Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Laila

Maaf kemarin2 sibuk. Baru bisa apdet

"KAKAK!! Kakak di mana?" seru Laila begitu masuk ke dalam ruang tamu.

Sejak Ran melamar dirinya. Laila memang semakin sering berkunjung ke rumah itu. Belakangan, dia bahkan punya kunci sendiri yang diberikan oleh calon suaminya itu.

Tak ada jawaban. Dia tahu Ran ada di rumah karena mobil dan motor kekasihnya masih ada di garasi. Mungkin pria, yang setengah tahun lagi akan menjadi suaminya itu, masih tidur di kamar atas. Laila pun naik untuk membangunkan.

Laila sudah beberapa kali ke atas, ke kamar Ran. Memang biasanya sang calon suami tahu diri untuk tetap di bawah, menunggunya yang sibuk membereskan kamar pria itu. Tanpa ragu dia membuka pintu, yang untungnya tidak terkunci, dan melangkah masuk.

Hapal dengan situasi kamar, Laila dengan mudah menemukan Ran masih berbaring dengan dada telanjang dan tubuh bagian bawah berselimutkan sprei, yang berantakan. Tak urung jantungnya pun berdegub, tersenyum memandangi kekasihnya.

Meski tidak kekar, tubuh Ran cukup berotot. Dada dan perutnya sedikit membentuk, walau memang tak sebagus badan para binaragawan. Laila menyukainya, terutama rambut-rambut halus yang menutupi hingga ke bawah, menyusup ke balik sprei. Mungkin menyatu dengan rambut kemaluannya, pikir Laila nakal.

Iseng, Laila membelai dada Ran. Tak ada reaksi. Meski begitu pria itu mendesah pelan ketika jemarinya menyapu puting sang kekasih.

"Kakak... bangun... udah terang nih," panggil Laila pelan membangunkan.

"Heemmhhh..." Ran mulai menggumam namun tak juga terjaga.

Laila semakin ingin mempermainkan Ran. Segera jemarinya menyusuri dada pria itu. Namun gerakannya terhenti saat mencapai perut, matanya menangkap tonjolan di balik sprei. Gadis itu melongo, terkesima memandang kontol Ran yang terceplak jelas.

Jantung Laila kian berdegub dan nafasnya mulai berat. Bergeming beberapa waktu, jemarinya secara naluri menyentuh ujung kemaluan Ran.

Ran kembali mendesah dan Laila pun semakin penasaran. Ragu-ragu, digenggamnya kontol Ran. Merasakan betapa keras benda itu, yang kemudian berkedut pelan. Laila kaget, refleks menarik tangannya, mengira Ran terbangun. Namun pria itu masih terpejam.

Tambah penasaran, tangannya menyingkap sprei yang menutupi dan dengan cepat terpampanglah kontol Ran untuk dia pandangi. Besar dan keras dengan urat-urat yang menonjol. Tak seperti dugaannya, Ran mencukur bersih kemaluannya itu.

'Inikah benda yang akan mengambil keperawanannya suatu hari nanti,' tanya benak Laila sedikit takut namun mulai bergairah.

Sebuah adegan terlintas dari film yang diam-diam pernah ditontonnya, bayangan seorang wanita yang beraksi menjilati kontol pasangannya dan memasukkan dalam mulut. Maka Laila pun menirukannya.

Menggenggam kontol Ran, kepalanya maju, dan wajahnya menunduk mendekati. Tak lama lidahnya menyusuri kepala kemaluan Ran.

Laila lupa dengan tujuannya membangunkan Ran. Segera setelah menyesuaikan diri dengan rasa kontol di lidahnya, batang perkasa itu menghilang dalam kulumannya.

IMG-20151219-040443.jpg


"Laila! Kamu ngapain?" tanya Ran tiba-tiba terjaga mengagetkannya.

Sontak dia melepas kontol Ran, bangun berdiri dengan muka merah. Malu sekali dipergoki kekasihnya.

"Eh... ka-kakak. Enggak apa-apa... anu... udah terang... gini... eh... waktunya bangun... aku bikinin sarapan ya."

Laila berbalik tak menunggu jawaban, setengah lari keluar dari kamar meninggalkan Ran yang melongo. Tak lama duda itu pun tersenyum, bangkit dari ranjang menuju kamar mandi.​

***​
 
Neh lagi...
"MASAK apa say?"

Laila menoleh, tersenyum gugup melihat kemunculan Ran. Berdebar dengan penampilan pria itu. Terbata-bata memberitahu dia sudah menghidangkan teh hangat di meja ruang tengah.

Ran muncul dengan wajah segar. Rambutnya tersisir rapi, tampak masih basah. Tampan dan gagah, setidaknya menurut diri Laila. Namun bukan itu yang membuatnya salah tingkah. Usai mandi, Ran turun dengan hanya mengenakan boxer tipis, sengaja bertelanjang dada, dan bahkan tak mengenakan CD. Dengan santai pria itu memamerkan kontolnya yang terceplak, besar dan keras.

"Kamu nggak sarapan?" tanya Ran.

"Udah tadi sebelum ke sini. Kakak makan aja. Aku mo bersihin penggorengan," jawab Laila melirik kemaluan Ran.

Ran tak berniat sarapan. Gairahnya tak surut sejak mendapati Laila mengoralnya saat dia tidur, tak menyangka namun senang calon istrinya memiliki sisi nakal. Dia pun bangkit dari sofa menghampiri Laila.

"Ah kakak... bukan sarapan sana..." rajuk Laila manja, bergelinjang berusaha melepaskan pelukan Ran yang tiba-tiba, dari arah belakang

Ran hanya diam. Kedua tangannya memegang pundak Laila, memutar tubuhnya hingga mereka berhadapan. Menyasarkan pegangan ke sisi kepala gadis itu, Ran berbisik meminta maaf sebelum menarik wajah Laila mendekat dan memberi pagutan di bibir.

Awalnya Laila diam dengan bibir bergetar, tak lama dia pun merespon dengan menirukan pagutan Ran padanya.

Ciuman itu begitu menggairahkan, membuat Laila terbuai. Rambut-rambut halus di tubuhnya meremang. Bergetar ketika Ran menyampirkan jilbab ke pundak, menyingkap dadanya yang kian membusung penuh di balik blus dan BH.

Nafas Laila kian sesak, seakan Ran menyedot habis cadangan udara yang dimilikinya. Gadis itu tersentak, bergelinjang oleh belaian Ran di punggungnya. Geli dan merangsang.

Pakaiannya memang tipis, mungkin terlalu tipis hingga seakan jemari Ran langsung menyentuh kulitnya, terlalu tipis hingga jika saja dia tak menutupinya dengan blazer, yang teronggok di sofa, BHnya yang berwarna merah terang terlihat membayang dari balik blus. Bahkan lekuk tubuhnya tampak jelas membentuk siluet indah

Laila berusaha menarik wajahnya. Mencoba melepaskan diri dari Ran saat merasakan tangan pria itu meraih kancing-kancing blus di punggung. Namun perlawanannya anya setengah hati, sang kekasih dengan mudah melucuti, menarik pakaiannya ke bawah melewati bahu, dan tertahan di lengan.

"Kakak... please udah kak... aku takut kebablasan," iba Laila.

Tak ada alasan bagi dia untuk tetap bertahan, toh Laila juga menginginkan, maka dia pun pasrah. Dibiarkannya Ran melucuti pakaiannya, dia bahkan mempermudah pria itu. CDnya menjadi yang paling akhir, melorot jatuh ke lantai dapur, dan Laila pun telanjang bulat. Hanya jilbab yang tersisa di kepala.

Ran kian beringas. Lama sudah sejak terakhir dia menikmati tubuh wanita, hari ini dia akan kembali merasakannya. Maka Ran pun menyerang payudara Laila, mengulum, menghisap, dan menjilati putingnya. Kedua tangannya turun, meremas gemas pantat gadis itu.

"Oohhh... kakaak... geli sayang..." erang Laila.

Ran melepaskan Laila, memandangi wajah gadis itu yang menatapnya sayu, kini tak rela kekasihnya berhenti merangsangnya. Tersenyum, pria itu mundur. Bergerak cepat melepas boxer yang dipakainya, lalu mengulurkan tangan pada sang calon istri.

Laila mulai merasa takut. Selama ini dia selalu memegang prinsip untuk hanya menyerahkan keperawanannya pada pria yang dia cintai di malam pertama pernikahan. Kini gadis itu tak tau lagi apakah dia masih bisa mempertahankan prinsip yang dipegangnya.

Meski penuh kebimbangan, Laila tetap menyambut uluran tangan Ran. Gugup saat pria terkasihnya itu membimbingnya menuju sofa lalu meminta gadis itu duduk.

"Kakak..." ujarnya lirih. Nalurinya ingin berujar pada Ran untuk berhenti sebelum semuanya terlambat. Namun kata-kata penolakan tak mampu keluar, justru patuh saat pria itu mengangkangkan pahanya lebar-lebar.

Kedua mata Laila melebar dan tubuhnya gemetar kecil menyaksikan Ran menggeser meja menjauh lalu berlutut di antara pahanya. Segera saja pria itu menunduk dengan wajah yang tanpa ragu semakin maju dan kian mendekat menuju kemaluannya.

"Kakak mau apa?" tanya Laila tercekat. Sebuah pertanyaan yang telah dia ketahui jawabannya.

"A-aaahh kakaaaak..."

Laila tersentak dengan perut mengangkat, terkejut oleh sensasi geli namun nikmat yang baru pertama dirasakannya saat lidah Ran menyapu belahan memeknya. Refleks kedua tangannya berusaha mendorong kepala pria itu, namun ditepis. Gadis itu kemudian mencoba merapatkan paha, tapi calon suaminya itu menahan pahanya.

Setengah hati Laila berusaha melepaskan diri. Tentu saja dia tak mampu melakukannya. Ran terus menyapukan lidahnya, membasahi kemaluannya. Tak lama pria itu berhenti di sebuah tonjolan daging, di atas liang nikmatnya, lalu mulai menghisap pelan.

Seketika deraan nikmat yang jauh melebihi sapuan lidah Ran menghantam, dan Laila pun lupa dengan penolakannya. Prinsip yang selama ini dipertahankannya menguap saat sang gadis menjerit dan bergelinjang hebat.

"Kakaak... a-aahhh... aahhh... aahhh... udah kaakk... please... oohhh..."

Laila semakin tak tahan, namun Ran tak mempedulikan ibaan gadis itu, dan terus menjilat dan menghisap kemaluannya. Jemarinya ikut bermain, mencolok-colok liang vagina Laila berusaha tak terlalu dalam. Ran tidak mau merusak selaput vagina kekasihnya, setidaknya belum, dan bukan dengan jarinya.

Laila terbuai oleh rasa geli dan enak. Ada rasa perih saat jemari Ran menyusup ke dalam liangnya, namun tak sebanding dengan kenikmatan rangsangan pria itu.

Hanya beberapa saat lalu gadis itu masih memberontak, mendorong kepala Ran dari kemaluannya. Namun sekarang keadaan berbalik. Kedua tangannya yang menjambak rambut Ran menarik sang calon suami, seakan dia berusaha agar pria itu semakin kuat menghisap klitorisnya.

"Kakak... please kaaakk... a-aku... a-akuu... aaaggghhhh..."

Tak mampu melanjutkan kata-katanya, Laila menyentak, perutnya mengangkat ke atas, dan mengayang. Di saat yang sama kepalanya menengadah dengan mata membelalak dan mulut membuka, namun tak ada lagi desahan, erangan, maupun jeritan yang keluar.

Orgasme pertama Laila telah melanda, yang pertama sepanjang usianya, yang memasuki kedewasaan. Begitu dahsyat dan nikmat seakan membawanya terbang tinggi, lalu terhempas ke sofa dengan nafas terengah-engah.

Entah berapa kali vagina Laila memancarkan cairan cinta. Layaknya musafir haus yang menemukan sumber air, Ran tanpa jijik dan ragu menghisap tiap tetesnya.

Selesai sudah. Ran pun mengangkat wajahnya, tersenyum memandang Laila yang membalas lemah. Dibiarkannya sang kekasih membelai kepalanya yang masih berbalut jilbab.

Ini kah waktunya? Tanya Laila dalam hati memandang Ran yang menggenggam kontolnya sendiri lalu mulai mengarahkan pada belahan memeknya yang berkilat licin.

Laila tau hal ini akan terjadi dan seharusnya dia memang siap untuk itu. Namun kini menatap kontol Ran yang kian mendekat, justru dia malah merasa takut dan ragu.

"Tu-tunggu kak," pintanya ketika kepala kontol Ran menyentuh belahan memeknya.

Laila sudah berusaha menguatkan diri, bersiap, dan mencoba memasrahkan diri, namun rupanya dia memang belum siap. Dalam hati dia masih ingin mempertahankan prinsipnya untuk hanya menyerahkan keperawanan di malam pernikahannya kelak. Terbata-bata dia pun menjelaskan hal itu pada Ran. Lirih memohon pengertian sang calon suami.

"Maafin aku kak," ibanya menundukkan kepala.

Laila tau Ran pasti kecewa, dia bisa liat itu di wajahnya. Tak ayal gadis itu merasa sangat bersalah, apalagi dia lah yang memancing semua ini. Takut-takut, tak lama Laila pun mengangkat wajahnya untuk memandang Ran, yang pastinya marah kepadanya.

Di luar dugaan, Ran sama sekali tak menunjukkan kemarahan. Kekasihnya itu justru tersenyum, meski senyuman itu tak bisa menutupi kekecewaan, di mata pria itu.

Lembut, Ran mengatakan bahwa dia mengerti ketakutan Laila, memahami prinsipnya, dan dia bersedia menunggu hingga gadis itu siap.

Laila pun merasa lega, tersenyum oleh kedewasaan yang pria itu tunjukan. Dalam hati dia bersyukur mendapatkannya sebagai calon suami dan dia pun semakin tambah mencintai Ran.

Meski lega namun Laila tetap merasa bersalah. Maka dia pun menawarkan diri untuk memuaskan Ran dengan cara lain. Membelai dan mengocok kontolnya, atau memberinya oral. Meski belum berpengalaman, dia yakin Ran bisa membimbingnya. Namun Ran menolaknya dengan lembut.

"Takut nanti aku malah nggak tahan. Yang ada malah aku perkosa kamu," ujarnya bercanda.

Usai sama-sama berpakaian. Laila menghabiskan sisa pagi itu dengan menemani Ran melanjutkan sarapan. Setelahnya mereka pun mengobrol dan bercanda mesra hingga gadis itu mohon pamit menjelang waktu ashar.​

***​
 
Menu berbuka untuk yg puasa setengah hari :ngakak

PAGI itu Ran bangun kesiangan maka dia memutuskan untuk sekalian saja ijin satu hari dari kantor.

Setelah dua tahun menduda dan di waktu yang sama tak merasakan nikmatnya wanita, kemarin hampir saja dia bisa kembali menyalurkan hasrat biologisnya.

Ran sangat mengerti alasan Laila, dia menghargainya. Untuk itu dia semakin mengagumi sang kekasih. Namun konsekuensinya kini dia merasa tanggung.

'Tau gini dia terima tawaran oral dari Laila,' ujarnya dalam hati menyesali. Sudahlah, sudah terlanjur. Masih ada cara lain untuk menuntaskan rasa tanggung ini.

Ran beranjak dari sofa, naik ke atas menuju kamarnya.NTak sampai sepuluh menit Ran kembali ke ruang tengah membawa sebotol wine dan gelas di tangan. Usai meletakkan di atas meja, dia pun tampak sibuk mengoneksikan TV ke tablet yang juga dibawanya.

"Obat mujarab untuk kentang (kena tanggung)," ujarnya tersenyum. Dengan TV menayangkan film bokep, Ran pun 'menghibur' dirinya sendiri.

"Woi!!! Siang-siang ngocok sendiri!"

Hampir saja Ran terlonjak dari sofa karena terkejut. Refleks tangannya meraih bantal sofa menutupi kemaluannya yang mengacung bebas, mematikan TV lalu menoleh.

"Sa-sarah? Ngapain kamu ke sini?" semburnya kesal. Ternyata mantan istrinya lah yang datang mengagetkan.

Sarah menjelaskan bahwa dia baru saja mengantar suaminya ke bandara, lalu berniat ke kantor Ran untuk mengajak makan siang. "Kata orang kantor kamu ijin sakit makanya aku ke sini. Nggak taunya..." lanjut wanita itu cekikikan, lalu dengan santainya memutari sofa dan duduk di sebelah Ran.

"Emang kamu nggak kerja?" tanya Ran, matanya tanpa lepas mengikuti Sarah.

"Cuti. Tadinya mo ikut mas (suaminya) tapi nggak jadi," jawabnya enteng mengambil gelas wine Ran yang masih terisi penuh, lalu menenggaknya.

Ran hanya bisa menggelengkan kepala. Wanita, yang pernah menjadi teman hidupnya itu, ternyata tak berubah, masih saja cuek. Well, mungkin hanya sifatnya saja. Secara fisik Sarah tampak gemukan. Apalagi cara berpakaiannya hari itu, jauh lebih berani dibanding ketika menjadi istrinya.

Hari itu Sarah mengenakan sebuah atasan tipis warna softpink. Blus, tanktop, gaun? Entahlah. Ran tak mengerti fashion untuk tau apa nama pakaian Sarah.

Satu hal yang pasti pakaian itu sangat seksi, terbuka di bagian punggung, menggantung di tubuh Sarah dengan tali kecil, di masing-masing pundak mulusnya.

Ran tau Sarah tak mengenakan BH, belahan payudaranya tampak menantang, tak tertutup oleh atasan yang berdada sangat rendah. Pria itu bahkan bisa melihat puting kecil Sarah terceplak di balik bahan tipis pakaian.

Menambah keseksian Sarah. Wanita itu memadukan atasan yang dikenakan dengan celana pendek ketat berbahan jeans, yang sangat mini hingga memamerkan kedua paha mulus.

FB-IMG-1448732017054.jpg


Tak ayal, Ran yang memang sedang bernafsu merasakan birahinya semakin terpancing oleh penampilan Sarah. "Kenapa? Tambah horny ya liat aku?" godanya, tau Ran sedang menjelalati tubuhnya.

"Sial! Ya iya lah. Sapa juga yang nggak horny liat penampilan kamu. Lagian laki lo nggak marah apa?" gerutu Ran menjawab.

"Nggak. Kan aku dandan begini buat dia. Lagian nggak ada yang liat. Aku kan baru turun dari mobil di depan rumah," jelas Sarah santai.

Tanpa Ran mampu menghentikan, Sarah tiba-tiba merampas remote di tangannya lalu menyalakan TV. Tak lama adegan persetubuhan, yang sebelumnya pria itu tonton, kembali muncul di layar.

"Masih aja suka nonton beginian. Makanya cepetan kawinin pacar kamu biar ada pelampiasan," ujar Sarah, kemudian menopangkan dagu pada tangan, sembari menatap layar TV.

Sarah memang tau hubungannya dengan Laila. Beberapa bulan yang lalu, Ran pernah saling memperkenalkan keduanya.

"Nggak juga?" Ran membela diri.

"Kebetulan aja aku lagi pengen," lanjutnya ikut menonton.

Tak ada respon dari Sarah maka Ran pun melirik ke samping, merasakan desiran hangat yang muncul saat memandang kemontokan mantan istrinya sebelum matanya kembali ke layar TV.

Selama beberapa menit, baik Ran maupun Sarah tak berbicara, fokus menatap TV yang mempertontonkan adegan oral pemeran wanita pada pasangannya.

"Sar..." panggil Ran memecah kebisuan di antara mereka.

"Hhmmm? Kenapa?" tanya mantan istrinya sambil menengok.

"Bantuin aku dong... nggak tahan nih."

Sarah melongo mendengar permohonan itu. Jangankan wanita itu, Ran sendiri kaget, nafsu yang tak tersalurkan ternyata membuatnya meminta tanpa pikir panjang.

"Gila kamu. Aku kan sekarang istri orang. Ngocok aja sendiri sana," semprot Sarah.

Mendengar itu Ran pun nekat. Maka dia mengangkat bantal yang sedari tadi ada di pangkuannya. Dengan segera kontolnya mengacung keras dalam tatapan Sarah yang langsung merona dan memalingkan wajah. "Ya udah aku ngocok sendiri," ujarnya.

Adegan di TV pun kian panas. Sepanjang waktu berselang Ran dengan sengaja membelai kontolnya sendiri di sebelah Sarah. Dia tahu wanita itu mulai bernafsu, terlihat dari nafas yang semakin berat, dan duduknya yang tampak gelisah. Sesekali pria itu memergoki mantan istrinya itu melirik ke arah selangkangannya.

"Ampun deh nih cowok," omel Sarah akhirnya tak tahan oleh pancingan mantan suaminya itu. "Sepong aja ya dan cuma kali ini aja. Awas kalo laki gua tau."

Segera setelah berkata seperti itu, Sarah menggeser duduknya semakin mendekat, mengambil alih bantang kontol Ran sembari membalas senyum kemenangan pria itu. Menyampirkan rambut panjangnya ke belakang telinga, wanita itu pun menundukkan kepala, dan mulai mengoral sang mantan suaminya.

"Enak Sayang?" tanya Sarah di sela-sela kuluman dan jilatannya.

Ran tersenyum. Sudah lama sekali dia tak mendengar panggilan itu. "Iya Sar. Enak banget. Terus Sarah, isep aku sampe keluar."

Sejujurnya Ran merasa sangat bersalah pada suami Sarah dan Laila. Namun pria itu dengan cepat menepiskannya, kembali menikmati tiap hisapan dan jilatan yang diterimanya. "Uuhhh Sarah. Aku nggak tahan. Please Sar, masukin memek kamu."

Sudah terlanjur, sekalian saja dia nekat meminta lebih. Tadinya dia pikir Sarah akan menolak, bahkan mungkin malah marah dan tak mau melanjutkan. Namun Sarah justru tersenyum lalu berdiri dan mulai menanggalkan celana pendeknya.

Sarah lalu mengangkangi pangkuan Ran sembari kembali meraih kontol pria itu lalu mengarahkan ke belahan memeknya, tak lupa sebelumnya menggeser tali g-string yang menghalangi, dan mulai bergerak turun.

Slep... kepala kontol Ran berhasil masuk. Meski agak sulit dan seret, Sarah terus menekan ke bawah hingga batang perkasa Ran bersarang penuh di liang vaginannya.

"Aaakkhhh..." keduanya pun mengerang bersamaan, menikmati kemaluan pasangan bersetubuh mereka.

"Ohh Sarah. Enak banget Sar," racau Ran.

"Iya sayang. Kontol kamu juga. Lebih enak dari suamiku," balas Sarah memuji yang membuat Ran tersenyum bangga.

Ran tak menunggu, dengan segera wajahnya maju untuk mengulum salah satu sisi payudara Sarah, sedang sisi lainnya menerima remasan dan pilinan dari pria itu. Bersamaan dengan itu mantan istrinya ikut bergerak, memajumundurkan pantat serta pinggul di pangkuannya, yang membuat batang kontolnya bergesekan dengan dinding vagina Sarah.

Begitu dimulai, persetubuhan itu langsung berlangsung dengan liar, baik Ran maupun Sarah saling melampiaskan kerinduan mereka pada nikmatnya kemaluan satu sama lain, dan membayar waktu yang hilang sejak pertengkaran serta perceraian mereka.

Ran yakin, atau lebih lepatnya berusaha meyakinkan dirinya meski dia masih menyayangi Sarah, sebagaimana perasaan wanita itu padanya, namun ini bukanlah cinta. Persetubuhan ini tak lebih dari sekedar pelampiasan nafsu seks mereka.

Panas menggairahkan, pergumulan Ran dan Sarah berlangsung singkat. Hanya belasan menit setelah mantan istrinya melesakan kontolnya, wanita itu mengalami orgasme pertama di atas pangkuannya. Hanya berselang beberapa menit, Sarah kembali nendapatkan klimaks, kali ini dengan Ran menyodok dirinya, yang berlutut menungging, dari belakang.

Dan akhirnya Ran pun menyusul. Mengerang memberi peringatan, pria itu mencabut kontolnya dari liang vagina Sarah, yang langsung berbalik untuk menggenggam batang itu, dan mengocoknya dengan cepat.

Sang mantan istri kemudian membuka mulut bersiap menerima semburan sperma Ran yang hanya dalam hitungan detik muncrat memenuhi mulutnya. Tanpa rasa jijik Sarah menelan cairan dari Ran, tak mempedulikan sebagian di antaranya yang mengotori wajah hingga rambutnya.

Persetubuhan terlarang dua orang yang pernah membina rumah tangga itu pun berakhir dengan keduanya secara bergantian membersihkan diri di kamar mandi.

Usai keduanya menikmati makan siang dengan masakan buatan Sarah, wanita itu kemudian mohon diri, meninggalkan Ran dengan sedikit penyesalan yang muncul dalam hati, karena perselingkuhan itu sampai terjadi. Meski begitu, sebagian dirinya berharap yang terjadi hari ini hanyalah sebuah awal.​

***​
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd