Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Malaikat Paling Sempurna Diantara Lima Malaikat (by : meguriaufutari)

Bimabet
EPISODE 35 : Selamat pagi, Surabaya

Dalam kereta api yang berjalan ini, aku hanya melihat kedepan. Aku berpikir entah apa yang menantiku disana. Dapatkah kita menemukan orang bernama Budi Antasari itu dengan mudah? Lalu, jika kita sudah menemukan orang itu, betulkah dia bisa membawa kami kepada Valensia dan Devina? Kalau memang kami sudah sampai kepada mereka berdua, betulkah kita akan mendapatkan berita yang menyenangkan dari Devina? Akankah kita bisa menolong Valensia, yang sebetulnya aku kurang yakin apakah betul dia membutuhkan pertolongan atau tidak. Pikiran-pikiran itu terus berkecamuk dalam hatiku, membuatku tetap melek terus dan tidak mengantuk sama sekali. Aku melihat kearah kanan, ternyata Martha dan Senja sudah terlelap dalam selimut mereka yang dibagikan oleh pihak kereta api. Tiba-tiba, aku merasakan ada yang menggenggam tanganku dengan lembut.

“Tenang aja, ko.” Kata Villy.

Melihat wajah Villy yang tersenyum begitu cantik, aku serasa mendapatkan kekuatan. Ya, mungkin aku benar. Aku memang hanya berpura-pura kuat saja berlagak mau pergi sendiri, padahal sebetulnya aku sangat membutuhkan dukungan dan bantuan dari mereka. Bayangkan saja, senyum Villy yang begitu cantik ini saja mampu mengangkat sekitar 50% dari keraguanku. Entah kenapa, aku merasa mampu melakukan semuanya jika ada Villy disini.

“Makasih, Vil.” Kataku sambil membelai rambutnya yang panjang.

Villy hanya tersenyum kembali, kali ini sambil memanjakan kepalanya dan disandarkan ke pundakku. Aku pun hanya menerima kepalanya di pundakku, sambil mengelus-elus rambutnya yang panjang. Kemudian, aku mengangkat dagunya sehingga kini ia menghadap kearahku.

“Kamu malem ini cantik banget lho, Vil.” Kataku.

“Gombal ato beneran?” Tanya Villy sambil tersenyum.

“Kenapa kamu ga coba cari tahu?” Tanyaku sambil tersenyum nakal.

“Mending koko aja yang kasihtau.” Kata Villy sambil tersenyum tidak kalah nakal.

Kemudian, aku memajukan kepalaku untuk menggapai bibirnya dengan bibirku, yang langsung diterima oleh Villy. Kami berdua berciuman begitu mesra. Bibir Villy yang hangat dan kenyal itu memberi tubuhku kehangatan di tengah-tengah gerbong kereta api yang dingin ini. Lidahnya yang begitu lembut pun terus beradu dengan lidahku. Tangan kiriku tetap membelai rambut Villy, sedangkan tangan kiri Villy mulai memeluk kepalaku. Beberapa lama saatnya kami terus berciuman dan berpelukan seperti ini. Napas kami berdua pun mulai terengah-engah, entah karena kami kesulitan mengatur napas kami, atau kami sudah mulai dimabuk cinta. Yang jelas, aku merasakan adanya kehangatan yang mengalir dari dalam mulut Villy kearah mulutku, dan diteruskan ke seluruh tubuhku.

Setelah itu, aku menarik tubuh Villy ke pangkuanku. Villy pun hanya menurut saja. Dengan Villy di pangkuanku, kami kembali melumat bibir masing-masing. Kedua tanganku merangkul kedua pinggang Villy, sedangkan kedua tangan Villy memeluk leherku. Aku mulai mendaratkan ciuman ke sekujur wajah Villy, mulai dari pipi, kening, dan turun ke leher. Villy pun mulai terengah-engah sekaligus mendesis mendapat seranganku ini. Tangan kanannya mulai meraba-raba rambutku dengan kasar.

Lalu, setelah puas menciumi seluruh wajahnya, aku mulai mengangkat kaos putih yang ia kenakan. Ia hanya mengangkat kedua tangannya untuk mempermudah jalannya kaos yang sedang kubuka itu. Setelah membuka kaosnya, aku segera menanggalkan BH kuning yang ia kenakan, sehingga kini tampaklah buah dadanya yang tidak terlalu besar, tapi cukup kusukai bentuknya. Aku sudah lama tidak melihat pemandangan ini sejak ada tugas dinas ke Palembang bersamanya dulu.

Menanggapi buah dadanya yang sudah terpampang dihadapanku, aku langsung mengarahkan mulutku ke buah dada kirinya untuk mengulum puting susunya. Ooohh, sensasi khusus rasa kulit dan puting susu ini, betul-betul membuat kesadaranku semakin blur. Villy tampaknya semakin terengah-engah. Tangannya kini mulai menjambak rambutku dengan pelan-pelan. Kedua tanganku mulai meraba-raba punggung dan perutnya. Begitu mulus dan sedikit berisi. Kedua tanganku sungguh betah meraba-raba punggung dan kulitnya, seolah-olah aku tidak ingin melepasnya.

“Uuuu.... uuaaahhh...” Villy mulai mengerang.

Akan tetapi, sepertinya ia berusaha menghentikan erangannya. Ia pun melihat kearah kirinya dengan pelan-pelan. Aku pun melihat kearah yang dilihat oleh Villy, yaitu Martha dan Senja. Rupanya mereka berdua benar-benar terlelap. Mungkin mereka sangat ngantuk. Ah, kebetulan sekali. Mengetahui bahwa mereka masih tidur, aku semakin lahap mengulum puting susu Villy sebelah kanan. Sepertinya, Villy pun makin terengah-engah, tangannya makin erat memeluk tubuhku, sementara tangannya yang satu lagi semakin keras menjambak rambutku.

Aku merasakan tangannya yang satu lagi merogoh masuk ke dalam celanaku, dan akhirnya menggenggam batang penisku yang sudah tegak berdiri. Ia mulai aktif mengocok-ngocok batang penisku yang masih dilindungi oleh celana ini. Oohh, teknik kocokan ini pun sudah lama tidak kurasakan sejak aku tugas dinas bersamanya di Palembang. Bisa merasakan kocokan seperti ini di penisku saat aku sedang dilanda banyak pikiran begini, rasanya seolah-olah beban pikiranku hilang semua. Aku merasakan rangsangan-rangsangan yang didapat dari kocokan tangan Villy itu mengalir ke seluruh tubuhku.

Aku merasa kereta ini sebetulnya cukup dingin, tapi persetan! Aku segera membuka seluruh pakaianku hingga telanjang. Kemudian, aku memeluk tubuh Villy yang sudah setengah telanjang. Oohh, sentuhan kulit tubuh bagian atasnya memang memberi kehangatan pada tubuhku, sehingga aku tidak begitu merasa kedinginan. Kemudian, aku kembali mencium lembut bibir Villy. Kali ini, kedua tanganku membelai kedua buah dada Villy dengan lembut. Villy pun juga ikut membalas ciumanku dengan lembut. Kedua tangannya memeluk leherku dengan mesra. Selama bermenit-menit, kami terus berciuman dengan mesra. Aku sudah tidak begitu paham rasa apa yang sedang melandaku ini. Entah itu nafsu, entah itu cinta, atau gabungan dari keduanya.

Kemudian, Villy pun membuka celana pendeknya, sehingga kini ia sama telanjangnya denganku. Kemudian, ia mengambil selimut miliknya, kemudian menyelimuti tubuh kami berdua. Oh, paling tidak kita berdua selamat dari rasa kedinginan. Lalu, Villy duduk dihadapanku dan mulai mengarahkan selangkangannya kearah selangkanganku. Setelah itu, ia mendorong pantatnya kebawah dengan mantap, sehingga lubang vaginanya langsung melahap penisku dengan sempurna. BLESSS... Rasanya begitu geli dan nikmat ketika lubang vagina Villy yang hangat dan lembab itu melahap batang penisku. Sesaat, pertahananku hampir saja lepas. Untunglah disaat-saat terakhir aku berhasil mengembalikan pertahananku.

Dengan irama yang begitu teratur, tidak pelan dan juga tidak terlalu cepat, Villy terus memompa selangkangannya. Sesekali diputar ke kiri, kanan, kemudian naik turun, berputar lagi. Uooohhh, semua itu betul-betul membuat kepalaku keleyengan karena saking nikmat dan gelinya. Rangsangan yang diberikan oleh Villy di batang penisku benar-benar menjalar ke seluruh tubuhku dengan cepat bagai aliran listrik. Clep... clep... clep... clep... Aku bisa merasakan samar-samar suara lubang kemaluan Villy yang terus mengocok-ngocok batang kejantananku. Aku pun mulai memeluk tubuhnya sambil mencium bibirnya. Bibir dan lidah Villy pun menyambut bibir dan lidahku dengan responsif. Sementara, irama pantatnya masih tetap teratur dan sempurna seperti tadi. Aku merasa tubuhku begitu hangat karena bersentuhan dengan tubuh Villy.

Setelah kira-kira lima menit lamanya, Villy menambah kecepatan iramanya. Pola senggamanya tidak berubah, hanya saja kira-kira dua kali lipat lebih cepat dari tadi. Aku pun semakin liar mencium bibir Villy dan meremas-remas kedua buah dadanya.

“Kooohh... mao keluaarrr...” Erang Villy dengan pelan-pelan.

“Aaahhh... Vil, aku juga niihh... udah ga tahaann...” Erangku juga dengan pelan-pelan.

Melihat aku yang juga hampir keluar, Villy semakin kencang memompa batang penisku. Bibirnya juga semakin liar mencium bibirku, sementara tangannya memeluk leherku dengan begitu erat.

“Uufffhhhhh....” Erang Villy dengan tetap menahan suaranya.

Oohhh, aku merasakan kedutan lubang vagina Villy yang begitu intens. Aku merasa batang penisku seperti dipijat-pijat dengan erat, dan aku juga merasa adanya semburan cairan orgasme milik Villy yang begitu hangat. Mendapat semua rangsangan yang begitu nikmat itu, aku tidak kuasa lagi mempertahankan keperkasaanku. Perintah bertubi-tubi dari otakku yang menyuruh penisku untuk orgasme juga begitu intens. Akibatnya, tidak lama kemudian pun aku melepaskan seluruh pertahananku.

“Uuuhhhh....” Erangku juga dengan tetap menahan suaraku.

Aku merasakan perasaan nikmat yang begitu dahsyat ketika penisku menyemprotkan sperma berkali-kali dalam lubang kemaluan Villy. Selama beberapa detik, kami tenggelam dalam gelombang kenikmatan orgasme kami masing-masing.

Setelah itu, aku merasakan gelora birahiku pun mulai menurun setelah berada pada puncaknya. Aku pun juga merasakan pijatan lubang vagina Villy telah berhenti. Kini kami berdua saling berpelukan. Mulut dan paru-paru kami berusaha mengatur napas sekuat mungkin untuk kembali ke normal.

“Anget, ko...” Kata Villy sambil tersenyum dan melumat bibirku.

“Anget sih anget, Vil. Tapi kalo nanti jadi gimana, Vil?” Tanyaku.

“Gpp. Aku seneng kok kalo jadi.” Kata Villy.

“Hmmm, boleh tau kenapa kamu seneng?” Tanyaku.

“Kalopun ini benih koko jadi dalam rahimku, koko perlu tau. Meskipun koko nggak milih aku nantinya, benih yang akan jadi manusia baru itu adalah bukti bahwa kita pernah saling mencintai. Dan aku akan besarin anak itu dengan sepenuh hati aku, karena anak itu adalah bukti dari cinta kita berdua. Nggak masalah walaupun koko nggak milih aku.” Kata Villy sambil kembali mencium bibirku.

Aku begitu terharu mendengarkan pernyataannya. Adakah wanita yang terang-terangan akan menyatakan kesiapannya seperti itu? Bayangkan saja, dihadapan laki-laki bejat dan kurang ajar seperti aku, wanita itu menyatakan kesiapan dan cintanya yang begitu dalam kepada laki-laki bejat dan kurang ajar itu? Pantaskah aku ini untuknya? Bukankah dia ini terlalu bagus untukku? Bukankah dia ini lebih pantas mendapatkan laki-laki yang jauh lebih baik dari aku? Kemudian, Villy mengelus-elus pipiku.

“Cuma koko yang akan ada di hati aku. Aku nggak peduli apapun yang terjadi, sampai kapanpun, cuma koko.” Kata Villy.

Sama seperti Senja, dia pun tidak bermain-main dengan perasaan dan cintanya. Sedangkan aku? Aku sendiri tidak mengerti, tapi bukankah aku ini hanya mempermainkan perasaan mereka untuk mendapatkan kenikmatan sesaat? Sesungguhnya, pantaskah aku ini bagi dia, atau Senja, atau Martha, yang sepertinya begitu tulus mencintaiku? Sebetulnya, siapakah yang akan aku pilih diantara mereka? Tidak, aku tidak bisa memilih satu diantara mereka. Aku terlalu pusing untuk hal itu. Andaikan poligami itu semudah membalik telapak tangan. Tidak... tidak... Mereka sudah menyatakan cintanya yang begitu dalam, aku harus menghormati mereka. Ya, suatu saat nanti, aku akan memilih satu dari kalian. Aku janji.

Kemudian, Villy melepas lahapan lubang vaginanya dari batang penisku. Kemudian, ia kembali mengenakan seluruh pakaiannya, dan menyerahkan pakaianku kepadaku. Aku pun juga kembali mengenakan seluruh pakaianku. Villy pun kembali ke tempat duduknya. Aku melihat kearah kanan, dan rupanya Martha dan Senja tetap masih terlelap. Kemudian, aku berusaha memejamkan mata, hingga akhirnya aku tertidur.

“Koo! Vil! Banguunn oiii!!” Suara seorang wanita tengah membangunkanku.

Aku membuka mataku dan melihat wajah Senja.

“Kita udah mao sampe Surabaya. Yuk siap-siap.” Kata Senja.

Oohh, ya ampun. Aku rupanya tertidur lumayan nyenyak. Sepertinya aku dan Villy begitu kelelahan akibat permainan semalam, makanya membuat tidur kami lumayan nyenyak. Aku dan Villy yang baru bangun pun mulai mempersiapkan diri. Setelah kereta ini berhenti pada stasiun Surabaya Gubeng, kami berempat segera turun dari kereta ini. Aku melihat jam, dan ternyata jam sudah menunjukkan pukul delapan kurang di pagi hari. Tujuanku adalah hotel JW Mariott Surabaya. Menurut Martha, letaknya hanya sekitar dua kilometer dari Stasiun Gubeng. Akan tetapi, sebelum ke hotel JW Mariott, kami memutuskan untuk sarapan dulu.

Kami berempat jalan-jalan di kota Surabaya yang disinari oleh matahari pagi yang cerah ini. Hmmm, sepertinya kota yang cukup menyenangkan. Aktivitas di kota ini pun cukup tinggi, yaah mirip-mirip dengan Jakarta sih menurutku. Udaranya pun berbeda dengan kota Jakarta. Disini, aku merasa seolah-olah udaranya lebih bersih daripada Jakarta yang penuh dengan polusi. Yaah, mungkin hanya sugestiku saja sih.

Kemi berempat sarapan di kedai bakmi yang ada di pinggir jalan. Waah, bakmi ayam yang kumakan ini enak sekali rasanya. Tidak kalah dengan bakmi di Jakarta yang merupakan langgananku. Aku dan Villy memesan satu porsi, sedangkan Senja dan Martha memesan setengah porsi saja karena memang porsinya besar sekali.

“Buset, Vil. Tumben lu makan banyak. Nggak makan dari malem ya lu?” Tanya Martha.

“Makan sih kmaren malem. Cuma agak kecapekan aja semalem.” Kata Villy.

“Kecapekan kenapa?” Tanya Senja.

Ups. Gawat, sepertinya Villy keceplosan.

“Hmmm, pegel-pegel gitu. Gara-gara tidur sambil duduk kali yah?” Kata Villy.

“Tapi, kayanya sekarang lu seger bener kok, Vil.” Kata Martha.

“Yah kan udah keluar dari kereta api, udah berdiri, udah stretching, udah jalan. Ya seger dong.” Kata Villy.

Dalam nada bicara Villy, aku merasakan adanya keterbata-bataan. Tentu saja, pasti susah sekali menghindar saat sudah keceplosan begini. Aduuhh, Villy... Villy... Hahaha. Setelah makan, kami segera membayar makanan kami. Karena agak malas berjalan kaki, akhirnya kami memanggil taksi untuk ke JW Mariott. Letaknya memang tidak jauh dari Stasiun Gubeng. Paling-paling tidak sampai lima belas menit rasanya kami sudah sampai di JW Mariott Surabaya. Setelah membayar taksi, kami pun turun dan masuk ke lobby hotel.

Hotel ini sepertinya cukup mewah. Interior lobby nya saja bagus sekali.

“Ko, kita semua sekamar aja kali yah?” Tanya Martha.

“Hah? Emang ga risih sekamar ama cowok?” Tanyaku.

“Ah, koko gini. Kita mah nggak apa-apa kalo koko.” Kata Senja.

“Yakiin?” Tanyaku.

“Emang kenapa, ko?” Tanya Senja.

“Emang nggak takut diapa-apain?” Tanyaku.

“Takut kenapa? Lagian aku juga udah pernah diapa-apain sama koko.” Kata Senja tanpa filter mulut.

Hmmm, iya juga sih.

“Yaudahlah sekamar aja. Kalo ada apa-apa, jadi kan lebih gampang. Nanti kalo pisah kamar, terus kalian didatengin sama mafia itu kan repot.” Kataku.

“Alesannya itu... ato yang lain?” Tanya Martha sambil senyum penuh maksud.

“Hmmm. Tentu saja yang itu lah, walaupun itu nomor dua sih. Kalo yang lain itu nomor satu.” Kataku.

“Yeeee, dasar si koko hahaha. Yaudah, aku pesenin satu kamar yah.” Kata Martha.

Kemudian, Martha berjalan kearah resepsionis. Oh iya, aku baru sadar. Pak Abby hanya mengirimkanku pesan yang memberitahuku bahwa Budi Antasari itu ada di JW Mariott Surabaya. Akan tetapi, hotel ini kan luas sekali. Dimana aku harus mencarinya? Oh iya, aku daritadi belum melihat smartphone yang biasa digunakan Pak Abby untuk berkomunikasi denganku. Aku segera membuka smartphone itu, dan ternyata benar saja bahwa ada pesan baru. “jam dua belas tepat kamar 1201”. Hmmm, baiklah. Sekarang masih jam sembilan kurang. Masih ada tiga jam lagi ya.

Kemudian, Martha datang ke tempat kami dengan membawa kunci kamar.

“Yuk. 1305 kamar kita. Lantai 13.” Kata Martha.

“Lho, udah bisa check-in?” Tanyaku dengan heran.

“Bisa katanya. Karena lagi kosong kamarnya, makanya kita bisa early check-in.” Kata Martha.

“Wooh, sip.” Kataku.

Kemudian, kami sama-sama menuju elevator untuk naik ke lantai 13. Setelah sampai di lantai 13, kami terus menyusuri koridor sampai akhirnya menemukan kamar kami. Wow, ternyata Martha memesan kamar tipe Suite. Kamarnya begitu luas, dan ranjangnya juga begitu besar. Ini sih cukup untuk kami tidur berempat.

“Bagus yah kamarnya.” Kataku.

Semua setuju dengan pendapatku. Tentu saja, karena kamar ini memang sangat bagus. Ups, kamar mandinya transparan. Wew, kalau mereka sedang mandi, otomatis aku bisa melihat mereka. Haduuuhh, kenapa banyak sekali godaan di tempat ini?

“Ngomong-ngomong, kita berenang dulu yuk.” Kata Villy.

“Boleh juga. Sambil nunggu jam 12.” Kataku.

“Boleh-boleh, yuk.” Kata Martha.

“He eh.” Kata Senja.

Kemudian, mereka semua langsung membuka tas masing-masing, kemudian mengambil baju renang mereka. Mereka pun langsung berganti baju renang di hadapanku. Astaga. Aku betul-betul berada di surga dunia. Bagaimana tidak? Masing-masing dari mereka begitu entengnya membuka pakaian dan pakaian dalam mereka, kemudian menggantinya dengan pakaian renang. Astaga, aku cuma bisa bengong. Saat mereka selesai mengganti pakaian renang, aku pun masih bengong di tempat.

“Lho? Kok koko bengong? Nggak mao ikut berenang?” Tanya Senja.

“Eh, ikut kok.” Kataku sambil mengganti bajuku dengan baju renang.

Setelah itu, kami sama-sama pergi ke kolam renang. Kolam renangnya pun begitu luas. Kami berempat langsung lompat ke kolam renang untuk berenang. Karena masih pagi dan cuacanya cerah, airnya pun menjadi cukup hangat. Kira-kira sejam lamanya kami berenang. Setelah selesai, kami segera bilas dan kembali ke kamar kami. Sesampainya di kamar, kami duduk termenung. Ah, akhirnya permasalahan sebetulnya dimulai. Dalam waktu kira-kira sembilan puluh menit lagi, kami akan menemui orang bernama Budi Antasari itu. Hmmm, entah apa yang menanti kami?

Tidak ada satupun dari kami yang bisa rileks. Kami semua sepertinya penuh dengan pikiran. Hingga akhirnya waktu menunjukkan pukul 11.45.

“Oke. Ini mao nggak mao. Kita harus datengin dia untuk bisa maju.” Kata Villy.

“Ya, aku setuju.” Kataku.

“Yuk.” Kata Martha.

Setelah siap, kami segera turun ke lantai 12 untuk menuju kamar 1201. Entah kenapa, suasana yang kami alami ini begitu menegangkan, seperti mau masuk kandang harimau saja. TRIINGG... Elevator berbunyi menandakan kami sudah sampai di lantai 12. Kami sama-sama menganggukkan kepala, kemudian mencari kamar 1201. Ternyata, letaknya tidak jauh dari elevator. Kami semua sekarang sudah ada di depan kamar 1201 ini. Awalnya, aku melihat Villy hendak mengetok kamarnya. Akan tetapi, aku langsung menghentikan tangannya.

“Aku duluan aja.” Bisikku.

Kemudian, aku menutup lubang pengintip, dan membunyikan bel. TIINGGG. Terdengar suara bel di dalam kamar. Selama beberapa detik, aku tidak merasakan adanya gerakan, seolah-olah seperti tidak ada orang di dalam. Sunyi sekali di tempat ini. Akan tetapi, tidak juga ada jawaban. Aku masih menutup lubang pengintip itu dengan tanganku. Kemudian, aku kembali menarik napas.

“Maaf, Pak Budi Antasari. Kami bukan orang jahat. Kami hanya mau bicara dengan anda.” Kataku.

Kemudian, aku mendengar adanya kunci penahan pintu yang dibuka, dan kemudian pintu dihadapan kami ini pun terbuka.

BERSAMBUNG KE EPISODE-36
 
Ko jay musti belajar ilmunya pak jent...hahaha' btw tengkyu apdetnye
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Eh buset bisa ngesek dikereta gimana dah tuh kagak kebayang wah hot bener nih
 
Yang penasaran nih main di kereta....gimana cara n situasinya ya....
 
Budi antasari.... Sepertinya ini ortu valen... Dalam artian... Bisa jadi valen nyembunyikan ortunya.... Hm....
 
Heuheu Salah prediksi euy .. Kira in main Di ranjang Dulu berempat sblm ketemu Budi ... Eeh ternyata main nya cukup berenang Aja ...
 
Bimabet
Rasanya agak aneh untuk telanjang di kereta... Secara posisi di kendaraan umum..

Mungkin hanya buka buka seperlunya saja.

Eh.. ngemeng apa ini...

Maaf suhu :ampun:
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd