Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT L O C K E D


PART 14​


BELUM BERTEMU SUDAH HILANG​







Kehilangan adalah suatu keadaan dimana individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan. Begitulah kira-kira definisinya.

Selain rasa sakit dan sedih yg akan di alami saat kita kehilangan sesuatu/seseorang, perasaan hampa juga akan ikut menjadi bagian yg di rasakan. Perasaan aneh akan dialami, sebab sebuah hal yg biasanya ada di sekitar kita tiba-tiba hilang dari pengawasan. Itulah sebabnya hampir atau bahkan semua orang tak ingin merasakan apa itu kehilangan.

Sayangnya, kehilangan adalah satu hal pasti yg akan dialami oleh setiap individu, dan mereka tahu itu. Walaupun begitu, sampai kapanpun takkan ada yg siap untuk mengalami sampai benar-benar kehilangan itu datang dengan sendirinya.

Virgo adalah satu dari banyak orang tersebut, dan karena itu pula ia sekarang berada di lantai dasar, menerobos kerumunan secara kasar untuk menuju tempat dimana terakhir kali melihat Keyra.

Kemarahan tentu didapatkan dari orang-orang yg terdorong. Sumpah serapah bahkan pukulan hampir saja didapatkan dari salah seorang yg Virgo tabrak, yg beruntungnya segera bisa di cegah oleh orang-orang di sekitarnya, sehingga baku hantam pun dapat terhindarkan walaupun orang yg memancing keributan sama sekali tak peduli dan menghiraukan.

Napas menderu tak menjadi masalah, peluh yg membanjiri tubuh pun ia hiraukan. Matanya begerak memindai sekeliling secara seksama dengan kepanikan yg jelas dirasa.

"Dimana kamu Key?"

Sudah menjadi hal pasti bahwa Virgo tak dapat menemukan keberadaan Keyra disekitarnya. Perempuan itu bergerak dan bukanya diam di tempat. Malangnya, dalam keadaan seperti ini otak Virgo tak bisa diajak berfikir jernih.

Sama sekali Virgo tak menyerah dan kembali memindai sekelilingnya sekali lagi, dan kali ini lebih teliti.

Sayangnya, hasil yg sama kembali di temui.

"Bangsat!" Akhirnya Virgo sadar juga. Mustahil bisa menemukan keberadaan Keyra di tempat yg terakhir dia lihat, sedangkan perempuan itu berjalan. Yah, dia memang tolol.

Parkiran.

Ide terlintas, dan tanpa membuang sedetikpun waktu yg terus berjalan, Virgo langsung melesat berlari untuk sekali lagi membelah kerumunan di depanya dengan harapan yg besar dirasakan.

Harapanya ada disini, orang yg selama ini dicari sudah berhasil ditemukan walau lolos lagi.

Tidak, ia pasti bisa menemukan Keyra kali ini, harus. Sehingga rasa sakit sebuah kehilangan tidak akan dia alami untuk kesekian kali.

Berlari, Virgo terus berlari dengan langkah pasti walau tubuh tidak sejalan dengan semangat yg menggelora ingin cepat menemukan.

Matanya memindai sekeliling pada jejeran mobil tanpa rasa putus asa, sangat yakin jika Keyra masih berada disekitarnya.

"Keyra." benar saja dugaannya.

Ketemu. Mata Virgo yg tak pernah lelah memindai akhirnya bisa menemukan sosok dengan ciri-ciri yg sama persis dengan Keyra. Harapannya terkabul.

"Tunggu key!" Drastis Virgo langsung menambah kecepatan larinya setelah berbelok kekanan. Tenaga yg tersisa dia kuras sampai batas, agar perempuan yg Virgo yakin Keyra itu tidak kembali lepas.

Sang perempuan tak tahu jika ada orang yg berlari cepat menuju ke arahnya. Teriakan yg Virgo berikan pun tak terdengar di telinganya.

Dia membuka pintu mobil dengan satu tangan lainnya yg memegang ponsel di dekat telinga, sedang berada dalam sambungan telepon dengan seseorang. "Iya-iya ini gue langsung berangkat." Tubuh ramping berlapis dress hitam masuk kedalam mobil dengan anggun kemudian.

"Bawel! Udah ah gue mau berangkat ini!" Panggilan diputus sepihak, ponsel dilempar ke kursi sebelah bersamaan dengan satu tanganya yg menarik pintu mobil agar tertutup.

'Brak'

Pintu tak bisa tertutup sempurna. Rupanya ada sebuah tangan yg menahan hingga harus rela terjepit. Virgo berhasil menahan di sepersekian detik terakhir.

Pintu mobil Virgo jeblak lebar-lebar, lalu menundukkan tubuh dan memasikan kepala untuk melihat kedalam mobil. "I found y-"

Kalimat Virgo mengambang tanpa diselesaikan. Wajah ketakutan dari perempuan yg merangsek mundur ke kursi sebelah jadi pemandangan pertama yg dilihatnya.

"Ma-mau a-apa?" Sekuat tenaga sang perempuan sudah mencoba memberanikan diri untuk bertanya. Semua hal buruk terbesit dalam otaknya, tentang apa yg akan di lakukan pria di depanya.

Wajah panik, takut, yg tersaji didepan mata membuat Virgo terdiam pias. Tubuh yg sudah kelelahan itu merosot jatuh tak kala tenaga yg tersisa dalam diri hilang seketika.

Virgo duduk bersimpuh, kedua tanganya terkulai lemas di kedua sisi tubuh. Matanya memang masih menatap sosok ketakutan di depannya, tapi tidak dengan otaknya yg tiba-tiba lumpuh.

Dia bukan Keyra.

Keyra, Kepala Virgo tertunduk lemah. Dia salah sangka. Perempuan di depanya jelas bukanlah Keyra-nya.

"Keyra." penyeselan besar segera menggelayuti jiwa. Seandainya dia lebih cepat berlari beberapa detik saja. Seandainya tubuhnya bisa berkompromi untuk diajak bergerak dan bukannya diam terpaku asik bergelut dengan batin terlebih dahulu.

"Keyra!"

Seandainya, seandainya, dan seandainya.





Bingung, resah dan gelisah Danang rasakan saat ini. Sebab tak kunjung menemukan jejak dan keberadaan Virgo yg dia kejar dan cari. Ia khawatir akan kondisi temanya yg tiba-tiba cepat berlari seperti orang kepanikan tadi. Bermacam opini terbentuk di kepalanya akan sebab Virgo yg tiba-tiba pergi.

Tololnya, dia yg ikut panik malah langsung mengejar dan kehilangan jejak saat berada dikerumunan lantai dasar. Andai saja tadi ia mengawasi dari atas terlebih dahulu dan melihat kemana perginya Virgo, sebelum menyusulnya setelah tahu pasti dimana lokasinya.

Tapi mau bagaimana lagi, jagung sudah jadi popcorn, dan kedelai sudah jadi tempe. Waktu tak bisa dia ulang untuk kembali.

Saat ini Danang berada diluar club. kebisingan yg terjadi didalam ruangan menjadi masalah utama untuknya saat menelepon Virgo, jadilah dia memilih keluar agar bisa tenang dan jelas saat berbicara. Tapi sayang, ekspetasi jauh dari realita, dan panggilannya tak kunjung juga diterima teman kampretnya itu walaupun sudah beberapa puluh kali ia coba.

"Anjing lah! Bodo amat sama kalian." Danang menyerah untuk menelpon Virgo yg tak kunjung mengangkat panggilannya. Percuma terus mencoba.

Sungguh dia merasa kesal saat ini. Emosinya Sangat-sangat di uji malam ini dengan banyak hal yg terjadi. Lagian selain Virgo yg tidak ia ketahui rimbanya sekarang, harus diingat bahwa ia juga masih punya dua teman menyusahkan lagi yg sama belum di ketahui kabarnya. Ya, Alam dan Violin memang pasti berada di dalam sana, tapi tidak dengan kondisinya yg entah bagaimana.

Danang melirik jam dilayar smartphone sekilas sebelum di masukan kedalam saku celananya. Kemudian beralih ke saku satunya untuk menarik bungkus rokok. Otaknya butuh di tenangkan.

Belum ada tanda-tanda pesta akan akan berakhir dalam waktu dekat, tapi ia yakin sebentar lagi pasti terjadi. Waktu sudah menunjukan pukul dua lebih, dan jam operasional tak boleh lebih dari jam tiga, setahunya.

Lebih baik dia menuju mobil dan menunggu ketiga teman tak tahu dirinya disana saja. Lumayan kan bisa sedikit merenung sembari menunggu pesta yg sebentar lagi berakhir. Lagian jarang-jarang dia mendapatkan waktu sendiri lagi belakangan ini. Selain kesibukan kuliah yg jadi sedikit lebih intens, gangguan dari F4 dan Alea yg sudah kembali berbaikan pun jadi masalah lainya.

Tentang Alea, senang tentu ia rasakan. Sebab setelah hampir satu tahun lamanya dia dan Alea saling mendiamkan, akhirnya beberapa hari lalu mereka bisa kembali berbaikan. Sayangnya senang belum tentu bahagia, dan itu yg sedang dirasakanya.

Memang semua berasal dari dia sendiri, hatinya terlalu gampang jatuh. Sedang masalahnya, ia jatuh pada sahabat sedari kecilnya. Dan sebagaimana arti jatuh itu sendiri, jatuh bukanlah suatu hal yg mengenakan, termasuk dalam cinta sekalipun.

Cinta adalah sebuah kemurnian, meski terbentuk dari gabungan berbagai macam rasa seperti sayang, nafsu, amarah, dan banyak lainya. Tidak ada cinta yg menyakitkan, Danang percaya akan hal itu.

Juga, hati seharusnya adalah sesuatu yg bisa kita atur sendiri, termasuk perasaan. Dia memilih untuk jatuh dan punya perasaan pada sahabatnya dan melupakan fakta bahwa jatuh dalam cinta adalah sebuah kesendirian.

Berbeda dengan saling cinta, jatuh cinta jelas adalah sebuah hal yg berbeda. Dalam akademik, ia bisa dibilang salah satu juara, tapi soal perasaan, ternyata dia bukan apa-apa. Saling cinta berarti dua orang merasakan hal yg sama, sedang jatuh cinta adalah satu orang memiliki perasaan pada orang lainya. Dua hal sangat jelas berbeda, namun baru Danang sadari setelah sekian lama.

Benar kata Virgo waktu itu, jika ia dan Alea memang saling menyakiti dengan ego masing-masing yg dipercayai. Dan dari alasan itulah akhirnya ia memutuskan untuk mengalah, karena memang dirinya lah yg jadi sumber masalah.

Semua hancur karena dirinya, dan Alea lah yg sekuat tenaga mencoba mempertahankan hubungan di antara mereka.

Untuk jatuh memang sangat mudah, sedang untuk bangun kita harus susah payah. Itu sebabnya dia tidak bisa menghilangkan perasaannya pada Alea secepat saat jatuh cinta.

Butuh waktu, pelan tapi pasti. Karena memang sudah prosesnya yg seperti ini.

"Anjing monyong!" Danang termundur kaget. Rokok di jarinya terlempar entah kemana. Hampir saja dia lari tunggang-langgang saat melihat sebuah sosok duduk disebelah mobilnya yg ia sangka hantu. Untung ia segera ingat bahwa dirinya adalah pria yg tak percaya akan hal seperti itu, jadi di urungkannya niat berlari seperti banci.

Perlahan Danang mendekat pada sosok yg tak jelas rupanya itu. Sinar lampu penerangan terhalang body mobil, sehingga sosok itu berada dalam kegelapan.

Bukan ia takut dengan hantu, serius dia tak percaya akan sesuatu seperti itu. Masalahnya, tadi ia sedang asik melamun dalam langkahnya, sehingga kekagetan pun terjadi saat matanya menangkap sosok asing yg duduk bersender di body mobilnya.

"Gue bukan hantu."

"Anjing lo emang!" maki Danang bersama kelegaan yg dirasa. Dada dia urut dengan napas yg kasar dikeluarkan. "Bangsat lo babi!"

Ternyata sosok itu adalah Virgo, jelas dari suaranya meski wajah belum terlihat juga. Masih dengan diri yg coba dirilekskan, Danang berjalan mendekat tanpa takut lagi menuju sosok Virgo dalam kegelapan.

"Lo dari mana aja asu?!" sepakan kecil Danang berikan di kaki Virgo yg menyilang diantara mobilnya dan mobil sebelahnya, lalu memilih untuk ikut mengambil duduk disebelahnya. "Gue cari, gue telponin ngga lo angkat-angkat. Bangke emang!"

Sudah lelah mencari kemana-mana, eh ternyata ada disini. Lalu ditambah ditambah kekagetan barusan, wajar jika Danang merasakan kekesalan.

"Lo ngapain lari-lari tadi?" Danang kembali mengambil sebatang rokok dari bungkus untuk di sulutnya. Tubuh ikut ia senderkan ke body mobil seperti Virgo sembari terus mencoba menormalkan efek dari rasa kaget barusan, yg sangat berpengaruh besar pada emosinya sekarang.

"Ngejar orang."

"Gue juga tahu kalo bukan demit." Jengkel Danang berucap sinis.

Tak ada yg salah sebenarnya dari perkataan Virgo, dan Danang pun tahu itu. Namun malam ini sangat berwarna dan menguras emosi baginya, sehingga keluarlah emosinya setelah terpancing saat terkejut tadi.

"Siapa emang orang yg lo kejar?"

"Orang."

Lirikan sinis Danang berikan pada Virgo. Dahinya mengerut, alisnya bertaut. "Bodo amat lah Vir."

Ia menyerah berbicara pada Virgo. Lebih baik diam saja dan fokus menguraikan emosi juga mendinginkan kepalanya.

Emosi sepertinya membuat tingkat kepekaan Danang terhadap sekitar terutama pada Virgo yg terlihat aneh jadi berkurang, sehingga tak menyadari nada datar dan pelan yg di berikan Virgo, selaras dengan wajahnya yg tanpa ekspresi dan emosi.

Danang memang bisa jelas mendengarnya tadi, tapi itu lebih dikarenakan suasana sunyi di fajar yg menuju pagi.

Seperti sudah bisa ditebak kelanjutannya, tak ada lagi percakapan yg terjadi. Hanya menikmati rokok dengan pikiran berkelana yg ada pada keduanya.

Sang penguasa semesta sepertinya memiliki pemikiran berbeda untuk keduanya, sehingga tak membiarkan mereka larut dalam pikiran terlalu lama.

Suara keramaian mulai terdengar di telinga Danang, yg mana jadi sebuah pertanda bahwa pesta akhirnya tuntas. Tinggal merasakan efek dari kesenangan yg mereka pikir tak memiliki batas.

Danang tak beranjak dari duduk ngawurnya diatas tanah, begitu juga Virgo. Persetan dengan orang-orang yg mungkin akan mengira mereka gelandangan.

Tak berselang lama, tanda-tanda akan kehadiran beberapa orang mereka rasakan atas suara pembicaraan yg semakin jelas setiap saat.

"Lo jahat Alam. Lo ninggalin gue."

Danang langsung bisa menebak siapa orang tersebut dari suara dan nama yg di sebutkan, Violin. Sepertinya perempuan itu kembali mabuk, jelas dari cengkok suaranya yg mendayu-dayu. Sigap ia bangkit dari duduknya untuk melihat kondisi Alam dan Violin yg sudah berada di sekitar.

"Monyet kawin!" Alam terlonjak kaget seketika, melihat tubuh yg tiba-tiba muncul dari sela-sela mobil yg tak dia lihat sebelumnya. "Bangsat lo Nang!" Makinya dengan fasih setelah berhasil melihat jelas wajah yg tersinari lampu itu ternyata adalah Danang. "Ngagetin aja babik."

Keheranan terlihat di wajah Danang saat melihat pemandangan di depanya, dimana Violin yg terlihat teler di gendong ala kuli pengangkut beras oleh Alam. "Itu anak orang lho. Ngga muntah itu Violin entar?"

"Bodo amat." Alam berjalan mendekat ke mobil dengan tujuan pintu penumpang di belakang bersama gumaman Violin yg terus terjadi dalam gendongan. "Suruh siapa berontak mulu dari tadi."

"Lha terus kenapa itu dia bilang 'lo jahat lo ninggalin?" Danang hanya mengawasi saja tanpa mau membantu sedikitpun Alam yg terlihat kerepotan.

"Gue pergi ke toilet bentar. Balik-balik udah gini." Tangan kiri Alam yg tak menyangga tubuh Violin merogoh kantong celananya untuk mencari kunci mobil Danang yg disimpanya. "Lagian lo nanya mulu, bantuin kagak! bangke emang!" Kesal Alam memberi tatapan sinis, walau akhirnya bisa menemukan kunci mobil juga.

Segera Alam membuka pintu belakang lebar-lebar, lalu menurunkan tubuh Violin yg tak bisa dibilang enteng secara perlahan untuk dimasukkan kedalam mobil walau dengan sedikit kesusahan.

"Virgo dimana Nang?" Tanya Alam yg masih sibuk memposisikan tubuh Violin senyaman mungkin di kursi belakang. Dari tadi tak melihat batang hidung satu temannya lagi.

"Ini di sebelah gue."

"Lah kok gue ngga lihat." Berhasil merebahkan tubuh Violin menghadap menyamping diatas kursi, Alam kemudian mengeluarkan tubuhnya dari dalam, memperlihatkan dahinya yg mengerut heran pada Danang. "Mabuk dia? Kok ngga ada suaranya?"

Tanpa menutup pintu belakang agar Violin tak engap karena mesin mobil yg masih dimatikan, Alam kemudian berjalan kesisi lain mobil untuk melihat Virgo yg sama sekali tak ia sadari keberadaannya.

Dan manusia yg duduk bersandar nyaman seperti gembel bisa Alam lihat setelahnya. "Lo kenapa diem aja Budi?! Sambut gue kek, bantu masukin Violin kek. Biasanya gercep lo kalo soal dia."

"Ada lo."

Dahi Alam semakin mengernyit heran, matanya beralih pada Danang yg kontan membalas tatapannya. Kode dia berikan secara tersirat, menanyakan ada apa dengan Virgo yg aneh menurutnya.

Jelas ini bukan Virgo yg biasanya, dan Alam bisa menyadarinya langsung dari nada datar dan ekspresi yg Virgo tunjukan.

"Apa?" bingung Danang tak mengerti kode Alam.

Seketika Alam menghela napas lemas akan Danang yg tiba-tiba bersikap bloon dan tidak mengerti kodenya. Memilih untuk menuju ke sisi mobil di sampingnya, lalu berjongkok menghadap ke arah Virgo yg terus menatap lurus. "Lo kenapa Vir?"

Gantian Danang yg bingung dengan kondisi dan percakapan sekarang ini. "Emang kenapa dia?"

Sama sekali Alam tak menghiraukan Danang yg tiba-tiba jadi manusia tolol saat ini. Matanya fokus menatap Virgo yg hanya menggeleng tanpa mengeluarkan suara.

Kenapa jadi seperti ini? Hanya beberapa jam saja dia pergi bersama Violin, tapi beberapa perubahan sudah terjadi pada dua temanya. Danang yg jadi pe'a dan Virgo yg seperti kehilangan jiwa. Sungguh aneh.

"Balik aja ini? Semua udah disini juga."

"Bentar, sebat sebatang dulu gue. Puyeng jagain tuh ondel-ondel satu pas di dalem." Alam meluruhkan tubuh untuk duduk seperti Virgo dengan tangan yg sibuk dengan bungkus rokoknya. "Berasa bodyguard gue tadi, sibuk melototin cowok yg nyoba deketin Vio. Ngga nikmatin sama sekali."

"Salah lo sendiri turun." Danang mengikuti langkah Alam dengan kembali duduk. "Alea gimana?"

Bahu Alam naikan sekilas sebagai jawaban, sebab sedang menyulut rokok yg ada diantara bibir. "Mana gue tahu." Asap berhembus asal di udara. "Lo yg sahabatnya, malah nanya ke gue." jelas itu sebuah sindiran untuk Danang. Dan wajah kecut yg bisa dia lihat sepertinya jadi pertanda baik jika sindirannya sukses terkirim. "Tapi pas gue keluar tadi, gu lihat doi masih di dalem sama cowoknya."

Hanya anggukan paham yg Danang lakukan, sedang Alam kembali berfokus pada Virgo.

"Lo kenapa sih Vir?" kembali, hanya gelengan yg Alam dapat. Mau tak mau dia harus menggali informasi dari Danang yg selalu bersama Virgo tadi. "Ada apa deh Nang, pas gue ngga ada?"

Akhirnya Danang sadar setelahnya. Tadi ia memang sama sekali tak menyadari akan perubahan Virgo, tapi setelah Alam menanyai Virgo dan dirinya, akhirnya dia sadar bahwa Virgo benar-benar berbeda. "Tadi dia tiba-tiba lari pas dilantai dua, katanya ngejar orang yg gue ngga tau siapa. Gue ikut ngejar dia tadi, tapi ilang jejak pas di dance floor. Ketemu lagi disini, dan udah kayak gini."

Dahi Alam berkerut, hanya dirinya yg bisa diandalkan saat ini. Jadi dia harus bersikap serius tidak seperti biasanya. Hanya satu yg dia tangkap dari penjelasan Danang si manusia tolol barusan. Perubahan Virgo terjadi setelah lari-larian mengejar seseorang yg entah siapa itu.

Tangan Alam terulur menuju bahu Virgo, menepuk sekilas bahu temannya itu dan membiarkannya disana. "Siapa emang Vir yg lo kejar tadi?"

Virgo terlonjak kaget atas tepukan dan ucapan Alam barusan. Ekspresi datar di wajahnya menghilang, mata kosongnya pun ikut berubah dan menatap Alam. Jiwanya sudah kembali naik ke permukaan.

Semuanya jelas Alam lihat, entah dengan Danang. Dia merasa aneh dengan kondisi Virgo yg sedari tadi ternyata tidak dalam kesadaran.

"Gue oke." Senyum Virgo berikan sebagai penenang pada Alam. Bukan dia ingin menyembunyikan apa yg terjadi denganya barusan pada mereka, tetapi percuma juga menceritakan yg terjadi, karena ia yakin tak akan ada solusi yg bisa didapat. Sedang simpati adalah hal yg ia tak suka, dan dia tak ingin mendapat itu dari teman-temannya.

Ini urusannya, hal pribadinya.

"Dah yok balik, udah mau pagi ini." Tubuh Virgo bergerak bangkit berdiri, menepuk-nepuk celanannya yg pasti kotor karena duduk asal di atas aspal parkiran.

Danang mengikuti, begitu juga dengan Alam yg ikut berdiri walaupun keheranan masih dirasakan saat ini. Lalu mereka kompak berjalan menuju pintu mobil untuk masuk kedalam dan segera pulang.

"Aaahhh!!" Jerit suara perempuan menghentikan pergerakan mereka. "S-sakit Sya!!" Kembali suara perempuan itu terdengar oleh ketiganya.

Tubuh Danang menegang, cengkraman tanganya pada pintu pintu pengemudi terlepas. Suara itu sangat tak asing untuknya, bahkan hapal mati diluar kepala.

"Kekerasan bukan sih?" Mata Alam memindai sekitarnya, mencari posisi keberadaan asal suara yg sepertinya sedang terjadi penganiayaan. Begitu juga dengan Virgo yg berjalan ke depan agar objek yg dilihat bisa lebih luas.

Alea, Danang melangkah cepat menyusul Virgo. Kepalanya menoleh kekiri dan kenanan dengan panik dan jantung yg berdetak keras. Seratus persen dia yakin tadi itu suara dari Alea sahabatnya.

"Itu bukan?" Tangan Virgo menunjuk ke jalan parkiran seberang pada dua objek manusia yg berada di samping mobil.

Danang mengikuti arah yg Virgo tunjuk. Dan ketika bisa melihat objek yg Virgo maksud, tanpa membuang waktu dia langsung berlari sekuat tenaga menuju kesana.

"Woy Nang!" Virgo terkejut akan Danang yg tiba-tiba berlari tanpa pemberitahuan.

Melihat lari Danang yg seperti seorang maling ketahuan warga, perasaan Alam menjadi tak enak akan apa yg terjadi dalam waktu dekat. "Susulin Vir."

Virgo membalikan tubuhnya, sehingga wajah Alam yg berubah serius pun bisa dilihatnya. "Lo tunggu sini jagain Olin. Jangan tinggalin pokoknya." Anggukan Virgo dapatkan, dan tanpa basa-basi dia segera berlari menyusul Danang yg entah kenapa tiba-tiba berlari itu.

Di sisi lain, Danang yg sudah mendekat dan bisa melihat jelas sosok dua orang yg sebelumnya Virgo tunjuk pun langsung murka tak kala itu benar-benar Alea, seperti yg dia kira.

Matanya dengan jelas bisa melihat ekspresi Alea yg meringis kesakitan karena cengkraman di rahang dan di tanganya oleh pria yg tak bisa ia lihat siapa, sebab membelakangi dirinya.

"Woy bangsat!!" Teriak Danang mencoba menarik perhatian saat sudah semakin dekat, membuat Alea dan si pelaku kekerasan itu kompak menoleh padanya.

Dalam sepersekian detik, ekspresi terkejut dari Alea dengan mata yg membulat bisa Danang lihat, sebelum fokusnya beralih pada si pelaku dengan tangan kanan yg terayun kuat.

'Bugghhh!'

Serangan kejutan Danang berhasil mengenai wajah pelaku yg terpelanting kesamping karena tak siap. Tubuh Alea ikut tertarik karena tangan dan rahangnya yg dicengkram si pelaku.



"Aaawwh!" Ringis Alea bersamaan dengan tubuhnya yg berhasil Danang raih dan tarik, sehingga membentur badan Danang yg kokoh berdiri.

Sakit Alea rasakan pada tangan dan pipi yg sepertinya tergores oleh si pelaku yg adalah pacarnya sendiri, Arsya.

"Kamu ngga papa?" Danang mengungkung tubuh Alea dalam pelukannya dengan mata mengawasi Arsya yg sedang bangkit berdiri.

"Ngga papa."

Meski kesusahan, Arsya akhirnya bisa bangkit berdiri sembari menggoyangkan kepalanya yg terasa pusing akibat hantaman pria yg menjadi penyebab kemarahannya pada Alea.

"Bangsat!" Tatapan marah Arsya beri pada Danang yg sedang memeluk kekasihnya. "Jangan sentuh cewek gue anjing!" Arsya berjalan cepat menuju ke arah Danang. Tanganya terkepal kuat ingin membalas lebih apa yg dia dapat.

Tapi belum juga tanganya terayun, sebuah tarikan lebih dulu ia dapatkan di kerah leher belakangnya, membuat tubuhnya terhuyung kebelakang sebelum akhirnya jatuh membentur aspal karena jegalan yg dia dapat dikakinya.

'Bugghh!'

"Arrggghhh!" Lengking kesakitan Arsya memegangi perut yg baru saja mendapatkan injakan kuat dari orang asing yg tiba-tiba hadir.

Alea yg melihat semua itu dari balik kungkungan Danang hanya bisa merinding ketakutan. Terbesit rasa kasihan ingin menolong kekasihnya yg dihajar oleh Virgo teman sahabatnya. Sayangnya hal itu tak bisa ia lakukan karena rengkuhan Danang yg menguat pada tubuhnya.

"Itu pantes dia dapetin." Gumam Danang yg bisa mengerti bahwa Alea ingin menolong Arsya. Pasalnya tubuh perempuan di pelukannya ini sempat bereaksi saat Virgo yg sedang bersitatap dengannya ini memberikan injakan di perut bedebah pecundang yg meringkuk kesakitan di aspal itu.

Cengiran keluar di bibir Virgo yg membalas tatapan Danang. "Untung gue datengnya tepat waktu, jadi bisa selamet dan ngga kena bogem deh lo."

Seharusnya dia bisa menyusul Danang lebih cepat tadi. Tapi sewaktu melihat dari kejauhan Danang yg melayangkan tinju supernya, ia jadi berfikir untuk lewat belakang pria yg di hantam itu dari sela-sela mobil agar bisa memberikan kejutan yg untungnya berhasil saat ini.

Danang mendengus membalas."Gue bisa lawan sepuluh model kayak dia sendiri."

"Hilih sombong." Cibir Virgo mengalihkan tatapanya pada pria entah siapa yg sedang meringis kesakitan di bawahnya. "Udah sana bawa Alea ke mobil. Biar gue urusin nih pecundang yg beraninya sama cewek doang."

"Yaudah." angguk Danang mengerti. "Jangan keterlaluan." Peringatnya pada Virgo kemudian.

Meskipun tak pernah melihat Virgo bertarung, Danang yakin bahwa temanya itu punya kapasitas untuk melakukan pertarungan. Sebab gaya yg dilakukan saat menjegal maupun menginjak Arsya tadi adalah gaya seorang atlet seni bela diri yg sangat dia fasih diluar kepala. Karena dia juga mengikuti aliran yg sama seperti Virgo sedari SMP hingga SMA.

"Iya, udah sono! Lima menit gue nyusul." Tangan Virgo kibas-kibaskan sebagai tanda untuk mengusir.

Segera Danang berjalan menjauh dari tempat mereka saat ini untuk menuju mobil dengan Alea yg dia giring dalam perlindungannya.

Ekspresi di wajah Virgo langsung berubah drastis sesudah memastikan Danang dan Alea yg berjalan menjauh darinya. "Naahhh!" Seringai tersungging di bibir Virgo. "Saatnya ngasih pelajaran berharga buat lo."

Virgo melangkahkan kaki menjauh dari tubuh yg masih nyaman tergeletak itu menuju mobil di dekatnya. "Mobil lo yg mana nih?"

Tentu tak ada jawaban yg didapatkan Virgo. Pintu mobil pertama coba dia buka, yg ternyata tidak bisa. Lalu bergerak kembali menuju mobil di sisi lainnya dan melakukan hal yg sama.

Terbuka.

"Gila, dua pintu mobil lo ternyata." Pintu mobil Virgo buka lebar-lebar, lalu kembali menuju mangsanya yg saat ini sudah sedikit siuman karena akhirnya bangkit dari rebahan dan duduk walau kentara sekali kepayahan. "Oiya, lo anak Geng-geng di kampus yg katanya orang kaya semua itu kan? Baru inget gue."

Virgo ingat, dulu saat pertama kali bertemu dengan Alea, pernah ada pembahasan yg terjadi terkait Geng-geng entah apa yg dia lupa namanya bersama anggota F4. Geng yg katanya disegani dan sangat di ingini oleh semua mahasiswa di kampusnya, karena tidak sembarang orang yg bisa masuk.

Sampai di depan mangsanya, Virgo memilih untuk berjongkok kemudian. "Katanya anggota Geng di kampus bukan remeh-remeh, tapi kok banci kayak lo bisa masuk kesana tuh gimana?"

'Cuih'

"Banyak bacot lo!" sekuat tenaga, Arsya melayangkan tinju ke wajah Virgo dengan cepat.

'Bugh!'

Kepala Virgo tertoleh kesamping atas pukulan yg tidak bisa di bilang pelan barusan. Namun tubuhnya masihlah kokoh dan tak terhuyung barang sedikitpun.

Kembali dia menghadap Arsya sembari menunjukan seringai yg akan membuat orang bergidik ngeri saat melihatnya .

"Hukuman lo gue tambah." Dingin Virgo berucap bersama mata yg tajam menatap. Lalu secara cepat melayangkan sebuah hantaman di wajah Arsya.

'Brukkk'

Kepala Arsya tedongak sebelum tubuhnya kembali jatuh tergelatak dengan darah yg mengucur dari hidung bengkoknya, sepertinya patah.

Mata mendelik dan mulut ternganga lebar tanpa suara, itulah definisi Arsya yg sepertinya blank akibat benturan yg terjadi pada kepalanya.

Sigap Virgo bangkit berdiri dan berjalan mendekati kepala Arsya. Kerah leher dia cengkram kuat-kuat, lalu menyeret tubuh yg masih sadar tapi tak bisa apa-apa itu menuju ke arah mobil yg pintunya terbuka.

"Lo ngelakuin dua kesalahan fatal." monolog Virgo sangat dingin, seperti tak punya beban akan tubuh yg sedang diseretnya. "Satu, gue benci lihat seseorang nyakitin orang lain yg ngga sepadan, yg mana lo ngelakuin itu ke Alea tadi."

Sampai di dekat mobil, Virgo langsung melempar tubuh tanpa daya itu ke arah body mobil secara asal.

'Bruaak!'

Sangat presisi lemparan Virgo. Tubuh Arsya bersandar nyaman pada badan mobil.

Virgo mengambil tempat di sisi Arsya, lalu meraih satu tangan yg terkulai lemah tanpa daya itu dan diletakkannya di antara pintu mobil kemudian. "Dan yg kedua,"

Virgo memejamkan matanya, "Lo udah bikin gue marah."

'Bruaakk!'

"AARGGHHH!!"

Senyum Virgo terbit dengan sempurna. Wajahnya menyiratkan kesenangan akan jeritan pilu namun terdengar merdu barusan. "More."

'Brruuaakk'

"Aaarrrrgghhhh!!" jerit pilu Arsya yg jarinya Virgo jepit sekuat tenaga pada di antara pintu mobil.

Senyum Virgo semakin lebar terbentuk. Sisi liar, bengis, dan tanpa perasaan akhirnya keluar juga dari dirinya. "Tangan lo udah lancang nyakitin orang lain yg ngga sepadan. Jadi mending ngga usah di pake untuk selamanya sekalian.

Mungkin akumulasi dari rasa amarah, kecewa, penyesalan, putus asa, dan rindu yg memuncak, membuat sisi kejam dalam diri Virgo akhirnya kembali muncul setelah sekian lama.

Tak jauh dari Virgo yg sedang khidmat menikmati lantunan merdu suara kesakitan, berdiri sosok Danang yg terdiam takut atas apa yg sedang disaksikan.

Bulu kuduknya meremang, besar takut di rasakan dengan nyali yg ciut bersamaan. Mulutnya tak bisa berkata-kata atas pemandangan di depanya. Jelas dia bisa melihat ekspresi Virgo yg terlihat menikmati perbuatannya menyiksa Arsya, dan hal itulah yg membuat takut dirasa.

Dia mendengar lengkingan pilu kesakitan tadi, yg membuatnya sigap berlari tunggang-langgang karena mengira Virgo yg kena hajar. Tapi apa yg dilihatnya saat ini?

Sangat berbeda sosok yg ada di depanya saat ini dengan yg biasanya. Sosok yg tak mempunyai rasa peduli, kasihan, bahkan terlihat sangat mengerikan dengan siksaan yg dilakukan. Ini bukan Virgo yg dikenalnya.

Jelas ini bukanlah Virgo. Atau, justru ini adalah sosok Virgo yg sebenarnya.

Danang menggelengkan kepala mencoba menyadarkan dan menguatkan diri. Tak peduli seperti apa Virgo sebenarnya, yg pasti ia harus menghentikannya untuk menyiksa Arsya.

Dan selanjutnya Danang langsung berlari mendekat pada Virgo yg masih terus menyiksa dengan senyum bahagianya. Cepat dia harus menghentikan, sebelum temannya itu bisa membunuh seseorang.






Ekspresi tenang terlihat di wajah Danang seakan tidak terjadi apa-apa beberapa waktu sebelumnya. Saat ini dia sudah berada di dalam kamar unitnya, bersama seorang perempuan yg duduk tepat di hadapanya, Alea.

Cekatan tanganya bergerak mengolesi gores merah yg terbentuk atas aksi biadad kekasih sahabatnya. Marah terasa besar dalam dirinya, melihat luka yg memang tak seberapa untuknya, tapi tidak dengan Alea.

Seumur hidup dia tak pernah melihat atau menyakiti Alea. Tapi dengan mudahnya kekasih dari perempuan didepanya ini malah melakukan kekerasan yg sangat dia tak ingin lihat terjadi pada Alea. Jika rasa kemanusiaan di dalam dirinya hilang tadi, sudah pasti dia akan mengikuti langkah Virgo untuk menyiksa Arsya yg kondisinya sudah sangat parah saat terakhir kali dilihatnya tadi.

"Nang." Alea memanggil dengan ragu. Pasalnya pria didepanya yg sedang mengolesi obat pada goresan luka di tanganya ini tidak berbicara sepatah kata pun sejak tadi. Dari saat mengantar ketiga temannya hingga saat ini.

Terakhir Danang bicara adalah saat mengajak dirinya ke rumah sakit untuk mengecek kondisinya, yg jelas ia tolak mentah-mentah karena merasa baik-baik saja. Ia mahasiswa kedokteran, jadi secara pasti tahu kondisinya sendiri yg jelas baik-baik saja.

Tak ada jawaban yg Alea dapatkan meski sekedar gumaman. Dan hal inilah yg dia takutkan. Pasalnya jika Danang sudah diam dan tak mau bicara, berarti ada sesuatu yg salah pada sekitarnya. Dan untuk kali, jelas alasannya adalah dia.

Untuk alasan kenapa dia bisa berada disini, tak lain karena memang keinginannya sendiri. Memilih untuk ikut kemanapun Danang pergi, sebab takut dan trauma yg masih dia alami. Bukan lebay, tapi dia memang benar-benar takut pasca kejadian tadi, hal yg tak pernah di alaminya selama ini.

Danang telah selesai mengobati, bisa terlihat dari plester yg tertempel di pergelangan tanganya juga kotak obat yg sedang dibereskan.

Untuk wajah, hanya merah bekas tamparan Arsya saja yg masih tersisa dan terasa, mungkin besok akan berbekas dengan cetak biru, atau lebam mungkin.

"Nang," Alea mencekal tangan Danang yg berdiri akan pergi. "Dia ngga pernah kayak gini sebelumnya. Ini yg pertama."

Penjelasan harus dia berikan, supaya Danang tidak salah sangka dan mengira dia sering mendapatkan kekerasan sebelumnya.

Danang menarik tanganya pelan untuk melepaskan cekalan. "Dan abis itu pasti ada yg kedua." Lalu melanjutkan langkah menuju meja di dekatnya dan menaruh kotak obat disana. Setelahnya barulah Danang berbalik menatap Alea, memperlihatkan ekspresi seriusnya. "Putusin dia Lea."

Alea terbelalak kaget, merasa ngeri dengan perkataan Danang barusan. Semudah itu pria didepanya mengucap perintah putus seperti membeli siomay dari pedagang keliling. Sama sekali tak memikirkan perasaannya dan seenaknya saja menyuruh seperti yg berkuasa.

Alea bangkit dari duduknya, siap melakukan konfrontasi. "Kamu apa-apaan sih! Nyuruh orang putus seenaknya. Enteng banget mulut kamu bilangnya." ekspresi kesal nyata terpancar di wajah Alea. "Hubungan aku sama Arsya bukan seremeh pacaran bocah SMP yg gampang putus nyambung. Lagian yg jalinin hubungan itu aku, yg tau aku. Jadi tergantung aku sendiri gimana hubungan kita kedepannya. Kamu ngga ada hak buat ikut campur!"

"Enteng?" segitunya kamu belain dia Lea? "Entengan mana sama dia yg main tangan seenaknya?!" tangan Danang terkepal kuat. Emosinya terpancing keluar. Dia sedang memikirkan perempuan didepanya ini. Bagaimana kondisi yg sudah dan akan dialami Alea untuk kedepannya. Dia peduli, dan bukan seenaknya sendiri. "Aku ngalah bukan buat liat kamu disakitin Azalea!"

Suasana kamar berubah panas seketika. Sayangnya itu bukan terjadi karena adegan dewasa, melainkan karena dua orang yg benar-benar emosi.

Mendapatkan nada tinggi dari pria di depanya, perasaan marah semakin besar dirasakan Alea yg seketika berjalan mendekati Danang. Wajahnya berubah sinis. "Kamu tahu? Semuanya itu gara-gara kamu!" Jari Alea menunjuk tepat di depan wajah Danang. "Arsya tahu kamu cinta aku, dan dia cemburu waktu liat kita pelukan diatas! Jadi siapa yg nyakitin aku? Kamu atau dia?!"

Wajah keras yg sarat akan emosi dari Danang kini hilang tanpa ekspresi. Begitu juga kepalan tanganya yg ikut terlepas dan lunglai di kedua sisi.

Karena gue, Danang termundur sampai membentur meja, hingga akhirnya jatuh tertuduk diatasnya. Jadi efek dari perasaan gue ternyata bisa bikin Alea sampe disakitin ya? Tolol banget gue baru sadar.

Gue yg nyakitin Alea secara ngga langsung. "Maaf ya," Wajah Danang tegakkan kedepan, menatap Alea yg marah pada dirinya. "Aku ngga tau kalo itu gara-gara aku."

Tubuh Alea serasa disiram air es seketika. Dia sadar, apa yg diucapkannya barusan sungguh sangat kelewatan. Itu bisa terlihat dari mata Danang yg jelas tersirat kesenduan.

"Nang-"

"Ssssttt.. " Danang bangkit dari duduknya dan melangkah mendekatkan diri pada Alea. Senyum ia bentuk di bibirnya, namun itu semakin membuat Dananh terlihat semakin menyedihkan. "Kamu bener." Tubuhnya memang terlihat berdiri kokoh di depan Alea, tapi tidak dengan hatinya. "Makasih udah ngasih tau."

"Engga," Alea menggeleng cepat. Kedua tanganya terulur dan mencengkram baju Danang kuat-kuat. "Aku emosi, omonganku kelewatan."

Tangan Danang ikut terulur menuju bahu Alea, lalu menarik tubuh perempuan itu dan memeluknya. "Kamu emang emosi, tapi ngga kelewatan. Omongan kamu bener." Satu tangan Danang bergerak ke atas setelahnya, menuju rambut Alea yg tergerai indah dan dielusnya. "Kamu tahu, aku seneng banget lihat kamu bahagia di pesta tadi."

"Engga." Alea menggeleng kuat entah untuk alasan apa. Hanya saja, perasaannya mengatakan hal tak mengenakan akan segera terjadi.

"Dan aku rela ngejauh kayak sebelumnya biar kamu bisa gitu lagi. Arsya bakal gantiin aku."





Ini bukan cinta, hanya sebuah perasaan tulus ingin melihatmu bahagia.

~J_bOxxx~
 
Terakhir diubah:
New part has completed!! Selamat hari natal!!

Mamam tuh, alurnya saya belokin ke Danang. Makin kesel? Makin greget sama saya? Ya maap.

Sedikit adegan toyor-toyoran doesn't mean bakal banyak baku hantam setelahnya, ya. Tulung di garis bawahi. Cuma pelengkap dan penyeru alur doang, soalnya ini cerita yg fokus nyuruh kalian buat mikir dan jeli buat nyari clue, bukan cerita baku hantam.

Akhir tahun nehhhh, saya mau liburan doloe, sebelum awal tahun bakal sibuk banget. Jadi mungkin bakal jarang up ngga kayak biasanya. Seminggu sekali mungkin.

Pokoknya enjoy the story, and happy reading readers!!!!
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd