub dengan pemandangan luar biasa di depanya itu, kedua tangan pun tanpa sadar begerak dengan sendirinya menuju batang yg mengacung tegak itu untuk digenggamnya erat kemudian.

Hangat, keras, itu yg dirasakan kedua tangan Violin yg menggenggam erat senjata pusaka milik Virgo, yg waktu pertama kali membuat dirinya hampir pingsan akibat lemas.
Perlahan namun pasti tubuh Violin merangkak mendekat.

"Lo harus bangga punya kontol kayak gini." Mata Violin fokus memperhatikan objek yg sangat dekat dengan wajahnya ini secara seksama. "Ini luar biasa." Dengan ragu, Violin kemudian menjulurkan lidahnya secara pelan sebelum akhirnya bisa menyentuh dan menyapu ujung jamur besar itu sekilas.

Gigi Virgo bergemeletuk saat merasakan lidah bagian atas Violin yg kasar itu menyentuh ujung miliknya. Hanya sekilas, namun luar biasa efeknya.

Mulut Violin berkecap, mencoba merasakan apa yg lidahnya sapu barusan. Ternyata hambar. Merasa semakin penasaran, Violin kemudian mendekatkan mulutnya yg dia buka lebar-lebar itu dan melahap kepala penis milik Virgo dengan ganas.

Lidah Violin langsung aktif di dalam sana, membelai kepala jamur yg membuat mulutnya penuh itu dengan telaten di setiap incinya, membuat Virgo yg melihat penampakan di bawah sana hanya bisa meringis geli dan gelisah.

Violin semakin aktif, semakin semangat mengecap, menjilat, untuk merasakan sekaligus memuaskan Virgo dengan kepala yg maju mundur. Namun tak bisa di pungkiri, jika di bawah sana, liang vaginanya sudah semakin dan sangat basah karena otaknya sibuk berimajinasi akan rasa kenikmatan yg saat pertama kali dulu dialami.

Kepala Virgo tersentak dan terdongak ke atas saat tiba-tiba Violin menghisap kuat batang miliknya sembari menarik kepalanya.

"Faaakkk!!"

Bunyi suara 'plop' saat kuluman lepas pun terdengar oleh keduanya. Seringai puas terbit di wajah Violin yg kemudian merangkak ke atas dan naik ke pangkuan Virgo.

"Enak?" Tangan Violin bergerilya di dada dan rahang Virgo yg saat ini mengerutkan wajah. Lidahnya kembali aktif menjelajahi leher Virgo yg terasa tegang seperti wajahnya.

Kelegaan tak bisa Virgo sembunyikan karena hampir saja dia keluar hanya dengan mulut saja. Dia sangat bersyukur karena cap cupu dan loyo tak jadi tersemat dalam dirinya. Sialan perempuan di pangkuanya ini memang.

Hangat keras penis Virgo yg tepat berada di bawah liang vaginanya dapat Violin rasakan berdenyut. Ingin lebih lagi, Violin mulai aktif menggerakkan pinggulnya maju-mundur, sehingga gesekan batang panas keras dan liang miliknya pun tak terhindar, dan itu sangat nikmat dirasakannya.

"Ini-ahhh enak banget!" Violin semakin intens menggerakkan dan menekan tubuhnya, sehingga gesekan pun semakin dirasakannya. "Oohh Virgo!"

Virgo kesal, dia tak mau hanya diam saja. Kedua tanganya sigap di letakan di pinggang Violin, membantu menggerakan tubuh perempuan itu untuk maju-mundur, sebab nikmat pun sangat dirasakannya.

"Sialan lo Violin." Virgo segera menggerakan kepalanya menuju ceruk leher di depanya. Mulutnya aktif menyesapi leher putih yg akan dia buat banyak tanda merah kedepanya itu. Sungguh dia sangat gemas dengan tingkah polah perempuan yg kepalanya sedang terdongak dan terus mengeluarkan racauan ini.

Violin menahan pinggulnya untuk bergerak lagi, lalu kemudian sedikit mengangkat tubuhnya yg sigap Virgo bantu menopang dengan kedua tanganya. "Gue ngga tahan lagi!" Violin sigap meraih batang penis Virgo yg ternyata sangat licin akibat rembesan cairanya itu dan mengarahkannya tepat di depan liang miliknya.

Merasa sudah pas, dengan pasti Violin mulai menurunkan tubuhnya secara perlahan, sehingga penis Virgo pun dengan pasti mulai menyeruak masuk ke liang vaginanya yg sangat kesusahan menerima itu.

"Memek lo sempit banget." Virgo meringis merasakan cengkraman yg kuat seiring semakin dalam penisnya masuk.

Kernyitan pun terjadi pada Violin yg sedikit merasakan sakit pada liangnya yg sangat kepenuhan di isi milik Virgo. Menarik napas dalam bersiap diri, dengan paksa Violin langsung menghentakan tubuhnya kebawah sampai mentok karena tak kuat menahan lebih lama lagi.

"Aaahhhh!!" Lenguh keduanya bersamaan dengan kepala yg sama-sama terdongak ke atas.

Cengkraman kuat Violin berikan pada pundak Virgo dengan kuku yg dia tancapkan. Begitun juga dengan Virgo yg meremas kuat pinggang Violin. Sungguh dia tak menyangka jika perempuan di depanya bisa senekat itu dengan langsung menghentakkan turun tubuhnya agar semua miliknya bisa langsung masuk.

Virgo menggelengkan kepala melihat Violin yg masih meringis dengan mata yg setia tertutup. "Lo gila Olin!"

Tawa kecil keluar dari Violin meski raut meringis masih nyata terpampang diwajahnya. "Mending sakit banget tapi sebentar dari pada sedikit sakit tapa lama." Jelasnya yg perlahan membuka mata kemudian. "Gue udah ngga tahan."

"Gue ngga tau mau ngomong apa." Virgo speechless, tak tahu bagaimana pola pikir ngawur perempuan di depanya.

"Kalo gitu nikmatin aja bareng-bareng."

Lalu dengan sangat perlahan Violin mulai menaikan tubuhnya meski sakit dan ngilu yg dia visualisasikan lewat ringisan masihlah sangat terasa.

"Fakkk!" Bukan hanya Violin saja, ternyata Virgo pun merasakan hal yg sama. Dia merasakan perih dan ngilu pada penisnya akibat remasan kuat dari liang vagina Violin yg mana itu menarik kulit batangnya untuk ikut sesuai pergerakan Violin."Sumpah lain kali gue bakal foreplay lo dulu sampe klimaks." Janji Virgo yg langsung menarik kepala Violin untuk di ciumnya. Dia saja merasakan sakit, apalagi Violin.

Semangat Violin membalas lumatan Virgo dengan tubuh yg konsisten dia naik turunkan meski masih sangat perlahan. Dia ingin segera mendapatkan kenikmatan, nafsunya sudah di ujung kepala.

Namun perlahan tapi pasti, kenikmatan pun mulai di dapatkan keduanya seiring semakin basahnya liang milik Violin. Karena sejatinya memang seperti itu, mereka butuh dan sedang melakukan proses perjalanan untuk mencapai sebuah puncak, dimana hanya ada kenikmatan saja disana.

Semakin kesini, desahan yg Violin keluarkan pun semakin sering terdengar. Tak ada keraguan untuknya bersuara takut akan terdengar orang lain, karena memang hanya ada mereka berdua dalam bangunan besar megah ini. "Oohhh... Ini nikmathhh-ahhh hahhh!"

Mata Virgo tak bisa lepas dari wajah Violin yg terlihat sangat menikmati hal ini. Tubuh perempuan yg aktif bergoyang demi segera mencapai kenikmatan itu pun sudah bersimbah peluh. Payudara kencang dan besar yg bergoyang di depanya seakan mengundang tangan Virgo yg berada di pinggang Violin untuk menjamahnya, sehingga dengan cepat tanganya bergerak menuju kesana berikut kepalanya yg ikut menunduk.

"Eemmhh-yaahhh! Itu Vir!" Tangan Violin erat memeluk kepala dan leher Virgo, menekan pada payudaranya meminta untuk hal lebih. "Gigit-oohhh!"

Daya upaya Virgo lakukan, semua yg dia tahu dan bisa pun ia berikan pada Violin agar perempuan itu bisa segera mencapai puncak, karena sepertinya dia pun tak bisa bertahan lama-lama.

"Aahhh-hhaahh!" Nikmat semakin Violin rasakan dari batang penis besar yg memompa miliknya. Liar dia bergerak naik turun maju dan mundur untuk mencapai kenikmatan yg di impi-impikan. Tubuhnya semakin panas meminta sebuah puncak yg rasanya sangat dia dambakan. Dia ingin, dan sangat ingin untuk segera merasakan sensasi terbang ke awan seakan tak punya beban.

Hal yg sama pun juga berlaku untuk Virgo. Luar biasa apa yg dia rasakan saat ini setelah licinya liang Violin, yg mana itu jelas membuat lancar penisnya untuk keluar-masuk. "Ohhh shittt!" Rasa nikmat dan geli sangat Virgo rasakan pada sekujur batangnya oleh gerakan abstrak yg Violin lakukan di atas tubuhnya.

Ini sangat berbahaya untuk Virgo, karena jika terus begini, bisa-bisa dia tidak akan tahan lama. Gue benci Woman on top!

"Lin bentar-bentar!" Virgo mencengkram kuat pinggang Violin dengan kedua tanganya agar perempuan itu berhenti bergoyang. Gatal dan ngilu sudah ia rasakan, dan itu jelas bukanlah sebuah pertanda yg baik untuk dirinya.

Namun dasarnya Violin sudah di perbudak gairah akan mimpi sebuah orgasme yg hebat, tanganya sigap menarik kedua tangan Virgo yg diarahkannya kembali pada bukit kembar miliknya. "Gue hampir Virgo-oohhh! Fakk!"

Wajah Virgo mengerut dan matanya terpejam, rahang mengeras dan tangan mencengram. Sekuat tenaga dia sedang menahan ledakan yg sudah di ujung minta di keluarkan. Percuma menahan Violin, lebih baik dia merangsang tubuh di depanya ini agar cepat sampai, supaya dia tidak terlihat memalukan.

Cekatan tangan Virgo langsung menarik tubuh Violin mendekat padanya. Bibirnya sigap memburu puting Violin yg kemudian dia jilati dengan telaten sesekali menggigitnya, berikut tangan kiri yg menservise satunya. Sedang tangan kananya begerak menuju punggung Violin untuk merangsang disana dengan jari-jarinya yg aktif meraba.

Benar saja, Violin semakin menggila. Desahan dan gerakannya semakin signifikan mulai dipercepat.

"Fakk-Aahhh! Ini gila!" Violin mencengkram pundak Virgo sebagai tumpuan. Luar biasa rasa di bawah sana. Dia bisa bebas bergerak semaunya sebab penis Virgo bisa menjangkau dan menyentuh semua titik sensitifnya. "Gue mau keluar!!"

Menyerah, Virgo sudah menyerah untuk bertahan lebih lama dari ini. "Lin, gue nyerahhh!" Dan setelahnya Virgo langsung mencengkram kuat pinggang Violin yg kemudian dia naik turunkan dengan paksa agar lebih cepat dan dalam. "Gue keluar!!"

Tubuh Violin dia hentakan ke bawah dengan paksa agar penisnya tebenam sedalam-dalamnya di vagina Violin bersaaman dengan semburan yg keluar dengan kuat di dalam sana.

"Virgooo!!!" Akibat semburan dan hentakan yg kuat di rasakannya dari Virgo, tubuh Violin seketika melengkung tajam dengan kepala yg mendongak ke atas.

"Ooohhhhh!!" Violin orgasme.

Tubuh keduanya kaku bersamaan karena orgasme yg melanda keduanya secara bersama-sama. Tancapan kuku di pundak pun Violin berikan pada Virgo sebagai pelampiasan selain teriakan yg juga dia keluarkan dengan kepala mendongak dan mata yg terpejam.

Beberapa detik terdiam kaku, tubuh Violin kemudian menggelinjang dan ambruk ke depan pada Virgo. Napas memburu langsung keluar dari bibirnya berikut tubuh yg masih setia menggelinjang meski pelan.

Beban seperti terangkat dari keduanya, lebih-lebih Virgo yg akhirnya bisa mengeluarkan sperma setelah sekian lama. Tangannya begerak melingkari tubuh Violin meski efek orgasme belum juga hilang dirasakan. "Gue-hahhh.. haahh.. Benci WOT."

Dalam deru napas memburu dan tubuh yg bersatu, keduanya sama-sama menikmati apa yg dirasakan meski dalam diam. Puncak tergapai, tak ada hal lain yg bisa dilakukan selain menikmati apa yg sudah dicapai.




Tujuan akhir dalam sebuah perjalanan itu pasti, tapi alangkah baiknya kita menikmati setiap langkah proses yg kita lalui.

~J_bOxxx~
 
Terakhir diubah:
Woman on top damagenya emang ngga ada otak. Bikin pria gagah langsung keliatan cupu dan loyo!

Sorry-sorry gaes ngaret up nya, ngga prime time. Abis padam listrik disini gegara ujan angin.

Stay safe ya! Selain congorna, musim ujan juga bahaya buat kalean.

Tapi kalo boleh cerita, untuk part kali ini menurut saya banyak yg kurang, soalnya saya nulisnya rada maksa dan ngga pake feeling.
Sulit banget nulis exse scene. Salut dah buat yg ceritanya banyak adegan ane-anenya.

Nohhh yg kemaren minta adegan exse siapa?! Yg nyuruh mending tamatin aja dari pada di buat kentang. Tuh udah gue kasih exse, tapi sekalian TAMAT nya wkwkwk.

Komen woy, gimana alur dan scenenya, alus apa engga. Rada minder saya soalnya.

Canda woy itu tamatnya. Besok saya edit wkwkwk
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd