Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT MDT - REVIVAL - SEASON 1 (racebannon)

Menurut Kalian, Siapakah "Bastardverse" Best Couple?

  • "Aku" & Dian (The Lucky Bastard)

    Votes: 12 7,5%
  • "Aku" & Nica (The Lucky Bastard)

    Votes: 2 1,3%
  • "Aku" & Anggia (The Lucky Bastard)

    Votes: 41 25,8%
  • Arya & Kyoko (Matahari Dari Timur)

    Votes: 51 32,1%
  • Anin & Zee (Matahari Dari Timur)

    Votes: 2 1,3%
  • Stefan & Semua yang dia tiduri (Matahari Dari Timur)

    Votes: 23 14,5%
  • Amyra & Dipta (Amyra)

    Votes: 6 3,8%
  • Gilang & Saras (Penanti)

    Votes: 2 1,3%
  • Gilang & Tara (Penanti)

    Votes: 3 1,9%
  • Bryan & Tika (Amyra)

    Votes: 1 0,6%
  • Rendy & Anggia (The Lucky Bastard - Matahari Dari Timur)

    Votes: 14 8,8%
  • Adrian & Anggia (The Lucky Bastard - Matahari Dari Timur)

    Votes: 2 1,3%

  • Total voters
    159
  • Poll closed .
dulu ada. tapi setelah kena kasus, jadi gak mau lagi.
kayaknya aman om selama tokoh real, brand event(di indo), nama tempat spesifik dibuat fiktif. sedikit penyesuaian bahasa (or cencor). SS hanya teaser saja dan tidak vulgar (sbg plngkap plot) spy flow cerita tetap. KEEP STAND ON YOUR ROCK MASTER!!!..:adek:
#trashopinion :Peace:
 
Suhu... Ditunggu updatenya hari ini. Cepet2..... Hehehehehehehehehehehehe;):semangat:
 
MDT SEASON 1 - PART 51

--------------------------------

maxres12.jpg

“Jadi, memang semangatnya dari awal itu pengen ngebuktiin kalau musik kita sejajar ya di mata internasional?” tanya Karen ke kami.

“Dan fakta kalau mereka tidak butuh kami merombak satu album jadi Bahasa Inggris atau Jepang itu buktinya” senyum Anin menjawab pertanyaannya.

Kami ada di depan kamera, di kala syuting talkshow malam di stasiun TV, yang terletak Jakarta Selatan. Aku dengan agak lucu menatap Karen, yang memang hostnya, rambut pendeknya dan wajahnya yang manis menjadi kontras dengan wardrobe jeans robek-robek dan kemeja flanel yang ia kenakan. Lucu rasanya, karena dia mantan pacarnya suaminya Dian.

“Dan, setelah album versi Jepang ini, what’s next buat kalian?”

“Yang pasti nanti setelah album ini resmi di rilis, pasti akan ada tur disana, dan kami juga bakal rilis video klip untuk lagu baru di album repackage ini.” jawab Anin dengan baik.

Ya, memang benar.

Kami berencana untuk tur di beberapa tempat tahun depan di Jepang. Tiga minggu. Seputaran Osaka dan Tokyo. Tentunya tempat-tempatnya belum final, sedang di arrange oleh pihak Titan. Biarkan Kairi mengaturnya. Kami akan menyediakan semangat dan teriakan kami di Februari tahun depan. Ini update baru dari Kairi dan kami baru saja mengetahuinya siang tadi. Dan rasanya sangat bersemangat sekali. Karena selain kami bisa lebih menembus pasar luar negeri, tentunya akan ada banyak waktu untuk bertemu dengan Kyoko disana.

Kyoko sudah mendengar berita ini, dan ini malah membuatnya makin semangat untuk segera ke Indonesia sebelum Hantaman kembali lagi ke Jepang sana.

“Kita break dulu, dan habis ini, bakal ada penampilan live dari Hantaman..” senyum Karen ke arah kamera.

--------------------------------

07631510.jpg

“Si bangsat itu lagi ngapain sih di make up room” tanyaku ke Anin yang sedang duduk di kursi tunggu di depan pintu masuk studio.

“Terakhir gue liat dia lagi ngobrol sama si Karen, setelah ngapus make up… Geli tau di make-upin” Anin bergidik.

“Kalo gak dimake-up in kita buluk tau” tawaku.

“Yang kayak gini ini nih minta ditungguin….. Paling keluar-keluar kita ditinggal karena dia bareng ama Karen” keluh Anin sambil melihat jam tangannya. Sudah lewat tengah malam. Aku melirik ke arah Bagas yang sedang asyik di depan layar handphone sambil berdiri dengan kakunya di sebelah sepupunya.

Ingin rasanya berbasa-basi dengan Bagas untuk menanyakan soal pernikahannya, tetapi dari tadi kami berempat bertemu, tidak ada yang berani untuk membuka pembicaraan soal ini. Bahkan Anin sekalipun. Bukannya kami takut akan Bagas dan reaksinya. Tetapi kami tahu, apapun yang akan kami tanyakan, jawaban datar dan tanpa emosi pasti akan keluar dari mulutnya, menyebabkan kita menjadi merasa akward dan kaku untuk meneruskan pembicaraan dengannya.

“Arya” Anin tampak terpaku, melihat kerumunan perempuan muda yang lewat di depan kami.

“Ya?”

“Gile”

“Wajar lah, kan anak TV.... Kali-kali aja salah satu mereka malah suka muncul di layar kaca” balasku retoris.

“Yang itu lucu”

“Mana?”

“Itu yang mukanya judes….” Anin menunjuk ke salah seorang perempuan yang ada di kerumunan itu. Tampaknya mereka sedang berjalan pulang.

“Gak mau kenalan?”

“Enggak ah....”

“Kenapa?”

“Gak tau.... Deg-degan mendadak nih” tawa Anin malu-malu.

“Jijay” tawaku.

“Why?”

“Kontras aja, di band ini, ada Stefan yang kayaknya pengen nidurin every single thing that moves, dan ada elo yang selalu takut dan terlalu banyak ngarep sama cewek-cewek” jawabku panjang.

“Sialan”

“Tapi kayaknya jangan lo ajak kenalan deh… Ntar kayak jaman baru ada instagram aja, lo bisa seharian stalking Anggia sampe mata mau pecah, ntar gara-gara kenalan... kejadiannya sama lagi” tawaku.

“Lo emang kenal gue banget ya” senyum Anin kecut sambil menatap nanar ke pintu studio. Stefan tampaknya belum akan keluar dari sana.

“Tinggalin aja kalau kalian kebosanan” Bagas mendadak mengeluarkan suaranya setelah memperhatikan kami berdua yang tampak gelisah.

“Dia bilang tungguin….. Mana gue ga jadi bawa motor kan, gue dijemput ke rumah tadi, atau lebih tepatnya abis les Jepang, gue diwassap Stefan suruh ngeluncur ke rumah karena dia udah di rumah gue”

“Ngapain dia di rumah elo pas bukan jadwal latihan?” tanya Anin bingung.

“Tau, jadi sering main dia…”

“Tapi sejak Jepang kemaren dia jadi deket loh sama adek lo Ya, gak takut lo?” tawa Anin.

“Takut, gue gak mau lah dia dimain-mainin ama Stefan”

“Tapi Stefan kan kalo nidurin cewek selalu fair Ya, dia gak mau ada attachment, gak pernah nipu-nipu dan gak pernah nidurin cewek yang sama dua kali…. Selain itu dia gak pernah pacaran, jadi technically ga pernah selingkuh…” jelas Anin detail.

“Tau, Cuma gue gak tega aja kalo ada perasaan dari adek gue ke dia, yang diperkuat sama hubungan mereka, terus Stefan Cuma pengen fling doang, dan adek gue pengen relationship? Itu bakal sakit sih buat Ai” balasku.

“Paham”

“Gue sendiri ngeliat mereka beda sejak dari Jepang, mereka jadi sering ngobrol berdua, masih suka ledek-ledekan sih di depan gue, tapi kalo ga ada orang keliatannya mereka kayak ngobrol asik berdua gitu” senyumku.

“Tuh kan”

“Kenapa Nin”

“Liat deh di grup”

“Guys, pulang duluan ya sono… Ada sawah mau digarap” sahut Stefan di grup Hantaman.

“Tokai” jawab Anin.

“WKWKWKWKWKWKWKWKWKWK”

“Ini kalo denger dia ngapa-ngapain lagi adek gue jadi yang paling sewot sekarang, bukan gue” tawaku sambil memutar-mutar handphoneku di tanganku.

“Udah lah pulang yuk, gue anterin” Anin bangkit dengan muka lelah dan mulai merayap ke arah parkiran.

--------------------------------
--------------------------------
--------------------------------

guitar10.jpg

Aku bangun di hari Sabtu siang yang cerah itu, dengan perasaan ringan seperti biasa. Semuanya berjalan dengan baik tentunya. Hantaman sedang bersiap-siap untuk syuting video klip, lalu proses rekaman untuk album repackage versi Jepang tinggal masuk ke proses Mastering. Sebentar lagi pun akan datang anggota baru keluarga besar kami, Dian akan segera melahirkan.

Kabar dari Jepang pun terdengar baik, Kyoko makin terbiasa dengan Part Time Job nya, dan dia mengatakan pasti akan berhenti begitu budget trip ke Indonesianya tercapai. Kodama tingkahnya makin menggemaskan juga, dari cerita Kyoko.

Dan pernikahan Bagas di akhir tahun.

Kemudian mendadak handphoneku berbunyi. Stefan. Nelpon. Apa-apaan ini.

“Kesini lo sekarang” kalimat itu yang pertama kudengar saat aku mengangkat telpon.

“Apa sih gue baru banget bangun”

“CEPET”

“Ga usah teriak-teriak”

“Mas sini”

What? Suara Ai?

“Dimana kalian?”

“Gandaria City, buruan!” bentak Stefan dengan buru-buru.

“Tapi gue…”

“GAK USAH PAKE MANDI!!”

--------------------------------

gandar10.jpg

Aku menggaruk kepalaku dengan tidak nyamannya dan berjalan dengan tolol menuju food court. Disitu aku melihat dua orang yang sangat familiar bagiku. Adikku dan Stefan.

“Ngapain sih?”

“Sini buruan duduk” Stefan memanggilku. Rambut panjangnya diikat dan dia memakai kacamata hitamnya. Ai duduk di sebelahnya dengan pandangan menyelidik ke sekitar.

“Kalian…..” aku memicingkan mata ngantukku ke arah mereka.

“Nah lo liat ke arah jam lima elo, tapi pelan-pelan ya” bisik Stefan.

“Tunggu…. Ini apaan sih?”

“Udah liat cepetan”

“Gue kirain kalian mau sok-sok official going out as a couple terus ngajak-ngajak gue” jawabku.

“Pacaran? Ama Stefan? Jijay” nada menggerutu keluar dari mulut Ai.

“Udah gak usah pikirin itu, liat buruan….” bisik Stefan.

“Apa sih…” aku lantas menggerakkan leherku perlahan, mencoba melihat apa yang ingin mereka tunjukkan.

What.

Mendadak ngantukku hilang dan aku menatap kembali ke arah Ai dan Stefan berganti-gantian.

“See? Udah gue bilang kakak lo pasti bakal sekaget itu” tawa Stefan puas.

“Gue pikir bakal biasa aja” balas Ai.

“Itu Bagas…. Sama pacarnya?” kagetku.

“Makanyaaaa” seringai Stefan bahagia.

“Tadi kita ngeliat dari jauh, terus dia langsung panik nelpon Mas Arya…” tambah Ai.

“Kita?” bingungku, merasa ada dua hal yang harusnya dibahas siang ini. Pertama, sungguh sebuah temuan yang mencengangkan, melihat Bagas jalan berdua dengan pacar-mungkin sekarang lebih pantas disebut calon istrinya. Itu bagaikan melihat hewan langka di luar habitatnya.

Dan yang kedua. ‘Kita’. Sejak kapan Ai dan Stefan jalan bareng? Di Mall? Berdua? Apakah ini sudah jadi kebiasaan? Tapi katanya gak pacaran? Sebentar-sebentar. Kepalaku pusing.

“Tuh mereka jalan lagi, ikutin!” bisik Stefan dengan nada jahilnya. Entah kenapa Ai dan Stefan langsung bangkit bersama, memperhatikan Bagas dan pacarnya dari jauh.

Aku terpaksa mengekor Ai dan Stefan yang entah kenapa aura jahil dan isengnya terlihat cocok. Bagas tampak berjalan dengan kaku ditemani oleh pacarnya di sampingnya. Seorang perempuan yang manis, berkulit putih, tampil modis dengan jilbabnya. Sungguh, aku tak menyangka pasangan Bagas adalah perempuan berjilbab. Si perempuan terlihat sangat talkative dan ceria, kontras dengan Bagas yang terlihat seperti manekin yang di kakinya diberi roda dan didorong-dorong kemana-mana agar bisa jalan.

“Itu ceweknya sabar amat ya” bisik Stefan.

“Sabar lah, cowoknya lurus-lurus gitu aja, coba kayak elo”

“Brisik”

“Elo mah mantannya sepupu gue diembat” kesal Ai sambil menatap Stefan dengan tatapan tajam.

“Suka-suka gue” balas Stefan dengan muka kesal.

Aku memperhatikan dua hal. Bagas dan Pacarnya yang ada jauh di depan, serta Stefan dan Ai yang tampak begitu cair sampai aku sendiri pun bingung melihatnya.

“BTW, kalian berdua? Ada angin apa bisa bareng kayak gini?”

“Tau nih orang mendadak ngajakin nonton” keluh Ai.

“Elu juga mau lagi diajak nonton ama gue” sahut Stefan dengan muka penuh penasaran, mengikutin jalannya Bagas dan pacarnya. Mereka berdua menuju dept. store. Kami pun pelan-pelan mengikuti mereka sambil menjaga jarak agar tidak ketahuan.

“Kalian berdua? Nonton? Tadinya gue pikir gak sengaja ketemu, taunya pas gue berangkat mobilnya adek gue masih ada di garasi” aku masih penasaran angin apa yang bisa membuat mereka berdua mendadak jalan bareng dengan interaksi yang begitu akrab seperti ini.

“Ah, biasa gini mah” jawab Stefan.

“Biasa?”

“Biasa”

“Tell me something I don’t know please…” aku makin bingung.

“Kenapa emang mas? Kan biasa kali orang kalo kenal terus temenan jalan bareng kayak gini” Ai malah bingung melihat reaksiku.

“Bukan, aku gak pernah tau”

“Emang musti minta ijin elo kalo orang mau maen bareng?” tanya Stefan retoris sambil mengajak kami bersembunyi di balik salah satu display pakaian agar tidak terlihat Bagas dan pacarnya.

“Tapi…”

“Parah sih, kalo incest itu emang posesif ya” seringan Stefan ke arah aku dan Ai.

“Apaan sih, eh, mereka kemana?” Ai mendadak bingung dan kehilangan Bagas dan pacarnya.

“Tuh kan gara-gara elo rese sih Ya, jadi mereka ilang” Stefan memicingkan matanya ke arahku. Tidak terlihat memang matanya di balik kacamata hitamnya, tapi bisa kurasakan tatapan tajam dirinya.

“Nyalahin gue lagi… Udah ah… Gue laper… Mau makan…” keluhku.

“Kita sih udah” sahut Ai santai.

“Gak nanya” jawabku dengan muka malas ke arah Ai.

“Ih kok Mas Arya jadi ngeselin”

“Cemburu lo ya” tawa Stefan dengan seringainya yang lebar.

“Halo”

“!!” kami bertiga mendadak terpaku melihat Bagas berdiri kaku menatap kami bertiga.

“Eh Bagas, kebetulan ketemu” senyum Stefan dengan anehnya.

“Bukannya dari tadi ngikutin ya” balas Bagas dengan muka datar.

Aku menelan ludah. Rasanya seperti sedang di interograsi di polsek atas tuduhan menyimpan narkoba atau tawuran. Tatapan mata Bagas dingin, tanpa emosi dan tanpa ekspresi. Kami bertiga terdiam terpaku, mencoba memikirkan kata-kata yang mungkin diucapkan atau tidak pantas untuk diucapkan.

“Dari tadi? Engga kok… Hehe”

“Foodcourt” ucapnya pelan.

Kami bertiga terdiam, terpaku.

“Eh, kita mau nonton kok…. Cuma lagi nunggu jam main aja, elo sama siapa?” potong Ai memecahkan keheningan dengan sok ramah.

“Oh. Sama pacar, dia lagi nyoba baju disana” Bagas menunjuk ke sebuah arah dengan matanya.

Aku menelan ludah. Justru ekspresinya yang kosong dan tidak beraksi apapun membuat kami makin bingung untuk merespon setiap perkataan Bagas. Rasanya kaku dan tidak nyaman.

“Oke kita jalan lagi ya, Bye” mendadak Stefan menarik tangan Ai dan memberi tanda untukku agar segera menyingkir dari pandangan Bagas. Gila. Tujuh tahun kenal tapi selalu awkward kalau berurusan dengan Bagas. Kami bertiga merasakan tatapan kosong dari balik punggung kami memperhatikan kami berjalan menjauh. Ada perasaan ngeri yang tidak bisa kami bayangkan saat merasakan tatapan mata itu. Mungkin ini yang dirasakan anak-anak DIMH ketika mereka kalang kabut kabur dari Bagas.

“Gila” bisik Stefan ketika kami berhasil menyingkir cukup jauh dari Bagas.

“Merinding ya?” tanyaku ke adikku dan Stefan.

“Kok bisa sih dia segitunya?” bingung Ai. “Dingin banget, tadi tatapannya kayak liat singa atau macan di acara-acara Nat Geo…”

“Mbingungin… Gila, tetep aja aneh ya kalo denger dia ngomong, saking kebiasanya kita bareng ama dia dan dia diem terus…” lanjutku bingung.

“Udah ah… Katanya Mas Arya mau makan…”

“Mau kok… Tapi..” aku tertawa kecil.

“Tapi kenapa?” tanya Ai.

“Itu kok gak dilepas lepas?” tawaku melihat tangan Stefan dan Ai.

“Ih” Ai langsung menarik tangannya dari genggaman Stefan.

“Eh… Ga sadar..” seringai Stefan

“Curi curi elo ya” sungut Ai ke Stefan.

“Kan tadi narik elo dari Bagas, gimana sih?”

“Bilang aja colongan” Ai menendang kaki Stefan dengan asal sambil berjalan menjauh.

“Kontol!” kaget Stefan.

“Ngomong apa lo tadi?” Ai berbalik kebelakang.

“KON…… TOLLL” jawab Stefan tanpa malu didengar orang.

“Najis” Ai pun berlalu, menuju entah kemana, berharap aku dan Stefan mengikuti langkahnya.

Aku hanya bisa tersenyum melihat tingkah Stefan dan Ai. Entah mengapa. Sejak Jepang, mereka berdua terlihat begitu hangat di mataku.

-----------------------------------------

BERSAMBUNG
 
PART – 52

--------------------------------

commer10.jpg

“Baru kali ini gue mainin gitar rusak sambil disiram aer terus-terusan” tawaku saat istirahat di tengah shoot videoklip kami. Tawa teman-temanku menyambut pernyataanku siang ini.

Hari ini kami menggunakan lokasi pembangunan sebuah gedung yang setengah jalan sebagai lokasi syuting video klip kami. Formatnya simple, kami bermain musik di tengah guyuran hujan di pelataran gedung yang masih dalam proses pembangunan itu. Hujannya dari mana? Dari guyuran air di atas kami, yang disiramkan oleh mobil tangki air. Semacam mobil yang suka kita lihat malam-malam, yang digunakan untuk menyiram tanaman di taman kota atau jalanan.

Dan ini debut penyutradaraan Rendy. Bisa kulihat, walaupun secara shoot, visi adegan dan gaya penyutradaraannya oke dan membuat kami cukup nyaman, tetapi dia masih terlihat kaku dan ragu-ragu di hadapan kru yang tentunya jam terbangnya lebih tinggi.

Stefan menyeka mukanya dengan handuk yang sudah disiapkan di meja. Makan siang kami sudah ada disana, tapi sekarang kami belum bisa ganti baju dulu, karena ijin untuk syuting video klip hanya sehari, besok pekerjaan bangunan sudah dimulai lagi. Jadi terpaksa kami makan siang dengan pakaian basah.

“Dan baru kali ini gue makan siang pake baju basah” keluh Anin sambil mulai makan.
“…” Bagas diam saja sambil makan dengan tenang.
“Rewel” sahut Stefan.
“Berisik”
“Elo tuh berisik mulu…”
“Eh” Anin mendadak terpaku, melihat sesosok perempuan yang sangat familiar di mata aku dan dirinya.

“Hellowwww” sapanya ke arah kami dengan ramah. Dia membawakan bungkusan makanan untuk Rendy.
“Eh Anggia, pa kabar?” tawaku.
“Baik dooong, eh mana sih si Rendy?” tanyanya sambil celingukan. Jaket tracktop adidas, dengan skinny jeans, sneakers dan potongan rambut pendek yang lucu, tak heran kalau dia dari dulu jadi kecengan sejuta umat. Dan sekarang dia bersama dengan Rendy.

“Halo Nggi” sapa Anin malu-malu.
“Balik dari Jepang dapet cewek gak lo kayak si Arya?” tanya Anggia dengan santainya.
“Enggak….”

“Jomblo mulu dari jaman kuliah… Ketinggian kali standar cewek lo” ledek Anggia.
“Hehehe”

“Eh Nggi, baru sampe?” Rendy mendadak muncul.
“Baru sampe baru sampe… Ini makanan elo”
“Eh, tapi gue udah makan tadi…” bingung Rendy.
“Katanya nitip…” Anggia memicingkan matanya dengan galaknya.
“Lupa… jadi tadi nitip makan ke kru”
“Gak mau tau…. Tadi rewel gitu ngeluh-ngeluh laper, terus lupa” keluh Anggia.

“Yah gimana dong…” Rendy terlihat makin bingung.
“Udah makan aja, gue bantuin mau?” Anin tersenyum bodoh.
“Bodo ah”
“Yee kok marah” keluh Rendy.
“Abisan masa bisa lupa nitip makanan???”
“Yaudah gue makan deh” Rendy pasrah dan duduk diantara kami.

“Pantesan susah banget kurusnya, mesen makanan sampe lupa, makan dua kali” Anggia menggeleng-gelengkan kepalanya dengan kesal.
“Jangan dimarahin dong” sahut Rendy

Aku melihat Stefan berusaha menahan tawa dari tadi.

“Udah sini bagi gue juga biar ga kebanyakan makannya” tawaku menengahi.
“Mendadak inget Zee…” Stefan memutar bola matanya ke atas.
“Udah ah” Anin terlihat kesal.

“Eh Ya..” tegur Stefan.
“Apaan?” Aku sedang mengambil sebagian dari makan siang kedua Rendy.
“Kalau misal, lo pas ke Jepang yang sebulan itu, terus lo ketemunya sama Zee duluan instead of Kyoko, mungkin gak lo pacarannya sama Zee?” seringainya.
“Boleh gak gue gak jawab Fan” senyumku aneh sambil menatap Anin yang sudah mulai terlihat bete.

“Orang bilang gak jawab, itu artinya iya” tambah Stefan.
“Bisa diem gak lu nyet” Anin bersuara dengan nada agak marah.
“Haha” tawa Stefan tak jelas.
“Gak lucu”

Aku menendang kaki Stefan pelan, memperingatinya agar tidak kelepasan dalam bercanda.

“Udah lah Nin, dia gak suka ama elo, sukanya ama si bangsat ini” lirik Stefan ke diriku, tampak tidak mengindahkan peringatanku.
“Bacot… Gue mau ngerokok dulu” Anin bangkit dari kursi dan berlalu entah kemana.

“Fan, makanannya gak abis tuh si Anin, bete beneran dia” bisikku ke Stefan.
“Emang gue salah?”
“Ya gak salah cuma kan… Lo tau dia sensi banget masalah gituan…”
“Ya makanya biar ga sensi lagi gue becandain aja terus” senyum Stefan dengan jahilnya.
“Ah tar berantem gue yang misahin lagi” keluhku.

--------------------------------
--------------------------------
--------------------------------

01937310.jpg

Bulan September sudah akan berakhir. Dan keluarga besar kami sudah ada Anggota baru. Alika Tiara Putri namanya. Anak Dian dan suaminya. Aku ada di kursi penumpang, menikmati disetiri oleh adikku dalam perjalanan ke rumah sakit.

“Mas Arya keliatan bete banget akhir-akhir ini” tegurnya.
“Gak salah”
“Kenapa? Kyoko?”
“Iya, ama pacarmu tuh, si Stefan…”
“Ih, dibilang pacaran ama Stefan…”
“Lagian, sering amat jalan bareng… “ tawaku tipis.

“Mas Arya juga dulu sering bareng ama Kanaya tapi gak ngapa-ngapain” balasnya. Hmm… Gak ngapa-ngapain, itu gak kayak gitu dulu sebenernya. Cuma malas ah aku bahas di tengah kepusingan kepalaku yang mengesalkan ini.

“Kalo Kyoko tau lah ya kenapa aku keselnya” sahutku.
“Karena dia sampe sekarang masih maksain Part Time?” tanya Ai.
“Dan semalem, pas lagi video call, dia ketiduran pas lagi ngobrol, mukanya keliatan capek banget… Aku bilangin, udah lah, kesehatan dia jauh lebih penting daripada duit, toh dia juga mau kesininya kan katanya winter, itu masih desember kali, masih tiga bulan lagi…. Tapi terus aja bilangnya, it’s okay Aya, daijobu Aya, tidak apa-apa Aya, teruuuus aja kayak gitu” kesalku panjang.

“He.. he” Ai cuma meringis mendengarnya.
“Dan kamu liat sendiri kan pas di Jepang, gimana dia ke aku tuh udah kayak berdedikasi tinggi banget gitu…. Pusing aku jadinya”
“Tapi kan gapapa, artinya dia sayang Mas Arya kan” senyum Ai berusaha menenangkanku.
“Dan si Stefan tuh, gangguin Anin terus-terusan, sampe pundung si Aninnya…” lanjutku.
“Digangguin soal?”

“Zee lah, kalo pas kemaren-kemaren kita syuting video klip, pas ada Anggia, digodain juga lah ama Stefan… Dibilang payah lah, cupu lah, sampe ngungkit-ngungkit kejadian waktu Zee dan Kyoko mabok itu…” aku mulai bercerita. “Dan yang paling parah, pas syuting itu…. Dia nanya ke aku di depan Anin, kalo aku ketemunya Zee duluan pas di Jepang, aku mungkin gak pacaran ama Zee sekarang”

“Wooow… parah, gila tu setan” Ai menggeleng-gelengkan kepalanya. Matanya terlindung di balik kacamata hitamnya di pagi hari itu. “Terus Mas Arya jawab apa?”
“Aku gak jawab”
“Kenapa?”
“Susah jawabnya di depan Anin”
“Jujur ya, kalo emang kejadiannya kayak gitu, mungkin gak Mas Arya pacaran sama Zee?” tanya Ai penasaran.

“Jujur?”
“Iya jujur Mas”
“Mungkin” jawabku pelan.

“Serius?” Ai terlihat kaget.
“Katanya disuruh jujur?”
“Aku jadi penasaran, Mas Arya suka ama Kyoko kenapa sih? Oke, aku tau emang momen yang ngehasilin hubungan kalian berdua bareng, tapi Kyoko ini tipikal Ibu Rumah Tangga berbakti banget, beda gak kayak pacar-pacar Mas Arya yang sebelumnya” jawab Ai panjang.
“Ah ada kok dulu si itu…”

“Gak separah Kyoko tapi… Devosi Kyoko luar biasa ke Mas Arya, gerak-geriknya, submissivenya, sama gesturenya, dan kasus telat mens gara-gara kecapean Part Time… itu gak pernah aku liat ada perempuan segitunya sama Mas Arya” senyum Ai getir memotong kalimatku.
“Aku sayang ama dia dek… Dia dalam waktu sesingkat sebulan waktu itu, bisa begitu open up sama aku, bener-bener merhatiin aku, dan semua keluhanku, soal apapun, dari dulu sampe sekarang, kalau aku curhatin ke Kyoko pasti langsung enak, dia besar hati banget anaknya” jawabku panjang.
“Tapi dia bukan sparing partner buat Mas Arya kan? Dulu bisa lama sama Karina yang nyebelin karena kalian berdua tumbuh bareng, bukan salah satu berkorban untuk yang lain..” senyum Ai getir.

“Jadi kamu mau bilang kalo tipe cewek kayak Zee gitu lebih cocok buat aku?” tanyaku kesal.
“Bukan gitu, tapi tadi sendiri Mas Arya bilang mau kalo ternyata pacarannya ama Zee”

“Apa sih kok jadi muter-muter gini?” kesalku. “Jangan nambahin pusing lah, aku lagi takut banget Kyoko kenapa-napa cuma gara-gara dia pengen ngumpulin duit buat ke Indonesia, satu lagi aku takut kalo Anin berantem ama Stefan. Anin emang ga suka konfrontasi orangnya, tapi kalo sekalinya baper, aduh, dulu waktu Anggia jaman kuliah pacaran sama orang lain, dia galaunya sampe nangis-nangis gitu…. Ini dia sama Zee keliatan kesengsem banget, dari kita bertiga, yang rajin follow Zee di IG dan suka komen-komen di IG nya Zee itu Anin. Dia suka keliatan lagi ngepoin akun-akun sosmednya Zee… Gimana gak sakit hati dia kalo denger gue mau-mau aja pacaran sama Zee kalo seandainya gue gak ketemu Kyoko….”

“Mas… jangan marah… kok jadi sewot”
“Gimana gak sewooot” kesalku sambil melempar punggungku ke jok mobil.
“Maaf”
“Hmm”
“Maaf…”
“Iya dimaafin, udah lah gak usah ngobrolin soal Zee lagi ya…”
“Iya”

--------------------------------

1310710.jpg

“Terus lo kapan nyusul” tanya Dian sambil senyum ke arah Ai yang memperhatikan sang bayi yang sedang dipeluk olehnya di atas bed. Muka Ai tampak gemas ingin mengambil sang bayi dari Dian, tapi dia terlalu takut untuk melakukannya.
“Pacar aja gak ada Mbak” senyum Ai tipis.
“Itu yang di IG kamu? Vokalisnya Mas-mu?” selidik Dian.
“Itu Cuma temen kok”
“Temen kok kayak sering keluar bareng gitu” tawa Dian.

“Keluar bareng itu ambigu loh Di” tawaku sambil mengirim foto-foto bayi ke Kyoko. Suaminya Dian hanya tersenyum saja, tentunya dengan muka ngantuk.
“Dasar elo mah, elo sendiri kapan dong kawin, gemes gue ngeliatin IG lo Ya, stok foto kalian bareng kayaknya banyak banget ya? Tiap hari ada aja yang elo posting” selidik Dian.
“Dipirit-pirit lah, biar berasa bareng terus” tawaku.

“Kemaren si Anin kesini lho, terus bareng gitu sama Anggia dan Rendy” suaminya Dian memotong topik tentang diriku dan Kyoko.
“Hmm… Mampus si Anin” aku menggelengkan kepala membayangkan betapa kaku dan gugupnya pasti Anin di depan Anggia.

“Gue juga denger dari si Rendy, katanya si Anin waktu ke Jepang kesengsem ama cewek ya di sana? Orang Singapur?” tanya Suaminya Dian sambil membayangkan tingkah Anin dikala sedang jatuh hati.
“Iya, lo pasti lagi ngebayangin norak-noraknya dan galaunya Anin in love kan” balasku.
“Kayak gimana sih orangnya?”
“Tomboy, judes banget, tapi manis anaknya... Ga jelas campuran India atau Arab sama Melayu” jawabku.

“Kayak gimana?”
“Kayak gini”
“Cakep dong” balas suaminya Dian sambil melihat foto Zee di Instagram yang kubuka.

“Oh, jadi yang cakep kayak gitu ya menurut kamu, aku yang bengkak abis ngelahirin ini jadi gak cakep lagi…..” ledek Dian dengan muka bercanda.
“Ya enggak lah, kamu yang paling cakep se dunia akhirat” balas Suaminya.
“Palsu”
“Jangan ngomong ngaco ah, anak kita dengerin”
“Emang udah ngerti?” tawa Ai melihat candaan suami-istri itu.

“Haha” aku memperhatikan bayi yang tampak fragile itu di pelukan Dian.

Dan saat ini kepalaku penuh dengan Kyoko. Aku sedikit menyesal, mengingat percakapanku dengan Ai tadi di mobil. Kalau ketemu Zee duluan dibanding Kyoko, bagaimana jadinya? Apakah selancar sekarang? Apakah akan semulus pengalamanku dengan Kyoko? Mendadak ingatanku kembali ke malam itu, di Shinjuku, sepulang dari Gravity Rock Bar.

Masih teringat betapa Zee tampak menginginkanku, gandengannya, gesturenya, terutama ketika kami berjalan berdua dan dia menggandengku, sebelum Kyoko menghentikannya. Ah sudahlah, pemikiran yang aneh. Lagipula aku tidak berpikir sejauh itu, omongan Stefan dan Ai lah yang malah membuatku jadi agak pusing memikirkan hal-hal yang terjadi di Jepang kemarin itu.

Tapi semua ini bermuara ke satu kesimpulan. Apa yang Kyoko lihat dariku? Kenapa ia tampak sebegitu mencintaiku di waktu yang singkat itu?

--------------------------------

guitar10.jpg

Hari ini telah berakhir, dan aku dengan antusias menyalakan komputer untuk melaksanakan ritual sebelum tidur. Video call dengan Kyoko. Setelah semuanya siap, tak lama kemudian wajah yang familiar itu muncul di layar komputerku dan suaranya terdengar indah di telingaku.

“Maram Aya…” senyumnya.
“Konbanwa Kyoko…” balasku dengan antusias, melihat Kyoko yang selalu tampak menggemaskan. Kyoko mengenakan baju tidur yang tampak seperti T-Shirt raksasa berwarna cerah. Sudah masuk musim gugur disana, suhu pasti sudah lebih sejuk.

“The Baby totemo kawaii tadi Aya…. To.. Ano… sepupu Aya sangatt miripp denggan AI-Chan” gila. Makin hari Bahasa Indonesia nya terdengar makin lancar. Entah kenapa tampaknya skill Bahasa Jepangku tampak susah maju, kalau dibandingkan dengan Kyoko yang terdengar makin smooth berbahasa Indonesia.
“Iya, mereka berdua suka disangka kakak beradik… Kyodai” Kyodai artinya saudara kandung.

“So… Ano… Aya Rerah? Cha.. pai seharian seterah me-rihat Baby?” walau logatnya masih sangat kental, tetapi bahasanya semakin luwes. Aku tersenyum mendengarnya.

“Kamu kapan sih belajar bahasa Indonesianya? Kok majunya cepet banget?”
“Nanika? Ano…. “ Kyoko tampak mengingat-ngingat. Setahuku selain mengurus café, dia masih kerja sambilan tiap hari Senin, Rabu dan Jumat.

“Ano…. Serasa… Kamissu…. To… Sab-tu… Ketika isiturahat café…” senyumnya. Gila, berarti hari-harinya lebih penuh dari hariku.
“Kyoko gak capek? Tsukareta?” tanyaku.

Kyoko menggeleng dengan lucunya. “Tsukarete inai” jawabnya spontan dengan senyumnya. Tidak capek? “Itu… Karuna… Kyoko ing-gin cepa beri chiketto ke Indonesia to… Supaya makin muda-h bichara dengan Aya”.

Senang mendengarnya, namun aku agak khawatir karena dia selalu yang banyak berkorban untukku.

“Kenapa Kyoko ingin cepat beli tiket ke sini?”
“Supaya bisa beretemu Aya”
“Kenapa ingin ketemu aku?”
“Kyoko sayang kepada Aya” senyumnya terlihat tulus.

“Kenapa sayang sama aku?” pembicaraan tampak mulai mengarah ke perasaan bingungku soal pengorbanannya.
“Kyoko tida tau… Seraru merasakan tenang dan damai ketika berusama Aya”
“….” aku menatap matanya tanpa suara.

“Kenapa Aya berutanya seperuti itu?”
“Ie… Watashi… Komigaru…” aku hanya ingin tahu, jawabku.
“Haha… Sewakkutu… Kita perutama kari perugi ke Inokashira Koen… Kyoko merasakan… Doki-doki suru, tida tahu kenapa…”

“Doki doki suru?”
“Hai… Dada Kyoko berudebar… “ senyumnya. “Padaha… Kyoko berum kenar dengan Aya… Dan ketika berusama Aya, rasanya senang… Tanoshi…” lanjutnya.
“Sama… Aku rasa yang bisa bikin kita sampai sekarang seperti ini karena momen yang kita jalanin bareng kan?” tanyaku.

Kyoko mengangguk penuh arti.

Ya, itu alasan yang tepat mungkin kenapa kami berdua ingin selalu bareng. Dan mungkin selama ini hati Kyoko terasa kosong, dan ketika aku datang, aku memberikannya kenyamanan, sehingga dia tidak ingin melepas rasa nyaman itu dan memperjuangkan segalanya untuk bersamaku. Bahkan ia sampai rela kerja part-time, bahkan tidak mengendurkan semangatnya untuk belajar Bahasa Indonesia. Bisa dibilang aku kalah, aku kalah berkorban jika dibandingkan dengan Kyoko.

“Tapi Kyoko… Aku merasa kurang berkorban untuk Kyoko… Kyoko belajarnya lebih rajin, Kyoko kerja lebih rajin supaya bisa cepat beli tiket….” bisikku ke microphone headsetku.
“It’s okay Aya… Aya punya cara sendiri…. Dengan Aya seraru usaha mengerujakan musik supaya bisa ke Jepang ragi, jyuga masi banyak cara Aya berukoruban untuk Kyoko..” senyumnya.

“Ah, andai aku ada disana, dakishimeru ga hoshi….” sungguh, aku ingin memeluknya.
Kyoko hanya tersenyum mendengarnya, sambil melemparkan ciuman virtual ke arah layar.

“Aya look so tired, terurihat rerah…” bisiknya.
“Gak terlalu kok…”
“Karau Aya rerah… Kyoko punya omiyage, anata no tameni…” hadiah? Untukku?

Mendadak Kyoko mengangkat handphonenya, dan terlihat mengirimkan beberapa pesan untukku. Aku bingung, kenapa harus lewat media sosial? Kan kita sedang video call. Aku lantas bangkit dan mencabut handphoneku dari charger dan kembali duduk di depan komputer. Aku membuka handphoneku.

Dan mataku terbelalak.

Wow.

Ada beberapa foto tubuh indah Kyoko di atas futon, tanpa busana. Foto-foto selfie yang seksi itu menghiasi layar handphoneku. Wajahnya terlihat innocent, dan justru karena itulah mendadak aliran darah ke arah organ vitalku terasa deras.

0e4fb010.jpg

“Sono sashin ga suki?” tanyanya sambil tersenyum lucu, menanyakan apakah aku suka dengan foto-foto itu.
“Ah… Hai.. Totemo suki…” tentu saja aku sangat menyukainya.
“Mau rihat lagi?” senyumnya malu ke arah layar.
“Ha?”

Kyoko membuka baju tidurnya perlahan, dan menunjukkan lekuk tubuhnya yang indah di layar monitor komputerku. Shit. Penisku mendadak ingin berontak di dalam celanaku. Sialan. Kyoko ternyata dari tadi tidak memakai apapun di dalam baju tidurnya. Salah satu tangannya tampak berusaha menutupi putingnya, walau tampaknya sia-sia.

Keindahan tubuhnya terlihat dengan jelas. Aku tampak seperti sedang browsing video porno dengan tema webcam.

“I want you” bisik Kyoko dengan muka sedih ke layar monitor.
“I want you too” balasku.
“I want to touch you again Aya” senyumnya sambil mempertontonkan dirinya yang telanjang bulat di depan webcam.

Dengan otomatis aku menurunkan celanaku untuk membebaskan penisku yang sudah berdiri tegak. Kyoko tersenyum melihat tingkahku dan dia menyentuh dirinya sendiri.

“I want Aya to touch me everywhere he likes” bisiknya.
“Ingat hari itu? Seharian di kamar?” balasku.
“Tentu ingatt Aya”

Ya, kami saling menyentuh, saling mencium dan bersatu. Setengah hari yang semuanya berasa cepat itu. Berasa cepat karena kami tenggelam dalam waktu. Tenggelam dan tidak dapat kembali lagi. Kalau sudah begini aku ingin cepat meraihnya, agar kami berdua tidak usah harus berkorban terlalu banyak lagi. Akan kujaga ia disampingku, akan kubahagiakan dia semampuku di depan mataku.

“Which part do Aya like?” Kyoko memegang buah dadanya sendiri di depan webcam.
“You. All of you” seperti biasa, ketika percakapan menjadi intens, kami saling lupa untuk menggunakan Bahasa Indonesia dan Jepang.
“I remember when Aya kiss dan lick this part” Kyoko tersenyum sambil meremas pelan buah dadanya. Aku dengan perlahan memberikan stimulasi ke penisku sendiri. Aku seperti seorang remaja yang bermasturbasi melihat artis idolanya tampil seksi di layar kaca.

Aku terdiam tanpa suara, memperhatikan setiap sudut tubuh Kyoko yang berada nun jauh disana. Perlahan tanganku mempermainkan penisku sendiri, membayangkan semua hal yang pernah kami lakukan. Salah satu tangan Kyoko pun menghilang, sepertinya dia pun menyentuh dirinya sendiri. Sungguh aneh. Aku melakukan cybersex dengan pacarku sendiri.

“Nnn…” bisikan Kyoko terdengar di headsetku.
“Kyoko… You’re so beautiful…”
“Aya I miss your hand… all over Kyoko’s body” nafasnya terdengar berat dan mendesah di telingaku.

Aku semakin bersemangat mempermainkan diriku sendiri, tanganku mengocok penisku dengan ritme yang semakin lama semakin kencang. Kyoko terlihat sangat menggairahkan dari jauh. Kami berdua saling menatap lewat layar komputer, saling menjadikan diri kami masing-masing sebagai objek masturbasi. Kenapa sebelumnya tidak pernah terpikir? Kenapa baru sekarang? Kenapa kami bahkan tidak pernah berkirim pesan nakal dan pesan-pesan berbau seksual lewat media sosial?

“Ah… Shit..” tak sadar spermaku menetes karena aku terlalu bersemangat memperhatikan tubuh telanjang Kyoko yang sangat menggoda.

“Aya came?”
“Yes..”
“Hehe…” tawanya manja menghiasi pendengaranku. Aku lantas mencari-cari tissue untuk membersihkan kekacauan yang telah kubuat sendiri.

“We should do this more often” senyumku ke Kyoko sambil membersihkan yang bisa kubersihkan.
“Of course” senyumnya malu, masih dengan telanjang bulat di depan layar komputer.

“Can’t wait to see you in Jakarta”
“Me too” balas Kyoko.

“Love you”
“Love you too”

--------------------------------

BERSAMBUNG
 
MDT SEASON 1 - PART 53

--------------------------------------------

guitar10.jpg

“Malam ini lagi?” pesan singkat dari Kyoko terlihat di layar handphoneku.
“Mochiron” tentu saja, jawabku. Lucu melihatnya, dia mengirim pesan kepadaku dalam Bahasa Indonesia, sedangkan aku mengirim pesan kepadanya dalam Bahasa Jepang. Dan iya, kami sedang membahas cyber sex. Setelah hari itu, kami jadi sering melakukannya, dan lumayan bisa sedikit menyembuhkan kangen, walau tidak sehebat bertemu langsung.

Sudah bulan Oktober, video klip sudah selesai. Kami simpan dulu materinya untuk dirilis bersamaan dengan album repackaged versi Jepang kami. Sekitar Januari atau Februari tahun depan kami akan terbang kembali ke Jepang, kami akan ada disana sekitar 2-3 minggu untuk promo album ini, sekaligus untuk rilis video-klip kami. Melalui email dari Titan, kami akan dibawa untuk manggung di 2-3 kota, dan jadwal pastinya akan keluar tahun depan.

Materi untuk album repackage semuanya telah beres dan telah dikirim ke Jepang sana, menunggu proses produksi dan persiapan promosi. This is exciting.

Kami lebih siap rasanya sekarang. Tapi ada salah satu dari kami yang tampak sangat gugup. Anin. Rasa galau dan penasarannya terhadap Zee tampaknya semakin tidak bisa ditolong. Pernah suatu hari dia dengan gagah dan bangganya berkata kepada kami kalau dia sedang ngobrol dengan Zee di media sosial. Penasaran, kami minta izin mengintipnya.

Dan yang kami lihat adalah… Anin yang terlalu excited bertanya soal tempat-tempat mana lagi yang wajib dikunjungin ketika kami trip Jepang. Tentunya tempat yang berhubungan dengan segala hal ke-otakuannya. Tapi yang membuat kami miris, adalah jawaban Zee yang hanya sepatah dua patah kata. Zee terlihat tidak antusias, dari cara menulisnya.

Sudah bisa ditebak, di hari, jam dan detik yang sama juga Anin jadi bahan ledekan Stefan lagi. Dan Anin kembali down dan bete lagi. Ya, aku paham mungkin bagaimana rasanya galau sama seseorang perempuan yang susah ditebak seperti Zee. Beda dengan Kyoko yang terlihat sangat responsif di awal-awal hubungan dan kecanggungan yang terasa membuat kita bisa sedikit percaya diri soal perasaan yang dirasakan oleh Kyoko atas tingkahku. Tapi kalau Zee? Tidak jelas. Dia benar-benar membalas Anin seperlunya, bahkan tidak jarang Anin mengetik sepanjang Jalan tol Jayapura – Pekanbaru, tapi lama dibalas walau sudah di read. Atau dibalas dengan “K”.

Mungkin memang Zee tidak tertarik sama sekali pada Anin. Tapi kalau memang begitu, aku jadi tidak enak, karena dua kali kejadian ketika Zee sedang mabuk, dia terang-terangan menunjukkan kalau dia tertarik padaku, mungkin hanya sebatas fisik saja. Mengingat selalu orientasinya ke seks dan seks lagi.

Cuma memang keisengan Stefan ke Anin agak-agak membuat Anin jadi agak jaga jarak ke Stefan. Kalau dulu mereka sering sekali saling berbalas hinaan dan ledekan, kali ini Anin jadi lebih sering diam kalau dicela oleh Stefan. Mungkin Anin melindungi dirinya sendiri dari perasaan galaunya terhadap Zee, atau dia sebenarnya sangat kesal pada ledekan-ledekan dari Stefan terkait Zee, namun dia menahan emosinya agar tak marah atau apapun.

Entahlah. Mudah-mudahan di trip berikutnya ke Jepang ada keajaiban untuk Anin. Merujuk ke diriku dan Kyoko, hanya momen yang tepatlah yang membuat sepasang manusia bisa saling menyayangi dan membutuhkan, walau mereka tampaknya tidak mungkin bersatu sekalipun.

Ngomong-ngomong soal Stefan juga, sepertinya dia dan Ai makin sering pergi bareng. Instagram mereka tampaknya membuktikan hal itu. Mereka sering berbalas komentar di foto mereka sedang hang-out, makan, atau nonton atau apapun. Tentunya komentar-komentar yang konyol dan saling meledek. Sebenarnya aku bingung melihat mereka, di satu sisi aku juga senang kalau mereka menjalin hubungan. Tapi aku takut membayangkan jika Ai ada perasaan ke Stefan, dan Stefan seperti biasa, terus memangsa perempuan-perempuan lain yang bisa dia temukan, lalu Ai sakit hati, lalu hubungan dia dan Stefan jadi aneh. Mengerikan pasti imbasnya ke diriku juga.

Jadi aku hanya bisa berharap dua hal. Pertama, mereka lama-lama jadi pacaran, atau mereka hanya benar-benar teman saja, tanpa perasaan apapun, dan jadi akrab karena trip ke Jepang di musim panas kemarin.

Oh iya, sayang sekali trip Januari/Februari nanti ke Jepang Ai tidak bisa ikut. Bakal terlalu lama untuk dia cuti pasti. Jadi nanti kami hanya pergi berlima saja, tentunya dengan Sena. Dan disana kami pasti digawangi lagi oleh Ilham dan Zee untuk mendokumentasikan perjalanan kami.

Dan, akhir Desember ini, pernikahan Bagas. Masih teringat jelas di kepalaku betapa Bagas menyadari bahwa kami mengikutinya pada waktu itu di Mall. Ngeri. Susah rasanya membayangkan ia berbaju pengantin di pelaminan.

Sudah, cukup, sekarang saatnya untuk bangun, mandi, sarapan, minum kopi, lantas kembali ke studio untuk mastering album Pierre T, mastering beberapa lagu limpahan dari studio lain, dan mengerjakan jingle iklan untuk tayang di televisi. Dan jangan lupa, malam ini jadwal latihan rutin kami.

Hup.

Dan aku pun bangkit dari tempat tidur menuju kamar mandi.

--------------------------------------------

sebstu10.jpg

“Pada kemana nih?” tanyaku di grup whatsapp Hantaman. Sudah jam 7 malam. Biasanya Anin atau Stefan sudah datang.
“Bentar boi, masih ada urusan di kantor, 15 menit lagi jalan” jawab Stefan.
“Gue udah di pangpol” jawab Anin.
“Semangat kakaaa” sahut Sena.

Bagas? Tentu saja tidak menjawab.

Aku menghela nafas, bangkit dari duduk dan berjalan keluar studio menuju dapur, mengambil air minum dan memperhatikan sekitarku. Ai juga belum pulang. Ibuku mungkin masih di jalan dari apotik. Tak sabar juga aku menunggu kepastikan kapan Kyoko akan datang kemari.

“Helooo” suara Anin terdengar dari arah studio.
“Woi” balasku sambil berjalan ke arahnya.
“Eh kirain di dalem”
“Kagak, abis ngambil minum di dapur..”

“Yah, biasa ya, nungguin mereka dateng” senyum Anin sambil duduk di teras dan menyalakan rokok.
“Iya” aku duduk menemaninya dan menaikkan kakiku ke coffee table.

“Gue ga sabar nunggu tanggal dari Titan” senyum Anin excited sambil memainkan handphonenya.
“Sama, lucu tapi kalo mepet ntar sama jadwal datengnya Kyoko ke Jakarta, bisa-bisa gue naik pesawat bareng doi ke Jepang” tawaku.
“Rencananya dia kapan kemari?”
“Katanya Desember, pas liburan natal taun baru lah, Cuma belom pasti, tergantung ama tiket yang belom dia beli” jawabku.

Mendadak air muka Anin berubah saat dia melihat layar handphonenya. Mukanya tampak kering, seperti melihat tanaman yang tadinya hijau perlahan-lahan memucat dan layu.

“Kenapa?”
“Engga… ini” jawabnya sambil menunjuk malas ke arah layar handphonenya. Aku mendekat dan melihat layar handphonenya dengan penasaran.

“Eh Zee? Itu gw baru liat di IG, baru main ke Akiba lagi ya? Kemaren gue ga liat yang lo sikat itu, padahal udah lama pengen juga punya Robot Damashi Turn A Gundam. Dapet berapa? Itu kan waktu Yoshiyuki Tomino turun gunung design Gundam lagi kan?” ketik Anin panjang di Line.
“3000 Y. Itu bukan Tomino. Syd Mead was the designer” jawab Zee.

Aku menelan ludah. Karena selain percakapan super singkat tadi, history diatasnya pun tidak kalah pedih. Aku bahkan melihat beberapa baris ketikan Anin tanpa balasan sedikitpun.

“Emm…”
“Duh… Gelisah gini” Anin menghisap rokoknya dalam-dalam.
“Anu, mungkin lain kali, kalo mau ngajakin ngobrol, coba pancing supaya dia bisa ngomong lebih banyak deh Nin” senyumku berusaha menghiburnya. “Siapa tau emang anaknya cuek, atau pendiem… Ya ngga?” lanjutku.

“Tapi…. Gue juga suka sebel kalo diingetin masalah yang pas dia mabok itu, keliatan jelas kalo dia tertarik ama elo Ya”
“Tapi cuma berani pas mabok doang kan?” balasku. “Kalo lagi sadar dia mana pernah kayak gitu, emang aslinya mungkin quiet, dan tau sendiri kan, orang mabok suka ada setan lewat…” senyumku menghibur Anin.
“Kali…”

“Nah, kayak pertanyaan elo ini, lo pecah aja jadi pertanyaan-pertanyaan singkat, biar dia juga jawabnya terpaksa panjang, misal lo nanya aja, baru beli ini ya? terus udah. Diemin dulu, kalo dia bales baru tanya lagi, berapa duit, terus dipirit-pirit, maksa dia ngomong” lucu rasanya, seperti mengajari anak SMA mendekati perempuan. Padahal yang sedang kuajak bicara ini adalah orang berumur 31 tahun.

“Tapi kadang gue suka salah ngomong, kayak salah nyebutin kreator anime, salah nyebutin ini lah, itu lah…” keluh Anin.
“Mungkin karena lo gugup kali, atau dia yang tau jauh lebih banyak, bagusnya sih emang lo coba bikin itu jadi pertanyaan ngawang, kayak… Eh bener gak yang ngedesign ini si anu? Gitu kali biar kalo dia benerin gak keliatannya dia lagi ngebego-begoin orang…” aku menepuk pundaknya.

“Terus karena gue nanya kayak gitu dia jadi terpaksa jawab?” tanya Anin polos.
“Iya”
“Kalo gue kehabisan ide buat ngomong gimana?”
“Gak usah diajak ngomong lah… diemin dulu sampe lama, baru muncul lagi mendadak, jadinya banyak pertanyaan dan bahan omongan yang bisa lo sampein” jawabku.
“Ooo..”
“Jangan kaku, rileks aja…” senyumku.
“Emangnya gue Stefan atau elu” keluhnya.

“Lah gue disamain sama Stefan… Gue aja waktu sama Kyoko awal-awalnya kaku banget terus bingung mau ngomong apa, tapi lama-lama cair sendiri kok, entah kenapa… Ah… Kayaknya ntar pas kita ke Jepang lagi lo butuh momen berdua doang sama si Zee… Coba gih kontak Ilham, bikin rencana sana” tawaku.

“Malu”
“Kok malu, Ilham kan sama elo udah kayak kucing ama ekornya Nin…”
“Kalo Zee tau gue bikin skenario gimana?” tanyanya bingung dengan polos.
“Ya elo bikin skenarionya yang smooth doong… Makanya butuh bantuan orang dalem, si Ilham tuh… Bikin Winter taun depan jadi memori buat elo…”

“Kalo dia emang beneran gak tertarik ama gue gimana?” jujur, badan dan tampang seperti Anin, mengatakan hal-hal seperti ini sangat aneh rasanya.
“Yaudah, rugi di si Zee dong…”
“Kok rugi?” bingungnya.
“Rugi lah, dia kehilangan kesempatan buat ngenal elo” senyumku.

“Oh…”
“Makanya, ngejarnya pelan-pelan, apalagi dia ada nun jauh disana, sabar aja, kalo emang udah ada yang nyamber duluan cuek aja, ntar gue kenalin sama cewek deh...” tawaku.
“Loh? Emang lagi kenal cewek yang cocok sama gue dan single?” Anin mendadak terbelalak.
“Kagak” tawaku.
“Ih, kirain…”

“Hahahaha” tawaku melihat air muka Anin sudah kembali cerah lagi. Mudah-mudahan dia tidak galau selamanya.

--------------------------------------------
--------------------------------------------
--------------------------------------------

004df610.jpg

“Enak amat jadi kalian, ke Jepang mulu” komentar Kanaya saat dia sedang mendatangi meja kami.
“Ini sih gue lebih gak sabar dari yang kemaren, soalnya bos rekamannya…” Stefan terdengar bersemangat.
“Iya gue tau, MILF kan” tawa Kanaya.

“Janda lagi, kesepian tuh pasti” seringai Stefan terlihat begitu mengerikan.
“Bacot, dia pasti bisa lah nanganin mahluk mesum ga jelas macem elo” ledek Anin.
“Daripada elo ntar pasti jadi si cerewet annoying sok caper ke si Zee kan” balas Stefan.
“Bangke” Anin melemparkan sepotong kentang goreng ke dalam minuman Stefan.
“Kontol” Stefan mengambil potongan itu dan melihatnya. Tapi bukannya membuangnya, dia malah memakannya.

“Enak juga”
“Jorok” komentarku pelan sambil meminum minuman ringanku.

“Bagas tuh emang ga pernah nongkrong bareng kalian ya?” tanya Kanaya sambil melihat-lihat undangan pernikahan Bagas.
“Sejujurnya kita ga ada yang tau dia kehidupannya di luar Hantaman kayak apa” jawabku sambil meringis ngeri mengingat Bagas dengan segala ekspresi dinginnya.

“Aneh juga, bentar gue tinggal dulu, ntar gue balik lagi ya” Kanaya berlalu dan segera menuju ke meja lain.

“Lo aneh juga Nin, mau bahas soal tawaran acara taun baru kok disini” tawaku.
“Iya jadi ga enak sama Kanaya” sambung Stefan.
“Udah biarin, jadi gue ulang lagi ya, Cheryl nawarin kita main di tempat baru dia pas Taun Baru, di PIM 3… Gue pribadi sih lebih milih acaranya Cheryl daripada tawaran dari tempat ini, masa kita diminta untuk ngecover Soundgarden disini? Jujur sejak Cheryl beneran keluar, acara disini jadi garing” bisik Anin.

“Tapi gue lebih milih tawaran yang satu lagi loh, lebih asik kayaknya” Stefan menjawab pernyataan Anin sambil menatap layar handphonenya.

Iya, yang satu lagi. Tawaran untuk mengisi New Year’s Eve di Bandung. Di Maja House. Acara yang sepertinya lebih asik. Ada tiga headliners utama, yakni /rif, Frank’s Chamber dan kami. Bandung, sudah agak lama tidak manggung disana, dan kalaupun Kyoko ada nanti di Indonesia, akan sekalian kuajak saja ke Bandung.

“Tapi Bandung men” Anin menjawab Stefan.
“Enak tau Bandung”
“Macet banget bego tanggal-tanggal segitu”
“Pengorbanan lah, kita berangkatnya pagi-pagi aja, kan tanggal 30 kan kawinannya Bagas, terus kita stay di Maja terus…” senyum Stefan tipis. “Lagian kalo pacarnya si bangsat ini dateng sekalian diajak aja, biar mereka berdua ngentot sampe pagi sampe hamil” lanjut Stefan dengan vulgarnya.

“Males gue macetnya” Anin beralasan.
“Tapi bosen gak sih lo di Jakarta… Maja enak loh.. Gue pernah nginep disana, di Stevie G hotelnya…” aku pun ingin menghabiskan malam Tahun Baru di Bandung.
“Rewel banget takut macet segala” keluh Stefan.
“Iya-iya… Tar deh kita liat-liat lagi mana yang enak, duitnya paling gede di Cheryl sih tapi…” Anin tersenyum kecut menunda keputusan kami untuk mengambil acara yang mana.

“Ntar-ntar… pantesan kagak pernah dapet cewek ini orang, semua di entar-entar” ledek Stefan.
“Kontol” dan Anin pun langsung mengambil minuman Stefan dan menenggaknya habis.

--------------------------------------------


Capek juga. Pegal rasanya. Untung sudah mandi, jadi rasa tidak enak dari hujan yang tiba-tiba datang ketika aku berjalan pulang dari pub sudah hilang. Aku duduk dengan santainya di kamarku, memainkan gitarku. Jari-jariku memainkan nada-nada blues dalam kunci G.

Sudah malam. Biasanya sebentar lagi akan ada pesan dari Kyoko yang menyatakan kalau dia siap untuk melangsungkan ritual video call.

Mendadak terpikir, ada uang yang cukup tidak ya untuk membeli gitar hollowbody untuk musik Jazz nanti di Jepang sana? Aku mendadak gatal ingin membeli gitar baru. Dan aku tertawa dalam hati. Karena teringat album soloku yang stuck.

Stuck.

Baru satu lagu yang ada. Matahari Dari Timur. Itu juga umurnya sudah mau setahun lagunya. Tadinya aku pikir bisa dengan swadaya membuat album solo sendiri, namun setelah diterpa kesibukan bersama Hantaman, mengelola studio dan banyak urusan lainnya, niat membuat album hanya sampai ke tahap niatan saja. Setahun, satu lagu, gila, mandeg banget.

Kalau memang masalahnya adalah masalah inspirasi, kenapa aku bisa dengan mudah memberi masukan ke orang-orang yang merekam album mereka di studio ku? Dan kenapa lagu baru Hantaman terjadi dengan begitu mudahnya? Aku melirik ke arah kotak tempat menyimpan dedaunan kering sialan itu. Ah tidak, sudah cukup lama aku tidak membakarnya, lagipula akhir-akhir ini katanya lagi ketat, jadi agak sulit mendapatkan barang baru dan bagus, aku hemat-hemat saja untuk keperluan genting.

Dan Kyoko sudah tahu soal keberangkatan kami ke Jepang lagi pada awal tahun depan. Tentu dia tidak menyembunyikan rasa bahagianya. Dia berjanji untuk menyempatkan datang setidaknya di satu show kami. Dan aku ingin sekali sebenarnya menyempatkan diri untuk manggung jam session lagi disana, sudah lama sekali aku tidak bermain musik Jazz. Ada setahun mungkin aku tidak memainkannya semenjak pulang dari Jepang tahun lalu, lalu mendadak sibuk dengan segala urusan tur Hantaman di Indonesia dan ke Jepang, belum lagi repackage album dan sibuk-sibuk gak puguh di studio.

Oh iya, Kyoko, coba kuperiksa kembali handphoneku. Belum ada notifikasi darinya.

“Junbi dekiteru no? Mateimasuyo…” aku mengirim pesan, menanyakan kesiapannya untuk memulai sesi video call dan memberitahukannya kalau aku menunggunya.

Belum ada balasan, mungkin masih beres-beres di café atau mandi. Mendadak, ketika aku sedang mengosongkan pikiranku, ada pesan masuk darinya.

“^___^”

Hah? Maksudnya apa? Aku tersenyum bingung melihat balasannya. Kenapa cuma begitu balasannya, ada apa lagi nih?

Mendadak selanjutnya ada video singkat yang ia kirim. Video yang ia rekam lewat handphonenya. Tampaknya kakaknya yang memegangnya, berlatar belakang café mereka di Mitaka itu.

“Aya!” sapanya sumringah di video tersebut.

“Rihat ini” dia memperlihatkan sebuah kertas. Aku mendekatkan handphoneku ke mukaku agar bisa melihat dengan lebih jelas.

All Nippon Airways.
Passenger name(s) : Ms. Kaede Kyōko

Dengan cepat kertas itu menyingkir dari pandanganku. “Sanpai betemu di Jakaruta Desembe nanti Aya!” mukanya terlihat sangat bahagia. Akhirnya. Kyoko sudah pasti ke Jakarta. Dan aku berharap waktu bisa berjalan dengan cepatnya sampai Desember.

--------------------------------------------

BERSAMBUNG
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd