Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Liburan Semesterku

Untuk Bagian 18, Anggu dibawa ke mana nih?

  • Perkampungan suku kanibal.

    Votes: 14 20,9%
  • Perkampungan suku non kanibal.

    Votes: 23 34,3%
  • Camp sederhana tempat penculik tinggal.

    Votes: 30 44,8%

  • Total voters
    67
  • Poll closed .
BAGIAN 16


Waktu beranjak cepat. Aku sudah berjalan jauh dari perkampungan desa. Wajahku mendongak memandang langit. Sorot sinar matahari yang memancar dari arah Timur semakin meninggi. Warnanya yang menguning membias melintasi celah-celah pepohonan tinggi yang ada di atas tebing terjal di sebelah kiriku. Tubuhku masih berlindung di balik bayang-bayang tebing itu, seolah-olah melindungi kulitku dari terpaan langsung sinar ultraviolet Sang Surya.

Kabut yang menyelimuti gunung hilang tersapu oleh cahaya mentari, menyisakan keindahan panorama hijau. Awan-awan bertengger alami. Suara burung dan serangga bersahut-sahutan bagai iringan musik.

Entah sekarang pukul berapa. Aku tak menghiraukannya. Ponsel sebagai penunjuk waktu yang kumiliki sedang dipakai sama Ria dan teman-teman. Ugghh!! kenapa sih kok aku tidak memiliki keberanian untuk menolaknya, sih? Padahal mereka semalam udah minjam buat mengabadikan kemesuman yang benar-benar tak pantas dilakukan bagi manusia beriman. Emang sih kapasitas daya baterai dan penyimpanan ponselku besar, tapi kan gak segitunya kali?

Tujuanku tetap dan masih sama. Pokoknya sebelum malam datang, aku harus menemukan pakaianku yang terdiri atas sehelai kain kerudung, sebuah bra, dan celana dalam, kemeja lengan panjang, serta celana jin. Insyaallah.

Aku masih di sini. Tubuhku masih mengapung di aliran perairan hangat. Tidak terasa, jarak dari tempatku tadi terjatuh dari akar gantung sekitar puluhan meter. Cupangan-cupangan dari ikan garra rufa ini membuat tubuhku menggeliat dan menggelinjang ke sana kemari. Aku masih penasaran dengan apa yang terjadi padaku sekarang. Aku seperti raga kosong yang dirasuki oleh sesosok makhluk nakal. Aku seperti bukan diriku yang kemarin. Kulitku semakin sensitif karena sentuhan, cupangan dari ikan ini membuatku hanyut dalam nikmat yang sangat candu, otot-otot yang ada di dalam tubuhku terasa rileks, laju darah di percabangan setiap pembuluh terasa lancar tak ada hambatan, detak jantungku semakin tenang, sistem pernafasanku seperti dimanjakan oleh udara dengan kadar oksigen yang masih murni. Aku tak mau mengingkari kalau ini adalah kenikmatan hakiki. Kenikmatan yang selama ini belum pernah aku dapatkan. Apakah ketika dua insan berhubungan seks, ketika kulit saling bersentuhan, ketika kedua bibir saling berpagutan, ketika batang penis dan lubang vagina saling beradu dan bergesekan di dalam gerakan yang harmoni selaras akan menimbulkan kenikmatan yang seperti ini? atau malah akan menimbulkan kenikmatan yang lebih dari kenikmatan yang sekarang kudapatkan?

Manusia adalah makhluk yang sempurna di antara makhluk Allah yang lainnya. Ia bisa baik melebihi malaikat, bisa buruk melebihi setan. Konon, setan adalah makhluk yang paling bertaqwa kepada Allah, tapi karena kesombongan yang menyatakan bahwa mereka yang diciptakan dari api lebih mulia dari tanah, mereka dihukum di neraka.

Dari hari kemarin pikiranku seperti terus teracuni dengan perkataan Ria. Propaganda-propaganda yang dilancarkan Ria secara perlahan berhasil mem-brainwash pikiranku. Dari seorang gadis lugu dan naif, yang awam dengan aktivitas seksual berganti dengan pikiran-pikiran mesum tentang rangsangan seksual dan cara mendapatkan orgasme sebagai puncak kenikmatan seksual. Andai saja aku tidak memiliki kontrol, andai aku tidak mempunyai gembok untuk mengekang nafsuku, andai aku tidak berpegangan pada agama dan budaya sebagai pedoman untuk mengetahui hal yang bersifat haq dan batil, bisa dipastikan dari kemarin aku telah menjadi budak birahi yang hanyut dalam kenikmatan seksual. Ya, hal itu dapat dipastikan, aku akan jadi seperti Ria, aku akan meminta Toni, Arya atau pemuda suku desa di sini untuk melepas keperawananku, memintanya untuk merobek selaput daraku, memohon untuk disetubuhi oleh banyak laki-laki, merengek untuk memasukkan benda-benda aneh ke dalam lubang kemaluanku, meminta untuk disentuh, memohon kepada lelaki untuk meremas payudaraku atau memberikan sentuhan di bagian vaginaku. Tapi, untung semua itu tidak kulakukan, tidak atau belum kulakukan. Semoga saja tidak, karena kalau belum aku masih memiliki peluang untuk melakukan semua itu, pikiranku semakin hanyut dalam dilema. Antara ingin dan tidak.

Semakin lama aku berendam di dalam air hangat ini, semakin aku terbuai dengan perasaan yang nyaman, semua beban hidupku seakan terangkat, rasa stres dan ketakutanku semuanya musnah.

“Uh nikmatnya,” batinku berteriak riang.

Imajinasiku sekarang seperti berada di alam surga yang diimpikan manusia. Di alam surga, manusia boleh melakukan apa pun termasuk apa yang sebelumnya tidak diperbolehkan dilakukan manusia di dunia, termasuk yang berkaitan dengan hasrat seksual. Sejak kemarin aku seakan seperti membuka perlahan gembok pintu gairah seksualku yang telah lama terkunci, yang telah lama tersegel dengan ajaran agama dan pelajaran moral yang selama ini kupelajari. Aku sekarang menjadi agak takut kalau pintu gairah seksualku terbuka sepenuhnya, dan aku menjadi pribadi yang tidak terkontrol atau lepas kendali dari pengaruh rangsangan seksual.

Pengaruh perbuatan dari Ria-lah yang telah membuat aku mendapatkan orgasme pertamaku, yang seakan menjadi titik di mana aku memasuki dunia yang sebelumnya kuanggap tabu, yang mungkin tidak kupikirkan untuk kumasuki sebelum aku menikah nanti, di mana pernikahan itu mengubah beberapa hal yang sebelumnya diharamkan menjadi halal, seperti berhubungan seks dengan suamiku kelak. Tapi aku tidak akan menyalahkan atau membenci Ria, karena apa yang terjadi kemarin diriku benar-benar menginginkannya.

Sekarang khayalan tentang nafsu seksualku terus bermunculan bagai buih-buih sabun. Semakin digosok, semakin banyak. Diriku seperti terombang-ambing di antara ombak-ombak gejolak nafsu dan gairah. Pikiranku melayang bergerak tanpa ada yang membatasi. Aku memejamkan mataku dan bertanya dalam hati, “Apakah ini yang dinamakan bisikan setan?”

Oh..tidak, sekarang aku sadar bahwa semua itu adalah perbuatan dosa.

“Astagfirullah… sabar, Anggu. Kalau kamu sudah menikah, pasti kamu akan bisa merasakan kenikmatan seksual yang kamu inginkan tanpa harus takut dosa, karena kalau kamu menikah dengan suamimu semuanya menjadi halal bahkan yang sebelumnya dinilai dosa pun akan menjadi sebuah pahala, seperti berhubungan seks,” suara batin membisikiku seperti mensugesti diri sendiri. Seperti merapatkan segel maupun mengunci rapat-rapat hasrat terpendamku ini.

Sekarang aku harus bangun, aku tidak boleh menunda waktu, lebih baik pakaianku segera ku temukan. Lalu aku kembali ke desa dan bertemu Ria, Toni dan Arya untuk membicarakan tentang ritual yang akan dihelat nanti malam. Seperti apa ritualnya, Toni juga tidak memberitahuku kemarin, tapi ritual 49 tahun sekali tidak mungkin hanya ritual adat biasa. Pasti ada sesuatu yang spesial. Apakah ritual nanti akan bersifat sakral, atau mungkin akan erotis. Soalnya beberapa ritual yang aku ketahui di beberapa suku atau kearifan lokal di beberapa wilayah di dunia memang ada yang bersifat erotis. Salah satu yang kutahu adalah ritual masturbasi di sungai Nil. Konon alam semesta diciptakan Ra dari ejakulasi. Oleh karena itu, dampak representasi dari penciptaan alam semesta, sungai Nil adalah semburan dari ejakulasi Ra. Kalau di dalam negeri, ritual di gunung Kemukus salah satunya. Mungkin kalau ritualnya erotis, aku tidak bisa membayangkan betapa exciting-nya Ria. Pasti dia ikut turun andil dalam ritual. Hihihi.

Hmmm.. apa yang harus kulakukan sekarang? Satu satunya jalan adalah berenang menyusuri sungai, muara dari aliran air hangat ini, di mana pakaianku hanyut tadi. Tapi aku tak tahu seberapa panjang dan dalam sungai ini, dan ada apa saja makhluk di dalamnya. Bisa gawat kalau aku ketemu makhluk-makhluk mematikan seperti ular, belut listrik, atau ikan dengan sengat beracun. Kalau ikan garra rufa ini sih bisa aku tolerir, gak beracun sih, tapi bikin geli dan horny, kalau bisa dipelihara mungkin akan ku tempatkan ke kolam renang rumahku, biar bisa berenang sama aku tiap hari. Hahaha.

“Aaaahhh…. Kalian mulai nakal!!! Aaahhh.”

Aku mendesah-desah. Ikan-ikan itu mencoba menerobos lorong sempit di antara labiaku. Padahal tadi sudah aku usir dari selanganganku, tapi sekarang malah kembali. Dasar ikan!

Setelah aku usir tadi, aku sempat menutup kemaluanku dengan tangan. Mereka kemudian berpindah ke area lain, seperti perut, punggung, paha, pantat, dan buah dada. Bagiku bagian buah dada tidaklah masalah. Walaupun sesekali mereka ada yang hinggap di putingku, aku membiarkannya. Tapi untuk selangkangan, itu tidak boleh. Ikan-ikan ini mulai ngelunjak. Aku tidak tahu mereka kok tiba-tiba nyerbu ke kemaluan. Apa karena kondisi asam dan basa vaginaku yang menarik perhatian mereka? Sejak tanganku tidak menutupi kemaluan, mereka malah kembali lagi.

Yup! kelihatannya aku harus bersiap meninggalkan tempat ini. Aku berenang pindah haluan ke muara aliran air hangat ini. Kemungkinan ketika aku berenang ke dalam sungai di sebelah sana, ikan garra rufa ini akan melepas cupangan di tubuhku karena tidak cocoknya suhu air yang lebih rendah dengan permukaan kulitnya.

Aku pun berenang dengan cepat. Yang awalnya cuma mengapung, sekarang aku tancap gas menjauhi mereka. Saat berenang bebas, ada sebagian kecil yang masih bertahan dan menggigit tubuhku, tapi lama kelamaan mereka lepas satu per satu.

Alhamdulillah, akhirnya aku terbebas dari siksaan ikan-ikan ini. Bayangkan ratusan ikan melawan satu gadis cantik, pastinya aku akan kalah dan menjadi makanan ikan-ikan ini, parahnya lagi aku bisa horny seharian karena cupangan ikan itu. Huuh..sebel sendiri aku jadinya. Beruntung sih kulitku gak sampai habis dimakan mereka. Bisa gawat kan kalau mereka menghabiskan kulitku? hahaha.

Aku sempat berhenti berenang dan balik badan melihat keadaan, perasaanku jadi tidak enak. Seperti ada orang yang mengikutiku. Setelah kulihat tidak ada apa-apa, aku pun lanjut berenang menuju muara pertemuan aliran air hangat dan aliran dingin dari sungai, tempat pakaianku hanyut. Mudah-mudahan itu cuma perasaan saja, bukan beneran.

“Aaah, kalian ini masih ngikut aja!!”

Gaya bebas menjadi pilihanku dengan gerak kaki yang terus menepuk-nepuk air guna mendorong tubuhku ke depan yang dibantu dengan gerak tangan menggayuh-gayuh maju mundur seirama dengan sendi bahu sebagai tumpuan putar. Tubuhku mulai bergerak, ikan-ikan ini masih menempel, beberapa ada yang melepas cupanganya dan kubiarkan saja. Nanti juga pada lepas sendiri.

Sekarang aku telah sampai di aliran sungai tempat di mana pakaianku hanyut. Ikan gurra rufa semuanya telah hilang. Yeah..akhirnya tubuhku telah terbebas dari ikan-ikan nakal tadi. Dan, kalau ditanya apakah aku bakal kangen sama mereka, ya mungkin saja iya, karena ikan garra rufa tadi telah memberikan rangsangan seksual yang luar biasa buatku untuk dijadikan sebuah pengalaman. Untungnya diriku dicabuli ikan, bukannya manusia, itu juga patut juga untuk kusyukuri.

Sepasang kaki dan tanganku bergerak memberikan gaya dorong agar tubuhku tetap mengapung di tengah aliran sungai. Suhu air di sungai ini lebih rendah dari aliran air hangat tadi, tapi masih terbilang lebih hangat daripada saat nyembur pertama kali berenang waktu mengejar pakaianku yang hanyut. Kedalaman sungai ini moderate sih menurutku. Tidak terlalu dalam maupun tidak terlalu dangkal. Kurasa sekitar tiga meter. Arus di sini pun tidak terlalu deras. Airnya bening aku dapat melihat refleksi tubuhku yang terendam dalam air. Dasar sungai ini berupa bebatuan hitam, aku kurang tahu batu apa itu, kayaknya seperti bebatuan yang pernah kududuki di pinggiran telaga kecil kemarin, yang dingin ketika menyentuh kulit vaginaku kemarin, apa aliran sungai ini akan menuju air terjun kemarin ya? Aku berharap sih iya, karena aku masih ingat betul jalan dari telaga sampai ke pantai.

Sekarang aku mulai bergerak untuk berenang. Oh iya, sampai hari kemarin sebetulnya teman-temanku, bahkan mamaku belum tahu kalau aku bisa berenang. Soalnya baru beberapa bulan kemarin aku berlatih. Kalau ditanya sih karena kemarin-kemarin aku masih takut untuk berenang. Trauma masa kecilku ketika terpeleset dan tenggelam di kolam pertunjukan lumba-lumba belasan tahun masih saja terngiang-ngiang di kepala. Untung saat itu papaku dengan sigap nyebur dan menyelam untuk menyelamatkanku. Kalau tidak, ah! aku tidak bisa membayangkannya. Penonton pada heboh. Bukan salahku sih, waktu itu pagar pengaman copot. Setelah diselidiki, ternyata baut dan mur sudah longgar. Pihak amusement park juga telah meminta maaf atas keteledoran itu.

Oh iya, soal masa latihan berenang, aku mengambil kelas privat, soalnya aku risih kalau harus latihan di kolam renang umum, dan juga malu pastinya. Masa udah gede baru latihan renang, pakai pelampung lagi. Bisa-bisa aku diketawain bocil-bocil yang sudah pada jago renangnya.

Guru privat renangku itu merupakan seniorku di kampus. Sudah menikah sih, tapi belum diberikan keturunan. Dia juga akhwat sepertiku. Ke mana-mana dia memakai jilbab lebar dan bergamis. Tapi dia menjalani hubungan jarak jauh dengan suaminya karena pekerjaan suaminya dituntut perusahaan untuk stay di luar negeri. Oleh karena itu, jadinya aku bisa latihan berenang di kolam renang pribadi di rumah seniorku tersebut.

Biasanya aku berlatih berenang tiap akhir pekan, itu pun pasti antara sore sampai malam. Abis seniorku tuh banyak acara ketika siang, karena selain statusnya sebagai mahasiswi, dia juga seorang entrepreneur dengan membuka butik aneka pakaian muslim di kotaku. Jadi, untuk berenang di air dingin sebenarnya aku sudah terbiasa. Suhu air di sungai ini pun tak masalah bagiku karena aku sudah berpengalaman berenang di air dengan suhu yang lebih rendah dari ini. Pertama sih agak kagok, tapi lama kelamaan udah terbiasa kok. Apalagi sesudah latihan renang aku pasti mandi air hangat di rumah seniorku. Seringnya sih diajakin mandi bareng, tapi aku tolak ya. Soalnya aku pasti malu, walaupun seniorku juga seorang wanita. Berenang telanjang di pantai dan telaga kecil kemarin juga pertama kalinya aku bugil di depan wanita. Untung aja si Ria memang sahabat dekatku, jadi aku merasa lebih aman aja.

Oh iya. Sebagai balas budi pada seniorku, aku sempat beberapa kali diminta untuk memakai gamis dari butiknya untuk pemotretan promosi di medsos, dan aku bersedia secara sukarela. Jadi gak semua tentang uang ya, apalagi masalah pertemanan. Pada saat aku latihan tidak ada peristiwa yang wow banget sih. Aku beberapa kali mencoba, langsung bisa beradaptasi dengan metode latihan dari seniorku dan langsung bisa berenang setelah kira-kira dua bulan. Memang sih, pertama aku masih memakai pelampung berbahan fiber lalu memakai rompi pelampung sampai akhirnya aku bisa berenang tanpa alat bantu walau hanya beberapa gaya aja yang aku kuasai, karena memang renang ini hanya akan kujadikan sebagai media olahraga pengisi waktu luang.

Ada satu momen yang awkward banget yang kuingat saat aku latihan renang dengan seniorku itu. Mungkin ini kalau diingat jadi pengalaman yang memalukan buatku. Saat itu aku sedang janjian latihan karena pas ngepasin weekend. Jadi aku menjemput seniorku di butiknya saat jam pulang, dan aku mengantarnya pulang ke rumahnya setelah itu. Saat aku tiba di rumahnya aku ngobrol beberapa saat, sampai aku sholat magrib dan isya berjamaah dengannya, lalu waktu latihan pun dimulai dan tiba-tiba aku menyadari sesuatu kalau aku gak bawa baju renang. Duh gimana nih, pikirku saat itu. Apa aku membatalkan niatku untuk latihan, tapi gak enak juga sama seniorku. Kemudian aku ngomong sama seniorku, dan dia menawarkan untuk meminjamkan swimsuit-nya padaku, tapi dia bilang modelnya sama semua yang dia punya, cuma beda warna. Waduh gawat pikirku. Bukan masalah size atau karena postur tubuh seniorku hampir sama denganku, tinggi badan pun hampir mirip paling selisih secenti, tapi yang jadi masalah adalah model swimsuit tersebut. Swimsuit punya seniorku adalah model one piece. Aku juga punya jenis itu, tapi yang dia miliki beda dengan punyaku yang memiliki model hijab yang walaupun sedikit ketat tapi menutup semua bagian auratku.

Swimsuit one piece punya seniorku ini juga bukan model yang biasa, sangat seksi menurutku. Bagian punggung terbuka, bagian bawah yang menutupi area selangkangan lebih tirus. Kira-kira lebarnya dua centimeter. Mungkin gak sampai deh. Tirus banget. Kalau dipakai, pasti sebagian labia mayora terekspos. Bongkahan pantat pun juga terekspos. Selain itu bagian diameter lubang kaki sangat lebar. Tepian lubang yang melingkar naik ke atas sampai pinggang. Tonjolan tulang pinggul jadi terlihat. Kalau dibayangin bagian kaki lebih terbuka, jadi bagian selangkangan lebih ter-expose. Hanya bagian vagina aja yang tertutupi bagian segitiga tirus, tapi bukan model G-string.

"Gimana, Anggu? jadi pinjam punyaku gak? gak usah malu, wong hanya kita berdua yang berenang. Sama-sama wanita juga, kan?" ujar seniorku.

Kalau dipikir-pikir benar juga apa kata seniorku. Kolam renang ini privat. Seniorku hanya tinggal sendiri di rumah yang dibelikan suaminya. Kompleknya pun ada di perumahan elit dengan pemilik yang sifatnya individualis dengan dinding pembatas yang tinggi.

"Ok aku pinjam ya, Kak," kataku kemudian.

"Nanti kamu ganti baju aja di kamarku. Gak kukunci, kok. Aku mau nelpon misua dulu, hehe. Baju renangku ada di laci susun plastik warna warni paling bawah, kalau handuk ada di laci atas. Kamu pilih aja sendiri, Anggu," kata seniorku

Aku pun mulai menuju ke kamar seniorku, letaknya dekat dengan ruang keluarga tempat aku ngobrol. Setelah masuk kamar aku kunci pintu, agak kikuk aja kalau tiba-tiba seniorku masuk. Kulihat sekitar dan kutemukan kalau laci susun plastik tersebut berada di pojok kamar. Aku melangkah mendekati laci tersebut. Kamar seniorku ini sangat enak dipandang walau ukurannya lebih kecil dari kamarku, tapi dekorasi terlihat rapi dan simpel. Wallpaper yang ditempelkan di dinding kamarnya pun terlihat selaras dengan material kayu jati di lemari, ranjang dan meja rias nya. Setelah sampai di depan laci susun itu, aku membuka laci paling bawah. Beberapa swimsuit one piece terlihat tersusun rapi, tapi ada hal janggal yang kulihat. Beberapa buah sex toy kulihat berada di samping susunan swimsuit. Ada yang bentuknya menyerupai penis dengan diameter yang besar, ada yang bentuknya seperti kapsul yang ada kabelnya, ada yang bentuknya seperti kepala jamur, dan masih banyak lagi. Aku tidak melihat semuanya karena tumpukan sex toy di bawahnya terlihat masih ada beberapa. Dari pada aku melihat hal yang tidak perlu aku lihat, aku segera mengambil swimsuit yang teratas lalu menutup laci susun tersebut, lalu aku mengambil handuk di laci paling atas.

"Apa kebutuhan seks memang penting ya saat sesudah menikah?" tanyaku dalam hati.

Seniorku ini memang tinggal sendiri. Ketika dia kangen suami dan ingin berhubungan seks, apa dia akan melampiaskannya dengan sex toy tersebut, ya? walau dia akhwat, menurutku juga tidak ada yang salah dengan ini, karena seniorku memang sudah menikah. Ah lebih baik aku segera ganti baju aja, daripada berpikir yang tidak tidak. Maklum, aku masih jomblo. Hihihi.

Kuletakkan swimsuit dan handuk di ranjang. Kumulai membuka jilbabku dengan melepas jarum pentul, lalu kubuka gamisku dengan menurunkan resleting di bagian punggung. Kini aku masih memakai kaos dalam dan legging. Mulai kubuka kaosku dengan meloloskannya melewati kepalaku, dan kemudian kupelorotkan leggingku dengan kedua tanganku memegang kedua sisi atas legging lalu menurunkannya melewati kakiku.

Sekarang aku hanya memakai bra dan celana dalam aja. Keduanya sengaja tidak kulepas karena menurutku swimsuit ini sangat terbuka. Aku pun mulai memakai swimsuit ini dengan memasukkan kakiku ke lubang kaki swimsuit, lalu memasukkan lenganku ke lubang swimsuit di bagian lengan. Enak sih bahan swimsuit ini, ringan banget. Kalau aku melepas bra dan celana dalam, mungkin akan berasa telanjang kali ya, abisnya ringan banget dan kaya menyatu dengan kulit. Bisa-bisa kalau aku hanya mengenakan swimsuit ini, rambut kemaluanku bakal offside di sisi kiri dan kanan. Aku jadi tahu kalau kakak seniorku itu rajin mencukur atau mencabut rambut kemaluannya. Aku mengambil handuk lalu kulilitkan di pinggang. Aku pun mulai keluar kamar untuk menuju kolam renang.

"Kak aku udah siap nih," seruku menyapa senior.

"Eh iya, Nggu. Kamu ke kolam aja dulu. Udah dulu, ya. Nanti dilanjut lagi," balas seniorku

Kulihat seniorku masuk ke kamar untuk ganti pakaian, lalu aku lanjutkan langkahku menuju kolam renang. Rumah ini tidak terlalu luas, beberapa langkah aja aku udah sampai di tepi kolam renang. Air di kolam renang ini sangat jernih, mungkin pengaruh kaporit dan perawatan penggantian airnya yang dilakukan secara berkala. Aku lalu duduk di tepian kolam renang sambil menepuk-nepuk air sembari menunggu seniorku disini.

"Gimana, Anggu? Are you ready to jump? lepas handuknya dong gak usah malu-malu, hehehe," kata seniorku yang sedikit mengagetkanku.

"Eh.. eh iya, Kak," sambil aku melepas lilitan handuk, melipatnya dan menaruhnya di sisi kolam.

"Kamu kok pakai bra dan celana dalam? gak dilepas aja? nanti basah lho, apa kamu pulang nanti gak pakai bra dan celana dalam?" kata seniorku menimpali.

Betul juga apa kata seniorku, masak aku pulang gak pakai daleman, lagian kalau pun aku pinjam bra dan celana dalam seniorku aku juga agak sungkan.

"Udah dilepas aja, lagian juga kita sama-sama cewek. Tidak masalahkan, kan? Lagi pula kalau sama suamiku kadang aku juga berenang sambil bugil lho, Anggu. Toh misua juga pasangan sah jadi gak masalah kalau menunjukkan auratku di depan dia, haha."

"Eh! apa iya, Kak?"

"Ya dong, Anggu. Makanya kamu cepat nikah, enak lho punya misua, haha."

"Hehehe, nanti dulu deh kak, hilal jodohku belum nampak nih."

"Tapi pacar sudah punya dong?”

“Kata siapa? Belum kok.”

“Aku doakan cepet punya pacar.”

“Jangan pacar dong, Kak. Suami aja. Pacar belum tentu jadi suami, hihi.”

“Iya-iya. Ya udah ayo lepasin aja, aku tutup mata deh."

"Hehe. Iya deh, Kak."

Aku pun melepaskan bra ku dengan tidak melepas swimsuit, tau kan caranya, kalau cewek memang udah biasa sih.

Kait bra kubuka lalu kulepaskan tali bra dari bahuku, kemudian kuloloskan melalui lubang tangan kiri swimsuit-ku. Selanjutnya, kulepaskan celana dalam dengan meloloskan lubang kaki celana dalam. Dengan mengangkat kaki kanan dan memegang bagian pinggul kain celana dalam, kemudian kuloloskan kakiku. Aku lakukan hal yang sama dengan kaki kiri sehingga celana dalam ini menggantung di selangkanganku. Celana dalamku terjepit oleh swimsuit. Kumasukkan jari telunjuk tangan kiri ke dalam swimsuit di selangkangan, lalu tangan kanan menarik celana dalam.

Uuhh… terasa geli. Pergesekan celana dalam dengan kemaluanku seperti sengatan listrik.

"Matanya boleh dibuka, Kak." kuhadapkan tubuhku ke depan seniorku.

"Ok deh aku buka ya, Anggu."

Ketika senior telah melepaskan tangannya dari matanya, dia tiba tiba tertawa terbahak-bahak.

"Hahaha. Anggu.. Anggu."

"Kenapa, Kak. Ada yang salah ya?" tanyaku sambil agak salting

"Itumu lho.. hahaha." Seniorku masih menertawakanku, sambil menunjuk jarinya ke arahku lalu menutup mulutnya.

Aku masih bingung dengan penyebab seniorku masih tertawa terbahak-bahak.

"Rambutmu, Anggu. Rambutmu itu, lho."

"Rambutku kenapa ya, Kak." Aku pun mulai memegang rambutku, dan menurutku tak ada yang salah dengan rambutku.

"Bukan rambut yang atas, rambut bawahmu itu lho.. Hahaha," kata seniorku sambil ia menurunkan jarinya agak ke bawah.

Oh, tidak! aku baru sadar ketika melihat ke bawah. Rambut pubisku ternyata menyeruak ke samping kiri dan kanan swimsuit ini. Aku pun lalu menutup bagian tersebut dengan tanganku. Uh, aku lupa. Padahal tadi waktu ngambil pasti akan terjadi hal seperti ini.

"Gak kamu cukur ya, Anggu?"

"Kakak kok gitu sih malu aku jadinya."

"Dah gak usah ditutupi gak papa kok, kadang aku juga lupa untuk mencukurnya."

Aku pun kemudian mulai menarik-narik bagian selangkangan swimsuit ini, merenggangkan dan mencoba menutupi rambut pubisku sambil jemariku memasukkan helai demi helai, tapi tak berhasil kulakukan. Tidak semua rambut pubis tertutupi.

"Dah Anggu biarin aja rambutmu itu, selain itu puting dan cameltoe-mu juga nyembul lho."

Menyadari perkataan seniorku aku pun menoleh ke bawah, dan benar putingku menyembul nyemplak di swimsuitku. Kalo bagian ke bawah aku tak begitu memperhatikannya.

"Yuk, Anggu. Nyemplung aja, aku gak akan bilang siapa siapa kok," kata seniorku, sambil menarik tanganku ke kolam.

BYURR!!!

Berat badan kami membuat gelombang kecil di air kolam.

Untuk pertama kalinya aku melepas rasa maluku di depan seniorku, malu banget rasanya tapi ya bagaimana lagi. Sekitar satu jam aku dan seniorku berenang. Beberapa teknik baru aku pelajari. Setelah selesai aku dan seniorku pun duduk di pinggir kolam.

"Eh, Anggu. Kamu tadi liat gak ada yang aneh di laciku?"

"Yang aneh apa ya, Kak?"

"Tadi kamu lihat gak ada sex toy di laciku?"

"Owh, yang itu. Iya, Kak. Aku sempet lihat."

"Jangan bilang siapa-siapa ya, Anggu. Rahasia kita berdua aja, jadi kalau kangen berhubungan aku pakai itu, Anggu. Sebagai pelampiasan. Agak aneh ya akhwat sepertiku pakai alat kaya gitu, tapi misuaku juga tau kok, kadang dia malah yang request kok saat video call untuk masturbasi di depannya," kata seniorku

"Ya, Kak. Aku tau kok, kalau udah sah jadi suami istri juga gak masalah kaya gitu. Kan udah termasuk kebutuhan."

"Hehe iya, Anggu. Kalau kamu menikah pasti kamu juga tahu."

Sesi latihan renangku pun ditutup dengan obrolan-obrolan ringan. Aku masih berpikir apa berhubungan seks akan addict banget ya? kalau aku dah nikah nanti apa aku akan melakukan hal yang sama seniorku? Ah aku tak mau berpikir terlalu jauh.

Pengalaman dengan seniorku menjadi pengalaman yang agak memalukan. Kalau diingat aku jadi tertawa sendiri, kok aku bodoh banget ya, hahaha.

Aku masih berenang di aliran sungai ini. Sesekali aku beristirahat. Kurasa jarak ke pantai masih jauh. Aku berdoa saja moga-moga sebelum sampai pantai, pakaianku ketemu. Jadi aku bisa lekas kembali ke desa.

Ria, Toni, dan Arya khawatir gak ya sama aku? Aggh… malah jadi kepikiran. Mama papaku sekarang juga pasti khawatir. Duh.. malah sekarang merasa berdosa banget. Berasa jadi anak durhaka, berani melawan perintah mama dan akibatnya malah jadi begini. Aku dihukum menjadi gadis tersesat di tengah hutan. Aku jadi tersesat karena kebandelanku, akibat ulahku sendiri dan jadi kaya gini akibatnya, mana ada akhwat yang sehari-hari berpakaian menutup aurat malah sekarang tanpa ada penutup aurat. Bahkan, tanpa memakai jilbab pun aku merasa kaya telanjang, tapi sekarang malah telanjang beneran, kan? Tapi ini keadaan yang memaksaku.

Kira-kira apa ya maksud kejadian ini? kalau dari sisi nafsu setan pasti, menyuruhku lebih buka bukaan kali ya? gak usah pakai jilbab, gak usah pakai pakaian yang menutup aurat, pamerkan kemolekan tubuhmu. Tapi masak aku nuruti kemauan setan sih. Kalau nurut, aku malah ikut mereka abadi di Neraka. Di siksa dan di bakar oleh api keabadian. Kalau penyuka masokis, pasti seru tuh. Hahaha.

Kalau dipikirkan memang sudah tugas setan kali ya untuk menggoda manusia, menggiringnya menuju kesesatan. Jangankan aku yang seorang wanita biasa, seorang manusia pertama dari ciptaan Allah saja bisa terusir dari surga karena godaan setan. Kalau seorang manusia jauh dari agama atau meninggalkan salat mungkin akan lebih mudah untuk menuruti godaan setan. Aku jadi kepikiran bagaimana nanti aku salat kalau aku tak bisa menutup aurat kaya gini. Apa aku gak beribadah aja? tapi apakah nanti akan dosa? kalau pun aku salat dengan keadaan kaya gini apakah akan diterima amalannya, atau bahkan dianggap dosa karena merupakan penistaan? Ah.. only god can judge me...

Harus kuakui kecerobohanku kemarin. Ketika aku bermesraan dengan Ria, ketika kulitku dan kulit Ria saling berpadu dan saling melekat, ketika jari jemari dan mulut kami saling merangsang ke bagian vital tubuh, dalam keadaan itu dan dalam waktu itu seketika aku lupa dengan agama, lupa dengan ajaran moral kalau hal itu tidak diperbolehkan apalagi ini dengan sesama jenis. Dulu aku ingat kisah kaum nabi Luth yang ditimpa azab karena praktik homoseksual. Apakah aku akan ditimpa azab yang sama. Oh, tentunya tidak. Aku tidak mengharapkan hal itu terjadi kepadaku atau kepada Ria. Ampuni aku ya Allah, ampuni Ria juga, dia lebih dari sekedar temanku dan aku sangat menyayanginya. Walaupun Ria berbeda dari agama yang kuanut, aku tetap mendoakannya. Tidak peduli anggapan dari ustaz dan ustazah yang dengan tegas melarang dan mengharamkan untuk mendoakan orang beragama selain Islam. Aku mengikuti Rasulullah, yang mendoakan hal-hal baik kepada orang-orang kafir. Termasuk juga paman-pamannya agar diberi hidayah.

Kini aku harus merasa kalau aku sedang dihukum, menjalani hukuman ini, biar aku nantinya tidak melakukan kesalahan yang sama. Ya aku harus ikhlas menjalaninya, aku pun tidak tahu rintangan apa yang akan ku jalani berikutnya, yang pasti aku harus siap. Mungkin ini jalan takdirku untuk mencoba intropeksi diri terhadap kesalahan yang aku buat, terutama terhadap mamaku. Aku sangat menyesalinya, andai aku dapat pulang saat ini juga, aku akan bersujud dan menangis di hadapan mamaku, meminta maaf tentang kesalahan yang aku buat.

Tak kusangka air mataku mulai jatuh menetes di pipiku. Tak terbayangkan bagaimana kasih sayang yang kuterima sejak aku masih kecil. Aku masih punya mama, setidaknya aku harus bersyukur bukan malah menyakiti hatinya. Tak terbayang bila aku sudah tidak bisa menemui mama, pasti aku akan depresi dan jatuh dalam jurang keputusasaan.

Derasnya arus aliran sungai ini seakan melarutkan air mataku dan kesedihanku. Aku harus tetap positive thinking dan jangan terlalu mellow. Aku suka tempat ini, very wonderful. Suasana alam yang asri seakan mulai menentramkan suasana hati. Ya, kalau tadi aku agak bad mood, tapi sekarang mood-ku jadi lebih baik.

Kurasa ada suatu fenomena alam yang terjadi, arus di sungai ini semakin deras saja. Bahkan, di sekelilingku kutemukan beberapa ranting, dedaunan, dan dahan pohon yang terbawa arus jeram sungai ini. Aku harus berhati-hati. Bisa bahaya kalau terkena benda-benda semacam itu, apalagi kalau terkena kepala, duh aku bisa terluka. Atau, malah aku bisa mati. Duh, kok jadi ngeri.. ya..?

Aku masih berenang dengan gaya bebas, aku menghindari bebatuan besar yang ada di sungai ini, dan juga potongan dahan dan ranting yang ikut hanyut dalam aliran sungai ini. Derasnya jeram sungai ini, membuat kendali tubuhku agak berkurang, aku juga mulai hanyut.

Grrrr… lama-lama kok dingin ya? aku merasa suhu air yang semakin dingin, volume debit air juga semakin besar, gelombang arus bawah air juga seakan menyeret kakiku. Kalau bisa aku harus segera menepi dari sungai ini, firasatku mengatakan kalau bahaya akan segera menghadang.

Beberapa waktu berlalu, air di sungai ini seakan tiba tiba menjadi tenang, di sekelilingku terdapat beberapa alga dan ganggang, beberapa riak juga muncul ke permukaan karena gerak ikan, apa populasi ikan disini paling banyak ya daripada bagian-bagian lain dari sungai ini. Seumpama aku bisa masak dan bakar ikan mungkin ikan-ikan ini aku tangkap.

Duh! kok tiba-tiba aku jadi lapar ya?

KRUUK!! KRUUK!!

Suara dari perutku yang seolah minta untuk diberi jatah. Makin lama aku berenang, makin lama energiku terkuras. Dari sarapan ubi yang diberikan pemuda desa subuh tadi sampai sekarang belum ada makanan yang masuk ke perutku.

Terik matahari semakin lama semakin menyengat kulitku, dan aku masih mengapung dan berenang di tengah sungai dengan alga dan ganggang yang berada di sekelilingku. Kulihat keadaan sekitar. Tebing tinggi berada di sekelilingku, di atas tebing terdapat semak, ilalang dan pohon. Beberapa monyet terlihat bergelantungan melompat dari pohon satu ke pohon lainnya. Untuk sekarang aku harus tetap berenang.

Go ahead Anggu, come on, reach your mission. Aku ayunkan tangan dan kakiku menggerakkannya berirama. Aku berenang mengikuti arus yang mulai bergerak perlahan menuju muara. Bila ada seseorang di atas tebing dan melihatku, akan terlihat bagian polos punggung dan pantatku yang terdorong ke arah depan.

Semakin lama semakin deras arus sungai yang kulalui. Apa yang terjadi? kurasakan kalau kontur dari sungai ini semakin menurun. Gaya gravitasi yang menyeret tubuh seolah-olah aliran sungai seperti sesosok monster yang mendorongku menuju ke bawah.

"Aggh!! kenapa ini?" seruku seolah-olah arus sungai ini dengan gaya yang besar terus menarik tubuhku tanpa jeda.

Aku tak bisa mengendalikan gerakan renangku. Air sangat tidak bersahabat. Tubuhku seperti ketarik hingga kepalaku tenggelam.

"Tidak!!! Tolong….!! Tolong….!! Tolong aku!!"

Aku menjerit keras sambil berusaha kepalaku berada di permukaan air.

Adakah seseorang yang akan menolongku? Adakah orang yang mengerti bahasaku? Tubuhku terombang rambing akibat hantaman gelombang air. Seakan pesawat yang mengalami turbulensi, aku tenggelam, terhempas, terhuyung dan mengapung muncul ke permukaan, begitu seterusnya. Beruntung sungai ini dalam. Posisi badanku terbolak balik dan rolling tak tentu arah di dalam air. Tubuhku berpindah pindah, kepala kadang di atas, kadang pula di bawah. Kakiku kadang dalam posisi di atas, kadang di bawah. Sendi-sendi gerakku kadang lurus kadang menekuk tak beraturan. Gelombang ini juga seakan terus membantingku, membuatku terangkat lalu menghempaskanku ke kedalaman. Air mulai masuk ke dua lubang hitungku. Dadaku terasa sesak, aku sulit bernafas. Sambil sesekali menutup hidung, aku mencoba bertahan dari gelombang air ini.

Apakah ini adalah akhir hayatku? Ya Allah selamatkan aku, tubuhku terus terseret oleh arus sungai ini, beberapa ranting dan dahan pohon membentur tubuhku.

"Akkkkkkkhh…" jeritku.

Udara dalam aru-paru keluar menuju mulut, lalu keluar dan membuat gelembung-gelembung ke permukaan.

BLEG! DUG! DUG!

Tubuhku menghantam sesuatu. Reseptor kulitku merasakan kalau aku menabrak semacam tali yang saling terikat pada sebuah simpul, teksturnya kasar, tanganku berusaha memegangnya, kakiku kupijakkan pada tali ini, mungkin inilah tanda pertolongan untukku, tapi tiba-tiba…..

BRUUKKK!!

"Awwwww!!" aku menjerit kesakitan.

Punggungku seperti ditubruk benda keras. Kini aku dalam posisi terjepit. Aku mencoba membuka mataku, dan mencoba menaiki tali ini dengan berusaha memanjatnya. Kini terlihat kedua tanganku memegang sebuah jala yang terbuat dari semacam akar gantung, jala ini berbentuk tali temali yang saling berkaitan dengan rongga-rongga yang berbentuk persegi. Sekarang sepertiga badanku hampir berada di atas air, ku lihat ke belakang, beberapa potongan dahan dan ranting pohon terus menekanku karena gaya dorong dari jeram air, tubuhku seakan terus di tekan ke arah depan, menekan jala ini. Aku tidak yakin jalan ini bisa bertahan lama. Kulihat bagian atas tali jala berdiameter kecil.

KRAAAAK!!

Oh tidak!!! Tali jalanya putus!!

Banyaknya ranting pohon, dahan, dan kayu yang ikut masuk terjaring membuat jala ini tidak kuat. Ditambah tubuhku yang juga membebani.

BYURR!!

Aku pun kembali tercebur dan hanyut ke dalam derasnya arus sungai. Aku kembali terpontang panting, rolling ke sana kemari tak beraturan. Hingga kurasakan kepalaku membentur sesuatu dan menghilangkan inderaku.

Gelap.

Apakah sampai di sini akhir dari perjalanan hidupku?







Bersambung.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd