Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT L O C K E D

Bimabet

PART 16 A​






















Ada yg pertama, pasti ada yg kedua, ketiga, terus-menerus hingga tak bisa dihitung jumlahnya. Dan untuk hari ini, sebuah hal baru telah tercipta. Bukan sesuatu yg spesial sebenarnya, tapi sangat berbeda dan terlalu mengejutkan bagi tiga orang yg saat ini sedang berjalan dilorong untuk menuju tempat yg sangat digemari di kampus, mana lagi kalau bukan kantin.

Untuk pertama kalinya setelah beberapa bulan mereka menjalani hidup perkuliahan, Satu anggota Fantastic Four yg terkenal rajin, pintar, dan tak pernah absen dalam mata kuliah apapun bernama Danang akhirnya absen hari ini. Dan hal itu tentu sangat membuat terkejut Virgo, Alam dan Violin yg mengenal bagaimana Danang selama ini.

"Gue masih ngga nyangka." ungkap Violin apa yg dirasakan dari pagi tadi hingga saat ini. Bahkan ia tak bisa berkosentrasi saat mengikuti mata kuliah tadi. Sedikit lebay memang. "Setelah sekian bulan kuliah, akhirnya kita bisa lihat Danang absen juga." tapi ini memang terlalu mengejutkan untuknya. Apalagi keabsenan Danang pertama ini tanpa ada keterangan apapun. "Ini gila."

Alam mengangguk setuju. "Gue bahkan ngga tahu gimana harus ungkapin perasaan gue sekarang." Bukan berlebihan, tapi ini memang terlalu mengejutkan untuknya. Danang yg terkenal manusia paling rajin dikelas akhirnya tumbang dan menyerah pada kenikmatan rasa akan membolos.

"Lebay." Sebuah komentar datar, malas dan sedikit ketus akhirnya keluar juga dari Virgo yg sudah kembali bersikap normal setelah beberapa hari belakang terlihat seperti mayat hidup.

"Bukan lebay!" Sergah Alam yg masih terlalu excited perihal Danang. "Ini tuh hal yg sangat amat jarang kejadian. For the first time loh. Ini tuh kayak sebuah rekor diciptain."

"Nah bener tuh omongan Alam." setuju Violin semangat. "Ini Danang soalnya loh, kalau kayak Alam mah wajar, soalnya dia emang pemales."

"Lo salah kalo ngeributin soal itu." Virgo sedikit penasaran bagaimana ibu dua temannya dulu ngidam, sehingga bisa menghasilkan generasi penerus yg pikirannnya terlampau diluar nalar seperti itu. "Harusnya kalian tuh ributin alasan kenapa Danang absen, apa yg bikin seorang Danang bisa bolos. Itu harusnya yg kalian pikirin. Bukan rekor-rekor ngga jelas kayak yg lo pada bahas."

"Iya juga ya." gumam Violin dan Alam kompak tersadar.

Raut serius terlukis diwajah Alam, tanganya naik mengelus dagu, tanda jika sedang berfikir. "Kenapa ya kira-kira?"

"Oiya, tadi pagi gue udah chat Danang," baru Violin ingat tadi sempat mengirim pesan pada Danang. Buru-buru ia mengambil ponsel yg berada di sling bagnya. "Ngga di bales." lesu Violin menginfokan setelah tak melihat notifikasi pesan bernama Danang dilayar smartphonenya.

"Azalea." gumam Virgo yg menatap lurus kedepan.

"Alea?" bingung Violin dengan maksud gumaman Virgo yg masih bisa didengarnya. "Apa hubungannya?"

Begitupun Alam yg saat ini melipatkan dahi seperti kue lapis. "Bukannya waktu itu udah baik-baik aja ya? Udah selesai dan baikan."

"Itu Alea." tangan Virgo menunjuk kedepan, pada sosok perempuan berkemeja putih yg tengah duduk nyaman di salah satu bangku kantin fokus pada ponsel di tangan. "Ngapain dia disini?"

Otomatis keduanya melihat kearah yg Virgo tunjuk. Dan ternyata memang benar, itu Alea.

"Iya Alea." kontan Violin menambah kecepatan langkahnya agar segera menghampiri Alea yg entah kenapa bisa tersasar di gedung A yg mana bukan habitat aslinya.

Alam pun melakukan hal yg sama, menambah laju kakinya dan meninggalkan Virgo yg memilih untuk berjalan santai saja.

"Lea," seru Violin cukup nyaring maaih dalam perjalanan, meminta perhatian Alea yg untungnya langsung tersadar dan menoleh kearah suara. "Lo ngapain disini? Tumbenan banget."

"Vio," kontan Alea bangkit dari duduknya, dan itu bertepatan dengan Violin yg sampai tepat didepannya. "Gue nyari Danang."

"Dia ngga masuk." sela sebuah suara pria menginfokan, siapa lagi jika bukan Alam. "Ngga tau kenapa, soalnya di chat ngga bales."

Helaan napas Alea keluarkan, sama sekali tak menyangka jika Danang benar-benar seniat ini dalam mewujudkan perkataannya pada Arsya saat di rumah sakit kemarin.

"Ngga masuk ya?" Mungkin saat ini Danang sedang berada di apartemen.

Sebenarnya Alea sudah mendatangi apartemen Danang kemarin, walaupun hasil nihil ia dapatkan bahkan setelah seenak jidat menerobos masuk unit Danang yg ia ketahui kode pinnya.

Lebih baik ia segera kesana lagi, sebelum pria itu kembali pergi entah kemana, sebab hanya apartemen lah tempat yg Alea tahu jika ingin mencari Danang. Masalah ini tak boleh berlarut-larut, harus cepat diselesaikan. "Yaudah gue cabut dulu ya."

Sayangnya Violin yg sangat penasaran tak membiarkan Alea pergi begitu saja, alhasil cekalan pun diberikan pada lengan Alea yg hendak beranjak pergi. "Ada apa ini deh?" masalah apa lagi kali inj yg terjadi? Hingga membuat Danang sampai absen kuliah. "Kalian berantem lagi?"

"Iya," tak ada yg perlu ditutupinya lagi. Toh ia sudah pernah bercerita pada Alea juga. Untuk lebih detailnya, mungkin Violin harus menunggu. Sebab ada yg lebih penting sekarang. "Lain kali ya gue ceritain, gue harus cepet selesaiin masalahnya dulu biar ngga berlarut-larut."

"Oke deh." Violin tak bisa memaksa. Rasa penasarannya tak lebih penting dari masalah yg harus cepat Alea selesaikan. "Semoga cepet selesai ya, sedih juga gue lihat kalian berantem terus." elusan Violin berikan sekilas tanda dukungan, sebelum menariknya guna mempersilahkan Alea pergi.

"Thanks." Ukiran senyum tipis Alea perlihatkan pada Violin dan Alam agar nampak kuat, begitu juga pada Virgo yg baru disadari keberadaannya setelah ia melangkahkan kaki.

"Boleh ngomong sebentar Lea?" Virgo meraih tangan Alea tepat saat berada disampingnya. "Penting."

Terang saja Alea berhenti melangkah lengkap dengan kebingungan yg terlihat jelas dari raut wajahnya. Alam dan Violin pun sama, hingga kompak berbalik untuk menatap Virgo bersama rasa penasaran yg kuat dirasakan.

Sayangnya Virgo hanya ingin Alea saja yg mendengar. "Kalian bisa cari tempat duduk dulu ngga? Sekalian pesenin gue minum."

Bukan bermaksud sok misterius dan membuat penasaran dua temannya. Tapi sekarang bukanlah saat yg tepat untuknya memberi tahu. Nanti, pasti ia akan ceritakan semuanya.

"Oke." Alam mengangguk paham dengan pesan tersirat Virgo. Tanpa menunggu lama, segera ia menarik tangan Violin agar mengikutinya untuk menjauh dan mencari tempat duduk, sesuai yg Virgo mau.

"Kenapa Vir?" Jujur saja, Alea sudah paham akan maksud Virgo menghentikannya. Hanya saja ia ingin berbasa-basi dulu sembari menyiapkan kalimat untuk menjawab.

Virgo beralih atensi pada Alea sepenuhnya. "Sorry ngambil waktu lo. Tapi gue pengen tahu perkembangan tentang hal yg gue tanyain ke lo kemaren."

Ternyata benar.

"Tentang Keyra ya?" anggukan cepat Alea dapatkan dari Virgo. "Kemaren gue udah tanya ke cowok gue, dan dia bilang kenal yg namanya Keyra."

"Terus gimana?" tanya Virgo terlalu cepat, terlihat sangat excited. Apa yg Alea ucapkan barusan adalah hal terindah yg pernah didengarnya selama ini.

Melihat ekspresi bahagia yg cerah bersinar di wajah Virgo, dalam hati Alea mengutuk diri sendiri karena sudah berbohong. "Keyra anak fakultas bisnis, semester tiga. Cuma itu doang yg dia tahu."

"Astaga." tubuh kaku Virgo melemas seketika. Senyum kelegaan diperlihatkan tanpa sungkan-sungkan. "Ternyata selama ini dia deket banget sama gue astaga." pencarian yg dilakukan akhirnya menemukan titik terang juga.

Andai saja ia tak menjadi mahasiswa kupu-kupu dan sering bergaul bersama anak fakultas lain, pastilah tak butuh waktu berbulan-bulan baginya untuk bisa mendapatkan titik terang dalam pencarian. Tapi tak apalah, semua harus ia syukuri. Sebab akhirnya ia menemukam titik terang yg membawanya semakin dekat pada Keyra.

Hasil dari otakknya yg bisa kembali berpikir jernih kemarin ternyata cepat membuahkan hasil. Dengan mengumpulkan Semua kemungkinan dan petunjuk yg Virgo urutkan, sebuah konklusi pemikiran yg sangat memungkinkan pun berhasil ditemukan. Yaitu, bahwa Keyra adalah teman dekat Alea atau Arsya, sebab tak mungkin Keyra bisa masuk kesana jika tak memiliki undangan yg adalah satu-satunya akses masuk club pada malam itu.

Setelah yakin atas temuannya, segera Virgi menghubungi Alea kemarin. Dan inilah hasil yg didapatkan. Sebuah hal yg patut disyukuri, karena akhirnya ia bisa menemukan keberadaan Keyra kembali.

"Thanks banget Lea." Jasa besar ini takkan pernah ia lupakan seumur hidupnya. "Sumpah gue bersyukur banget dengan bantuan lo. Gue pasti bales lain kali, apapun itu."

Rasa bersalah dan berdosa semakin Alea rasakan. Tapi ia memang harus berbohong, karena ada sebuah alasan dibaliknya.

Anggukan berikut senyum manis pun Alea berikan, mencoba menutupi rasa bersalah dalam hati. "Ngga perlu gitu. Udah seharusnya saling bantu."

"Pokoknya itu janji gue. Dan suatu saat bakal gue tepatin."

"Terserah lo aja." mau bagaimana lagi jika Virgo bersikukuh. "Yaudah gue pamit dulu ya. Gue mau nyari Danang dulu ke apartemennya."

"Eh, bentar." cegah Virgo kembali. "Boleh gue ngasih saran soal Danang?"

Kepala Violin mengangguk cepat, sangat tertarik dengan bantuan Virgo. "Gue butuh apapun itu yg berhubungan tentang Danang."

"Kita lumayan sering ngobrol deep beberapa kali, yg terakhir pas pesta lo. Dan waktu itu, dia bilang mundur atas perasaannya."

Sekarang Alea tahu, ternyata dari sana semuanya berasal. "Dia udah bilang itu ke gue kemaren. Dia nyerah dan milih ngejauh biar Arsya ngga cemburu lagi, soalnya itu alasan Arsya mukul gue."

"No, mundur sama nyerah beda Lea," Sepertinya Alea salah tafsir, mengira jika dua kata itu sama artinya. "Kalo nyerah, dia berhenti sama perasaannya. Kalo mundur, dia ngasih jarak aja. Artinya, dia masih punya rasa itu, tapi milih buat ngga maksain lagi, gampangnya ngalah lah."

"Itu yg di bilang Ke-, gue sama temen gue kemaren." hampir saja dirinya keceplosan menyebut nama Keyra. "tapi intinya Danang sama-sama pergi kan?" Untung Virgo tak menaruh curiga, terlihat dari anggukan yg diberikan atas statementnya.

"Iya emang sama, tapi alasannya beda. Pokoknya intinya gini. Kalo lo emang ngga pengen Danang pergi, ini waktunya buat lo bertindak, sebelum dia terlalu jauh dan ngga bisa terjangkau lagi." Raut serius terlihat di wajah Virgo.

Sebenarnya ia tak seharusnya membocorkan perihal percakapannya dengan Danang. Namun ini demi kebaikan pria itu sendiri, biarlah dia meminta maaf nanti.

"Dia masih cinta sama lo Lea, tapi dia dipaksa buat berhenti, jadinya ngga berjuang lagi. Kalo mau, sekarang lo yg harus meluk dia. Biar dia ngga putar balik dan pergi."

Ale mendengarkan secara seksama, lalu memikirkan dan menyimpannya dalam otak. Bisa dibilang, inti dari masukan-masukan yg selama ini Alea dapat semuanya sama. Sekarang giliran dia yg harus beraksi, jika tak ingin Danang pergi.

"Inget, meluk bukan gandeng. Lo bisa gandeng dua tangan, tapi cuma bisa meluk satu badan." wanti-wanti Virgo sekali lagi seielas mungkin.

Alea mengangguk paham maksud Virgo. "Gue ngerti." sama seperti yg Audrey bilang. Tapi Virgo menggunakan kiasan. "Yaudah gue cabut dulu kalo gitu, sebelum Danang ngilang lagi. Thanks buat masukannya."

Tepukan sekilas Virgo beri dipundak Alea. "Hati-hati di jalan, ngga usah ngebut."

Kembali anggukan Alea berikan bersama senyuman, sebelum berbalik dan melangkah menjauh untuk menemui pria yg membuat harinya berantakan selama ini.

Luar biasa memang arus rasa, tidak bisa ditebak kemana dan seperti apa. Seperti perempuan yg sedang Virgo lihat sekarang. Dulu Alea yg kuat menolak dan bertahan, kini justru dialah yg harus berjuang mati-matian.

Satu tangan Virgo mengambil ponsel dari saku. Ada satu orang lagi yg harus dia beritahu, tentang bagaimana cara cinta menyatu.

Kesampingin ego dan emosi, duduk dan bicarain dulu semua dari hati ke hati.

Tegas. Tanya apa maunya, juga dirimu. Lalu ambil langkah diantara dua itu.

Gillaaa! keren beuttt kata-kata gue kamprettt.


Senyum geli terukir diwajah Virgo saat kembali membaca pesan yg diketik. Icon bulat bergambar pesawat kertas yg terletak disebelah kanan layar pun ia tekan, mengirim rangkaian kata-kata indahnya itu agar sampai tujuan. Semoga sang penerima bisa membaca dan memikirkan baik-baik langkah yg akan diambil, sehingga tak ada penyesalan yg selalu datang dirasa pada akhir.

Di lain pihak, sebuah notifikasi pesan berhasil mengalihkan perhatian sang pemilik yg sedang menatap kedepan menjadi pada ponsel di genggaman tangan. Sembari melangkah, mata dan tangannya fokus untuk membuka dan membaca pesan yg didapatkan.

Tadi gue ketemu Virgo, dan gue udah kasih tau ke dia persis kayak yg lo bilang kemaren. Asli gue ngerasa bersalah udah boong. Tapi gue juga ngeri sih, soalnya dia nyeremin kalo berantem.

Langkah terhenti, berikut juga netra jernih yg ikut menutup diri. Helaan napas kasar ia keluarkan, berharap bisa mengenyahkan perasaan tak enak yg tiba-tiba menjalar diseluruh tubuh dan pikiran. Lantunan masa lalu kembali tervisualkan secara indah dikepala, padahal sama sekali tak ingin lagi mengingat itu semua.

Kenapa harus secepat ini? Setelah banyak hari yg terlewat, kenapa pria itu tetap mendekat. Tak sadarkah pria itu, alasan kenapa dia pergi tanpa memberitahu?

"Ayo Key buru. Udah mau masuk ini."

Mata Keyra kembali terbuka. "Sorry."

Kembali kaki digerakan, menapaki lantai langkah demi langkah untuk mencapai tujuan. Balasan pun tak lupa Keyra berikan, pada Alea yg sudah mau mengikuti apa yg ia perintahkan.

Thanks.




***




Baru kali ini Danang mengetahui, ternyata tak perlu suatu hal yg berbau wah atau mewah untuk memanjakan diri. Cukup dengan bangun siang dan bermalas-malasan, ternyata sudah bisa menjadi sebuah liburan. Sesimple itu ternyata, luar biasa.

Dia memang pernah tidur siang, tapi tidak dengan tidur sampai siang. Hidupnya selama ini selalu teratur dari senin sampai minggu. Semua telah terjadwal apik tentang apa-apa yg akan ia lakukan, ajaran dari keluarganya terkenal disiplin soal waktu.

Tak ada yg namanya bermalas-malasan seperti ini sedari ia kecil dan bisa berfikir sendiri. Hidupnya sudah diarahkan oleh orang tuanya, dan mungkin itulah yg menyebabkan dia menjadi manusia kaku. Baru sekarang-sekarang saja ia bisa bebas, semenjak tidak tinggal lagi bersama orangtuanya, juga berkat tiga orang aneh yg dikenalnya bernama Alam, Virgo dan Violin.

Waktu menunjukkan hampir pukul 12 siang, dan dirinya baru saja selesai mandi bahkan masih mengeringkan rambut sekarang. Hal ini menjadi rekor baru untuknya, sebab ini pertama kalinya dia bangun tidur lebih dari jam 10 siang. Di lain hal, hari ini juga menjadi absen tanpa keterangan pertamanya setelah selama ini menjadi siswa dan pelajar.

Bukan hal yg membanggakan memang, tapi Danang cukup terkesan dengan hal yg baru di alami. Pantas saja Alam dan Violin sangat rajin dalam urusan molor dan bermalas-malasan, ternyata rasanya memang cukup nikmat dan menyenangkan.

Sekarang bahkan ia merasa tubuhnya sangat segar dan ringan berkat bangun siang. Serius, dia akan melakukannya lagi lain kali.

'Tiitt.. Cklek'

Gerakan mengeringkan rambut yg Danang lakukan terhenti seketika, akibat suara asing yg didengar telinganya. Indera pendengaran ia tajamkan. Jika tak salah apa yg barusan ia dengar adalah suara pintu unitnya yg terbuka.

Benar saja. Suara langkah kaki yg sangat jelas saat ini menguatkan kecurigaan jika ada orang asing yg masuk ke apartemenya.

Mode defense Danang aktifkan, pemikiran langsung tertuju pada pria licik bernama Arsya yg mungkin sedang ingin balas dendam kepadanya. Bangsat! Mainya gini ternyata si mulut comberan. Nyewa orang buat abisin gue. Awas aja kalo gue selamet nanti.

Pelan Danang menggerakan kaki agar tak menimbulkan suara, mencari benda apapun disekitar yg bisa digunakan untuk pertahanan diri. Tak ada orang yg mengetahui kode pin apartemennya kecuali dirinya sendiri. Dan ini jelas sebuah kejanggalan yg patut diwaspadai.

Sebuah gunting berhasil didapatkan, segera Danang berjalan menuju pintu secara perlahan.

Gagang pintu sudah Danang pegang, tinggal bagaimana caranya membukanya, secara pelan atau frontal. Sebab ia sangat yakin jika langkah yg terdengar tadi berhenti tepat dibalik pintu kayu depanya ini.

'Tok tok tok'

"Nang!" seru cukup keras suara dari balik pintu. Seorang perempuan yg tai asing untuknya.

"Alea."

Gagang danang putar dsn menarik pintunya secara cepat. Ternyata benar, didepannya berdiri sosok perempuan yg masih menjadi versi terbaik dia inginkan.

Jantung Danang berdetak cepat dan keras meski tubuhnnya sudah mengendur dan sedikit rileks dibanding tadi. Matanya nyalang menatap perempuan yg sedang tersenyum manis didepanya.

"Kenapa lo bisa disini?" memang lega dirasakan karena apa yg dipikirkan ternyata salah, tapi bukan berarti ia tak terkejut. "Kenapa lo bisa masuk Alea?"

Senyum Alea luntur seketika. "Lo?"

"Jawab," sama sekali Danang tak berniatan menggubris. "Kenapa lo bisa masuk?"

Sedrastis ini kamu berubah Nang? Satu kata yg berganti ternyata berefek sangat besar untuk Alea. Sembilu seperti sedang mengoyak hatinya, tak menyangka jika sejauh ini sikap Danang berubah dalam satu hari saja.

Rasa ingin menangis tiba-tiba Alea rasakan, namun cepat ia menguatkan diri setelah kembali tergiang perkataan Virgo, Keyra, juga Audrey. "Maaf, aku ngga sengaja liat kode pin kamu malem itu." senyum Alea paksa kembali mengembang. "Aku bawa makanan buat kamu. Pasti kamu belom makan kan?"

Dengusan kasar Danang keluarkan sambil beebalik dan berjalan menjauh. "Jangan gini Alea." gunting secara asal Danang lempar kembali ke atas meja belajarnya. "Stop it please. Semuanya udah jelas kemaren."

"Apa yg harus berhenti?" Alea berjalan mendekat. Sungguh ia tak mengerti maksud Danang. "Apanya yg udah jelas selain aku yg ngga pengen kamu menjauh Nang?"

"Gue masih inget jelas apa yg lo bilang malem itu." tubuh Dananh berbalik, memberikan tatapan sinis pada Alea yg berdiri tepat didepannya. "Gue biang masalah lo. Dan ngga ada orang yg ngga pengen nyingkirin penyebab masalah dari hidupnya."

"Aku ngga pernah pengen kamu pergi." meski merasa ketakutan pada sosok didepannya yg terlihat jelas sedang emosi saat ini, Alea mencoba untuk tetap tegar dan tenang. "Sekalipun aku ngga pernah bilang dan pengen kamu pergi Nang."

"Kata-kata lo secara tersirat udah bilang gitu Alea. Dan gue cuma realisasiin." kembali Danang berjalan, kali ini menuju lemari untuk mengambil baju. "dan gue cukup sadar diri buat tau maksudnya. Harusnya lo seneng, setelah yg lo denger kemaren. Arsya yg lo mau, dan lo bisa denger sendiri janjinya kemaren."

Mengambil acak baju yg tergantung, Danang kemudian memakainya sembari berjalan mendekati nakas disamping ranjang untuk mengambil ponselnya. Mustahil membuat Alea pergi dari apartemennya, jadi lebih baik ia sendiri yg menyingkir.

"Kamu yg nyimpulin itu sendiri Nang." mata Alea terus mengikuti gerakan Danang yg terburu-buru. "Kenapa ngga nanya aku dulu?

Kekehan geli keluar dari Danang, merasa lucu dengan perkataan Alea. "Buat apa gue nanya kalo jawabannya udah jelas?"

"Bisa kita bicara sambil duduk dan ngga pake emosi dulu?" setelah semua masukan juga pengalaman-pengalaman yg terjadi, Alea tak mau ikut terpancing emosi kali ini. Harus ada yg tetap tenang diantara mereka.

"Ngga ada yg perlu dibahas lagi Alea." Tangan Danang meraih ponsel di nakas tepat disamping ranjangnya. "Semuanya udah jelas kemaren. Dan itu udah final."

Layar smartphone dihidupkan sehingga memperlihatkan beberapa pesan notifikasi dilayar. Tak ada yg menarik untuk Danang, kecuali satu pesan yg berasal dari Virgo.

Kesampingin ego dan emosi, duduk dan bicarain dulu semua dari hati ke hati.

Tegas. Tanya apa maunya, juga dirimu. Lalu ambil langkah diantara dua itu
.

Gillaaa! keren beuttt kata-kata gue kamprettt.

Dengusan tak bisa Danang tahan untuk keluar setelah membaca pesan sok bijak itu. Lihai jarinya mengetik sebuah kata untuk membalas.

Bacot!

Walaupun balasan mengerikan diberikan, nyatanya Danang tetap mengikuti pesan Virgo yg dibacanya barusan, menarik napas dalam-dalam demi meredakan emosi yg memang sedang dialami.

"Nang, please ayo duduk dan bicara." kembali Alea berjalan mendekati. Mereka butuh bicara tenang, dan ia harus membuat Danang mau. "Setelah bicara nanti, terserah keputusan kamu mau gimana. Tapi tolong dengerin aku dulu. Juga aku mau dengerin gimana mau kamu."

Hembusan napas pelan Danang keluarkan bersama mata yg kembali terbuka setelah sempat dipejamkan. "Oke. Buat yg terakhir kali."

Percuma sebenarnya, keputusannya untuk menjauh sudah bulat, dan itu juga demi Alea sendiri. Tapi tak apalah, untuk terakhir kali akan ia tururi keinginan Alea yg memintanya mendengarkan.

Senyum cerah terbit dibibir Alea. Tanganya bergerak meraih telapak besar dan kuat milik Danang untuk digenggam, lalu menariknya agar mengikuti langkah untuk keluar kamar menuju sofa.

Kepala Danang sedikit tertunduk dengan Langkah yg digiring Alea. Hangat dan nyaman bisa ia rasakan pada gengaman tangan mereka yg sangat pas. Sayangnya semesta tak mengizinkan mereka bersatu seperti tautan yg sedang terjadi, padahal genggaman tangan mereka terlihat sangat cocok dan serasi.

"Duduk dulu, biar aku ambilin makanannya." halus Alea memberi instruksi pada Danang yg hanya diam.

Elusan Alea berikan pada lengan Danang yg bisa dilihat sedang tak sadar. Hanya beberapa puluh langkah saja, dan Danang masih sempat-sempatnya melamun.

"A-gue ngga laper." Elusan Alea cukup ampuh ternyata. "Langsung aja mau ngomong apa." Danang beringsut mengambil duduk tepat ditengah-tengah sofa.

"Yaudah. Aku ambil minumannya aja kalo gitu. Tadi aku beliin americano kesukaan kamu." kembali Alea berjalan menuju meja makan yg tak jauh dan berada dibalik Danang masih dalam satu ruangan.

Tak ada jawaban yg Danang berikan, lebih memilih menyenderkan diri pada punggung sofa bersama mata yg ikut dipejamkan. Baru beberapa belas menit lalu harinya terlihat menjanjikan tenang dan damai, tapi sekarang otaknya kembali pusing dengan semua hal yg seharusnya sudah selesai kemarin.

Alea yg sudah berada di meja makan terdiam beberapa saat menatap minuman yg ada tepat didepannya. Ragu menyelimuti dirinya atas apa yg sudah dipikirkan beberapa waktu lalu sebelum kemari.

Melihat respon Danang yg sama sekali tak memperlihatkan hal baik dan justru bersikap dingin, sepertinya memang tak ada jalan lain lagi. Apa yg ia kemukakan nanti mungkin takkan berpengaruh pada Danang yg mempunyai sifat keras dan teguh pada pendirian. Pria itu penuh perhitungan dalam segala hal. Semuanya pasti sudah dipikirkan matang-matang termasuk apa yg diucapkan kemarin saat dirumah sakit.

Sling bag yg ada di atas meja Alea raih perlahan dan membukanya, lalu mengeluarkan sesuatu dari dalam sana. Otaknya sudah buntu dan tak bisa memikirkan cara lain yg efektif selain ini. Jika Danang tak mau dipeluk secara sukarela, maka ia akan melakukan dengan cara paksa.

Mata Alea beralih pada Danang sekilas, memastikan pria itu tak berbalik kearahnya. Yakin jika Danang takkan melihat, secara cepat Alea membuka tutup minuman berlogo putri duyung kembar bernama siren dan memasukan sesuatu yg mengandung zat kimia afrodisiak kedalamnya. Lalu diaduk menggunakan sedotan agar tercampur selagi tangan satunya memasukan wadah yg sudah kosong kembali kedalam tas.

Hembusan napas Alea keluarkan berupaya tenang sebelum kembali melangkahkan kaki menuju Danang bersama minuman di genggaman tangan. Otakku udah buntu Nang, ngga tau lagi gimana caranya buat kamu ngga ngejauh selain dengan ini.

Bibir Alea tarik keatas walau pikirannya berkecamuk. Berusaha tak terlihat mencurigakan yg nyatanya susah dilakukan.

Sampai di samping sofa, segera Alea sodorkan minuman tepat didepan Danang. "Nih minum dulu, nanti keburu cair esnya."

Danang tak segera menerima, hanya menatap wadah berisi minuman yg ada diepan. "Buat ini cepet selesai Alea."

"Aku juga mau gitu," Tubuh Alea beringsut duduk celah antara Danang dan tangan sofa, tak lupa memberikan tatapan lembut untuk pria yg setia memasang wajah dingin disebelahnya. "Tapi aku mau kamu tenang dulu. Jernihin pikiran kamu, biar kita bisa enak ngobrolnya."

Untuk kesekian kalinya hembusan napas kasar Danang keluarkan. Minuman yg masih Alea angsurkan cepat diambil alih dan segera meminumnya.

Maaf Nang. Aku Janji ini keegoisan dan kehendak terakhir yg aku paksain ke kamu. Setelah ini, aku bakal nurut dan lakuin semua yg kamu pengen, kecuali ngejauh atau pergi.

Minuman yg masih berisi setengah Danang taruh ke atas meja depannya. "Gue mau ngerokok dulu." dan meraih bungkus rokok juga korek yg tak jauh dari posisi minuman.

"Disini aja." cegah Alea meraih lengan Danang yg hendak beranjak. "Ngerokok disini aja. Aku ngga papa."

Jika biasanya Danang akan mengalah dan urung menyulut rokok jika ada Alea didekatnya, kali ini sikap bodo amat ditunjukkan meski tahu asap rokok adalah hal yg sangat Alea benci.

Baru saja Alea berjanji dalam hati takkan berlaku egois dan memaksakan kehendaknya pada Danang. Dan inilah awal dari janji yg direalisasikan. Sedikit waktu akan ia beri pada Danang untuk menikmati candu, sebelum mulai membahas masalah rumit yg terjadi.

Tangan Alea meraih minuman yg ada meja, ingin ikut menenggak cairan yg sudah ia tambahi sesuatu tadi. Ia sadar apa yg diminumnya, dan memang tujuannya adalah ingin ikut merasakan efek dari zat yg sudah tercampur bersama-sama dengan Danang.

Butuh sekitar 30 menit untuk zat yg mereka minum bereaksi pada tubuh, dan dalam tenggat waktu itu, Alea akan memaksimalkannya untuk berbicara menyelesaikan semua ini. Dimulai dari sekarang.

"Kamu masih inget ngga waktu kamu bilang cinta pertama kali ke aku?" rokok yg akan Danang hisap terhenti di udara sekilas, walaupun akhirnya berhasil terapit dibibir juga. "Kalo boleh ngeralat dan bicara jujur, waktu itu ada dua hal yg aku rasain. Ada sedikit bahagia dibalik besarnya dilema."

Pernyataan itu membuat Danang menolehkan kepalanya ke arah Alea yg menatap lurus kedepan.

"Aku udah bilang kan alesannya kenapa nolak waktu itu. Dan kalo boleh nambahin lagi, sebenernya aku juga ngerasain hal yg sama kayak kamu." kepala Alea ikut menoleh pada arah Danang, sehingga kedua netra mereka bisa saling bersua. "Aku juga punya rasa yg sama ke kamu. Aku cinta sama kamu."

"Bullshit Alea." raut Danang berubah keras. Matanya tajam mengancam. Setelah semua usaha yg Alea lakukan dalam menolak perasaannya, cuma orang bodoh yg akan percaya pada perkataannya barusan. "Jangan bohong cuma buat bikin aku ngerubah keputusan. Sumpah aku bakal benci sama kamu."

Alea menggeleng pelan, sama sekali tidak sedang berbohong. "Look at my eyes Nang. Kamu yg paling tahu gelagat aku kalo lagi bohong. Ini bisa jadi obrolan terakhir kita, aku cuma pengen jujur dan ungkapin semuanya tanpa ada yg ditutupin lagi."

Sayangnya emosi membuat Danang tak bisa objektif membedakan apakah Alea sedang jujur atau berbohong.

"Kita ngga tau siapa yg lebih dulu ngerasain itu, aku atau kamu. Dan siapapun itu yg lebih dulu, faktanya cuma kamu yg berani ungkapin perasaan. Aku terlalu takut sama hal-hal dari pemikiran aku, yg terjadi karena pengalaman yg udah aku alamin. Kamu tahu sendiri gimana aku yg selalu nangis ujung-ujungnya. Dan itu yg bikin aku takut."

"Gimana bisa kamu bandingin aku sama orang lain?!"

"Iya aku tahu, baru tahu tepatnya. Itu kesalahanku, aku akuin itu." balas Alea cepat. "Kamu satu-satunya orang yg selalu ada buat aku disaat sedih, lalu siapa yg ada buat aku kalo orang yg bikin sedih itu kamu? Pemikiran-pemikiran kayak gitu yg bikin aku takut. Dan ketakutan-ketakutan itu yg bikin aku ngga jujur dan nolak cinta kamu."

"Aku ngerti." tubuh Danang bersender pada punggung sofa, tiba-tiba tubuhnya tak mempunyai tenaga setelah berhasil menyadari satu hal dari ucapan Alea barusan. "Dan aku malah bikin ketakutan kamu jadi nyata kan? Dengan mutusin buat ngejaga jarak."

"Iya." Alea membenarkan. "dan aku semakin takut setelah kemarin, karena yakin banget kalo kamu ngelakuinya bukan buat sementara."

"Emang." tak ada lagi amarah dalam diri Danang kali ini. Semuanya bisa surut dengan cepat. "Tapi kamu dulu yg milih buat pergi. Dan itu buat aku sampe sini"

"Aku menghindar, bukan pergi. Rasa takut bikin aku punya pemikiran kalo kita harus berjarak. Aku pikir, cinta yg aku rasain bisa hilang kalo kita ngga ketemu selama setahun, juga dengan cari cowok lain tentunya. Dan keyakinan aku buat menghindar makin kuat setelah kamu nyatain perasaan."

"Kamu setakut itu sama cinta?" tanya Danang dengan pandangan menerawang ke atas.

Alea menggeleng meski tahu Danang tak bisa melihatnya. "Aku ngga takut cinta. Tapi aku takut, cinta bikin kamu pergi. Dan sekarang bener-bener terjadi." cinta bukan objeknya, tapi alasan dari objeknya.

Danang menggerakan kepalanya kearah Alea. "Dengan ataupun tanpa cinta, aku pasti bakal pergi Alea. Itu cuma soal waktu."

"Iya," Alea sangat paham maksudnya. "Tapi cinta buat itu semakin cepat Nang. Itu keyakinan aku."

"Terus mau kamu gimana Alea?" lirih Danang berucap, sarat akan kefrustasian. Wajah di alihkan berikut juga tubuhnya yg bergerak menyamping memunggungi Alea. "Mau kamu gimana?"

"Jangan pergi."

"Kamu ngga pengen aku pergi tapi kamu justru bersikap sebaliknya."

Jika tahu cinta bisa membuat orang seperti ini, sungguh ia takkan pernah mau merasakan apa itu cinta. Pertama kali dia merasakan cinta, hanya ada kesakitan yg dirasa tanpa kunjung menemukan muara.

"Disaat aku berjuang, kamu dorong aku menjauh. Tapi saat aku mau ngejauh, kenapa kamu malah narik kayak gini? Apa yg kamu mau? Tolong jangan mainin aku kayak gini." Setelah ini, ia bersumpah tak akan jatuh cinta lagi.

Nada lirih yg bisa terdengar jelas membuat air mata Alea turun tanpa dia sangka-sangka.

"Maaf." Ternyata sikapnya selama ini telah menyakiti pria yg sedang memunggunginya ini sedemikian dalamnya. Ketakutan-ketakutan atas dasar yg tak bisa disamakan telah menghancurkan hati pria yg selama ini menguatkannya. "Maaf."

Tubuh Alea bergeser mendekati, mengulurkan tangan menuju pundak Danang yg setia memunggungi.

"Nang." getaran Alea rasakan dipundak Danang, hal yg kontan membuat matanya membulat dan tubuhnya menegang sesaat.

Alea mencoba menarik tubuh Danang agar menghadapnya, namun tubuh itu kokoh bertahan.

"Nang please." air mata semakin deras membasahi wajah Alea.

Astaga, sudah terlalu berlebihan kah dirinya selama ini?

"Nang!" rengek Alea yg sekuat tenaga memaksa tubuh Danang berbalik dengan kedua tanganya.

Benar saja, saat akhirnya berhasil menarik tubuh Danang hingga berbalik, pemandangan memilukan tersaji didepan mata Alea.

Air mata wanita diciptakan supaya pria melupakan tangisnya, lalu bagaimana jika sang perempuan yg membuat pria menangis?

Tak ada air mata yg terlihat memang, namun mata memerah dan wajah yg terlihat menyerah sudah cukup merepresentasikan jika batin Danang saat ini sedang menangis.

"Ya tuhan." Segera Alea merangsek memeluk tubuh Danang yg tak bertenaga sangat erat.

"Aku capek Alea. Aku ngga sanggup lagi. Cukup ya?" mohon Danang dengan sangat. Ia tak bisa lagi lebih dari ini. Tak apa dia di cap lemah karena menyerah. Sungguh ini diluar kapasitasnnya. "Aku ngga kuat lagi."

Tangis Alea semakin menjadi. Wajah ia benamkan pada ceruk leher Danang yg sama sekali tak membalas dan hanya menyenderkan kepala dipundak saja. Seumur hidup dirinya bersama Danang, baru kali ini pria itu menampilkan wajah putus asa seperti tadi.

"Kamu ngga perlu ngapa-ngapain lagi." apa yg dilihatnya barusan lebih dari cukup untuk menggambarkan perjuangan Danang selama ini. "kita mulai lagi sama-sama ya? Kita bareng-bareng terus."

Gelengan lemah Danang berikan. "Aku mau istirahat. Aku ngga sekuat itu."

"Iya istirahat aja." Alea menarik kepalanya, sehingga bisa melihat wajah yg menggambarkan kesakitan batin. "Istirahat selama yg kamu mau, tapi izinin aku buat nemenin ya?"

Sangat perlahan, netra Danang mulai bergerak membalas tatapan berkabut milik Alea. "Kamu sama Arsya atau siapapun itu aja. Kasih aku waktu sebentar, buat ngilangin perasaan aku, biar nanti kita bisa balik kayak dulu."

"Jangan!" Alea menggeleng panik. "please jangan, Aku ngga mau kayak dulu. Aku mau kita bareng terus sampe tua, saling cinta."

"Aku ngga akan pergi, janji. Kamu ngga usah takut dan paksain itu." Jika memang sudah jalannya seperti ini, tak apa lah dia berkorban sekali lagi. "Jangan paksain lawan ketakutan kamu. Aku bakal balik lagi jadi pendengar, penenang, dan apapun itu kayak dulu. Tapi aku butuh waktu."

Kembali Alea menggeleng kuat, menolak usul Danang."Kamu bisa berkorban segitunya buat aku, kenapa aku ngga bisa sedikit ngelakuin hal yg sama buat kamu."

Setulus itu Danang kepadanya, lalu apa yg perlu dia takutkan?

"Jangan nyerah ya? Aku mohon. Maafin aku karena baru sadar." kedua tangan Alea bergerak menuju rahang tegas Danang. "Kita mulai bareng-bareng dari sekarang ya? Ayo kita buktiin kalo ketakutan aku ngga berdasar dan salah kaprah. Kamu mau kan?"

"Arsya? Aku udah janji sama dia. Dan seba-"

"Persetan sama dia!" raung Alea memotong cepat. "Aku cuma mau kamu sekarang. Cuma kamu yg tulus dan berkorban segitu besar buat aku."

"Sekarang aku yg takut Lea." Danang menundukan kepalanya. Jika selama ini Alea takut pada efek yg ditimbulkan cinta, maka sekarang ia takut dengan cinta itu sendiri. "Setelah semua yg terjadi ini, cuma satu kesimpulan yg bisa aku dapetin. Cinta itu rasa yg ngga mengenakan. Apa yg kamu takutin, aku pikir itu semuanya bener."

"Nang," Alea memaksakan dirinya untuk bersikap tegas. Jiwa Danang sedang bimbang saat ini, dan dia bisa merasakannya, Karena ia dulu pun sama. "Itu semua salah. Percaya sama aku, itu semua ngga nyata. Aku udah pernah ngerasain sebelum akhirnya bisa sadar karena temen-temen aku."

"Tapi-"

"Makanya ayo kita lihat bareng-bareng." potong Alea lagi, tak membiarkan Danang semakin larut dalam ketakutan dan kebimbangannya. "Kita lihat, apa cinta emang ketakutan-ketakutan yg kita khawatirkan, atau justru sebaliknya. Kita ngga akan tahu kalo ngga lihat itu sendiri. Kalo cinta emang nyakitin, kita bisa balik lagi kayak dulu. Tapi kalo ketakutan kita ngga nyata, kita harus lanjutin cinta kita. Dan selama kita mastiin itu, aku Janji bakal disamping kamu terus."

Apakah ini benar?

Perlahan Danang kembali menegakkan kepalanya, sehingga bisa melihat wajah Alea yg terlihat sangat serius. "Kamu yakin?"

Anggukan pasti Alea berikan. "Aku ngga pernah seserius dan seyakin ini."

Memang tak seharusnya hubungan menjadi sebuah ajang coba-coba seperti ini. Namun mereka perlu dan harus membuktikan itu. Demi menemukan kebenaran dari rasa yg diberi nama cinta. Apakah memang ketakutan yg seperti dipikirkan, atau justru indah seperti iming-iming dalam cerita.

Senyum tipis akhirnya mau berkembang di bibir Danang setelah semua ini. "Yaudah, ayo kita buktiin."

Kembali tangis keluar dari Alea yg sigap merangsek dan memeluk tubuh Danang. Bukan tangis sedih seperti yg lalu, kali ini tangisnya terjadi akibat membuncahnya perasaan haru. "I love you."

Tak perlu disuruh, balasan Danang berikan tak kalah eratnya pada tubuh perempuan yg selama ini dia harap-harapkan untuk dimiliki. "I do love you Alea. More than you know."

Setelah semua yg terjadi, akhirnya ia bisa mengungkapkan perasaannya dengan leluasa. Bahkan hal yg sama ternyata juga dirasakan oleh perempuan yg dia cinta.

Perasaan yg berbalas ini lebih dari cukup untuk Danang. Dia tak bisa meminta lebih dari ini.

"Kenapa nangis?" pelukan coba Danang urai supaya bisa melihat wajah Alea.

"Aku seneng." sedikit jarak dibuat, sehingga keduanya bisa saling melihat.

Wajah sembab kemerahan berikut senyum manis dibibir adalah gambaran yg Danang tangkap dari Alea, membuat kedua tanganya otomatis bergerak menghapus sisa-sisa air mata disana. "Aku juga seneng."

Mereka saling menatap intens dengan pancaran bahagia yg nyata untuk beberapa saat, sebelum sesuatu perlahan muncul dalam diri Danang yg membuatnya hilang konsentrasi. Tidak tahu bagaimana, tapi matanya menjadi tak fokus dan tiba-tiba beralih turun kearah bibir Alea yg saat ini terlihat menggoda.

Rasa aneh perlahan menjalar kuat disekujur tubuhnya, dan secara pasti semakin bertambah kuat setiap detiknya.

Melihat Danang yg tiba-tiba memejamkan mata dan menggeleng kuat, Alea tahu sepertinya pengaruh sudah mulai menjalar ditubuh prianya saat ini. Karena secara perlahan walaupun belum besar, ia juga mulai merasakan.

"Rasain aja." bisik Alea pelan sambil menggerakan jemari tangan kirinya untuk menyugar rambut Danang. "Jangan lawan."

Jika di kondisinya yg seperti biasa, bisikan dan sentuhan Alea pastilah takkan berpengaruh sebesar ini untuk tubuhnya yg saat ini gemetar hebat.

Saat Danang kembali membuka matanya, pemandangan indah wajah Alea bisa dilihatnya hanya dalam jarak kurang dari 10 cm. "Badanku rasanya aneh."

Kembali, Danang hanya bisa berfokus pada mata Alea sebentar saja. Setelahnya kembali lagi bergerak kebawah menuju bibir merah merona milik Alea dengan sendirinya.

Tanpa berkata-kata, Alea memangkas jarak yg ada diantara wajah mereka secara perlahan dengan mata yg terpejam. Gelora yg sama besar menguasai tubuhnya saat ini.

Naluri yg menguasai tubuh menyuruh Danang agar ikut memejamkan mata saat wajah Alea semakin mendekat.

Arus listrik merambat hebat disekujur tubuh tak kala sebuah sentuhan sama-sama dirasakan pada bibir mereka. Alea mendengus gelisah, begitu juga Danang yg sama-sama tak bergerak setelahnya.

Beberapa detik terlewat tanpa ada pergerakan, dan Alea yg masih bisa berfikir pun dibuat sadar bahwa ini adalah yg pertama untuk Danang. Jadilah dengan rasa yg didewakan, Alea memulai menggerakan bibirnya untuk mengecap rasa yg ada pada bibir lawannya.

Pengalaman sama sekali tak Danang miliki tentang hal ini. Dia nol besar, karena sekalipun tak pernah merasakan. Untungnya naluri masih dia punya, jadilah ikut membalas apa yg Alea lakukan walau ragu-ragu.

Alea yg sadar jika harus memimpin pun mulai mendominasi keadaan dengan menambah intensitas kecapan juga lumatan, berharap Danang bisa mengerti dan mengikuti secara naluriah.

Cepat belajar dan mengerti adalah kelebihan yg Danang miliki. Lalu ditambah naluri yg ia pasrahkan untuk mengontrol diri, jadilah tak butuh banyak waktu dan contoh untuknya bisa membalas sama persis seperti yg dipelajari.

Tubuh Alea merangsek lebih mendekat dan menempel bersama tangan yg tak lupa juga ikut merambat pada rahang kokoh yg intens membalas lumatannya. Dominasi masih Alea pegang, meski terlihat semakin kesusahan akibat kelihaian balasan yg Danang berikan.

Kuluman bibir mulai Alea berikan, sigap Danang ikut melawan. Alea menggerakan lidahnya untuk menjilati, Danang pun ikut melakukan walau sesekali. Terus-menerus hal seperti itu terjadi. Alea mengajari, Danang cepat mengikuti. Sinergi terjadi dalam kenikmatan yg sedang terjadi. Gelora nafsu semakin menjadi-jadi pada dua sejoli yg sepakat memulai kisah baru beberapa saat lalu.

Dalam lumatan yg sedang terjadi, sayangnya ada sesuatu yg sedang menipis dan butuh diisi.

"Mmmmh-ahhh.." Alea melepas pagutan lebih dulu. Bila oksigen bukanlah suatu kebutuhan yg harus ada dalam paru-paru, tentu apa yg terjadi saat ini tak ingin ia akhiri lebih dulu.

Napas terengah keluar dari mereka berdua silih berganti dan saling bersahutan. Kening dan hidung yg saling menempel membuat mereka bisa jelas melihat kabut nafsu pada mata mereka yg saling menyelami.

Sentuhan hangat Alea rasakan pada punggungnya dari tangan Danang yg merayap disana. "Boleh-hahh aku minta sesuatu."

"Apa?"

Alea tak langsung menjawab, matanya lebih dalam menyelami netra hitam legam Danang lebih dalam. Ia sedang meneguhkan hati akan apa yg sedang dipikirkan.

"Bilang aja, aku pasti turutin." yakin Danang karena tak kunjung mendapatkan jawaban. Saat ini dia butuh untuk segera pergi dari hadapan Alea sebelum hal buruk bisa ia lakukan dengan gelora yg memenuhi tubuh.

"Kamu yakin apapun?" Alea ingin memastikan sekali lagi.

"Janji."

Senyum mengembang lebar diwajah Alea yg mengerakkan kepala menyamping. Kalungan tangan dilakukan sebagai tumpuan agar tubuhnya bisa leluasa bergerak mengangkangi paha Danang sebelum akhirnya duduk diatasnya.

Bibir Alea sentuhkan ditelinga Danang sebelum membisikan sesuatu yg membuat Danang kaget setengah mati.

"Hamilin aku." bisik Alea mengharap.




***




Menunggu adalah sebuah hal membosankan yg harusnya tak perlu ada didunia. Virgo masih ingat jelas pernah berbicara seperti itu dulu. Dan sampai saat ini pun begitu, sebab rasa dari menunggu masihlah sama dirasakannya.

Dirinya berada di trotoar pinggir jalan saat ini, sedang melakukan misi menunggu tak pasti tepat diseberang jalan depan gapura gedung B kampusnya.

Matanya terus mengawasi setiap orang yg keluar ataupun masuk melewati gapura besar bertuliskan nama Universitasnya. Entah harus berapa lama dan sampai kapan ia melakukan ini. Satu yg pasti, sampai ia dapat menemukan Keyra lagi.

Setelah informasi yg ia dapatkan dari Alea beberapa jam lalu, hanya cara ini lah yg terpikirkan olehnya dalam waktu sesingkat itu. Menanti tak pasti dan terus menatap satu-persatu orang yg melewati gapura dengan harapan salah satunya adalah Keyra.

Bisa saja ia masuk dan menyatroni seisi gedung untuk mencari Keyra. Sayangnya ia sama sekali tak memiliki kenalan yg bisa menjadi tour guidenya di gedung B.

Tentu saja ia bisa melakukannya sendiri dan bertanya pada mahasiswa lain. Tapi itu bukanlah hal yg efektif menurutnya, walaupun menunggu juga bukan hal yg efektif sih. Pemikiran bahwa saat ia berkeliling didalam gedung dan Keyra justru keluar lah yg membuatnya urung melakukan hal itu.

Sebenarnya ia ingin meminta bantuan Alea lagi untuk memenaminya menyatroni gedung B mencari tempat fakultas bisnis berada. Tapi perempuan itu sendiri sudah memiliki masalah dengan Danang yg sedang coba diselesaikan, lalu mana tega ia meminta tolong disaat orang yg dimintai tolong sedang dalam kesusahan sendiri.

Mungkin beberapa hari kedepan bisa, disaat urusan Alea dengan Danang selesai. Untuk sekarang tak apalah seperti ini, yg penting dirinya berusaha dulu walaupun hanya dengan cara menunggu.

"Mas intel ngga pulang?"

Wajah Virgo kontan berubah datar mendengar panggilan aneh yg diberikan bapak-bapak pedagang es cincau disebelahnya.

"Virgo pak." Virgo menolehkan kepalanya menatap bapak-bapak penjual yg sedang sibuk entah melakukan apa itu. "Kan udah saya suruh panggil Virgo aja pak. Ngeri saya kalau bapak panggil gitu, bawaanya pengen beli walkie-talkie biar bisa bilang, kijang satu ganti."

Dalam masa menunggunya yg entah sudah berapa lama ini, Virgo sempat berkenalan dan mengobrol banyak dengan pedagang es cincau disebelahnya yg memberi julukan intel hanya karena pakaian serba hitam yg ia kenakan.

Tawa geli keluar dari sang bapak penjual yg ternyata sedang memberesi peralatan siap-siap untuk berganti tempat atau pulang. "Udah jam tiga lebih loh mas. Mahasiswa mah udah banyak yg pulang sekarang."

Yah, Virgo sempat menceritakan kenapa dia hanya duduk saja disini dalam waktu yg tidak sebentar. Dan setelah ia menjelaskan jika sedang mencari dan menunggu seseorang, sang bapak semakin yakin bahwa ia adalah intel. Ngawur memang.

"Gitu ya pak?" Virgo melihat layar smartphone digenggaman, dan ternyata memang benar. Lumayan juga, sudah 4 jam lebih dia disini.

"Iya mas, makanya saya mau keliling sekarang."

Virgo menghela napas panjang sembari melempar asal batang rokok di antara jarinya. Memang hasil tak mungkin didapat hanya dengan sekali usaha. Dan sepertinya ia harus menghentikan usahannya untuk hari ini lalu kembali esok lagi. Keberuntungan yg ia miliki tidak cukup kuat untuk bisa membuat semesta mempertemukannya dengan Alea.

"Yaudah deh pak, saya besok balik lagi kalo gitu." Seru Virgo bangkit dari duduknya diatas motor.

Raut senang nampak terlukis diwajah sang bapak yg sudah berada diposisi siap mendorong gerobaknnya. "Wah, saya ada temen ngobrol lagi dong besok."

"Siapa bilang?" Helm urung Virgo pakai agar bisa memperlihatkan raut malasnya pada sang bapak. "Besok saya nunggunya pas didepan gerbang, biar bapak ngga bisa ngobrol sama saya." sinis Virgo yg hanya bercanda, lalu kembali melanjutkan memakai helm.

"Gitu amat mas intel sama saya." kekeh geli sanga bapak yg sudah merasa sangat akrab dengan Virgo yg asik diajak ngobrol dan tidak merasa risih padanya. "Saya gratisin es besok deh."

"Tiga gelas tapi. Kalo engga, saya ngga mau."

Giliran sang bapak yg berganti raut menjadi datar. "Nihh gerobak saya bawa sekalian."

Dan Virgo tak bisa menahan tawanya untuk keluar setelah mendengar banyolan sang bapak. "Tapi saya makasih loh pak, karena udah mau nemenin saya ngobrol hari ini. Besok ketemu lagi kita, sanstuy."

"Sippp!" Jempol diacungkan pada Virgo. "Sanstuy, kita ketemu lagi besok." balas sang bapak meniru ucapan Virgo.

Hanya geleng-geleng kepala yg Virgo lakukan. merasa geli dengan perangai kocak tulang punggung keluarga itu.

"Saya pamit keliling dulu kalo gitu mas."

Anggukan Virgo berikan dengan badan yg sedikit membungkung menghadap sang bapak. "Silahkan. Hati-hati pak! Salam sama anak istrinya dirumah!"

"Oke."

Tangan tua berkulit gelap karena paparan matahari yg masih terlihat kuat itupun sigap mendorong gerobak yg menjadi alat mata pencahariannya selama ini, menjauh dari Virgo yg setia mengawasi dengan senyum bangga yg sayangnya tertutupi helm.

"Gue yakin istrinya bakal bersyukur berapapun hasil yg dikasihny nanti. Soalnya tahu bagaimana niat dan berjuangnya suami buat menafkahi."

Tak mau berlarut dalam rasa tak enak yg tiba-tiba hinggap, Virgo memilih untuk segera naik dan menyalakan motornya.

Motor Virgo jalankan pelan dan berhenti tepat dipinggir jalan, melihat kekiri-kekanan untuk memastikan lalu lintas sebelum ikut bergabung kejalanan. Hal yg sama juga berlaku untuk mobil yg baru saja keluar dari gapura tepat seberang jalan depannya, yg membuat mata Virgo terfokus saat tak sengaja melihatnya.

Mata Virgo terbelalak lebar, pandangnya seketika terkunci pada sosok yg mengendarai mobil berwarna hitam tepat diseberang jalan itu. Sosok wanita yg sudah ia cari-cari dan tunggu kemunculannya. Wanita yg dia jadikan alasan kenapa bisa berada di sini akhirnya ia lihat kembali saat ini.

Keyra.

"KEYRA!" kepanikan saat itu juga hadir pada Virgo bersama banyak rasa lainya. "Key!"

Perempuan dibalik kemudi terlihat sama sekali tak mendengar teriakan Virgo, masih fokus melihat kiri-kanan, keadan sekitar.

"Keyra!" teriak Virgo lagi merasa frustasi. Dia sudah sedekat ini dengan Keyra, tapi kenapa tangannya tetap tak bisa menjangkau perempuan didepannya, begitu juga teriakannya yg tak kunjung membuat Keyra sadar posisinya. "KEYRA!"

Kepanikan yg bercambur besar rasa takut semakin memuncak dirasakan Virgo saat melihat mobil Keyra perlahan mulai melaju, sebelum akhirnya bergabung bersama pengendara lain dijalanan.

Sigap Virgo menekan kopling dan menarik gas dalam-dalam, menghiraukan kendaraan lain dan melajukan motornya secepat mungkin untuk mengikuti mobil Keyra yg masih bisa dilihatnya.

Mengendari motor bak jalan warisan dari eyangnya, Virgo memacu kendaraan secara asal mengejar mobil Keyra yg tak cukup jauh berjarak.

Keuntungan besar Virgo dapat karena mengendarai motor. Beberapa manuver berbahaya ia lakukan untuk menyalip kendaraan didepan. Walau cukup riskan, hasil yg didapat ternyata sepadan, sebab dengan cepat ia bisa menyusul mobil Keyra dan tepat berada dibelakangnya sekarang.

Meskipun rasa takut akan kehilangan kembali tersemat kuat dalam benak, Virgo memaksa diri untuk tetap berfikir jernih menggunakan otak. Semua pemikiran gegabah dan konyol ia enyahkan dari pikiran, mencoba tetap tenang meskipun sebenarnya mustahil dilakukan. Cukup di pesta Alea aja aku kehilangan kamu. Kali ini ngga bakal aku biarin, gimanapun caranya.

Dia tak ingin gegabah dalam bertindak, seperti menyalip Keyra dan memotong jalur Keyra secara paksa agar berhenti mendadak. Itu terlalu berbahaya, dan jelas ia tak mau melakukan hal yg bisa mencelakakan dirinya, lebih-lebih Keyra.

Jadi keputusan yg Virgo ambil adalah tetap membuntuti Keyra dari belakang, berusaha agar tak kehilangan jejak hingga Keyra sampai pada tujuan. Pemikiran itu tentu lebih baik dari pada harus memaksa Keyra untuk berhenti. Dan selama dalam perjalan, ia akan berusaha agar tak tertinggal ataupun kehilangan jejak. Seharusnya itu mudah untuknya yg mengendari motor.






Tak tahu berapa lama Virgo setia mengikuti mobil dengab tetap menjaga jarak aman agar tak kehilangan. Tapi yg pasti, akhirnya Keyra sampai pada tujuanya juga. Bisa dilihat saat ini mobil Keyra sudah melaju pelan bersama lampu sein yg dia nyalakan, menandakan perempuan itu akan berbelok kekanan.

Tanpa basa-basi Virgo pun melakukan hal yg sama saat mobil Keyra berbelok pada gedung yg ternyata adalah sebuah gedung apartemen. Terus Virgo mengikuti dari belakang hingga masuk ke area parkir yg ada dibawah tanah.

Jarak Virgo buat sedikit jauh, sebab tak mungkin ia bisa kehilangan Keyra di dalam area parkir ini. Kekhawatirannya sudah sedikit berkurang meski belum sepenuhnya hilang.

Setelah sedikit lama mencari, akhirnya Keyra bisa menemukan tempat untuk memakirkan mobilnya.

Melihat mobil Keyra sudah berhenti dan terpakir nyaman berjejer rapi dengan kendaraan lain, Virgo otomatis mempercepat laju motornya sebelum akhirnya berhenti tepat di belakang mobil Keyra.

Keyra turun dari mobil, Virgo pun melakukan hal yg sama dengan tak lupa melepas helm di kepala. Dengan langkah tergesa Virgo cepat menuju ke arah Keyra yg sedang menutup pintu mobil dan tak lupa mengaktifkan Alarm.

Dan ketika Keyra akhirnya membalikan tubuh, kejutan dapatkan atas kehadiran sosok tiba-tiba berdiri tepat dihadapanya.

"I found you Keyra." Lirih Virgo yg berwajah sendu, menatap sosok perempuan di depannya yg terlihat sangat terkejut akan kehadirannya.

Sebuah kejutan kembali Keyra dapatkan saat tubuh pria didepannya tiba-tiba merangsek mendekat dan memeluknya sangat erat. "Ee-ehh."

"I found you."

Semua rasa menyeruak dalam diri Virgo. Bahagia, sedih, marah bercampur aduk menjadi satu. Tapi ada satu perasaan yg lebih dominan, yaitu luapan rindu yg akhirnya tersalurkan.
Rupanya semesta berbaik hati setelah melihat perjuangan Virgo selama ini. Ditemukan dia pada Keyra yg masih terdiam kaku sedang mencerna apa yg terjadi.




Kekuatan terbesar manusia adalah ketakutan.

~J_bOxxx~
Lelah yg sangat indah hu.. Bres jg marathon ane dini hari ini.. Sangat menikmati plot yg disajikan, detail yg sangat mempesona. Makasih hu, ane seduhin kopi yak ☕😁
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd