Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT MDT - REVIVAL - SEASON 2 (racebannon)

MDT SEASON 2 – PART 10

------------------------------

“Gak kerasa ya udah dua bulanan?” tegur Anin sehabis aku dan Hantaman Check Sound untuk acara nanti malam.
“Udah? Gak kerasa, kalo buat gue sih kayak baru kemaren acara kawinannya” jawabku.

Ya, sudah dua bulan lebih ternyata usia pernikahanku dan Kyoko. Dan sejauh ini semuanya terasa sangat menyenangkan. Sayang, sampai saat ini belum ada tanda-tanda kehamilan dari dirinya. Padahal kami tidak menahan-nahan untuk mempunyai anak.

sabuga10.jpg

Sudah pukul sembilan pagi, dan kami baru saja selesai untuk check sound, di sebuah gedung pertemuan yang megah di bilangan Taman Sari, Bandung. Malam nanti akan ada pentas seni ala anak SMA. Headliners nya diantaranya kami, dan…. Dying Inside My Heart. Kami sudah mewanti-wanti agar Stefan tidak berulah lagi kepada anak-anak itu. Dan Stefan sekarang terlihat sangat uring-uringan. Entah kenapa, kami dapat giliran main sebelum DIMH. Saat ini, Stefan terlihat sangat tidak nyaman. Entah sudah berapa batang rokok yang dihabiskannya. Hari belum siang tapi tampaknya LO kami sedang sibuk mencarikan rokok untuk Stefan, karena rokok yang tadi ia bawa dari Jakarta sudah habis.

“Fan, mending kita balik ke hotel aja… Ajakin anak-anak Frank’s Chamber buat ketemuan, daripada elo gelisah kayak gitu” tegur Anin.
“Bentar… Si bocah LO kita lagi nyariin gue rokok ke circle k atau entah apaan….. Senewen banget gue” matanya menyelidik kesana kemari, seperti mencari mangsa.

“Berabe ni anak kalo ketemu DIMH” bisikku ke Anin. Kami sedang duduk di tangga, yang menghadap parkiran.
“Bisa kacau Ya, dia kan kemaren itungannya kalah berantem, dan gue curiga kali ini Bagas ga bakalan nolongin dia lagi kalo ada apa-apa” balas Anin.

Bagas hanya diam.

“Bisa gak sih kalo ngomongin gue di jangan depan gue?” kesal Stefan.
“Justru bagusnya gini Fan, biar ga ngomongin elo di belakang” candaku berusaha menurunkan tensi yang terlihat di mukanya.
“Kampret, ah, nah tuh dia LO kita, awas aja kalo lelet lagi gue perkosa tu anak”

“Sembarangan” balasku sambil melihat anak remaja putri yang bertampang manis itu tampak tergopoh-gopoh mendekati kami.

“Maaf kak lama, tadi ngantri di circle k nya…….”
“Sini buruan, udah asem mulut gue”
“Iya kak”

“Galak amat sih, kasian anak orang elo sentak-sentak…..” aku tersenyum pada si LO dan dia membalas senyumku.

“Genit amat sih senyum-senyum, lo udah punya bini tau” ledek Stefan.
“Apaan sih, orang cuman ramah doang….” kesalku.

“Hehehe” tawa si anak sma itu tersipu malu. “Kak Arya, ngomong-ngomong istrinya Kak Arya cantik deh, kayak bintang film Jepang” lanjutnya ber basa-basi.
“Haha, bisa aja”
“Gak diajak kak?”
“Enggak, tadinya udah diajak sih, cuman gak mau katanya, sibuk di rumah”
“Padahal kalo diajak aku mau foto bareng”

“Foto bareng lakinya aja, tuh, ganteng kan orangnya, lumayan buat disombongin ke temen-temen elo” kesal Stefan.

“Enggak ah kak” senyum sang LO, menatap grogi ke Stefan yang baru saja menyalakan rokoknya.

“Nah, jadi kita sekarang di anter dulu aja ya ke hotel, disana kita mau istirahat sampe kita siap untuk manggung….” Anin dan Bagas lantas bangkit dari duduknya, bersiap untuk pergi.
“Ayo, gue panggil Mang Ujang suruh samperin ke sini” balas Stefan.
“Manja amat sih, jalan aja gak seberapa jauh kok”

“Elo aja jalan kesana, kan elo juga bawa mobil…”
“Alah, manja, BTW, LO nya ikut kita?” tanya Anin.

“Iya kak, kan wajib saya nemenin kakak-kakak semua…” jawabnya sambil tersenyum.
“Jadi ikut ke hotel? Gak buang-buang waktu gitu bengong nungguin kita tidur-tiduran dan leyeh-leyeh?” tanya Anin.

“Ya biarin dia lakuin tugasnya lah Nin, biar dia ikut mobil lo aja, gue temenin Mas Epan sama Mang Ujang” senyumku, sambil melirik ke arah Stefan yang sudah membakar lagi sebatang rokok.
“Sana gih lo pada, sampe ketemu di Hotel”

--------------------------------------------

dago_210.jpg

Stefan duduk di belakang bersamaku, sambil menghisap rokok banyak-banyak dan dalam-dalam, sampai aku sumpek sendiri karenanya di mobil ini. Frekuensi dia merokok dan volume asapnya jadi mendadak banyak. Aku tahu dia sedang berusaha menahan diri, supaya tidak over-reacted kalau bertemu DIMH nanti, tapi sepertinya perjuangannya terlalu keras. Kita semua tahu kalau batas kenekatan Stefan tipis dan rem dirinya agak blong. Maka karena itu, dia tampak sangat berusaha untuk menekan rasa emosinya, makanya dia terlihat sangat uring-uringan.

“Senewen amat elo Fan” aku mencoba untuk mengajaknya bicara.
“Banget”
“Tapi masa gara-gara DIMH lo jadi kayak gini, merekanya juga udah takut kali, karena Bagas…. Atau lo takut kalo mereka keliatan tengil di depan elo, elo jadi naik darah?” tanyaku lagi.

“Salah satunya, tapi bukan cuma gara-gara mereka doang Ya”
“Apa lagi?”

“LO Kita”

“Kenapa dengan LO kita Fan?” aku mempertanyakan keberadaan anak perempuan manis itu ke Stefan.
“Gue nafsu anjir”

“Wah bangsat” komentarku.
“Nafsu banget sumpah, tampangnya polos banget, pake kacamata, itu kalo gue tidurin menang banyak itu gue, bisa gue bolak-balik semaleman, gue kerjain luar dalem” jawabnya. Aku melirik ke Mang Ujang, dan dia tampak tersenyum malu mendengar omongan majikannya.

“Jangan lah, gila apa elo……”
“Makanya gue berusaha gak ngemodusin dia, dan gue jadi uring-uringan, bangsat!”
“Wah perkembangan nih, Mas Epan mendadak jadi dewasa”
“Diem nyet”

“Ntar coli aja di kamar mandi, biar ga uring-uringan…” ledekku.
“Gue? Coli? Rendah amat” balasnya spontan.
“Ya kalo di coliin cewek jadinya lo sia-sia nahan diri Fan, atau cari pacar beneran deh….. Siapa ya?” aku berusaha memberinya ide.

“Sama Neng Ai Mas Epan, kan anaknya baik, cantik, nanti jadi iparan sama Mas Arya” mendadak Mang Ujang bicara. Sepertinya dia tak tahan dari tadi diam saja.
“Gak mau”

“Kok gak mau, ngomongnya di depan kakaknya lagi” tawaku.
“Gak mau aja”
“Gak jelas, kayak bocah nih si bangsat satu ini” aku menatap ke Jalan Ir H Juanda alias Dago, yang mesti kami lewati sebelum mencapai hotel.

“Pacaran gak ada di kamus gue”
“Tapi elo juga nahan diri supaya gak bandel kan? Punya pacar itu salah satu cara buat lo nahan diri, tapi mesti sama orang yang bener lo suka ya, bukan status doang…” aku mempermainkan handphoneku, sambil mengirim pesan ke Kyoko, bertanya soal kegiatan apa yang akan dilakukannya hari ini. Oh, ternyata dia akan jalan makan siang bareng dengan adikku. Sip. Bagus untuk bonding antara kakak ipar dan adik ipar.

“Tapi gak jaminan juga punya pasangan tetap bikin lo jadi gak begitu lagi, inget diskusi kita selama ini kan?” tanya Stefan.
“Inget, tapi gue selama ini juga ga pernah mau kayak gitu, juga bukan karena masalah pasangan sih, yang penting itu emang di dalem diri elonya, tapi kalo bisa dibantu sama pasangan, itu kan bikin beban lo jadi ringan, jadi lo gak uring-uringan sendiri, ada temen buat sharing, dan beda kalo lo sharing sama temen cowok dan cewek tuh, rasanya beda…..”

“Pusing ah, tapi kalo kayak begitu gue jadinya harus punya waktu dan niat juga buat dengerin dia sharing dan ikut campur soal masalah dia….” balasnya.
“Lah namanya juga hubungan manusia… Lo kira selama ini kita gak saling sharing dan ikut campur sama masalah pribadi masing-masing? Kecuali Bagas, kita semua karena deket jadi saling ikut campur…”

“Nah, jadinya gak usah punya pasangan atau pacaran kan, emang takdirnya gue gitu kali, sama cewek cuman buat nidurin doang dan lepasin nafsu gue….” tawanya.
“Beda bego sharing ama temen laki dan sama pasangan……..” kesalku.

“Saya juga suka bilangin Mas Epan kayak gitu Mas Arya, jangan-jangan Mas Epan emosian itu karena dia gak punya pacar atau istri, jadinya dia ga tau harus ngeluh sama siapa……” sambung Mang Ujang mendadak.

“Udah deh mang, mending daripada ngasih nasihat sama saya, saya bagi kreteknya dong…”

Mendadak Stefan mencondongkan badannya ke depan, mencoba menerima operan rokok kretek dari Mang Ujang. Dan aku hanya bisa senyum sambil melihat ke arah temanku yang belum mau beranjak dewasa ini.

--------------------------------------------

42844110.jpg

“Si Stefan mana?” tanya Kang Bimo sesaat dia memasuki kamar Anin.
“Di kamar sebelah Kang, lagi tidur” jawabku sambil tidur-tiduran di kasur Anin. Anin tampak sedang antusias chatting di media sosial, sepertinya dengan Zee. Bagas, dia hanya duduk menatap ke siaran televisi. Dia tampak menonton berita dengan ekspresi muka kakunya.

“Kang Wira sendiri mana?” tanya Sena balik, tampaknya dia bingung karena Kang Bimo datang sendiri tanpa Kang Wira.
“Jujur, dia lagi pedekate ama cewe” jawabnya sambil tersenyum?
“Serius?” tanyaku kaget.

“Serius, dia lagi deket ama cewe, udah sekitar semingguan lah….”

“Siapa kang?” tanya Sena dengan penasarannya. Dan Anin tampak menghentikan sejenak chattingannya dengan siapapun di handphonenya. Sedang Bagas? Diam saja tanpa menengok. Sedikitpun tak ada reaksi dari dirinya, mendengar berita yang cukup baik itu.

“Justru saya belum kenal, makanya saya juga penasaran, tapi udah ketemu sekali dua kali mah, pernah main ke toko vinyl…” jawabnya sambil menyalakan rokok dan duduk di kursi yang kosong. “Doain yang bagus-bagus aja, supaya bisa nyusul kita, ya gak?” dia melirik padaku sambil senyum.

“Amin kang”
“Tapi sedih nya akhir-akhir ieu” Kang Bimo menarik nafas dan menatapku dengan tatapan agak menerawang.
“Chris Cornell ya kang?”
“Iya euy, mana meninggalnya katanya bunuh diri lagi… Makin sedih saya” lanjutnya.

“Gak keliatan ya kalo meninggalnya bakal karena itu….” balasku.
“Kalo baca berita mah, kata istrinya malah ga ada tanda-tanda depresi ceunah….” dia kembali menarik nafas “Baydewey aniwey baswey, kamu teh pamajikan udah isi?” tanya Kang Bimo.

“Belum, Bagas yang udah isi mah…” senyumku.
“Ah dia mah saya udah tau, taunya dari si Anin lagi, percuma juga nanya ke orangnya, siga ngomong jeung tembok” ledeknya ke Bagas. Bagas hanya diam.

“Makanya doain juga kang, saya ga mau nunda-nunda… Pingin cepet juga punya anak” sambungku.

“Amin…. Nanti pasti kerasa lah nikmat dan cobaan-nya yang sebenarnya dalam keluarga kalo kamu udah punya anak, makanya saya teh bener-bener nunggu si Wira kawin, supaya gimana ya, yah, komplit aja jadi jelema teh………”

“Berarti yang kayak Anin itu belom komplit ya” tawaku.
“Iya belom ya, makanya, gue juga ga mau lama-lama pacaran, pengennya dia beres kuliah s2 di Jepang langsung kawin gue” senyumnya.
“Ga pernah ketemu ujug-ujug ngajakin kawin… Gimana sih lo” sanggahku ke Anin.

“Liat aja ntar” senyumnya tampak penuh skema dan tampaknya sengaja untuk membuat kami penasaran. Tapi aku tidak akan terpancing dan memilih tidak menimpalinya, hanya membalasnya dengan tawa kecil tanpa suara.

“Permisi…..” mendadak LO kami, datang membawa beberapa bungkusan makan siang untuk kami.
“Oh iya, taro sana aja makanannya, makasih ya” senyum Anin menyambutnya.
“Wah kak, tapi ada tamu ya? Saya cuman beliin lima biji ngepas banget…..” dia tampak agak panik melihat keberadaan Kang Bimo disana. Dia pasti mengenal orang ini. Siapa anak Bandung yang tidak mengenal Frank’s Chamber?

“Wah santai, tenang aja, ntar saya makan di luar aja, toh saya bukan bagian dari mereka kan… nyantai….” senyum Kang Bimo menanggapi si LO. Anak perempuan manis yang berkaca mata itu akhirnya tersenyum grogi, menunduk dengan malu dan berlalu. Dia sepertinya kembali ke satu kamar hotel yang sengaja di booking buat para LO. Ya, beberapa penampil menginap disini, setahuku harusnya DIMH juga menginap di hotel yang ada di Dago atas ini. Tapi dari tadi aku tidak melihat batang hidungnya. Dan itu juga alasan Stefan memilih untuk tidur siang, selain untuk menahan rasa gatalnya ingin ngemodusin cewek SMA, dia pasti menghindar untuk bertemu dengan DIMH.

“Tapi saya ngawaduk” tawa Kang BImo.
“Eh?”
“Iya ngawaduk, saya udah laper pisan, saya makan ya, si Stefan aja yang suruh makan di luar….” tawanya puas.

“Silakan kang, paling dia dateng laper uring-uringan” balasku sambil membuka handphone, mencoba menjawab beberapa pesan dari Kyoko yang tampaknya sekarang sedang makan siang dengan adikku. Mudah-mudahan ada quality time yang bermanfaat untuk mereka berdua agar mereka bisa makin akrab.

--------------------------------------------
--------------------------------------------
--------------------------------------------

13-sua10.jpg

“Lagu terakhir….” bisik Stefan di microphone, bermaksud menutup penampilan kami malam itu. Dia terlihat sangat tidak nyaman, walalupun gesturenya sama sekali tidak mempengaruhi kekuatan vokalnya di atas panggung. Dia tetap terdengar prima, dan sepertinya hanya kami yang mengetahui keruwetan isi kepalanya.

“Kita jarang bawain lagu orang lain, tapi kadang-kadang kita bawain juga, kalau lagu kita udah abis…. Abis… Kayak malem ini, soalnya abis kita manggung, Cuma tinggal Barasuara” salah. Sehabis kami manggung ada dua band lagi, Dying Inside My Heart dan Barasuara. Stefan sengaja melewat nama DIMH. Entah kenapa, apakah dia ingin menghina mereka secara tidak langsung, ataukah dia lupa.

Tapi tidak mungkin dia lupa, dia adalah orang yang daya ingatnya kuat. Pasti ini tricknya untuk melepaskan kemarahannya yang sedang ia jaga agar tidak keluar di depan anak-anak tengil DIMH, dan.. Entahlah.

“Lagu ini lagu dari idola kami, dan mungkin idola banyak musisi di luar sana….. Idola kami yang sudah pergi, Chris Cornell… Mari kita rayakan dia, kita rayakan supaya perginya dia gak sia-sia…..” ucap Stefan yang disambut suara riuh penonton.

“The Day I Tried To Live…..” lanjutnya dan kami pun mulai.


I woke the same as any other day
Except a voice was in my head
It said seize the day, pull the trigger, drop the blade
And watch the rolling heads
The day I tried to live
I stole a thousand beggar's change
And gave it to the rich
The day I tried to win
I dangled from the power lines
And let the martyrs stretch
Singing
One more time around
Might do it
One more time around
Might make it
One more time around
Might do it
One more time around
The day I tried to live
Words you say never seem
To live up to the ones
Inside your head
The lives we make
Never seem to ever get us anywhere
But dead
The day I tried to live
I wallowed in the blood and mud with
All the other pigs
I woke the same as any other day you know
I should have stayed in bed
The day I tried to live
I wallowed in the blood and mud with
All the other pigs
And I learned that I was a liar
Just like you


--------------------------------------------

Stefan tampak gelisah. Tapi lucunya, dia terlihat gelisah saat kami baru selesai manggung. Biasanya tidak seperti itu. Dia memilih menyingkir keluar, daripada kembali ke backstage, untuk merokok sejenak. Aku sempat membisiki LO tadi, kalau aku menemani Stefan keluar, dan meminta dua gelas kopi untuk menemani kami.

Dan kami sekarang terpaksa mojok di salah satu sudut yang sepi, menyingkir dari keramaian dan hingar-bingar panggung. So far, manggung kami tadi lumayan all out. Seperti biasa agresi dan kemarahan yang ditampilkan di panggung, tersampaikan ke crowd dan crowd pun ikut menggila. By the way, kalau menurut jadwal, DIMH akan main sekitar 15 menit lagi. Jadi tadi, kalau saja Stefan tidak menghindar dari backstage, kemungkinan besar dia akan bertemu mereka dan bukan tidak mungkin akan ada kejadian-kejadian aneh lainnya yang tidak diinginkan.

Stefan tampak membakar rokoknya dan menghisapnya dengan gerakan-gerakan marah.

“Keliatan banget kalo lo gak nyaman” tegurku, sambil mempermainkan kakiku. Aku duduk tak jauh darinya, yang tampak berdiri, menahan entah apa yang mungkin bisa meledak malam ini.

“No shit” jawabnya pelan, sambil melempar puntung rokoknya entah kemana dan membakar satu lagi. Langsung. Tanpa jeda.
“Berarti kita ke Backstagenya abis DIMH bunyi ya, mungkin ga begitu kedengeran dari sini, gue coba minta Anin atau siapapun buat ngabarin”

“Ga usah”

“Pelit amat jawabnya….” ledekku berusaha mencairkan suasana.
“Berisik”
“Elo tuh ya, kalo udah uring-uringan, susah banget diajak bicara, untung ga lagi mabok, kalo mabok, bisa langsung ngamuk kayak orang kesetanan, atau ngomongnya jadi ngaco banget”

“Bisa gak sih gue ga dikomentarin” aku Cuma mengangkat tanganku, berharap Stefan tidak uring-uringan seperti itu.

“Tapi ini kemajuan, biasanya nyari kesempatan buat bikin ulah…..”
“Yah, apalah itu”
“Dan lo juga hebat sampe sekarang belom make a move sama siapapun, padahal dari tadi gue perhatiin tiap ada anak cewek lewat, mata lo jelalatan banget”

“Ah, itu minor lah, walau tiap liat anak-anak SMA yang kinyis-kinyis itu gue pengen banget minta titit gue diisepin sama mereka” keluhnya sambil menghisap rokoknya dalam-dalam.
“Gue jadi khawatir, tar malem pas kita tidur sekamar, lo bakal ngapa-ngapain gue gak ya” tawaku.
“Yang ada gue gebukin karena lo cerewet mulu dari tadi, gue juga tau, gue lagi nunggu DIMH main, biar gue bisa ke backstage, ngambil barang-barang gue dan buruan cabut……”

“Iya Fan”
“Tapi bukan cabut ke hotel”
“Terus cabut kemana emangnya?” aku menatap sosoknya yang tampak berdiri dengan tidak sabarnya di hadapanku.

“Cabut ke Jakarta aja sekalian”
“Terus kamar hotel gue sendiri yang pake dong?” tanyaku lagi.
“Bodo amat, yang penting gue mau pulang, orang Mang Ujang ini yang nyetir……..”

“Yaudah, tapi ke hotel dulu kan, ngambil koper elo….”
“Iya…”

“Masuk akal juga sih elo pengen pulang ke Jakarta, soalnya kalo lo ntar pengen kelayapan atau ngerokok-rokok di luar kamar, takut ketemu anak-anak tengil DIMH ya?” tanyaku.
“Tumben pinter” komentarnya pelan sambil menatap langit yang tidak berbintang sama sekali itu.

“Bagus, deh…. Sekarang kita tunggu aja kabar dari Anin dan kawan-kawan ya” Stefan hanya mengangguk pelan dan aku menarik nafas lega. Lucu melihatnya berusaha untuk tidak mengulang hal-hal konyol yang biasanya identik dengan dirinya. Mudah-mudahan kedepannya dia tidak ngaco lagi seperti dulu. Mudah-mudahan kejadian-kejadian super freak di Jepang kemarin itu terakhir kalinya dia bertindak seperti itu.

“Udah tuh” Stefan tampak mematikan rokoknya sambil melihat ke arah handphonenya. Dia lalu mencoba melangkah dengan gontai, masuk lagi ke gedung.
“Udah gimana?” tanyaku.
“Anin udah ngabarin, Backstage dah kosong, Dying Inside My Anus udah naek panggung, katanya tadi di backstage pada diem semua, pas liat si Bagas duduk tenang sambil main handphone….” senyumnya tipis, menandakan kelegaan.

“Good… Ayo kita ke hotel… Gak usah nunggu acara beres…” aku pun bangkit dari dudukku dan mengikuti langkah Stefan.

--------------------------------------------

42844110.jpg

“Nah udah” Stefan sudah memasukkan semua barang bawaannya ke mobil dan kami semua membantunya, kecuali Bagas.
“Ati-ati Mang Ujang, kalo ngantuk berhenti dulu ya…” senyum Anin melepas keberangkatan Stefan kembali ke Jakarta.

“Ngomong-ngomong, gak sekalian ikut aja Ya, kasih kejutan buat si Kyoko gitu, bilang lo pulang besok, tapi mendadak tengah malem udah muncul di rumah kan…. Lumayan bikin dia kaget… Haha” ujar Stefan dengan nada cuek, sambil menatap mukaku dengan tampang capek.
“Bentar” aku tampak berpikir dan melihat ke arah jam tanganku. Jam 10 malam, kalau lancar sampai Jakarta, mungkin sekitar jam 1 malam sampai. Hmm….

“Udah gak usah mikir, ikut pulang aja Ya” bisik Anin.
“Iya ya?
“Iya lah…. Kayak orang bego aja sendirian disini, Bandung Jakarta pula, gak jauh, dan lo ga nyetir, bisa lo pake tidur juga pas di jalan” lanjut Anin.

“Oke deh, bentar Fan, gue beresin barang-barang di kamar dulu”

Tak butuh waktu lama buatku untuk memasukkan barang-barangku yang sebenarnya sedikit itu ke koperku. Dan tak butuh waktu lama juga untuk segera mengosongkan kamar itu, menguncinya, dan lantas menitipkan kunci itu ke Anin, tentunya setelah memasukkan koperku ke dalam mobil Stefan. Selesai sudah. Nampaknya malam ini akan ada kejutan yang romantis untuk Kyoko. Ya, pasti dia akan senang dan berbinar-binar melihat suaminya yang katanya pulangnya besok siang, mendadak ada malam ini.

Dalam hati aku tersenyum dan banyak membayangkan macam-macam. Tentunya semua hal-hal yang berbau romantis dan mungkin seksual. Sambil berpamitan ke Anin aku sudah membayangkan, akan sesenang apa Kyoko malam ini.

Dan mobil pun berjalan malam ini, menuju Jakarta, menuju Kyoko yang mungkin tidak menungguku.

“Ikut juga akhirnya, hahaha…….” tawa Stefan sambil menyalakan rokok, dan dia melirik ke sosok Anin yang makin lama makin tak terlihat.
“Thanks udah ngidein, gini-gini lo romantis juga ya orangnya” senyumku sambil melirik ke arah handphoneku, dan tidak mengirim pesan apapun ke Kyoko.

“Romantis tai kucing…. Itu Cuma ide biasa doang, bahkan gue ga mikirin apa-apa, Cuma mikir kayaknya enakan kalo lo tidur di rumah daripada di hotel sendirian ga ada selimut idupnya” tawanya.
“Tokai”
“Tapi salut sih sama elo, udah dua bulan dan lo bisa maintain gak tebar pesona lagi kayak dulu” ledek Stefan.

Dilihat dari cara bicaranya dan gesturenya, sepertinya dia sudah tidak uring-uringan lagi. Jelas kenapa, karena dia jauh dari godaan. Baik godaan seksual maupun godaan emosional.

“Gue gak pernah sekalipun tebar pesona, tokai” kesalku sambil memandang ke jalanan Bandung, yang malam ini masih agak ramai.
“Ah boong, tapi hebat sih, udah gak pernah sok baik lagi sama cewek, dan segala hal yang Arya banget itu”
“Udah ah, mendingan gue tidur, biar ntar ketemu Kyoko bisa seger dan bisa ngapa-ngapain istri sendiri ntar”

“Gih”

Dan akupun menuruti rasa kantukku, membiarkan diriku terlelap sampai nanti bertemu Kyoko.

--------------------------------------------

“Woi, dah di Pondok Indah” Stefan menendang kakiku dan akupun terbangun dengan agak kaget.
“Anjir”

arteri10.jpg

“Bangun, bentar lagi sampe rumah elo” dia menguap sejadi-jadinya, dan bisa kulihat mukanya juga tampak seperti baru bangun.
“Udah jam berapa sekarang?” tanyaku refleks.

“Jam 1 lebih Mas” Mang Ujang yang menjawabkan.
“Oh, pas ya, ga macet tadi?”
“Kebetulan engga, dan Mas Arya sama Mas Epan keliatannya nyenyak banget tidurnya tadi…. Hehe” tawa Mang Ujang yang sedang menyetir sambil melirik ke belakang, memeriksa keadaan kami.

Aku berusaha menegakkan posisi dudukku, sambil sedikit menggerakkan tanganku. Tadi aku masih ingat, beberapa kali aku agak terbangun, untuk membiarkan diriku tidur kembali di dalam mobil. Baru tadi terasa capeknya di mobil. Seperti sudah kebiasaan, aku memeriksan handphoneku, kalau-kalau ada pesan masuk dari siapapun. Ternyata kosong. Tidak ada. Berarti Kyoko mungkin sudah tidur, dan kedatanganku nanti pasti akan mengagetkannya.

Mobil Stefan sedang mengukur jalan, merayap perlahan di kegelapan malam, dari Metro Pondok Indah menuju Radio Dalam. Tampaknya tadi tidak lewat tol dalam kota, tapi dari lingkar luar dan keluar di Simatupang. Aku memasukkan handphoneku dalam saku jaketku lagi. Rasanya semakin Antusias ketika mobil Stefan melewati Pondok Indah dan masuk ke Margaguna. Dari situ sudah sangatlah dekat. Tinggal belok kiri ke Radio dalam, dan belok lagi ke kiri di Dwijaya, lalu ikuti jalannya sampai jalan Dwijaya II.

Dan akhirnya sampai juga, di depan pintu gerbang rumahku.

“Udah saya bukain ya Mas, bagasinya” ujar Mang Ujang memberitahu.
“Siap…”

“Gih, sono, gaulin bini lo” senyum Stefan dengan muka ngantuknya.
“Yaudin, makasih yak…” aku membuka pintu dan dengan bergegas menuju ke bagasi untuk mengambil koperku.

“Mang, makasih, jangan bosen-bosen ditebengin sama saya”
“Iya Mas, sama-sama”
“Fan, dah… Sampe ketemu ntar lagi… Thanks for the ride” aku melambaikan tanganku setelah menutup pintu bagasi, dan memperhatikan mobil Stefan merayap, menuju pulang.

Dengan tak sabar aku merogoh kunci yang selalu ada di saku celanaku, dan membuka pintu gerbang, lantas masuk dan menguncinya kembali. Dengan mengendap-ngendap, aku lantas membuka pintu rumah, dan merayap ke arah lantai dua, ke kamarku.

Aku lantas menggenggam gagang pintu yang membatasi antara aku dan Kyoko malam ini.

guitar10.jpg

“Sayang aku pulang….” bisikku sambil membuka pintu, berharap menemukan Kyoko yang sudah tidur, dan kemudian kaget melihatku masuk ke kamar.

Tidak.

Aku salah.

Aku terpaku melihat Kyoko malam itu. Kaget. Dan dia pun kaget.

Aku tak menyangka akan menemukan istriku, di atas kasur, termenung sendiri, memeluk kakinya dengan canggung, dan air mata yang membasahi matanya. Dan dia pasti tidak menyangka suaminya pulang malam ini dan menemukan dirinya sedang menangis sendirian.

Kami saling bertatapan dengan anehnya, dan aura canggung menyelimuti ruangan kamarku.

Ada apa dengan istriku?

--------------------------------------------

BERSAMBUNG
 
Wah sesi 2 sudah dimulai
Untung belum ketinggalan banyak karen kudu kelarin dulu edisi Okasan.....
#Penasaranaja di sesi ini apa yg bikin Ai jadi renggang sama Arya
 
Aku tak menyangka akan menemukan istriku, di atas kasur, termenung sendiri, memeluk kakinya dengan canggung, dan air mata yang membasahi matanya. Dan dia pasti tidak menyangka suaminya pulang malam ini dan menemukan dirinya sedang menangis sendirian.

Kami saling bertatapan dengan anehnya, dan aura canggung menyelimuti ruangan kamarku.

Ada apa dengan istriku?

Kalau baru baca Okasan & blm pernah baca MDT II pasti ngiranya Kyoko rindu Hiroshi & Mitaka.

Makasih apdetnya ya oom :D
 
Thx updatenya om
Akhirnya terbuka kedok yang selalu ditutupi Kyoko dari Arya selama ini... :D
 
Gak tentu nih jam updatenya, kirain kayak kemaren, dini hari tiba2 ada update,
 
Mudah²an scene arya kentu ma ah lupa namanya repotre cnn yg mirip ma zee tdk ada season k2 ini
 
Kyoko mulai uring2 an , ayo mas epan (sang anak pengusaha musik) kasih solusi nan jenius buat kyoko kaede biar gak uring2 an biar bisa liat "matahari dr timur" bersinar lagi :D
 
Mudah²an scene arya kentu ma ah lupa namanya repotre cnn yg mirip ma zee tdk ada season k2 ini

Kayak nya ada deh, soalnya klo gk salah udah keluar nama nya, meski gak pake real name. Soalnya kan bisa dibilang itu "biang huru hara" di season ini (siap2 arya digorok ai chan).

Kalo gak ada takutnya "hambar" di season 2. Iya kan om , ehh

Lagian gw juga pengen ngeliat arya "gebukin" si "biang rusuh" . itu kenikmatan hakiki buat gw :D
 
Bimabet
siang semuanya, belom bisa update dalam waktu dekat nih, tapi hari ini pasti update :D

mohon untuk tidak nyebut-nyebut orang yang ada di dunia nyata lagi. cerita ini sudah bersih dari mereka semua. it was a mistake dan gak akan kejadian lagi di kemudian hari.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd