Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG LAKUNA : SESUATU YANG HILANG

Bimabet
*​

Eh tapi bentar, apa yang dimaksud “anak itu” adalah aku? What? Loh loh loh.. apa hubungannya ini semua sama aku coba? Terus kenapa dia jadiin aku objek tawar? Apa sebenarnya yang dia mau dari aku? Kenapa kayanya dia mau nyulik aku gini?

Sebenarnya sih, kalo dia enggak serem dan enggak ngayun-ngayunin katana kaya gitu, aku sih mau mau aja diculik sama dia, dijadiin peliharaan juga aku mau, asal dapet ehem ehem tentunya.

Heh!! Kenapa aku ngawur di waktu yang enggak tepat kaya gini sih? Bajinganlah..

“Sekarang siapa yang terlalu jumawa di antara kita? Hrrrmmhh..” Ujar si harimau pedang seraya semakin merendahkan tubuhnya, semakin bersiaga sebab perempuan itu semakin dekat dengan kami jaraknya.

“Apa ini berarti kamu menolak tawaranku, Sembawa? Sayang sekali.. aku ini bukan tipe orang yang bisa menerima penolakan.” Ujar perempuan itu seraya mempercepat langkahnya, kemudian melompat dengan ringan ke udara seraya melebarkan kedua tangannya.

Tangan kanannya memegang katana, sedang tangan kirinya memegang sarung katananya yang terbuat dari kayu. Bersamaan itu juga napasku langsung tertahan, melihat betapa tingginya lompatan perempuan itu di udara.

Baku hantam ini! Udah enggak bisa dielak lagi!

“RROOOAAARGGGGHHH!!!”

“OOUUGGGHH!!”

Harimau gigi pedang dan Anjing berkepala dua di depan kami pun segera berlari kencang, menyongsong arah datangnya perempuan bermata aneh itu. Terlihat jelas langkah kedua hewan jadi-jadian itu amat tegas dan tegap, lalu setelah itu mereka pun kompak melompat ke udara, menyambut hunusan pedang perempuan bernama Jenar itu tanpa ragu.

Aku menahan napasku kuat, melihat semua adegan itu dengan gerakan lambat, seperti ada mode slow-motion di mataku saat ini.

Semakin dekat, tubuh kedua hewan itu semakin dekat dengan tubuh si perempuan aneh dan gila yang hendak menculikku itu. Kaki depan kedua hewan itu terlihat menyongsong udara, dengan cakar-cakar panjang yang mengkilap diterpa cahaya temaram.

Hatiku benar-benar diterpa dilema, di satu sisi aku menghawatirkan kedua hewan jadi-jadian itu yang mungkin saja bisa tertebas oleh katana tajam nan mengkilap. Namun di sisi lain, entah kenapa aku juga mengkhawatirkan perempuan bernama Jenar tersebut, kalau-kalau ia terterkam oleh salah satu dari kedua hewan menyeramkan itu.

Apalagi setiap aku menatap kedua bola matanya yang berbeda warna itu, dan mengingat kembali tentang kata-kata lirihnya tentang iblis laknat dan hina yang sepatutnya tak lahir ke dunia, aku benar-benar merasa ada banyak kesedihan nan sayu di dalam ucapan dan tatap matanya tadi. Terasa mengena sekali rasanya.

Arrrgghh!! Sialan.. bangsat! Bangsat! Bangsat!

Aku enggak bisa nih ngeliat kaya gini, enggak bisa ngeliat perempuan cantik harus bertarung dengan hewan buas, yang sebuas-buasnya pun, bagiku hewan tetaplah hewan. Aku enggak tega kalau ngeliat kaya ginian nih.

Dan tepat beberapa centi sebelum tubuh perempuan bernama Jenar itu bersambut dengan tubuh kedua hewan di hadapannya, tiba-tiba saja..

CREESSSHHHHHH.. TRRAAAAKKK...

Mataku membelalak lebar ketika tepat cakar dari si harimau gigi pedang dan anjing berkepala dua itu mendarat di lengan maupun kakinya, tiba-tiba tubuh perempuan itu berubah menjadi gumapalan abu berwarna hitam yang luruh seketika itu juga. Hanya menyisakan sebatang kayu yang tadi ia gunakan sebagai sarung untuk katananya. Dan kayu itu sudah terlempar karena hantaman cakar dari si harimau pedang.

Sialan.. apa perempuan itu mati? Apa cakar harimau pedang itu mengandung kekuatan yang bisa membuat lawannya berubah jadi abu hitam seperti itu?

Aku terbelalak, sangat terperanjat, dan sepertinya bukan aku saja yang merasakan keterkejutan itu, karena empat orang yang mengelilingiku pun sama terperanjatnya.

Namun, tidak sampai satu detik setelagnya, aku bisa menangkap keterkejutan pula di wajah kedua hewan jadi-jadian yang masih melayang di udara itu, sebab tepat ketika tubuh Jenar luruh menjadi abu, mereka langsung menolehkan wajah ke arahku. Dari itulah aku bisa menangkap keterkejutan di wajah kedua hewan menyeramkan itu.

Apa ini? Kenapa mereka juga terkejut? Bukankah mereka sudah berhasil mengalahkan perempuan itu?

BUGH.. BUGH.. BUGH..

DEEGGHHH..

Kali ini jantungku benar-benar seperti berhenti ketika kurasakan ada tiga bunyi serangan beruntun yang kemudian disusul dengan pijakan sepasang kaki tepat di belakang tubuhku. Bola mataku reflek bergerak ke kanan dan ke kiri, dan kembali.. pandanganku menampilkan keseluruhan gerak lambat dari sekitarku.

Dua orang yang berada di sampingku melayang di atas tanah, terlempar karena sepertinya sesuatu menghantam tubuh mereka, aku bisa melihat semua gerakan itu sangat lambat. Lalu dari sela bawah ketiak sebelah kananku, ada sebuah lempengan besi mengkilap yang bergerak ke depan, dan itu adalah mata pedang yang terlihat berkilau tajam.

Sedang di sebelah kiri mataku, ada sebuah lengan yang menjorok ke depan dengan posisi menekuk ke dalam. Lalu mataku berpindah ke depan, si pembicara yang sepertinya juga merasakan serakan fajar reflek memutar tubuhnya, gerakannya terlihat lambat di dalam pendanganku, membuatku dengan cepat melirik ujung mata pedang yang bergerak melalui bawah ketiakku. Dan aku amat yakin, hanya tinggal menunggu waktu sampai mata pedang itu menancap ke tubuh sang pembicara di hadapanku ini.

CESSSSSHHHHH..

Shit!!

Aku merasakann ada sesuatu di dalam di dadaku, sesuatu yang kemunculannya menjalarkan rasa sakit di dada sebelah kiriku, sakitnya seperti ngilu bercampur sedikit rasa panas, seperti ada segumpal benda yang menerobos salah satu titik di ruas tulang dadaku. Dan masih dalam gerakan lambat, kini pandanganku pun kembali berubah menjadi hitam putih, cepat sekali berubahnya.

Arrggghhh.. rasa sakit ini, terakhir aku merasakan rasa sakit ini ketika aku berada di sekolah tempo hari, yang waktu aku pingsan di ruang musik sekolah. Kenapa rasa sakit ini datang lagi? Dan bangsatnya, rasa sakit ini jauh lebih nyeri dibandingkan waktu itu.

Arggghh persetanlah, aku enggak mau mikirin itu dulu, karena yang terpenting adalah, mata pedang yang menyelinap dari bawah ketiakku itu sudah semakin bergerak ke depan, semakin dekat dengan tubuh sang pembicara yang sudah mulai terputar di hadapanku.

Ah Shit..

Dan entah dapat ilham dari mana, tanpa aku perhitungkan lagi, aku langsung menggerakkan kaki kiriku, membawa tubuhku untuk sedikit berkelit ke samping, mengubah arah hadap tubuhku sekitar 90◦ derajat. Gerakan tiba-tiba yang kulakukan tentu saja membuat arah mata pedang di sampingku langsung berubah.

Lalu dengan cepat, kaki kiriku masuk ke belakang kaki orang tersebut, dan tanpa membuang waktu kedua tanganku langsung mencengkram betis bagian atas dekat lutut orang itu, kuangkat dengan kuat ke atas, membuat orang di belakangku itu reflek mengalungkan lengan kirinya di leherku, namun justru itu adalah kesalahan. Sebab dengan begitu, posisi kepalanya pasti akan sejajar dengan kedua kakinya yang sudah ku angkat.

Binggo!!

Dan dengan memanfaatkan gaya gravitasi, dimana otomatis itu akan membawa tubuh orang tersebut kembali ke bawah, aku pun segera merendahkan tubuhku. Kaki kananku ku luruskan, sedang kaki kiriku langsung menekuk, siap menyambut punggung orang yang coba membokongku ini.

Namun sayangnya, ketika semua reflek yang kulakukan itu terasa akan berjalan dengan lancar dan mulus-mulus saja, aku disadarkan pada kenyataan bahwa orang yang mencoba membokongku itu adalah orang yang sama dengan orang yang tadi diserang oleh si harimau gigi pedang dan anjing berkepala dua.

Ya! Orang yang membokongku adalah perempuan serem yang tadi tubuhnya berubah jadi abu dan hilang gitu aja pas kedua hewan jadi-jadian tadi menyerang. Sialan! Kenapa dia tiba-tiba bisa muncul di sini dan langsung memorak porandakan lingkaran yang dibuat oleh empat orang berjas hitam tadi? Bajingan!

Tapi sebajing-bajingannya juga, entah kenapa kaki kiriku justru reflek memberikan lonjakan, serta kedua tanganku pun langsung melepas cengkeraman, tubuhku lekas berkelit. Dalam gerakan lambat itu, aku mendorong tubuhku ke belakang, melonjak meninggalkan tubuh perempuan bernama Jenar itu melayang pelan di udara (sebab penglihatanku masih menyajikan gerak lambat).

Lalu mataku lekas beralih ke si pembicara yang kini sudah sepenuhnya berbalik badan dan memasang wajah terkejut menatap tubuh Jenar yang melayang di udara itu. Bangsat! Arrrgghhh.. orang itu terlalu lambat bereaksi, kalau dibiarkan ia bisa dengan mudahnya tersabet ujung katana yang dipegang oleh Si Jenar-Jenar itu!

Jadilah tepat ketika kakiku menapak tanah, aku segera melonjak lagi ke depan, menubruk tubuh si pembicara yang kaya kaku enggak jelas itu.

BRUUUGGG

Aku berhasil menubruk tubuh pembicara itu, namun aku menyadari sesuatu. Sesuatu yang amat aneh baru aja aku sadarin. Karena.. bagaimana bisa tubuh Jenar masih melayang di atas tanah, tapi tubuhku udah melakukan dua perpindahan tempat? Ini aneh..

Kaya.. kaya pandanganku melambat, tapi enggak dengan gerakanku. Gerakanku tetap berkecepatan normal!

BEEGGGHHH
BEEGGGHHH

Tubuhku yang menubruk tubuh pembicara pun jatuh ke tanah bersamaan dengan tubuh Si Jenar yang juga (pada akhirnya) terjatuh ke tanah. Gila.. ini bener-bener gila!

Aku pun memejamkan mataku sejenak, kuhela napasku dalam-dalam seraya kukencangkan urat-urat mataku. Setelah itu ketika aku membuka mataku lagi, kecepatan penglihatanku pun kembali normal, seolah mode slow-motionnya sudah hilang (namun mode monokromnya tetap). Bahkan aku sekarang bisa mendengar jelas derap langkah berlarian dari kedua hewan siluman yang semakin mendekat, eraman dan auman berat jelas juga terdengar.

“Mas enggak apa-apa?” Tanyaku cepat seraya bangkit, sedang si pembicara tadi hanya terperangah dalam posisi jatuhnya. Seperti kebingungan sendiri.

“Hah.. huh... untuk ukuran seseorang yang jiwanya tertutup oleh Sasah Sukma, aku benar-benar terkejut dengan kemampuanmu.”

Aku menoleh ke belakang, dan langsung mendapati perempuan itu sudah kembali berdiri dengan katana yang mengkilap di tangan kanannya. Berdiri dengan tegak dan santai sambil mengumbar senyuman.

Sialan.. siapa dia sebenarnya? Dan apa yang sebenarnya ia bicarakan?

“RAARRRGGGHH!!!”

“HHAAOORRGG!!!”

Tepat saat aku sudh sepenuhnya berdiri, harimau gigi pedang dan anjing berkepala dua berlari dengan kencang melewatiku, langsung melonjak untuk menerkam perempuan tersebut. Tapi ada yang aneh, sebab wajah perempuan itu terlihat tenang sekali, seperti hatinya terlahir tanpa ketakutan sama sekali. Padahal alaminya, sekuat apapun seseorang, jika menghadapi serangan seperti harusnya ia bisa sedikit memasang ekspresi bersiap dan harusnya memasang kuda-kuda.

DEGG..

Perasaan ini? Jangan-jangan.. Arrggghh.. tanpa pikir panjang aku pun langsung memajukan tubuhku selangkah, kuputar pinggulku dengan kencang seraya mengangkat kaki kananku sebatas pinggul. Lalu..

DAGGGGGHHHHH..

Telapak kakiku berhasil menyambar gagang katana yang dihunus oleh Jenar Maheswari, membuat katana itu terlempar jauh, dan pemegangnya langsung melompat mundur, membuat jarak denganku. Sialan.. kenapa perempuan ini senang sekali membokong sih? Dan kenapa aku bisa ngerasain kalau ada orang yang tiba-tiba mendekat seperti barusan? ARRGGHH persetanlah, itu biar aku pikirin nanti.

Mataku pun sekejap melirik ke arah Harimau gigi pedang dan anjing berkepala dua kembali, terlihat mereka mendarat di atas aspal dengan sebal, karena ini sudah kali kedua mereka hanya menerkam abu-abu berwarna hitam.

Auman dan gonggongan nyalak dari kedua hewan itu benar-benar memekakkan telinga, sumpah.

“RAARRGGHH!! BERHENTI BERMAIN-MAIN DAN HADAPI AKU BETINA LAKNAT!!” Seru Si Harimau gigi pedang dengan amarah membuncah, ucapannya langsung ditanggapi gonggongan nyalak dari kawan persilumanannya.

“Mundurlah Mas, bantu teman-teman Mas dulu, aku rasa.. aku bisa melindungi diriku sendiri.” Ujarku pada sang pembicara yang kini sudah berdiri kembali, ia sempat hendak menyanggah, namun cukup dengan satu tatapan mata, ia pun langsung menganggukkan kepalanya,, berjalan terseok mendekati rekan-rekannya yang sudah mulai bangkit satu persatu.

Lalu mataku kembali berfokus pada Jenar Maheswari, ia terlihat hanya tersenyum simpul, seraya bangkit dari posisi berlututnya, tangan kanannya langsung terentang dengan telapak tangan terbuka, dan dengan ajaibnya, katana miliknya yang sempat terlempar itu langsung melesat mendatangi sang pemilik.

TAAAPPPP..

Bajingan.. udah kaya palunya Thor yang di avengers aja assuuuu..

“Aku sepertinya tidak bisa meremehkan kepekaan dan kecepatan luar biasamu itu ya? Baiklah.. aku akan lebih serius kali ini.” Ujar Jenar seraya memutar-mutar sejenak batang katananya, matanya tajam menatapku, dan dia sama sekali tidak perduli dengan suara-suara dari si harimau pedang dan anjing berkepala dua tadi.

“APA KAU MENGABAIKANKU? HAH? AKAN KUCABIK-CAB..”

SSYYUUTTTTT...

Bangsat, kenapa dia bisa tiba-tiba sudah berada di depanku? Iya.. dia ada di depanku sekarang, dan ujung mata pedangnya pun sudah berada tepat di depan wajahku. Yang membuatku reflek melentingkan tubuhku ke belakang, membuat pedang itu hanya menyasar udara.

Bajingan.. udah terlanjur ngejengkang gini, mending jatohin badan sekalian lah.

Tak lupa, sembari menjatuhkan badan, kuayunkan kencang-kencang telapak kakiku ke atas, lalu..

BUGGGHH..

Sapuan vertikal telapak kakiku itu tepat menghantam dagu perempuan itu, membuat tubuhnya langsung terangkat dan telempar ke belakang. Shit.. aku salah sasaran, aku niatnya nyasar gagang pedang lagi, tapi dia malah terlalu maju ke depan.

Sialanlah.. aku bodohbanget asli..

“Maaf.. maaf.. saya enggak ada maksud buat nendang ke arah situ, enggak sengajaan sumpah..” Seruku seraya mulai bangkit, hal yang sama dilakukan oleh Jenar Maheswari. Ia terkekeh sembari mengeluarkan darah dari bibirnya.

“Kamu tahu enggak? Untuk ukuran lelaki muda, kamu termasuk sopan sekali.” Seru Jenar seraya menegakkan tubuhnya lagi. Matanya menghujam dalam-dalam mataku, dan kembali.. ada setitik keluh ketika mataku beradu dengan matanya.

DUG

“COK!” Pekikku keras seraya memegang kepala bagian belakangku, tubuhku sedikit terdorong ke depan dan hampir tersungkur jika saja aku enggak sigap nahan. Bajingan.. siapa yang berani-berani nempeleng aku sekenceng ini woy?

“Dasar bodoh, kenapa kau malah minta maaf pada orang yang hampir menebas kepalamu? Apa kau masih waras? Reerrggghh..”

Sialan.. ternyata itu si harimau jadi-jadian, dia sekarang udah berdiri di sebelah kiriku, dengan satu kaki bagian depannya yang masih terangkat, itu tuh.. kaki itu pasti yang barusan nempeleng kepalaku! Asuuuu..

“OUUGGGHH.. OUUGGHH.. GGERRRGGGHHH..”

“ASU!!” Makiku keras seraya menoleh ke sebelah kanan seraya kakiku bergeser ke arah sebaliknya, bajingan.. asi anjing kembar siam itu juga udah ada di sampingku. Kenapa enggak pake permisi dulu sih? Malah ngagetin kaya gitu.

“Sekali lagi kau menggonggongi wajahku, sungguh.. akan kucabut satu kepalamu! Hrrrmmmhh..”

“HERRNNNGG..”

Lah lah lah lah.. ngapa mereka ribut gini? Bukannya mereka temenan? Tapi kenapa kaya enggak akur gitu?

“Hoy.. kenapa kau memasang wajah seperti itu? Kau sudah sering melihat aku dan anjing manja ini tidak akur, tidak usah sok terkejut. Hrrrmmhh..”

Heh? Dihhh.. kok sok kenal gitu sih dia?

“Hey bocah tengik, apa kau sudah tidak takut denganku dan dengan anjing berkepala aneh itu?”

Heh?

“Ah ini gawat.. dengarkan aku baik-baik, apa kau pernah melihat hal-hal seperti ini sebelumnya?”

“Hah?”

“Kau benar-benar bodoh ternyata, tatap mataku ketika aku berbicara!” Bentaknya yang entah kenapa langsung membuatku menurut, kutatap dalam-dalam matanya yang bening tapi nyeremin itu.

Dan tiba-tiba.. ada perasaan nyaman sekali ketika menatap mata kucing besar menyeramkan ini, yang bahkan membuat bola mataku seolah enggak bisa berpaling.

“Sekarang dengar baik-baik setiap perkataanku.. semua yang kau lihat adalah sesuatu yang mustahil ada bukan? Aku.. anjing aneh itu.. semua was wus aneh ini. Semua ini tidak masuk akal bukan?” Harimau gigi pedang di sampingku ini bertanya dengan tatapan yang semakin diperdalam, dan tentu saja itu semua membuat kebingungan yang sempat pergi dari kepalaku langsung membuncah lagi. Hal itu membuatku refleks menganggukkan kepala.

“Tentu saja, karena ini semua hanyalah mimpi burukmu. Dan kau.. kau saat ini sedang ada di dalam mimpi, dan yang paling penting adalah, kau adalah pemeran utama dalam mimpi buruk ini.” Ujarnya lagi dengan nada tenang, mendengar itu alisku pun seketika mengkerut bingung.

“Ta.. tapi..”

“Ayolah.. mana mungkin di dunia ini ada hal-hal yang tidak masuk akal bukan? Dan ini semua karena kau sedang berada di dalam mimpi, mimpi yang sangat kuat, yang bahkan lebih kuat dari rep-repan atau ketindihan.” Ujar harimau itu menyela.

Ketindihan?

“Se.. seriusan?” Tanyaku mulai diombang-ambing kebingungan,bola mataku pun masih terikat dengan matanya, seolah au benar-benar enggak bisa ngalihin pandang kemana-mana. Sejuk banget coy natap mata kucing raksasa aneh kaya gini.

“Apa aku terlihat nyata bagimu? Apa mungkin di dunia ini masih ada harimau gigi pedang? Padahal ras harimau sepertiku sudah punah berabad-abad yang lalu. Dan yang terpenting, bukankah hewan yang dapat berbicara itu adalah sesuatu yang musathil ada?” Jawabnya dengan pengakhiran menggunakan kalimat tanya.

“I.. iya juga sih.. tapi kan..”

“Ayolah.. kau harus percaya padaku. Aku ini hanya projeksi alam mimpimu, semua ini hanyalah mimpi buruk. Dan kau tahu apa yang diperlukan untuk mengakhiri semua mimpi buruk menyeramkan ini?” Tanya harimau itu lagi dengan sembari menggerak-gerakkan lehernya.

“A.. apa?” Tanyaku meragu, benar-benar semakin terombang-ambing dengan nalar dan logikaku.

“Kita harus bahu membahu mengalahkan betina itu, karena dia sebenarnya adalah dedemit yang sedang menyamar untuk membuatmu ketakutan setengah mati.” Ujarnya santai saja. Aku pun membatin dengan kuat seraya berpikir keras.

Masa iya sih ini aku lagi ketindihan?

“Be.. beneran?” Aku bertanya ragu-ragu.

“Ya.. tentu saja. Kau bisa buktikan itu semua ketika nanti kau terbangun. Tapi kau tentu tahu bukan? Untuk terbangun dari ketidihan saja sangat susah, apalagi terbangun dari sebuah mimpi yang punya projeksi lebih kuat dari sebuah tindihan. Jadi.. kau harus percaya padaku, kita harus bekerja sama untuk melenyapkan dedemit itu, karena Cuma itu satu-satunya jalan agar kau bisa bangun.”

TAAARRRRR

“AWWW!!” Pekikku keras ketika dengan sekuat tenaga aku menampar pipiku sendiri.

“Hey bodoh? Apa yang kau lakukan?” Tanya Harimau itu dengan tatapan heran.

“Kalo emang ini Cuma mimpi.. kenapa sakit coba?” Ujarku sembari mengelus-elus pipiku sendiri.

“Hey.. lihat mataku, jangan beralih.. aku sudah bilang bukan? Mimpi ini tingkatannya sangat kuat, jadi semuanya akan terasa nyata. Maka dari itu, ketika nanti kita bekerja sama untuk melawan dedemit itu, usahakan agar kau tidak terluka sama sekali. Sebab kalau sampai terjadi sesuatu padamu, misalnya kau terluka atau semacamnya. Kau akan..”

“Kenapa? Saya bakal kenapa?” Tanyaku penasaran sebab harimau itu seolah menggantung kalimatnya.

“Hrrrmmhh.. kau akan.. hhrrmmhh... ah iya.. kemungkinan paling ringan kau akan mengalami koma, dan kemungkinan terberat kau bisa mengalami kematian sebab syarafmu terganggu. Kau tau bukan, ada banyak syaraf yang ada di kepala, dan syaraf-syaraf itu terhubung ke pusat otak, di antara syaraf-syaraf itu, ada syaraf yang mengatur ketika manusia tertidur. Dan jika syaraf itu..”

Aku menghela napasku dalam, sedang si harimau di sampingku terus menjelaskan tentang syaraf-syaraf, neuron, neutron, atom dan sebagainya. Sampai kepalaku rasanya mau meledak karena puyeng sendiri ngedengerin penjelasannya.

Huh.. dia ini kaya guru IPA lama-lama, bikin aku pusing dengan istilah-istilah sains yang sedang dia jelaskan.

“Kau mengerti kan?” Tanyanya menutup kalimat panjang lebar bak novel romansa. Aku yang memandanginya dengan bibir sedikit terbuka akhirnya hanya memberi anggukan saja. Karena kalau aku bilang belum ngerti, nanti dia malah ngasih penjelasan ulang.

Apa enggak tambah puyeng nanti? Lagian.. masa iya aku harus ngedengerin kuiah dari makhluk yang Cuma sekedar projeksi mimpiku?

“Jadi intinya kita Cuma perlu ngalahin dia kan? Abis itu saya bisa bangun? Gitu kan?”

“Benar sekali, ternyata kau tidak terlalu bodoh. Baik, mari kita hajar dedemit itu.. dan ingat.. jangan sampai kau terluka. Karena kalau sampai kau terluka, apalagi sampai terluka parah, itu akan mengganggu syaraf yang terhubung ke..”

“Oke cukup.. saya ngerti.” Aku menyela karena sumpah.. aroma-aromanya dia kaya mau ngasih kuliah fisika euy. Ampun deh kalau dilanjutin.

“Rarrrggghh.. Sekarang kita harus bekerja sama untuk menghabisi betina itu. Lakukan yang terbaik, dan ikuti saja nalurimu bocah tengik..” Ujar harimau itu yang langsung disambut dengan eraman berat dari anjing aneh di sebelahku. Sedang aku pun pada akhirnya ikut memasang kuda-kuda setengah.

Persetanlah.. kalau emang beneran aku lagi ketindihan, maka aku harus berusaha keras buat keluar dari ketindihan ini. Aku mengedipp-ngedipkan mataku sejenak, memandang lama-lama mata harimau itu entah kenapa sedikit membuat efek aneh di kepalaku, kaya enteng dan keliyengan di saat bersamaan.

Arrgghh.. persetanlah.. ini perasaanku aja.. aku kan lagi di dalem mimpi..

“Huhh.. sepertinya aku sudah cukup bermain-main dengan kalian, sekarang waktunya untuk lebih serius bukan?”

Mataku tajam terarah ke depan ketika Jenar Maheswari membuka suaranya. Tapi kok ada ya dedemit yang semolek dan secantik ini? Eh husshh.. namanya demit kan pasti bisa berubah-ubah wajah.

Huh.. oke oke, kalau dia emang dedemit, berarti dia bukan perempuan asli, jadi aku enggak perlu nahan diri. HUfftt..

Dan seperti ucapannya tadi, Dedemit bernama Jenar itu kini terlihat memasang wajah yang jauh lebih serius, merah di bola mata sebelah kanannya seperti semakin menderang, dan bahkan sekarang.. retakan-retakan di bagian wajahnya itu mulai memancarkan semburat cahaya gelap, kayanya semburat cahaya itu berwarna merah deh, dan kaya ada yang nyala-nyala gitu di dalemnya.

Nah kalo ini baru nih kayanya bakalan ngeri banget, sumpah.. ini ngeri pasti..

“Baiklah.. aku juga bosan bermain-main denganmu, mari kita selesaikan ini. Hoooaammsss hhrrrgghh..”

Wow wow wow.. hawanya makin engap pemirsah.. aroma-aromanya aku juga harus bersiap-siap gedebak-gedebuk nih..

“Kalian berdua benar-benar mengganggu urusanku!” Ujar Jenar Maheswari seraya mulai melangkahkan kaki, dan tiba-tiba saja, pedang katana di tangannya terlihat mengeluarkan asap, kemudian semakin lama pedang itu mulai memerah, seperti besi yang tengah dipanaskan.

Biadab ini, udahan mah pedangnya pasti tajem, ditambah kaya begitu mah.. pasti sekali tebas langsung lumer nih, bukan syaraf-syaraf doang ini mah, kepalaku juga langsung caer pastinya. Hihhhhh..

“Dengan begini aku tidak perlu menahan diri.. Hhrrrmmmhh.. dengarkan aku baik-baik, setelah aku berhasil menahan pergerakannya, kemudian anjing aneh di sebelahmu berhasil menghantamnya, maka tugasmu adalah memukul bagian dadanya sekuat tenaga yang kau punya.” Ujar harimau itu seraya merendahkan tubuhnya. Wah.. bakal seru nih kayanya.

“Da.. dada?” Aku tergugu seketika ketika mendengar kata ‘dada’ yang diucapkan harimau itu. Karena itu berarti aku harus memukul payudara dedemit itu? Yasalam.. tapi dadanya bagus banget, kenceng dan mancung diliatnya, apa aku tega mukul dada dia?

“Rrrrgghh.. kesampingkan pikiran kotormu itu, ingat.. dia itu demit yang menyamar sebagai perempuan!”

“Anu.. itu.. maaf..” Sahutku gugup seraya menggelengkan kepalaku dengan keras. Perempuan itu dedemit, payudaranya juga pasti palsu, past aslinya payudara dia gondal-gandul kaya wewe gombel. Iya.. pasti itu! Huh..

“Aku akan menyingkirkan kalian berdua, baru setelahnya akan kubawa dia! Hyyaaaa!!” Seru Dedemit perempuan itu seraya berlari lalu melompat ke udara, ia kini memegang gagang katananya dengan kedua tangan, dan semburat api berwarna hitam mulai keluar dari bilah pedangnya.

“Rarrrgghh.. Kau salah memilih lawan hari ini!” Seru harimau pedang di sampingku seraya berlari ke depan, pun anjing berkepala dua yang langsung menyusulnya.

Di detik berikutnya harimau itu langsung berhenti berlari, kedua kakinya menjejak aspal denga tangkas, tubuhnya merendah, kaki-kakinnya menekuk tajam lalu.

SRRRAAAAAKKKKHHHH

Wuasuuuu!!! Bajingan.. ini bener-bener mimpi yang aneh cok!

Bayangin aja, tiba-tiba ada rantai yang keluar dari punggung harimau itu!’

Iya bener deh.. ada rantai panjang yang menjulur dari punggungnya! Keluar begitu saja dan melesat ke udara. Jumlahnya ada dua, dan keluar dari masing-masing punggung bagian depannya.

Mata rantainya sebesar lingkar pergelangan tanganku, dan untai menguntai. Sepasang rantai itu pun melesat kencang ke udara, mengarah pada Jenar Maheswari yang terlihat sedikit kaget dengan kemunculan dua rantai panjang itu.

Aku sempat melihat bahwa dedemit itu berusaha melakukan pergerakan menghindar, namun dia tak memiliki waktu yang cukup. Karena rantai itu dengan cepat langsung melilit tubuhnya, mencengkeramnya di udara. Kemudian..

“RRRGGHHH..”
“OUUGGHH..”

Anjing berkepala dua di samping harimau itu mengeram dan menggonggong nyalak, terlihat ia seperti mengambil ancang-ancang. Tubuhnya merendah, dengan kaki-kaki menekuk hebat. Bersamaan dengan itu, kurasakan suatu hembusan angin kuat melewati punggungku, seolah angin-angin yang sempat meniada itu tertarik ke arah anjing tersebut. Lalu..

WUUURRHHHHH

Bajiingan!

Tubuh anjing itu tiba-tiba tersamar kepulan angin yang bercampur dengan abu-abu, tanah, serta dedaunan. Seolah ada tornnado mini yang menyelimuti tubuh anjing itu. Dan setelah itu, pusaran angin yang menyelimuti anjing itu pun melesat bak anak panah yang dilepaskan ke udara.

WUUSSHHHHHHH

Mataku membelalak menyaksikan pusaran angin itu bergerak vertikal ke atas, melewati tubuh Jenar yang terikat rantai sang harimau, kemudian bagian depan pusaran angin itu menukik tajam ke bawah, menyisakan bagian ekornya yang masih tertinggal di belakang.

Abis ini! Di anime naruto yang aku tonton, ada jutsu semacam ini, justu yang digunakan oleh Kiba dan anjing peliharannya, namanya Akamaru. Dan ini bener-bener mirip Gatsuga-nya Si Kiba cok!

BRRUUUGGGHHH...

Bagian depan pusaran angin itu menghantam telak tubuh Jenar Maheswari, membuatnya terlempar ke bawah dengan arah jatuh menuju padaku. Bajingan.. aku harus gimana ini?

“Hantam dia bodoh!” Teriak si harimau pedang ke padaku, dan itu seperti titah saja kedengerannya. Karena aku langsug membuka lebar-lebar kedua kakiku, kemudian melonjak ke atas dengan kepalan tangan kanan yang tertarik ke belakang.

Oke.. aku harus menyelesaikan ini! Dengan satu kali pukulan! Maka setelah itu, mimpi ini pasti akan selesai.

Kutatap baik-baik luncuran tubuh Jenar Maheswari yang terarah kepadaku, masih dalam posisi terkekang rantai dan berputar-putar dengan lambat di pandanganku. Membuatku seperti memiliki waktu yang lebih dari cukup untuk mengeraskan kepalan tangan.

Namun di putaran tubuhnya yang ke sekian, aku pun bertemu tatap kembali dengan matanya. Dan saat itu juga, ada senyum mengembang dari bibirnya. Membuatku mengernyitkan dahi, heran sendiri. Kenapa dia tetap bisa sesantai itu?

Ku entaskan segala pemikiranku, dan kuayunkan dengan kuat kepalan tanganku, dadanya! Tadi harimau pedang itu bilang aku harus menyasar dadanya!

“HYAAAAA!!!”

Bertepatan dengan teriakan dan luncuran tanganku itu, tiba-tiba putaran tubuhnya seperti terhenti seketika, tatkala abu-abu hitam seperti bekas pembakaran yang muncul di bawah telapak kakinya, dan ia seolah memanfaatkan itu sebagai pijakan. Kemudian dengan satu tolakan keras, ia berkelit ke arah lain, menyentak kuat rantai yang membawa tubuhnya, membuat sang pemilik rantai ikut terpelanting dan tertarik ke arahku.

Sialan.. kecepatan tarikan dari Jenar itu terlalu kencang, dan dari perhitunganku, kemungkinan besar tubuh Harimau gigi pedang itulah yang akan terkena pukulanku. Arrgghh.. jadi ini arti senyumannya tadi, ia menunggu rantai milik hewan itu mencapai batas akhir kepanjangannya, agar ia bisa tarik untuk diadu dengan pukulanku? Sialan..

Dan perhitunganku ternyata benar, tubuh Harimau pedang itu dengan cepat melayang ke arah pukulanku, membuatku reflek segera membelokan arah pukulanku ke bawah, seraya aku merasakan seperti ada sebuah pijakan di telapak kakiku, yang seharusnya tidaklah ada sebab aku tengah melayang di udara.

Tapi bukankah semua yang ada di sini adalah keanehan-keanehan mimpi? Jadi seharusnya aku enggak perlu mempertanyakan ini lagi.

Segera saja kujejakkan kakiku kuat-kuat, lalu melonjak ke arah bawah dengan posisi kepala lebih rendah dari kakiku sendiri, aku pun melemaskan kepalan tanganku, yang entah kenapa di pandanganku saat ini seperti ada asap mengepul yang keluar dari sana. Lalu..

BBBRRRAAAAAAGGGGHHHHH... DDDUUAARRRRR...

Aku terjatuh dengan posisi kepalan tanganku yang belum sepenuhnya terbuka terlebih dahulu, menghantam aspal dengan keras, dan menjalarkan sakit yang amat sangat. Terdengar suara dentuman yang cukup keras memekakkan telingaku, seperti ada ledakan bom saja rasanya, material-material yang berserakan dan melesat, asap membumbung, dan hawa pengap langsung menyelimutiku.

Shit!! Apa lagi ini?

Dan meski ini di dalam mimpi, tapi rasa sakitnya benar-benar nyata kurasakan. Dengan terengah dan napas yang sangat sulit dihela, aku pun berusaha bangkit. Kutatap kepalan tanganku yang masih saja diselimuti asap yang entahlah berwarna apa, karena pandangan mataku benar-benar hanya hitam putih saat ini.

Kemudian ketika aku baru benar-benar berdiri, tiba-tiba..

CEESSSHHHHHH..

Rasa sakit di rongga dadaku kembali hadir, nyeri dan ngilu yang amat hebat itu kembali datang, namun bedanya sekarang ada di dada bagian bawahku, tepatnya di bagian tengah bawah. Sialan.. kenapa bisa beruntun gini sakitnya?

BEEGGGHHH

Shit.. di tengah kesakitanku itu, tiba-tiba aku merasakan tubuhku dikunci dari belakang. Satu tangan berada di belakang kepalaku, sedang satu tangan lagi menyintang di leherku, mencekik leherku dengan amat kuat. Hal itu membuat kedua tanganku langsung reflek menahan menahan rentang tangan di depan leherku, mencoba mengurangi rasa ketercekikanku.

“Aku melihat jelas keraguan di matamu tadi..”

Deggghhhh.. sialan... ini suara dedemit perempuan itu!

“Errrggghhh..” Aku mengerjat menahan rasa tercekat di leherku ketika kurasakan bahwa ia mengeraskan kuncian.

“Dan untuk ukuran seseorang yang tidak mengetahui kekuatannya sendiri, pukulan berbalut Ki-mu itu benar-benar mengerikan, bahkan cemani geni-ku saja sampai porak poranda.” Ujarnya tepat di telingaku, kunciannya pun semakin diperkuat.

“Banyak omong ah!” Seruku seraya melepas pegangan telapak tanganku pada lengannya, kemudian dengan siku kananku, kuhantam kuat-kuat rusuk dedemit ini.

Entah hantaman siku-ku yang terlalu kuat, atau dia yang enggak siap dengan pergerakanku, membuatnya sedikit mengendurkan kunciannya, membuatku memanfaatkan itu sebagai sebuah kesempatan emas. Dengan cepat kaki kananku pun masuk ke dalam, tubuhku berkelit dan langsung memutar arah menghadapnya.

Dan tak membuang detik lagi, aku menarik telapak tangan kananku ke belakang, memanfaatkan ruang yang ada, membuka telapak tanganku yang masih terbalut asap aneh yang tebal. Lalu kusentak kedepan kuat-kuat, sembari kakiku pun melonjak keras.

Telapak tanganku pun langsung menangkap batang leher dedemit itu, dan lonjakan kakiku membuat tubuhku serta tubuhnya terangkat sedikit dari tanah. Melayang sebentar di udara.

Kali ini aku membulatkan tekad, enggak boleh ada keraguan.

Kukencangkan cekikanku yang diselimuti asap itu, seraya kudorong tanganku dengan tegas, membawa tubuh Jenar untuk mengikuti arah lesatan tubuhku. Lalu..

BRRUUUUGGGHH..

Tubuh kami pun terjatuh dengan keras, dengan tubuh Jenar menghempas lebih dulu. Telapak tanganku pun tetap mencengkeram lehernya, asap-asap tebal tetap jeluar dari telapak tanganku, membuat wajah dedemit itu enggak lagi bisa santai-santai kaya tadi.. raut wajahnya menegang, suau cairan keluar dari sela-sela bibirnya.

“Ohokkk.. herrgghhh..” Ia terbatuk dengan wajah menegang, matanya menatap tajam-tajam ke arahku, sedang kedua tangannya terentang enggak jelas, menggapai-gapai ruang hampa.

Shitttt.. kenapa aku malah seneng menghajar dia? Bukankah sama Ibu aku selalu diajarin buat enggak kasar sama perempuan? Jangankan kasar, ninggiin suara aja kan enggak boleh kata ibu.

Eh tapi kan.. dia dedemit.. bukan perempuan asili.. arrrgghh..

“Saya enggak akan ragu-ragu kali ini..” Ujarku seraya menekan kuat-kuat cekikanku, membuat untuk sekejap mata perempuan dedemit itu sedikit melotot menahan sakitnya.

“Herrgghh.. kalau aku mati di sini, maka aku tidak akan mati sendirian. Aku akan membawa serta teman-temanmu bersamaku.. hoorrgghh..” Ujarnya sedikit termegap-megap, dengan bola mata menatap ke arah belakangku.

Hal itu mau enggak mau membuatku menolehkan wajah, dan betapa terkejutnya aku karena di balik debu-debu yang berguguran, dan samar pandanganku itu, aku bisa melihat jelas pemandangan yang mengerikan di belakangku.

Aspal-aspal terkelupas, pohon-pohon bertumbangan, asap dimana-mana.

Tapi bukan itu, bukan itu yang membuatku terperangah. Bukan itu.

Melainkan ada enam tubuh yang terangkat di atas tenah, melayang di udara seperti tengah menjalani hukuman gantung, tercekik dengan wajah menampilkan raut kesakitan hebat.

Keenam tubuh itu adalah si pembicara dan empat rekannya, serta si harimau gigi pedang dengan rantai menjuntai tanpa tenaga, dan si anjing berkepala dua yang terus melonjak-lonjakan kaki di udara.

Mereka berenam menahan rasa sakit yang sama, rasa tercekik sebab bara-bara hitam yang melilit leher mereka, mencekik dengan kuat. Apa ini?

Lalu entah kenapa mataku pun melirik kedua telapak tangan Jenar yang awalnya aku kira hanya menggapa-gapai udara hampa, tapi ternyata tidak, kedua telapak tangannya seperti tengah mengendalikan sesuatu. Dan aku amat yakin, telapak tangan itulah yang tengah mengendalikan bara-bara yang mencekik leher mereka.

“Lepaskan mereka, atau..”

“Atau apa? Herrrgghh..” Potongnya seraya memugar senyum, bersamaan dengan itu terdengar suara tercekat dan rinngkikan sahut menyahut di belakangku semakin kencang mengudara. Membuat entah kenapa telingaku terasa sakit sekali mendengarnya.

Padahal kalau dipikir-pikir, ini semua kan hanya mimpi.. dan yang terpenting kan aku hanya perlu menghabisi dedemit ini agar bisa bangun dari mimpi, enggak ada hubungannya kan sama keselamatan mereka? Kan yang terpenting aku jangan sampe terluka aja, iya kan? Iya enggak sih?

“NGGIIKKKKHHHH..”
“GRRRGGHHHHH..”
“ORRRGGHHHHH..”

Ah sial.. tapi kenapa aku berat gini? Kenapa rasanya aku enggak bisa ngebiarin mereka kesakitan seperti ini? Arrggghh..

“Kenapa cekikanmu mengendur? Kenapa kamu ragu-ragu?” Dedemit yang lehernya tengah kucengkeram ini berbicara dengan senyum menyeringai yang amat menyebalkan hati.

Aku menggerutu, kesal dan bingung sendiri. Mataku bergerak cepat ke kanan dan ke kiri, memperhatikan baik-baik kedua telapak tangan perempuan itu, jari-jari tangannya terlihat erat menekuk ke dalam, seperti seseorang yang tengah mencengkeram kuat-kuat sesuatu.

Arrrgghhh.. aku enggak bisa kaya gini.. aku enggak bisa ngebiarin mereka yan ada di belakangku itu meringkik dan merintih kesakitan seperti ini.

Telapak tangan itu, aku harus melakukan sesuatu pada kedua telapak tangannya itu!

“Kamu tahu.. kamu hanya perlu menutup aliran Ki’ di pergelangan tanganku menggunakan Ki’ milikmu. Dengan begitu, bara-bara pencekik leher itu akan luruh sendiri sebab tak mendapatkan aliran Ki dari.. eerrrrggghhh!!”

Aku enggak menunggu perempuan itu menyelesaikan penjelasannya, karena sejujurnya aku pun enggak ngerti-ngerti banget sama omongannya. Tapi yang jelas, aku hanya perlu mengunci kedua pergelangan tangannya kan? Lalu mengarahkan telapak tangannya ke arah lain, atau semacamnya, supaya dia enggak bisa ngendaliin bara-bara api itu.

Kini, telapak tangan kananku sudah mencengkeram kuat-kuat pergelangan tangan kirinya, sedang telapak tangan kiriku sudah mencengkeram kuat-kuat pergelangan tangan kanannya. Kucengkeram kuat-kuat, sembari berusaha menarik kedua pergelangan tangannya ke arah dalam, berusaha mengubah arah bukaan telapak tangannya.

Tapi sumpah demi apapun, tangannya berat dan kaku banget.. aku kaya lagi nyengkeram batu karang saat ini. Keras dan sakit banget kalo aku tekan lebih keras. Tapi seberapa pun sakitnya, aku enggak peduli, aku harus mengubah arah telapak tangannya, aku harus menghentikan penderitaan kedua makhluk aneh, dan empat orang berjas hitam di belakangku! Harus!

“AAAARRRGGGHH!!!” Aku berteriak keras sembari berusaha mengeluarkan dan mengerahkan seluruh kekuatan yang masih ku punya, dan hal itu entah kenapa membuat asap-asap yang keluar dari kedua cekalan telapak tanganku semakin mengepul tebal, jauh lebih banyak dari sebelumnya yang hanya tipis-tipis saja.

Hal itu pun kurasakan sedikit berhasil menggerakkan kedua lengan dedemit ini, tangannya sudah sedikit terangkat, namun tetap saja, aku belum bisa sepenuhnya menggerakkan tangan itu.

Kutarik lebih kuat lagi, kucengkeram lebih erat lagi, kukerahkan seluruh tenaga yang kupunya saat ini, membuat urat-urat di lenganku menonjol dengan jelas, seperti ada sesuatu yang mengalir deras di sana. Sedikit ngilu, dan sedikit mengalirkan rasa perih tentunya. Namun enggak aku peduliin sama sekali, yang penting aku harus ngelepasin mereka dulu dari cekikan perempuan sundal ini.

Kepalaku langsung menoleh ke belakang, menatap keenam tubuh yang tergantung di udara itu, dan benar ternyata.. tubuh mereka sudah mulai terturun ke tanah, ujung-ujung telapak kaki mereka kini sudah kembali menyentuh tanah. Tapi wajah mereka tetap menampilkan mimik kesakitan yang maha hebat.

Itu berarti aku harus berusaha lebih keras lagi!

“Lepaskan mereka! Bukannya urusan kamu hanya dengan saya? Errrrggghh..” Eramku tertahan seraya terus berusaha mengangkat kedua lengannya, dan kalian tau apa bagian bangsatnya?

Jenar Maheswari ini malah senyam-senyum nyebelin, seolah rintihan kesakitan di belakangku itu adalah kidung merdu yang enak didenger buat dia. Kan bajingan..

“DEN.. RE.. GAN.. A.. WAS..”
“JANGAN.. PEDULIKAN.. KAMI DEN..”
“HRRGGHH.. AWAS.. BODOH.. ERRGGHH..”

Suara-sura tercekik terdengar dari arah belakangku, mencoba mengajakku berbicara, namun aku benar-benar harus cepat menghentikan siksaan mereka.

Kucengkeram lebih kuat, dan kutarik ke arah dalam dengan sekuat tenaga, dan hal tersebut membuat asap di telapak tanganku kian mengepul dengan hebatnya. Aku harus bisa, harus bisa!

Setelah mereka bebas, barulah aku terusakan rencana untuk keluar dari mimpi buruk ini.

“AAARRRRGGGHHHH!!!!!!!” Kuangkat dadaku, kutegakkan punggungku, kutarik sekuat tenaga, berusaha berpacu dengan waktu. Mengabaikan ucapan-ucapan dan seruan di belakangku yang tersamar dengan teriakanku sendiri.

Bagaimana pun, meski mereka mungkin hanya projeksi mimpi, aku enggak mungkin tega ngorbanin mereka Cuma biar aku bisa bangung. Aku bener-bener enggak bisa, lagian.. mereka udah banyak bantu aku, utamanya si pembicara dan rekan-rekannya yang udah pontang panting Cuma demi ngevakuasi aku dari sini.

Aku harus bisa nyelametin mereka, harus!

“AAARRRGGGGHHH!!!!” Sedikit lagi, tangan perempuan ini sudah terangkat dari tanah sepenuhnya, aku hanya perlu menariknya ke arah dalam supaya arah telapak tangannya berubah, dengan begitu.. aku yakin tubuh-tubuh di belakangku akan terbebas dari..

CCCRRRRRREEEEPPPPP

“Herrgghhh.. ahhh..”

A.. apa ini? Arrrggghhh.. sakit banget anjing.. heergghhhh..

“Dalam sebuah pertarungan, berhentilah memperdulikan orang lain. Sebab kepedulianmu itu hanya akan menjadi titik lemahmu.” Ujar Jenar dengan tenangnya seraya melepaskan kedua pergelangan tangannya dari cengkeramanku, mudah saja baginya, sebab memang cengkeramanku sendiri sudah goyah dan melemah selemah-lemahnya.

Aku pun langsung terduduk di atas paha perempuan di bawahku ini, dan betapa nanarnya tatapanku, ketika aku menundukan pandanganku, ada sebuah benda pipih mengkilap dan berlumuran cairan kental berwarna hitam, benda pipih itu entah bagaimana ceritanya keluar dari dadaku, tepat di bagian tengah dadaku.

Bilah pedang? Apakah ini bilah pedang? Apakah ini katana milik dedemit ini? Kalau iya.. bagaimana bisa? Jelas-jelas sedari tadi dia enggak keliatan megang katanyanya. Dan sedari tadi pun, kedua tangannya ada di dalam cengkeraman tanganku. Jadi bagaimana bisa? Errrgghhh..

“Howekk..” Aku terbatuk sesak, rasa sakitku kian membuncah, dan napasku susah sekali di hela.

Sayup-sayup kudengar langkah memburu dari arah belakangku, sepertinya itu langkah dari dua makhluk aneh dan empat lelaki berjas hitam yang tadi tercekik bara hitam. Kalau begitu, apa berarti mereka sudah terbebas? Apa berarti mereka sudah bisa bernapas lega? Hahhh.. syukurlah kalau begitu.

“Ah sialan.. kamu benar-benar berhasil menutup aliran Ki’ di telapak tanganku ya? Untung saja aku masih sempat mengendalikan bilah pedangku untuk menghentikanmu. Karena kalau telat sedikit saja, bukan hanya aliran Ki’ milikku yang tersumbat, tetapi pergelangan tanganku juga pasti akan putus. Huhh.. membayangkannya saja aku jijik.. hihihi..” Ujarnya dengan ringan seraya sedikit mengangkat punggungnya, kedua tangannya merentang ke belakang punggungku.

Apa maksud kata-katanya? Dan pertanyaan yang paling penting, bagaimana cara dia menusukkan katananya? Tapi tunggu, bukankah tadi dia sempat dengan mudah memanggil katananya lagi ketika terpisah? Seperti Thor yang memanggil palunya.. ini berarti.. arrggghh.. bangsat.. aku enggak memperhitungkan ini sama sekali.

Dan di tengah rasa sakit serta gerutuan akan kebodohanku itu, kurasakan benda yang menembus dadaku ini seperti bergerak, seperti ada sesuatu yang memegang benda tersebut. Lalu..

JREEEEEEEEEEPPPHHH..

“Errrggghhhh.. Aaaa.. ah.. hah.. hah..”

“Hhhmmmmpphhhhh..”

Aku mengeram dan sedikit berteriak kecil ketika kurasakan bilah katana di dadaku bergerak lagi, semakin memperpanjang ujung bilahnya yang menembus dadaku. Dan tentu saja Jenar Maheswari si perempuan dedemit ini lah yang melakukannya, ia melakukan hal tersebut sembari memelukku. Dan ia memelukku agar supaya katananya tertancap lebih dalam lagi, bahkan ia terus menekan katana itu, tanpa terganggu sedikit pun ketika ujung katana miliknya mulai menembus bahunya sendiri.

Ia hanya mengeram tertahan,, seolah enggak ngerasain sekit maha hebat yang kini tengah menjalar ke sekujur tubuhku. Padahal katananya bukan hanya menembus dadaku saja saat ini, tetapi juga bahunya. Aarrgghhh.. perempuan macam apa dia ini?

“Jangan khawatirkkan aku, aku sudah terbiasa dengan rasa sakit, lagi pula.. bilah katana ini tak menyentuh titik vitalku, tidak sepertimu hihihi..” Ucapnya lagi dengan pelukan erat di tubuhku, sedang aku tak bisa lagi berkata-kata, rasa sakit ini benar-benar begitu dahsyat pedihnya.

Napasku terasa sulit sekali di hela, seiring denging di telingaku yang kian menyamarkan suara teriakan, auman, ddan gonggongan yang berasal dari arah belakangku.

Wajahku pun perlahan tertengadah, mataku sayu menatap gerombolan awan yang berarak di atas sana, apa aku akan mati? Apa ini berarti aku enggak bisa bangun dari mimpi buruk ini?

Kalau iya.. tolong jangan seperti ini, aku mau menikmati detik-detik terakhirku dengan menatap birunya langit dan putihnya awan, bukan seperti ini, bukan dalam mode penglihatan hitam putih seperti ini.

“Uhukk..” Aku terbatuk lagi, darah jelas sudah membasah di bibirku, dan pelukan Jenar pun semakin erat mendekapku.

“Kita akan pergi dari sini, kita akan pergi dari sini..” Ujar Jenar dengan tenangnya, kepalanya ia sandarakan di bahuku.

Dan bersamaan dengan itu, ada suatu gumpalan berbentuk bola yang terbang stabil tepat di atas arah pandanganku, kemudian bola itu berputar bak gangsing, cepat sekali, dan di tiap putarannya, ukuran bola itu membesar. Sampai kemudian bola itu berubah bentuk menjadi sebuah cincin yang berputar di udara, bagian luarnya memercikan sesuatu, sedang bagian dalamnya gelap gulita.

Benda apa sebenarnya itu? Apa ini termasuk keanehan dari mimpi burukku? Atau itu adalah gerbang di mana dewa kematian akan keluar untuk menjemputku?

CESSSSHHHHHH..

Ah sialan.. di tengah kesakitan karena dada yang tertembus katana, aku masih harus merasakan kembali rasa sakit yang begitu ngilu dan perih di dada bagian atasku, tepatnya di bagian tengah atas, tak seberapa jauh dari bilah pedang yang menembus dadaku itu.

Rasa sakit yang sama dengan tiga rasa sakit sebelumnya, namun kali ini terasa tak seberapa, sebab aku sendiri sudah merasakan kesakitan hebat pada dasarnya.

Pandanganku mengabur, napasku kali ini benar-benar tak bisa dihela, udara seperti meniada, habis enggak bersisa sama sekali. Apa ini akhirnya? Apa ini akhirku?

Hahhh.. bajingan.. udara benar-benar hilang kaya nya.. aku benar-benar tamat di sini sepertinya..

Ah.. Cincin yang berputar di atas sana udah makin gede diameternya, berarti bentar lagi dewa kematian bakal ngejemputku. Anjinglah.. aku pasti bakal dimasukin ke nereka ini, banyak banget dosaku.

Ah.. aku menyerah, atau tepatnya, paru-paruku yang menyerah. Tanpa asupan oksigen, mana mungkin aku bisa bertahan.

Apalagi pandanganku mulai menggelap, cincin terbang dan awan pun mulai bias di mataku, semuanya.. semuanya benar-benar menuju kegelapan.

Huh.. bangkelah..

Huh.. huh.. Jagat Dewa Batara..

Aku enggak bakal minta tolong supaya sampean nyelametin aku sekarang, karena rasanya udah enggak mungkin lagi buatku bertahan. Tapi please banget deh sumpah.. kalo ini emang pengakhiranku, please banget.. please!

Tolong banget sampein rasa sayangku buat Ayah sama Ibu, ama buat semua yang ada di rumah dan buat temen-temenku juga. Tolong banget bikin mereka supaya jangan lama-lama sedihnya.

“Uhuk.. herrggghh..”

Pandanganku pun kian menggelap, kini hanya bersisa samar-samar titik cahaya. Lalu dalam sisa-sisa cahaya yang masih bisa kutangkap itu, tiba-tiba wajah orang-orang yang kusayangi berkelibatan di inti pemikiranku.

Wajah Ibu yang tersenyum sumeringah ketika menjembel pipiku, tepukan bahu dari Ayah dan senyum kecilnya ketika pamit bertugas. Senyum teduh Teh Arum, senyum tengil Mang Diman, lompatan-lompatan Bogi yang penuh semangat, serta wajah malas Kepin yang menguap setiap aku menegurnya.

Hahhh.. bangsat.. kenapa harus seperti ini? Uhukkkk.. huhh..

Kemudian dengan cepat susunan wajah teman-temanku pun berkelibatan silih berganti, wajah Wawi yang penuh pengertian, wajah Dito dan Oman yang bersungut-sungut, dan tiga wajah perempuan yang entah kenapa muncul dengan membawa perasaan sakit yang maha pilu.

Dimulai dari wajah tersenyum milik Budeh Sekar, kemudian wajah merajut Hani yang tengah menggelembungkan pipi, dan terakhir.. wajah riang Dira yang tersenyum merekah dengan mata menyipit sepenuhnya.

Ah sial.. apa seperti ini akhir dari kehidupanku? Mati sendirian dalam kegelapan dan berada jauh dari orang-orang yang kusayangi dalam hidupku?

Lancang banget ya aku?

Mati aja milih-milih.. padahal kan kematian selalu menjadi rahasia terbesar jagat duniawi? Enggak tau diri banget kesannya kalau aku milih-milih bagaimana cara aku mati, dan di mana aku akan mati.

Hah.. dari itu.. aku rasa permintaanku di atas sudah lebih dari cukup. Tapi kalau sang maha pemilik hidup memang berkenan, semoga dia.. hergghh.. semoga dia berkenan buat nyampein ke mereka..

Kalau aku.. hup..

Kalau aku.. Herrghh..

Sayang banget.. Errghh..

Sama...

....

....

Huhhhhhhhhh...



PADI - RAPUH
Diplay ya, jangan sampai enggak.

**​

POV 3D

Lokasi yang sama, beberapa saat sebelum penghalang hancur.

Kim Sang-Hyuk, pria berkebangsaan negeri ginseng bagian selatan itu berdiri dengan wajah kesal di bagian luar penghalang api hitam, ia menggerutui dirinya karena terlambat mendekat ke arena pertempuran, yang membuatnya kini merasa kalut sebab tak bisa melihat apa yang terjadi di dalam penghalang itu.

Ia menimang-nimang senapan serbu di tangannya, wajahnya yang putih bersih dengan rambut tersisir rapi ke samping itu terlihat menghitam sebab terkena kepulan asap.

Bukan.. bukan asap dari api hitam penghalang, melainkan dari empat peledak yang sudah ia tembakan ke arah dinding api tersebut, ia berharap bahwa ledakan besar mampu untuk menghancurkan penghalang itu, namun nyatanya keempat-empatnya gagal.

Dan kini, ia hanya memiliki satu longsongan hulu ledak terakhirnya, dan ia sangat berharap agar peledak terakhirnya ini mampu untuk membuka penghalang tersebut.

Lelaki itu pun mengambil jarak yang cukup jauh, lalu mengarahkan senapan serbu yang sudah dipasangi pelontar granat itu ke sasaran. Ia menyeka terlebih dahulu keringat yang membasah di dahinya, ia rapihkan kembali pakaian formalnya yang sudah berantakan tak jelas itu, kemudian menghela napas dalam-dalam.

Kini ia sudah siap, ia arahkkan kembali senapan serbu di tangannya ke arah penghalang, membidik titik yang sama, berharap penuh bahwa ini akan berhasil. Karena jika tidak, lelaki itu akan merasa sangat gagal dalam menjalankan misinya, misi yang diberikan langsung oleh seseorang yang paling ia hormati, seseorang yang sudah ia anggap sebagai kakak sendiri, seseorang yang telah menyelamatkan nyawanya sebanyak tiga kali.

Dan dia, dia benar-benar tidak berniat gagal menjalankan misi penting ini.

Sang-Hyuk pun menghela napasnya lebih dalam, kemudian membulatkan tekdanya, ia bidik baik-baik, dan sudah sangat siap melepas peledak terakhirnya ini. Hingga tiba-tiba..

DUUUUAAARRRRRR..
WUSSSHHHHHHHH...
BRUK.. BRUK.. BRUK.. BRUGGHHH..

Sebuah ledakan hebat yang membawa serpihan-serpihan batu dan tanah terjadi dan langsung menghempaskan tubuh lelaki itu dengan keras, membuat tubuh Sang-Hyuk menghantam tanah lereng perbukitan, membuat tubuhnya menghantam pohon beberapa kali, sampai akhirnya terhenti ketika tubuhnya menghantam sebuah pohon pinus besar.

Sang-Hyuk pun terjatuh ke atas tanah, dengan kesadaran yang bersisa setengah. Telinganya berdenging, seluruh tubuhnya terasa dirajam rasa sakit.

Batinnya pun bertanya-tanya, kekuatan macam apa yang baru saja menerpanya itu, sebab ia sendiri belum sempat melepaskan misilnya.

Beberapa menit lamanya ia tersungkur tak bergerak, sekujur tubuhnya dipenuhi perasaan sakit yang amat hebat. HIngga di antara kesadarannya yang hampir lepas, sebuah ingatan lama menerpa kepalanya, ingatan ketika ia berada di situasi yang sama, situasi antara sadar dan tidak sadar di masa lampau, dan di ingatan tersebut, muncul sebuah tubuh yang berdiri di dekatnya, mengulurkan tangan sembari menghalau rentetan tembakan dengan.

Dan ingatan itu lebih dari cukup untuk membuatnya menggapai kesadaran, dengan susah payah, ia pun bangkit dari posisi tertelungkupnya. Ia seka darah yang mengucur dari keningnya, ia remas sedikit bahunya yang terasa begitu dirajam rasa sakit. Kemudian ia segera melangkahkan kakinya menuruni lereng bukit.

Terseok-seok, bahkan semat terjatuh dan berguling ke bawah, sampai akhirnya ia kembali tiba di atas areal datar, yang merupakan jalan aspal perbukitan, namun tentunya jalan itu sudah tidak bisa dilalui, aspal-aspalnya mengelupas, batu-batu dan tanah berserakan di mana-mana.

Sang-Hyuk lalu melihat senapan jenis shotgunnya tercecer di tepian jalan, terlindung di balik sebuah batu besar, ia pun segera mendekat, ia ambil shotgun itu dengan wajah lelah menahan sakit, kemudian ia edarkan pandangannya, mencari ransel tempat ia menyimpan seluruh peralatannya. Namun nihil. Ia tak mendapati ransel itu di manapun.

Sampai akhirnya ia teringat akan sesuatu, bahwa ia selalu membawa tiga peluru khusus yang ia persiapkan di kantong bagian dalam jasnya, peluru yang ia harap tidak perlu digunakan, peluru yang seharusnya hanya untuk berjaga-jaga. Tapi dengan situasi seperti ini, ia tidak memiliki pilihan lain.

Ia segera mergoh saku jasnya, mengambil tiga butir peluru berkaliber 12mm yang memang diperuntukan untuk senjata jenis shotgun, peluru tersebut berwarna emas mengkilap, pure keseluruhannya dilapisi emas.

“Sunbae pasti marah sekali karena aku menggunakan peluru ini, huh..”

Batinnya tertawa sendiri, tertawa getir lebih tepatnya.

Setelah itu ia pun mengokang senjatanya, berjalan terseok di antara pekat debu, dan entah mengapa.. feelingnya mengatakan bahwa penghalang api hitam yang tadi coba ia hancurkan pasti sudah lenyap, dan ia amat yakin tentang itu.

Ia pun terus melangkah, sesekali tubuhnya goyah, dan ia pun harus sering-sering menyeka pelipisnya yang dialiri darah segar. Rambutnya yang rapih pun sudah tak bisa lagi ia banggakan saat ini, dan entah kenapa itu membuatnya amat jengkel.

Ia terus berjalan, terus berjalan dan terus berjalan dengan ujung senapan terarah ke depan, kadang bergerak ke kanan dan ke kiri. Sampai akhirnya, debu yang menutup pandang berangsur mulai tertiup angin perbukitan, ia pun mulai mendapatkan visualnya lagi, meski samar-samar tentunya.

Dan dalam hatinya ia berseru girang, dugaannya benar.. penghalang api itu sudah lenyap, sebab dari hitungan langkahnya, harusnya penghalang api tadi ada di belakang tubuhnya sekarang. Dari itu, Sang-Hyuk pun semakin bersemangat, ditambah visualnya semakin jelas.

Sampai tiba-tiba, ia mulai memperlambat langkahnya tak kala ia melihat enam sosok tengah tersungkur di atas tanah, terlihat jelas sosok itu adalah sosok yang sama yang ia awasi sedari tadi. Dua hewan aneh, dan empat pria berjas hitam. Sang-Hyuk membuang napasnya lega, setidaknya ia tahu bahwa keenam sosok itu selamat, sebab saat ini mereka terlihat berusaha bangkit dan berdiri.

Dan langkahnya itu pun mulai limbung sesekali, kelegaan di hatinya sedikit menggoyahkan kekuatan tubuhnya, namun ia tak berniat berhenti, sebab ia belum melihat target yang menjadi misi utamanya saat ini.

Hingga tiba-tiiba, ia melihat keenam sosok itu berlari terseok meninggalkannya, berteriak-teriak parau, suara menggonggonng dan auman melaung. Hati lelaki itu tiba-tiba merasakan firasat buruk, segera saja ia percepat langkahnya, seraya menajamkan penglihatan, ingin mengetahui apa yang sebenarnya dikejar oleh keenam sosok itu.

Dan begitu ia mendapatkan visual, detik itu juga langkahnya langsung terhenti total, kedua tangannya yang mengarahkan shotgun pun bergetar hebat. Keringat dingin langsung meluncur melewati darah yang membasah di pelipis dan beberapa bagian wajahnya.

Itu bukan tanpa sebab, bukan tanpa alasan, justru sebaliknya, visual yang ia dapati saat ini adalah semengeri-mengerikannya kemungkinan yang hadir di kepalanya.

Bagaimana tidak gemetar, di depan sana.. terlihat “target misinya” terduduk dengan tangan menjuntai lemah, dan dari telapak tangan tak bertenaga itu, terlihat kepulan energi berbentuk asap tipis-tipis berwarna biru dan hijau yang saling damping mendampingi. Asap-asap itu terlihat lemah dan tipis sekali, hanya seperti sisa-sisa pembakaran yang siap padam.

303f3d7670cbe31494c1102c8e2e23b5.jpg

(Sisa-sisa energi Ki' yang keluar dari telapak tangan Regan)
Bukan hanya itu, kepala target Sang-Hyuk tersebut tertengadah tak bergerak menatap langit, sedikit termiring, lalu jatuh ke samping, tak bertenaga sama sekali. Dan di saat bersamaan, tubuh targetnya itu dipeluk oleh sesosok perempuan yang tak pernah terbayangkan akan berada sedekat itu dengan sang target.

Tapi bukan itu bagian yang membuat tangannya gemetar hebat, yang saking gemetarnya sampai senapan shotgun yang ia pegang dengan kedua tangan itu sudah turun dengan moncong terarah ke tanah. Melainkan karena dipunggung targetnya itu, terlihat sebuah gagang pedang yang tertancap sampai tembus ke depan, tembus hingga ke bahu perempuan yang tengah memeluk targetnya.

“Apa aku gagal? Apa aku akan gagal menjalankan misi sepenting ini?” Batin Sang-Hyuk dengan napas kembang kempis, pandangannya pun kini mengudara ke sebuah lingkaran aneh yang berada tepat di atas kedua tubuh yang disatukan pedang katana itu.

Sebuah lingkaran energi berbentuk cincin itu memutar kencang, dengan posisi semakin turun, seolah siap menelan dua tubuh di bawahnya.

“Jika dirasa perlu, gunakanlah peluru yang kuhadiahkan padamu, itu akan menentukan hidup mati keponakanku. Dan ingat.. arahkan ke tepat ke jantungnya. Jangan sampai meleset satu centi sekalipun.”

Tiba-tiba singatan Sang-Hyuk memutarkan rekaman suara Damar ketika memberikan perubahan misi kepadanya, ya.. perubahan misi. Karena sejatinya misi awalnya adalah untuk melacak jejak seseorang, namun oleh Damar tiba-tiba misi itu diubah menjadi misi penyelamatan.

Dan sebab ingatan akan suara Damar itulah, Sang-Hyuk pun langsung mengeratkan pegangannya pada senjata berisikan tiga selongsog peluru emas hadiah ulang tahunnya. Segera ia arahkan moncong senjatanya itu ke depan, matanya langsung tajam membidik punggung kiri sang target.

Ia melakukan bidikan tepat ketika perempuan yang memeluk targetnya itu berubah menjadi serpihan abu, dan serpihan abu itu mulai melapisi setiap inci tubuh targetnya, dari ujung rambut, ujung kaki, ujung jemari tangan yang terjuntai tanpa tenaga, sampai ujung-ujung bilah katana yang menancap di tubuh targetnya.

Dan meski pemandangan itu sangat tidak bisa diterima nalar, namun baginya, pemandangan tersebut adalah hal yang biasa. Ia sudah mengenal lama dunia seperti ini, dan Damarlah yang memperkenalkan hal-hal seperti ini padanya, dimulai ketika orang yang sudah ia anggap sebagai kakak itu menghalau rentetan peluru hanya dengan satu tangan kosong.

Sang-Hyuk membuang napasnya dengan tenang..

“Miane.. miane..”

(Maaf.. maaf..)

Ujar lelaki itu sedikit berat seraya menarik pelatuk di senjatanya tepat ketika keseluruhan tubuh sang target sudah terselimuti abu hitam. Suara letusan shotgunnya tersebut sangat keras, membuat langkah enam sosok di depan sana langsung terhenti seketika. Sedang Sang-Hyuk sendiri langsung limbung sebab kuatnya sentakan dari senjata di tangannya ketika memuntahkan peluru.

Dan peluru itu melesat dengan begitu cepat, begitu lurus dan tegas ke arah yang sudah dibidik oleh Sang-Hyuk. Hingga tepat ketika lingkaran api yang berputar itu terturun sebatas kepala sang target, peluru itu pun bersarang di titik tembak, punggung sebelah kiri.

DEBBBBHHH..

Peluru itu langsung mengoyak abu yang menyelimuti tubuh targetnya, menembus kulit dan jalinan otot sang target, membuat lubang menganga yang cukup besar, peluru itu pun seketika langsung menghentak tubuh sasaran, membuat tubuh target tersebut terpental dan tersungkur ke depan dengan posisi menyamping akibat kuatnya hentakan peluru berkaliber 12mm tersebut.

Dan seperti yang direncanakan, peluru emas yang dilepaskan oleh Sang-Hyuk itu benar-benar menerobos menuju jantung sang target, bukan hanya bersarang, tetapi peluru itu langsung menghancurkan jantung targetnya. Terus melesak hingga menembus dada bagian depan sasarannya, menyisakan lubang menganga yang amat mengerikan jika dinalar mata manusia.

Peluru itu baru berhenti setelah menembus aspal, bersarang nyaman di atas tanah.

Namun seperti tak ingin kehilangan buruan, abu-abu hitam jelmaan dari tubuh Jenar Maheswari yang sempat terkoyak peluru emas sigap menyelimuti kembali tubuh target dari Sang-Hyuk tersebut, meyelimuti sampai ke bagian dalam rongga dada yang tertembus peluru, seolah masih berusaha keras untuk dapat membawa hasil buruannya.

Melihat itu Sang-Hyuk berusaha memantapkan pijakannya kembali, ia kokang kembali senapan di tangannya, namun baru saja ia hendak membidikkan senjata, lingkaran api yang berputar kencang itu langsung melahap keseluruhan tubuh dari sang target, menutup keseluruhan tubuh tersebut, berputar kencang di atas aspal tempat di mana targetnya tergelatak.

Kemudian dengan cepat, lingkaran itu mengecilkan diameternya, terus mengecil, terus mengecil, sampai benar-benar hanya bersisa bola api yang besarnya tak lebih dari kepalan tangan. Lalu..

WUSSSSHHHHH..

Bola api itu melesat ke udara, laju lesatannya bahkan hampir menyamai laju peluru emas yang baru saja mengoyak jantung seorang anak muda tersebut.

Dan melihat itu, Sang-Hyuk pun langsung tergugu kaku, wajahnya menatap ke langit dengan kekosongan yang maha pilu, lalu terjatuh duduk. Perasaan gagal langsung menyelimuti isi hatinya.

Dan perasaan tersebut bukan hanya dirasakan oleh Sang-Hyuk, tetapi juga dirasakan oleh enam sosok yang jatuh lemas di atas aspal, aspal yang sudah tercerai berai, hancur sebab dentuman energi yang meluluh-lantakkan lokasi ini.

Namun yang luluh lantak bukan hanya daerah perbukitan ini semata, tapi hati dari mereka yang merasa gagal dalam melaksanakan tugas, dan yang paling luluh lantak tentunya adalah dua hewan buas yang menatap nanar dengan lemas ke langit biru yang cerah berawan di lewat tengah hari ini.

Hening.. semua menghening seolah tidak percaya dengan apa yang terjadi, semua melengang tanpa suara. Terbuai oleh luka yang terbang bersama lembutnya angin perbukitan, lirih bertiup, selirih lolongan panjang dari dua kepala Jembaka Siam yang tiba-tiba berlarian tak terkendali.

Anjing itu berlari tak tentu arah, meninggalkan si harimau gigi pedang yang berdiri kaku memandangi langit. Hati anjing itu benar-benar hancur saat ini, dan hal itu membuatnya terus berlari dengan sembarang menerabas lereng perbukitan, melolong-lolong dengan nyalak, meringkik dengan pedih, dan melaung dengan beribu sembilu kehilangan di relung terdalam ruang-ruang perasaannya.







Bersambung..
 
Terakhir diubah:
Hallo semuanya, selamat malam dan selamat berisitirahat. Berikut saya lampirkan update untuk bagian 19 ya, jujur siang tadi sebenarnya udah bisa saya up, cuma entah kenapa saya selalu gagal buat masuk ke forum ini (Keterangannya : 404 not found terus). padahal biasanya enggak pernah ada masalah hehehe (walaupun enggak pake pvn). tapi syukurnya bisa up juga walau malem. sekali lagi mohon maaf ya semuanya karena keterlambatan ini.

silahkan dinikmati, barangkali bisa menjadi teman untuk menyambut tahun yang baru. Mohon maaf jika ada kekurangan. Karena update ini saya kerjakan di sela-sela kesibukan RL yang menggila menjelang akhir tahun.

Saran, masukan, tanggapan, dan segala hipotesis-hipotesis dari seluruh pembaca adalah bahan bakar utama penulisan cerita ini, jadi silahkan sampaikan apa pun ya hehehe.

Sekali lagi, selamat tahun baru semuanya.
 
Terakhir diubah:
Terimakasih atas update ceritanya suhu @Aridanfais ..
Wah seru si Regan bisa bener2 itu nganggap mimpi..
Gmn yak nasibnya setelah tertembus pedang Jenang Kasuari?
Apa efek tembakan dari si Hyuk yak hyuk ke jantung Regan?
Apa itu yg bikin menyelamatkan Regan ato justru sebaliknya?
Kelemahan Regan adalah kebaikan Regan yaitu peduli pada lainnya..
Penasaran dengan Gadis yg nidurin Jendral, Hana apa Dira yak?
Ditunggu update cerita berikutnya suhu..
 
Makasih updatenya suhu.
Apakah Regan tewas???.
Meninggoy hu ✌️

Terimakasih atas update ceritanya suhu @Aridanfais ..
Wah seru si Regan bisa bener2 itu nganggap mimpi..
Gmn yak nasibnya setelah tertembus pedang Jenang Kasuari?
Apa efek tembakan dari si Hyuk yak hyuk ke jantung Regan?
Apa itu yg bikin menyelamatkan Regan ato justru sebaliknya?
Kelemahan Regan adalah kebaikan Regan yaitu peduli pada lainnya..
Penasaran dengan Gadis yg nidurin Jendral, Hana apa Dira yak?
Ditunggu update cerita berikutnya suhu..
Ada something di tatapannya Sembawa Anggar hu, makanya si regan jadi percaya percaya aja hehehe. Udah mah tulul jadi tambah tulul tuh bocah wkwkwk.

Mengenai efek tembakan Sang-Hyuk ke jantungnya regan, efeknya ya seperti yang udah kita tahu semua hu, jantungnya bocah tulul otomatis terkoyak (Shotgun euy, bukan kaleng kaleng) hahaha

Kelemahan Regan mirip sama Bokapnya, 11-12 lah jadinya hu.. sama sama gak peduli diri sendiri.

Sisa pertanyaannya akan terjawab di update selanjut-selanjutnya ya, matur suwun udah mampir dan ninggalin jejak ya Hu 🙏
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd