Bagian 11B
"Haaatchiii.. " Kuusap ingusku, hujan-hujanan ini membuat badanku mulai sakit-sakit di persendian.
Langit kembali terang, setelah mungkin hujan sejam lebih, kutafsir.
Matahari mulai mengintip dari sisa-sisa awan hujan yang menipis dan berarak pergi.
Beberapa begundal nampak bercakap-cakap di atas jok motor mereka yang diparkir di depan gudang.
Seoramg dari mereka berdiri, berjalan mendekatiku.
Sebatang rokok penghabisan dihisapnya dalam-dalam lalu disentilnya ke arahku.
Refleks, aku bergeser menghindar.
Tanpa basa-basi diremasnya susuku, yang membuatku spontan menepis tangannya.
Hanya sepersekian detik, sebuah pisau lipat sudah ditempelkannya di antara kedua susuku, sambil telunjuknya ditempel di bibirnya "ssttt"
Begundal satu ini berbadan padat berisi, ada tato di ruas-ruas jarinya.
Dengan pisau masih menempel di antara susuku, aku hanya bersandar pasrah di pagar seng yang basah.
Diremas-remasnya gemas, dimainkan, dipilin-pilinnya sesuka hati.
"Enak kan? "
"Hm.. Mm.. " Jawabku menunduk.
Aku lelah, ingin rasanya duduk, namun dalam keadaan telanjang begini , akulebih memilih berdiri.
"Hoi... Ngapain lu man? " Terdengar suara Jon yang baru saja keluar dari gudang, diikuti beberapa begundal lain.
"Gua periksa aja bos, takut rantenya lepas.. "
"Ah elu, bisaan lu.. Jangan lu apa-apain ya istri gua.. "
"Lah bos, kalau istri masa dirante gini kayak anjing? "
"Soalnya gua belum maafin dia, soal gua dihajar si gembel suek itu.. Nanti juga si gembel bakal dapet bagiannya"
"Gua keluar dulu ya ma yang laen, lu disini aja man.. Bawa masuk aja anjing betina gua, kasi makan.. "
"Siap bos.. "
Tak lama, riuh knalpot kaleng kampungan memekakkan telinga, beriringan keluar dari pekarangan gudang.
"Ayo masuk.. Daripada lu mutung di luar" Dihentaknya rantai yang mengikat leherku, sehingga aku tersentak maju.
Kenapa juga begundal yang ditinggal justru yang berbadan kekar gini, mau ngelawan tambah gak mungkin.
"Nih makan.. " Dikumpulkannya sisa-sisa nasi dan tulang ayam pada sebuah baskom plastik kecil, diletakkannya di lantai dan disorong dengan kakinya.
Paling tidak, kini aku bisa duduk, ada kursi.
Tentang makanan itu, no way, tapi baiknya aku diam saja, no comment, daripada runyam.
"Ayo makan.. "
"Gak mas, makasih, saya gak lapar.. "
"Oo ya udah.. "
PLETAKK
Baskom ditendangnya sehingga berhamburan nasi sisa dan tulang ayam di lantai di dekatku.
"Kalo udah lapar, makan aja ya.. "
"Iya mas"
Selang beberapa saat, si kekar kembali, membawa tali tambang goni / tali rami, segulung besar.
"Lu tau shibari?" Tanyanya.
Aku hanya geleng-geleng kepala.
"Lu tau, gua udah lama mau eksperimen ginian.. "
"Jangan mas.. Nanti sakit.. "
"Nanti lu gua bikin enak, biar lupa sakit"
"Nanti bos kamu gak marah?"
"Marah? Hah! " Jawabnya diikuti senyum licik.
"Berlutut disini, buruan. "
Aku ragu, menggeleng kepala.
"Jangan paksa gua ya moy.. " Dirogohnya saku belakangnya.
"Iya.. " Aku pun berlutut dengan patuh, di atas lantai teraso tua berdebu.
"Ahh.. Pelan mas.. Perih.. " Aku meringis ketika lilitan demi lilitan tali rami tersebut serasa menyayat-nyayat kulitku.
"Biasanya sih, kalo di pelem-pelem, talinya gak kayak gini.. Ya sorry-sorry aja, disini adanya ini.. "
Aku kembali pasrah, nyaliku kembali ciut.
Sudah cukup aku menerima tamparan demi tamparan.
Beberapa menit kemudian,
"Nah, bagus juga hasilnya.. Gua udah ngaceng aja nih.. " Si kekar mengeluarkan HP nya dan merekamku sambil mengusap-usap kontolnya yang masih berada di balik celana jeans lusuhnya.
"Sekarang" Si kekar melangkah mundur
"Lu jalan pake lutut kemari, dan isep kontol gua. " Perintah si kekar, yang mulai memelorotkan celana jeans dan kolornya.
Shit, kontol pak Dwi kali ini menemukan pesaingnya.
Diayun-ayunkannya kontol hitamnya bagai pentungan, ditepuk-tepukkan ke tangannya.
"Ayo, dikit lagi.. "
"Mmmhh... " Kusambut dengan bibirku, kontol si kekar yang sudah menjulang keras dan padat berurat.
Ah, gede banget, mulutku hampir gak muat rasanya.