Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Lonely Adventure story 2

Lanjutan ya suhu...


*Chapter 4, hari ke tiga..



"Ridwan, cucu kakek yang ganteng, pinter, tapi sembrono. Kakek udah tangkap maksud kamu. Dan itu bukan menyelesaikan masalah. Kamu mau pake jalan coboi kan? tabrak langsung kesana? Gak bisa, emosi jangan di depankan. Sabar dan pakai kepala dingin. Biar kakek ketemu dulu dengan pak Harris pagi ini. Nanti jam setengah 8, kakek kesana sebelom pak Harris keluar. Udah kamu disini aja ama nak Anto."


"Ya Wan, udah kita ke koperasi aja. Lo gawe gih. Gue tapi ntar gak bisa gawe full yah, jam 10 gue mau ke cibadak. Ada janji gue ama orang.."

"Kampret si kunyuk. Baru juga 2 hari dan badan pada bengep udah bisa dapet janji aja. Ama siapa?"

"Ama aki Tama, mau ucap terima kasih udah tolong gue kemaren. Cucu nya nganggur mau cari kerjaan, gue mau bantuin, tapi hubungin cucu nya kaga bisa kerena hp nya rusak, gue mau kasih hp buat dia. Gitu bro.. beli di Cibadak cell. Mungkin habis tengah hari gue udah selesai lah."

"Oo gitu, ya udah ntar gue temenin. Ntar lo nyasar atau di gangguin orang lagi."

"Gak usah, kemaren gue gak bisa telp lo karena hp gue lowbat, ini udah full dan ready. Lo kerja deh yang bener, biar data lo lengkap jadi skripsi lo bisa cepet kelar bab 4 nya."

"Yakin lo yah. Lo bisa kan ke cibadak sendiri?"

"Anjrit, lo pikir gue anak TK? udah tenang aja. Sambil kita ntar tunggu kabar dari kakek."

"Bener juga, gue mau tau gimana hasil ketemuan nya kakek ini. Ketemu ama gue, gue habisin tuh."


Kami akhir nya sama sama ke koperasi dengan mobil Ridwan. Ridwan jam 8.00 tepat sudah mulai aktivitas demikian juga dengan ku. Dengan muka di plester di dahi dan pelipis, aku tetap kerja. Beberapa rekan menanyakan keadaan ku, aku jawab ada kecelakaan kecil. Ridwan pun menjawab hal yang sama saat di tanya ibu Pratiwi dan Winda. Mereka tidak mengetahui hal yang sebenarnya malah menasihati aku. Aku terima saja, toh gak ada salah nya perhatian para bapak dan ibu ini.

Jam 10 kurang aku pamit duluan ingin ke cibadak. Karena aku tidak terikat apapun di sana mereka mengizinkan. Aku segera pergi ke seberang jalan dan terus masuk lorong ke arah rumah aki Tama. Tampak aki Tama sedang mengurus kandang ayam di halaman rumah saat aku tiba.


"Assalamualaikum, selamat siang aki."

"Wa'alaikumsalam. Eh, cu.. ayo masuk. Sudah datang. Gimana tadi malam? masih sakit?"

"Sudah baikan aki. Sudah tidak sakit sama sekali. Teh yang dari aki sungguh mujarab. Anto sungguh sangat terbantu. Aki sedang sibuk?"

"Ah, apa sibuk nya orang tua seperti aki ini. Setiap hari yah seperti ini, penghasilan aki dari ternak ayam kampung saja. Umur dan kemampuan sudah habis cu."

"Wah, lumayan aki kalau bisa laku banyak bisa buat kebutuhan hari hari ya ki. Ada berapa ekor sekarang aki?"

"Ini tinggal 72 ekor, anak sampai yang biang, pejantan hanya 3 ekor. Kemarin minggu baru dibeli orang langganan 25 ekor yang siap potong. Cucu mau ketemu aki atau.... si Neng?"

"Iya aki, Anto mau ketemu Neng, kalau diizikan mau ajak Neng ke cibadak. Mau beli hp buat Neng. Karena Neng mau cari kerja katanya, Anto mau bantu. Tapi nanti kalau sudah ada kerjaannya, Anto bingung hubungin Neng nya, makanya Anto mau belikan hp, biar bisa komunikasi. Hitung hitung sebagai tanda terima kasih Anto atas bantuan Aki dan Neng tadi malam."

"Eh, sejak kapan Neng kok minta pamrih. Aki gak pernah ajarin begitu? Kalau alasan nya karena nolong kemarin, aki gak mau. Aki tolong ikhlas lahir bahtin. Gak ada pamrih atau balasan."


"Bukan.. bukan aki. Jangan salah sangka. Neng juga kemarin malam nggak mau Anto belikan. Tapi ini untuk kepentingan lowongan kerja buat Neng kedepannya. Anto yang mau belikan, bukan karena di minta. Sungguhan ki..." aku cepat cepat klarifikasi, takut aki salah paham.

Aki melihat mataku dengan tajam, tajam sekali. Aku sedikit bergidik. Senyap sesaat, lalu aki tersenyum.


"Baiklah, aki percaya sama cucu. Tapi si Neng mah seharusnya nggak butuh kerjaan, dia butuh suami aja hehehe.."

"Fiuhhh.. aki bisa aja. Neng masih sangat muda aki. Masa depannya masih sangat panjang. Masa disuruh bersuami?"

"Yah kalau sudah ada yang mau dan cocok, kenapa tunggu lagi? Kasian si Neng, sejak kecil sekali sudah kenyang menderita. Aki hanya berdoa semoga dia segera mendapat kebahagiaan nya."

"Amin... semoga ya aki."

"Cucu sudah janjian ama Neng, jam berapa?"

"Jam 10 aki."

"Eh, ini sudah jam 10. Si Neng teh kamana? Neng... neng..." aki memanggil Neng


"Iya aki.. " ada jawaban dari dalam. Lalu Neng keluar dari dalam rumah.

Sungguh cantik Neng hari ini. Pakaian nya sederhana tapi sangat serasi. Menggunakan dress biru muda, dan celana panjang bahan lemas Hitam ke coklatan. Dandanan tipis, rambut di gerai sepunggung, poni disisir ke kanan dan di jepit rambut merah kecil. Memakai sepatu kain hitam. Membawa tas selempang kecil.


"Ah, a Anto udah sampai. Maaf Neng gak tau."

"Kamu udah siap neng? nggak di ajak masuk dulu dan minum dulu Anto nya?"

"Tidak usah aki. Anto sudah minum tadi di koperasi. Anto izin mau langsung ajak Neng ya aki. Karena habis jam istirahat, Anto mau kembali lagi ke koperasi ki."

"Oo... ya sok atuh.. ini sudah siang. Hati hati dijalan. Cepat pulang kalau sudah selesai."


"Baik aki. Kami pergi. Assalamualaikum." kata ku

"Assalamualaikum aki" Neng mengucap salam

"Wa'alaikumsalam." jawab aki Tama

Aku dan Neng berjalan bersama menuju pinggir jalan. Menunggu angkutan ke cibadak. Tidak lama mobil sudah datang dan kami segera naik. Kami banyak diam sepanjang perjalanan. Seperti ada kekakuan diantara kami. Padahal semua biasa saja.

Setengah jam lebih kami sudah sampai di cibadak. Kami langsung menuju ke cibadak cell. Aku menghampiri penjaga nya, dan mereka menerangkan beberapa tipe ponsel yang mereka punya

Aku segera memilihkan sebuah ponsel ber tekhnologi android dan sebuah ponsel gsm biasa. Setelah mengisi aplikasi standard yang dirasa perlu dan masing masing juga diisi oleh sim card yang baik. Atas saran seorang sahabat yang jauh di seberang pulau, aku pilihkan sim card dari "teman pintar".

Setelah menyelesaikan urusan dengan toko ponsel, aku dan neng bergerak ke sebuah warung bakso, cukup ramai juga siang ini.

Aku memesan 2 porsi bakso campur dan soft drink dingin.


"Mudah mudahan hape nya kamu senang ya Neng. Aku beliin yang biasa sih, tadi itu yang paling mendingan dari yang lain."

"Aduh, Neng sudah terimakasih sekali a seumur umur belum pernah pakai hape canggih seperti ini. Neng juga gak bisa pakai media sosial. Biasa nya sms sama telepon aja a. Tadi diajarin sih ama teteh yang jaga nya. Nanti Neng pelajarin di rumah. Tapi Neng malu a, repotin aa, malah mahal pisan. Neng belum pernah punya uang seharga hape ini." kata Neng dengan polosnya.

"Sudah tidak apa apa, Neng wajar kok terima itu. Dan Neng tidak ada hutang apapun. Mudah mudahan berguna bagi Neng kedepan, terutama buat komunikasi kalau kalau ada lowongan pekerjaan."

Kami pun mulai menyantap bakso itu. Aku sejak mulai masuk warung bakso, merasa ada yang memperhatikan. Aku coba pelan pelan menyapu pandangan ke segala arah, terlihat seorang pemuda sedang melangkah keluar warung dan menghilang. Aku segera waspada, sepertinya akan ada terjadi sesuatu.

Tak lama kami menyudahi makan dan keluar menuju jalan. Kami menyeberang jalan berteduh dibawah pohon rindang sambil menunggu angkutan. Tiba tiba datang sebuah mobil pajero hitam.. sekilas aku ingat, ini adalah mobil yang sama tadi malam. Aku segera menarik neng ke belakang ku. Turun 4 orang yang tadi malam plus supirnya, Yudha.

"Oh.. lo mahasiswa Jakarta yang ternyata ada backing juga. Ngapain lo ngadu-ngadu ama pak Maulana? Pak Maulana protes ama bapak gue. Lo masih kurang gue hajar?" tiba tiba Yudha menghardik ku, bisa juga dia bahasa Jakarta.


"Hemm.. gue salah apa ama lo? kenapa lo pukulin gue tadi malam? Gue gak kenal lo, hati-hati gue gak takut."

"Lo ada di waktu yang salah. Anggap aja lo sial ketemu gue. Gue bukan urusan ama lo, tapi gue gak nyesel hajar lo. Biar lo kenal gue, anak yang pegang daerah sini. Eh, ternyata lo ngadu ama pak Maulana, gue kasih tau yah, pak tua itu sudah gak ada gigi nya disini. Kalo gak ingat jasa jasa nya, udah gue hajar dia."

"Heh, bisa hormat gak lo ama orang tua? Kalo lo gak bisa, gue paksa lo hormat. Tadi malam gue tahan gak mau salah tangan, kalo udah jelas gini, sorry gue gak akan sungkan lagi."

"Hahaha.. lo bisa apa? gue bonyokin lagi lo biar masuk IGD hari ini. Kalo IGD penuh, lo terima nasib."


Neng terlihat ketakutan. Tapi aku membisikkan agar dia tenang. Cecunguk kaya gini, cuma sansak.

"Ingat, gue ingetin lo sekali lagi. Kalo lo gak mau minta maaf, its oke. Tapi jangan coba coba menghina kakek temen gue. Cabut omongan lo, atau gue paksa buat lo cabut dan mencium kaki pak Maulana."

"Hahaha..ada nyali juga lo. Mentang mentang ama cewek, pengurus panti asuhan anak anak gembel. Cantik juga ternyata, mending ama aa aja Neng, aa bisa kasih kenikmatan dan kesenangan. Ayo sini.."


Aku menghalangi Yudha dengan memasang badan. Aku tau dia juga memancing emosiku. Tapi aku tidak mau duluan memukul, masuk pasal penganiayaan. Biar dia yang memukul lebih dulu, baru aku sikat.

Yudha berusaha menjangkau Neng, aku tepis terus tangan nya. Orang yang menyaksikan berjajar jauh tanpa ada yang berani mendekat. Mungkin mereka takut dengan Yudha dan gang premannya. Yudha tampak emosi karena terus ku halangi. Tampak muka nya merah karena emosi.


"Minggir lo anjing, ntar urusan lo berikutnya setelah gue ama Neng."

"Gak akan, Neng tanggung jawab gue."

"Anjing lo.. makan nih"


Bugghh..

sebuah pukulan mendarat di muka ku. Aku diam bergeming. Tak menghindar atau menangkis. Tapi pukulan itu seperti tidak aku rasakan.

"Bangsat.. ada nyali juga lo.. hiaahh.." kembali sebuah tinju melayang ke muka ku, kali ini aku bergerak menyilangkan tangan kiri di muka dengan posisi telapak terbuka. Aku tangkis sekaligus aku tangkap tangan kanan nya yang memukul. Lalu sebuah pukulan pendek ke rusuk aku berikan. Mendarat telak. Yudha tersungkur sambil memegangi rusuk kirinya. Cukup membuat dia sesak nafas dan memar dirusuk.

Empat teman nya yang lain merangsek maju.

Saat seorang didepan maju, aku hadiahi kaki kanan..

Dugghh...

tepat mengenai dagu lalu terjungkal kebelakang. Dengan kaki yang sama belum lagi menapak sudah terayun ke samping kanan..

Buggghhh...

menghajar uluhati orang ke dua. Dia pun jatuh tersimpuh. Orang ke tiga sekarang menjadi didepan ku saat kaki ku melayang kekanan tadi, dia memukul sekuat nya dengan tangan kanan, aku menunduk sambil maju setengah langkah dan menghajar dagu nya dengan siku kanan..

Crackk...

Terdengar suara berderak di dagu orang itu dan terjatuh tak bergerak. Orang ke empat melihat tiga teman nya dan bos nya terkapar dengan sekali gebrak, mau tidak mau menyiutkan nyali nya. Tapi dia menguatkan diri. Dengan berteriak, dia melompat sambil menendang. Aku tidak mundur atau menghindar. Tendangan nya aku sambut juga dengan tendangan ke perutnya..


Begghh... aaaahhhh...

Tendangan nya mendarat tipis didadaku dan tendangan ku mendarat juga dengan telak di perutnya. Karena dia melompat maka daya dorong tubuh nya semakin kuat. Dia balik terdorong ke belakang dan terlempar ke aspal. Lima orang sama tersungkur. Ada yang masih bergerak tapi ada yang pingsan.

Tepuk tangan dari orang orang yang melihat. Umpat an dan sumpah serapah terlontar untuk para preman itu. Banyak yang tidak suka ternyata pada mereka. Neng yang sejak tadi di pinggir jalan dan ketakutan, setelah melihat Yudha dan geng nya terkapar, segera berlari memeluk ku dengan erat. Air mata nya bercucuran. Badannya kurasakan bergetar. Nyata dia sangat ketakutan. Aku sambut memeluk menenangkannya. Aku yang mengajak nya kesini, aku harus mengembalikannya pada aki Tama dengan kondisi baik dan utuh. Tiba tiba..

"Diam... jangan bergerak. Ini polisi. Tahan mereka semua." 4 orang polisi berbaju preman menodongkan senjata.

"Bawa kekantor, yang pingsan segera panggil ambulance." teriak seorang petugas. Tampak nya komandan dari grup ini.

"Siap ndan." jawab seorang dan segera menelikung tangan ku kebelakang dan memasang borgol.

"Jangan pak, lepaskan. Kami korban pengeroyokan pak. Jangan tahan a Anto." Neng berusaha menahan sang petugas dan berusaha menjelaskan. Tapi sang petugas tetap memborgol kedua tangan ku.


"Sudah Neng, jangan nangis. Aku gak apa apa, segera mundur. Maafin aku Neng, Neng bisa pulang sendiri dulu? maafin Anto Neng, gak bisa jaga kamu."

"Tidak a, aa gak salah. Mereka yang bajingan. Aa gak boleh di tahan."


"Sudah Neng, lebih baik neng pulang yah. Aa gak apa apa. Aa minta, Neng pulang yah. Jelasin sama aki semua. Dan sampaikan maaf aa ama aki." jelasku pada Neng. Aku sebut diriku dengan aa supaya lebih dekat dengan Neng. Saat ini tentu ia tergoncang dengan kejadian ini.

"Ahh, gak adil. Huaaa... aa..."

"Ayo jalan, cukup romantis nya. Saat nya kamu tidur di polsek, biang onar. Kamu gak tau berurusan dengan siapa yang kamu pukul tadi. Sok jago kamu?"


Sebuah pukulan mendarat di perutku. Aku yang tidak siap cukup meringis kesakitan juga. Emosiku naik. Tapi segera aku tahan.

"Apa liat liat, gak terima? mau lagi?" sebuah pukulan kembali bersarang di perutku. Kali ini aku lebih siap. Aku tahan tanpa bergerak. Sang petugas cukup terkesiap juga.

"Hei.. ayo jalan." teriak sang komandan

"Kita dapat rejeki nomplok ini. Komandan pasti senang banget. Dapat duit dan dapat goyangan bu Haji.. hahaha..." teriak komandan lagi

"Kok bisa ndan?" tanya seorang petugas lainnya

"Itu liat si Yudha lagi. Tapi kali ini dia kena batunya, babak belur dia. Tapi peduli setan. Kalo dia mau bebas, harus tutup mulut kita dulu ama kasih jatah komandan.. hahaha" teriak sang pemimpin grup dengan suara kemenangan.

Aku segera menyadari sesuatu. Perilaku petugas bejat ternyata. Aku perhatikan muka mereka semua dengan teliti tapi tidak kentara.

Aku digiring naik ke atas mobil polisi yang terbuka di belakang nya. Ada kursi besi tempat tahanan. Aku di tarik naik dan diapit 2 petugas yang menenteng pistol. Disebelah petugas yang mengapitku naik Yudha dan salah satu teman nya yang ku hajar perutnya. Sedang tiga orang lagi diangkut dengan ambulance karena tidak bisa bangun.

"Mampus lo, biar lo tau berurusan ama siapa di cibadak ini. Biar busuk lo di penjara." hardik Yudha

Aku tatap Yudha dengan tajam. "Kita liat siapa yang akan membusuk di penjara"

Yudha terkesiap melihat tanggapan ku yang sama sekali tidak gentar. Sementara dua petugas yang mengapitku pura pura tidak tahu dan membiarkan saja omongan kami. Selanjutnya di depan, sayup sayup aku mendengar obrolan sang komandan grup.


(Iya ndan, Yudha ama gank nya. Bukan, dia yang babak belur. Tapi Yudha yang keroyok kata saksi di TKP tapi kali ini kena batunya... Saya belum introgasi ndan, iya di kantor.... Hahaha... mantap ndan... Siap... Bu Haji komandan bisa hubungi sekarang, biar kita kecipratan.. memang kalo rezeki gak kemana ndan, lagi BU eh ada beginian, bonus goyang bu haji buat komandan, kita mah mentah nya aja ndan.. iya ndan dah lama gak ganti oli nih. Kita kan bolang ndan.. perjaka dimana mana. 86 Ndan... siap.)

Komandan grup mengakhiri telpon, pasti dengan komandan nya.



Bersambung lagi ya ndan... eh suhu...
 
Terakhir diubah:
Gak sabar nanti lanjutanya,, Gmna reaksi Yudha setelah tau Anto siapa
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd